hukum koperasi simpan pinjam di tinjau dalam syariat islam (tulisan 2)

15
NAMA : AGUNG DWI SAPUTRA NPM : 10212348 KELAS : 2EA22 TUGAS TULISAN 2 Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melayani atau mewajibkan anggotanya untuk menabung, di samping dapat memberikan pinjaman kepada anggotanya. Sebagian kalangan mendefinisikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah sebuah koperasi yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi. Kemudian modal yang telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada para anggota koperasi dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota koperasi yang memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan konsumtif maupun modal usaha. Kepada setiap peminjam, koperasi simpan pinjam menarik uang administrasi setiap bulan sejumlah sekian prosen dari uang pinjaman. Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam yang berasal dari uang administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota koperasi. Adapun jumlah keuntungan yang diterima oleh masing- masing anggota koperasi diperhitungkan menurut intensitas anggota yang meminjam uang dari Koperasi. Artinya, anggota yang paling sering meminjamkan uang dari Koperasi tersebut akan mendapat bagian paling banyak dari SHU, dan tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada umumnya jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing anggota adalah sama.(www.kosipa.com)

Upload: agung-saputra

Post on 25-Oct-2015

325 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

TRANSCRIPT

Page 1: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

NAMA : AGUNG DWI SAPUTRANPM : 10212348 KELAS : 2EA22

TUGAS TULISAN 2

Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam

Koperasi simpan pinjam adalah koperasi yang khusus bertujuan melayani atau mewajibkan

anggotanya untuk menabung, di samping dapat memberikan pinjaman kepada anggotanya.

Sebagian kalangan mendefinisikan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) adalah sebuah koperasi

yang modalnya diperoleh dari simpanan pokok dan simpanan wajib para anggota koperasi.

Kemudian modal yang telah terkumpul tersebut dipinjamkan kepada para anggota koperasi

dan terkadang juga dipinjamkan kepada orang lain yang bukan anggota koperasi yang

memerlukan pinjaman uang, baik untuk keperluan konsumtif maupun modal usaha. Kepada

setiap peminjam, koperasi simpan pinjam menarik uang administrasi setiap bulan sejumlah

sekian prosen dari uang pinjaman.

Pada akhir tahun, keuntungan yang diperoleh koperasi simpan pinjam yang berasal dari uang

administrasi tersebut yang disebut Sisa Hasil Usaha (SHU) dibagikan kepada anggota

koperasi. Adapun jumlah keuntungan yang diterima oleh masing-masing anggota koperasi

diperhitungkan menurut intensitas anggota yang meminjam uang dari Koperasi. Artinya,

anggota yang paling sering meminjamkan uang dari Koperasi tersebut akan mendapat bagian

paling banyak dari SHU, dan tidak diperhitungkan dari jumlah simpanannya, karena pada

umumnya jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib dari masing-masing anggota adalah

sama.(www.kosipa.com)

 Hukum KOperasi Simpan Pinjam

Dalam menyimpulkan hukum koperasi, tidak lepas dari praktik akad atau transaksi yang

dijalankan dalam badan usaha tersebut. Dengan demikian, jika model transaksi yang

dijalankan melanggar prinsip-prinsip muamalah islami, bisa dipastikan hukumnya haram.

Jika dilihat dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa koperasi simpan pinjam

hukumnya haram. Adapun alasannya sebagai berikut:

Pertama: Dari sisi nama, koperasi simpan pinjam didirikan dengan tujuan orang bisa

menyimpan dan meminjam uang di koperasi tersebut. Sehingga tidak tepat dan tidak boleh,

jika kemudian koperasi tersebut mengambil keuntungan dari aktifitas pinjam meminjam.

Page 2: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

Kedua: Pinjam meminjam di dalam Islam merupakan akad tabarru’ yang bertujuan untuk

saling tolong menolong bukan sebagai sarana untuk mencari keuntungan.

Ketiga: Di dalam koperasi simpan pinjam terdapat unsur riba yang diharamkan dalam Islam,

karena koperasi ini menarik dari setiap peminjam uang administrasi setiap bulan sejumlah

sekian persen dari uang pinjaman.

Uang administrasi yang dibolehkan adalah uang yang memang dipakai untuk kepentingan

administrasi bukan untuk mencari keuntungan, sehingga besarnya harus disesuaikan dengan

biaya administrasi seperti surat-menyurat, arsip dan sarana-sarana lain yang dibutuhkan di

dalam pencatatan hutang.

Keempat: Uang administrasi tidak boleh ditentukan berdasarkan besarnya jumlah pinjaman,

apalagi ditarik setiap bulan. Ini sama dengan bunga dari pinjaman alias riba. Walaupun

diganti namanya dengan uang administrasi, tetapi pada hakekatnya adalah bunga dari

pinjaman.

 Beberapa Pandangan Yang Salah

Pertama: Ada sebagian kalangan yang ingin menghindari praktek riba dengan cara menjual

formulir pinjaman yang harganya disesuaikan dengan jumlah uang yang akan dipinjam.

Umpamanya, untuk pinjaman uang sebesar Rp. 100.000 formulirnya berwarna putih dengan

harga Rp. 5.000 Untuk pinjaman uang sebesar Rp. 500.000 formulirnya berwarna merah

dengan harga Rp. 25.000 Untuk pinjaman sebesar Rp. 1.000.000 formulirnya berwarna

kuning dengan harga Rp 50.000.

Kalau ingin terhindar dari riba, maka harga formulirnya harus disamakan, dan harganya tidak

boleh disesuaikan dengan besar kecilnya jumlah uang pinjaman. Karena fungsi dari kertas

formulir sekedar untuk memberikan keterangan tentang data-data peminjam, jadi tidak ada

alasan untuk menaikan harganya dari harga selembar kertas.

Kedua: Sebagian orang mengatakan bahwa penjualan formulir dengan harga sesuai dengan

besar kecilnya pinjaman sama dengan penjualan prangko yang harganya disesuaikan dengan

jenis prangko, sehingga hukumnya halal.

Dalam hal ini tidak sama antara keduanya, karena dalam penjualan perangko, tidak ada unsur

pinjam meminjam, tetapi yang ada adalah akad jual beli barang, dan harga barang tersebut

disesuaikan dengan kwalitas dan manfaat barang. Jika kwalitas dan manfaatnya lebih banyak,

maka harganya lebih mahal, sebaliknya jika kwalitas dan manfaatnya lebih sedikit, maka

harganya lebih murah. Begitu juga dengan prangko, jika dipakai untuk mengirim surat yang

Page 3: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

lebih cepat dan jarak tempuhnya lebih jauh, tentunya harga prangkonya lebih mahal,

sebaliknya jika surat yang dikirim tidak kilat dan jarak tempuhnya dekat, maka harganya

tentunya lebih murah. Seperti itu juga harga tiket bis, kereta, maupun pesawat. Dan semuanya

itu adalah boleh dan halal.

Adapun formulir yang harganya berbeda-beda berdasarkan jumlah pinjaman, pada

hakekatnya koperasi hanya ingin mencari untung mengambil manfaat lewat hutang, dan ini

diharamkan dalam Islam, sebagaimana sabda Rasulullah shallahu ‘alahi wassalam:

�ا ِر�َب َف�ُه�َو� �َف�َع�ًة َم�ْن َج�َّر� َق�َّر�ٍض� �ُّل� ُك

“Setiap hutang yang mengambil manfaat (komersil )adalah riba” (HR. Baihaqi)

Ketiga: Sebagian kalangan mengatakan bahwa koperasi simpan pinjam hukumnya boleh,

karena pada dasarnya dalam mu’amalah adalah boleh selama tidak ada dalil yang

melarangnya. Sedangkan bunga dari pinjaman anggota bukan untuk mencari keuntungan,

tetapi akan dikembalikan kepada anggota koperasi itu juga.

Bahwa dalam koperasi simpan pinjam terdapat unsur riba yang diharamkan dalam Islam.

Adapun bunga pinjaman yang dibebankan kepada setiap peminjam akan kembali juga kepada

anggota koperasi adalah tidak benar. Sebagai contoh, jika anggota meminjam uang sebesar

Rp. 1.000.000, maka dia harus mengembalikan kepada koperasi tersebut sejumlah uang yang

dipinjam ditambah 5 % nya, yaitu sebesar Rp. 1.050.000 Dari tambahan 5 % tersebut, yang

kembali kepada anggota tersebut hanya sekitar 3 % nya saja, sedangkan yang 2 % nya akan

masuk kas koperasi. Ini menunjukan bahwa secara nyata bahwa koperasi simpan pinjam tetap

mengambil keuntungan dari aktifitas pinjam meminjam dan ini diharamkan dalam Islam,

karena termasuk riba.

 Cara Yang Sesuai Syariat

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar koperasi simpan pinjam sesuai syariat dan

terhindar dari riba, diantaranya adalah:

Cara Pertama: Koperasi membeli barang-barang dari uang yang terkumpul dari anggota dan

menjual barang-barang tersebut kepada para anggota atau kepada masyarakat umum.

Keuntungan dari hasil penjualan dibagi kepada para anggota berdasarkan jumlah uang yang

ditabung ke koperasi tersebut.

Cara Kedua: Koperasi ini juga bisa meminjamkan uang kepada anggota yang membutuhkan

untuk keperluan konsumtif, tanpa dipungut bunga sedikitpun. Tetapi jika anggota

Page 4: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

memerlukan uang untuk keperluan usaha, maka koperasi bisa menerapkan system bagi hasil

sesuai kesepakatan bersama. Tetapi akad ini tidak dinamakan pinjaman, tetapi disebut dengan

mudharabah.

HUKUM ASURANSI MENURUT ISLAM

Definisi asuransi adalah sebuah akad yang mengharuskan perusahaan asuransi (muammin)

untuk memberikan kepada nasabah/klien-nya (muamman) sejumlah harta sebagai

konsekuensi dari pada akad itu, baik itu berbentuk imbalan, Gaji atau ganti rugi barang dalam

bentuk apapun ketika terjadibencana maupun kecelakaan atau terbuktinya sebuah bahaya

sebagaimana tertera dalam akad (transaksi), sebagai imbalan uang (premi) yang dibayarkan

secara rutin dan berkala atau secara kontan dari klien/nasabah tersebut (muamman) kepada

perusahaan asuransi (muammin) di saat hidupnya.

Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa asuransi merupakan salah satu cara

pembayaran ganti rugi kepada pihak yang mengalami musibah, yang dananya diambil dari

iuran premi seluruh peserta asuransi. Beberapa istilah asuransi yang digunakan antara lain:

A. Tertanggung, yaitu anda atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan atas harta

benda

B. Penanggung, dalam hal ini Perusahaan Asuransi, merupakan pihak yang menerima premi

asuransi dari Tertanggung dan menanggung risiko atas kerugian/musibah yang menimpa

harta benda yang diasuransikan

ASURANSI KONVENSIONAL

A. Ciri-ciri Asuransi konvensional Ada beberapa ciri yang dimiliki asuransi konvensional,

diantaranya adalah:

Akad asurab si konvensianal adalah akad mulzim (perjanjian yang wajib

dilaksanakan) bagi kedua balah pihak, pihak penanggung dan pihak tertanggung.

Kedua kewajiban ini adalah keawajiban tertanggung menbayar primi-premi asuransi

dan kewajiban penanggung membayar uang asuransi jika terjadi perietiwa yang

diasuransikan.

Akad asuransi ini adalah akad mu’awadhah, yaitu akad yang didalamnya kedua orang

yang berakad dapat mengambil pengganti dari apa yang telah diberikannya.

Page 5: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

Akad asuransi ini adalah akad gharar karena masing-masing dari kedua belah pihak

penanggung dan tertanggung pada eaktu melangsungkan akad tidak mengetahui

jumlah yang ia berikan dan jumlah yang dia ambil.

Akad asuransi ini adalah akad idz’an (penundukan) pihak yang kuat adalah perusahan

asuransi karena dialah yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki

tertanggung,

B. Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam Mengingat masalah asuransi ini sudah

memasyarakat di Indonesia dan diperkirakan ummat Islam banyak terlibat di dalamnya, maka

permasalahan tersebut perlu juga ditinjau dari sudut pandang agama Islam.

Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yang

melakukan asuransi sama halnya dengan orang yang mengingkari rahmat Allah. Allah-lah

yang menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya,

sebagaimana firman Allah SWT, yang artinya:

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yang memberi

rezekinya.” (Q. S. Hud: 6)

“……dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi?

Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)?……” (Q. S. An-Naml: 64)

“Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup, dan (kami

menciptakan pula) makhluk-makhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki

kepadanya.” (Q. S. Al-Hijr: 20)

Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-

galanya untuk keperluan semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai khalifah di muka

bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah, bukan bahan matang. Manusia masih perlu

mengolahnya, mencarinya dan mengikhtiarkannya.

Melibatkan diri ke dalam asuransi ini, adalah merupakan salah satu ikhtiar untuk

mengahadapi masa depan dan masa tua. Namun karena masalah asuransi ini tidak dijelaskan

secara tegas dalam nash, maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi, yaitu masalah

yang mungkin masih diperdebatkan dan tentunya perbedaan pendapat sukar dihindari.

Ada beberapa pandangan atau pendapat mengenai asuransi ditinjau dari fiqh Islam. Yang

paling mengemuka perbedaan tersebut terbagi tiga, yaitu:

1.Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya

Page 6: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

Temasuk asuransi jiwa Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqii

(mufti Yordania), Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth‘i (mufti Mesir”). Alasan-

alasan yang mereka kemukakan ialah:

Asuransi sama dengan judi

Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.

Asuransi mengandung unsur riba/renten.

Asurnsi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bisa

melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau di

kurangi.

Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.

Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.

Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului

takdir Allah.

II. Asuransi konvensional diperbolehkan

Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf, Mustafa Akhmad Zarqa (guru

besar Hukum Islam pada fakultas Syari‘ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (guru

besar Hukum Isalm pada Universitas Cairo Mesir), dan Abd. Rakhman Isa (pengarang kitab

al-Muamallha al-Haditsah wa Ahkamuha). Mereka beralasan:

Tidak ada nash (al-Qur‘an dan Sunnah) yang melarang asuransi.

Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.

Saling menguntungkan kedua belah pihak.

Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang

terkumpul dapat di investasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan

pembangunan.

Asuransi termasuk akad mudhrabah (bagi hasil)

Asuransi termasuk koperasi (Syirkah Ta‘awuniyah).

Asuransi di analogikan (qiyaskan) dengan sistem pensiun seperti taspen.

III. Asuransi yang bersifat sosial di perbolehkan dan yang bersifat komersial

diharamkan

Page 7: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abdu Zahrah (guru besar Hukum

Islam pada Universitas Cairo).

Alasan kelompok ketiga ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat

komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi yang

bersifat sosial (boleh).

Alasan golongan yang mengatakan asuransi syubhat adalah karena tidak ada dalil yang tegas

haram atau tidak haramnya asuransi itu.

Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa masalah asuransi yang berkembang dalam

masyarakat pada saat ini, masih ada yang mempertanyakan dan mengundang keragu-raguan,

sehingga sukar untuk menentukan, yang mana yang paling dekat kepada ketentuan hukum

yang benar.

Sekiranya ada jalan lain yang dapat ditempuh, tentu jalan itulah yang pantas dilalui. Jalan

alternatif baru yang ditawarkan, adalah asuransi menurut ketentuan agama Islam.

Dalam keadaan begini, sebaiknya berpegang kepada sabda Nabi Muhammad SAW:

“Tinggalkan hal-hal yang meragukan kamu (berpeganglah) kepada hal-hal yang tidak

meragukan kamu.” (HR. Ahmad)

Asuransi syariah

A. Prinsip-prinsip dasar asuransi syariah

Suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i, jika tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dan

aturan-aturan syariat Islam. Untuk itu dalam muamalah tersebut harus memenuhi ketentuan-

ketentuan sebagai berikut:

Asuransi syariah harus dibangun atas dasar taawun (kerja sama ), tolong menolong,

saling menjamin, tidak berorentasi bisnis atau keuntungan materi semata. Allah SWT

berfirman,” Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan

jangan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.”

Asuransi syariat tidak bersifat mu’awadhoh, tetapi tabarru’ atau mudhorobah.

Sumbangan (tabarru’) sama dengan hibah (pemberian), oleh karena itu haram

hukumnya ditarik kembali. Kalau terjadi peristiwa, maka diselesaikan menurut

syariat.

Setiap anggota yang menyetor uangnya menurut jumlah yang telah ditentukan, harus

disertai dengan niat membantu demi menegakan prinsip ukhuwah. Kemudian dari

Page 8: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

uang yang terkumpul itu diambilah sejumlah uang guna membantu orang yang sangat

memerlukan.

Tidak dibenarkan seseorang menyetorkan sejumlah kecil uangnya dengan tujuan

supaya ia mendapat imbalan yang berlipat bila terkena suatu musibah. Akan tetepi ia

diberi uang jamaah sebagai ganti atas kerugian itu menurut izin yang diberikan oleh

jamaah.

Apabila uang itu akan dikembangkan, maka harus dijalankan menurut aturan syar’i.

B. Ciri-ciri asuransi syari’ah Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya

adalah Sbb:

Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak

boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan

berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad

berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika

lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.

Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi

kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak

bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan

tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi

atau pengurus yang ditunjuk bersama).

Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan

aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.

Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.

Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.

C. Manfaat asuransi syariah. Berikut ini beberapa manfaat yang dapat dipetik dalam

menggunakan asuransi syariah, yaitu:

Tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa sepenanggungan di antara anggota.

Implementasi dari anjuran Rasulullah SAW agar umat Islam salimg tolong menolong.

Jauh dari bentuk-bentuk muamalat yang dilarang syariat.

Secara umum dapat memberikan perlindungan-perlindungan dari resiko kerugian

yang diderita satu pihak.

Page 9: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

Juga meningkatkan efesiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan

pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan

banyak tenaga, waktu, dan biaya.

Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya

tertentu, dan tidak perlu mengganti/ membayar sendiri kerugian yang timbul yang

jumlahnya tidak tertentu dan tidak pasti.

Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar pada pihak asuransi akan

dikembalikan saat terjadi peristiwa atau berhentinya akad.

Menutup Loss of corning power seseorang atau badan usaha pada saat ia tidak dapat

berfungsi(bekerja).

Perbandingan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional.

A. Persamaan antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah. Jika diamati dengan

seksama, ditemukan titik-titik kesamaan antara asuransi konvensional dengan asuransi

syariah, diantaranya sbb:

Akad kedua asuransi ini berdasarkan keridloan dari masing- masing pihak.Kedua-

duanya memberikan jaminan keamanan bagi para anggota Kedua asuransi ini

memiliki akad yang bersifad mustamir (terus)

Kedua-duanya berjalan sesuai dengan kesepakatan masing-masing pihak.

B. Perbedaan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah. Dibandingkan

asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa

hal.

Keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan

suatu keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta

kebijakan investasi supaya senantiasa sejalan dengan syariat Islam. Adapun dalam

asuransi konvensional, maka hal itu tidak mendapat perhatian.

Prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang

satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad

asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan).

Dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan

berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi

konvensional, investasi dana dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga.

Page 10: Hukum Koperasi Simpan Pinjam di Tinjau Dalam Syariat Islam (TULISAN 2)

Premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan

hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi

konvensional, premi menjadi milik perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki

otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan dana tersebut.

Untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru

(dana sosial) seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-

menolong bila ada peserta yang terkena musibah. Sedangkan dalam asuransi

konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik perusahaan.

Keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan

perusahaan selaku pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi

konvensional, keuntungan sepenuhnya menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim,

nasabah tak memperoleh apa-apa.

SUMBER

http://lailamaharani.blogspot.com/2012/01/koperasi-simpan-pinjam.html http://kospin-sejahterea.blogspot.com/2013/01/hukum-koperasi-simpan-pinjam-di-

tinjau.html