gastrointestinal

70
PATOLOGI KELAINAN FUNGSI GASTROINTESTINAL Oleh : D IV Keperawatan Tingkat 1 KELOMPOK 3 1) Ni Nyoman Diah Vitri P. ( P07120214029 ) 2) Ni Putu Ayu Savitri ( P07120214033 ) 3) Ni Kadek Suliani ( P07120214034 )

Upload: yoga-adi-purnama

Post on 18-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Gastrointestinal

TRANSCRIPT

PATOLOGIKELAINAN FUNGSI GASTROINTESTINAL

Oleh :D IV Keperawatan Tingkat 1KELOMPOK 3

1) Ni Nyoman Diah Vitri P.( P07120214029 )2) Ni Putu Ayu Savitri( P07120214033 )3) Ni Kadek Suliani( P07120214034 )4) Putu Lenny Omi Priyatni( P07120214035 )

KEMENTERIAN KESEHATAN RIPOLITEKNIK KESEHATAN DENPASARTAHUN PELAJARAN 2014/2015

PATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI KELAINAN FUNGSI GASTROINTESTINAL

I. Gangguan Pada MulutSTOMATITISA. PENGERTIAN Stomatitis adalah radang danbisuldimulut, yang mungkin ringan dan lokal atau berat dan meluas. Kondisi ini selalu menyakitkan dan mungkin melibatkan pembengkakan dan kemerahan pada mukosa mulut, borok yang menyakitkan (tunggal atau ganda). Karena menghambat makan, stomatitis kadang-kadang menyebabkandehidrasidanmalnutrisi. Stomatitis dapat disebabkan olehinfeksilokal, penyakit sistemik, iritasi fisik atau kimia, atau reaksi alergi. Banyak juga kasus yangidiopatik(tidak diketahui sebabnya). Karena aliran normal air liur melindungi mukosa terhadap kerusakan,xerostomiaseringkali mengawali stomatitis.B. ETIOLOGIEtiologiyangberasal dari keadaan luar mulut seperti :a.RokokAsap rokok banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapat menyebabkan berbagai macam penyakit terutama pada stomatitis. Pada penyakit ini, asap rokok yang mengandung zat-zat yang berbahaya masuk ke dalam tubuh melalui mulut yang banyak terdapat mukosa sebagai alat perlindungan tubuh terhadap infeksi. Zat-zat adaptif tersebut yang berasal dari asap rokok menyebabkan kerusakan pada mukosa-mukosa didalam mulut. Sehingga terjadi penurunan imun terutama pada bagian mulut yang menyebabkan mulut rentan terhadap penyakit.b.Padapenggunaanobat kumurObat kumur yang mengandung bahan-bahan pengering (misalnya alkohol, lemon/gliserin) harus dihindari. Zat-zat seperti alkohol di atas dapat menyebabkan kerusakan yang pada sel-sel mukosa dalam mulut yang bertugas dalam menghasilkan sekret sebagai bentuk pertahanan tubuh.c.Reaksi alergiSariawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu. Jenismakanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita.d.Alergibisa terjadi karena kenaikan kadar IgE dan keterkaitan antara beberapa jenis makanan dan timbulnya ulser. Gejala timbul biasanya segera setelah penderita mengkonsumsi makanan tersebute.Faktor psikologis (stress)Kortison merupakan salah satu hormon utama yang dikeluarkan oleh tubuh sebagai reaksi terhadap stres. Hormon ini menigngkatkan tekanan darah dan mempersiapkan tubuh untuk respon melawan. Akan tetapi apabila stres berlebih akan menyebabkan hormon ini juga dihasilkan berlebih sehingga respon tubuh dalam melawan bakteri berlebih (ada tidaknya bakteri akan bekerja sehingga akan merusak sel-sel yang sehat).f.Gangguan hormonal (seperti sebelum atau sesudah menstruasi). Terbentuknya stomatitis aphtosa ini pada fase luteal dari siklus haid pada beberapa penderita wanita.g.Kekurangan vitamin C, mengakibatkan jaringan dimukosa mulut dan jaringan penghubung antara gusi dan gigi mudah robek yang akhirnya mengakibatkan sariawan.h.Kekurangan vitamin B dan zat besi juga dapat menimbulkan sariawan..i.Kelainan pencernaan Gangguan saluran pencernaanSeperti Chorn disease, kolitis ulserativ, dan celiac disease sering disertai timbulnya stomatitis apthosa.

C. TANDA DAN GEJALA Awalnya timbul rasa sedikit gatal atau seperti terbakar pada 1 sampai 2 hari di daerah yang akan menjadi sariawan. Rasa ini timbul sebelum luka dapat terlihat di rongga mulut. Sariawan dimulai dengan adanya luka seperti melepuh di jaringan mulut yang terkena berbentuk bulat atau oval. Setelah beberapa hari, luka seperti melepuh tersebut pecah dan menjadi berwarna putih ditengahnya, dibatasi dengan daerah kemerahan. Bila berkontak dengan makanan dengan rasa yang tajam seperti pedas atau asam, daerah ini akan terasa sakit dan perih, dan aliran saliva (air liur) menjadi meningkat.Manifestasi klinis dari stomatitis secara umum yaitu:a. Masa prodromal atau penyakit 1 24 jam Hipersensitive dan perasaan seperti terbakarb. Stadium Pre UlcerasiAdanya udema / pembengkangkan setempat dengan terbentuknya makula pavula serta terjadi peninggian 1- 3 haric.Stadium UlcerasiPada stadium ini timbul rasa sakit terjadi nekrosis ditengah-tengahnya, batas sisinya merah dan udema tonsilasi ini bertahan lama 1 16 hari. Masa penyembuhan ini untuk tiap-tiap individu berbeda yaitu 1 5 minggu.

Berdasarkan ciri khasnya secara klinis, SAR dapat digolongkan menjadi ulser minor, ulser mayor, dan ulser hepetiform.1. Ulser minoradalah yang paling sering dijumpai, dan biasanya berdiameter kurang dari 1 cm dan sembuh tanpa menimbulkan jaringan parut. Bentuknya bulat, berbatas jelas, dan biasanya dikelilingi oleh daerah yang sedikit kemerahan. Lesi biasanya hilang setelah 7-10 hari.2. Ulser mayorbiasanya berdiameter lebih dari 1 cm, bulat dan juga berbatas jelas. Tipe ini membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sembuh, dan dapat menimbulkan jaringan parut setelah sembuh.3. Ulser herpetiformadalah yang paling jarang terjadi dan biasanya merupakan lesi berkelompok dan terdiri dari ulser berukuran kecil dengan jumlah banyak.

MenurutWilliams dan Wilkins pada tahun 2008 membagi stomatitis berdasarkan tandadangejalanya, yaitu:a) Stomatitis hipertik akut1) Nyeri sperti terbakar di mulut2) Gusi membengkak dan mudah berdarah, selaput lendir terasa perih3) Ulse papulovesikular di dalam mulut dan tenggorokan; akhirnya menjadi lesi berkantung keluar disertai areloa ynag memerah, robek, dan membertuk sisik.4) Limfadenitis submaksilari5) Nyeri hilang 2 sampai 4 hari sebelum ulser sembuh secara keseluruhan

b) Stomatitis aftosis1) Selaput lendir terasa terbakar, kesemutan, dan sedikit membengkak2) Ulser tunggal ataupun multipel, berbentuk kecil dengan pusat berwarna keputihan dan berbatas merah3) Nyeri berlangsung 7 samapi 10 hari, dan sembuh total dalam 1 sampai 3 minggu.

D. PATOFISIOLOGIPada awal lesi terdapat infiltrasi limfosit yang diikuti oleh kerusakan epitel dan infiltrasi neutrofil ke dalam jaringan. Sel mononuclear juga mengelilingi pembuluh darah (perivaskular), tetapi vasculitis tidak terlihat. Namun, secara keseluruhan terlihat tidak spesifik.Perjalananstomatitis aphtousdimulai dari masa prodromal selama 1-2 hari, berupa panas atau nyeri setempat. Kemudian mukosa berubah menjadi makula berwarna merah, yang dalam waktu singkat bagian tengahnya berubah menjadi jaringan nekrotik dengan epitelnya hilang sehingga terjadi lekukan dangkal. Ulkus akan ditutupi oleh eksudat fibrin kekuningan yang dapat bertahan selama 10-14 hari. Bila dasar ulkus berubah warna menjadi merah muda tanpa eksudat fibrin, menandakan lesi sedang memasuki tahap penyembuhan.Tahap perkembangan SAR dibagi kepada 4 tahap yaitu:1. Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-sel mononuklear akan menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai berkembang.2. Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi SAR. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi eritematus. Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-ulserasi ini.3. Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2 minggu. Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh intensitas nyeri yang berkurang.4. Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke 4 hingga 35. Ulser tersebut akan ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan sering tidak meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR pernah muncul. Semua lesi SAR menyembuh dan lesi baru berkembang. Faktor Predisposisia) Pasta Gigi dan Obat Kumur SLSPenelitian menunjukkan bahwa produk yang mengandungi SLS yaitu agen berbusa paling banyak ditemukan dalam formulasi pasta gigi dan obat kumur, yang dapat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya ulser, disebabkan karena efek dari SLS yang dapat menyebabkan epitel pada jaringan oral menjadi kering dan lebih rentan terhadap iritasi. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa peserta yang menggunakan pasta gigi yang bebas SLS mengalami sariawan yang lebih sedikit.b) TraumaUlser dapat terbentuk pada daerah bekas terjadinya luka penetrasi akibat trauma. Pendapat ini didukung oleh hasil pemeriksaan klinis, bahwa sekelompok ulser terjadi setelah adanya trauma ringan pada mukosa mulut. Umumnya ulser terjadi karena tergigit saat berbicara, kebiasaan buruk, atau saat mengunyah, akibat perawatan gigi, makanan atau minuman terlalu panas, dan sikat gigi. Trauma bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan berkembangnya SAR pada semua penderita tetapi trauma dapat dipertimbangkan sebagai faktor pendukungc) GenetikFaktor ini dianggap mempunyai peranan yang sangat besar pada pasien yang menderita SAR. Bila kedua orangtua menderita SAR maka besar kemungkinan timbul SAR pada anak-anaknya. Pasien dengan riwayat keluarga SAR akan menderita SAR sejak usia muda dan lebih berat dibandingkan pasien tanpa riwayat keluarga SAR.d) Gangguan ImmunologiFaktor gangguan sistem imun telah banyak dihubungkan sebagai salah satu faktor yang sangat berperan sebagai faktor predisposisi SAR. Imunopatogenesis SAR dapat melibatkan semua komponen sistem imun baik seluler maupun humoral. Pada sistem imun seluler yaitu Sel T dan sitokin, sedangkan pada sistem imun humoral yaitu IgA, IgM dan IgGe) Defisiensi NutrisiWray (1975) meneliti pada 330 pasien SAR dengan hasil 47 pasien menderita defisiensi nutrisi yaitu terdiri dari 57% defisiensi zat besi, 15% defisiensi asam folat, 13% defisiensi vitamin B12, 21% mengalami defisiensi kombinasi terutama asam folat dan zat besi dan 2% defisiensi ketiganya. Penderita SAR dengan defisiensi zat besi, vitamin B12dan asam folat diberikan terapi subtitusi vitamin tersebut hasilnya 90% dari pasien tersebut mengalami perbaikan.Faktor nutrisi lain yang berpengaruh pada timbulnya SAR adalah vitamin B1,B2dan B6.Dari 60 pasien SAR yang diteliti, ditemukan 28,2% mengalami penurunan kadar vitamin-vitamin tersebut. Penurunan vitamin B1terdapat 8,3%, B26,7%, B610% dan 33% kombinasi ketiganya. Terapi dengan pemberian vitamin tersebut selama 3 bulan memberikan hasil yang cukup baik, yaitu ulserasi sembuh dan rekuren berkurang.Dilaporkan adanya defisiensi Zink pada penderita SAR, pasien tersebut diterapi dengan 50 mg Zink Sulfat peroral tiga kali sehari selama tiga bulan.Lesi SAR yang persisten sembuh dan tidak pernah kambuh dalam waktu satu tahun. Beberapa peneliti lain juga mengatakan adanya kemungkinan defisiensi Zink pada pasien SAR karena pemberian preparat Zink pada pasien SAR menunjukkan adanya perbaikan, walaupun kadar serum Zink pada pasien SAR pada umumnya normal.f) StressStres merupakan respon tubuh dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan yang terjadi terus menerus yang berpengaruh terhadap fisik dan emosi. Stres dinyatakan merupakan salah satu faktor yang berperan secara tidak langsung terhadap ulser stomatitis rekuren ini.g) HormonalPada wanita, sering terjadinya SAR di masa pra menstruasi bahkan banyak yang mengalaminya berulang kali. Keadaan ini diduga berhubungan dengan faktor hormonal. Hormon yang dianggap berperan penting adalah estrogen dan progesteron.Dua hari sebelum menstruasi akan terjadi penurunan estrogen dan progesteron secara mendadak. Penurunan estrogen mengakibatkan terjadinya penurunan aliran darah sehingga suplai darah utama ke perifer menurun dan terjadinya gangguan keseimbangan sel-sel termasuk rongga mulut, memperlambat proses keratinisasi sehingga menimbulkan reaksi yang berlebihan terhadap jaringan mulut dan rentan terhadap iritasi lokal sehingga mudah terjadi SAR. Progesteron dianggap berperan dalam mengatur pergantian epitel mukosa muluth) Infeksi BakteriGraykowski dan kawan-kawan pada tahun 1966 pertama kali menemukan adanya hubungan antara bakteri Streptokokus bentuk L dengan lesi SAR dengan penelitian lebih lanjut ditetapkan bahwa Streptokokus sanguis sebagai penyebab SAR. Donatsky dan Dablesteen mendukung pernyataan tersebut dengan melaporkan adanya kenaikan titer antibodi terhadap Streptokokus sanguis 2A pada pasien SAR dibandingkan dengan kontrol.i) Alergi dan SensitifitasAlergi adalah suatu respon imun spesifik yang tidak diinginkan (hipersensitifitas) terhadap alergen tertentu. Alergi merupakan suatu reaksi antigen dan antibodi. Antigen ini dinamakan alergen, merupakan substansi protein yang dapat bereaksi dengan antibodi, tetapi tidak dapat membentuk antibodinya sendiri.SAR dapat terjadi karena sensitifitas jaringan mulut terhadap beberapa bahan pokok yang ada dalam pasta gigi, obat kumur, lipstik atau permen karet dan bahan gigi palsu atau bahan tambalan serta bahan makanan. Setelah berkontak dengan beberapa bahan yang sensitif, mukosa akan meradang dan edematous. Gejala ini disertai rasa panas, kadang-kadang timbul gatal-gatal, dapat juga berbentuk vesikel kecil, tetapi sifatnya sementara dan akan pecah membentuk daerah erosi kecil dan ulser yang kemudian berkembang menjadi SAR.j) Obat-obatanPenggunaan obat nonsteroidal anti-inflamatori (NSAID), beta blockers, agen kemoterapi dan nicorandil telah dinyatakan berkemungkinan menempatkan seseorang pada resiko yang lebih besar untuk terjadinya SAR.k) Penyakit SistemikBeberapa kondisi medis yang berbeda dapat dikaitkan dengan kehadiran SAR. Bagi pasien yang sering mengalami kesulitan terus-menerus dengan SAR harus dipertimbangkan adanya penyakit sistemik yang diderita dan perlu dilakukan evaluasi serta pengujian oleh dokter. Beberapa kondisi medis yang dikaitkan dengan keberadaan ulser di rongga mulut adalah penyakit Behcets, penyakit disfungsi neutrofil, penyakit gastrointestinal, HIV-AIDS, dan sindroma Sweets.l) MerokokAdanya hubungan terbalik antara perkembangan SAR dengan merokok. Pasien yang menderita SAR biasanya adalah bukan perokok, dan terdapat prevalensi dan keparahan yang lebih rendah dari SAR diantara perokok berat berlawanan dengan yang bukan perokok. Beberapa pasien melaporkan mengalami SAR setelah berhenti merokok.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( LAB)Pemeriksaan Penunjang yang digunakan adalah sebagai berikut:a) Dilakukan pengolesan lesi dengan toluidin biru 1% topikal dengan swab atau kumur sedangkan diagnosis pasti dengan menggunakan biopsi.b) Pemeriksaan laboratorium :1) WBC menurun pada stomatitis sekunder2) Pemeriksaan kultur virus: cairan vesikel dari herpes simplek stomatitis3) Pemeriksaan cultur bakteri:eksudat untuk membentuk vincents stomatitis

F. PENATALAKSANAANMenurut Corwin (2005) tujuan utama terapi ulkus adalah untuk mengurangi inflamasi, menghilangkan rasa sakit dan tidak nyaman, serta mempercepat penyembuhan.Penentuan terapi ilkus tidak dapat dipisahkan dari faktor penyebab ulkus itu sendiri. Penjagaan kebersihan rongga mulut dapat membantu dalam penyembuhan ulku,s terutama untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Penggunaan chlorhexidine tidak dapat digunakan pada semua pasien karena alkohol yang terkandung di dalamnya dapat menimbulkan rasa pedih pada pasien.Pengurangan rasa sakit pada ulkus dapat dilakukan melalui pengobatan secara sistematik.Rasa sakit rongga mulut dapat diobati secara topical maupun sistemik. Cara topical lebih banyak dipilih dibandingkan dengan cara sistemik karena efek samping pengobatan topical lebih rendah jika dibandingkan dengan terapi sistemik. Apabila ulkus masih belum sebuh juga, obat jenis kortikoseteroid dapat dianjurkan (Lewis, 2000).Sediaa krin gel, serta inhaler dapat berasa lebih pahit dan gel dapat mengiritasi.Pasien sebaiknya tidak makan atau minum selama 30 menit setelah pengolesan stroid agar memperpanjang waktu kontak.Agen imunomodulator topical lainnya juga dapat dianjurkan berbarengan dengan kortikoterois topikal (Black, 1995).

II. Gangguan Pada Esofagus1. AKALASIA A. PENGERTIANAkalasia adalah merupakan suatu keadaan ditandai secara khas tidak didapatkannya peristalsis korpus esofagus dan kegagalan sfingter esofagus bawah ( SEB ) yang hipertonik untuk mengadakan relaksasi secara sempurna pada waktu menelan makanan. Akibat keadaan ini akan terjadi stasis makanan dan selanjutnya akan timbul pelebaran esofagus. Keadaan ini akan menimbulkan gejala dan komplikasi tergantung dari berat dan lamanya kelainan yang terjadi. Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama simple ectasia, kardiospasme, megaesofagus, dilatasi esofagus difus tanpa stenosis atau dilatasi esofagus idiopatik adalah suatu gangguan neuromuskular. Kegagalan relaksasi batas esofagogastrik pada proses menelan menyebabkan dilatasi bagian proksimal esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh substernal dan umumnya terjadi regurgitasi.Akalasia mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672. Mula-mula diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia melakukan dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk ke dalam lambung. Pada tahun 1908 Henry Plummer melakukan dilatasi dengan kateter balon. Pada tahun 1913 Heller melakukan pembedahan dengan cara kardiomiotomi di luar mukosa yang terus dianut sampai sekarang.Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltik esofagus distal disertai dengan kegagalan sfingter esofagus untuk rileks dalam respon terhadap menelan. Penyempitan esofagus tepat di atas lambung menyebabkan peningkatan dilatasi esofagus secara bertahap di dada atas. Akalasia dapat berlanjut secara perlahan. Ini terjadi paling sering pada individu usia 40 atau lebih. Diduga terdapat insiden akalasia dalam keluarga.

Gambar 1. Akalasia esofagusAkalasia akibat dari retensi atau lambatnya bongkahan makanan disertai meningkatnya obstruksi dan dilatasi esofagus. Penyebab keadaan ini tidak diketahui, tetapi ditemukan berkurangnya sel ganglion pleksus minterik dan degenerasi wallerian pada akson bermielin maupun tak bermielin dari nervus vagus ekstra esofagus.

B. ETIOLOGIEtiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat bukti bahwa degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturan neurologis. Beberapa teori yang berkembang berhubungan dengan gangguan autoimun, penyakit infeksi atau kedua-duanya. Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu :1. Akalasia primer, (yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus pada esofagus. Di samping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.2. Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan ekstraluminer seperti pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat antikolinergik atau pascavagotomi.Gambaran KlinisNo. Tanda GejalaPrimer Sekunder

1.Disfagia Ringan sampai berat (>1 tahun)Sedang sampai berat (< 6 bulan)

2.Regurgitasi Sedang sampai beratRingan

3.Berat badan menurunRingan (5 kg)Berat (15 kg)

4.Nyeri dadaRingan sampai sedang Jarang

5.Komplikasi paruSedang Jarang

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Secara histologik diterapkan kelainan berupa degenerasi sel ganglion plexus Auerbach sepanjang esofagus pars torakal. Dari beberapa data disebutkan bahwa faktor-faktor seperti herediter, infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah kemungkinan penyebab dari akalasia.1. Teori GenetikTemuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu keluarga telah mendukung bahwa akalasia kemungkinan dapat diturunkan secara genetik. Kemungkinan ini berkisar antara 1 % sampai 2% dari populasi penderita akalasia.2. Teori InfeksiFaktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertussis, clostridia, tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella zooster, polio dan measles), Zat-zat toksik (gas kombat), trauma esofagus dan iskemik esofagus uterine pada saat rotasi saluran pencernaan intra uterine. Bukti yang paling kuat mendukung faktor infeksi neurotropik sebagai etiologi. Pertama, lokasi spesifik pada esofagus dan fakta bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran pencernaan di mana otot polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang memungkinkan infiltrasi faktor infeksi. Kedua, banyak perubahan patologi yang terlihat pada akalasia dapat menjelaskan faktor neurotropik virus tersebut. Ketiga, pemeriksaan serologis menunjukkan hubungan antara measles dan varicella zoster pada pasien akalasia.3. Teori AutoimunPenemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa sumber. Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus esofagus didominasi oleh limfosit T yang diketahui berperan dalam penyakit autoimun. Kedua, prevalensi tertinggi dari antigen kelas II, yang diketahui berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya. Yang terakhir, beberapa kasus akalasia ditemukan autoantibodi dari pleksus mienterikus.4. Teori DegeneratifStudi epidemiologi dari AS menemukan bahwa akalasia berhubungan dengan proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit psikis, seperti penyakit Parkinson dan depresi.

C. TANDA DAN GEJALA a. Sulit menelan makanan baik cair maupun padatb. Pasien mempunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah esofagus.c. Muntah, secara spontan aau sengaja untuk menghilangkan ketidaknyamanand. Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan atau tidak.e. Kemungkinan komplikasi pulmonal akibat aspirasi isi lambung.f. Disfagia, merupakan keluhan utama dari penderita akalasia. Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan daripada makanan padat.g. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusaha mengurangi makannya untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan perasaan nyeri di daerah substernal.h. Regurgitasi isi esofagus yang stagnan. Regurgitasi dapat timbul setelah makan atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses paru.i. Rasa terbakar dan nyeri substernal dapat dirasakan pada stadium permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah epigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina pektoris.j. Gejala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada substernal dan akibat komplikasi dari retensi makanan.k. Adanya ruptur esofagus karena dilatasil. Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus yang sangat hebat

D. PATOFISIOLOGIKontraksi dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah diatur oleh neurotransmitter perangsang seperti asetilkolin dan substansi P, serta neurotransmitter penghambat seperti nitrit oxyde dan vasoactve intestinal peptide .Menurut Castell ada dua defek penting pada pasien akalasia :1. Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat peningkatan sfingter esofagus bawah (SEB) istirahat jauh di atas normal dan gagalnya SEB untuk relaksasi sempurna. Beberapa penulis menyebutkan adanya hubungan antara kenaikan SEB dengan sensitifitas terhadap hormon gastrin. Panjang SEB manusia adalah 3-5 cm sedangkan tekanan SEB basal normal rata-rata 20 mmHg. Paa akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang lebih 50 mmHg.2. Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan tekanan sebesar 30-40% yang dalam keadaan normal turun sampai 100% yang akan mengakibatkan bolus makanan tidak dapat masuk ke dalam lambung. Kegagalan ini berakibat tertahannya makanan dan minuman di esofagus. Ketidakmampuan relaksasi sempurna akan menyebabkan adanya tekanan residual. Bila tekanan hidrostatik disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual, makanan dapat masuk ke dalam lambung.3. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik dan dilatasi bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak terkoordinasinya peristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya penelitian ke arah motilitas, secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada keadaan normal dan akalasia.Pada literatur lain juga menyebutkan bahwa patofisiologi akalasia, yaitu :a. NeuropatologiBeberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah banyak dikemukakan. Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal : hilangnya sel-sel ganglion dan inflamasi mienterikus), di mana yang lainnya (misal : perubahan degeneratif dari n. vagus dan nukleus motoris dorsalis dari n. vagus, ataupun kelaianan otot dan mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari stasis dan obstruksi esofagus yang lama.1) Kelainan pada Innervasi EkstrinsikSaraf eferen dari vagus, dengan badan-badan selnya di nukleus motoris dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan gerakan peristaltik yang merupakan respon dari proses menelan. Dengan mikroskop cahaya, serabut saraf vagus terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian, dengan menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya degenerasi Wallerian dari n. vagus dengan disintegrasi dari perubahan aksoplasma pada sel-sel Schwann dan degenerasi dari sehlbung myeh'n, yang merupakan perubahan-perubahan yang serupa dengan percobaan transeksi saraf.2) Kelainan pada Innervasi IntrinsikNeuron nitrergik pada pleksus mienterikus menstimulasi inhibisi di sepanjang badan esofagus dan LES yang timbul pada proses menelan. Inhibisi ini penting untuk menghasilkan peningkatan kontraksi yang stabil sepanjang esofagus, di mana menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi dari LES. Pada akalasia, sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus menjadi rusak yang disertai inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion di sepanjang pleksus mienterikus Auerbach.3) Kelainan Otot Polos EsofagusPada muskularis propria, khususnya pada otot polos sirkuler biasanya menebal pada pasien akalasia. Goldblum mengemukakan secara mendetail beberapa kelainan otot pada pasien akalasia setelah proses esofagektomi. Hipertrofi otot muncul pada semua kasus, dan 79% dari spesimen memberikan bukti adanya degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis tapi termasuk juga nekrosis likuefaktif, perubahan vakuolar, dan kalsifikasi distrofik. Disebutkan juga bahwa perubahan degeneratif disebabkan oleh otot yang memperbesar suplai darahnya oleh karena obstruksi yang lama dan dilatasi esofagus. Kemungkinan lain menyebutkan bahwa hipertrofi otot merupakan reaksi dari hilangnya persarafan.4) Kelainan pada Mukosa EsofagusKelainan mukosa, diperkirakan akibat sekunder dari statis luminal kronik yang telah digambarkan pada akalasia. Pada semua kasus, mukosa skuamosa dari penderita akalasia menandakan hiperplasia dengan papillamatosis dan hiperplasia sel basal. Rangkaian p53 pada mukosa skuamosa dan sel CD3+ selalu melebihi sel CD20+, situasi ini signifikan dengan inflamasi kronik, yang kemungkinan berhubungan dengan tingginya resiko karsinoma sel skuamosa pada pasien akalasia.5) Kelainan Otot Skelet.Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter esofagus atas terganggu pada pasien akalasia. Meskipun peristaltik pada otot skelet normal tetapi amplitude kontraksi peristaltik mengecil. Massey dkk, juga melaporkan bahwa refleks sendawa juga terganggu. Ini menyebabkan esofagus berdilatasi secara masif dan obstruksi jalan napas akut.

b. Kelainan Neurofisiologik.Pada esofagus yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan asetilkolin menyebabkan kontraksi otot dan meningkatkan tonus LES, di mana inhibisi neuron NO/VIP memediasi inhibisi sehingga menghambat respon menelan sepanjang esofagus, yang menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi LES. Kunci kelainan dari akalasia adalah kerusakan dari neuron inhibitor postganglionik dari otot sikuler LES.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( LAB, RO )a. Pemeriksaan RadiologikPemeriksaan radiologis dengan foto polos dada akan menunjukkan gambaran kontur ganda diatas mediastinum melebar dan adanya gambaran batas cairan dan udara. Keadaaan ini akan didapatkan pada stadium lanjut. Pada pemeriksaan floroskopi terlihat tidak adanya kontraksi korpus esofagus. Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air fluid level pada sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram barium dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilatasi pada daerah dua pertiga distal esofagus dengan gambaran peristaltik yang abnormal serta gambaran penyempitan di bagian distal esofagus atau esophagogastric junction yang menyerupai seperti bird-beak like appearance.b. Pemeriksaan EsofagoskopiEsofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua pasien akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu untuk menentukan adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya, untuk melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada tidaknya tanda keganasan. Pada pemeriksaan ini, tampak pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang menyempit, terdapat sisa-sisa makanan dan cairan di bagian proksimal dari daerah penyempitan, mukosa esofagus berwarna pucat, edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis akibat retensi makanan. Sfingter esofagus bawah akan terbuka dengan melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke lambung dengan mudah.c. Pemeriksaan ManometrikGunanya untuk menilai fungsi motorik esofagus dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus. Pemeriksaan ini untuk memperlihatkan kelainan motilitas secara kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan manometri melalui mulut atau hidung. Pada akalasia yang dinilai adalah fungsi motorik badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada badan esofagus dinilai tekanan istirahat dan aktifitas peristaltiknya. Sfingter esofagus bagian bawah yang dinilai adalah tekanan istirahat dan mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat gerakan peristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi dan tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan.d. Film dadaPelebaran esofagus yang disebabkan tertahannya isi makanan akan memperlihatkan gambaran mediastinum yang melebar. Udara yang berkurang pada lambung menghasilkan gelembung udara yang berjumlah sedikit atau tidak ada sama sekali. Aspirasi ke dalam paru dapat menyebabkan berbagai perubahan di bagian basal.e. Penelanan bariumMenunjukan dilatasi esofagus yang berukuran besar dan berliku, biasanya disertai adanya resdu makanan yang tertahan. Terdapat aktivitas peristaltik yang buruk disertai penyempitan sambungan esofagus akibat kegagalan relaksasi sfingter bagian bawah.

F. PENATALAKSAANPengobatan akalasia adalah menormalkan peristaltik esofagus dan membuat relaksasi sempurna dari SEB. Samapai saat ini secara pengobatan non operatif maupun operatif dapat mencapai hasil yang optimal. Pengobat dapat dilakukan dalam bentuk dilatasi dengan alat atau operasi esofagomiotomi dari SEB.

a. TerapiSifat terapi pada akalasia hanyalah paliatif, karena fungsi peristaltik esofagus tidak dapat dipulihkan kembali. Terapi dapat dilakukan dengan memberi diet tinggi kalori, medikamentosa, tindakan dilatasi, psikoterapi, dan operasi esofagokardiotomi (operasi Heller) (8,9).1. Terapi NonBedaha. Terapi MedikasiPemberian smooth-muscle relaxant, seperti nitrogliserin 5 mg SL atau 10 mg PO, dan juga metakoline, dapat membuat sfingter esofagus bawah relaksasi dan membantu membedakan antara suatu striktur esofagus distal dan suatu kontraksi sfingter esofagus bawah. Selain itu, dapat juga diberikan calcium channel blockers (nifedipine 10-30 mgSL) di mana dapat mengurangi tekanan pada sfingter esofagus bawah.Namun demikian hanya sekitar 10% pasien yang berhasil dengan terapi ini. Terapi ini sebaiknya digunakan untuk pasien lansia yang mempunyai kontraindikasi atas pneumatic dilatation atau pembedahan.b. Injeksi Botulinum ToksinSuatu injeksi botulinum toksin intrasfingter dapat digunakan untuk menghambat pelepasan asetilkolin pada bagian sfingter esofagus bawah, yang kemudian akan mengembalikan keseimbangan antara neurotransmiter eksitasi dan inhibisi. Dengan menggunakan endoskopi, toksin diinjeksi dengan memakai jarum skleroterapi yang dimasukkan ke dalam dinding esofagus dengan sudut kemiringan 45, di mana jarum dimasukkan sampai mukosa kira-kira 1-2 cm di atas squamocolumnar junction.Lokasi penyuntikan jarum ini terletak tepat di atas batas proksimal dari LES dan toksin tersebut diinjeksi secara kaudal ke dalam sfingter. Dosis efektif yang digunakan yaitu 80-100 unit/mL yang dibagi dalam 20-25 unit/mL untuk diinjeksikan pada setiap kuadran dari LES. Injeksi diulang dengan dosis yang sama 1 bulan kemudian untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Namun demikian, terapi ini mempunyai penilaian terbatas di mana 60% pasien yang telah diterapi masih tidak merasakan disfagia 6 bulan setelah terapi; persentasi ini selanjutnya turun menjadi 30% walaupun setelah beberapa kali penyuntikan dua setengah tahun kemudian.Sebagai tambahan, terapi ini sering menyebabkan reaksi inflamasi pada bagian gastroesophageal junction, yang selanjutnya dapat membuat miotomi menjadi lebih sulit. Terapi ini sebaiknya digunakan pada pasien lansia yang kurang bisa menjalani dilatasi atau pembedahan.c. Pneumatic DilatationPneumatic dilatation telah menjadi bentuk terapi utama selama bertahun-tahun. Suatu baton dikembangkan pada bagian gastroesophageal junction yang bertujuan untuk merupturkan serat otot, dan membuat mukosa menjadi intak. Persentase keberhasilan awal adalah antara 70% dan 80%, namun akan turun menjadi 50% 10 tahun kemudian, walaupun setelah beberapa kali dilatasi. Rasio terjadinya perforasi sekitar 5%.Jika terjadi perforasi, pasien segera dibawa ke ruang operasi untuk penurupan perforasi dan miotomi yang dilakukan dengan cara thorakotomi kiri. Insidens dari gastroesophageal reflux yang abnormal adalah sekitar 25%. Pasien yang gagal dalam penanganan pneumatic dilatation biasanya diterapi dengan miotomi Heller.b. Obat-Obat Oral Perawatan-perawatan untuk akalasia termasuk obat-obat oral, pelebaran atau peregangan dari sphincter esophagus bagian bawah (dilatation), operasi untuk memotong sfingter (esophagomyotomy), dan suntikan racun botulinum (Botox) ke dalam spingter. Semua keempat perawatan mengurangi tekanan di dalam sphincter esophagus bagian bawah untuk mengizinkan lewatnya makanan lebih mudah dari esofagus ke dalam lambung.Obat-obat oral yang membantu mengendurkan sphincter esophagus bagian bawah termasuk kelompok-kelompok obat yang disebut nitrates, contohnya isosorbide dinitrate (Isordil) dan calcium-channel blockers, contohnya nifedipine (Procardia) dan verapamil (Calan). Meskipun beberapa pasien-pasien dengan akalasia, terutama pada awal penyakit, mempunyai perbaikan dari gejala-gejala dengan obat-obat, kebanyakan tidak. Dengan mereka sendiri, obat-obat oral mungkin menyediakan hanya pembebasan jangka pendek dan bukan jangka panjang dari gejala-gejala akalasia, dan banyak pasien-pasien mengalami efek samping dari obat.2. Terapi BedahSuatu laparascopic Heller myotomy dan partial fundoplication adalah suatu prosedur pilihan untuk akalasia esofagus. Operasi ini terdiri dari suatu pemisahan serat otot (mis: miotomi) dari sfingter esofagus bawah (5 cm) dan bagian proksimal lambung (2 cm), yang diikuti oleh partial fundoplication untuk mencegah refluks. Pasien dirawat di rumah sakit selama 24-48 jam, dan kembali beraktfitas sehari-hari setelah kira-kira 2 minggu.Secara efektif, terapi pembedahan ini berhasil mengurangi gejala sekitar 85-95% dari pasien, dan insidens refluks postoperatif adalah antara 10% dan 15%. Oleh karena keberhasilan yang sangat baik, perawatan rumah sakit yang tidak lama, dan waktu pemulihan yang cepat, maka terapi ini dianggap sebagai terapi utama dalam penanganan akalasia esofagus. Pasien yang gagal dalam menjalani terapi ini, mungkin akan membutuhkan dilatasi, operasi kedua, atau pengangkatan esofagus (mis: esofagektomi).

2. KARSINOMA ESOFAGUSA. PENGERTIAN Tumor ganas esofagus secara histologik digolongkan menjadi karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinosarkoma dan sarkoma. Keganasan pada esofagus biasanya merupakan karsinoma jenis epidermal dan berasal dari epitel skuamus yang paling sering ditemukan.

B. ETIOLOGIBeberapa pengamat menduga bahwa faktor lingkunagn emempengaruhi epidemiologi karsinoma ini. Hal ini dapat terjadi peningkatan frekuensi bial seseorang pindah dari daerah insiden rendah ke daerah insiden tinggi. Sebaliknya perpindahan dari daerah tinggi ke daerah rendah mengurangi faktor risikonya dengan catatan perpindahan tersebut pada usia muda, bila perpindahan pada usia lanjut tidak tampak efeknya. Di antara faktor-faktor tersebut penyalahgunaan alkohol, perokok berat dan esofaringitis memgang pearan sangat penting. Dua faktor utama, alkohol dan merokok, bila terdapat pada seorang individu akan sangat meningkatkan risiko karsinoma esofagus 40 kalin lipat.

C. TANDA DAN GEJALAa. Tanda1. Tanda SubjektifPada fase dini biasanya belum ada keluhan. Disfagia, rasa makanan tersangkut pada tenggorokan dan daerah retosternal merupakan keluahn yang paling banyak dan utama pada lebih dari 90 % penjelasan. Disfagia umumnya baru dikeluhkan penderita bila garis tengah esofagus mengecil sampai kurang lebih 30-50 %. Odinofagia ( sakit Melena ) merupakan keluhan subjektif penderita.Penderita akan sulit menelan makanan padat dan makan makanan cair. Lebih lanjut makanan cair atau menelan ludah pun menimbulkan regurgitasi atau muntah. Bila sampai terjadi disfagia maka 2/3 dari garis tengah esofagus sudah tertutup oleh tumor.2. Tanda ObjektifRegurgitasi atau muntah lebih menonjol bila keadaan lebih lanjut. Suara parau dapat terjadi bila pita suara mengalami paralisis karena kompresi saraf laringeal. Batuk yang kronik timbul bila terjadi fistula esofageal atau aspirasi makanan atau ludah. Perdarahan tumor samapai muntah darah dapat terjadi. Sindrom Horner (Kompresi Saraf Simpatis ), paralisis diafragma, Kompresi pleksus brakialis, sindrom vena cava superior, efusi pleura, asites atau nyeri tulang merupakan tanda adanya metastasis.

D. PATOFISIOLOGIMerokok dan konsumsi alkohol yang tinggi merupakan faktor risiko penting bagi pengembangan SCC (Squamous cell carcinoma). Merokok memiliki efek sinergis dengan konsumsi alkohol berat, dan eksposur berat untuk kedua meningkatkan risiko SCC dengan faktor lebih dari 100. Hal ini lebih rumit dengan peningkatan risiko kanker saluran lain aerodigestive dalam orang yang merokok dan minuman alkohol. Biasanya pasien mengalami lesi ulserasi esofagus yng luas sebelum gejala timbul. Malignasi, biasanya sel squamosa tipe epidermoid, menyebar dibawah mukosa esofagus , atau dapat menyebar langsung kedalamnya, melalui dan diatas lapisan otot ke limfatik. Pada tahap lanjut, obstruksi esofagus terliat, dengan kemungkinan peforasi mediastinum dan erosi pembuluh darah besar. Makanan dan faktor lingkungan, dan gangguan kerongkongan tertentu (misalnya, achalasia, diverticuli) yang menyebabkan iritasi kronis dan peradangan mukosa esofagus juga dapat meningkatkan kejadian SCC. Plummer-Vinson sindrom-triad dari disfagia, anemia defisiensi besi, dan kerongkongan web-telah dikaitkan dengan kanker ini, meskipun hal ini menjadi semakin langka di negara maju sebagai nutrisi secara keseluruhan membaik. Ada beberapa faktor genetik yang telah diidentifikasi sebagai penting dalam perkembangan esophageal SCC. Satu pengecualian adalah tylosis, sebuah sindrom autosomal dominan jarang berhubungan dengan hiperkeratosis telapak tangan dan telapak kaki dan tingkat tinggi esophageal SCC. Infeksi agen juga telah terlibat dalam patogenesis esophageal SCC. papillomavirus Manusia telah menerima perhatian yang besar. Hal ini diyakini bahwa hasil infeksi pada hilangnya fungsi dari gen supresor tumor p53 dan Rb. Pentingnya mekanisme ini tidak mapan. Faktor risiko untuk AC (Adenocarcinoma) dari esofagus berbeda. Refluks gastroesofagus kronik yang paling penting, dengan berat, gejala refluks lama meningkatkan resiko kanker dengan faktor 40. Kronis penyakit gastroesophageal dikaitkan dengan metaplasia Barrett (Barrett's esophagus), suatu kondisi di mana suatu epitel abnormal kolumnar menggantikan epitel skuamosa berlapis yang biasanya garis esofagus distal. Kebanyakan terserang ACS diyakini timbul dari Barrett's esophagus. Meskipun perubahan mukosa tampaknya merupakan adaptasi menguntungkan bagi epitel refluks-kolumnar kronis tampaknya lebih tahan terhadap cedera refluks-induced daripada metaplasia skuamosa asli-sel ini khusus usus bisa menjadi displasia dan akhirnya ganas, dengan perubahan genetik yang mengaktifkan proto- onkogen, gen penekan tumor menonaktifkan, atau keduanya. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko refluks gastroesofagus, seperti obesitas atau obat yang menurunkan nada yang lebih rendah esophageal sphincter, dapat menyebabkan peningkatan risiko untuk AC kerongkongan. Sebuah etiologi infeksi untuk penyakit ini belum diidentifikasi dan, AC tidak seperti dari kardia lambung, peran kolonisasi Helicobacter pylori dikenal. Perubahan genetik dan molekuler yang mendasari perkembangan esophageal AC juga tetap kurang dipahami, meskipun kerugian alelik di kromosom 4Q, 5q, 9p, 9q, dan 18q dan kelainan p53, Rb, siklin D1, dan c-myc telah terlibat. Esofagus itu sendiri memiliki beberapa sifat unik yang membedakan perilaku kanker di organ dari para keganasan gastrointestinal lainnya. Berbeda dengan sisa saluran pencernaan, esofagus telah serosa tidak, sehingga mengurangi perlawanan terhadap penyebaran lokal sel kanker invasif. Selanjutnya, esofagus memiliki jaringan luas limfatik, yang memungkinkan untuk tumor kemajuan daerah awal. Hasil akhirnya adalah lokal menyebar dan invasi ke jaringan sekitarnya, dengan metastatik awal berkembang di sebagian besar pasien.

E. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisis tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis karsinoma esofagus. Tidak ada tanda fisik yang spesifik, kelaianan biasanya akibat sumbatan esofagus atau infiltrasi ke n. laryngeus rekurens yang menyebabkan suara serak. Dapat ditemukan pula tanda-tanda metastasis, seperti pembesaran kelenjar limfe cervicalis atau supraclavicularis, efusi pleura, ascites, hepatomegali dan nyeri tulang. Pada kasus-kasus yang kronis dapat terjadi penurunan berat badan yang drastis.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANNG ( LAB, RO )a. Radiologi Umumnya pemeriksaan esofagogram merupakan pemeriksaan radiologi pertama untuk mendiagnosis tumor atau karsinoma esofagus.anomali pembuluh darah dan jaringan parut akibat zat-zat korosif yang terjadi sebelumnya, benda asing, deformitas akibat pembedahan, esofagitis peptik dan adanya akalasia menyulitkan pembacaan radiologis terutama bila terdapat pada bagian distal esofagus.Kelainan dini perlu diperhatikan pada bagian mukosa dimana kadang-kadang dibutuhkan tehnik khusus. Gambaran radiologis tergantung dari gambaran Gross patologi apakah berupa polipoid, ulserasi atau infiltrasi.Kanker polipoid dapat terlokalisasi atau tersebar membentuk gambaran seperti atau tersebar membentuk gambaran seperti cendawan. Keadaan ini banyak menyebabkan obstruksi.Bentuk ulserasi menyebabkan gambaran iregularitas dan lumen esofagus menjadi sempit. Bentuk kanker infiltrasi biasanya menunjukkan konstriksi. Pemeriksaan radiologis kadang-kadang perlu dengan tehnik khusu berupa kontras ganda, atau makanan yang dilapisi barium ( roti, daging dan lain-lain ) atau sinerdiografi utnuk melihat gambaran kelainan dini mukosa atau perubahan motilitas akibat keganasan.Bentuk kanker terinfiltrasi biasnya menunjukan gambaran kontriksi menjadi hilang. Kelainan dengan kontriksi yang nyata menyebabkan esofagus yang lebih proksimal mengalami dilatasi.Sineradiografi dapat menunjukkan kekakuan esofagus dan hilangnya peristaltik yang normal. Selain pemeriksaan radiologi ultrasonografi dapat melihat apakah sudah ada metastasis tersebut maka hal inni menunjukan tumor tidak resektabel.Umumnya karsinoma esofagus berasal dari epitel berlapis gepeng tetapi bila pada 2/3 proksimal maka karsinoma berlapis gepeng ( squamous Carcinoma ).

G. PENATALAKSANAANTerapi Ada berbagai aspek yang perlur diperhatikan dalam pengelolaan karsinoma esofagus yaitu : 1. Aspek nutrisiSeperti disebutkan dimuka gejala utama karsinoma esofagus adalah disfagia yang kemudian menimbulkan malnutrisi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat diberikan nutrisi perinfus ( parenteral ) secara permanen dengan memasukkan kateter dari vena cubiti atau subklavia ke vena kava superior atau ke atrium kanan. Cara kedua bila masih mungkin adalah memasang sonde hidung lambung secara permanen dan selanjutnya dipasang endoprotesis pada esofagus. Bila hal-hal tersebut diatas tidak mungkin dapat dibuat gastrostomi untuk memberikan makanan langsung ke lambung.2. Aspek terapi terhadap tumor atau karsinomaYang ideal adlah dilakukan operasi terhadap tumor kemudian mengganti esofagus dengna memeindahkan satu segmen kolon ke dada. Operasi ini masih dipandang sulit sekali. Radio terapi dapat dicoba pada tumor esofagus yang berasal dari epitel skuamosa atau dikombinasi dengan adriamisin. Untuk tumor yang ada dibagian distal dapat dicoba 5 fluoro urasil dengan dosis 10-20 mg/kg BB seminggu sekali. Dengan perkembangan terapi dengan sinar laser saat ini banyak dipakai terapi distruksi tumor untuk rekanalisasi untuk mengurangi disfagia.3. Aspek Kenyamanan menelan makanan Bila kita hanya memandang aspek ini maka yang terbaik adalah pemasangan enprotesis atau distruksi tumor dengan sinar laser.

III. Gangguan Pada Lambung dan DuodenumGASTRITISA. PENGERTIAN Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa yang dapat bersifat akut, kronis,difusi,atau likal. Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis atrofik kronis.B. ETIOLOGI Gastritis disebabkan oleh infeksi kuman helicobacter pylori dan pada awal infeksi mukosa lambung menunjukkan respons inflamasi akut dan jika diabaikan akan menjadi kronik (Sudoyo Aru, dkk2009)Klasifikasi gastritis: ( Wim de jong et al. 2005)1) Gastritis akut gastritis akut tanpa perdarahan gastritis akut dengan perdarahan ( gastritis hemoragik atau gastritis erosive) gastritis akut berasal dari makan terlalu banyak atau terlalu cepat, makan makanan yang terlalu berbumbu atau yang mengandung mikroorganisme penyebab penyakit, iritasi bahan semacam alcohol, aspirin, NSAID, lisol, serta bahan korosif lain, refluks empedu atau cairan pancreas.2) Gastritis kronik Inflasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus beningna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri helicobacter pylory (H.pylory).

C. TANDA DAN GEJALA Gejala penyakit ini bervariasi pada setiap individu. Gejala yang paling umum termasuk : Nyeri perut Mual Muntah Gangguan pencernaan Perut kembung Kehilangan nafsu makan Tinja berwarna hitam Berat badan menurunOrang mungkin juga mengalami rasa seperti panas di perut di malam hari atau saat makan. Gastritis akut dapat menyebabkan mual dan rasa tidak nyaman di perut, sedangkan, gastritis kronis dapat menyebabkan rasa sakit ringan bersama dengan perasaan kenyang, malas makan, atau kehilangan nafsu makan. Dalam kasus yang jarang terjadi, gastritis dapat menyebabkan pendarahan internal di perut, dan akhirnya pasien mungkin mulai muntah darah atau mengeluarkan tinja berwarna hitam. Ada dapat kasus dimana gejala awal seperti sakit tanpa sebab, sampai korban mengalami komplikasi yang lebih parah seperti pendarahan internal. Masalah ini, paling sering, diperhatikan pada orang dewasa.

D. PATOFISIOLOGI1. Gastritis superficial akut Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifatjinak dan swasirna; merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan local. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan terkontaminasi), kafein, alcohol, dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim infeksi H.pylori lebih sering dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organism tersebut melekat pada epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yanggundul. Obat lain juga terlibat, misalnya anti inflamasi nonsteroid (NSAD; mis; indometasisn, ibuprofen, naproksen), sulfonamide, steroid, dan digitalis. Asam empedu, enzim pancreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa lambung Apabila alcohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah. Gastritis erosif hemoragik difus biasanya biasanya terjadi pada peminum berat dan pengguna aspirin, dan dapat menyebabkan perlunya rekseksi lambung. Penyakit yang serius ini akan dianggap sebagai ulkus akibat stress, karena keduanya memiliki banyak persamaan. Destruksi sawar mukosa lambung diduga merupakan mekanisme patogenik yang menyebabkan cedera, dan akan dibicarakan nanti pada gastritis superficial, mukosa memerah, edema, dan ditutupi oleh mucus yang melekat; juga sering terjadi erosi kecil dsn perdarahan. Derajat peradangan sangat bervariasi.Manifestasi klinis gastritis akut dapat bervariasi dari keluhan abdomen yang tidak jelas, seperti anoreksia, berserdawa, atau mual, sampai gejala yang lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis. Pada beberapa kasus, bila gejala-gejala menetap dan resisten terhadap pengobatan, mungkin diperlukan tindakan diagnostik tambahan seperti endoskopi, biopsy mukosa, dan analisis cairan lambung untuk memperjelas diagnosis.Gastritis superficial akut biasanya mereda bila agen penyebabnya dihilangkan. Obat anti muntah dapat membantu menghilangkan mual dan muntah. Bila penderita tetap muntah, mungkin perlu koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dengan memberikan infuse intravena. Penggunaan obat penghambat- (misalnya ranitidine) (untuk mengurangi sekresi asam), antacid (untuk menetralkan asam yang tersekresi), dan sukralfat (untuk melapisi daerah inflamasi atau ulserasi) dapat mempercepat pertumbuhan. 2. Gastritis atrofik kronis Gastristis atrofik kronis ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjardisertai kehilangan sel pariental dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis, dan mukosa mempunyai permukaan yang rata. Gastritis kronis digolongkan menjadi dua kategori: gastritis tipe A (atrofik atau fundal) dan tipe B (antaral).Gastritis kronis tipe A juga disebut sebagai gastritis atrofik atau fundal (karena mengenai fundus lambung). Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimin yang disebabkan oleh adanya autoantibody terhadap sel parietal kelenjar lambung danfaktor intrinsik dan berkaitan dengan adanya sel parietal da cief cells, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi factor intrinsic. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya factor intinsik untuk mempermudah absorpsi vitamin dalam ileum. Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan gastritis kronis tipe A.gastritis tipe A lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua . bentuk gastritis ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar gastrin serum yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infekssi kronis oleh H.pylori. factor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alcohol yang berlebihan, merokok, da refluks empedu kronis dengan kofaktor H.pylori.Gastritis atrofi kronis dapat mencetuskan terjadinya ulkus peptikum dan karsinoma. Insidensi kankerlambung terutama tinggi pada penderita anemia pernisiosa (10hingga 15%). Gejala gastritis kronis umumnya bervariasi dan tidak jelas yaitu rasa penuh, anoreksia, dan distress epigatrik yang tidak jelas. Diagnosis ini dicurigai bila pasien mengalami aklorhidria atao BAO atau MAO yang rendah, dan diagnosis ini dipastikan dari perubahan histologist pada biopsy.Pengobatan gastritis atrofik kronis bervariasi, tergantung penyebab penyakit yang dicurigai. Bila terdapat lesi ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotic untuk membatasi H.pylori. namun demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis. Alcohol dan obat yang diketahui mngiritas lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia dfisiensi besi(disebabkan oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati. Pada anemia pernisiosa harusdiberi pengobatan dan terapi lainyang sesuai E. PEMERIKSAAN FISIKa) Tanda-tanda vital b) Keadaan Pada penderita dengan perdarahan gastrointestinal, penyebab berikut yang mengubah sensorium yang harus dipikirkan pertama kali:1) Hipotensi 2) Intoksikasi alcohol atau obat-obat lain 3) Ensefalopati hepatic.4) Insufisiensi ginjal.5) Hiper-atau hipoglikemia.6) CVA atau hematom subdural.c) Stigmata penyakit hati kronis Ikterus, angiomata kulit, palmar eritema, ginekomastia, pembesaran kelenjar parotis, dan atrofi testis merupakan kelainan untuk penyakit hati kronis. Varises esophagus biasanya ada jika tanda-tanda lain dari hipertensi portal seperti splenomegali, asites dan kaput medusa ada.d) IntegumentEkimosis multiple, petekia atau telangektasia merupakan adanya gangguan hemostasis. Juga ada beberapa penyakit sistemik yang berhubungan dengan perdarahan gastrointestinal dan lesi di kulit.e) Hidung dan tenggorokanPemeriksaan yang teliti terhadap nasofaring dan tenggorokan harus dilakukan sebab perdarahan yang profus dari daerah ini dapat menyebabkan melena atau hemetamesis. Trauma terhadap nasal sewaktu memasukkan cup nasogastrik dapat menyebabkan perdarahan.f) AbdomenHepatosplenomegali, sikatrik bekas operasi sebelumnya dan tanda-tanda asites adalah pemeriksaan yang sangat penting. Nyeri local abdomen dapat membantu menegakkan perdarahan penderita.

g) LimfatikAdanya adenopati regional atau generalisata mendukung adanya suatu penyakit sistemik yang mendasar.h) Pemeriksaan rectumWarna dari feses harus dicatat dan adaya massa pada rectum harus disingkirkaan

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG ( LAB)1. Penghitungan darah lengkap a) Hemoglobin dan hematokrit dapat normal selama perdarahan akut, memakan waktu sampai 6jam untuk terjadinya keseimbangan ruangan intravascular.b) Trombosit dapat terjadi pada perdarahan akut. Jumlah trombosit yang rendah pada penderita dengan perdarahan intestinal dapat disebabkan oleh hipersplenisme, gangguan konsumsi trombosit (seperti koagulasi intravascular diseminata), atau keadaan trombositopenia primer.2. Prothrombine Time (PT) dan partial Thromboplastin Time (PTT)a) Pemanjangan PT dapat disebabkan oleh penggunaan dikomarol, penyakit hati, gangguan malabsorbsi lemak dan pemakaian antibiotic yang lama. b) Abnormalitas PTT biasanya merupakan konsekuensi gangguan hemostasis factor VII, penyakit von willebrand dan koagulasi intravascular diseminata.3. Elektrolit serum Elektrolit harus dipantau secara ketat jika penderita menerima jumlah cairan dan darah dalam jumlah banyak atau menggunakan pipa nasogastrik yang digunakan untuk penyedotan kontinu. Asidosis laktat dapat disebabkan oleh hipotensi yang memanjang atau iskemia,sedangkan alkalosis hipokloremik dapat terjadi selama aspirasi nasogastrik yang lama.4. Glukosa dan kalsium Hipoglekemia dapat berkembang pada penderita dengan penyakit hati kronis atau hiperglikemia dapat terjadi pada diabetes setelah mendapat cairan yang mengandung dekstrosa dalam jumlah banyak. Hipokalsemia dapat terjadi selama pemberian tranfusi darah dengan volume besar.5. Nitrogen urea darah (BUN) dan kretininPeningkatan BUN yang tidak seimbang dibandingkan dengan kreatinin (rasio besar dari 20:1) memberikan keterangan bahwa daerah perdarahan adalah didalam saluran cerna bagian atas. Gagl ginjal sering disertai dengan perdarhan gastrointestinal.6. Apusan darah periferApusan darah dapat memberikan informasi yang penting sehubungan dengan kehilangan darah yang kronis (anemia mikrositik) atau adnya gangguan hati atau hematologi yang mendasari

7. Kimia hatiPeningkatan serum transaminase yang hebat dapat ditemukan setelah periode hipoperfusi hati (liver shock). Kelainan kimia hati mendukung adanya suatu penyakit hati.8. Elektrokardiogram Elektrokardiogram harus dilakukan sebelum melakukan tes diagnostic invasive untuk menyingkirkan adanya iskemia koroner yang disebabkan oleh hipotensi.

G. PENATALAKSANAANSeperti telah dikemukakan, umunya penyebab gastritis kronik bersifat multifaktorial. Penatalaksanaan pasien harus dilakukan secara utuh, dengan memperhatikan factor-faktor mana yang lebih berperan. Pemberian diit lambung secara khusus biasanya diperlukan pada saat episode serangan, tetapi kemudiandapat ditingkatkan sesuai dengan toleransi pasien. Harus dihindari pemberian diit yang terlalu ketat, agar tidak terjadi kekurangan gizi.Terapi obat didasarkan pada konsep keseimbangan factor agresif dan desensif. Pada pasien gastritis kronik , asam lambung umumnya tidak meninggi, dapat normal atau bahkan hipoasiditas. Walaupun demikian obat yang menetralkan atau mengurai asam lambung seperti antasida, antikolinegik, masih dapat digunakan sebagai terapi sistomatik.Obat golongan antagonis reseptor seperti simetidin, ranitidine atau famotidin dapat diberikan bila peradangan disertai dengan erosi mukosa lambung.Dewasa ini telah dikembangkan pula obat-obat yang bersifat sitoprotektif terhadap mukosa lambung.1. Golongan prostaglandin E.2. Golongan protektif local. Yang termasuk golongan prostaglandin E adalah misoprostol dan enprostil. Prostaglandin akan merangsan sekresi bikarbonat, meningkatkan produksi musin, meningkatkan mikrosirkulasi mukosa serta mempengaruhi sel epitel yang rusak.Obat yang tergolong protektif local antara lain sukralfat, setraksat.terprenone dan koloidal bismuth subsitrat (KBS). KBS juga mempunyai efek bakterisid terhadap campylobacter pylori. Obat golongan ini secara mekanik membentuk lapisan pelindung mukosa, merangsang sekresi bikarbonat, meningkatkan mikrosirkulasi serta mempercepat regenerasi sel yang rusak. Pemberian obat biasanya selama 4-8 minggu dengan hasi yang cukup baik.

IV. Gangguan Pada Usus HalusPARALITIK ILEUSA. PENGERTIANPenurunan atau tidak adanya motilitas usus setelah operasi usus atau abdomen atau yang dikarenakan penyakit metabolik berat; penyebabnya dapat neuro,muskular yang diakibatkan oleh kekurangnya kalium, atau gastrointestinal yang aiakibatkan oleh lambung tak aktif dan menelan udara.B. ETIOLOGI Adapun etiologi dari ileus paralitik, antara lain:a. Pembedahan Abdomenb. Trauma abdomen : Tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding ususc. Infeksi: peritonitis, appendicitis, diverticulitisd. Pneumoniae. Sepsisf. Serangan Jantungg. Ketidakseimbangan elektrolit, khususnya natriumh. Kelainan metabolik yang mempengaruhi fungsi ototi. Obat-obatan: Narkotika, Antihipertensij. Mesenteric ischemia

C. TANDA DAN GEJALAa. Nyeri tekan abdomen dan distensi abdomenb. Tidak ada atau hilangnya bising ususc. Mual,muntahd. Kurang flatuse. Penurunan haluaran urinef. DemamD. PATOFISIOLOGIPeristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8 liter cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari ke sepuluh. Tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan ini adalah penyempitan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis metabolik. Peregangan usus yang terus menerus mengakibatkan lingkaran setan penurunan absorpsi cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk menyebabkan bakteriemia. Pada obstruksi mekanik simple, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang ditelan, sekresi usus, dan udara terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian usus proksimal distensi, dan bagian distal kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membrane mukosa usus menurun, dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat, dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa dan meningkatkan resiko dehidrasi, iskemia, nekrosis, perforasi, peritonitis, dan kematian.

E. PEMERIKSAAN FISIKa. Inspeksi Perut distensi, dapat ditemukan kontur dan steifung. Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia inkarserata. Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis. Adanya adhesi dapat dicurigai bila ada bekas luka operasi sebelumnya. Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia, rectal toucher.Selain itu, dapat juga melakukan pemeriksaan inspeksi pada :1) Sistem Penglihatan Posisi mata simetris atau asimetris, kelopak mata normal atau tidak, pergerakan bola mata normal atau tidak, konjungtiva anemis atau tidak, kornea normal atau tidak, sklera ikterik atau anikterik, pupil isokor atau anisokor, reaksi terhadap otot cahaya baik atau tidak.2) Sistem Pendengaran Daun telinga, serumen, cairan dalam telinga3) Sistem Pernafasan Kedalaman pernafasan dalam atau dangkal, ada atau tidak batuk dan pernafasan sesak atau tidak.4) Sistem Hematologi Ada atau tidak perdarahan, warna kulit5) Sistem Saraf Pusat Tingkat kesadaran, ada atau tidak peningkatan tekanan intrakranial6) Sistem Pencernaan Keadaan mulut, gigi, stomatitis, lidah bersih, saliva, warna dan konsistensi feces.7) Sistem Urogenital Warna BAK8) Sistem Integumen Turgor kulit, ptechiae, warna kulit, keadaan kulit, keadaan rambut.b. Palpasi1. Sistem Pencernaan Abdomen, hepar, nyeri tekan di daerah epigastrium2. Sistem Kardiovaskuler Pengisian kapiler3. Sistem Integumen Ptechiaec. Auskultasi Hiperperistaltik, bising usus bernada tinggi, borborhygmi. Pada fase lanjut bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang.

d. Perkusi HipertimpaF. PEMERIKSAAN PENUNJANGPemeriksaan diagnostik/laboratoriuma. Elektrolit (penurunan kalium)b. Pemeriksaan radiografi abdomen G. PENTALAKSANAAN 1. Puasa2. Cairan parenteral dengan elektrolit3. Aspirasi nasogastrik,nasointestial4. Terapi oksigen5. Pengobatan untuk meningkatan peristaltik: dekspantenol (Iiopan)betanekol (urecholine),neostigmin(prostigmin),metoklopramid (reglan)6. Aktivitas diet7. Enema ,selang rektal

V. Gangguan Pada Usus Besar

1. DIARE KRONIS

A. PENGERTIANSuatu keadaan bertambahnya kekerapan dan kecairan buang air besar. Masih dianggap normal jika frekuensinya dalam sehari 1-3 kali dan banyaknya 200-250 gram sehari. Diare kronis timbul perlahan lahan, berlanjut berminggu minggu sampai berbulan bulan baik menetap atau bertambah hebat.

B. ETIOLOGIUmumnya diare kronis dapat dikelompokkan dalam 6 kategori phatogenesis terjadinya: Diare osmotikPenyebabnya adalah gangguan absorspi dari solute yang secara osmotik aktif sehingga menyebabkan retensi air dalam usus. Diare HipersekretorikDisebabkan oleh meningkatnya sekresi elektrolit oleh usus halus dan usus besar. Diare karena gangguan motiltasDiare ini diakibatkan karena gangguan motilitas usus halus atau usus besar. Diare inflamatomikDisesabakan oleh kerusakan struktural dengan eksudasi darah dan nanah dalam feses. MalabsorpsiDisebabkan oleh berkurangnya absorpsi cairan elektrolit atau zat makanan.

C. TANDA DAN GEJALA

1. Diare yang dapat bercampur darah, lender, lemak dan berbuih2. Rasa sakit di perut3. Rasa kembung4. Demam

D. PATOFISIOLOGIMekanisme diare kronik bergantung kepada penyakit dasar-nya. Sering yang menyebabkan lebih dari satu macam sehingga efeknya merupakan kombinasi dari penyebab-penyebab ter-sebut. Mekanisme patofisiologi diare kronik dapat sebagai 1) Diare osmotikAkumulasi bahan-bahan yang tidak dapat diserap dalam lumen usus mengakibatkan keadaan hipertonik dan meninggikan tekanan osmotik intra-lumen yang mengha- langi absorpsi air dan elektrolit dan terjadilah diare. Contoh : intoleransi laktosa,malabsorpsi asam empedu.2) Diare sekretorik Sekresi usus yang disertai sekresi ion secara aktif merupakan faktor penting pada diare sekretorik. Pengetahuan terakhir mekanisme ini didapat dari penelitian diare karena Vibrio cholerae. Patofisiologi pada kolera ialah salah satu contoh sekresi anion yang aktif dalam usus halus sebagai akibat stimulasi enterotoksin. Pada sindrom Zollinger Ellison, hipergastrinemia menginduksi dengan jelas sekresi lambung dan diare.3) Bakteri tumbuh lampau, asam empedu dan asam lemak Dalam keadaan normal, usus halus anak adalah relative steril. Bakteri tumbuhlampau dapat terjadi pada setiap kondisi yang menimbulkan stasis isi usus. Jumlah bakteri usus dapat meningkat pada bayi dengan diare nonspesifik yang persisten dan dengan intoleransi monosakarida sekunder. Organisme co-liform biasanya predominan, walaupun bakteri anaerob (seperti Bacteroides) mungkin meningkat secara kuantitatif.Dekonjugasi garam-garam empedu oleh bakteri mengakibatkan pembentukan dihydroxy bile acids ataupun menurunnya garam-garam empedu terkonjugasi yang menimbulkan gangguan absorpsi lemak. Lemak dalam diet dikonversi menjadi hydroxyl fatty acids oleh flora kolon (dan mungkin oleh flora usus halus yang abnormal). Kedua dihydroxy bile acids dan-hydroxy fatty acids merupakan well-established colonic secretagogues dan menyebabkan diare. Adanya asam-asam empedu bebas dalam lumen jejunum nampaknya mempunyai efek negatif terhadap absorpsi mono-sakarida. Reseksi distal ileum menyebabkan keluarnya asam-asam empedu dekonjugasi menujukolon, di mana dekonjugasi bakteri menginduksi pembentukan diarrheogenic dihydroxy bile acids atau yang disebut juga oleh beberapa penulis dengan cholerrhoeic diarrhoea.4) Tidak adanya mekanisme absorpsi ion Secara aktif yang biasanya terdapat dalam keadaan normal. Contoh klasik ialah penyakit congenital chloridorrhea. Pada penyakit ini, penderita tidak mampu mengabsorpsi klorida secara aktif karena defek pada sistem penukaran anion ileum. Hal ini mengakibatkan berkurangnya absorpsi cairan, asidifikasi isi lumen usus dan konsentrasi klorida tinggi dalam cairan tidak terabsorpsi yang tinggal dalam lumen ileum dan kolon. Konsentrasi klorida tinja jauh melebihi kombinasi konsentrasi natrium dan kalium.5) Kerusakan mukosaBerkurangnya permukaan mukosa atau kerusakan permukaan mukosa dapat mengakibatkan terganggunya permeabilitas air dan elektrolit. Pada celiac sprue terdapat hilangnya daerah permukaan dan menurunnya effective pore size mukosa jejunum yang nyata. Kerusakan epitel usus halus yang difus terjadi pada kebanyakan tipe enteritis karena infeksi, penyakit Crohn dan pada penyakit penyakit kolon seperti kolitis ulseretiva, kolitis granulomatosa dan kolitis infeksiosa.6) Motilitas usus yang abnormal.Kelainan motilitas usus menyebabkan gangguan digesti dan/atau absorpsi. Berkurangnya motilitas memudahkan terjadinya stasis dan bakteri turn-buhlampau, sedangkan kenaikan motilitas akan mengakibatkan transit nutrisi yang cepat di usus dan menimbulkan kontak lama dengan mukosa yang inadekuat. Berkurangnya motilitas usus terdapat pada diabetes dan skleroderma. Motilitas usus yang bertambah berhubungan dengan isi usus yang meninggi (seperti pada diare osmotik),inflamasi usus dan keadaan-keadaan terdapatnya circulating humoral agents (seperti prostaglandindan serotonin) yang meningkat secara aktif. Pada short bowel syndrome (sering pasca-bedah), terdapat daerah permukaan absorpsi yang inadekuat dikombinasi dengan transit cepat yang akan mengakibatkan diare. Hipersekresi lambung pada transient hypergastrinemia juga dapat menghasilkan diare segera sesudah operasi. Bayi dengan usus halus kurang dari 40 cm jarang dapat hidup, terutama bila valvula ileosekal direseksi.7) Sindrom diare kronikKebanyakan bayi dengan severe, protracted diarrhoea akan menunjukkan perubahan mukosa usus halus berupa atrofi vilus, Kehilangan nutrien yang melanjut dan masuknya kalori yang inadekuat mengakibatkan deplesi protein yang bermakna dan malnutrisi. Pada terjadinya deplesi protein, regenerasi morfologik dan fungsional usus halus akan terganggu; ini menimbulkan malabsorpsi yang menyeluruh dan diare yang terus menerus, dan terjadilah lingkaran setan.

8) Mekanisme lainDefisiensi seng (Zn) berhubungan de-ngan diare kronik seperti pada akrodermatitis enteropatika. Mekanisme diare pada gastroenteropati alergik masih perludiselidiki, walaupun terdapat alasan untuk meduga bahwa mukosa rusak dan fungsi terganggu. Hal ini sebaiknya dibahastersendiri pada pembahasan alergi susu sapi atau cow's milk protein sensitive enteropathy. CMPSE.

E. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Kesadaran TTV Perut Inspeksi Auskultasi Palpasi Perkusi Punggung Genetalia Anus Ekstremitas

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PemeriksaanTemuan

Feses

Pemeriksaan makroskopis (dapat memastikan tapi kadang kadang berlawanan dengan gambaran pasien)Keras, lembek, cair, berdarah

Pmeriksaan makroskopisDarah samar, pus, lemak yang tak tercerna, organism.

Biakan (selalu spesifik dan bila mungkin langsung hubungi bagian laboratorium)Organism patogen

Pemeriksaan toksinToksin C. difficile

Pemeriksaan laksatifLaktasif spesifik; fenolflhaleinLaktasif berwarna pink dengan alkalisasi

Volume dan berat 24 jam (diet dan puasa teratur)Bila volumenya >500 cc, kemungkinan penyakit organic, sindrom iritasi usus tidak mungkinBila volumenya turun secara nayata dengan puasa, curigai diare osmotic atau malabsorptif

Pengumpulan lemak 24-72 jam (pada diet lemak 100g)>6 gram lemak per hari menyatakan malabsorpsi lemak

Osmolaritas dan elektrolit feses (hanya dapat dikerjakan pada feses cair)Celah osmotik menyatakan penelanan laksatif osmotik

Darah

HemoglobinKehilangan darah-anemia mikrositer, malabsorpsi-anemia makrositer

Hitung sel darah putihDapat meningkat dengan infeksi atau IBDa

ElektrolitHipokalemia dan asidosis ditemukan pada diare sekretorik

Protein serumDapat berkurang pada malabsorpsi, neoplasma, dan enteropati yang mengeluarkan protein

-karoten, kalsium, fosfat, vitamin B12Rendah pada malabsorpsi

AmilaseKadang kadang meningkat pada pancreatitis atau neoplasma pankreatik

Tirooksin (T4)Hipertiroidisme

GastrinSindrom Z-E

Kadar VIP, kalasitosinKolera pankteatik, karsinoma medulla dari tiroid

SerologiAmebiasis, Yersinia, infeksi HIV

Imunoglobulin serumSindrom defisiensi iimunoglobulin

Urin

Skrin untuk laksatifFenolftalein berwarna pink dengan alkalinisasi

5-HIAAKarsinoid

Radiologi

Film polos abdomenDilatasi usus member kesan obstruksi atau pseudo-obstruksi kronisKolon tanpa haustra member kesan colitis ulseratif kronisKlasifikasi pancreas dengan pancreatitis akut

Serial saluran cerna bagian atas dan usus halus (selalu dapatkan studi yang komplet dengan film spot dari ileum terminal)Pola malabsorpsi, dilatasi, edema usus, transit yang cepat dengan fistula atau usus yang pendekNeoplasma-limforma, karsinoid, ileltis, atau jejunitis (suatu studi yang normal tidak selalu mengesampingkan penyakit usus halus)

Barium enemaColitis, neoplasma (suatu studi yang normal tidak selalu mengesampingkan kolitis)

Studi Lain

Sonografi abdomen, CT scanTumor pancreas (glandular atau sel pulau pankreas)

Biopsi untuk histology dan biakanInfeksi spesifik-CMV, herpes, TB, dan mikobakterium atipis

Biopsi usus halus (dengan atau tanpa endoskopi)Sprue, penyakit Whipple, limforma, giardiasis

Tes absorpsi D-XylosaBila normal, bernilai dengan mengesampingkan malabsropsi yang disebabkan oleh penyakit mukosa

Lactose tolerance hydrogen breath testBerguna dalam kasus defisiensi lactase yang meragukan

Tes napas 14CO2 dengan 14C-glikokolatDapat mendeteksi dekonjugasi garam empedu

Tes sekretinAbnormal pada insufisiensi pankreas

G. PENATALAKSANAAN a. Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enterik termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita b. Jas panjang bila ada kemungkinan pencernaan dan sarung tangan bila menyentuh barang terinfeksi. c. Penderita dan keluarganya dididik mengenal cara perolehan entero patogen dan cara mengurangi penularan.

1. HEMOROIDA. PENGERTIANHemoroid atau wasir merupakan vena verikosa pada kanalis ani dan dibagi menjadi 2 jenis yaitu hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media, sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemorodialis inferior.

B. ETIOLOGIHemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemorodialis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu1. Konstipasi,2. Diare kronik,3. Diare akut yang berlebihan4. Mengejan pada buang air besar yang suit5. Kongesi pelvis pada kehamilan6. Pembesaran prostat7. Fibroid uteri8. Tumor rektum9. Usia tua10. Konstipasi kronik11. Hubungan sex peranal12. Kurang minum air13. Kurang makan makanan yang berserat14. Kurang lahraga/immobilisasiC. TANDA DAN GEJAL1. Dubur mengalami perdarahan (darah jernih dan menetes)2. Nyeri di sekitar anus dan rectum3. Iritasi dan gatal gatal 4. Tonjolan atau benjolan di anus

D. PATOFISIOLOGIHemoroid adalah bagian normal dari anorektal manusia dan berasal dari bantalan jaringan ikat subepitelial di dalam kanalis analis. Sejak berada didalam kandungan, bantalan tersebut mengelilingi mengelilingi dan mendukung anastomosis distal antara a. rectalis superiordenganv.rectalis superior, media, dan inferior. Bantalan tersebut sebagian besar disusun oleh lapisan otot halus subepitelial. Jaringan hemoroid normalmenimbulkan tekanan didalam anus sebesar 15-20 % dari keseluruhan tekanan anus pada saat istirahat (tidak ada aktivitas apapun) dan memberikan informasi sensoris penting yang memungkinkan anus untuk dapat memberikan presepsi berbeda antara zat padat, cair, dan gas.Pada umumnya, setiap orang memiliki 3 bantalan jaringan ikat subepitelial pada anus. Bantalan bantalan tersebut merupakan posisi-posisi dimana hemoroid bias terjadi. Ada 3 posisi utama, yaitu: jam 3 (lateral kiri), jam 7 (posterior kanan), dan jam 11 (anterior kanan). Sebenarnya hemoroid dapat juga menunjuk pada posisi lain, atau bahkan dapat sirkuler, namun hal ini jarang terjadi. Mengenai jam tersebut, pemberian angka angka berdasarkan kesepakatan: angka 6 (jam 6) menunjukan arah posterior / belakang, angka 12 (jam 12) menunjukan arah anterior / depan, angka 3 (jam 3) menunjukan arah kiri, angka 9 (jam 9) menunjukan arah kanan. Dengan pedoman tersebut kita bisa tentukan arah jam lainnya. Secara umum gejala hemoroid timbul ketika hemoroid tersebut menjadi besar, inflamasi, trombosis, atau bahkan prolaps. Adanya pembengkakan abnormal pada bantalan anus menyebabkan dilatasi dan pembengkakan pleksus arterivenous. Hal ini mengakibatkan peregangan otot suspensorium dan terjadi prolaps jaringan rectum melalui kanalis analis. Mukosa anus yang berwarna merah terang karena kaya akan oksigen yang terkandung di dalam anastomosis arterivenous.

E. PEMERIKSAAN FISIK

1. Periksa tanda-tanda anemia2. Pemeriksaan status lokalisb. Inspeksi: Hemoroid derajat 1, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu kelainan diregio anal yang dapat dideteksi dengan inspeksi saja. Hemoroid derajat 2, tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang tertutup kulit dapat terlihat sebagai pembengkakan. Hemoroid derajat 3 dan 4 yang besar akan segera dapat dikenali dengan adanya massa yang menonjol dari lubang anus yang bagian luarnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.c. Palpasi: Hemoroid interna pada stadium awal merupaka pelebaran vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi. Setelah hemoroid berlangsung lama dan telah prolaps, jaringan ikat mukosa mengalami fibrosis sehingga hemoroid dapat diraba ketika jari tangan meraba sekitar rektum bagian bawah.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Hemoglobin, mengalami penurunan < 12 mg%.2. Anoscopy, pemeriksaan dalam rektal dengan menggunakan alat, untuk mendeteksi ada atau tidaknya hemoroid.3. Digital rectal examination, pemeriksaan dalam rektal secara digital.4. Sigmoidoscopy dan barium enema, pemeriksaan untuk hemoroid yang disertai karsinoma.5. Inspeksi Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah menjadi thrombus. Hemoroid interna yang menjadi prolaps dapat terlihat dengan cara menyuruh pasien mengejan. Prolaps dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.6. Rectal Toucher (RT) Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, hemoroid ini dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar. Rectal toucher (RT) diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma recti.7. Pemeriksaan diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolaps. Anaskopi dimasukan untuk mengamati keempat kuadran dan akan terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol kedalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata. Banyaknya benjolan, derajatnya, letak, besarnya, dan keadaan lain seperti polip, fissure ani, dan tumor ganas harus diperhatikan

G. PENATALAKSAAN MEDIS

1. Penatalaksanaan medis non farmakologisPenata laksanaan non farmakologis untuk penderita hemoroid terdiri dari modifikasi diit dan berendam air hangat.

Modifikasi DiitHemoroid atau prolap bantalan anus dapat disebabkan karena tinja yang keras sehingga proses defikasi perlu mengejan atau defikasi yang tiba-tiba akibat diare berat. Oleh karena itu penanggulangannya untuk melunakkan tinja dengan cara diii tinggi serat atau anti diare. Berendam air hangatDengan meningkatkan suhu air yang digunakan berendam akan menimbulkan reflek termospingter yang secara bermakna menurunkan tekanan lumen rektum dan spingter interna. Pada penderita hemoroid eksterna yang mengalami trombosis nyeri berkurang akibat relaksasi spingter.

2. Penatalaksanaan medis farmakologisObat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama: memperbaiki defekasi, kedua: simtomatis untuk meredakan keluhan subyektif, ketiga: menghentikan perdarahan, dan keempat: menekan atau mencegah timbulnya keluhan dan gejala.

VI. Gangguan Pada HatiSIROSIS HATIA. PENGERTIAN Penyakit hati menahun yang difus,ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan proses peradangan,necrosis sel hati yang luas,pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul.

B. ETIOLOGI Penyebab terjadinya sirosis hati adalah :a. Hepatitis virus B atau Cb. Alkoholc. Metabolis: Hemokromatosis idiopatik,penyakit Wilson,defisiensi alfa 1 anti tripsisn ,galaktosemia, tirosinemia kongenital,DM,penyakit penimbunan glikogen.d. Kolestasis kronik,sirosis biliar sekunder intra dan ekstra hepatike. Obstruksi aliran vena hepatik ,penyakit vena oklusif,sindrom budd chiari,perikarditis konstriktiva dan payah jantung kanan.f. Gangguan Imunologis : hepatitis kronis aktifg. Toksik dan obat ;MTX,INHdan metildopah. Operasi pintas usus halus pada obesitasi. Malnutrisi ,infeksi seperti malaria ,sistosomiasisj. Idiopatik

C. TANDA DAN GEJALAa. Fase dengan keluhan klien b. Fase kompensasi sempurnaTidak ada keluhan pada klien atau masih belum jelas. Seperti merasa kurang bugar ,tidak mampu bekerja , selera makan berkurang , merasa kembung pada perut ,mual ,mencret,konstipasi,berat badan menurun ,kelemahan otot ,merasa lelah dan pengurangan masa otot. c. Fase dekompensasi Adanya komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan manifestasi seperti eritema palmaris, spider nevi ,vena kolateral pada dinding perut , ikterus,edema,pretibial, dan asites. Keganasan hati yang mungkin timbul dapat menekan saluran pretibial dan asites. Keganasan hati yang mungkin timbul dapat menekan saluran empedu atau trombus saluran empedu intrahepatik. Dapat juga terjadi pembekuan darah seperti pendarahan gusi,epistaksis, gangguan siklus haid atau haid terhenti. Kadang klien juga mengalami flu akibat infeksi sekunder. Sebagian klien ada yang mengalami gejala hematemesis,dan melena atau melena saja akibat pendarahan esofagus. Pendarahan bisa masif atau sampai terjadi rejatan. Ada yang mengalami gangguan kesadaran berupa encepalopati hepatik sampai koma hepatik. Encepalopati dapat terjadi akibat kegagalan hati pada sirosis hepatis fase lanjut atau akibat pendarahan varises esofagus D. PATOFISIOLOGISirosis hati adalah penyakit hati kronik yang dicirikan oleh distori arsitektur hati yang normal, penyakit ini ditandai oleh adanya peradangan difus dan manahun pada hati, dikuti oleh proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Walaupun etiologi dari berbagai bentuk sirosis tidak dimengerti dengan baik, ada tiga pola khas yang ditemukan pada kebanyakan kasus yaitu sirosis Laennec, postnekrotik dan biliaris, dan ada beberapa penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatitis, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika, penyakit Wilson, hemokromatosis, zat toksik dan lainnya.Bila melihat manifestasi klinis dan hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Tn.MS bahwa sirosis hati yang terjadi dapat digolongkan sirosis Laennec (postal). Sirosis ini juga disebut dengan sirosis alkoholik, portal, dan sirosis gizi merupakan pola sirosis yang berbeda yang dihubungkan dengan penyalahgunaan alkohol kronik, efek toksik alkohol pada hepar menyebabkan perubahan yang sangat bermakna pada struktur dan fungsi sel-sel hepar. Perubahan ini ditandai dengan inflamasi dan nekrosis sel hepar dapat secara lokal maupun menyebar. Simpanan lemak dalam sel-sel parenkim dapat terlihat pada fase awal. Penyebab perubahan lemak ini tidak jelas dimungkinkan ada perubahan fungsi enzim yang berhubungan dengan metabolisme lemak secara normal. Pelebaran sel-sel lemak menyebabkan tekanan pada lobus hepar, yang mengarah pada peningkatan tekanan aliran darah. Terjadi hipertensi sistem portal, dengan tekanan balik yang cukup pada sistem portal, terjadi sirkulasi kolateral dan memungkinkan darah mengalir dari intestin langsung ke vena kava. Peningkatan aliran darah ke vena esovagus; vena lambung, varises lambung; pada limpa, splenomegali dan pada vena hemoroid.Nekrosis diikuti oleh regenerasi dan jaringan fibrosa yang terbentuk merusak bentuk normal lobus hepar. Perubahan fibrotik ini tidak dapat kembali normalE. PEMERIKSAAN FISIKa. Kesadaran dan keadaan umum pasienPerlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar tidak sadar (compos mentis coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.b. Tanda tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala kaki TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal/firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.c. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara : Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII) Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja. Pada pasien Tn.MS ditemukan pembesaran limpa (USG) hal ini menunjukkan adanya kelainan pada sistem asesori pencernaan.d. Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid. Manifestasi klinis yang ada pada Tn.MS tidak banyak nampak seperti

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan laboratorium a) DarahDitemukan : Hb rendah ,anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom makrositer, kolesterol rendahb) Kenaikan kadar enzim transaminase / SGOT dan SGPT menujukkan kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan.c) Albumim yang rendah menunjukkan kemampuan sel hati yang kurang penurunan albumim dan peningkatan globulin menunjukan kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stres seperti tindakan operasi.d) Pemeriksaan CHE (kolinesterase ) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Pada kerusakan sel hati , CHE akan turun . pada perbaikan , CHEakan normal kembali. Apabila CHEdi bawah normal menunjukkan prognosis yang buruk e) Kadar natrium kurang dari 4 Meq ?l menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenalf) Adanya pemanjangan masa protrombin menunjukkan adanya penurunan fungsi hati. Pemberian vitamin K dapat memperbaiki kondisi ini. Kemungkinan adanya pendarahan pada varises esofagus, gusi maupun epistaksisg) Peninggian kadar gula darah pada sirosis hati disebabkan kurannya kemampuan sel hati membentuk glikogen. Kadar gula darah yang tinggi menunjukkan prognosis kurang baik.2. Radiologi : dapat terlihat adanya varises esofagus3. Esofaguskopi : dapat terlihat adanya varises esofagius4. Ultrasonografi : terlihat pinggir hati ,permukaan ,pembesaran homogenitas,asites splenomegali, gambaran vena hepatika, vena porta, pelebaran saluran empedu5. Sidikan hati ( radionukleid yang disuntikkan intravena akan diambil oleh perenkim hati)6. Tomografi komputerisasi Dapat mendiagnosa tumor atau kista hidatid dan melihat besarnya, bentu dan homogenitas hati7. ERCP :Dapat digunakan untuk menyingkirkan obstruksi ekstrahepatik8. Angiografi :Untuk pengukuran tekanan vena porta

G. PENATALAKSANAAN1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dengan glukosa.5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol.

VII. Gangguan Pada Kandung EmpeduBATU EMPEDU

A. PENGERTIANBatu empedu diduga terbentuk akibat pengerasan kolesterol yang tertimbun dalam cairan empedu. Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara kolestrol dan senyawa kimia dalam cairan tersebut.

B. ETIOLOGIBatu-batu (kalkuli) dibuat oleh kolesterol, kalsium bilirubinat, atau campuran, disebabkan oleh perubahan pada komposisi empedu.Batu empedu dapat terjdi pada duktus koledukus, duktus hepatika, dan duktus pankreas. Kristal dapat juga terbentuk pada submukosa kandung empedu menyebabkan penyebaran inflamasi. Sering diderita pada usia di atas 40 tahun, banyak terjadi pada wanita. Batu di dalam kandung empedu.Sebagian besar batu tersusun dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selai