fisiologi mata 1

34
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEM PEMERIKSAAN FUNGSI PENGLIHATAN Asisten: Yahdiyani Razanah G1A011050 Disusun oleh: Dias Kurniawan G1A01211 4 Stephen Tohodo Ompusunggu G1A01211 8 Inez Ann Marie G1A01212 3 S.Liyaturrihanna Putri G1A01212 4 Wilson Wibisono G1A01212 5 Eda Hartini G1A01212 6 Irma Wijayaningtyas G1A01212 7 Andika B W G1A01213 2 Alifah Zata Yumni G1A01213 3

Upload: wilson-wibisono

Post on 10-Nov-2015

67 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

mata

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGIBLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEMPEMERIKSAAN FUNGSI PENGLIHATAN

Asisten:Yahdiyani RazanahG1A011050

Disusun oleh:Dias KurniawanG1A012114

Stephen Tohodo OmpusungguG1A012118

Inez Ann MarieG1A012123

S.Liyaturrihanna PutriG1A012124

Wilson WibisonoG1A012125

Eda HartiniG1A012126

Irma WijayaningtyasG1A012127

Andika B WG1A012132

Alifah Zata YumniG1A012133

Denny Bimatama PraditaG1A012138

Onika Adi WijayaG1A012144

Raka Kurnia PuspitaG1A012151

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERANJURUSAN KEDOKTERAN UMUMPURWOKERTO

2015

I. PENDAHULUAN

A. Judul PraktikumPemeriksaan Indera Penglihatan, Mata

B. Tanggal PraktikumSelasa, 24 Maret 2015

C. Tujuan Praktikum1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan refraksi pada seseorang serta mengoreksi kelainan yang ditemukan.2. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan luas lapang pandang beberapa macam warna pada seseorang dengan menggunakan kampimeter.3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan tes buta warna.

D. Alat dan Bahan Praktikum1. Optotipe snellen2. Gambar kipas lancaster regan3. Buku pseudo isokhromatik dan ishihara4. Kampimeter5. Kapur tulis warna6. Mistar

E. Cara Kerja Praktikum1. Pemeriksaan Visusa) Probandus berdiri/duduk pada jarak 6 meter dari Optotipe van snellenb) Tinggi mata horizontal dengan Optotipec) Mata diperiksa satu persatu, periksa visus mata kanan probandus dengan menyuruhnya membaca huruf yang pemeriksa tunjuk. Dimulai dari baris huruf yang terbesar (seluruh huruf) sampai baris huruf yang terkecil yang masih dapat dibaca dengan lancar tanpa kesalahand) Catat visus mata kanan probanduse) Ulangi pemeriksaan pada mata kiri, catat hasil pemeriksaan2. Pemeriksaan Buta Warnaa) Pada ruangan dengan penerangan cukup, probandus disuruh membaca nomor atau huruf dalam gambaran-gambaran buku ishiharab) Tiap gambar harus dapat dibaca dalam waktu maksimal 10 detikc) Catat hasilnya dan tentukan kelainanyang ditemukan menurut petunjuk yang terdapat dalam buku tersebutd) Bila tidak ada yang buta warna, maka keadaan itu dapat distimulasi dengan memakai kaca mata merah, hijau, dan biru dengan melihat langit selama 1 menite) Kemudian segera disuruh membaca gambar-gambar dalam buku ishihara3. Pemeriksaan Lapang Pandanga) Probandus duduk rileks di depan alat perimeter dengan meletakan dagunya pada penyangga perimeter.b) Posisi mata sejajar pada titik pusat perimeter dengan tidak menggerakan bola matanya ke salah satu sisi sudut.c) Pemeriksa menelusuri garis radial pada perimeter dengan menggunakan kapur berwarna secara miring sampai kapur tersebut terlihat pada probandus dengan arah pandangan sejajar titik pusat perimeter.d) Jika probandus telah melihat kapur pemeriksa menghentikan laju kapur.e) Lakukan pemeriksaan tersebut setiap sudut 30 radier.f) Hubungkan setiap titik sudut pandang penglihatan probandus pada 360 perimeter.g) Pada titik pusat perimeter hitung panjang garisnya dengan menggunakan mistar.h) Hitung sudut penglihatan probandus dengan rumus

F. Dasar TeoriMata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh 3 lapisan.Dari bagian paling luar hingga paling dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah (1) sclera/kornea; (2) koroid/badan siliaris/iris dan (3) retina.Sebagai besar bola mata ditutupi oleh suatu lapisan kuat jaringan ikat, sclera, yang membentuk bagian putih mata.Di sebelah anterior, lapisan luar terdiri dari kornea transparan, yang dapat ditembus oleh berkas cahaya untuk masuk ke interior mata.Lapisan tengah di bawah sclera adalah khoroid, yang berpigmen banyak dan mengandung banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi bagi retina. Lapisan koroid di sebelah anterior mengalami spesialisasi membentuk badan siliaris yang berguna untuk menghasilkan humor aquos dan iris yang berperan menentukan warna mata (Sherwood, 2011).

1. VisusKetajaman penglihatan (visus) merupakan kemampuan sistem penglihatan untuk membedakan berbagai bentuk.Penglihatan yang optimal hanya dapat dicapai bila terdapat suatu jalur saraf visual yang utuh, struktur mata yang sehat serta kemampuan focus mata yang tepat (Dorland, 2011).a. Jenis pemeriksaan visus1) Visus optotype snelenPenderita dapat membaca huruf pada optotype dengan jarak 6m yang seharusnya bisa dibaca orang normal pada jarak 6m.2) Visus hitung jariApabila penderita tidak mampu mengenali snellen chart yang paling besar, maka gunakan hitungan jari untuk menekan visusnya dimana dia hanya bisa menghitung jari pada jarak 1 meter yang seharusnya orang normal pada jarak 60 meter.3) Visus gerakan lambaian tanganApabila penderita tidak mengenali jari tangan yang ditunjukkan kepadanya sehingga untuk menentukan tajam penglihatannya digunakan gerakan lambaian tangan pada jarak 1 meter yang seharusnya bisa dilihat orang normal pada jarak 300 meter.4) Visus gelap dan terangPenderita hanya bisa membedakan gelap dan terang sehingga perlu diperiksa apakah penderita masih dapat membedakan arah kedatangan sinar dan membedakan warna merah hijau.

2. RefraksiHasil pembiasan sinar padamata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata yang tidakmelakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh (Ilyas, 2005).Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur(Ilyas, 2005).Dikenal beberapa titik di dalam bidang refraksi, seperti Punctum Proksimum merupakan titik terdekat di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas. Punctum Remotum adalah titik terjauh di mana seseorang masih dapat melihat dengan jelas, titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau foveola bila mata istirahat(Ilyas, 2005).

3. AkomodasiPada keadaan normal cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat(Ilyas, 2005).a. Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti (Ilyas, 2005) :1) Teori akomodasi Hemholtz: di mana zonula zinn kendor akibat kontraksi otot siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan diameter menjadi kecil.2) Teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak dapat berubahbentuk sedang yang dapat berubah bentuka adalah bagian lensa yang superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi tegangan pada zonula Zinn sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian depan nukleus akan mencembung.Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina. Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan refraksihipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang baik (Ilyas, 2005).Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia (Ilyas, 2005).4. Fotoreseptor dan FotopigmenFotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) terdiri dari tiga bagian(Sherwood, 2011) :a. Segmen luar, yang terletak paling dekat dengan eksterior mata, menghadap ke koroid. Bagian ini mendekati rangsangan cahaya.b. Segmen dalam, yang terletak di bagian tengah fotoreseptor. Bagian ini mengandung perangkat metabolic sel.c. Terminal sinaps, yang terletak paling dekat dengan bagian interior mata, menghadap ke sel bipolar. Bagian ini menyalurkan sinyal yang dihasilkan fotoreseptor karena stimulasi cahaya ke sel-sel selanjutnya di jalur penglihatan.Fotopigmen mengalami perubahan kimiawi ketika diaktifkan oleh sinar.Melalui serangkaian tahap, perubahan yang dipicu oleh cahaya ini dan pengaktifan fotopigmen yang kemudian terjadi menyebabkan terbentuknya potensial reseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi.Potensial aksi menyalurkan informasi ini ke otak untuk pemrosesan visual. Fotopigmen terdiri dua komponen: opsin, suatu protein yang merupakan bagian integral dari membran diskus; dan retinen, suatu turunan vitamin A yang terikat di bagian dalam molekul opsin (Sherwood, 2011).

5. Adaptasi Gelap Dan TerangKetika seseorang berada di tempat terang dalam waktu yang lama, maka fotokimiawi yang ada di sel batang maupun sel kerucutnya akan berkurang akibat diubah menjadi retinal dan opsin, dan retinal sendiri akan diubah menjadi vitamin A. Hal ini menyebabkan penurunan sensitifitas mata di tempat yang terang, atau disebut adaptasi terang (Guyton, 2006). Sebaliknya, ketika seseorang berada di tempat gelap dalam waktu yang lama, maka retinal dan opsin yang ada akan diubah lagi menjadi pigmen peka cahaya, dan vitamin A yang tersimpan diubah menjadi retinal untuk makin meningkatkan jumlah pigmen tersebut. Batas akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin yang ada di dalam sel batang dan kerucut untuk bergabung dengan retinal. Proses ini akan kembali meningkatkan sensitivitas mata akan cahaya, bahkan hingga 60.000 kali lipat, dalam kurun waktu tertentu (Guyton, 2006).Untuk sensitivitas mata di tempat gelap, awalnya dapat diperankan oleh sel kerucut. Namun karena sifat alamiahnya yang lebih peka pada cahaya terang, maka lambat laun sensitivitasnya akan melemah dan menjadi tidak berespon terhadap jumlah cahaya yang sedikit. Saat itulah sel batang akan mengambil peranan, untuk jangka waktu yang lebih lama, dari hitungan menit hingga berjam-jam, seperti yang digambarkan pada kurva di bawah ini (Guyton, 2006).Selain peranan konsentrasi rodopsin tersebut, mekanisme lainnya untuk kondisi terang dan gelap adalah dengan perubahan pada ukuran pupil serta adaptasi saraf. Perubahan ukuran pupil dapat memberi pengaruh hingga 30 kali lipat dalam sepersekian detik karena akan berefek pada jumlah cahaya yang diterima mata. Sedangkan untuk adaptasi saraf, diperankan oleh jalinan-jalinan sel yang berperan dalam jaras penglihatan, yang menurunkan besar rangsangan visual dari sel-sel yang berada di lapisan retina.Meski pengaruhnya kecil, namun mekanisme ini berjalan lebih cepat, yaitu dalam sepersekian detik (Guyton, 2006).

6. Pemeriksaan Lapang PandangTerdapat beberapa dasar jalur penglihatan dan lapang pandang mata, seperti (Ilyas, 2009) :a. Retina bagian nasal dari makula diproyeksikan ke arah temporal lapang pandang.b. Serabut saraf bagian nasal retina m+enyilang optic chiasma.c. Serabut saraf bagian temporal berjalan tidak bersilang pada optic chiasma.d. Lapang pandang normal pada suatu mata terletak 90 derajat temporal, 60 derajat atas dan 75 derajat bawah. Ada beberapa macam cara pemeriksaan lapang pandang seperti uji konfrontasi dan pemeriksaan kampimetri. Bentuk kelainan lapang pandang dapat berupa : membesarnya bintik buta fisiologik, terlihat pada papil edema, glaukoma dan miopi progresif. Lapang pandang yang mengecil terlihat pada glaukoma, papilitis, keracunan obat dan hysteria (Bickley, 2009).Skotoma busur (arkuat) yang dapat terlihat pada glaukoma, iskemia papil saraf optik dan oklusi arteri retina sentral.Skotoma sentral yang terlihat pada retinitis sentral.Hemianopsia bitemporal, hilangnya setengah lapang pandang temporal kedua mata merupakan tanda khusus kelainan optic chiasma, dapat juga akibat meningitis basal, kelainan sphenoid dan trauma chiasma.Hemianopsia binasal, defek lapang pandang setengah nasal dapat terjadi akibat tekanan bagian temporal optic chiasma kedua mata atau atrofi papil saraf optik sekunder akibat tetkanan intrakranial yang meninggi. Hemianopsia heteronim, hemianopsia bersilang yang dapat binasal atau bitemporal. Hemianopsia heteronim, hilangnya lapang pandang pada sisi yang sama pada kedua mata yang dapat terlihat pada lesi temporal. Hemianopsia altitudinal, hilangnya lapang pandang sebagian atas atau bawah. Bila binokuler terlihat pada iskemik optik neuropati, sedang bila binokular dapat akibat kerusakan mata pada saraf optic chiasma dan kelainan korteks (Lumbantobing, 2010).Gangguan lapang pandang sering diakibatkan kerusakan fungsi pada optic chiasma. Pada chiasma terjadi persilangan serabut saraf optic bagian nasal.Kelainan pada daerah ini dapat disebabkan tekanan tumor intraselar ataupun supraselar. Kraniofaringioma dapat merupakan penyebab utama penekanan chiasma. Pemeriksaan lapang pandang perifer tidak dipengaruhi oleh kelainan refraksi pasien. Pemeriksaan lapang pandang sentral dipengaruhi oleh kelainan refraksi sehingga perlu dilakukan koreksi pada pemeriksaannya (Budiono, 2008).Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 100 derajat dari titik fiksasi, ke medial 60 derajat, ke atas 50 60 derajat dan ke bawah 60-75 derajat. Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atau perimeter (Bickley, 2009).Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan perimeter, merupakan alat yang digunakan untuk menetukan luas lapang pandang. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Batas lapang pandang perifer adalah 90 derajat temporal, 75 derajat inferior, 60 derajat nasal dan 60 derajat superior. Dapat dilakukan dengan pemeriksaan statik maupun kinetik. Pemeriksaan ini berguna untuk (Bickley, 2009) :a. Membantu diagnosis pada keluhan penglihatanb. Melihat progresivitas turunnya lapang pandangc. Merupakan pemeriksaan rutin pada kelainan susunan saraf pusatd. Memeriksa adanya histeria atau malingering.Dikenal 2 cara pemeriksaan perimetri, yaitu (Bickley, 2009) :a. Perimetri kinetik yang disebut juga perimeter isotropik dan topografik, dimana pemeriksaan dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi terlihat oleh pasien.b. Perimetri statik atau perimetri profil dan perimeter curve differential threshold, dimana pemeriksaan dengan tidak menggerakkan objek akan tetapi dengan menaikkan intensitas objek sehingga terlihat oleh pasien. Uji perimeter atau kampimeter, ini merupakan uji lapang pandang dengan memakai bidang parabola yang terletak 30 cm di depan pasien. Pasien diminta untuk terus menatap titik pusat alat dan kemudian benda digerakkan dari perifer ke sentral. Bila ia melihat benda atau sumber cahaya tersebut, maka dapat ditentukan setiap batas luar lapang pandangnya. Dengan alat ini juga dapat ditentukan letak bintik buta pada lapang pandang (Bickley, 2009).

II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil1. Pemeriksaan visusIdentitas probandusNama: Stephen Tohodo OmpusungguUsia: 20 tahunProbandus dapat melihat huruf pada papan optotype Snellen di angka15 sehingga didapatkan hasil :20 x = 6 maka hasilnya adalah 6/6.Interpretasi :Probandus dapat melihat huruf pada optotype Snellen pada jarak 6 meter, yang seharusnya dapat dibaca oleh orang normal pada jarak 6 meter.

B. Pembahasan1. Pemeriksaan visusVisus atau ketajaman penglihatan merupakan kemampuan mata untuk melihat secara jelas dan tegas.Secara fisiologi, visus seseorang dapat ditentukan oleh daya pembiasan mata. Pada mata normal, dua garis atau titik dengan sudut penglihatan 1 menit dapat dilihat secara jelas dan tegas. Titik jauh dasar bervariasi diantara mata individu normal tergantung bentuk bola mata dan kornea(Whitcher, 2010).Setiap huruf pada papan optotype Snellen membentuk sudut 5 menit pada jarak tertentu. Huruf pada baris dengan tanda 200 kaki(tanda 60 jika dalam bentuk meter) memiliki arti bahwa huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter sedangkan pada baris tanda 100 kaki (tanda 30 meter) berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 30 meter. Huruf pada baris tanda 20 kaki adalah huruf yang membentuk sudut 5 menit pada jarak 6 meter sehinggaoptotype ini hanya dapat dikenali jika seseorang dengan melihatnya dapat membedakan sebagian hurufatau bentuk yang dipisahkan oleh sudut penglihatan 1 menit. Pada orang normal, huruf akan dapat dilihat dengan jelas (Ilyas, 2009).Pada praktikum kali ini, didapatkan hasil visus 6/6 yang artinya Probandus dapat melihat huruf pada optotype Snellen pada jarak 6 meter, yang seharusnya dapat dibaca oleh orang normal pada jarak 6 meter.Hal ini menandakan probandus memiliki visus yang normal.

2. Pemeriksaan Lapang PandangProbandus : Betha Purba Praj P.Jenis kelamin : Laki-lakiUmur : 21 tahun Tempat, waktu: Lab Fisologi FKUNSOED, Selasa 24 Maret 2015

Pemeriksaan kempimeterRumus dan hasil = 1/Tan . ( X/Y )X : hasil pemeriksaan lapang pandang yang di dapatkanY : jarak antara dagu dengan papan (30cm)SuperiorMedialInferiorLateral

Penghitungan = 1/Tan . (15/30 )Tan = = 60 = 1/Tan . (15/30 ) =1/Tan . 1/2Tan = = 60 = 1/Tan.(15/30 ) =1/Tan . 1/2Tan = = 60 = 1/Tan . (30/30 ) =1/Tan . 1Tan = 1 = 90

HasilNormalNormalNormalNormal

Pembahasan hasilHasil yang didapatkan dari pemeriksaan Kampimeter medial Betha Purba Praj adalah 60. Superior 60, inferior 60, lateral 90 yang dapat diartikan sebagai lapang pandang normal. Lapangan pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu, dan tidak sama ke semua arah. Seseorang dapat melihat ke lateral sampai sudut 90-100 derajat dari titik fiksasi, ke medial 60 derajat, ke atas 50-60 derajat dan ke bawah 60-75 derajat. (Lumbantobing,2010).

C. Aplikasi Klinis1. Buta WarnaButa warna atau disebut juga sebagai defisiensi penglihatan warna merupakan penurunan kemampuan untuk melihat warna dan membedakan warna dalam kondisi pencahayaan normal.Warna dasar yang dapat dibedakan mata adalah merah, hijau, dan biru.Hal ini disebabkan oleh gangguan pada sel konus di retina yang berfungsi mendiferensiasikan panjang gelombang cahaya yang masuk ke mata. Terdapat dua macam buta warna, yaitu buta warna yang didapat (acquired) dan yang bersifat kongenital atau diturunkan (inherited). Terdapat tiga macam buta warna yang diturunkan, yaitu (Tovee, 2008):a. MonokromasiPasien tidak dapat membedakan warna sama sekali sehingga disebut juga sebagai total color blindness. Monokromasi terjadi apabila pasien kehilangan dua dari tiga pigmen warna pada sel konus.Monokromasi sel batang (akromatopsia) juga dapat terjadi akibat ketiadaan sel konus atau kehilangan fungsi sel konus secara keseluruhan. Biasanya pasien akromatopsia akan mengalami gangguan visus, fotofobia, dan nystagmus. Sedangkan pasien dengan monokromasi sel konus masih memiliki visus yang baik.Kelainan ini disebabkan kerusakan total lebih dari satu konus di area retina (Tovee, 2008).b. DikromasiDikromasi merupakan kebutaan warna sedang-berat dimana terjadi defek total salah satu dari tiga warna, sehingga warna yang dapat dilihat hanya dari dua warna dasar lainnya. Macam-macam dikromasi adalah sebagai berikut (Tovee, 2008):1) Protanopia, kelainan ini disebabkan kerusakan total fotoreseptor retina untuk warna merah.2) Deuteranopia, kelainan ini disebabkan kerusakan total fotoreseptor retina untuk warna hijau.3) Tritanopia, kelainan ini disebabkan kerusakan total fotoreseptor retina untuk warna biru.c. TrikromasiTrikromasi merupakan kebutaan warna yang paling sering dijumpai dan terjadi jika terjadi perubahan sensitivitas spectrum pada salah satu pigmen warna di sel konus.Trikromasi hanya berupa gangguan saja (impairment), tidak sampai ke tahap hilangnya pigmen warna (loss) seperti yang terjadi pada dikromasi. Kelainan trikromasi antara lain sebagai berikut (Tovee, 2008):1) Protanomali, kelainan ini disebabkan gangguan sensitivitas spectrum reseptor retina untuk warna merah.2) Deuteranomali, kelainan ini disebabkan gangguan sensitivitas spectrum reseptor retina untuk warna hijau.3) Tritanomali, kelainan ini disebabkan gangguan sensitivitas spectrum reseptor retina untuk warna biru.

2. GlaukomaGlaukoma adalah penyakit mata yang ditandai eskavasi glaukomatosa neuropati saraf optik, serta kerusakan lapang pandang yang khas dan utamanya diakibatkan oleh tekanan bola mata yang tidak normal (Ilyas et al, 2002).Glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer, glaukoma sekundel dan glaukoma kongenital. Glaukoma promer adalah glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Glaukoma primer dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma primer sudut terbuka dan glaukoma primer sudut tertutup. Sedangkan glaukoma sekunder adalah glaukoma yang timbul sebagai akibat dari penyakit mata lain, trauma, pembedahan, penggunaan kortikosteroid yang berlebihan atau penyakit sistemik lainnya. Di samping itu, glaukoma dengan kebutaan total disebut juga sebagai glaukoma absolut (Ilyas, 2002;Vaughan dan Asbury,1996).Glaukoma memiliki beberapa tanda dan gejala, diantaranya (Kansky, 2005):a. Nyeri, merupakan tanda khas pada serangan akut yang terjadi secara mendadak dan sangat nyeri pada mata di sekitar daerah inervasi cabang nervus kranial V.b. Mual muntah, hal ini sering berhubungan dengan nyeric. Penurunanan visus secara cepat dan progresif, hiperemis, fotofobia yang terjadi pada semua kasus.d. Riwayat penyakit dahulu, kira-kira 5% pasien menyampaikan riwayat khas serangan intermiten dari glaukoma sudut tertutup sub-akut.Pemeriksaan yang dilakukan untuk glaukoma, diantaranya (Ilyas et al, 2002): a. Pemeriksaan Pengelihatan atau VisusPemeriksaan ini untuk menilai fungsi/tajam pengelihatan dengan menggunakan kartu Snellen. Tajam pengelihatan seseorang dikatakan normal bila tajam pengelihatannya adalah 6/6 atau 100%. Visus 6/6 yaitu jika dapat melihat huruf yang oleh orang normal dapat dilihat pada jarak 6 meter, pada jarak 6 meter juga.b. OftalmoskopiOftalmoskopi pada penderita glaukoma terutama untuk menilai kondisi papil saraf optik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil optik dan lebarnya ekskavasi. Keberhasilan pengobatan dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau membesar.c. TonometriTonometri adalah pemeriksaan untuk mengukur tekanan bola mata atau intraokuler.d. GonioskopiGonioskopi adalah pemeriksaan sudut bilik mata depan dengan menggunakan lensa kontak khusus. Glaukoma gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya bilik mata depan. Dengan genioskopi dapat dibedakan sudut terbuka atau tertutup, apakah ada perlekatan iris di bagian perifer dan kelainannya.e. Pemeriksaan Lapang Pandang (Kampimetri)Tes lapang pandang digunakan untuk menegakkan adanya pulau-pulau lapang pandang yang menghilang (skotoma) dan mengamati apakah kerusakan visual bersifat progresif.

Tujuan terapi glaukoma adalah menghentikan atau menghambat keepatan kerusakan pengelihatan. Penurunan/pengontrolan tekanan intraokuler hingga saat ini merupakan terapi utama. Meskipun peranan iskemia saraf optik telah didiskusikan, namun belum ada terapi signifikan untuk hal tersebut (James et al, 2006).Untuk mengontrol tekanan intraokuler dilakukan dengan pemberian obat (topikal maupun oral), terapi laser, dan/atau pembedahan. Obat-obatan dapat berupa miotik, simpatometik, beta blocker. Terapi laser beruba trabekuloplasti laser. Tindakan pembedahan dapat berupa iridektomi perifer, pembedahan filtrasi, dan trabekulektomi (Ilyas et al, 2002).Keparahan glaukoma dapat dinilai dengan kerusakan saraf optik yang mengakibatkan makin menyempitnya lapang pandang dan pada akhirnya dapat berkahir dengan kebutaan. Menurut WHO, glaukoma merupakan penyebab kebutaan nomor tiga di dunia. Diperkirakan jumlah orang dengan kebutaan akibat glaukoma adalah 4,5 juta, atau sekitar 12% dari seluruh kebutaan (Shen et al, 2008).

3. MiopiaMiopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi jatuh pada focus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca, ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen, membentuk lingkaran yang difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi adalah myopia dengan ukuran 6 dioptri atau lebih (Hartono, 2010).a. Tipe Miopia1) MiopiaaksialBertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada orang dewasa panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri (Denis, 2013).2) Miopia kurvaturaKurvatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus dan kelainan kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bias juga menyebabkan myopia kurvatura, misalnya pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri (Denis, 2013).b. Gejala KlinisGejala subjektif myopia antara lain (Denis, 2013) :1) Kabur bila melihat jauh2) Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat3) Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi)4) Astenovergensc. Pemeriksaan Klinis1) Tajam PenglihatanJika myopia tidak dikoreksi, tajam penglihatan akan menurun secara bermakna, bahkan ketika penderita tersebut dikoreksi secara penuh, sering terdapat penurunan tajam penglihatan koreksi. Hal ini dikarenakan perubahan-perubahan patologis pada segmen anterior maupun segmen posterior (Sowka, 2011).2) Daya Pembedaan WarnaFrancoist dan Verriest 1957 mengatakan bahwa padaderajat myopia tinggi biasanya terdapat gangguan daya pembedaan warna biru, oleh karena adanya aberasi khromatis (Hartono, 2010).d. KomplikasiKomplikasi lain dari myopia sering terdapat pada myopia tinggi berupa ablasio retina, perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling kedalam biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat amblyopia (Ilyas, 2014).

III. KESIMPULAN

0. Mata berfungsi sebagai indera penglihatan0. Mata terdiri dari tiga lapisan yaitu (1) sklera/kornea; (2) koroid/badan siliaris/iris dan (3) retina0. Pemeriksaan visus mata bisa di peroleh dengan pemeriksan visus optotype snellen, pemeriksan visus hitung jari, pemeriksan visus lambaian tangan dan pemeriksan visus gelap terang.0. Pemeriksaan lapang pandang berguna untuk membantu diagnosis pada keluhan penglihatan, melihat progresivitas turunnya lapang pandang, merupakan pemeriksaan rutin pada kelainan susunan saraf pusat dan memeriksa adanya histeria atau malingering.0. Hasil dari pemeriksaan visus optotyp snellen adalah 6/60. Hasil untuk pemeriksaan lapang pandang adalah normal0. Beberapa kelainan pada mata yaitu berupa buta warna, glaucoma, myopia, hipermetropi, presbiopi dan banyak lagi yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bickley, Lynn. 2009. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Jakarta :EGC. Budiono, Ari. 2008. Nervus Optikus.Riau : Fakultas Kedokteran Universitas Riau RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. DennisSC,Lam,PancyOSetal.FamilialHighMiopiaLinkagetoChromosome18p.Hongkong:Departmentof Ophthalmologyand Visual Sciences ChineseUniversityofHongkong,ChinaOphthalmologica2013;217:115-118.Dorland, W.A. Newman. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGCGuytonAC, dan Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGCHartono,YudonoRH,UtomoPT,HernowoAS.Refraksi.Dalam:IlmuPenyakit Mata.Suhardjo,Hartono (eds).YogyakartaBagianIlmuPenyakitMataFK UGM,2010;185-7.Ilyas, S. 2009. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI.James B., et al. 2006. Lecture Note on Ophtalmology (Edisi Terjemahan dalam Bahasa Indonesia). Jakarta: Penerbit Erlangga. Kansky, J.J. 2005. Acute Congestive Angle Closure Glaucoma in Clinical Ophtalmology A Systemic Approach. Sixth Edition. Butterworth Heinemann Elsevier. Page: 391-397.LinstromRL,HardtenDR,ChuYR.LaserInSituKeratomileusis(LASIK)for theTreatmentofLow, Moderate andHighMiopia. Available at :http://biblioteca.universia.net/irARecurso (diakses tanggal 29 Maret 2015).Lumbantobing.2010. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.Jakarta :FKUI.Semarang EyeCentre. Tindakan BedahLASIK. Available at :http://www.semarang-eye-centre.com(diakses tanggal 29 Maret 2015).Shen S.Y., et al. 2008. The Prevalence and Types of Glaucoma in Malay People. The Singapore Malay Eye Study. Investigative Ophtalmology & Visual Science; 49 (9): 3846-3851.Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGCSowkaJW,GurwoodAS,Kabat AG.2011. Handbooks of OcularDiseaseManagement.NewYork:JohsonPublishingLLC.Tovee M.J. 2008.An Introduction to the Visual System.Cambridge: Cambridge University Press.Whitcher, John P and Eva, Paul Riordan. 2010. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC.Wicaksana, Burhan Adi. 2011. Implementasi Sistem Bantuan Penderita Buta Warna : Pendeteksian Warna dan Tampilan Informasi Warna Dengan Platform. NET dan EMGUCV Library. Jakarta : Universitas Indonesia