enterpreneurship masyarakat melayu di desa...

44
ENTERPRENEURSH KECAMATA Diajukan Seba Sarjana Stra PRO FAKULTA UNIVE HIP MASYARAKAT MELAYU DI DESA K AN LINGGA TIMUR KABUPATEN LINGGA NASKAH PUBLIKASI agai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gela ata I Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji Oleh : SYARIFAH NINA RISKA NIM : 110569201020 OGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI AS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK ERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016 KUDUNG A ar i

Upload: lamngoc

Post on 07-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ENTERPRENEURSHIP MASYARAKAT MELAYU DI DESA KUDUNG

KECAMATAN LINGGA TIMUR KABUPATEN LINGGA

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

Sarjana Strata I

PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

ENTERPRENEURSHIP MASYARAKAT MELAYU DI DESA KUDUNG

KECAMATAN LINGGA TIMUR KABUPATEN LINGGA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelarrata I Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji

Oleh :

SYARIFAH NINA RISKA

NIM : 110569201020

PROGRAM STUDI ILMU SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

ENTERPRENEURSHIP MASYARAKAT MELAYU DI DESA KUDUNG

KECAMATAN LINGGA TIMUR KABUPATEN LINGGA

Gelar Pada Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

Masyarakat mempunyai ragam matapencaharian, salah satu pekerjaan masyarakat

yaitu dengan berwirausaha (Entrepreneurship). Jiwa usahawan sangat melekat pada orang Tionghua, namun tidak hanya orang Tionghua orang melayu didesa Kudung juga memiliki jiwa pengusaha (enterpreneurship) yang sangat tinggi, Walaupun dengan berbagai kendala yang dihadapi namun semangat kewirausahaan masyarakat melayu di Desa Kudung sangat tinggi.

Semangat kewirausahaan dilihat dengan menggunakan pendapat Nasrullah Yusuf yaitu kewirausahaan merupakan pengambilan risiko untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang peluang untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi tantangan- tantangan persaingan.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui semangat kewirausahaan orang melayu di desa Kudung ,penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis deskriftif, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi, wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara, dan dokumentasi, analisis data yaitu bekerja dengan data, mengorganisasikan, memilah milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mengsistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain

Adapun hasil temuan dalam penelitian menunjukan bahwa Masyarakat melayu di desa Kudung telah memiliki usaha sendiri yaitu sebuah usaha kebun rumbia yang merupakan milik pribadi, semangat entrepreneurship masyarakat desa Kudung dapat dilihat karena mereka mampu memanfaatkan peluang peluang usaha, berwirausaha dengan inovasi baru, serta Masyarakat telah mampu mengahadapi berbagai tantangan yang berupa kendala dan persaingan antara pengusaha sagu. Kata Kunci : Semangat , Enterpreneurship

ABSTRACK

Society has a variety of livelihoods, one of the people that work with entrepreneurship (Entrepreneurship). Businessman soul is very attached to a Chinese people, but not only those Tionghua, Kudung the Malay villages also have entrepreneur spirit (entrepreneurship) is very high, Despite the various constraints faced by the Malay community but the entrepreneurial spirit is very high in the village crippled.

Entrepreneurial spirit seen using Joseph Nasrallah opinion that entrepreneurship

is taking the risk to run his own business by taking advantage of opportunities to create new business opportunities or with an innovative approach to developing businesses run into major and independent in the face of challenges of competition.

The purpose of this study is to determine the entrepreneurial spirit of the Malay

village Kudung, this study used a qualitative approach and the type of descriptive data collection is done by using the method of observation, interviews using interview guidelines, and documentation, data analysis, namely working with the data, organizing, sorting through it into a unit that can be managed, seek and find patterns, find what is important and what is learned, and decide what can be told to someone else

The findings of the research show that the communities wither in the village

Kudung already have their own business is a business garden thatch which is privately owned, the spirit of entrepreneurship of rural communities Kudung can be seen because they are able to take advantage of opportunities business opportunities, entrepreneurship with new innovations, as well as the Society has been able facing various challenges such as constraints and competition between employers sago. Keywords: Passion, Entrepreneurship

iii

ENTERPRENEURSHIP MASYARAKAT MELAYU DI DESA KUDUNG

KECAMATAN LINGGA TIMUR KABUPATEN LINGGA

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wilayah Indonesia tidak hanya didiami oleh penduduk pribumi, selain

penduduk pribumi, terdapat juga aneka ragam penduduk keturunan asing yang

memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dari segi bahasa, identitas kultural

maupun adat. Jumlah penduduk keturunan asing ini, yang terbanyak adalah

berasal dari keturunan Cina atau biasa disebut etnis Tionghoa. (sumber : http: //id.

wikipedia .org /wiki/tionghoa-indonesia).

Masyarakat mempunyai ragam matapencaharian, salah satu pekerjaan

masyarakat dalam mencari penghasilan yaitu dengan berwirausaha.

Kewirausahaan (Entrepreneurship) merupakan suatu proses mengidentifikasi,

mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa

berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu.

Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada

kondisi risiko atau ketidakpastian.

Di provinsi kepulauan Riau terdapat beberapa Kabupaten, salah satunya

Kabupaten lingga. Kabupaten lingga memiliki 5 kecamatan yaitu Kecamatan

Lingga, Lingga Utara, Lingga Timur, Senayang, Singkep, Singkep Barat. Salah

satu kacamatan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah kecamatan Lingga

Timur tepatnya sebuah desa yang diberi nama Desa Kudung.

Di Desa kudung terdapat berbagai mayarakat yang berbeda etnis diantaranya

terdiri dari masyarakat pribumi (melayu) maupun masyarakat Tionghua serta

beberapa masyarakat suku lainnya. Dilihat dari segi mata pencaharian atau

pekerjaan rata rata masyarakat di Desa kudung pekerjaannya mengolah Sagu atau

berwirausaha.

Tidak hanya orang Tionghua orang melayu di Desa kudung juga memiliki

jiwa pengusaha (enterpreneurship) yang sangat tinggi, walaupun usaha yang

dilakukan oleh masyarakat pribumi yang ada di Desa Kudung kurang beroperasi

karena berbagai kendala harus mereka hadapi, kendala yang paling berat yaitu

dalam masalah permodalan, tenaga kerja yang sedikit karena mereka tidak mampu

membayar pekerja dengan gaji mahal, sementara orang Tionghua dengan

pabriknya yang besar butuh pekerja yang banyak dan bisa membayar dengan gaji

yang tinggi, karena semua usaha yang mereka jalankan berjalan dengan lancar dan

otomatis mereka bisa meraup keuntungan yang besar pula.

Namun dengan begitu banyak kendala yang di hadapi semanagat orang

Melayu untuk tetap menjadi wirausaha dapat dilihat dari kesabaran masyarakat

melayu dalam menghadapi persaingan dengan masyarakat Tionghua yang selalu

unggul dalam memasarkan hasil produksinya karena memiliki segala fasilitas

yang memadai, dengan minimnya modal yang dimiliki orang Melayu di Desa

dalam mempertahankan usahanya agar tetap berjalan lancar rela mengadaikan

sebagaian duusun sagu yang mereka miliki, hal ini terbukti dari observasi awal

dengan informan terdapat 15 dari pengusaha sagu Desa Kudung telah

mengadaikan sebagian dusun sagu mereka ke Bank untuk menutupi kekurangan

modal. Orang Melayu dan orang Tionghua terus berusaha untuk mengembangkan

usaha yang mereka miliki yaitu dengan mengolah sagu yang dijual keluar pulau.

Di desa Kudung tersebut tidak hanya orang Tionghua yang sering dikenal

sebagai orang yang mengusai modal saja yang mempunyai jiwa usaha yang tinggi,

namun orang pribumi yang dari modal jauh lebih ketertinggalan dengan orang

Tionghua juga mempunyai jiwa usaha yang tinggi. Masyarakat di desa Kudung,

awalnya bekerja sebagai nelayan serta mereka tidak mau mengolah hasil bumi

yang mereka miliki sendiri, karena bisa dikatakan hampir setiap keluarga di desa

kudung memiliki dusun sagu sebagai peninggalan atau warisan dari orang tua

mereka, namun lebih menjual bahan mentah tersebut kepada orang Tionghua

sehingga mereka mendapatkan keuntungan yang tidak seberapa.

Seiring perkembangan waktu orang pribumi didesa tersebut memiliki pola

pikir yang lebih kedepan, Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti

mengalami perubahan-perubahan, yang dapat berupa perubahan yang tidak

menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang

pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan

yang lambat sekali, tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat.

Perubahan-perubahan hanya akan dapat ditemukan oleh seseorang yang

sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan

membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat pada waktu yang

lampau. Masyarakat pribumi di desa Kudung memilih untuk melakukan

perubahan dari segi mata pencaharian yaitu yang awalnya mereka melaut atau

menjadi nelayan kemudian beralih mengolah dusun sagu yang mereka miliki

tersebut.

Mereka merasa mereka adalah orang tempatan dan tidak boleh dikalahkan

dengan orang Tionghua, dan pada tahun 1990 mereka mulai mencoba membangun

pabrik sendiri untuk mengolah apa yang mereka miliki. Mereka memulai usaha

tersebut dengan sistem kekerabatan, bekerja sama dengan keluarga mereka untuk

mendapatkan hasil yang lebih maksimal karena keterbatasan modal yang mereka

miliki.

Keinginan bisa terwujud apabila diiringi dengan semangat, dan timbulnya

semangat tidak terlepas dari dorongan baik itu dari dalam dan dari luar, begitu

juga dengan masyarakat desa Kudung, untuk mewujudkan keinginan mereka yang

mempunyai jiwa sebagai seorang wirausaha maka harus dibentengi dengan

semangat walaupun berbagai kendala yang mereka hadapi.

Dari latar belakang yang dipaparkan tersebut dan untuk mengetahui lebih

lanjut tentang jiwa pengusaha yang terdapat pada masyarakat di desa kudung

adapun judul penelitian yang peneliti angkat yaitu “ Enterpreneurship Masyarakat Melayu di Desa Kudung Kecamatan Lingga timur Kabupaten Lingga“ B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengidentifikasi yang akan

dijadikan pertanyaan sebagai sarana penelitian, yaitu bagaimana semangat

kewirausahaan orang melayu di desa Kudung tetap bertahan dengan keterbatasan

modal yang mereka miliki ?

4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan

Dalam penelitian ini, tujuan yang akan dicapai adalah untuk mengetahui

semangat kewirausahaan orang melayu di desa Kudung yang tetap bertahan

walaupun berbagai kendala yang mereka hadapi seperti keterbatasan modal yang

dimiliki, persaingan yang kuat dengan pengusaha sagu lainnya.

2. Kegunaan

1. Secara teoritis, penelitian ini berguna sebagai pembanding antara teori

yang di dapat dari bangku perkuliahan dengan fakta yang dilapangan dan

hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dibidang

penelitian yang sejenis.

2. Secara Praktis penelitian ini dapat menambah pengetahuan sebagai bekal

dalam mengaplikasikan pengetahuan teoritik terhadap masalah praktis.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan petunjuk umum tentang

bagaimana semangat kewirausahaan orang melayu di desa kudung tetap

bertahan dengan keterbatasan modal yang mereka miliki, dan selain itu

juga penelitian ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi

berbagai pihak sebagai bahan tambahan informasi bagi para peneliti

lanjutan.

5

D. Konsep Operasional.

Dalam sebuah penelitian, konsep operasional sangat diperlukan untuk

mempermudah dan memfokoskan penelitian, konsep operasional juga berfungsi

sebagai panduan bagi peneliti untuk menindak lanjuti kasus tersebut serta

menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian.

1. Eunterpreneurship merupakan usaha pengambilan risiko untuk menjalankan

usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang peluang untuk menciptakan

usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga usaha yang

dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri dalam menghadapi

tantangan-tantangan persaingan.

2. Eunterpreneurship masyarakat melayu merupakan sebuah usaha kreatif dan

inovatif yang dilakukan oleh masyarakat melayu dengan mengambil peluang

yang ada dan dijadikan usaha untuk memperbaiki ekonomi kehidupan.

Untuk melihat entrepreneurship masyarakat melayu peneliti menggunakan

pendapat Nasrullah Yusuf tentang kunci dari enterpreneurship yaitu sebagai berikut:

a. Usaha sendiri yang dimaksud yaitu masyarakat Melayu melihat ada

kesempatan lahan sagu yang belum dikelola, sehingga dengan meniru

semangat wirausaha orang Tionghua masyarakat Melayu membuka juga usaha

sagu yang merupakan milik pribadi tidak terikat dengan pihak lain serta telah

dijalankan dari tahun 1990 sampai tahun 2015.

b. Memanfaatkan peluang peluang yang dimaksud yaitu masyarakat desa

Kudung melihat dusun sagu yang banyak dan yang belum dikelola, adanya

peluang pasar serta sagu juga dijadikan olahan makanan agar penjulan tidak

hanya terfokos pada sagu mentah saja hal ini bertujuan denagan olahan sagu

bisa meningkatkan penjualan.

c. Pendekatan inovatif yang dimaksud yaitu dalam penggunaan alat produksi

masyarakat desa Kudung dahulunya menggunakan tenaga manusia, tetapi

sekarang telah menggunakan tekhnologi mesin seperti mesin pemotong batang

sagu, mesin pembelah batang sagu, dan penggolah batang rumbia menjadi

tepung sagu

d. Tantangan yang dimaksud adalah untuk mampu menghadapi berbagai kendala

dan persaingan antara pengusaha sagu, tidak mudah menyerah apabila

mengalami berbagai kesulitan dalam menjalankan usaha.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian

diskriptif kualitatif yang merupakan penyajian gambaran yang terperinci

mengenai suatu situasi khusus dilokasi penelitian. Mely G.Tan (Silalahi, 2010: 28)

menjelaskan bahwa penelitian yang bersifat diskriptif kualitatif bertujuan

menggambarkan secara tepat sifat sifat individu, keadaan , gejala, atau kelompok

tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya dalam masyarakat. Dalam

penelitian ini peneliti berusaha menjelaskan gambaran yang nyata tentang

bagaimana semangat kewirausahaan orang melayu di desa kudung tetap bertahan

dengan keterbatasan modal yang mereka miliki.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini secara spesifik mengambil lokasi di Desa Kudung. Lokasi ini

dipilih karena masyarakat didesa Kudung sampai saat ini masih memiliki jiwa

pengusaha yang tetap dipertahankan, walaupun mereka memiliki berbagai

kendala, karena desa tersebut merupakan desa yang paling terpencil di

kecamatan Lingga Timur, yang akses untuk menjual hasil produksi mereka

sangat sulit.

3. Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari data primer

dan data sekunder dengan perincian sebagai berikut:

1. Data Primer

Menurut Sugiyono (2009 : 308) bahwa data primer adalah sumber

data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer

secara khusus dikumpulkan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data

primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh

dari lapangan melalui wawancara langsung dengan informan yaitu

pengusaha sagu didesa kudung dengan menggunakan pedoman wawancara

yang mencakup permasalahan berkaitan dengan masalah yang peneliti

angkat.

2. Data Sekunder

Sugiyono (2009:141) mendefinisikan data sekunder adalah sumber

data yang diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami

melalui media lain yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta

8

dokumen perusahaan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang

diperoleh dari buku, jurnal, artikel, internet, serta data kependudukan dari

desa Kudung.

4. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian kualitatif tidak memakai istilah populasi dan sampel,

tetapi lebih pada sumber data dan informan. Penentuan infoman dilakukan

dengan cara purposive sampling. Menurut Sugiyono (2009:85) purposive

sampling adalah tekhnik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Jadi, informan dalam penelitian ini diambil dengan kriteria:

1. Orang melayu yang menjadi pengusaha sagu

2. Orang melayu yang benar benar dianggap memiliki modal terbatas namun

tetap bertahan mengolah sagu

3. Orang Melayu yang usahanya telah berjalan dari tahun 1990 sampai tahun

2015.

Dalam penenlitian ini

memilih masyarakat yang

karena masyarakat melayu

criteria penelitian di atas.

peneliti sengaja membatasi pengusaha dengan

dijadikan informan yaitu masyarakat melayu,

merupakan tujuan penelitian yang memenuhi

5. Teknik dan alat Pengumpulan Data

Data dalam penelitian kualitatif hampir dipastikan berbentuk kata kata,

meskipun data mentahnya bisa berbentuk benda benda, foto, figure manusia

(Irawan, 2006: 67). Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan

9

standart untuk memperoleh data yang diperlukan, teknik dan alat

pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi :

a. Observasi / pengamatan, merupakan sebuah teknik pengumpulan data

yang mengharuskan peneliti terjun kelapangan mengamati hal hal yang

berkaitan dengan masalah peneitian dalam penelitian ini yang diamati

tentunya adalah aktivitas ekonomi, kegiatan usaha, hubungan pengusaha

satu dengan pengusaha lainnya, interaksi, serta hubungan sosial antara

pengusaha dan agent ketika proses jual beli.

b. Wawancara

Pedoman wawancara dan jadwal wawancara penting diperhatikan oleh

para peneliti kualitatif dengan pedoman wawancara paling tidak peneliti

dapat menjaga arah wawancara sebagaimana yang mereka rencanakan,

walaupun dalam pelaksanaannya peneliti tidak tergantung secara kaku

pada pedoman wawancara tersebut (Rulam ahmadi, 2005 : 82).

Wawancara dengan para informan dilakukan secara mendalam dan

menggunakan pedoman wawancara.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dalam sebuah penelitian digunakan sebagai penunjang

penelitian penulis, dimana dalam dokumentasi ini dapat melihat serta

mengabadikan gambar dilokasi penelitian, catatan catatan penting.

6. Teknik Analisis Data

Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang

tersedia, yaitu wawancara, observasi, dan dukumen menggunakan metode

diskriptif kualitatif. Peneliti akan mendiskripsikan atau menggambarkan

tentang gejala gejala yang terjadi pada objek penelitian. Menurut Bodgan

& Biklen analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah milahnya menjadi satuan

yang dapat dikelola, mengsistensikannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan

apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2007 : 24).

a. Mengorganisasikan data

Yang dimaksud adalah data data yang diperoleh dari hasil observasi,

wawancara , dan dukumentasi yang dicatat dalam cacatan lapangan yang

berisi tentang apa yang dilihat, didengar, disaksikan dan juga temuan

tentang apa saja yang dijumpai selama penelitian.

b. Memilah milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola

Suatu proses dimana peneliti melakukan pemilihan dan penyerderhanaan

data hasil penelitian. Proses ini juga dinamakan proses transformasi data,

yaitu perubahan data yang dari awal bersifat kasar menjadi data bersifat

halus dan siap pakai setelah dilakukan penyeleksian dengan membuang

data yang tidak diperlukan.

c. Mensintesikan sekumpulan informasi

Diskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian

dapat dilakukan. Sajian ini merupakan rangkaian kalimat yang disusun

secara logis dan sistematis, sehingga bila dibaca akan mudah dipahami.

11

d. Memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain

Tahap ini disebut dengan penarikan kesimpulan menyangkut interprestasi

peneliti, yaitu penggambaran makna dari data yang ditampilkan. Penarikan

kesimpulan merupakan usaha untuk mencari atau memahami data yang

diperoleh.

F. TINJAUAN PUSTAKA

1. Enterpreneurship

Kata entrepreneurship yang dahulunya sering diterjemahkan dengan kata

kewiraswastaan sekarang diterjemahkan dengan kata kewirausahaan.

Entrepreneur berasal dari bahasa Perancis yaitu entreprendre yang artinya

memulai atau melaksanakan. Wiraswasta/wirausaha berasal dari kata wira

yaitu utama, gagah berani, luhur sedangkan swa artinya sendiri dan sta artinya

berdiri dan usaha. Kegiatan produktif dari asal kata tersebut, wiraswasta pada

mulanya ditujukan pada orang- orang yang dapat berdiri sendiri.

Di Indonesia kata wiraswasta sering diartikan sebagai orang-orang yang

tidak bekerja pada sektor pemerintah yaitu; para pedagang, pengusaha, dan

orang-orang yang bekerja di perusahaan swasta, sedangkan wirausahawan

adalah orang-orang yang mempunyai usaha sendiri. Wirausahawan adalah

orang yang berani membuka kegiatan produktif yang mandiri.

Hisrich, Peters, dan Sheperd (2008: h 10) mendifinisikan: “Kewirausahaan

adalah proses penciptaan sesuatu yang baru pada nilai menggunakan waktu

dan upaya yang diperlukan, menanggung risiko keuangan, fisik, serta risiko

12

sosial yang mengiringi, menerima imbalan moneter yang dihasilkan, serta kepuasan dan kebebasan pribadi”.

Pengertian lain dari kewirausahaan yaitu merupakan pengambilan risiko

untuk menjalankan usaha sendiri dengan memanfaatkan peluang peluang

untuk menciptakan usaha baru atau dengan pendekatan yang inovatif sehingga

usaha yang dikelola berkembang menjadi besar dan mandiri dalam

menghadapi tantangan- tantangan persaingan (Nasrullah Yusuf, 2006).

Kata kunci dari kewirausahaan adalah;

1. Pengambilan resiko

2. Menjalankan usaha sendiri

3. Memanfaatkan peluang-peluang

4. Menciptakan usaha baru

5. Pendekatan yang inovatif

6. Mandiri (misal; tidak bergatung pada bantuan pemerintah)

Kasmir (2010, 16 -17) Secara sederhana arti wirausahawan (entrepreneur)

adalah orang yang berjiwa berani mengambil resiko untuk membuka usaha

dalam berbagai kesempatan. Berjiwa berani mengambil resiko artinya

bermental mandiri dan berani memulai usaha, tampa diliputi rasa takut atau

cemas sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Kegiatan wirausaha dapat

dilakukan seorang diri atau berkelompok. Seorang wirausaha dalam

pikirannya selalu berusaha mencari, memanfaatkan, serta menciptakan

peluang usaha yang dapat memberikan keuntungan. Risiko kerugian

merupakan hal yang biasa karena mereka memegang prinsip bahwa faktor

13

kerugian pasti ada. Bahkan semakin besar resiko kerugian yang bakal

dihadapi, semakin besar pula peluang keuntungan yang dapat diraih. Tidak

ada istilah rugi selama seseorang melakukan usaha dengan penuh keberanian

dan penuh perhitungan inilah yang disebut dengan jiwa wirausaha.

Dalam memulai usaha baru kita harus mempelajari situasi pasar maupun

keadaan industri yang akan dimasuki. Keadaan pasar tersebut mungkin telah

dipenuhi oleh para pesaing lainnya sehingga tidak mudah untuk dimasuki,

mungkin juga pasar yang dituju tersebut telah jenuh. Era orientasi produksi

dan orientasi pemasaran tampaknya akan segera berlalu memasuki era baru

yaitu era persaingan (competition era). Untuk itu perlu sekali menganalisis

situasi kekuatan-kekuatan pesaing yang ada di pasar dengan cermat.

Michael Porter (dalam http://www.infokursus.net) mengungkapkan adanya

lima kekuatan persaingan yang menentukan di sektor industri yaitu :

1. Ancaman dari pendatang baru

2. Ancaman dari barang atau jasa substitusi

3. Kekuatan tawar menawar dari pemasok

4. Kekuatan tawar menawar dari pembeli, dan

5. Persaingan diantara para pesaing yang ada

Untuk menghadapi situasi pasar dalam industri tersebut Porter juga

mengemukakan beberapa dasar strategi yang generik. Untuk pasar industri

dengan target yang lebih luas dapat diterapkan strategi :

a. Produk yang berbeda (product differentiation)

b. Keunggulan biaya (cost leadership)

14

c. Biaya fokus (cost focus)

d. Perbedaan fokus (focused differentiation)

Perusahaan dapat meluncurkan produk yang berbeda dari pesaing lainnya

dengan memproduksi produk inovatif atau paling tidak ada perbedaan yang

lebih bermanfaat dibandingkan dengan produk pesaing lainnya. Strategi lain

adalah dengan memanfaatkan keunggulan biaya. Keunggulan biaya ini dapat

mengakibatkan biaya produksi kita lebih rendah sehingga dapat menjual

dengan harga yang lebih kompetitif. Sedangkan untuk pasar industri dengan

target yang lebih sempit kita dapat menggunakan strategi dengan

memfokuskan keunggulan biaya atau memfokuskan differensiasi produk pada

segmen pasar tertentu yang mampu dikuasai.

Semangat kewirausahaan sangat berkaitan dengan etos kerja. Etos kerja

merupakan konsep yang memandang pengabdian atau didikasi terhadap

pekerjaan sebagai nilai yang sangat berharga, Yousef dalam Istijanto, 2005).

Menurut Arief dan Tanjung (2003) etos kerja adalah jiwa atau watak

seseorang dalam melaksanakan tugasnya yang dipancarkan keluar, sehingga

memancarkan citra fositif atau negative kepada orang luar yang bersangkutan.

Abidin (2010, hal : 86) menyatakan bahwa etos kerja yang dimiliki oleh

seseorang atau kelompok masyarakat, akan menjadi sumber motivasi bagi

perbuatannya. Apabila dikaitkan dengan situasi kehidupan manusia yang

sedang membangun, maka etos kerja yang tinggi akan dijadikan sebagai

prasyarat yang mutlak, yang harus ditumbuhkan dalam kehidupan itu. Karena

hal itu akan membuka pandangan dan sikap kepada manusianya

15

untuk menilai tinggi terhadap kerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga

dapat mengikis sikap kerja yang asal-asalan, tidak berorientasi terhadap mutu

atau kualitas yang semestinya.

2. Perekonomian Masyarakat Melayu

Tingkat pemenuhan kebutuhan manusia dan tingkat kesejahteraan kehidupan

materialnya ditentukan oleh oleh tingkat teknologi dan ekonomi, namun hal

tersebut tidak terlepas dari unsur-unsur budaya yang ada, aspek-aspek biologi

dan emosi manusia yang bersangkutan dan juga kualitas dan kuantitas sumber

daya energi yang tersedia dan ada dalam lingkungan. Unsur ekonomi tentu saja

tidak bisa terlepas dari matapencaharian individu atau kelompok. Masyarakat

yang berekonomi maju tentu bisa membeli apa yang dia inginkan, dan hal

tersebut bisa merubah budaya personal atau kelompok masyarakat.

Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikonomia yang terdiri dari suku

kata oikos dan nomos. Oikos artinya segala sesuatu yang berhubungan dengan

penggelolaan lading sedangkan nomos artinya undang undang atau peraturan.

Dalam perkembangannya, istilah memiliki arti upaya upaya yang yang

dilakukan manusia untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya (Sindung,

2011: 15).

Kehidupan ekonomi dalam masyarakat pra-industri ditentukan oleh

resiprositas, redistribusi dan pertukaran. Resiprositas, menunjuk pada gerakan

diantara kelompok kelompok simetris yang saling berhubungan, Resiprositas

menerima benda atau jasa dari seseorang melekat kewajiban untuk melakukan

tindakan yang sama pada kesempatan lain pada orang tersebut. Redistribusi,

16

merupakan gerakan appropriasi yang bergerak kearah pusat kemudian dari pusat

didistribusikan kembali. Pertukaran, merupakan proses ekonomi yang langsung

antara tangan-tangan dibawah sistem pasar.

Terdapat empat macam faktor produksi yakni alam, tenaga kerja, modal,

skill atau keterampilan

1. Faktor alam mencakup tanah dan keadaan iklim kekayaan hutan, kekayaan

kandungan tanah (mineral), kekayaan air sebagai sumber penggerak

transfortasi, dan sumber pengairan dalam pertanian.

2. Faktor tenaga kerja, yaitu peranan manusia dalam proses produksi

3. Faktor modal yaitu semua barang yang dihasilkan dan dipergunakan dalam

produksi untuk masa depan. Barang barang tersebut terkadang sebagai

barang barang produksi atau investasi maupun barang modal, seperti

mesin, gedung, dan instansi pabrik

4. Faktor skills atau keterampilan yaitu beberapa jeni kecakapan atau

keterampilan khusus yang diperlukan dalam proses produksi ekonomi,

adapun cakupan skills yang dimaksud meliputi managerial skills,

tecnologocal skills, dan orgazational skills Abdullah (dalam hamid, 2009 :

401)

3. Masyarakat Melayu

Secara ras atau rumpun bangsa, Melayu di Indonesia dibedakan menjadi

dua kelompok yaitu Melayu Deutero dan Melayu Proto. Melayu Deutero

adalah rumpun Melayu Muda yang datang setelah Melayu Proto pada Zaman

Logam sekitar lebih kurang 500 SM. Rumpun yang masuk gelombang kedua

17

ini meliputi suku bangsa Melayu, Aceh, Minangkabau, Sunda, Jawa, Manado

yang bermukim di pulau Sumatra, Jawa, Bali, Madura, dan Sulawesi. Melayu

Proto adalah rumpun Melayu Tua yang datang kali pertama pada masa lebih

kurang 1500 SM meliputi suku bangsa Dayak, Toraja, Sasak, Nias, Batak,

Kubu dll. yang bermukim di pulau Kalimantan, Sulawesi, Nias, Lombok, dan

Sumatra.

Berbicara kondisi sosial budaya masyarakat khususnya berasal dari etnis

Melayu adalah berbicara mengenai entrepreneurship masyarakat melayu yang

merupakan salah satu pribumi (host population) di desa Kudung yang

seharusnya dominan, tetapi ternyata juga dari awal mengalami pasang surut

kehidupan ekonomi. Menurut catatan sampai sekarang masih dalam kehidupan

ekonomi yang tergolong hanya pada tingkatan menengah untuk sebagian

masyarakat, dan menengah ke bawah untuk sebagian masyarakat lainnya.

Sudah barang tentu etnis Melayu desa Kudung mempunyai etos kerja yang

tinggi. Namun melihat keadaan dan kondisi suku-bangsa pada masa ini

dibanding dengan suku-suku bangsa lain sadar atau tidak sadar terus

berkompetisi, terlihat dalam kenyataan etnis melayu terus tertinggal.

Muncul tradisi “menepi pada suku-bangsa Melayu itu“. Seperti diketahui

kebudayaan suatu masyarakat yang faktornya sangat ditentukan oleh

lingkungan fisik dan sosial budaya memberikan bentuk tentang apa dan

bagaimana kehidupan yang memuaskan. Kehidupan “di tengah” tidak lagi

memberi kepuasan kepada mereka akibat perubahan lingkungan. Kehidupan

18

diterima dengan pasrah dan mereka tidak dapat ke luar dari lingkaran setan

yang menjerat mereka dalam kehidupan miskin yang mendasar.

G. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

a. Gambaran Umum Desa Kudung

Desa Kudung merupakan sebuah desa yang paling jauh dari pusat kota atau

Kabupaten Lingga, di tinjau dari jarak orbitasi dari desa kudung untuk mencapai

pusat kecamatan mencapai jarak tempuh 7 KM, dan untuk mencapai pusat

Kabupaten dengan jarak tembuh 58 KM. Jarak tembuh menuju Kabupaten atau

pusat kota sangat jauh, dimana untuk memenuhi segala kebutuhan pekerjaan

seperti alat alat untuk berwirausaha masyarakat harus berbelanja ke pusat kota,

karena daerah daerah yang berdekatan dengan desa tersebut merupakan daerah

yang terpencil, dan jauh dari fasilitas yang lengkap.

Dalam menunjang ekonomi masyarakat, matapencaharian yang lebih

mendominasi di desa Kudung yaitu wirausaha, namun dikarenakan jarak tempuh

dari pusat kota yang jauh, serta kurangnya akses penunjang membuat usaha

masyarakat masih dikatagorikan sebagai pengusaha yang penggelolaan usahanya

menggunakan alat alat tradisional, seperti salah satu usaha yang menjadi

matapencaharian pokok yaitu penggelolaan sagu.

Gambar I. Peta Desa Kudung, sumber Kantor Desa Kudung tahun 2015

19

H. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

a. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian kualitatif sengaja dipilih oleh peneliti, karena

dianggap mampu memberikan informasi seputar masalah yang sedang

diteliti. Dalam penelitian ini, informan yang dipilih adalah masyarakat yang

memang berasal dari desa Kudung atau penduduk pribumi yang memang

telah lama berwirausaha namun dengan keterbatasan modal yang dimiliki,

mereka tetap terus berjuang agar usahanya tetap berjalan. Karakteristik

informan ditentukan berdasarkan umur, tingkat pendidikan, jenis wirausaha,

lama berwirausaha, lamanya jam bekerja.

b. Semangat Enterpreneurship Masyarakat Melayu Di Desa Kudung

Kecamatan Lingga Timur Kabupaten Lingga

Ditinjau dari sisi ekonomi setiap masyarakat yang bekerja tentunya ingin

memenuhi segala kebutuhan ekonomi , untuk memenuhi kebutuhan ekonomi

tersebut masyarakat tentunya harus mendapatkan upah dari apa yang mereka

kerjakan, ketika masyarakat memutuskan untuk berwirausaha tentu yang

diharap yaitu sebuah keuntungan agar segala kebutuhan ekonomi bisa

dicapai dengan keuntungan tersebut.

Masyarakat yang berwirausaha harus mau mengambil resiko yang tinggi

untuk menjalankan usahanya, sebagaimana kita ketahui berwirausaha atau

menjadi seorang wirausahawan banyak kendala yang harus dihadapi tidak

mesti usaha tersebut berjalan semulus yang pengusaha inginkan kadangkala

20

usaha yang dijalankan bisa bangkrut apabila pengusaha tidak bisa mencari

jalan keluar serta menyerah tatkala kendala kendala menimpa usaha mereka.

Kendala yang paling rentan dialami oleh seorang pengusaha yaitu masalah

permodalan, sebagaimana kita ketahui apabila seorang pengusaha tidak bisa

menggelola keuntungan yang di dapat dengan baik ketika sebuah usaha yang

dijalankan mengalami penurunan keuntungan dan banyak biaya yang harus

diperlukan sedangkan permodalan tidak ada maka otomatis usaha tersebut

akan bangkrut, banyak lagi kendala kendala yang lain yang sering dihadapi

seorang pengusaha, untuk itu dibutuhkan semangat yang tinggi walaupun

berbagai situasi yang dihadapi agar pengusaha tersebut bisa sukses.

Seorang masyarakat telah dikatakan seorang entrepreneurship apabila

telah mempunyai usaha sendiri, bisa memanfaatkan peluang peluang yang ada,

melakukan pendekatan inovatif terhadap hal hal baru yang bisa dikatakan

mampu mengembangkan usaha tersebut, dan mampu mengahadapi berbagai

tantangan dalam berwirausaha, karena seperti yang kita ketahui wirausaha dan

tantangan akan selalu menyatu.

a. Usaha Sendiri

Seseorang ingin menjadi seorang entrepreneurship kunci utamanya

harus memiliki usaha terlebih dahulu, seseorang yang tidak memiliki

usaha apapun tidak bisa dikatakan sebagai pengusaha. Didesa Kudung

terdapat dusun sagu atau lebih dikenal khalayak ramai sebagai kebun

rumbia. Dusun sagu tersebut merupakan warisan dari nenek moyang atau

21

orang tua kepada anak mereka yang mereka anggap berhak

mendapatkannya.

Untuk berwirausaha masyarakat bisa membuka usaha sendiri,

membuka usaha sendiri lebih ditekankan kepada modal yang dikeluarkan

dari modal pribadi, sedangkan bekerja sama dengan orang lain merupakan

sebuah sistem yang lebih dikenal di masyarakat desa Kudung yaitu kongsi.

Dusun sagu yang informan miliki di desa Kudung merupakan dusun yang

diwariskan secara turun temurun dan usaha sagu yang dijalankan juga

tidak terlepas dari usaha yang merupakan kerja sama pihak keluarga, tidak

mutlak milik pribadi.

Dalam membuka sebuah usaha para wirausaha sagu di desa Kudung

khususnya orang melayu yang berwirausaha sagu memiliki usaha pribadi,

namun ada terdapat beberapa hal yang membuat mereka bekerja sama

seperti dari segi alat, serta beberapa proses dalam pengolahan sagu.

Ketika membuka usaha mungkin terdapat berbagai alasan mengapa

seseorang ingin membuka usaha tersebut, dan hal itu tidak terlepas dari

segala peluang yang bisa dimanfaatkan. Masyarakat melayu desa Kudung

yang membuka usaha sagu juga tidak terlepas dari berbagai alasan

sehingga mereka mau mengolah dusun tersebut, sebagaimana diketahui

bahwa pada awalnya masyarakat desa Kudung bermatapencaharian

sebagai nelayan, dan akhirnya memilih bertukar pekerjaan menjadi

pengusaha sagu, karena masyarakat melayu merasa dirugikan oleh

masyarakat Tionghua yang tidak memiliki dusun sagu namun bisa

22

memanfaatkan dusun sagu orang melayu untuk meraup keuntungan

dengan cara membeli bahan mentah seperti batang sagu dengan harga

murah, dengan membuka usaha sagu bisa manambah penghasilan para

masyarakat, banyaknya resiko menjadi seorang nelayan dan di desa

tersebut peluang yang besar hanya berwirausaha sagu karena mereka

memiliki bahan baku sendiri.

Masyarakat desa melayu desa Kudung membuka usaha sagu dari tahun

1990 sampai tahun 2015, dan saat ini usaha sagu tersebut masih beroperasi

dengan baik, Cepat atau lamanya seseorag berwirausaha tidak bisa

menjadi patokan kalau seorang wirausaha tersebut bisa sukses, terkadang

seseorang yang baru saja membuka usaha bisa sukses dengan cepat,

namun tidak menutup kemungkinan seseorang yang telah membuka usaha

berpuluh puluh tahun tidak memiliki kesuksesan. Keberhasilan seorang

wirausaha untuk mengembangkan bisnisnya tergantung pada kecerdasan,

imajinasi, dan kekuatan keinginan individu yang bersangkutan. Sedikit

keberuntungan diperlukan, tetapi dapat diargumentasikan bahwa tidak ada

keberuntungan mengubah visi menjadi realita lebih berupa kerja keras, di

samping imajinasi dan kemampuan yang mampu merubah karir individu

menjadi sukses. (Rachbini, 2001 :100).

Sebagian orang mungkin banyak yang tertarik dan berlomba lomba

untuk membuka usaha sendiri, hal tersebut juga tidak semua orang yang

bisa mewujudkannya. Ketertarikan para wirausaha di Desa Kudung untuk

23

membuka usaha sendiri lebih karena beberapa faktor bahwa menjadi

pengusaha merupakan suatu hal yang menyenangkan yang menjadi alasan

utama dikarenakan pengusaha yang memiliki usaha sendiri tidak bekerja

secara terikat dengan pihak lain, apabila seseorang bekerja lepas dengan

pihak lain seperti jaga toko, jadi kuli hal tersebut merupakan pekerjaan

yang membuat ikatan kepada majikan, mau tidak mau, senang atau tidak

senang kita harus mengikuti kemauan majikan, berbeda dengan

mempunyai usaha sendiri, kita yang menjadi bos dalam pekerjaan tersebut.

Membuka usaha tentunya memerlukan modal untuk menunjang proses

terbentuknya usaha tersebut, ketika masyarakat desa Kudung membuka

usaha sendiri tentu modal yang dibutuhkan juga harus dikeluarkan oleh

masyarakat yang ingin membuka usaha tersebut, dan untuk mendapatkan

modal tersebut tergantung dari pengusaha tersebut darimana dia akan

mendapakatkanya.

Seseorang yang telah membuka usaha sendiri, berarti telah menjadi

seorang wirausaha. Kasmir (2010, 16) mengartikan Secara sederhana arti

wirausahawan (entrepreneur) adalah orang yang berjiwa berani

mengambil resiko untuk membuka usaha dalam berbagai kesempatan.

Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan berani

memulai usaha, tampa diliputi rasa takut atau cemas sekalipun dalam

kondisi tidak pasti. Kegiatan wirausaha dapat dilakukan seorang diri atau

berkelompok.

24

Untuk membuka usaha sendiri harus memiliki jiwa yang berani, Dari

keterangan yang diungkapkan oleh informan penelitian dapat dikatakan

masyarakat desa Kudung telah mempunyai usaha sagu sendiri, walaupun

sebenarnya dalam membuka usaha tersebut masih ada unsur kerjasama

antar sesama keluarga, namun mereka telah dikatakan sebagai wirausaha

karena untuk menjadi wirausaha boleh dilakukan seorang diri atau

berkelompok. Untuk memiliki sebuah usaha masyarakat desa Kudung

Khususnya masyarakat melayu telah berjiwa berani dalam mengambil

resiko hal tersebut terbukti pada awalnya masyarakat melayu yang ingin

menjadi pengusaha berusaha meminjam modal dengan saudara saudara

mereka serta dengan pihak Bank dengan menjaminkan serifikat tanah

padahal mereka belum mengetahui untung atau rugi kedepannya.

b. Memanfaatkan Peluang

Seorang pengusaha berarti orang yang memiliki kemampuan untuk

mendapatkan peluang secara berhasil. Pengusaha bisa jadi seorang yang

berpendidikan tinggi, terlatih dan terampil atau mungkin seorang buta

huruf yang memiliki keahlian yang tinggi di antara orang-orang yang tidak

demikian. Seseorang yang menjadi wirausaha tentu harus mampu

memanfaatkan segala peluang, peluang merupakan suatu kesempatan baik

yang harus dicoba untuk wirausaha agar usaha yang guluti menjadi

berkembang.

Desa Kudung merupakan salah satu desa banyak ditumbuhi oleh pohon

sagu, banyaknya desun sagu merupakan sebuah peluang bagi

25

masyarakat untuk menjadi wirausaha, ketika masyarakat telah membuka

usaha untuk mengembangkan usaha tersebut membutuhkan suatu cara agar

sebuah usaha tidak bangkrut.

masyarakat desa Kudung khususnya orang melayu membuka usaha

dengan menjualkan hasil produksi kepada agent agent, agar usaha mereka

tetap berkembang mereka harus mampu menjaga sebuah kepercayaan

kepada para agent, Sebuah sistem kepercayaan perlu dibangun sejak awal

mereka membuka usaha, apabila kepercayaan tidak dibangun dari awal

maka usaha tersebut tidak akan pernah berjalan baik.

Masyarakat juga melakukan promosi promosi, kerajinan dalam

mempromosikan usaha merupakan salah satu bentuk para pengusaha untuk

memajukan usaha nya. Salah sikap yang harus dimilki oleh pengusaha

yaitu bekerja secara teratur dalam suatu pekerjaan. Pengusaha sagu

khususnya masyarakat pribumi di desa Kudung telah melakukan pekerjaan

secara teratur yang dikatagorikan sebagai sebuah sifat rajin yang telah

mereka tanamkan, mereka selalu mempromosikan usaha usaha mereka

dengan tujuan agar usaha tersebut bisa berkembang.

Salah satu cara dalam memanfaatkan peluang yaitu rajin memasarkan

usaha yang dimiliki, tidak setiap pengusaha yang bisa memsarkan

usahanya dalam segala yang besar, namun dalam pemasaran dalm jumlah

yang sedikit tetapi ke banyak tempa pemasaran bisa dilkaukan oleh

pengusaha untuk mendapat banyak keuntungan. Kerajinan para pengusaha

dalam memasarkan usahanya dapat dilihat dari seberapa banyak

26

masyarakat mengenal usaha yang mereka miliki. Masyarakat desa Kudung

khususnya orang pribumi yang mempunyai usaha sagu mengakui kalau

mereka rajin dalam memasarkan usaha mereka dengan tujuan agar usaha

mereka menjadi berkembang dengan diketahui oleh banyak pasaran.

Rajin merupakan salah satu sikap yang wajib dimiliki oleh para

pengusaha, rajin menentukan keberhasilan dari pengusaha itu sendiri

karena rajin adalah faktor penentu keberhasilan yang tertanam pada diri

bengusaha itu sendiri, tidak pada orang lain. Secara umum rajin adalah

suka bekerja, bersungguh-sungguh bekerja, selalu berusaha dan giat.

Setiap wirausahawan tentunya selalu mengharapkan adanya peluang

yang baik untuk usaha mereka, peluang yang baik merupakan sebuah

pelaung yang akan menghasilkan keuntungan yang banyak bagi

pengusaha, masyarakat desa Kudung khususnya orang melayu yang

berwirausaha sagu mengungkapkan bahwa mereka sangat mengharapkan

peluang peluang bagi usaha mereka.

Setiap pengusaha tentunya tidak memungkiri bahwa mereka

membutuhkan modal dalam berwirausaha, keterangan yang disampaikan

oleh informan tersebut mengharapkan peluang yang berupa permodalan

seperti bantuan dari pemerintah untuk mengembangkan usaha tersebut,

karena tidak bisa dipungkiri pula bahwa mengusaha harus membutuhkan

modal yang tidak sedikit untuk membuat usahanya lebih besar.

27

Memanfaatkan peluang membutuhkan kejelian atau ketelitian yang

harus dilakukan oleh para pengusaha, apabila peluang yang ada kita

manfaatkan, namun tidak sesuai dengan fungsi dari peluang tersebut bagi

para pengusaha akan rugi seperti contohnya dana untuk memperbesar

sebuah pabrik sudah ada, namun peluang tersebut tidak dimanfaatkan yang

baik malahan digunakan untuk hal lain yang tidak bermanfaat maka

peluang tersebut tidak akan terlaksana.

Memanfaatkan peluang yang ada merupakan salah satu bentuk

pengusaha dalam pengembangan usahanya, pengusaha sagu orang melayu

di desa Kudung mengakui bahwa mereka selalu memanfaatkan sagu

menjadi bahan pokok, sagu juga bisa dmanfaatkan sebagai bahan makanan

pokok yang sifatnya mengenyangkan sehingga masyarakat melayu

memanfaatkan peluang tersebut dengan membuat sagu lenggang atau sagu

lemak yang sangat diminati khususnya masyarakat melayu.

bahwa untuk meningakatkan hasil produksi tidak hanya bisa terfokos

pada penjualan sagu mentah saja, tetapi mereka telah mempunyai

pemiikiran yang kreatif yati dengan mengolah sagu menjadi hasil olehan

lainnya seperti membuat lenggang yang sangat dikenal masyarakat melayu

sebagai pengganti nasi, sagu lemak, keripik sagu, lakse yang sekarang

makanan tersebut juga banyak di kenal oleh masyarakat kota khususnya

masyarakat Tanjungpinang.

Setiap pengusaha tentunya ada menghadapi dan mencoba segala

peluang yang mereka jumpai, segala peluang yang dijumpai tersebut tidak

28

semuanya pasti berhasil, salah satu informan menggungkapkan bahwa

telah banyak mendapatkan peluang peluang bagus dalam pengembangan

usaha sagunya.

Winarto (2003), menggolongan dua kategori aktivitas kewirausahaan.

Pertama, berwirausaha karena melihat adanya peluang usaha

(entrepreneur activity by opportunity). Kedua, kewirausahaan karena

terpaksa tidak ada alternatif lain untuk ke masa depan kecuali dengan

melakukan kegiatan usaha tertentu. Dari keterangan yang disampaikan

oleh para informan penelitian ditarik kesimpulan bahwa para pengusaha

sagu di Desa Kudung khususnya masyarakat melayu melakukan aktifitas

kewirausahaan dengan melihat segala peluang yang ada, maksudnya

mereka membuka usaha sagu karena memang di daerah mereka peluang

tersebut yang ada, mereka memiliki dusun sagu sendiri dan mereka juga

mampu memanfaatkan peluang untuk mengolah sagu menjadi bahan

makanan yang siap untuk dipasarkan.

c. Pendekatan Inovatif

Dalam pengembangan usaha, wirausaha harus mampu menemukan

inovasi inovasi untuk menambah perkembangan usha mereka. inovasi

inovasi bisa dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pendekatan yang

inovatif. Pendekatan inovatif dalam mendatangkan inovasi baru misalnya

dalam proses pengelohan bahan yang dulunya masyarakat lebih

menggunakan alat tradisional melalui pendakedatan yang inovatif

29

sehingga sekarang para pengusaha lebih menggunakan alat yang telah

menggunakan tenaga mesin.

untuk mengembangkan usaha yang dimiliki para pengusaha sagu di

Desa Kudung lebih menggunakan tenaga mesin. Tenaga mesin digunakan

sebagai pengganti alat alat tradisional yang digunakan dulunya untuk

mengolah sagu tersebut. Menggunakan tekhnologi mesin merupakan salah

satu cara pengusaha sagu di desa Kudung dalam mengembangkan usaha

nya. Karena mesin merupakan sebuah alat yang telah di buat sedemikian

rupa dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Apabila

sebuah pekerjaan mudah dilaksanakan maka usaha tersebut akan cepat

berkembang.

Dizaman yang telah modern dan banyak alat alat canggih yang telah

berhasil dibuat dengan tekhnologi mesin tentunya akan lebih

mempermudahkan pekerjaan manusia dan mempunyai banyak banyak

lainnya seperti ungkapan informan penelitian dibawah ini tentang alasan

mengapa mereka telah menggukan tekhnologi mesin padahal usaha yang

mereka miliki berada di daerah terpencil.

Tekhnologi mesin juga merupakan alat yang bisa menjadikan nilai jual

meningkat, dengan mengolah sagu menggunakan tekhnologi mesin

membuat hasil olahan menjadi bersih, putih. Hasil olahan yang putih

bersih tersebut bisa membuat nilai jual menjadi tinggi. Dengan kualitas

bahan yang baik maka sagu tersebut bisa diolah menjadi berbagai olahan

lain, olahan tersebut dijual sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomi

30

pengusaha. Untuk memasarkan sebuah olahan tentunya harus ada minat

dari pasar, minat pasar merupakan suatu ketertarikan orang yang mau

membeli barang yang diolah sehingga barang tersebut dibeli dan dijual

lagi. Apabila minat pasar terhadap olahan tersebut meningkat maka

keuntungan yang diperolah oleh masyarakat desa Kudung juga meningkat.

Untuk meningkatkan minat pasar terhadap hasil olahan maka pengusaha

harus rajin menawarkan hasil tersebut sehingga diketahui pasar.

Masyarakat desa Kudung khususnya masyaarakat melayu yang

menjadi pengusaha sagu mengakui tentang bagaimana minat pasar

terhadap hasil olahan sagu tersebut, karena sebagian olahan tersebut

dipasarkan di daerah Lingga yang mayoritas penduduknya orang melayu

dan mengetahui olahan dari sagu, serta olahan tersebut sangat banyak

diminati oleh masyarakat melayu.

Sebuah usaha akan sulit berkembang apabila para penggusaha tidak

bisa menemukan berbagai inovasi untuk meningkatkan hasil jual. Inovasi

dapat bersumber dari adanya peluang-peluang sebagai berikut;

1. Penelitian dan Pengembangan

2. Keberhasilan/kegagalan

3. Penolakan pelanggan

4. Kebutuhan, keinginan, dan daya beli masyarakat

5. Persaingan

6. Perubahan demografi

7. Perubahan selera

31

8. IPTEK baru (http://www.infokursus.net)

Untuk mengembangkan sebuah usaha yang dimiliki pengusaha sagu

desa Kudung mengukur dari keberhasilan dan kegagalannya dalam

menjual hasil produksi yang dijadikan oleh mereka sebuah inovasi baru.

Produk inovasi tersebut dapat sama tetapi dengan perbedaan spesifikasinya

seperti dari bahan sagu dijadikan produk produk yang berbahan sagu

lainnya seperti sagu lenggang, keripik sagu dll. Masyarakat juga melihat

pasar sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan daya beli masyarakat.

Inovasi ini dapat bersumber dari memperhatikan kebutuhan, keinginan dan

daya beli masyarakat. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa

masyarakat desa Kudung telah melakukan pengembangan usaha sagu

menjadi sesuatu hal yang baru, dibantu dengan menggunakan tekhnologi

mesin sehingga usaha yang dimiliki semakin berkembang.

d. Tantangan dalam berwirausaha

Memulai wirausaha memang bukan hal yang mudah. Berbagai

tantangan dan masalah pasti akan terus membayangi ketika masyarakat

berniat mengawalinya. Meskipun keuntungan dalam berwirasuaha

menggiurkan, tapi ada saja berbagai kendalayang harus dihadapi dalam

bisnis tersebut, seperti masalah permodalan, pemasaran, bahan baku dll.

Memulai dan mengoperasikan bisnis sendiri membutuhkan kerja keras,

menyita banyak waktu dan membutuhkan kekuatan emosi.

Kemungkinan gagal dalam bisnis adalah ancaman yang selalu ada bagi

wirausaha, tidak ada jaminan kesuksesan. Wirausaha harus menerima

32

berbagai resiko berhubungan dengan kegagalan bisnis. Tantangan berupa

kerja keras, tekanan emosional, dan risiko meminta tingkat komitmen dan

pengorbanan jika kita mengharapkan mendapatkan keuntungan.

Dalam berwirausaha masyarakat melayu desa Kudung tentunya

memiliki berbagai tantangan dihadapi oleh masyarakat desa Kudung

khususnya masyarakat melayu yang membuka usaha sagu yaitu masalah

permodalan. Minimnya permodalan yang dimiliki masyarakat membuat

mereka tidak bisa mengembangkan usaha bertambah menjadi besar. Usaha

memang tak dapat berjalan jika tak ada modal. Hal inilah yang sering

menjadi hambatan besar bagi para wirausaha.

Kurangnya akses ke layanan pinjaman ini membuat para wirausaha

sagu di desa Kudung merasa jadi terbatas ruang geraknya. Padahal banyak

cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan modal usaha, misalnya

dengan mengajukan pinjaman ke bank, atau ke koperasi yang memiliki

bunga yang rendah. Wirausaha mengharapkan hasil yang tidak hanya

mengganti kerugian waktu dan uang yang diinvestasikan tetapi juga

memberikan keuntungan yang pantas bagi resiko dan inisiatif yang mereka

ambil dalam mengoperasikan bisnis mereka sendiri. Dengan demikian

keuntungan berupa laba merupakan motifasi yang kuat bagi wirausaha.

Berbagai kendala yang dihadapi oleh pengusaha sagu desa Kudung

tentu mereka harus bisa mencari jalan keluar terhadap pemecahan masalah

tersebut yang merupakan tanggung jawab terpenting para wirausahawan.

Pemecahan masalah itu merupakan kegiatan yang amat penting di dalam

33

usaha atau bisnis. Keterampilan yang diperoleh para wirausahawan, akan

menjadi bekal di dalam pemecahan masalah dalam kegiatan usaha atau

bisnis.

Meskipun banyak persoalan tidak mempunyai pemecahan masalah

yang benar, namun keputusan terakhir untuk menentukan pemecahan

masalah yang paling baik terserah kepada para wirausahawan sendiri.

Pemecahan masalah dan cara penyelesaiannya dalam usaha atau bisnis,

sebenarnya tidak begitu sukar jika seorang wirausahawan sudah banyak

pengalaman di dalam lingkungan usaha atau bisnisnya.

Jika persoalan-persoalan sudah ditentukan dan semua informasi serta

permasalahan sudah dikumpulkan, seorang wirausahawan harus

mengidentifikasi semua cara pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan.

Seorang wirausahawan harus memandang sebuah permasalahan dari

pelbagai sudut dan mencari cara baru untuk memecahkan masalahnya.

Adapun pemecahan masalah untuk menyelesaikan kendala yang di hadapi

oleh pengusaha sagu desa Kudung dilakukan dengan cara meminjam

modal untuk perkembangan usaha mereka.

Di dalam berwirausaha masalah yang tidak kalah rumit untuk

diselesaikan yaitu masalah persaingan, Munculnya persaingan dalam

berwirausaha merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Dengan adnaya

persaingan, maka wirausahawan dihadapkan pada berbagai peluang dan

ancaman baik yang berasal dari luar maupun dari dalam yang akan

memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kelangsungan hidup

34

usaha. Untuk itu setiap wirausaha dituntut untuk selalu mengerti dan

memahami apa yang terjadi dipasar dan apa yang menjadi keinginan

konsumen, serta berbagai perubahan yang ada di lingkungan bisnis

sehingga mampu bersaing lainnya dan berupaya untuk meminimalisasi

kelemahan-kelemahan dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki.

Ketika para wirausaha menghadapi berbagai kendala yaitu yang berupa

persainagan persaingan, kemungkinan besar rasa putus asa bisa muncul

dalam diri pengusaha tersebut. Namun, apabila keputusan tidak diimbangi

dengan semangat yang tinggi maka usaha tersebut akan musnah atau

bangkrut dengan sendirinya. Pengusaha sagu desa Kudung mengakui

walaupun mereka menghadapi berbagai kendala dalam berwirausaha

namun mereka harus tetap bertahan.

Persaingan yang kerab muncul pada pengusaha sagu khususnya

masyarakat melayu di desa Kudung yaitu persaingan harga, Dengan

demikian parawirausaha dituntut untuk memilih, menetapkan strategi yang

dapat digunakan untuk menghadapi persaingan. Adapun cara yang

dilakukan oleh pengusaha sagu desa Kudung dalam dalam menghadapi

persaingan harga yaitu masyarakat desa Kudung menekankan pada

kualitas barang, kualitas barang sangat menetukan harga jual, pelanggan

atau agent selalu memilih kualitas barang, dengan kualitas sagu yang

bagus, putih bersih, akan membuat harga jual menjadi tinggi dan ketika

dijual dipasaran tidak aka nada penolakan yang dilakukan oleh agent. Para

wirausaha dituntut untuk mempertahan kualitas barang apabila mereka

35

mengginginkan harga jual di pasar tidak menurun adapun cara pengusaha

sagu dalam mempertahankan kualitas barang pengusaha sagu di desa

Kudung sangat memperhatikan masalah penggelolaan yang dilakukan,

karena apabila pengololaan dilakukan dengan teliti maka kualitas barang

yang dihasilkan juga akan bagus, dan hal tersebut tidak akan mengurangi

persaingan harga jual di pasar. Mempertahankan kualitas barang juga

merupakan salah satu cara dalam menarik minat pelanggan untuk tetap

membeli hasil produksi.

Keberhasilan para wirausaha tergantung kepada bagaimana mereka

bisa menghadapi berbagai tantangan dalam berwirausaha, didalam

berwirausaha terdapat berbagai persaigan dan kendala yang sudah lumrah

terjadi, sehingga pengusaha dituntut untuk jeli dalam mengambil peluang

dan menghadapi berbagai tantangan. Salah satu faktor yang menentukan

tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan menurut Lupiyoadi (2001,

hal : 147) adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan

kepada pelanggan.

Kemampuan pemberian pelayanan kepada pelanggan merupakan suatu

cara yang dilakukan oleh pengusaha sagu di desa Kudung khususnya

masyarakat melayu dalam menarik mint pasar, salah satu tantangan yang

di hadapi oleh masyarakat desa Kudung yaitu masalah persaingan, untuk

menanggani masalah persaingan pasar masyarakat telah melakukan

pelayanan yang baik kepada pelanggan yaitu dengan selalu menjaga

36

kualitas barang yang akan dijual sehingga para pelanggan tidak melirik

untuk membeli hasil produksi kepada penggusaha lainnya.

Dalam menghadapi tantangan dapat disimpulkan bahwa pengusaha

sagu di Desa Kudung khususnya masyarakat melayu telah mampu

menghadapi berbagai kendala dan persaingan, masyarakat tidak mudah

menyerah dalam mempertahan dan mengembangkan usaha yang mereka

miliki sehingga usaha tersebut bisa bertahan sampai saat ini.

I. PENUTUP A. Kesimpulan

Euenterpreneurship merupakan sebuah istilah yang diartikan sebagai

kewirausahaan.Masyarakat desa Kudung yang membuka usaha lebih pada

usaha pengolahan sagu, selain masyarakat pribumi masyarakat yang

berasal dari etnis Tionghua juga memiliki usaha sagu di desa tersebut.

Masyarakat pribumi pada awalnya bermatapencaharian sebagai nelayan

merubah nasip dalam segi perekonomian dengan berpindah ke wirausaha.

Masyarakat desa Kudung khususnya masyarakat pribumi memiliki

semangat kewirausahaan yang sangat tinggi, hal tersebut dibuktikan

dengan berbagai kendala yang mereka hadapi terutama masalah

permodalan yang dibandingkan dengan masyarakat Tionghua jauh tidak

memadai, serta kendala kendala lainnya seperti kondisi pabrik, tenaga

kerja dll namun pada diri mereka tetap terbangun semangat kewirausahaan

yang tinggi. Untuk melihat entrepreneurship masyarakat melayu di desa

Kudung dapat dilihat dari :

37

a. Masyarakat Melayu menggunakan kesempatan dalam mengolah lahan

sagu yang belum dikelola, hal tersebut di dorong atas semangat wirausaha

orang Tionghua, dan mulai menjalankan usaha milik pribadi tersebut dari

tahun 1995 sampai saat ini.

b. Masyarakat Desa Kudung melihat adanya peluang pasar dalam

berwirausaha sagu sehingga peluang tersebut dimanfaatkan untuk

membuka saha sagu dengan mengolah sagu menjadi sagu mentah serta

olahan lainnya seperti tepung sagu, keripik sagu, sagu lenggang yang

bertujuan untuk meningkatkan hasil penjualan.

c. Masyarakat lebih menggunakan alat produksi berupa mesin yang bertujan

untuk mempermudah dalam proses pengolahan

d. Tantangan yang dimaksud adalah untuk mampu menghadapi berbagai

kendala dan persaingan antara pengusaha sagu, tidak mudah menyerah

apabila mengalami berbagai kesulitan dalam menjalankan usaha, dengan

minimnya modal masyarakat selalu berusaha menutui degan menagajukan

pinjaman ke Bank.

Keempat faktor tersebut menjadi dorongan para pengusaha sagu

khususnya orang pribumi sehingga mereka sampai saat ini memiliki

semangat kewirausaan yang tinggi walaupun berbagai kendala yang

mereka hadapi, dengan lancarnya usaha yang dimiliki membuat semangat

kewirausahaan semakin tinggi pula.

38

B. Saran

1. Diharapkan kepada para pengusha sagu di Desa Kudung khususnya

masyarakat pribumi agar tetap mempertahankan semangat wirausaha yang

telah mereka miliki, walaupun banyak yang menggangap bahwa orang

Tionghualah yang lebih pandai dalam berwirausaha, bamun hal tersebut

tidak bolah dijadikan sebagai penurun semangat untuk berwirausaha

sebaliknya jadikan sebagai pendorong bahwa tidak hanya orang Tionghua

saja yang memilki segala akses yang bisa maju dalam berwirausaha

masyarakat pribumi dengan tekat yang kuat pasti juga bisa.

2. Kepada pemerintah diharapkan bisa memberi bantuan kepada para

pengusaha pengusaha yang kekurangan modal atau akses, agar mereka

bisa membuka usaha semaksimal mungkin, misalnya seperti akses

transformasi yang tidak mereka miliki atau peminjaman modal untuk para

pengusaha.

39

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Ishak dan H. Tanjung, 2002. Manajemen Motivasi, Jakarta : Grasindo

Ahmadi Rulam, 2005 ,Memahami Metode Penelitian Kualitatif. Malang : Universitas

Negeri Malang

Abidin, Zainal. 2010. Analisis Pengaruh Keandalan dan Etos Kerja Terhadap

Pelayanan Publik Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. Medan: USU

Drs. Heryanto Sindung M.Si, 2011. Sosiologi Ekonomi, Jogyakarta : Ar- Ruzz Media

Hisrich, Robert D, Peters, Michael P, dan Sheperd, Dean A, 2008, Kewirausahaan,

New York: Penerbit Salemba Empat. Irawan, Prasetya, 2006, Penelitian Kualitatif & Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.

Jakarta: DIA FISIP UI.

Istijanto, 2005. Riset Sumber Daya Manusia, Cara Praktis Mendeteksi Dimensi

Dimensi Kerja Karyawan, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Kasmir, 2010, Kewirausahaan, Jakarta: RajaGrafindo Persada Lupiyoadi, Rambat, 2001, Manajemen Pemasaran Jasa, Edisi Pertama,

SalembaEmpat, Jakarta. Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosda

Karya.

Prof. Dr. H.S. Hasan Hamid, M.A, 2009, Pengantar Ilmu Sosial (Sebuah Kebijakan

Pendekatan Struktural), Jakarta: Bumi Aksara

Rachbini, D.J. (2001), Pengembangan Ekonomi & Sumber Daya Manusia,

Penerbit Grasindo , Jakarta. Silalahi, Ulber, 2010, Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama Sugiyono. 2009, Metode Penelitian Pendidikan,Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D.Bandung:Alfabeta

Yusuf, Nasrullah. 2006, Wirausaha dan Usaha Kecil, Jakarta; Modul PTKPNF

Depdiknas. Winarto V , 2003, Entrepreneurship : Semangat untuk memberikan solusi bagai

masyarakat, Artikel http;//www.e-psikologi.com/pengembangan/rls

Internet : http: //id. wikipedia .org /wiki/tionghoa-indonesia) di akses tanggal 02 juni 2015

http://www.infokursus.net/download/0206101221BUKU_3_MODUL_2_KONSEP_ DASAR_KEWIRAUSAHAAN.pdf (di akses 13 oktober 2015)