enhalus acoroides di perairan pulau … · nip. 196112011987032002 nip. 196311201993031002 ... m.sc...

51
SINTASAN DAN PERTUMBUHAN SEMAIAN LAMUN Enhalus acoroides DI PERAIRAN PULAU BARRANGLOMPO SKRIPSI Oleh: JESZY PATIRI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: ledien

Post on 31-Mar-2018

219 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

i

SINTASAN DAN PERTUMBUHAN SEMAIAN LAMUN Enhalus acoroides DI PERAIRAN PULAU

BARRANGLOMPO

SKRIPSI

Oleh:

JESZY PATIRI

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2013

ii

SINTASAN DAN PERTUMBUHAN SEMAIAN LAMUN Enhalus acoroides DI PERAIRAN PULAU

BARRANGLOMPO

Oleh:

JESZY PATIRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin

JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2013

iii

ABSTRAK

JESZY PATIRI L111 09 282. Sintasan dan Pertumbuhan Semaian Lamun Enhalus acoroides di Perairan Pulau Barranglompo, dibimbing oleh Rohani Ambo Rappe sebagai Pembimbing Utama dan Inayah Yasir sebagai Pembimbing Anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan dan suhu

penyimpanan yang berbeda pada pembibitan lamun Enhalus acoroides di

laboratorium terhadap tingkat kelangsungan hidup (sintasan) dan

pertumbuhannya pada saat ditanam di habitat alaminya. Hasil penelitian

diharapkan dapat menjadi data dan informasi bagi mereka yang akan melakukan

upaya restorasi padang lamun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Desember 2012 sampai Mei 2013. Pengukuran laju pertumbuhan dilakukan

setiap minggu selama 8 minggu. Tingkat kelangsungan hidup (sintasan) lamun

dilakukan dengan menghitung jumlah individu lamun Enhalus acoroides yang

masih hidup di akhir pengamatan. Hasil analysis of varians menunjukkan bahwa

lama penyimpanan benih yang optimum agar semaian lamun Enhalus acoroides

pada habitat asalnya tetap dapat bertumbuh dengan baik adalah maksimal 5

hari. Benih yang disimpan selama 2 hari pada suhu yang berbeda (kamar dan

refrigerator) tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata untuk

pertumbuhan dan sintasan semaian saat ditanam di habitat alaminya.

Kata kunci : Enhalus acoroides, laju pertumbuhan, sintasan, suhu, lama penyimpanan

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Sintasan dan Pertumbuhan Semaian Lamun Enhalus

acoroides Di Perairan Pulau Barranglompo

Nama Mahasiswa : Jeszy Patiri

Nomor Pokok : L111 09 282

Jurusan : Ilmu Kelautan

Skripsi telah diperiksa

dan disetujui oleh :

Pembimbing Utama,

Dr. Ir. Rohani Ambo Rappe, M.Si NIP. 19690913 199303 2004

Pembimbing Anggota,

Dr. Inayah Yasir, M.Sc NIP. 19661006 199202 2001

Mengetahui :

Dekan Ketua Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP Dr.Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si NIP. 196112011987032002 NIP. 196311201993031002

Tanggal Lulus: 2013

v

RIWAYAT HIDUP

Jeszy Patiri dilahirkan pada tanggal 01 Mei 1991 di Makale,

Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Anak pertama dari

tiga bersaudara, dari pasangan Ayahanda Joni Patiri. T,

S.Sos dan Ibunda Helena Juli. M. Penulis menyelesaikan

pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Nuri Manis Nabire,

Papua pada tahun 1997, melanjutkan Sekolah Dasar di SD

Inpres Nabarua Nabire, lulus pada tahun 2003, melanjutkan ke Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Nabire, lulus pada tahun 2006, selanjutnya

melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Nabire dan lulus

pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima di Perguruan Tinggi

Universitas Hasanuddin Makassar, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,

Jurusan Ilmu Kelautan melalui jalur SNMPTN.

Selama menjadi mahasiswa Ilmu Kelautan penulis menjadi asisten

dibeberapa mata kuliah dibidang Botani Laut, Ekologi Perairan dan Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Laut. Dibidang keorganisasian penulis pernah menjabat

sebagai divisi pendanaan Marine Science Diving Club Universitas Hasanuddin

(MSDC-UH) periode 2012/2013 dan penulis pernah bergabung di Persekutuan

Mahasiswa Kristen Universitas Hasanuddin (PERMAKRIS-UH).

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir yaitu Kuliah Kerja Nyata

Profesi (KKNP) di Desa Mattongang-tongang, Kec. Mattirosompe, Kab Pinrang

pada periode Juni-Agustus 2012. Penulis melakukan penelitian di Pulau

Barranglompo, Kec. Ujung Tanah, Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada tahun

2013.

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas

kasih setia-Nya sehingga penulis masih diberikan kekuatan, kesehatan, hikmat

dan kemampuan dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Sintasan dan

Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides Di Perairan Pulau Barranglompo”

sebagai salah satu syarat kelulusan di Jurusan Ilmu Kelautan Universitas

Hasanuddin.

Selama melaksanakan penelitian hingga laporan akhir ini, penulis banyak

menerima bantuan, nasehat, bimbingan, arahan, motivasi dan doa yang selalu

mengiringi penulis selama masa studi hingga akhir penelitian. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih dengan segala

ketulusan dan kerendahan hati kepada :

1. Ibunda tercinta Helena Juli. M dan Ayahanda tercinta Joni Patiri. T,

S.Sos yang telah tulus dan ikhlas membesarkan dengan penuh kasih

sayang, memberikan perhatian, mendukung dan mendoakan penulis

selama ini,

2. Ibu Dr. Ir. Rohani AR., M.Si selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr.

Inayah Yasir, M.Sc selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing, mengarahkan, memberi saran, nasehat

serta dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini,

3. Bapak Syafiuddin, M.Si, Dr. Khairul Amri, ST, M.Sc.Stud dan Dr. Muh.

Banda Selamat, S.Pi, MT selaku penguji yang telah memberikan kritik

dan sarannya selama seminar proposal, seminar hasil dan ujian meja

yang sangat membantu dalam penyempurnaan penulisan laporan akhir

ini,

vii

4. Bapak Dr. Mahatma, ST, M.Sc dan Bapak Benny A.J. Gosari, S.Kel,

M.Si selaku penasehat akademik yang selama ini telah memberi

motivasi, perhatian dan masukan kepada penulis,

5. Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu

Kelautan yang telah memberikan saran,

6. Seluruh Dosen Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin yang telah

memberikan banyak ilmu dan pengalaman serta motivasi kepada penulis

7. Adik-adikku tercinta Lowry Patiri dan Indra Patiri atas kasih sayang,

semangat, dukungan dan motivasi kepada penulis

8. Saudara-saudaraku tercinta Kakak Anda, Kakak Geby, Kakak Penny,

Anette, Sylva, Ijher, Oscar, Henrik, Mei dan Valent atas nasehat,

semangat, motivasi dan doa yang selalu diberikan kepada penulis,

9. Tim lapangan pada saat penelitian Steven, Nurhikmah, Hasanah, Nur

Tri Handayani, Mochyudho Eka Prasetya, Sry Swarni, Jumniaty. S,

Nurwahidah, Tarsan dan Eko Yunianto atas bantuan, tenaga dan

waktunya

10. Teman-temanku tersayang angkatan 09 (Koslet) : Nurzahraeni,

Musdalifah, Eka Lisdayanti, Azmi Utami Putri, Nurfadilah, Novi,

Mayang dan teman-teman yang tidak dapat penulis tuliskan satu

persatu. Terima kasih atas kebersamaannya, motivasi, bantuan dan

semangat selama penulis berada di Jurusan Ilmu Kelautan

11. Kakak Senior Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin yang telah

memberikan semangat dan nasehat kepada penulis

12. Daeng Sempo yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama

penelitian di Pulau Barranglompo

viii

13. Seluruh Staf Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas

Hasanuddin yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu. Terima

kasih atas bantuannya dalam pengurusan administrasi penulis selama

penulis menjalani studi hingga penyelesaian tugas akhir ini,

14. Semua pihak yang telah membantu penulis selama penulis masih

menjalani studi hingga penyelesaian laporan akhir ini.

Selama penulisan skripsi ini, penulis merasa masih banyak kekurangan.

Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam

penyempurnaan skripsi ini. Penulis mengharapkan semoga skripsi yang memiliki

banyak kekurangan ini dapat berguna dalam memberika informasi bagi pembaca

khususnya para mahasiswa Ilmu Kelautan.

Penulis

Jeszy Patiri

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Tujuan dan Kegunaan ......................................................................... 3

C. Ruang Lingkup ................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 4

A. Tinjauan Umum Lamun ....................................................................... 4

B. Faktor Pembatas dalam Pertumbuhan Enhalus acoroides .................. 6

1. Suhu ............................................................................................... 6

2. Salinitas ......................................................................................... 6

3. Kecepatan Arus .............................................................................. 7

4. Kedalaman ..................................................................................... 7

5. Substrat .......................................................................................... 7

6. Nutrien ........................................................................................... 8

C. Pertumbuhan Semaian Lamun Enhalus acoroides ............................. 9

D. Penyimpanan Benih .......................................................................... 10

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 12

A. Waktu dan Tempat .............................................................................. 12

B. Alat dan Bahan .................................................................................... 13

C. Prosedur Penelitian ............................................................................ 13

1. Persiapan ....................................................................................... 13

2. Persediaan Bibit .............................................................................. 13

3. Penanaman Semaian Enhalus acoroides ....................................... 14

4. Pengukuran Parameter Oseanografi .............................................. 15

5. Pengukuran Pertumbuhan dan Sintasan Enhalus acoroides ......... 18

D. Analisis Data ...................................................................................... 19

x

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 20

A. Laju Pertumbuhan Daun Lamun Enhalus acoroides ........................... 20

1. Laju Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides dengan Lama

Penyimpanan pada Suhu Kamar .................................................... 20

2. Laju Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides yang Disimpan pada

Suhu yang Berbeda dengan Lama Penyimpanan 2 Hari ................ 21

B. Sintasan Lamun Enhalus acoroides ................................................... 22

1. Lama Penyimpanan yang Berbeda pada Suhu Kamar .................. 22

2. Suhu yang Berbeda pada Lama Penyimpanan 2 Hari .................... 24

C. Pola Panjang Daun Lamun Enhalus acoroides ................................... 25

1. Pola Panjang Daun dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda pada

Suhu Kamar ................................................................................... 26

2. Panjang Daun Lamun dengan Lama Penyimpanan yang Sama pada

Suhu Refrigerator .......................................................................... 28

D. Kondisi Oseanografi Perairan ............................................................. 30

1. Suhu ............................................................................................... 30

2. Salinitas ......................................................................................... 31

3. Kecepatan Arus .............................................................................. 31

4. Kedalaman ..................................................................................... 32

5. Substrat .......................................................................................... 32

6. Nitrat dan Fosfat pada Kolom Perairan ........................................... 33

V. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 36

A. Simpulan ............................................................................................. 36

B. Saran................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 37

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Rerata Semaian Lamun Enhalus acoroides Sebelum Dibawa Ke Pulau Barranglompo ........................................................................................... 14

2. Hasil Pengukuran Parameter Oseanografi ................................................. 30 3. Nilai Konsentrasi Nitrat dan Fosfat pada Kolom Perairan ........................... 34

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Enhalus acoroides (Den Hartog, 1970) .............................................................. 5

2. Peta Lokasi Penanaman Semaian Lamun Enhalus acoroides . .......................... 12

3. Posisi Tegakan Lamun Dalam Transek ............................................................. 15

4. Rerata Laju Pertumbuhan Daun Enhalus acoroides pada Lama Penyimpanan

Biji yang Berbeda ............................................................................................. 20

5. Rerata Laju Pertumbuhan Daun Enhalus acoroides dari Benih yang Disimpan Selama 2 Hari pada Suhu yang Berbeda .......................................................... 22

6. Rerata Sintasan Lamun Enhalus acoroides yang Berasal dari Benih yang

Disimpan pada Suhu Kamar dengan lama Penyimpanan yang Berbeda ........... 23

7. Rerata Sintasan Lamun Enhalus acoroides dari Benih yang Disimpan pada Suhu yang Berbeda dengan Lama Penyimpanan 2 Hari .................................... 25

8. Grafik Panjang Daun Enhalus acoroides pada Lama Penyimpanan yang

berbeda pada Suhu Kamar ............................................................................... 26

9. Panjang Daun Enhalus acoroides dengan Lama Penyimpanan 2 Hari pada Suhu Refrigerator ............................................................................................. 29

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Rata-rata Laju Pertumbuhan Enhalus acoroides dengan Lama Penyimpanan

yang Berbeda pada Suhu Kamar ...................................................................... 41

2. Rara-rata Sintasan Enhalus acoroides dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda pada Suhu Kamar ............................................................................... 43

3. Perbandingan Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Sintasan Enhalus acoroides dengan Lama Penyimpanan 2 Hari pada Suhu yang Berbeda ........................... 44

4. Pengukuran Kecepatan Arus ............................................................................ 45

5. Analisis Substrat ............................................................................................... 45

6. Hasil uji Analysis of varians (ANOVA) pada Laju Pertumbuhan Enhalus

acoroides yang Disimpan pada Lama Penyimpanan yang Berbeda.................... 46

7. Hasil uji Analysis of Varians (ANOVA) Pada Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides yang Disimpan pada Lama Penyimpanan yang Berbeda .... 47

8. Hasil Uji T-Student pada Laju Pertumbuhan antara Enhalus acoroides yang

Disimpan pada Suhu Kamar dan Suhu Refrigerator .......................................... 48

9. Hasil Uji T-Student pada Tingkat Kelangsungan Hidup antara Enhalus acoroides yang Disimpan pada Suhu Kamar dan Suhu Refrigerator ................. 49

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga yang mampu beradaptasi

untuk hidup terendam di dalam air di daerah mid-intertidal pada kedalaman 60 m.

Tumbuhan ini merupakan sumber utama produktivitas primer yang sangat tinggi

di perairan dangkal di seluruh dunia. Daun lamun juga berfungsi sebagai

pelindung bagi organisme laut dari pengaruh cahaya matahari yang kuat

(Nybakken, 1992). Padang lamun merupakan hamparan tumbuhan lamun yang

menutupi suatu area laut dangkal yang dapat terbentuk dari satu jenis lamun saja

(monospesifik) atau lebih (mixed vegetation) dengan kerapatan yang padat atau

pun jarang (Azkab, 2006).

Ekosistem padang lamun berperan penting, baik bagi organisme yang

hidup di padang lamun sendiri maupun organime yang hidup di luar padang

lamun bahkan juga berperan penting bagi manusia. Ekosistem padang lamun

memiliki beberapa fungsi ekologi, yaitu sebagai habitat dan tempat pemijahan

bagi beberapa organisme laut, sebagai pengikat sedimen dan dapat

menstabilkan substrat yang lunak dan sebagai peredam gelombang (Den Hartog,

1977).

Keberadaan ekosistem padang lamun saat ini banyak mengalami

ancaman. Ancaman itu dapat berupa ancaman alami atau ancaman dari

aktivitas manusia (antropogenik). Ancaman alami dapat berupa meletusnya

gunung berapi yang mengakibatkan debu dan sedimen yang dapat memengaruhi

kecerahan perairan, tsunami yang merusak dasar perairan dan pemangsaan

oleh organisme herbivora. Kegiatan manusia yang dapat mengancam ekosistem

lamun seperti keberadaan pembuatan pelabuhan, pencemaran oleh limbah

industri, reklamasi pantai, pembuangan jangkar kapal dan baling-baling perahu

2

nelayan yang melewati padang lamun pada saat daerah surut menyebabkan

terangkatnya rhizoma dan akar lamun (Tuwo, 2011).

Upaya yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi-fungsi lamun tersebut

adalah dengan kegiatan restorasi. Restorasi merupakan salah satu strategi

pengelolaan yang efektif dan berkelanjutan untuk membantu pemulihan

kerusakan padang lamun. Kegiatan restorasi yang selama ini banyak dilakukan

adalah dengan melakukan transplantasi. Kegiatan restorasi dengan

menggunakan transplantasi akan membutuhkan donor lamun yang banyak

sehingga akan berpengaruh pada daerah pengambilan donor. Untuk

menghindari hal tersebut, beberapa negara melakukan upaya restorasi dengan

menggunakan tumbuhan lamun dari semaian yang terkontrol (Phillips &

Thorhaug 1974 dalam Azkab 1999).

Daerah pengambilan buah yang digunakan dalam proses pembibitan tidak

selamanya dekat dengan lokasi pembibitan sehingga perlu dilakukan

penyimpanan buah. Buah lamun yang diambil dari alam sangat rentan terhadap

kerja bakteri dan jamur pada saat penyimpanan sehingga mudah terjadi

pembusukan (personal observation). Oleh karena itu suhu diduga berperan

dalam mencegah proses kerja bakteri dalam pembusukan buah /biji lamun

tersebut. Hasil penelitian Nurhikmah (2013) memperlihatkan bahwa suhu dan

lama penyimpanan buah Enhalus acoroides berpengaruh terhadap

pembibitannya pada skala laboratorium, dimana penyimpanan pada suhu rendah

(refrigerator) dan dalam jangka waktu lebih lama (maksimum 11 hari) tidak

menghasilkan bibit yang dapat tumbuh menjadi semaian. Penyimpanan buah

pada suhu ruangan dengan lama penyimpanan yang lama, juga memperlihatkan

hasil yang kurang baik terhadap pertumbuhan bibit lamun tersebut.

Pada penelitian ini, bibit yang dihasilkan dari pembibitan di laboratorium

dengan perlakuan suhu dan lama penyimpanan yang berbeda tersebut, dibawa

3

ke habitat alami di perairan Pulau Barranglompo untuk ditanam dan dilihat

pertumbuhan dan sintasannya. Hal ini penting untuk melihat keberlanjutan dari

percobaan pembibitan yang telah dilakukan di laboratorium, agar dapat diketahui

potensi penggunaannya pada kegiatan restorasi di lapangan.

Adapun hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini yaitu tidak ada

perbedaan pertumbuhan dan sintasan semaian Enhalus acoroides yang

dihasilkan dari pembibitan dengan suhu dan lama penyimpanan yang berbeda

pada saat ditumbuhkan di habitat alami

B. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lanjutan dari lama dan

suhu penyimpanan bibit lamun Enhalus acoroides yang telah disemaikan di

laboratorium selama 2 bulan, terhadap tingkat kelangsungan hidup dan

pertumbuhannya pada saat ditanam di habitat alaminya.

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber data dan

informasi untuk upaya restorasi padang lamun utamanya dalam hal

penyimpanan benihnya.

C. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada beberapa parameter, yaitu :

1. Pertumbuhan semaian lamun meliputi panjang daun

2. Tingkat kelangsungan hidup semaian lamun Enhalus acoroides

3. Parameter oseanografi meliputi kecepatan arus, kedalaman dan substrat

4. Parameter kualitas air meliputi nitrat, fosfat, suhu dan salinitas.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang hidup

di dalam air laut yang memiliki daun, akar, batang rimpang (rhizoma), buah dan

berkembangbiak dengan biji (Den Hartog, 1977). Ekosistem padang lamun

merupakan habitat penting di daerah beriklim tropis. Ekosistem padang lamun

memiliki fungsi ekologi bagi masyarakat pesisir yaitu sebagai sumber utama

produktivitas primer di perairan dangkal, sebagai sumber makanan bagi

organisme yang hidup di padang lamun, sebagai habitat bagi sebagian

organisme laut, sebagai perangkap sedimen dan menstabilkan substrat yang

lunak dengan sistem perakarannya yang kuat serta sebagai pelindung, daerah

asuhan dan tempat pemijahan bagi beberapa spesies ikan (Nybakken, 1992).

Di Indonesia ditemukan 12 jenis lamun dari 60 jenis lamun yang ada di

dunia. Dua belas jenis ini berasal dari dua familia, yaitu familia Hydrocharitaceae

dan familia Cymodoceaceae dapat ditemukan di Indonesia (Green dan Short,

2003 dan Tomascik et al., 1997). Dari seluruh jenis lamun yang ada di

Indonesia, Enhalus acoroides merupakan lamun yang berukuran paling besar

dengan pertumbuhan yang lambat dan tersebar hampir di seluruh perairan laut

Indonesia. Di perairan, lamun Enhalus acoroides dapat membentuk padang

lamun tunggal (monospesifik) maupun padang lamun campuran dengan jenis

lamun yang lain (Tomascik et al., 1997). Lamun Enhalus acoroides memiliki

perakaran yang kuat sehingga dapat berfungsi sebagai pengikat sedimen dan

juga dapat menyerap nutrien yang terdapat di dalam substrat (Susetiono, 2004).

Enhalus acoroides memiliki helaian daun yang lurus, kaku dan panjang

lebih dari 50 cm serta lebar lebih dari 1,5 cm dan berbentuk seperti pita

(Susetiono, 2004). Ujung daun membulat dan terkadang agak bergerigi.

5

Rhizomanya menancap dalam substrat dan berukuran besar dengan diameter

dapat mencapai 1,5 cm. Bagian rhizoma ditutupi oleh serabut hitam yang rapat

yang berasal dari hasil pembusukan daun tuanya (bristle) (Den Hartog, 1970).

Daun Enhalus yang besar dijadikan tempat berlindung bagi organisme terutama

bagi epifauna dan infauna dari kekeringan dan sengatan matahari.

Enhalus acoroides dapat bereproduksi secara seksual dan aseksual.

Reproduksi seksual pada lamun Enhalus acoroides berbeda dengan reproduksi

seksual pada jenis lamun lainnya,

Bunga Enhalus acoroides disembulkan ke permukaan air untuk melakukan

penyerbukan. Proses penyerbukan ini dikontrol oleh periode pasang surut (King

et al., 1990). Bunga jantan bertangkai pendek lurus, bunga betina bertangkai

lurus ke atas. Saat terjadi pembuahan tangkai bunga berubah berlekuk seperti

spiral. Buah berukuran besar dengan permukaan luar berambut tebal. Jumlah

biji dalam satu buah bervariasi antara 8-12 biji (Gambar 1).

Gambar 1. Enhalus acoroides (Den Hartog, 1970)

6

Klasifikasi Enhalus acoroides (Den Hartog, 1970) :

Kingdom: Plantae

Divisio: Angiospermae

Classis: Liliopsida

Ordo: Hydrocharitales

Familia: Hydrocharitaceae

Genus: Enhalus

Species: Enhalus acoroides

B. Faktor Pembatas dalam Pertumbuhan Enhalus acoroides

Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun,

antara lain suhu, salinitas, substrat, nitrat, fosfat, kedalaman dan kecepatan arus.

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan lamun dan kelangsungan hidup lamun. Perubahan suhu terhadap

kehidupan lamun dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara

dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25-30°C, fotosintesis akan

meningkat dengan meningkatnya suhu (Hutomo, 1999).

Dharmayanthi (1989) dalam Faiqoh (2006) menemukan padang lamun

Enhalus acoroides tumbuh pada suhu antara 26-27oC di pulau Lima, Banten

sedangkan Erftemeijer (1993) menemukan Enhalus acoroides hidup pada suhu

26,5-32,5oC dan pada bagian perairan yang dangkal, Enhalus acoroides dapat

mentolerir suhu 38oC saat air surut pada siang hari.

2. Salinitas

Lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas,

namun sebagian besar memiliki kisaran salinitas yang lebar yaitu 10-40‰

(Hutomo, 1999). Nilai salinitas yang optimum untuk lamun adalah 35‰. Akibat

dari penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis lamun

7

(Dahuri, 2001). Hasil penelitian Lanuru (2011) yaitu Enhalus acoroides dapat

hidup pada kisaran salinitas antara 28-32‰ di Pulau Lae-Lae, Makassar.

3. Kecepatan Arus

Arus mempunyai peranan dalam pendistribusian suhu dan salinitas. Pola

arus yang berubah-ubah menurut musim dan tipe pasang surut di daerah

estuaria mempengaruhi area penyebaran partikel yang terangkut oleh massa air

sungai. Arus perairan yang kecil menyebabkan daun lamun dipadati oleh alga

epifit. Lamun mempunyai kemampuan maksimal untuk menghasilkan standing

crop pada saat kecepatan arus 0,5 m/dtk (Dahuri et al., 2001 dalam Irwanto,

2010)

4. Kedalaman

Kedalaman pada perairan sangat mempengaruhi distribusi lamun secara

vertikal. Lamun dapat tumbuh pada zona intertidal hingga kedalaman 30 m.

Selain membatasi distribusi lamun, kedalaman juga mempengaruhi kerapatan

dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) dalam Hendra (2011)

mendapatkan pertumbuhan Enhalus acoroides tertinggi pada lokasi yang

dangkal

5. Substrat

Substrat merupakan medium bagi tumbuhan dalam memperoleh nutrien.

Tumbuhan lamun dapat hidup pada hampir semua substrat, baik substrat

berlumpur hingga berbatu. Namun pada umumnya tumbuhan lamun hidup pada

substrat lumpur berpasir yang tebal (Tuwo, 2011). Erftemeijer (1993)

menemukan padang lamun di kepulauan Spermonde Makassar, tumbuh pada

rataan terumbu yang didominasi oleh sedimen pecahan karang dan pasir koral

halus. Menurut Dahuri (2001), Enhalus acoroides merupakan jenis lamun yang

umum ditemukan pada sedimen halus hingga berlumpur, tetapi pada sedimen

8

sedang kasar Enhalus acoroides tetap dapat tumbuh sebab akar-akarnya

panjang dan kuat hingga mampu menyerap makanan dengan baik dan dapat

berdiri dengan kokoh.

6. Nutrien

Ketersediaan nutrien di perairan padang lamun merupakan faktor

pembatas pada pertumbuhan lamun. Nutrien dapat ditemukan pada kolom

perairan maupun dalam sedimen. Penelitian yang dilakukan oleh McRoy &

Barsdate (1970) dalam Kiswara (1995) menunjukkan bahwa lamun mempunyai

kemampuan mengambil nutrisi melalui daun dan akarnya. Elemen penting yang

diperlukan oleh lamun adalah nitrogen (N), fosfat (P) dan C-organik. N dan P

yang banyak digunakan oleh lamun adalah nitrat, ammonium dan orthofosfat

(Badria, 2007). Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan

merupakan nutrien utama pada ekosistem padang lamun (Effendi 2003 dalam

Zaldi 2010). Menurut Philips dan Menez (1988) dalam Badria (2007)

pertumbuhan lamun berasal dari daur ulang nitrogen dalam sedimen dan kolom

perairan. Rizoma dan akar lamun yang mati menambahkan kadar nitrat dalam

sedimen.

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.

Fosfor merupakan unsur esensial bagi tumbuhan sehingga unsur ini merupakan

faktor pembatas bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga akuatik serta sangat

mempengaruhi tingkat produktifitas perairan (Effendi 2003 dalam Zaldi 2010).

Menurut Mcroy et al. (1972) dalam Kiswara (1995) fosfat dalam sedimen adalah

sumber utama untuk pertumbuhan lamun. Fosfat diserap oleh akar kemudian

dialirkan ke daun dan dipindahkan ke perairan sekitarnya. Penelitian yang

dilakukan oleh Ohorella (2011) mendapatkan hasil bahwa laju pertumbuhan

Enhalus acoroides lebih tinggi pada perairan dengan konsentrasi fosfat yang

9

lebih tinggi dibandingkan pada perairan dengan kandungan fosfat yang lebih

rendah. Oleh karena itu fosfat merupakan salah satu nutrien yang dibutuhkan

oleh lamun dalam proses pertumbuhan, jadi apabila ketersediaan fosfat kurang

akan menghambat pertumbuhan lamun.

C. Pertumbuhan Semaian Lamun Enhalus acoroides

Sebagian besar pertumbuhan lamun di mulai dari bibit dan kemudian

menyebar melalui rhizoma selanjutnya muncul tunas baru sampai akhirnya

membentuk padang lamun (Reusch et al., 1999). Menurut Orth et al. (2006), biji

Enhalus acoroides tidak mempunyai periode dormancy yang berarti biji yang

dilepas tidak membutuhkan waktu yang lama untuk terapung di permukaan air

dan kemudian tenggelam ke dasar perairan dan langsung berkecambah. Oleh

karena itu, pengukuran untuk mengukur pertumbuhan semaian daun Enhalus

acoroides dapat dilakukan setelah biji yang berkecambah mengeluarkan tunas

baru.

Tingkat pertumbuhan lamun sebagian diamati hanya pada pertumbuhan

daun (Zieman, 1974; Dennison, 1990), akan tetapi menurut Short dan Duarte

(2001) pengukuran daun jarang mencerminkan pertumbuhan tanaman lamun

secara keseluruhan sehingga perlu juga dilakuan pengukuran pertumbuhan

rhizoma pada lamun. Namun pengukuran rhizoma lebih sulit dilakukan karena

berada di bawah permukaan substrat. Penelitian pertumbuhan lamun relatif lebih

mengacu pada pertumbuhan daun karena daun lamun berada di atas permukaan

substrat sehingga lebih mudah untuk diamati (Short and Coles, 2001).

Pertumbuhan panjang daun lamun dapat berbeda berdasaran umur daun.

Menurut Erftemeijer (1993), daun baru lebih aktif melakukan pertumbuhan

panjang dibandingkan dengan daun tua. Hal ini dapat berkaitan dengan

beberapa faktor pertumbuhan seperti cahaya dan unsur hara yang ada pada

perairan. Hasil penelitian Badria (2007) mendapatkan pertumbuhan daun

10

Enhalus acoroides berdasarkan umur daun yaitu daun muda 24,7 mm/hari, daun

sedang 24,0 mm/hari dan daun tua 19,5 mm/hari. Penelitian yang sama juga

dilakukan oleh Irwanto (2010) didapatkan hasil laju pertumbuhan daun muda 144

mm/hari dan daun tua 138 mm/hari.

Enhalus acoroides memiliki tipe pertumbuhan daun enhalid, dimana daun

tumbuh panjang, kaku dan berbentuk seperti ikat pinggang yang kasar. Umur

daun umumnya dapat diketahui dari keadaan meristemnya. Semakin tua daun

maka meristem akan lebih panjang dan lebar. Distribusi lamun dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain cahaya, suhu, salinitas, arus, kandungan nutrien dan

aksi gelombang. Lamun sangat sensitif terhadap kelebihan kekeruhan akibat dari

aktivitas manusia. Pertumbuhan lamun juga dipengaruhi oleh sedimentasi dan

kekeruhan perairan pantai (Atienza-Mauricio et al., 1993).

Short dan Coles (2001) mengatakan bahwa pertumbuhan lamun dapat

diukur dengan metode penandaan (baik berupa daun, rhizoma maupun tunas).

Metode penandaan pertama kali dikemukakan oleh Zieman pada tahun 1974

terhadap Thalassia testudinum dengan cara stapling leaves. Selain dengan cara

stapling leaves, teknik lain dalam metode penandaan yaitu menandai daun

dengan melubangi daun.

D. Penyimpanan Benih

Penyimpanan benih bertujuan untuk mempertahankan viabilitas benih

dalam periode simpan sepanjang mungkin, sehingga benih dapat ditanam pada

musim yang sama dilain tahun atau musim yang berlainan dalam tahun yang

sama. Masa hidup atau masa simpan benih berbagai spesies tanaman berbeda-

beda. Daya simpan benih dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan.

Faktor genetik yang mempengaruhi daya simpan benih yaitu sifat benih, viabilitas

awal benih dan kandungan air benih sedangkan faktor lingkungan yaitu suhu,

11

kelembapan, gas disekitar benih dan mikroorganisme (Sutopo 1998 dalam

Arsyad, 2003).

Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran benih selama penyimpanan

adalah cendawan dan serangga yang perkembangannya dipengaruhi oleh kadar

air benih dan suhu penyimpanan. Kemunduran benih selama penyimpanan

dapat tetap berlangsung walaupun cendawan dan serangga tidak berkembang

bila lingkungan penyimpanan tidak sesuai, seperti suhu yang rendah (Arsyad,

2003).

Daya berkecambah benih menurun seiring dengan waktu penyimpanan

karena terjadi proses kemunduran benih. Penelitian yang dilakukan Hartmann

et. al. (1997) dalam Santoso dan Purwoko (2007) mengatakan bahwa perubahan

kandungan air dalam biji dapat mengakibatkan kerusakan biji sehingga proses

perkecambahan akan terhambat. Menurut Sajad (1989) dalam Santoso dan

Purwoko (2007) bahwa semakin lama biji disimpan dalam ruangan yang tidak

dikendalikan suhu dan kelembabannya, maka biji akan kehilangan viabilitasnya.

Selain lama penyimpanan yang mempengaruhi daya pertumbuhan benih, suhu

juga menjadi faktor yang mempengaruhi daya tumbuh suatu benih. Hasil

penelitian Kusuma et.al. (2011) didapatkan bahwa propagul R. stylosa memiliki

daya berkecambah yang baik pada ruangan ber-AC dibandingkan dengan

ruangan kamar karena pada saat disimpan di ruangan ber-AC pertumbuhan akar

R. stylosa terhambat sehingga viabilitas benih R. stylosa tetap terjaga dengan

baik.

12

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Mei 2013

yang meliputi studi literatur dan persiapan alat hingga penyusunan laporan akhir.

Penyemaian benih Enhalus acoroides dilakukan di Laboratorium Biologi Laut

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin selama dua bulan

sedangkan penanaman dan pengamatan Enhalus acoroides dilakukan di Pulau

Barranglompo Kecamatan Ujung Tanah Kota Makassar selama dua bulan.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

13

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu coolbox untuk menyimpan

semaian Enhalus acoroides yang akan ditanam. Transek kuadran sebanyak 13

buah dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm yang digunakan untuk penanaman bibit lamun

serta cable ties untuk mengikat bibit lamun agar tidak lepas terbawa arus.

Kamera digital digunakan untuk mendokumentasikan kegiatan penelitian,

penggaris skala 1 mm untuk mengukur pertumbuhan panjang daun, sabak dan

alat tulis menulis untuk mencatat data pengukuran lapangan. Untuk pengukuran

data oseanografi, stopwatch dan layang-layang arus digunakan untuk

menghitung kecepatan arus, kompas untuk menentukan arah arus dan tongkat

skala untuk mengukur kedalaman perairan, thermometer digunakan untuk

mengukur suhu perairan, handrefractometer untuk mengukur salinitas perairan,

pipet tetes untuk memindahkan larutan, gelas piala sebagai wadah larutan,

spectrophotometer untuk mengukur nitrat dan fosfat.

Bahan yang digunakan adalah semaian Enhalus acoroides yang dimasukkan

kedalam coolbox yang telah terisi air, sampel air laut untuk pengukuran nitrat dan

fosfat serta tali dan besi untuk membuat transek.

C. Prosedur Penelitian

1. Persiapan

Kegiatan pada tahap ini meliputi persiapan alat yang akan digunakan di

lapangan dan pengumpulan referensi.

2. Persediaan Bibit

Buah yang diambil dari Pulau Barranglompo terlebih dahulu disemaikan di

laboratorium selama dua bulan. Benih yang tumbuh dan telah berusia dua bulan

kemudian diambil dan diukur panjang daun, panjang akar, jumlah daun, lebar

daun, diameter biji dan diameter akar sebagai panjang awal sebelum ditanam di

14

habitat asalnya. Dari 192 bibit lamun yang disemaikan di laboratorium hanya 90

bibit Enhalus acoroides yang menjadi semaian dan dapat ditanam di perairan

Pulau Barranglompo. Sembilan puluh bibit Enhalus acoroides ini terdiri dari 24

bibit dari suhu kamar dengan lama penyimpanan 2 hari, 24 bibit dari suhu

refrigerator dengan lama penyimpanan 2 hari, 24 bibit dari suhu kamar dengan

lama penyimpanan 5 hari, 15 bibit dari suhu kamar dengan lama penyimpanan 8

hari dan 3 bibit dari suhu kamar dengan lama penyimpanan 11 hari yang telah

diukur di laboratorium kemudian dimasukkan ke dalam plastik yang berisi air laut

dan dikumpulkan di dalam coolbox yang selanjutnya dibawa ke Pulau

Barranglompo.

Tabel 1. Rerata semaian lamun Enhalus acoroides sebelum dibawa ke Pulau Barranglompo

Lama Penyimpanan dan Suhu

Panjang Daun (mm)

Lebar Daun (mm)

Jumlah Daun

Panjnag Akar (mm)

Jumlah Akar

Diameter Akar (mm)

Diameter Biji (mm)

2 Hari Suhu Kamar

195,08 ± 7,33

5,50 ± 0,10

5,79 ± 0,08

80,50 ± 2,51

1,92 ± 0,06

2,69 ± 0,11

14,86 ± 0,25

2 Hari Suhu Refrigerator

143,54 ± 7,11

5,13 ± 0,09

5,96 ± 0,14

66,38 ± 2,29

1,96 ± 0,07

2,19 ± 0,06

14,03 ± 0,24

5 Hari Suhu Kamar

156,13 ± 6,21

5,04 ± 0,11

6,13 ± 0,11

75,42 ± 2,96

2,00 ± 0,10

2,18 ± 0,08

14,25 ± 0,17

8 Hari Suhu Kamar

41,67 ± 4,69

4,00 ± 0,14

4,40 ± 0,43

31,43 ± 6,91

1,29 ± 0,13

2,09 ± 0,13

14,61 ± 0,25

11 Hari Suhu Kamar

33,67 ± 10,40

3,33 ± 0,33

4,67 ± 0,88

11.33 ± 11.33

0.33 ± 0.33

0.38 ± 0.38

12,97 ± 0,57

3. Penanaman Semaian Enhalus acoroides

Penanaman semaian dilakukan dengan mengambil 24 bibit dari suhu

kamar dengan lama penyimpanan 2 hari kemudian dari 24 bibit diambil 8 bibit

dan diikatkan pada transek kuadran yang berukuran 0,5cm x 0,5cm sebagai

ulangan transek pertama. Selanjutnya diambil lagi 8 bibit dan diikatkan pada

transek kuadran lain sebagai ulangan transek kedua dan terakhir diambil lagi 8

bibit dan diikatkan pada transek kuadran lain sebagai ulangan transek ketiga.

15

Hal yang sama juga dilakukan untuk 24 bibit Enhalus acoroides dari suhu

refrigerator dan lama penyimpanan 2 hari dan 24 bibit Enhalus acoroides dari

suhu kamar dan lama penyimpanan 5 hari. Sedangkan untuk suhu kamar dan

lama penyimpanan 8 hari yang memiliki 15 bibit, hanya 5 bibit yang diikatkan

pada masing-masing transek dengan tiga ulangan transek. Untuk suhu kamar

dan lama penyimpanan 11 hari yang hanya memiliki tiga bibit, ketiganya

diikatkan pada satu transek saja.

0,5 cm

0.5 cm

Ket : Tegakan lamun

Gambar 3. Posisi tegakan lamun dalam transek

Penempatan transek yang berisi semaian Enhalus acoroides di perairan

dilakukan secara random (acak). Pengukuran pertumbuhan bibit lamun di

lapangan dilakukan setiap minggu selama delapan minggu pengamatan. Data

pertambahan jumlah daun dan panjang daun dicatat bersama sintasannya.

4. Pengukuran Parameter Oseanografi

Sebelum penanaman semaian lamun Enhalus acoroides dilakukan terlebih

dahulu dilakukan pengukuran beberapa parameter oseanografi untuk

mendapatkan daerah penanaman dengan kisaran parameter oseanografi yang

seragam. Parameter oseanografi yang mendapat perhatian adalah sebagai

berikut:

16

a. Kedalaman

Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan tongkat berskala

dengan cara menancapkan tongkat tersebut ke dalam perairan kemudian catat

nilai yang ditunjukkan pada permukaan perairan. Parameter ini secara reguler

akan diukur bersamaan dengan pengukuran pertumbuhan lamun (sekali dalam

seminggu).

b. Substrat

Analisis substrat dilakukan pada awal penanaman untuk mengetahui jenis

substrat yang digunakan pada penanaman semaian Enhalus acoroides adalah

seragam. Sampel substrat diambil dari daerah penanaman dan dianalisis di

laboratorium Geomorfologi dan Manajemen Pantai Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan Universitas Hasanuddin dengan menggunakan metode ayakan.

c. Kecepatan arus

Pengukuran kecepatan arus dilakukan seminggu sekali pada setiap

pengukuran pertumbuhan Enhalus acoroides. Pengukuran kecepatan arus

menggunakan layang-layang arus dan stopwatch dengan cara layang-layang

arus dilepaskan di permukaan perairan bersamaan dengan dinyalakannya

stopwatch. Saat tali layang-layang arus menjadi tegang, stopwatch dihentikan.

Waktu yang tertera pada stopwatch lalu dicatat.

Untuk pengukuran kecepatan arus diukur dengan menggunakan rumus :

V = tS

Dimana ;

V : Kecepatan arus (m/det)

S : Jarak (m)

t : Waktu (det)

17

d. Suhu

Thermometer air raksa digunakan untuk pengambilan data suhu di

perairan. Thermometer dicelupkan ke dalam kolom perairan selama 2-3 menit.

Penunjukan air raksa kemudian dicatat. Pengambilan data suhu dilakukan

seminggu sekali bersamaan saat pengukuran pertumbuhan lamun.

e. Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan handrefractometer.

Air laut diteteskan pada kaca handrefractometer lalu ditutup. Dengan bantuan

cahaya, penunjukkan salinitas air laut kemudian dicatat. Pengukuran ini

dilakukan seminggu sekali bersamaan saat pengukuran pertumbuhan lamun.

f. Nitrat

Pengukuran nitrat dilakukan di laboratorium. Sampel air laut disaring

menggunakan kertas whatman. Lima tetes air yang telah disaring diambil

dengan menggunakan pipet tetes lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ke

dalamnya kemudian ditambahkan asam sulfat pekat sebanyak 5 ml kemudian

diaduk dan didiamkan hingga dingin. Kadar nitrat diukur dengan menggunakan

spektrofotometer yang diatur pada panjang gelombang 420nm. Nilai yang tertera

pada spektrofotometer dicatat.

g. Fosfat

Pengukuran fosfat dilakukan di laboratorium. Sampel air laut sebanyak 25-

50 ml disaring dengan kertas saring milipore 0,45 μm. Sebanyak 2,0 ml air

sampel yang telah disaring dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan

menggunakan pipet tetes. Ke dalamnya kemudian ditambahkan 2,0 ml H3BO3

1% sambil diaduk. Kemudian ditambahkan 3,0 ml larutan pengoksida fosfat

(Campuran asam sulfat 2,5 M, asam ascorbic dan ammonium mlybdate).

Larutan kemudian dibiarkan selama 1 jam untuk mendapatkan hasil yang

18

sempurna. Kadar fosfat kemudian diukur dengan menggunakan

spektrofotometer. Nilai yang tertera pada spektrofotometer kemudian dicatat.

5. Pengukuran Pertumbuhan dan Sintasan Enhalus acoroides

Pengukuran Pertumbuhan Enhalus acoroides dilakukan seminggu sekali

selama delapan minggu. Pengukuran pertumbuhan daun lamun dilakukan

dengan mengukur panjang daun dari pangkal daun sampai pada ujung daun

dengan menggunakan mistar berskala 1 mm. Menurut Supriadi et. al (2006), laju

pertumbuhan daun lamun dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

P : Laju pertumbuhan panjang daun lamun (mm)

Lt : Panjang akhir daun lamun (mm)

Lo : Panjang awal daun lamun (mm)

Δt : Lama atau waktu pengamatan (hari)

Sedangkan untuk menghitung sintasan lamun yang disemaikan, digunakan

rumus:

SR= ே௧ே

x 100%

Ket :

SR = sintasan

Nt = jumlah tegakan lamun yang masih hidup pada akhir penelitian

No = jumlah tegakan lamun yang di tanam

D. Analisis Data

Untuk membandingkan pertumbuhan lamun Enhalus acoroides (ukuran

tegakan) di perairan antara perlakuan lama penyimpanan biji digunakan analisis

varians satu arah (One-Way ANOVA) sedangkan untuk membandingkan

19

perlakuan suhu (kamar dan refrigerator) pada penyimpanan dua hari digunakan

uji T-test.

Untuk perlakuan lama penyimpanan biji, jika hasil analisis menunjukkan

adanya perbedaan yang signifikan (p<0.05), maka akan dilanjutkan dengan Post

Hoc Test untuk mendapatkan perlakuan mana yang hasilnya akan memberi efek

optimum.

20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Laju Pertumbuhan Daun Lamun Enhalus acoroides

Pengukuran laju pertumbuhan yang telah dilakukan di perairan Pulau

Barranglompo antara semaian lamun Enhalus acoroides yang disimpan dengan

lama penyimpanan dan suhu yang berbeda memberi hasil sebagai berikut:

1. Laju Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda pada Suhu Kamar

Hasil pengukuran laju pertumbuhan yang telah dilakukan di perairan Pulau

Barranglompo antara semaian lamun Enhalus acoroides yang disimpan selama 2

hari, 5 hari dan 8 hari pada suhu kamar menunjukkan perbedaan yang nyata

antara perlakuan 2 dan 5 hari dengan 8 dan 11 hari (Gambar 4).

Gambar 4. Rerata Laju pertumbuhan daun Enhalus acoroides pada lama penyimpanan biji yang berbeda.

Hasil uji Analysis of Varians (Anova) menunjukkan adanya perbedaan yang

nyata pada laju pertumbuhan Enhalus acoroides dari benih dengan lama

penyimpanan yang berbeda (p<0.05) (Lampiran 6). Laju pertumbuhan semaian

Enhalus acoroides yang bijinya disimpan selama 2 hari tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan dengan laju semaian yang bijinya disimpan selama 5

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

4,00

2 HARI 5 HARI 8 HARI 11 hari

Rer

ata

laju

per

tum

buha

n(m

m/h

ari)

Lama Penyimpanan

aa

bb

21

hari. Perbedaan yang nyata terjadi bila membandingkannya dengan semaian

yang berasal dari biji yang disimpan selama 8 dan 11 hari (Lampiran 6).

Perbedaan laju pertumbuhan Enhalus acoroides yang disimpan pada lama

penyimpanan yang berbeda diduga disebabkan karena efek dari lama

penyimpanan benih. Semakin lama benih disimpan maka kualitas benih akan

mengalami kemunduran sehingga laju pertumbuhan semaian Enhalus acoroides

yang ditanam di Pulau Barranglompo akan menjadi lambat. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Hartmann et. al. (1997) dalam Santoso dan Purwoko (2007)

bahwa perubahan kandungan air dalam biji dapat mengakibatkan kerusakan biji

sehingga proses perkecambahan akan terhambat.

Selain itu, adanya hewan pengganggu yang menggali lubang di sekitar

semaian mengakibatkan akar lamun terangkat dan pasir hasil galian hewan

tersebut menutupi semaian daun Enhalus acoroides sehingga laju pertumbuhan

lamun terhambat. Terjadinya perlambatan laju pertumbuhan yang disebabkan

oleh hewan penggangu hanya terjadi pada semaian lamun dengan lama

penyimpanan 8 dan 11 hari karena memiliki akar yang panjang awal berkisar

antara 0-59mm dan panjang daun awal berkisar antara 13-72mm.

2. Laju Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides yang Disimpan pada Suhu yang Berbeda dengan lama penyimpanan 2 hari

Hasil pengukuran laju pertumbuhan yang telah dilakukan di perairan Pulau

Barranglompo antara semaian lamun Enhalus acoroides yang disimpan pada

suhu refrigerator dan suhu kamar dengan lama penyimpanan 2 hari didapatkan

hasil pada diagram di bawah ini (Gambar 5)

22

Gambar 5. Rerata laju pertumbuhan daun Enhalus acoroides dari benih yang disimpan selama 2 hari pada suhu yang berbeda

Hasil uji t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada laju

pertumbuhan Enhalus acoroides dari benih dengan lama penyimpanan 2 hari

pada suhu kamar dan refrigerator (p<0.05) (Lampiran 8). Hal ini diduga karena

suhu bukan faktor yang memberikan pengaruh yang nyata bagi pertumbuhan

semaian bila benih hanya disimpan selama 2 hari.

B. Sintasan Lamun Enhalus acoroides

Pengamatan sintasan semaian lamun Enhalus acoroides yang disimpan

pada suhu dan lama penyimpanan yang berbeda didapatkan hasil sebagai

berikut :

1. Lama Penyimpanan yang Berbeda pada Suhu Kamar

Pengamatan sintasan yang dilakukan di perairan pulau Barranglompo

antara lamun Enhalus acoroides yang berasal dari penyimpanan benih 2, 5, 8

dan 11 hari ditunjukkan pada Gambar 6 :

0,00

0,50

1,00

1,50

2,00

2,50

3,00

3,50

Kamar Refrigerator

Rer

ata

Laju

Per

tum

buha

n (m

m/h

ari)

Suhu

23

Gambar 6. Rerata sintasan lamun Enhalus acoroides yang berasal dari benih yang disimpan pada suhu kamar dengan lama penyimpanan berbeda

Hasil uji Analysis of Varians (Anova) menunjukkan adanya perbedaan yang

nyata pada sintasan Enhalus acoroides dari benih dengan lama penyimpanan

yang berbeda (p<0.05) (Lampiran 7). Untuk sintasan Enhalus acoroides pada

lama penyimpanan 2 hari dan 5 hari tidak menunjukkan adanya perbedaan yang

nyata sedangkan untuk lama penyimpanan 8 hari menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata terhadap 2 dan 5 hari dan lama penyimpanan 11 hari

menunjukkan adanya perbedaan antara 2, 5 dan 8 hari (Lampiran 7).

Terjadinya perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan panjang akar pada

saat ditanam dan adanya hewan pengganggu di lokasi penanaman. Untuk lama

penyimpanan 2 dan 5 hari yang ditanam di perairan pulau Barranglompo lebih

cepat beradaptasi karena memiliki akar yang panjang awalnya antara 25-122

mm sehingga sangat mudah untuk menancapkan akarnya pada substrat dan

saat ada arus, akar lamun tidak mudah tercabut dari substrat. Untuk semaian

dari benih dengan lama penyimpanan 8 hari lebih lama beradaptasi karena

memiliki akar yang panjang awal antara 3-59 mm sehingga membutuhkan waktu

yang lama untuk mencengkram kuat pada substrat, maka pada saat adanya arus

0

20

40

60

80

100

120

2 HARI 5 HARI 8 HARI 11 Hari

Rer

ata

sint

asan

(%

)

Lama Penyimpanan

a a

b

c

24

akar lamun susah untuk menancap pada substrat dan mengakibatkan

kelangsungan hidup Enhalus acoroides terganggu. Sedangkan untuk semaian

dari benih dengan lama penyimpanan 11 hari akan lebih lama lagi untuk

beradaptasi dengan lingkungan alaminya karena hanya memiliki panjang awal

akar antara 0-34 mm sehingga semaian dari benih 11 hari membutuhkan energi

yang besar untuk mengeluarkan akar dan menancapkan akarnya pada substrat,

sehingga nutrien yang didapat hanya berasal dari kolom perairan dan itu tidak

mencukupi untuk pertumbuhan lamun, hingga pada akhir pengamatan lamun

Enhalus acoroides dengan lama penyimpanan 11 hari mengalami kematian.

Menurut Badria (2007) menyatakan bahwa Enhalus acoroides

membutuhkan energi yang banyak untuk menancapkan akarnya pada substrat

berpasir karena ukuran partikel pasir yang besar membuat akar harus ekstra

kuat untuk mempertahankan diri dalam substrat, oleh karena itu hasil

metabolisme selain digunakan untuk pertumbuhan juga dipakai untuk

menancapkan akar pada substrat.

Menurut McRoy dan Barsdate (1970) dalam Kiswara (1995) sumber nutrien

yang tinggi terdapat di dalam sedimen sementara nutrien dalam kolom perairan

memiliki kadar yang rendah. Selain itu juga, adanya hewan pengganggu yang

menggali lubang disamping semaian lamun Enhalus acoroides menyebabkan

akar lamun pada lama penyimpangan 8 dan 11 hari mudah tercabut.

2. Suhu yang berbeda pada lama penyimpanan 2 hari

Hasil perhitungan sintasan yang dilakukan di perairan pulau Barranglompo

pada lamun Enhalus acoroides dari benih yang disimpan pada suhu kamar dan

suhu refrigerator selama 2 hari, didapatkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar

7:

25

Gambar 7. Rerata sintasan lamun Enhalus acoroides dari benih yang disimpan pada

suhu yang berbeda dengan lama penyimpanan 2 hari

Hasil uji t-test menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara

sintasan lamun Enhalus acoroides dari benih yang disimpan pada suhu kamar

dan suhu refrigerator (p>0.05) (Lampiran 9). Hal ini disebabkan karena semaian

lamun Enhalus acoroides dari benih yang disimpan pada suhu kamar dan suhu

refrigerator memiliki panjang akar awal yang dapat mencengkream dengan baik

yaitu untuk panjang akar suhu kamar berkisar antara 65-122mm dan panjang

akar suhu refrigerator berkisar antara 43-89mm, sehingga pada saat penanaman

di perairan pulau Barranglompo lamun Enhalus acoroides dari perlakuan suhu

yang berbeda ini cepat beradaptasi dan mencengkeram pada substrat dengan

kuat.

C. Panjang Daun Lamun Enhalus acoroides

Dari pengukuran panjang daun Enhalus acoroides yang telah dilakukan

berdasarkan suhu dan lama penyimpanan yang berbeda didapatkan hasil

sebagai berikut:

0

20

40

60

80

100

120

Kamar Refrigerator

Rer

ata

Sint

asan

(%)

Suhu Penyimpanan

26

1. Panjang Daun dengan Lama Penyimpanan yang Berbeda pada Suhu Kamar

Pada pengukuran panjang daun lamun Enhalus acoroides yang telah

dilakukan didapatkan hasil pada grafik di bawah ini (Gambar 8):

Gambar 8. Grafik Panjang Daun Enhalus acoroides pada Lama Penyimpanan yang berbeda pada suhu Kamar

Grafik di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan panjang daun

Enhalus acoroides dari benih pada lama penyimpanan 2,5,8 dan 11 hari.

Pertumbuhan panjang daun Enhalus acoroides dari benih pada lama

penyimpanan 2 hari terlihat mengalami peningkatan pada minggu pertama,

kemudian terjadi penurunan panjang daun pada minggu kedua hingga minggu

keempat kemudian minggu kelima stabil dan pada minggu keenam sampai

kedelapan mengalami penurunan panjang daun. Terjadinya penurunan panjang

daun ini disebabkan karena sebagian besar nutrien yang didapatkan Enhalus

acoroides dari benih yang disimpan pada 2 hari digunakan untuk

mempertahankan diri pada salinitas dan arus yang tidak stabil sehingga ujung

daun yang tidak mendapatkan nutrien menjadi rapuh dan patah. Selain itu

adanya ikan yang memakan daun lamun sehingga panjang daun menjadi

berkurang.

0

50

100

150

200

250

Awal I II III IV V VI VII VIII

Pnaj

ang

Dau

n la

mun

En

halu

s ac

oroi

des

(mm

)

Lama Pengamatan (Minggu)

2 HARI

5 HARI

8 HARI

11 HARI

27

Untuk daun Enhalus acoroides dari benih pada lama penyimpanan 5 hari

juga mengalami peningkatan pada minggu pertama kemudian mengalami

penurunan pada minggu kedua hingga minggu ketiga diakibatkan oleh faktor

oseanografi yang berpengaruh adalah salinitas. Pada minggu kedua hingga

minggu ketiga salinitas pada perairan termasuk salinitas yang cukup tinggi bagi

kehidupan lamun maka Enhalus acoroides menggunakan sebagian besar

energinya dalam mempertahankan dirinya sehingga mengakibatkan nutrien

untuk pertumbuhan daun menjadi berkurang dan menyebabkan daun lamun

menjadi mudah patah. Minggu kelima hingga minggu kedelapan, pertumbuhan

panjang daun Enhalus acoroides terlihat tetap stabil.

Daun Enhalus acoroides dari benih pada lama penyimpanan 8 hari terjadi

penurunan pada minggu pertama hal ini disebabkan karena pada minggu

pertama benih pada lama penyimpanan 8 hari masih beradaptasi dengan

lingkungan perairan kemudian pada minggu kedua terjadi peningkatan.

disebabkan karena lamun Enhalus acoroides dari benih yang disimpan selama 8

hari pada minggu kedua telah beradaptasi dengan lingkungannya sehingga

nutrien yang didapatkan digunakan untuk pertumbuhan daun. Pada minggu

ketiga terjadi penurunan salinitas dan arus yang cukup kuat sehingga pada

minggu ketiga lamun Enhalus acoroides dari benih yang disimpan selama 8 hari

menggunakan nutrien yang didapatkan untuk mempertahankan dirinya pada

perubahan salinitas dan untuk menguatkan akarnya pada substrat saat terjadi

arus yang kuat sehingga ujung daun menjadi rapuh dan patah. Selanjutnya pada

minggu keempat hingga minggu kedelapan lamun Enhalus acoroides dari benih

yang disimpan selama 8 hari karena lamun Enhalus acoroides telah beradaptasi

dengan lingkungannya sehingga nutrien yang didapatkan digunakan untuk

pertumbuhan daun.

28

Daun Enhalus acoroides dari benih pada lama penyimpanan 11 hari

mengalami penurunan pada minggu pertama hingga minggu ketiga dan

mengalami peningkatan pada minggu keempat dan kembali mengalami

penurunan pada minggu kelima hingga kedelapan. Hal ini diduga disebabkan

karena lamun Enhalus acoroides dari benih yang disimpan selama 11 hari

memiliki akar yang pendek dari hasil pengukuran akhir di laboratorium yang

berkisar dari 0-34mm maka untuk tetap hidup, Enhalus acoroides mengalirkan

sebagian besar energinya ke akar untuk dapat menancapkan akarnya pada

substrat sehingga nutrien hanya didapat dari kolom perairan dan itu tidak cukup

untuk pertumbuhan panjang daun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Badria

(2007) bahwa Enhalus acoroides membutuhkan energi yang banyak untuk

menancapkan akarnya pada substrat khususnya substrat berpasir karena ukuran

partikel pasir yang besar membuat akar harus ekstra kuat untuk

mempertahankan diri dalam substrat, oleh karena itu hasil metabolisme selain

digunakan untuk pertumbuhan juga dipakai untuk menancapkan akar pada

substrat. Selain itu juga, adanya hewan pengganggu yang menggali lubang

disekitar lamun membuat daun lamun dan akar lamun menjadi patah sehingga

menyebabkan pertumbuhan panjang daun semakin menurun dan akhirnya lamun

Enhalus acoroides dari benih pada lama penyimpanan 11 hari mengalami

kematian.

2. Panjang Daun Lamun dengan Lama Penyimpanan yang Sama pada Suhu Refrigerator

Dari pengukuran yang telah dilakukan pada panjang daun lamun Enhalus

acoroides didapatkan hasil pada grafik di bawah ini (Gambar 9):

29

Gambar 9. Panjang Daun Enhalus acoroides dengan Lama Penyimpanan 2 hari pada Suhu Refrigerator

Grafik di atas menunjukkan terjadinya peningkatan panjang daun pada

suhu refrigerator dalam minggu pertama, kemudian terjadi penurunan pada

minggu kedua hingga minggu ketiga selanjutnya terjadi peningkatan pada

minggu kelima dan terjadi penurunan pada minggu keenam hingga kedelapan.

Kemunduran ini disebabkan karena faktor ekologi dan biologi, yaitu faktor ekologi

yang mempengaruhi berkurangnya panjang daun adalah tingginya salinitas yang

membuat lamun menggunakan seluruh energinya untuk melakukan pertahanan

diri agar tetap bertahan hidup sehingga ujung daun kurang mendapat nutrisi

menjadi mudah patah sedangkan untuk faktor biologi yang mempengaruhi

berkurangnya panjang daun adalah adanya hewan pengganggu yang menggali

lubang disekitar lamun menyebabkan akar lamun terangkat sehingga sebagian

besar nutrien yang didapatkan digunakan sebagai energi untuk menancapkan

kembali akarnya pada substrat dan ujung lamun yang tidak mendapatkan nutrien

menjadi rapuh dan patah dan juga adanya pemangsa berupa ikan yang

memakan daun lamun sehingga panjang daun menjadi berkurang.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

Awal I II III IV V VI VII VIII

Panj

ang

Dau

n la

mun

Enh

alus

ac

oroi

des

(mm

)

Pengamatan (minggu)

30

D. Kondisi Oseanografi Perairan

Pada pengukuran laju pertumbuhan lamun Enhalus acoroides, beberapa

parameter oseanografi juga diukur. Hasil rata-rata pengukuran oseanografi yang

dilakukan selama 8 minggu berturut-turut yaitu dapat di lihat pada tabel 2 berikut:

Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Oseanografi

Minggu Suhu

(oC)

Salinitas

(‰)

Kecepatan Arus

m/det

Kedalaman (cm)

I 29 30 0,03 100 – 130

II 30 36 0,01 30 – 50

III 30 33 0,08 90 – 130

IV 29 18 0,07 70 – 90

V 30 32 0,10 100 – 130

VI 28 25 0,02 70 – 90

VII 30 30 0,01 70 – 100

VIII 30 32 0,02 71 – 100

Rata-rata 29,5 29,50

1. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor pembatas yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan lamun. Apabila suhu terlalu rendah atau terlalu tinggi akan

mengganggu proses fotosintesis pada lamun tersebut. Berdasarkan hasil

pengukuran suhu yang dilakukan didapatkan kisaran suhu perairan pada lokasi

penanaman antara 28-30OC dengan kisaran rata-rata 29,5OC (Tabel 2). Hasil

pengukuran ini masih menunjukkan kondisi perairan yang stabil dan berada

dalam kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan lamun (Philips dan Menez,

31

1988 dalam Irwanto, 2010). Untuk lamun Enhalus acoroides kisaran suhu yang

dapat ditolerir adalah berkisar antara 26,5-32,5 OC.

2. Salinitas

Hasil pengukuran salinitas pada daerah penanaman berbeda pada tiap

minggunya yaitu antara 18-36‰ (Tabel 2). Salinitas terendah terjadi pada

minggu keempat dan salinitas tertinggi terjadi pada minggu kedua. Pada minggu

kedua, nilai salinitas meningkat dikarenakan pengukuran yang dilakukan pada

minggu kedua pada saat surut terendah siang hari yaitu kedalaman perairan

hanya berada pada kedalaman 30-50 cm sehingga terjadi penguapan yang tinggi

dan kurangnya suplai air tawar pada perairan tersebut. Menurut Nybakken

(1992) salinitas pada berbagai tempat di lautan terbuka yang jauh dari pantai

biasanya antara 34-37‰. Untuk daerah tropik, salinitas pada lautannya lebih

tinggi karena evaporasinya lebih tinggi. Pada minggu keempat salinitas rendah

karena curah hujan yang tinggi pada saat pengukuran dilakukan.

Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan salinitas antara lain adalah

pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan suplai air tawar dari daratan

(Nybakken, 1992). Sebagaimana yang dikatakan oleh Dahuri (2001) bahwa

sebagian besar tumbuhan lamun memiliki toleransi salinitas yang lebar yatu

antara 10-40‰. Pada kisaran salinitas ini lamun masih dapat tumbuh walaupun

terjadi penurunan laju pertumbuhan.

3. Kecepatan Arus

Hasil pengukuran arus disekitar lokasi penanaman berada pada kecepatan

0,01-0,10 m/det (Tabel 2). Kecepatan arus tersebut masih dalam kisaran yang

baik untuk pertumbuhan lamun. Namun demikian, hal yang membedakan

kecepatan arus pada tiap minggu adalah pengaruh angin. Nybakken (1992)

menyatakan bahwa kecepatan arus laut utama dihasilkan dari kekuatan angin

32

yang datang. Angin-angin ini mendorong bergeraknya air permukaan dan

menghasilkan gerakan arus yang horizontal. Hasil perhitungan kecepatan arus

yang relatif tenang dan lamban terjadi pada minggu ketujuh (Tabel 2),

dikarenakan pada minggu ketujuh kondisi cuaca yang cerah dengan angin dan

gelombang yang relatif tenang, sehingga kecepatan arus pun menjadi lamban

sedangkan hasil perhitungan kecepatan arus yang cukup kuat terjadi pada

minggu kelima (Tabel 2), dikarenakan pada minggu kelima kondisi cuaca yang

mendung dan angin yang kencang sehingga arus disekitar daerah penanaman

menjadi cukup kuat.

4. Kedalaman

Kedalaman merupakan salah satu faktor pembatas pada pertumbuhan

lamun. Lamun hanya dapat tumbuh pada kedalaman yang masih dapat

ditembus oleh cahaya matahari. Cahaya matahari yang masuk ke kolom

perairan sangat mempengaruhi proses fotosintesis lamun. Dan hasil pengukuran

kedalaman yang didapatkan yaitu antara 30-130 cm. Kisaran kedalaman ini

masih tergolong dangkal dan masih dapat ditembus oleh cahaya matahari

sehingga proses fotosintesis untuk pertumbuhan lamun masih sangat baik.

5. Substrat

Analisis sedimen yang dilakukan pada penanaman lamun hanya untuk

menyamakan jenis substrat yang digunakan sebagai media tanam, sehingga

pengambilan sampel sedimen hanya dilakukan sekali pada awal penanaman.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan di laboratorium Geomorfologi dan

Manajemen pantai dan disesuaikan dengan skala WentWort didapatkan bahwa

tekstur sedimen pada penanaman semaian lamun didominasi oleh pasir sedang

halus (0,5-0,25) sebesar 24,984-28,108% (Lampiran 5). Menurut Dahuri (2001)

bahwa Enhalus acoroides merupakan jenis lamun yang paling umum ditemukan

33

pada sedimen halus hingga berlumpur tetapi pada sedimen sedang kasar, lamun

ini tetap dapat tumbuh sebab akar-akarnya panjang dan kuat hingga mampu

menyerap makanan dengan baik dan dapat berdiri dengan kokoh. Lamun

Enhalus acoroides dapat hidup pada substrat kasar, berpasir dan lumpur,

kadang-kadang lamun ini juga terdapat pecahan karang yang telah mati.

6. Nitrat dan Fosfat pada Kolom Perairan

Hasil analisis kandungan unsur hara Nitrat dan Fosfat pada perairan di

lokasi penanaman dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3. Nilai Konsentrasi Nitrat dan Fosfat pada Kolom Perairan

Ulangan Konsentrasi pada kolom perairan

NO3 (mg/L) PO4 (mg/L)

I 0,056 0,383 0,046 0,447 0,039 0,502

Rata-Rata 0,047 0,444

II 0,042 0,481 0,042 0,452 0,051 0,472

Rata-Rata 0,045 0,468

III 0,125 0,603 0,131 0,512 0,074 0,575

Rata-Rata 0,110 0,563

Tumbuhan lamun memiliki kemampuan menyerap nutrien dari akar dan

daun. Nitrat dan fosfat merupakan salah satu unsur hara yang diperlukan oleh

lamun untuk pertumbuhannya. Berdasarkan hasil analisis kadar nitrat di perairan

lokasi penanaman yang dilakukan sebanyak tiga kali ulangan, didapatkan

konsentrasi nitrat pada kolom perairan tergolong rendah dengan nilai konsentrasi

rata-rata kadar nitrat pada perairan antara 0,045-0,110 mg/L (Tabel 3). Hal ini

diduga disebabkan karena pada lokasi penanaman tidak terdapat muara sungai

34

dan keadaan arus yang relatif stabil sehingga di sekitar perairan tidak terjadi

pengadukan sedimen yang mengikat unsur-unsur hara pada kolom perairan,

namun nilai konsentrasi kadar nitrat yang dihasilkan masih termasuk baik untuk

pertumbuhan lamun. Menurut Badria (2007), fungsi nitrogen pada tumbuhan

adalah memacu pertumbuhan dan sintesis asam amino dan protein namun

karena lamun adalah tumbuhan air maka nitrogen diubah menjadi bentuk

anorganik berupa nitrat dan ammonium.

Nilai konsentrasi fosfat pada tiga ulangan yang telah dianalisis ulangan

berkisar antara 0,383-0,603 mg/L. Kandungan fosfat pada lokasi penanaman

masih tergolong baik untuk pertumbuhan lamun. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Boyd (1989) dalam Irwanto (2010) bahwa tingkat kesuburan suatu

perairan berdasarkan kandungan fosfatnya berkisar antara 0,06 mg/L hingga 10

mg/L. Sumber-sumber fosfat di suatu perairan berasal dari limbah industri,

pupuk, limbah domestik, hancuran bahan organik dan sebagian dari hasil

pelapukan mineral-mineral bebatuan.

35

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di perairan Pulau Barranglompo

mengenai laju pertumbuhan dan sintasan Enhalus acoroides yang telah

disemaikan pada lama penyimpanan dan suhu yang berbeda dan ditanam di

Pulau Barranglompo, maka dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan

berpengaruh terhadap laju pertumbuhan lamun Enhalus acoroides pada saat

ditanam di habitat asalnya serta sintasan lamun Enhalus acoroides yang ditanam

di perairan pulau Barranglompo selama 2 bulan pada akhir pengamatan

menunjukkan sintasan lamun Enhalus acorides pada lama penyimpanan 2 dan 5

hari lebih tinggi dibandingkan dengan 8 dan 11 hari.

B. Saran

Untuk kegiatan restorasi dengan menggunakan bibit lamun Enhalus

acoroides yang disimpan, sebaiknya menggunakan bibit lamun yang disimpan

pada lama penyimpanan maksimal 5 hari.

36

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A., 2003. Pengaruh Cara Ekstraksi, Kondisi Simpan dan Lama Penyimpanan Terhadap Viabilitas Benih Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Atienza-Mauricio, R, I., A. Panot, dan S.R. Baconguis. 1993. The Role of Seagrass In The Coastal Ecosystem, 227-231 h. In Contending with Global Change. Study no.6 : Seagrass Resources in South East Asia. UNESCO. Jakarta

Azkab, M.H., 1999. Petunjuk Penanaman Lamun. Osena, Volume XXIV, Nomor 3, 1999: 11-25. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Azkab, M.H., 2006. Ada apa dengan Lamun. Oseana, Volume XXXI, Nomor 3, 2006: 45-55. Pusat penelitian dan pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.

Badria. S., 2007. Laju Pertumbuhan Daun Lamun (Enhalus acoroides) pada Dua Substrat yang Berbeda di Teluk Banten. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor

Dahuri, R., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT . Pradnya Paramita. Jakarta.

Den Hartog, C. 1970. "Seagrasses of the world" North Holland Publishing c o. , Amsterdam, London pp. 272 .

Den Hartog, C. 1977. Structure, Function and Classification in Seagrass Ecosystem: A Scientific Perspective (eds. Mc. Roy and Helfferich). Marcel Dekker Inc. p. 53-87.

Dennison, W.C. 1990. Leaf Production. In R.C. Phillips and C.P. McRoy (eds) Seagrass methods, UNESCO, Paris.

Duarte, C.M. and Kirkman, H. 2001. Methods for the Measurement of Seagrass Abundance and Depth Distribution. In F.T. Short and R.G. Coles (eds) Global seagrass research methods, Elsevier Science B.v., Amsterdam, pp. 141-154

Erftemeijer, P, 1993. Factors Limiting Growth and Production of Tropical Seagrasses; Nutrient Dynamics in Indonesia Seagrass Beds. Thesis. Netherlands Institude of Ecology. Netherlands.

Faiqoh, E. 2006. Laju Pertumbuhan dan Produksi Daun Enhalus acoroides (L.f). Royle di Pulau Burung, Kepulauan Seribu, Jakarta. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor

Green, E.P., Short, F.T. 2003. World Atlas of Seagrasses. University of California Press, Barkeley, USA, 286 pp.

37

Hemminga, M.A, dan C.M. Duarte. 2000. Seagrass Ecology. Cambridge University Press. U.K.

Hendra, 2011. Pertumbuhan dan Produksi Biomassa Daun Lamun Halophila ovalis, Syringodium isoetifolium dan Halodule uninervis pada Ekosistem Padang Lamun di Perairan Pulau Barrang Lompo. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Hutomo, M. 1999. Proses Peningkatan Nutrient Mempengaruhi Kelangsungan Hidup Lamun. LIPI.

Irwanto, N. 2010. Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Enhalus acoroides yang Ditransplantasi dengan Metode Plug Di Pulau Barrang Lompo. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Kiswara, 1995. Pemantapan Keterpaduan dan Pendayagunaan Potensi Sumberdaya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Kelembagaan Kelautan Nasional menuju Kemandirian. Seminar Kelautan Nasional. Panitia Pengembangan Riset dan Teknologi Kelautan serta Industri Maritim. Jakarta.

Kusuma, C., M.F. Kalingga dan D. Syamsuwida. 2011. Pengaruh Media Simpan, Ruang Simpan dan Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih Rhizophora stylosa Griff. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Lanuru, M. 2011. Bottom Sediment Characteristics Affecting the Success of Seagrass (Enhalus acoroides) Transplantation in the Westcoast of South Sulawesi (Indonesia). 3rd International Conference on Chemical, Biological and Environmental Engineering. IPCBEE vol. 20 (2011)© (2011) IACSIT Press, Singapore.

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia pustaka utama. Jakarta

Ohorella, H. 2011. Analisis Kandungan Fosfat dan Hubungannya dengan Tingkat Pertumbuhan Daun Lamun Enhalus acoroides. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Orth, R.J., Harwell, M.C. and Inglis, G.J. 2006. Ecology of Seagrasses Seeds and Seagrass Dispersal Processes. In: In: Larkum, A.W.D., Orth, R.J. and Duarte, C.M.(Eds),Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation. Springer, The Netherlands, pp. 111-133.

Reusch, T.B.H., Stam, W.T. and Olsen, J.L. 1999. Microsatellit Loci in Eelgraass Zostera marina Reveal Marked Polymorphism Genotypic diversity. Proceedings of the National Academy of America 102: 2826-2831.

38

Santoso, B.B dan Purwoko. B.S., 2007. Studi Teknik Pembibitan Tanaman Jarak Pagar (Jatropa curcas L.): Pengaruh Lama Penyimpanan Benih dan Saat Pindah Tanam terhadap Pertumbuhan Bibit. Jurusan Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Short, F.T, dan R,G. Coles (Ed). 2001. Global Seagrass Research Methods. Elsevier Science. Netherlands.

Supriadi, D. Soedharma, dan R.F. Kaswadji., 2006. Beberapa Aspek Pertumbuhan Lamun Enhalus acoroides. (Linn. F) Royle di Pulau Barrang Lompo. Makassar.

Susetiono, 2004. Fauna Padang Lamun. 3-12h. LIPI. Jakarta

Tomascik, T., Mah, A.J., Nontji, A. and Moosa, M.K. 1997. The Ecology of the Indonesian Seas Part Two. Periplus edition. Singapure.

Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Internasional. Surabaya

Zaldi, S.R. 2010. Keragaman Epifit pada Tingkat Kerapatan dan Komposisi Jenis Lamun yang Berbeda Di Pulau BarrangLompo Kota Makassar. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Zieman, J.C. 1974. Methods for the Study of the Growth and Production of Turtle Grass, Thalassia testudinum Konig. Aquaculture 4: 1