e-riset.litbang.kemkes.go.id...penelitian ini . tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. oleh...
TRANSCRIPT
i
HALAMAN JUDUL
LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBINKES
JUDUL
DISTRIBUSI SPASIAL KERAGAMAN NYAMUK
DI SEKITAR KANDANG TERNAK
DI KECAMATAN MANTIKULORE KOTA PALU
TIM PELAKSANA
MALONDA MAKSUD, SKM
YUSRAN UDIN, SKM, M.Kes.
HASRIDA MUSTAFA, S.Si
R I S T I
BALAI LITBANG P2B2 DONGGALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2016
iii
SUSUNAN TIM PENELITI
No Nama Keahlian/ Kesarjanaan
Kedudukan Dalam Tim Tugas
1 Malonda Maksud S1 Kesmas Peneliti Utama Bertanggung jawab dalam keseluruhan kegiatan
2 Yusran Udin S2 Kesling Peneliti Membantu peneliti dalam survey entomologi
3 Hasrida Mustafa S1 Biologi Peneliti Membantu peneliti dalam survey entomologi
3 Risti D3 Kesling Teknisi Membantu penelitian di lapangan
iv
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN
v
vi
vii
viii
ix
x
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah segala puji dan syukur bagi Allah SWT atas limpahan rahmat,
hidayah serta taufiknya telah memberikan kekuatan, ketabahan, kesabaran dan kesehatan
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian “Distribusi Spasial Keragaman
Nyamuk Di Sekitar Kandang Ternak Di Kecamatan Mantikulore Kota Palu”. Laporan
ini merupakan penyampaian secara tertulis dari hasil penelitian Riset Pembinaan Kesehatan
yang telah dilaksanakan. Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi pengelola program, ilmu pengetahuan, institusi dan masyarakat. Adapun sumber
pembiayaan dari penelitian ini adalah DIPA Sekretariat Badan Litbangkes.
Penulis menyadari bahwa dengan selesainya penelitian ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak . Oleh karena itu, Penulis ucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbang
Kesehatan atas ijin serta dukungan yang diberikan dalam pelaksanaan penelitian ini, Prof. Dr.
Amrul Munif, M.Sc. dan Dra. Blondine Christina P., M.Kes. yang senantiasa memberikan
masukan serta bimbingan atas pelaksanaan penelitian ini.
Terima kasih pula kepada tim dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas Provinsi Sulawesi
Tengah yang ikut membantu di lapangan pada proses penelitian ini. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada teman – teman Balai Litbang P2B2 Donggala yang telah membantu
pelaksanaan penelitian ini, baik berupa materil maupun dan non materiil serta baik langsung
maupun tidak langsung. Dengan penuh kesadaran, penulis menyadari laporan penelitia ini
masih jauh dari sempurna, oleh karenanya saran dan kritik yang membangun, sangat kami
perlukan demi perbaikan penelitian kami selanjutnya.
Donggala, November 2016
Penulis
Malonda Maksud
xi
RINGKASAN EKSEKUTIF
Indonesia yang terletak di daerah tropis dan merupakan daerah kepulauan memiliki flora
dan fauna yang sangat beragam termasuk nyamuk. Jumlah jenis nyamuk yang pernah
dilaporkan dari Indonesia lebih dari 457 jenis nyamuk dari 18 marga (genus). Jenis-jenis
tersebut terutama didominasi oleh marga dari Aedes, Anopheles dan Culex yang mencapai 287
jenis.
Penyakit tular vektor khusunya yang ditularkan oleh nyamuk masih menjadi masalah
kesehatan di Indonesia. Keragaman nyamuk telah meningkatkan jumlah spesies vektor
menjadi banyak. Penyakit seperti DBD, malaria, Chikungunya, Filariasis, dan Japanese
encephalitis (JE), adalah contoh penyakit yang ditularkan oleh berbagai ragam nyamuk, bukan
hanya spesiesnya, tapi juga generanya. Oleh karena itu, untuk menentukan strategi
pengendalian yang tepat diperlukan penelitian untuk mendapatkan informasi spesies vektor
yang akan dikendalikan.
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan keragaman nyamuk yang ada di sekitar
kandang di Kota Palu dengan jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan
potong lintang. Penelitian dilakukan dengan melakukan penangkapan nyamuk dengan metode
koleksi bebas dan dengan menggunakan perangkap cahaya di sekitar kandang ternak.
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Sulawesi Tengah selama 8
bulan (Maret – Oktober 2016). Hasil penelitian menemukan 14 jenis nyamuk, yaitu empat
spesies Aedes (Ae. aegypti, Ae. albopictus, Ae. vexans, dan Ae. vigilax), enam spesies
Anopheles (An. flavirostris, An. indefinitus, An. ludlowae var. torakala, An. ludlowae, An.
subpictus, dan An. vagus), dan empat spesies Culex (Cx. gelidus, Cx. quinquefasciatus, Cx.
tritaeniorhynchus, dan Cx. vishnui). Dari 14 jenis nyamuk tersebut, dua jenis diduga sebagai
vektor malaria, satu jenis diduga sebagai vektor filariasis, dan empat jenis diduga sebagai
vektor Japanese encephalitis (JE).
xii
ABSTRAK
Penyakit tular vektor masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, termasuk di Kota
Palu. Penelitan terhadap distribusi spasial diversitas nyamuk telah dilakukan di Kecamatan
Mantikulore. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran sebaran nyamuk yang
potensial sebagai vektor penyakit. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada 14 jenis nyamuk
yang ditemukan dari genus Anopheles, Culex, dan Aedes. Nyamuk yang melimpah dan
mendominansi adalah Cx. vishnui dan Cx. quinquefasciatus. Umur relatif nyamuk An.
indefinitus = 10,43 hari, An. vagus = 22,47 hari, Cx. gelidus = 23,97 hari, Cx. quinquefasciatus
= 11,87 hari, Cx. tritaeniorhynchus = 25,47 hari, dan Cx. vishnui = 22,47 hari. Indeks keragaman
Shannon-Wiener menunjukan tingkat keragaman di Kecamatan Mantikulore tergolong sedang.
Konfirmasi vektor (ELISA atau molekuler) perlu dilakukan untuk memastikan kompetensi
vektorialnya.
Kata kunci: diversitas, fauna, nyamuk, kandang
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................................... i
PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG .................................................................ii
SUSUNAN TIM PENELITI ..................................................................................................... iii
SURAT KEPUTUSAN PENELITIAN ...................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................................. x
RINGKASAN EKSEKUTIF ...................................................................................................... xi
ABSTRAK ................................................................................................................................xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................................................... xv
DAFTAR BAGAN ................................................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................................xvii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................... xviii
A. PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah Penelitian ..................................................................................... 3
B. TUJUAN DAN MANFAAT ................................................................................................ 3
2.1. Tujuan ............................................................................................................................... 3
2.2. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 4
C. HIPOTESIS .......................................................................................................................... 4
D. METODE PENELITIAN ..................................................................................................... 5
4.1. Kerangka Teori ................................................................................................................. 5
4.2. Kerangka Konsep .............................................................................................................. 6
4.3. Desain dan Jenis Penelitian ............................................................................................... 6
4.4. Tempat dan Waktu ............................................................................................................ 6
4.5. Populasi dan Sampel ......................................................................................................... 6
4.6. Besar Sampel, Cara Pemilihan atau Penarikan Sampel .................................................... 7
4.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................................................ 7
4.8. Variabel ............................................................................................................................. 7
4.9. Definisi Operasional ......................................................................................................... 7
xiv
4.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data ......................................................................... 8
4.11. Bahan dan Prosedur Kerja .............................................................................................. 9
4.12. Manajemen dan Analisis Data ...................................................................................... 11
E. HASIL ................................................................................................................................ 13
5.1. Gambaran Lokasi Penelitian ........................................................................................... 13
5.2. Kelurahan Kawatuna ....................................................................................................... 14
a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan ...... 14
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies ................................................................ 16
c. Umur Relatif dan Indeks Keragaman ......................................................................... 16
5.3. Kelurahan Poboya ........................................................................................................... 17
a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan ...... 17
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies ................................................................ 19
c. Umur Relatif dan Indeks Keragaman ......................................................................... 20
5.4. Kelurahan Talise ............................................................................................................. 20
a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan .......... 20
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies ................................................................ 22
b. Umur Relatif dan Indeks Kergaman ........................................................................... 23
5.5. Kelurahan Tondo ............................................................................................................ 24
a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan .......... 24
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies ................................................................ 26
b. Umur Relatif dan Indeks Kergaman ........................................................................... 27
5.6. Kelurahan Tanamodindi.................................................................................................. 27
a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan .......... 27
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies ................................................................ 29
b. Umur Relatif dan Indeks Kergaman ........................................................................... 30
F. PEMBAHASAN ................................................................................................................ 32
G. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 36
H. UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................................. 37
DAFTAR KEPUSTAKAAN ..................................................................................................... 38
LAMPIRAN .............................................................................................................................. 41
xv
DAFTAR TABEL Tabel 1. Definisi Operasional ...................................................................................................... 7 Tabel 2. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016. ........................................................................ 14 Tabel 3. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Kawatuna,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016. ..................................................... 16 Tabel 4. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Nyamuk di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016. ........................................................................ 16 Tabel 5. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Poboya, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu. ............................................................................................ 17 Tabel 6. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Poboya,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015. ..................................................... 19 Tabel 7. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Nyamuk di Kelurahan Poboya, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015. ........................................................................ 20 Tabel 8. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Talise, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu. ............................................................................................ 21 Tabel 9. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Talise, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015. ........................................................................ 23 Tabel 10. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Tondo, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu. ............................................................................................ 24 Tabel 11. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Tondo,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015. ..................................................... 26 Tabel 12. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Nyamuk di Kelurahan Tondo, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015. ........................................................................ 27 Tabel 13. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Tanamodindi,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu. ......................................................................... 28 Tabel 14. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Tanamodindi,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015. ..................................................... 30 Tabel 15. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Nyamuk di Kelurahan Tondo, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016. ........................................................................ 30 Tabel 16. Distribusi nyamuk di sekitar kandang di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun
2016. .......................................................................................................................... 31
xvi
DAFTAR BAGAN Bagan 1. Kerangka teori yang dikembangkan dari berbagai sumber .......................................... 5 Bagan 2. Kerangka konsep .......................................................................................................... 6
xvii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu ................................ 13 Gambar 2. Peta Distribusi Keragaman Nyamuk di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016 ........................................................................................................................................... 32
xviii
DAFTAR GRAFIK Grafik 1. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore,
Kota Palu. .................................................................................................................... 15 Grafik 2. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di Kelurahan Kawatuna,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016 ........................................................ 15 Grafik 3. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore,
Kota Palu. .................................................................................................................... 18 Grafik 4. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang Kelurahan Poboya, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016 ........................................................................... 19 Grafik 5. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota
Palu .............................................................................................................................. 21 Grafik 6. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang Kelurahan Talise, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016 ........................................................................... 22 Grafik 7. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore,
Kota Palu. .................................................................................................................... 25 Grafik 8. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di Kelurahan Tondo,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016 ........................................................ 26 Grafik 9. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Tanamodindi, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu. .............................................................................................. 28 Grafik 10. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di Kelurahan Tanamodindi,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016 ........................................................ 29
1
A. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia yang terletak di daerah tropis dan merupakan daerah kepulauan memiliki
flora dan fauna yang sangat beragam termasuk nyamuk.1 Jumlah jenis nyamuk di Indonesia
lebih dari 457 jenis nyamuk dari 18 marga (genus). Jenis-jenis tersebut terutama didominasi
oleh marga dari Aedes, Anopheles dan Culex yang mencapai 287 jenis.2 Keragaman nyamuk
ini ternyata telah berdampak pada masalah yang ditimbulkan oleh vektor penyakit menjadi
rumit. Hal ini terjadi, karena jumlah spesies vektor menjadi banyak, daerah penyebaran tiap
spesies berbeda, habitat beragam, bio-ekologi dan perannya sebagai vektor untuk tiap daerah
penyebaran berbeda-beda pula.1
Ada lima marga nyamuk, yaitu Aedes, Armigeres, Anopheles, Culex, dan Mansonia
yang mendapat perhatian karena umumnya bersifat zoofilik atau anthrofilik, yang akhirnya
dapat berpotensi sebagai vektor penyakit. Berbagai jenis virus, plasmodia atau filaria pernah
dilaporkan ditularkan oleh jenis-jenis dari kelima marga nyamuk tersebut. Penyakit tular
vektor yang masih menjadi masalah sampai saat ini adalah Demam Berdarah Dengue (DBD),
Malaria, Filariasis, Chikungunya, dan Japanese encephalitis (JE).2,3
Demam Berdarah Dengue (DBD) diketahui hanya ditularkan oleh nyamuk Ae. Aegypti
dan Ae. Albopictus, sedangkan malaria ditularkan ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Namun,
ada beberapa penyakit seperti Filariasis, Chikungunya, dan Japanese encephalitis (JE) dapat
ditularkan oleh jenis nyamuk lebih dari satu marga (genera). Chikungunya, selain ditularkan
oleh nyamuk Aedes, juga dapat ditularkan oleh nyamuk Culex. Demikian pula dengan
filariasis, ada empat genus nyamuk yang bisa menularkan penyakit, yaitu: Culex, Anopheles,
Armigeres, dan Mansonia. Sedangkan JE adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Culex,
juga dapat ditularkan oleh nyamuk Anopheles, dan diduga dapat ditularkan oleh selain kedua
genus nyamuk tersebut, karena secara eksperimental terbukti pula bahwa virus JE dapat
ditularkan secara transovarial pada nyamuk Ae. aegypti dan Ae. togoi. 4
Dalam hubungan antara hewan ternak dan nyamuk ini ada satu sisi yang cukup penting
untuk diperhatikan mengingat berbagai jenis nyamuk yang menghisap darah ternak, terdapat
jenis-jenis yang merupakan vektor penyakit.5 Pada dasarnya nyamuk Anopheles lebih bersifat
zoofilik, akan tetapi bila tidak menemukan hewan sebagai sumber darah, maka nyamuk akan
menghisap darah manusia.6,7
2
Binatang ternak juga bisa menjadi inang atau reservoir bagi penyakit Japanese
encephalitis (JE) yang merupakan suatu penyakit arbovirus yang bersifat zoonosis dan
menyerang susunan saraf pusat (otak) yang mengakibatkan radang otak mendadak.4,8 Untuk
dapat berlangsungnya penyakit ini diperlukan adanya vektor penular dan reservoir (sumber
infeksi). Sebagai vektor adalah nyamuk sedangkan reservoir adalah babi, sapi, kuda, kera,
kambing, burung dan lain-lain. Ternak babi mempunyai peran terpenting yang bertindak
sebagai satu-satunya induk semang penguat (amplifier host) dari virus JE. Apabila nyamuk
dapat menghisap bangsa burung dan hewan yang mengandung virus JE, kemudian menghisap
babi maka pada babi jumlah virus akan meningkat secara tajam. Babi menjadi demam dan
virus berada dalam sirkulasi darah (viremia).8,9 Meskipun bisa menjadi inang atau reservoar
bagi penyakit lain, keberadaan ternak bisa menjadi tameng atau pelindung dari gigitan
nyamuk. Beberapa penelitian menunjukan bahwa keberadaan ternak cukup signifikan
menurunkan risiko tertular penyakit malaria.10
Penelitian yang dilakukan terhadap fauna nyamuk disekitar kandang pernah dilakukan
di Sumatera Utara yang menunjukan bahwa ada 14 spesies yang tertangkap dan yang paling
banyak tertangkap adalah Cx. tritaeniorhynchus, Cx. vishnui, dan Cx. fuscocephalus.4
Sedangkan di Bogor nyamuk yang banyak tertangkap di sekitar kandang khususnya kerbau
adalah An. vagus, An. annularis, Cx. tritaeniorhynchus, dan Cx. pseudovishnui.5
Penyakit tular vektor yang bermasalah di Kota Palu, sampai saat ini masih didominasi
oleh DBD, hingga awal tahun 2015 sudah terdapat 100 kasus DBD, artinya terjadi
peningkatan hampir 2 kali lipat pada periode yang sama dari tahun 2014.11 Filariasis dan
malaria, meskipun kecil tetapi penyakit selalu dilaporkan keberadaanya, sementara JE sampai
saat ini belum dilaporkan adanya kasus di Kota Palu. Menurut data dari Dinas Pertanian,
Kehutanan dan Kelautan Kota Palu, pada tahun 2013 populasi ternak besar terbanyak adalah
kambing sebanyak 100.389 ekor, kemudian sapi 8.272 ekor dan domba 4.720 ekor. Populasi
ternak besar tersebut, terbanyak ada di Kecamatan Mantikulore dengan 2243 ekor sapi, 256
ekor kuda, 45.341 ekor kambing, dan 3800 ekor domba. Kemudian disusul oleh Kecamatan
Tawaeli dengan populasi sapi sebanyak 2452 ekor, kuda 226 ekor, kambing 4610 ekor, dan
domba sebanyak 75 ekor .12
Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian untuk melihat keragaman spsesies nyamuk
yang tertangkap di sekitar kandang ternak yang ada di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
3
1.2. Perumusan Masalah Penelitian Berbagai jenis nyamuk yang menghisap darah hewan, diantaranya merupakan vektor
Malaria, DBD, Filariasi, Chikungunya, dan JE .Dari rumusan masalah di atas muncul
pertanyaan penelitian “Bagaimana distribusi spasial keragaman nyamuk di sekitar kandang di
Kecamatan Mantikulore di Kota Palu ?”.
B. TUJUAN DAN MANFAAT 2.1. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Memetakan keragaman nyamuk di sekitar kandang di Kota Palu.
b. Tujuan Khusus
1) Menentukan titik koordinat kandang ternak yang ada di Kecamatan Mantikulore,
Kota Palu
2) Mengidentifikasi jenis ternak yang ada di kandang dan sekitarnya di Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu.
3) Mengidentifikasi jenis/spesies nyamuk yang ada di sekitar kandang hewan di
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
4) Mengidentifikasi karakteristik lingkungan biotik dan abiotik di sekitar kandang
di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
5) Menentukan Kelimpahan Nisbi spesies nyamuk di sekitar kandang di Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu
6) Menentukan Dominasi spesies di sekitar kandang di Kecamatan Mantikulore,
Kota Palu
7) Menentukan umur relatif nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu
8) Mengetahui indeks keragaman nyamuk di sekitar kandang di Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu
4
2.2. Manfaat Penelitian a. Bagi Program
Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh program sebagai informasi fauna
nyamuk yang ada kaitannya dengan berbagai macam penyakit tular vektor.
b. Bagi Iptek
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan perkembangan ilmu
pengetahuan dalam hal fauna nyamuk di sekitar kandang.
c. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat menjadi peringatan bagi masyarakat terhadap bahaya penyakit tular
vektor.
C. HIPOTESIS Penelitian in tidak memerlukan hipotesis
5
D. METODE PENELITIAN 4.1. Kerangka Teori
Bagan 1. Kerangka teori yang dikembangkan dari berbagai sumber
Kerangka teori dikembangkan dengan menggunakan segitiga epidemiologi, dimana
terjadi insteraksi antara lingkungan, host (manusia), dan agen penyakit. Faktor lingkungan
baik biotik maupun abiotik akan mempengaruhi keberadaan agent, pajanan atau kerentanan
terhadap agen. Faktor lingkungan juga sangat mempengaruhi peningkatan populasi atau
keragaman nyamuk. Nyamuk yang rentan terhadap agent penyakit dapat menjadi vektor
penyakit DBD, malaria, filariasis, dan JE. Faktor host (manusia) mempengaruhi pajanan,
kerentanan, respon terhadap agent. Perilaku manusia juga bisa mempengaruhi kontak dengan
nyamuk. Kontak. Kontak dengan nyamuk akan berdampak pada kesakitan bila nyamuk
tersebut mengandung agen penyakit.
Lingkungan Abiotik: - Suhu - Kelembaban - Curah hujan - Kecepatan Angin Lingkungan Biotik : - ternak/hewan
Agent : Virus, plasmodia, cacing
filaria
Host : manusia
keragaman nyamuk
Penyakit Tular Vektor (DBD, Malaria, Filariasis, JE)
Peta Distribusi Kergaman
6
4.2. Kerangka Konsep
Bagan 2. Kerangka konsep
Keberadaan variabel lingkungan biotik (ternak) dapat menarik atau mempengaruhi keberadaan
nyamuk. Variabel keragaman nyamuk dan kelimpahan nisbi selain dipengaruhi oleh
keberadaan ternak juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan abiotik (suhu, kelembaban udara,
curah hujan, dan kecepatan angin). Distribusi keragaman nyamuk di sekitar kandang dapat
dimunculkan dalam bentuk peta.
4.3. Desain dan Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan potong lintang,
yaitu penelitian untuk melihat komposisi jenis nyamuk yang ada di sekitar kandang hewan.
4.4. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, Prov. Sulawesi Tengah
selama 8 bulan (Maret – Oktober 2016)
4.5. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian adalah seluruh nyamuk yang ada di sekitar kandang di Kota
Palu. Sementara sampel dalam penelitian ini adalah nyamuk yang tertangkap saat penelitian
berlangsung.
Lingkungan Abiotik: - Suhu - Kelembaban - Curah hujan - Kecepatan angin
PETA DISTRIBUSI
KERAGAMAN NYAMUK
Lingkungan Biotik
ternak/hewan
- Keragaman Nyamuk - Kelimpahan Nisbi - Parousitas - Frekuensi - Nilai dominansi
7
4.6. Besar Sampel, Cara Pemilihan atau Penarikan Sampel Sampel nyamuk diambil dari kandang ternak (sapi, kerbau, kuda, atau babi) dan
sekitarnya yang ada di Kecamatan Mantikulore. Nyamuk diupayakan sebanyak-banyaknya
tertangkap dengan metode yang telah ditentukan.
4.7. Kriteria Inklusi dan Eksklusi a. Kriteria Inklusi :
- Ternak sapi, kuda, kerbau, atau babi
- Nyamuk yang tertangkap dengan metode yang telah ditentukan
- Nyamuk yang berada di sekitar kandang hewan.
b. Kriteria Eksklusi :
- Nyamuk yang tertangkap, tetapi telah rusak, sehingga sulit untuk diidentifikasi.
-
4.8. Variabel 1. Varibel dependen : Peta distribusi nyamuk di sekitar kandang.
2. Variabel independen : Keragaman nyamuk, lingkungan biotik, dan lingkungan abiotik.
4.9. Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional
Variabel Deskripsi Variabel Cara Pengukuran Alat Ukur
Peta Adalah gambaran sebagian atau seluruh permukaan bumi pada bidang datar yang diperkecil dengan skala tertentu.
Kandang Adalah struktur atau bangunan dimana ternak dipelihara
- -
Hewan adalah mamalia besar seperti sapi, kerbau, atau kuda.
- -
Keragaman Tingkat variasi nyamuk yang tertangkap
- -
Lingkungan biotik Adalah semua lingkungan yang terdiri dari komponen-komponen makhluk hidup di permukaan bumi.
8
Lingkungan abiotik Adalah benda mati yang bermanfaat dan berpengaruh terhadap makhluk hidup.
Suhu Keadaan panas atau dinginnya udara disuatu tempat di waktu tertentu yang diukur dengan derajat celsius (OC)
Observasi Anemometer
Kelembaban Adalah konsentrasi uap air di udara yang diukur dengan presentase (%)
Observasi Anemometer
Curah Hujan Merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm)
Observasi Anemometer
Parous Adalah keadaan nyamuk yang telah bertelur yang dapat diperiksa dengan melakukan pembedahan ovarium nyamuk.
Observasi Pembedahan Ovarium
Kelimpahan nisbi Adalah perbandingan antara banyaknya nyamuk suatu spesies yang tertangkap yang dinyatakan dalam presentase.
Frekuensi spesies Adalah perbandingan antara jumlah suatu spesies nyamuk ditemukan dalam penangkapan dan banyaknya penangkapan.
Observasi Form
Dominasi Spesies Adalah perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi spesies
4.10. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data a. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1) Mikroskop disekting
2) Lihgt trap
3) Aspirator
4) Senter
5) Formulir pencatatan
b. Cara pengumpulan data:
1) Data Primer
Data yang diperoleh di lapangan berupa jenis nyamuk yang tertangkap.
2) Data sekunder
9
Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Palu berupa data kasus yang
mendukung penelitian ini, dan dari Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Kota
Palu berupa data Ternak.
4.11. Bahan dan Prosedur Kerja a. Pemetaan
1) Alat dan Bahan :
- GPS (Global Positioning System)
- Baterai
2) Prosedur Kerja
- Pastikan posisi yang akan ditandai, usahakan di area terbuka dan bebas
halangan dari pepohonan atau gedung bertingkat.
- Tekan tombol ENTER sampai halaman mark waypoint muncul.
- Gantilah nama waypoint dan simbol sesuai keinginan.
- Tunggu akurasi minimal 7 meter, lalu pilih OK dan tekan ENTER.
b. Penangkapan Nyamuk
1) Alat dan Bahan :
- Mikroskop stereo
- Aspirator
- Light trap
- Anemometer
- Paper cup
- Kain kasa
- Kapas
- Karet gelang
- Chloroform
2) Prosedur Kerja
a) Penangkapan nyamuk dengan koleksi bebas
- Menangkap nyamuk yang hinggap dikandang dan sekitarnya mulai dari
Pukul 18.00 s/d 06.00.
- Penangkapan dilakukan oleh 2 orang selama 15 menit setiap jamnya.
10
- Catat suhu, kelembaban dan curah hujan yang terjadi setiap jamnya.
- Semua nyamuk yang tertangkap dimasukkan ke dalam paper cup yang
terpisah untuk setiap jam penangkapan.
- Kemudian dimatikan dengan kloroform
- Selanjutnya diidentifikasi spesiesnya.
- Untuk pencatatan dan laporan dipergunakan form.
b) Penangkapan Nyamuk dengan Light Trap
- Light trap dipasang di sekitar kandang sepanjang malam (dari pkl 18.00
s/d 06.00)
- Semua nyamuk yang tertangkap dimasukan ke dalam paper cup.
- Kemudian dimatikan dengan kloroform
- Kemudian diidentifikasi spesiesnya.
c. Pembedahan Ovarium (Penentuan Parousitas)
1) Alat dan Bahan
- Mikroskop stereo
- Mikroskop compound
- Petridisk
- Jarum seksi
- Kapas
- Aquadest/larutan NaCl
2) Prosedur Kerja
- Nyamuk yang sudah mati diidentifikasi menurut spesiesnya
- Bersihkan atau lepaskan bagian sayap dan kaki nyamuk
- Letakan objek glass pada disecting mikroskop dengan posisi siap pakai
- Teteskan aquadest/laruatan NaCl 1 sampai 2 tetes di atas objek glass
- Ambil atau tusuk nyamuk dengan jarum seksi ( tangan kiri ) tusukan berada pada
thoraxdengan posisi nyamuk terlentang
- Letakan nyamuk tersebut di atas objek glass dan jarum seksi di tanan kiri tetap
menusuk thorax
11
- Ambil jarum seksi satu lagi dengan tangan kanan
- Tusukan jarum seksi ( tangan kanan ) pada segmen abdomen ke-7 kemudian tekan
dan tarik ke kanan perlahan kemudian tarik ke arah bawah
- telihat sepasang ovarium ( kiri / kanan ) keluar berikut lambungnya
- Pisahkan dan biarkan sampai kering
- Amati kandung telur tersebut dengan mikroskop dengan pembesaran 40 kali
4.12. Manajemen dan Analisis Data Analisis data meliputi :
1. Peta Titik koordinat yang diperoleh diolah dengan Map Source. Peta diolah menggunakan ARCGIS dengan dasar peta berumber dari peta landset.
2. Indeks Keragaman Analisis keragaman digunakan Indeks keragaman Shannon-Wiener dengan formula sebagai berikut :13
𝐻𝐻 = −𝜀𝜀 𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑥𝑥 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑃𝑃𝑃𝑃
H = Indeks Keragaman spesies Pi = proporsi spesies
3. Perkiraan Umur Nyamuk
Perkiraan umur nyamuk dapat dilakukan dengan metode Davidson (1954)14 dengan
menggunakan formula :
𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑈𝑃𝑃 𝑃𝑃𝑛𝑛𝑃𝑃𝑈𝑈𝑈𝑈𝑃𝑃 = 1
− log 𝑃𝑃𝑝𝑝
Dimana
𝑝𝑝 = √𝐵𝐵𝐴𝐴
P = peluang hidup nyamuk setiap hari
A = lama siklus gonotropik (biasanya 3 hari)
B = proporsi parous dari nyamuk yang dibedah ovariumnya
12
4. Kelimpahan Nisbi (KN) adalah perbandingan antara banyaknya nyamuk suatu
spesies dengan jumlah semua nyamuk dari berbagai spesies yang tertangkap,
dinyatakan dalam persen.
5. Angka frekuensi nyamuk tertangkap dihitung dengan membandingkan banyaknya
suatu spesies nyamuk yang ditemukan dalam satu metode penangkapan dengan
banyaknya penangkapan yang dilakukan.
6. Angka dominansi spesies nyamuk dihitung dari hasil perkalian kelimpahan nisbi
dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tertentu.
𝐷𝐷𝑙𝑙𝑈𝑈𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐷𝐷𝑃𝑃 = 𝐾𝐾𝑃𝑃𝑙𝑙𝑃𝑃𝑈𝑈𝑝𝑝𝑃𝑃ℎ𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑁𝑁𝑃𝑃𝐷𝐷𝑁𝑁𝑃𝑃 𝑥𝑥 𝐹𝐹𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑈𝑈𝑃𝑃𝑃𝑃𝐷𝐷𝑃𝑃
𝐹𝐹𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑈𝑈𝑃𝑃𝑃𝑃𝐷𝐷𝑃𝑃 =∑ kemunculan nyamuk spesies tertentu dalam setiap jam
total jam penangkapan
𝐾𝐾𝑁𝑁 =𝑗𝑗𝑈𝑈𝑈𝑈𝑙𝑙𝑃𝑃ℎ 𝐷𝐷𝑝𝑝𝑃𝑃𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝐷𝐷 𝑃𝑃𝑛𝑛𝑃𝑃𝑈𝑈𝑈𝑈𝑃𝑃 𝑡𝑡𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡𝑈𝑈
𝑗𝑗𝑈𝑈𝑈𝑈𝑙𝑙𝑃𝑃ℎ 𝑁𝑁𝑃𝑃𝑃𝑃𝑁𝑁𝑃𝑃𝑙𝑙𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐷𝐷𝑝𝑝𝑃𝑃𝐷𝐷𝑃𝑃𝑃𝑃𝐷𝐷 𝑃𝑃𝑛𝑛𝑃𝑃𝑈𝑈𝑈𝑈𝑃𝑃 𝑛𝑛𝑃𝑃𝑃𝑃𝑙𝑙 𝑑𝑑𝑃𝑃𝑡𝑡𝑃𝑃𝑃𝑃𝑙𝑙𝑃𝑃𝑃𝑃𝑝𝑝 𝑥𝑥 100%
13
E. HASIL
5.1. Gambaran Lokasi Penelitian Kecamatan Mantikulore merupakan pemekaran dari Kecamatan Timur dan Kecamatan
Palu Selatan dengan luas daratan sebesar 206,8 km². Kecamatan Mantikulore paling luas jika
dibandingkan dengan kecamatan lain di Kota Palu dengan ibukota kecamatan adalah Talise.
Topografi wilayah Mantikulore terdiri dari dataran sekitar 60 persen, perbukitan
sekitar 25,71 persen, dan pegunungan sekitar 14,29 persen. Sedangkan wilayah Mantikulore
yang berbatasan langsung dengan laut atau daerah pesisir pantai yaitu Talise, Tondo, dan
Layana Indah.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu
Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan Mantikulore terletak pada posisi antara
0°44’50” dan 0°49’50” Lintang Selatan serta 119°50’00” dan 119°56’00” Bujur Timur. Secara
administrasi memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Palu Utara
14
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kab. Parigi Moutong
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Palu Selatan dan Kab. Sigi
- Seberah Barat berbatasan dengan Teluk Palu dan Kecamatan Palu Timur
Setelah pemekaran wilayah administrasi pemerintahan, Kecamatan Mantikulore terdiri
dari 7 kelurahan yang memanjang dari selatan ke utara, yaitu Talise, Tanamodindi, Lasoani,
Kawatuna, Poboya, Tondo, dan Layana Indah masing-masing dengan luas daratan 12,37 km²,
3,33 km², 36,86 km², 20,67 km², 63,41 km², 55,16 km², dan 15,00 km².
5.2. Kelurahan Kawatuna a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan
Lokasi penelitian di Kelurahan Kawatuna terletak pada koordinat 0°54'19.74"
Lintang Selatan dan 119°55'6.17" Bujur Timur, pada ketinggian tempat 152 m di atas
rata-rata permukaan air laut. Jenis ternak yang ditemukan adalah unggas, kambing,
domba, dan sapi. Suhu udara saat penangkapan nyamuk rata-rata bekisar 28,51°C,
dengan kelembaban udara 66,71%. Kecepatan angin rata-rata 0,16 m/s. Adapun hasil
koordinat, jenis hewan, dan karakteristik lingkungan dapat dilihat pada tabel 2 di
bawah ini.
Tabel 2. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016.
Faktor Lingkungan Keadaan Geografis dan Karakteristik Lingkungan
Titik koordinat - LS 0°54'19.74" - BT 119°55'6.17" - Elevasi 152 m dpal Jenis Ternak yang ditemukan Ayam, kambing, dan sapi Suhu udara (rata-rata) 28,51°C Kelembaban (rata-rata) 66,71 % Kecepatan Angin (rata-rata) 0,16 m/s
Hasil penangkapan nyamuk di Kelurahan Kawatuna hanya diperoleh dari
koleksi bebas. Hasil yang diperoleh adalah 3 genus dengan 5 spesies, yaitu An. vagus,
Ae. vexans, Cx. vishnui, Cx. tritaeniorhynchus, dan Cx. quinquefasciatus. Jenis
nyamuk yang paling banyak ditemukan adalah Cx. vishnui (16 ekor) dan disusul oleh
An. vagus (12 ekor). Selengkapanya dapat dilihat pada grafik 1 di bawah ini.
15
Grafik 1. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
Aktifitas Cx. vishnui di Kelurahan Kawatuna sejak pukul 18.00 – 05.00 dengan
puncak kepadatannya terjadi pada pukul 20.00-21.00. Sedangkan An. vagus yang
merupakan nyamuk terbanyak kedua, aktifitasnya sejak pukul 18.00 – 02.00 dengan
puncak kepadatan terjadi pada pukul 19.00 – 20.00 dan pukul 20.00 – 21.00. Aktifitas
nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di Kelurahan Kawatuna dapat dilihat pada
grafik 2 di bawah ini :
Grafik 2. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di Kelurahan Kawatuna,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016
02468
1012141618
Jum
lah
(eko
r)
00,5
11,5
22,5
3
18
.00
-19
.00
19
.00
-20
.00
20
.00
-21
.00
21
.00
-22
.00
22
.00
-23
.00
23
.00
-00
.00
00
.00
-01
.00
01
.00
-02
.00
02
.00
-03
.00
03
.00
-04
.00
04
.00
-05
.00
05
.00
-06
.00
J A M
JUM
LAH
RATA
-RAT
A (E
KOR)
An. vagus Ae. vexans Cx. vishnuiCx. tritaeniorhynchus Cx. quinquefasciatus
16
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies Kelimpahan nisbi tertinggi yaitu Cx. vishnui (44,44%), An. vagus (33,33%),
kemudian diikuti oleh Cx. quinquefasciatus (13,89%). Adapun jenis nyamuk yang
frekuensi tertangkapnya paling tinggi adalah Cx. vishnui (0,333) dan terendah adalah
Cx.tritaeniorhynchus. Angka dominansi dapat menggambarkan peranan populasi
nyamuk yang sebenarnya di suatu daerah dibandingkan kepadatan parameter lain. Cx.
vishnui mendominasi dengan angka 0,148, kemudian diikuti oleh An. vagus (0,069).
Selengkapanya dapat dilihat pada tabel 3 berikut :
Tabel 3. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016.
Spesies Kelimpahan nisbi (%)
Frekuensi tertangkap
Dominansi spesies
An. vagus 33,33 0,208 0,069 Ae. vexans 5,56 0,083 0,005 Cx. vishnui 44,44 0,333 0,148 Cx. tritaeniorhynchus 2,78 0,042 0,001 Cx. quinquefasciatus 13,89 0,167 0,023
c. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Pembedahan terhadap ovarium nyamuk dilakukan untuk memprediksi umur
relatif nyamuk. Hasil yag diperoleh adalah dari lima spesies nyamuk tersebut, Cx.
vishnui merupakan nyamuk dengan umur terlama, yaitu 22,47 hari, kemudian disusul
oleh An. vagus dengan 16,45 hari dengan asumsi siklus gonotropik berlangsung selama
3 hari. Sedangkan yang nyamuk yang umurnya relatif pendek adalah Cx.
quinquefasciatus dengan umur relatif 2,73 hari. Indeks keragaman nyamuk yang
tertangkap di Kelurahan Kawatuna adalah 1,26, selengkapanya tersaji dalam tabel 4 di
bawah ini.
Tabel 4. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Nyamuk di Kelurahan Kawatuna, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016.
Spesies Umur Relatif (Hari) Indeks Keragaman Spesies (H')
An. vagus 16,45 0,37 Ae. vexans 4,33 0,16 Cx. vishnui 22,47 0,36
17
Cx. tritaeniorhynchus - 0,10 Cx. quinquefasciatus 2,73 0,27
1,26
5.3. Kelurahan Poboya a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan
Lokasi penelitian di Kelurahan Poboya terletak pada koordinat 0°52'30.81"
Lintang Selatan dan 119°55'37.35" Bujur Timur, pada ketinggian tempat 208 m di atas
rata-rata permukaan air laut. Jenis ternak yang ditemukan adalah kambing dan sapi.
Suhu udara saat penangkapan nyamuk rata-rata bekisar 29,0°C, dengan kelembaban
udara 70,0%. Kecepatan angin rata-rata 1,0 m/s. Adapun hasil koordinat, jenis hewan,
dan karakteristik lingkungan dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.
Tabel 5. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
Faktor Lingkungan Keadaan Geografis dan Karakteristik Lingkungan
Titik koordinat - LS 0°52'30.81" - BT 119°55'37.35"" - Elevasi 208 m dpal
Jenis Ternak yang ditemukan Sapi Suhu udara (rata-rata) 29,0°C Kelembaban (rata-rata) 70 % Kecepatan Angin (rata-rata) 1 m/s
Hasil penangkapan nyamuk di Kelurahan Poboya mendapatkan 3 genus dengan
8 spesies, yaitu Cx. vishnui, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. gelidus, Ae. vexans An. vagus,
An. ludlowae var. torakala, An. ludlowae, dan An. flavirostris. Hasil tersebut diperoleh
hanya dengan metode koleksi bebas. Jenis nyamuk yang paling banyak ditemukan
adalah Cx. vishnui (489 ekor) dan yang paling sedikit adalah An. ludlowae var.
torakala (1 ekor). Selengkapanya dapat dilihat pada grafik 3 berikut :
18
Grafik 3. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore,
Kota Palu.
Aktifitas Cx. vishnui di Kelurahan Poboya sejak pukul 18.00 – 06.00 dengan
puncak kepadatannya terjadi pada pukul 23.00 – 00.00. Sedangkan An. vagus yang
merupakan nyamuk terbanyak kedua, aktifitasnya sejak pukul 18.00 – 04.00 dengan
puncak kepadatan terjadi pada pukul 21.00 – 22.00. Aktifitas nyamuk yang tertangkap
di sekitar kandang di Kelurahan Poboya dapat dilihat pada grafik 4 di bawah ini :
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
Jum
lah
(eko
r)
19
Grafik 4. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang Kelurahan Poboya, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies Kelimpahan nisbi tertinggi yaitu Cx. vishnui (82,18%), dan terendah adalah An.
ludlowae var. torakala (0,05%). Adapun jenis nyamuk yang frekuensi tertangkapnya
paling tinggi adalah Cx. vishnui (1,00) dan terendah adalah An. ludlowae var. torakala
dengan frekuensi 0,125. Angka dominansi dapat menggambarkan peranan populasi
nyamuk yang sebenarnya di suatu daerah dibandingkan kepadatan parameter lain. Cx.
vishnui mendominansi dengan angka 0,82, kemudian diikuti oleh An. vagus (0,048).
Selengkapanya dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.
Tabel 6. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015.
Spesies Kelimpahan nisbi (%)
Frekuensi tertangkap Dominansi spesies
Cx. vishnui 82,18 1,000 0,822 Cx. tritaeniorhynchus 1,51 0,167 0,003 Cx. gelidus 3,36 0,417 0,014 Ae. vexans 3,36 0,542 0,018 An. vagus 7,23 0,667 0,048
05
10152025303540
18
.00
-19
.00
19
.00
-20
.00
20
.00
-21
.00
21
.00
-22
.00
22
.00
-23
.00
23
.00
-00
.00
00
.00
-01
.00
01
.00
-02
.00
02
.00
-03
.00
03
.00
-04
.00
04
.00
-05
.00
05
.00
-06
.00
J A M
JUM
LAH
RATA
-RAT
A (E
KOR
Cx. vishnui Cx. tritaeniorhynchusCx. gelidus Ae. vexansAn. vagus An. ludlowae var. torakalaAn. ludlowae An. flavirostris
20
An. ludlowae var. tor 0,50 0,125 0,001 An. ludlowae 0,84 0,208 0,002 An. flavirostris 1,01 0,167 0,002
c. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Hasil pembedahan indung telur terhadap lima spesies nyamuk yang tertangkap
di Kelurahan Poboaya, memberikan gambaran bahawa nyamuk Ae. vexans merupakan
nyamuk dengan umur terlama, yaitu 31,48 hari, kemudian disusul oleh Cx.
tritaeniorhynchus dengan 25,47 hari. Sedangkan yang nyamuk yang umurnya relatif
pendek adalah An. ludlowae dan An. flavirostris dengan umur relatif 7,40 hari. Indeks
keragaman nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Kawatuna relative rendah yaitu 0,76,
selengkapanya tersaji dalam tabel 8 di bawah ini.
Tabel 7. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Nyamuk di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015.
Spesies Umur Relatif (Hari) Indeks Keragaman Spesies (H')
Cx. vishnui 7,59 0,16 Cx. tritaeniorhynchus 25,47 0,06 Cx. gelidus 23,97 0,11 Ae. vexans 31,48 0,11 An. vagus 19,46 0,19 An. ludlowae var. tor - 0,03 An. ludlowae 7,40 0,04 An. flavirostris 7,40 0,05
0,76
5.4. Kelurahan Talise a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan
Lokasi penelitian di Kelurahan Talise terletak pada koordinat 0°52'37.70"
Lintang Selatan dan 119°52'31.43" Bujur Timur, pada ketinggian tempat 10 m di atas
rata-rata permukaan air laut. Jenis ternak yang ditemukan adalah kuda dan sapi. Suhu
udara saat penangkapan nyamuk rata-rata bekisar 29,64°C, dengan kelembaban udara
71,17%. Kecepatan angin relatif lambat dengan rata-rata 0,03 m/s. Adapun hasil
21
koordinat, jenis hewan, dan karakteristik lingkungan dapat dilihat pada tabel 9 di
bawah ini.
Tabel 8. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
Faktor Lingkungan Keadaan Geografis dan Karakteristik Lingkungan
Titik koordinat - LS 0°52'37.70" - BT 119°52'31.43" - Elevasi 10 m dpal Jenis Ternak yang ditemukan Sapi dan Kuda Suhu udara (rata-rata) 29,64°C Kelembaban (rata-rata) 71,17 % Kecepatan Angin (rata-rata) 0,03 m/s
Hasil penangkapan nyamuk di Kelurahan Talise dengan metode koleksi bebas
mendapatkan 3 genus dengan 9 spesies, yaitu Ae. vexans, Ae. vigilax, Ae. aegypti, An.
subpictus, An. indefinitus, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. vishnui, Cx. gelidus, dan Cx.
quinquefasciatus. Sedangkan dengan metode light trap hanya mendapatkan dua jenis
nyamuk, yaitu Cx. tritaeniorhynchus dan Cx. gelidus masing-masing berjumlah satu
ekor. Jenis nyamuk yang paling banyak ditemukan adalah Cx. quinquefasciatus (208
ekor) dan yang paling sedikit adalah Ae. aegypti (3 ekor). Selengkapanya dapat dilihat
pada grafik 5 berikut :
Grafik 5. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota
Palu
-30
20
70
120
170
220
Jum
lah
(eko
r)
22
Aktifitas Cx quinquefasciatus di Kelurahan Talise terjadi sepanjang malam
dengan puncak kepadatannya terjadi pada pukul 01.00 – 02.00 dan pukul 04.00 –
05.00. Sedangkan An. subpictus yang merupakan nyamuk terbanyak kedua,
aktifitasnya sejak pukul 19.00 – 05.00 dengan puncak kepadatan terjadi pada pukul
20.00 – 21.00. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di Kelurahan
Talise dapat dilihat pada grafik 6 di bawah ini :
Grafik 6. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang Kelurahan Talise, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies Kelimpahan nisbi tertinggi yaitu Cx. quinquefasciatus (52,39%), dan terendah
adalah Ae. aegypti (0,76%). Adapun jenis nyamuk yang frekuensi tertangkapnya paling
tinggi adalah Cx. quinquefasciatus (0,958) dan terendah adalah Ae. aegypti dan An.
indefinitus dengan frekuensi 0,125. Cx. quinquefasciatus merupakan jenis nyamuk
dengan angka dominansi tertinggi yaitu, 0,50, kemudian diikuti oleh An. subpictus
(0,14). Selengkapanya dapat dilihat pada tabel 11 berikut :
02468
101214
18
.00
-19
.00
19
.00
-20
.00
20
.00
-21
.00
21
.00
-22
.00
22
.00
-23
.00
23
.00
-00
.00
00
.00
-01
.00
01
.00
-02
.00
02
.00
-03
.00
03
.00
-04
.00
04
.00
-05
.00
05
.00
-06
.00
J A M
JUM
LAH
RATA
-RAT
A (E
KOR
Ae. vexans Ae. vigilax Ae. aegyptiAn. subpictus An. indefinitus Cx. tritaeniorhynchusCx. vishnui Cx. gelidus Cx. quinquefasciatus
23
Tabel 9. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015.
Spesies Kelimpahan nisbi (%)
Frekuensi tertangkap Dominansi spesies
Ae. vexans 1,01% 0,167 0,002 Ae. vigilax 6,05% 0,500 0,030 Ae. aegypti 0,76% 0,125 0,001 An. subpictus 18,64% 0,750 0,140 An. indefinitus 1,01% 0,125 0,001 Cx. tritaeniorhynchus 4,03% 0,375 0,015 Cx. vishnui 3,02% 0,333 0,010 Cx. gelidus 13,10% 0,667 0,087 Cx. quinquefasciatus 52,39% 0,958 0,502
b. Umur Relatif dan Indeks Kergaman Hasil pembedahan indung telur terhadap lima spesies nyamuk yang tertangkap
di Kelurahan Talise, memberikan gambaran bahawa nyamuk Cx. vishnui merupakan
nyamuk dengan umur terlama, yaitu 14,95 hari, kemudian disusul oleh Cx.
quinquefasciatus dengan 11,87 hari. Sedangkan yang nyamuk yang umurnya relatif
pendek adalah Cx. gelidus dengan umur relatif 4,67 hari. Indeks keragaman nyamuk
yang tertangkap di Kelurahan Kawatuna yaitu 1,45, selengkapanya tersaji dalam tabel
12 di bawah ini.
Tabel 12. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Nyamuk di Kelurahan Talise,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015.
Spesies Umur Relatif (Hari) Indeks Keragaman Spesies (H')
Ae. vexans - 0,05 Ae. vigilax 8,92 0,17 Ae. aegypti - 0,04 An. subpictus 6,55 0,31 An. indefinitus 7,40 0,05 Cx. tritaeniorhynchus 9,67 0,13 Cx. vishnui 14,95 0,11 Cx. gelidus 4,67 0,27 Cx. quinquefasciatus 11,87 0,34
1,45
24
5.5. Kelurahan Tondo a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan
Lokasi penelitian di Kelurahan Tondo terletak pada koordinat 0°50'32.98"
Lintang Selatan dan 119°54'52.59" Bujur Timur, pada ketinggian tempat 210 m di atas
rata-rata permukaan air laut. Jenis ternak yang ditemukan adalah sapi. Suhu udara saat
penangkapan nyamuk rata-rata bekisar 22,36°C, dengan kelembaban udara 75,42%.
Kecepatan angin rata-rata 0,13 m/s. Adapun hasil koordinat, jenis hewan, dan
karakteristik lingkungan dapat dilihat pada tabel 13 di bawah ini.
Tabel 10. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
Faktor Lingkungan Keadaan Geografis dan Karakteristik Lingkungan
Titik koordinat - LS 0°50'32.98" - BT 119°54'52.59" - Elevasi 210 m dpal Jenis Ternak yang ditemukan Sapi Suhu udara (rata-rata) 22,36°C Kelembaban (rata-rata) 75,42 % Kecepatan Angin (rata-rata) 0,13 m/s
Hasil penangkapan nyamuk di Kelurahan Tondo mendapatkan 3 genus dengan
6 spesies, yaitu Ae. vexans, An. vagus, An. indefinitus, Cx. vishnui, Cx. gelidus, dan Cx.
quinquefasciatus. Jenis nyamuk yang paling banyak ditemukan adalah Cx. vishnui (160
ekor) dan yang paling sedikit adalah An. indefinitus dan Cx. quinquefasciatus (2 ekor).
Selengkapanya dapat dilihat pada Grafik 7 berikut :
25
Grafik 7. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Tondo, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu.
Aktifitas Cx vishnui di Kelurahan Tondo terjadi mulai pukul 19.00 – 06.00
dengan puncak kepadatannya terjadi pada pukul 01.00 – 02.00. Sedangkan Ae. vexans
yang merupakan nyamuk terbanyak kedua, aktifitasnya sejak pukul 19.00 – 06.00
dengan puncak kepadatan terjadi pada pukul 20.00 – 21.00. Aktifitas nyamuk yang
tertangkap di sekitar kandang di Kelurahan Talise dapat dilihat pada grafik 8 di bawah
ini :
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Jum
lah
(eko
r)
26
Grafik 8. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di Kelurahan Tondo,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies Di Kelurahan Tondo nyamuk dengan kelimpahan nisbi tertinggi yaitu Cx.
vishnui (66,95%), dan terendah adalah An. indefinitus (0,84%). Adapun jenis nyamuk
yang frekuensi tertangkapnya paling tinggi adalah Cx. vishnui (0,667) dan terendah
adalah An. indefinitus dan Cx. quinquefasciatus dengan frekuensi 0,083. Dominansi
spesies tertinggi adalah Cx. vishnui yaitu, 0,446, kemudian diikuti oleh Ae. vexans
(0,127). Selengkapanya dapat dilihat pada tabel 15 berikut :
Tabel 11. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015.
Spesies Kelimpahan nisbi (%)
Frekuensi tertangkap
Dominansi spesies
Ae. vexans 23,43 0,542 0,127 An. vagus 6,69 0,417 0,028 An. indefinitus 0,84 0,083 0,001 Cx. vishnui 66,95 0,667 0,446 Cx. gelidus 1,26 0,125 0,002 Cx. quinquefasciatus 0,84 0,083 0,001
02468
10121416
JUM
LAH
RATA
-RAT
A (E
KOR)
JAM
Ae. vexans An. vagusAn. indefinitus Cx. vishnuiCx. gelidus Cx. quinquefasciatus
27
b. Umur Relatif dan Indeks Kergaman Hasil pembedahan indung telur terhadap lima spesies nyamuk yang tertangkap
di Kelurahan Tondo, memberikan gambaran bahwa nyamuk An. vagus merupakan
nyamuk dengan umur terlama, yaitu 22,47 hari, kemudian disusul oleh Ae. vexans
dengan 20,75 hari. Sedangkan yang nyamuk yang umurnya relatif pendek adalah Cx.
quinquefasciatus dengan umur relatif 4,33 hari. Indeks keragaman nyamuk yang
tertangkap di Kelurahan Tondo yaitu 0,92, selengkapanya tersaji dalam tabel 16 di
bawah ini.
Tabel 12. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Nyamuk di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015.
Spesies Umur Relatif (Hari) Indeks Keragaman Spesies (H')
Ae. vexans 20,75 0,34 An. vagus 22,47 0,18 An. indefinitus - 0,04 Cx. vishnui 11,98 0,27 Cx. gelidus - 0,05 Cx. quinquefasciatus 4,33 0,04
0,92
5.6. Kelurahan Tanamodindi a. Letak Koordinat, Jenis Hewan, Spesies Nyamuk dan Karakteristik Lingkungan
Lokasi penelitian di Kelurahan Tanamodindi terletak pada koordinat
0°53'54.26" Lintang Selatan dan 119°53'44.34" Bujur Timur, pada ketinggian tempat
80 m di atas rata-rata permukaan air laut. Jenis ternak yang ditemukan adalah unggas
dan sapi. Suhu udara saat penangkapan nyamuk rata-rata bekisar 22,62°C, dengan
kelembaban udara 84,00%. Kecepatan angin rata-rata 0,13 m/s. Adapun hasil
koordinat, jenis hewan, dan karakteristik lingkungan dapat dilihat pada tabel 17 di
bawah ini.
28
Tabel 13. Titik Koordinat dan Karakterisitik Lingkungan di Kelurahan Tanamodindi, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
Faktor Lingkungan Keadaan Geografis dan Karakteristik Lingkungan
Titik koordinat - LS 0°53'54.26" - BT 119°53'44.34" - Elevasi 80 m dpal
Jenis Ternak yang ditemukan Sapi dan Kuda Suhu udara (rata-rata) 22,62°C Kelembaban (rata-rata) 84 % Kecepatan Angin (rata-rata) 0,13 m/s
Hasil penangkapan nyamuk di Kelurahan Tanamodindi mendapatkan 3 genus
dengan 9 spesies, yaitu Ae. vexans, Ae. aegypti, Ae. albopictus, An. vagus, An.
indefinitus, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. vishnui, Cx. gelidus, dan Cx. quinquefasciatus.
Jenis nyamuk yang paling banyak ditemukan adalah Cx. vishnui (76 ekor) dan yang
paling sedikit adalah Ae. aegypti dan Ae. albopictus (satu ekor). Selengkapanya dapat
dilihat pada Grafik 9 berikut :
Grafik 9. Spesies Nyamuk yang tertangkap di Kelurahan Tanamodindi, Kecamatan
Mantikulore, Kota Palu.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Jum
lah
(eko
r)
29
Aktifitas Cx vishnui di Kelurahan Tanamodindi terjadi sepanjang malam
dengan puncak kepadatannya terjadi pada awal malam yaitu pada pukul 18.00 – 19.00.
Sedangkan Ae. vexans yang merupakan nyamuk terbanyak kedua, aktifitasnya juga
sepanjang malam dengan puncak kepadatan terjadi pada pukul 01.00 – 02.00 dan pada
pukul 04.00 – 05.00. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di
Kelurahan Talise dapat dilihat pada grafik 10 di bawah ini :
Grafik 10. Aktifitas nyamuk yang tertangkap di sekitar kandang di Kelurahan Tanamodindi,
Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016
b. Kelimpahan Nisbi Dan Dominansi Spesies Kelimpahan nisbi tertinggi yaitu Cx. vishnui (38,58%), dan terendah adalah Ae.
aegypti dan Ae. albopictus (0,51%). Adapun jenis nyamuk yang frekuensi
tertangkapnya paling tinggi adalah Cx. vishnui (0,917) dan terendah adalah Ae. aegypti
dan Ae. albopictus dengan frekuensi 0,042. Cx. vishnui juga merupakan jenis nyamuk
dengan angka dominansi tertinggi yaitu, 0,354, kemudian diikuti oleh Ae. vexans (0,2).
Selengkapanya dapat dilihat pada tabel 19 berikut :
0
1
2
3
4
5
6
18
.00
-19
.00
19
.00
-20
.00
20
.00
-21
.00
21
.00
-22
.00
22
.00
-23
.00
23
.00
-00
.00
00
.00
-01
.00
01
.00
-02
.00
02
.00
-03
.00
03
.00
-04
.00
04
.00
-05
.00
05
.00
-06
.00
J A M
JUM
LAH
RATA
-RAT
A (E
KOR)
Ae. vexans An. vagus Cx. tritaeniorhynchusCx. vishnui Cx. gelidus Cx. quinquefasciatusAe. aegypti An. indefinitus Ae. albopictus
30
Tabel 14. Kelimpahan Nisbi dan Dominansi Speseies Nyamuk di Kelurahan Tanamodindi, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2015.
Spesies Kelimpahan nisbi (%)
Frekuensi tertangkap
Dominansi spesies
Ae. vexans 22,84 0,875 0,200 Ae. aegypti 0,51 0,042 0,000 Ae. albopictus 0,51 0,042 0,000 An. vagus 14,72 0,583 0,086 An. indefinitus 2,03 0,167 0,003 Cx. tritaeniorhynchus 6,09 0,333 0,020 Cx. vishnui 38,58 0,917 0,354 Cx. gelidus 7,11 0,417 0,030 Cx. quinquefasciatus 7,61 0,375 0,029
b. Umur Relatif dan Indeks Kergaman Hasil pembedahan indung telur terhadap lima spesies nyamuk yang tertangkap
di Kelurahan Tanamodindi, memberikan gambaran bahawa nyamuk Ae. vexans
merupakan nyamuk dengan umur terlama, yaitu 24,87 hari, kemudian disusul oleh Cx.
gelidus dengan 19,46 hari. Sedangkan yang nyamuk yang umurnya relatif pendek
adalah Cx. quinquefasciatus dengan umur relatif 9,67 hari. Indeks keragaman nyamuk
yang tertangkap di Kelurahan Tanamodindi yaitu 1,67, selengkapanya tersaji dalam
tabel 20 di bawah ini.
Tabel 15. Umur Relatif dan Indeks Keragaman Nyamuk di Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016.
Spesies Umur Relatif (Hari) Indeks Keragaman Spesies (H')
Ae. vexans 24,87 0,34 Ae. aegypti - 0,03 Ae. albopictus - 0,03 An. vagus 15,25 0,28 An. indefinitus 10,43 0,08 Cx. tritaeniorhynchus 16,45 0,17 Cx. vishnui 11,85 0,37 Cx. gelidus 19,46 0,19 Cx. quinquefasciatus 9,67 0,20
1,67
31
5.1. PETA DISTRIBUSI KERAGAMAN NYAMUK
Hasil penangkapan nyamuk di lima lokasi diperoleh tiga genus dan 14 spesies
nyamuk yaitu, Aedes yang teridir dari empat spesies, Anopheles enam spesies, dan Culex
empat spesies. Ada dua spesies yang ditemukan di semua lokasi yaitu, Ae. vexans dan Cx.
visnhui. Kemudian ada empat spesies yang ditemukan di empat lokasi, yaitu An. vagus,
Cx. gelidus, Cx. quinquefasciatus, dan Cx. tritaeniorhynchus. Adapun sebaran jenis
nyamuk yang tertangkap di Kecamatan Mantikulore dapat dilihat pada table 21 berikut :
Tabel 16. Distribusi nyamuk di sekitar kandang di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016.
No Spesies Kelurahan
total Kw Pb Ts Td Tm
1 Ae. aegypti 0 0 3 0 1 4 2 Ae. albopictus 0 0 0 0 1 1 3 Ae. vexans 2 20 4 56 45 127 4 Ae. vigilax 0 0 24 0 0 24 5 An. flavirostris 0 6 0 0 0 6 6 An. indefinitus 0 0 4 2 4 10 7 An. ludlowae var. tor 0 3 0 0 0 3 8 An. ludlowae 0 5 0 0 0 5 9 An. subpictus 0 0 74 0 0 74 10 An. vagus 12 43 0 16 29 100 11 Cx. gelidus 0 20 52 3 14 89 12 Cx. quinquefasciatus 5 0 208 2 15 230 13 Cx. tritaeniorhynchus 1 9 16 0 12 38 14 Cx. vishnui 16 489 12 160 76 753 36 595 397 239 197 1464 Ket : Kw = Kawatuna, Pb = Poboya, Ts = Talise, Td = Tondo, Tm = Tanamodindi
Tabel di atas memperlihatkan bahwa ada 1464 ekor nyamuk yang tertangkap selama
penelitian. Cx. vishnui merupakan jenis nyamuk yang paling banyak tertangkap, yaitu 753
ekor, sedangkan yang paling sedikit adalah Ae. albipictus yaitu sebanyak satu ekor.
Sebaran jenis nyamuk dapat juga dilihat pada gambar peta di bawah ini :
32
Gambar 2. Peta Distribusi Keragaman Nyamuk di Kecamatan Mantikulore, Kota Palu Tahun 2016
F. PEMBAHASAN Karakteristik lingkungan di sekitar kandang di Kecamatan Mantikulore secara umum
merupakan kondisi yang ideal untuk perkembangbiakan nyamuk, dimana suhu berkisar antara
udara 22,36 – 29,64 °C dan kelembaban yang cukup tinggi berkisar antara 66,71 – 84,00%.
Kondisi lingkungan ini tidak jauh berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya. Di
Sumatra Utara, suhu udara di sekitar kandang ternak berkisar antara 23-34oC dan kelembaban
udara berkisar antara 63-96%,4 demikian pula dengan penelitian di Jayapura yang menemukan
kondisi yang tidak berbeda.15 Penelitian di Kota Palu juga menunjukan kondisi yang sama
untuk suhu, namun berbeda dengan kelembaban udara yang relatif tinggi.16
Suhu dan kelembaban udara merupakan faktor lingkungan yang memiliki kaitan erat
terhadap sebaran dan aktivitas nyamuk. Suatu penelitian terhadap nyamuk Anopheles
menunjukan bahwa populasi nyamuk masih dapat bertahan pada suhu antara 17-30 oC17.
Sedangkan kelembaban udara, 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan
nyamuk untuk hidup16. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa kecepatan angin pada saat
33
penelitian relatif tenang, yaitu sekitar satu meter per detik. Kecepatan angin mempengaruhi
jarak terbang, evaporasi cairan dalam tubuh nyamuk, dan suhu udara. Pada kecepatan angin
11-14 meter perdetik akan menghambat kemampuan terbang nyamuk. Pada keadaan tenang,
suhu tubuh nyamuk lebih tinggi dari lingkungan, tetapi ketika berangin maka suhu akan turun
dengan demikian evaporasi akan berkurang 18.
Secara keseluruhan jenis nyamuk yang tertangkap sebanyak 14 jenis, yaitu empat
spesies Aedes (Ae. aegypti, Ae. albopictus, Ae. vexans, dan Ae. vigilax), enam spesies
Anopheles (An. flavirostris, An. indefinitus, An. ludlowae var. torakala, An. ludlowae, An.
subpictus, dan An. vagus), dan empat spesies Culex (Cx. gelidus, Cx. quinquefasciatus, Cx.
tritaeniorhynchus, dan Cx. vishnui). Penelitian ini relatif sama dengan yang dilakukan di
Sumatera Utara yang menemukan tiga genus dengan 14 spesies.4 Hasil ini juga relatif sama
dengan penelitian di Pekalongan, yang menemukan 13 jenis nyamuk dari 4 genus.19 Namun,
penelitian ini berbeda dengan penelitian di Cikarawang dan Sindangbarang, Bogor, yang
menemukan 27 jenis nyamuk dari 7 genus di sekitar kandang khususnya kerbau.5
Berdasarkan tingkat kelimpahan, Cx. vishnui memiliki kelimpahan paling tinggi di
Kelurahan Kawatuna (44,44%), Poboya (82,18%), Tondo (66,95%), dan Tanamodindi
(38,58%). Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan di Sumatra Utara,
yang menyebutkan bahwa Cx. tritaeniorhynchus merupakan nyamuk dengan kelimpahan
paling tinggi (55,888%)4, dan penelitian di Bogor yang menyebutkan bahwa An. annularis
adalah nyamuk yang paling melimpah (75,20%)5. Di Kelurahan Talise nyamuk yang memiliki
kelimpahan tertinggi adalah Cx. quinquefasciatus (52,39%). Hasil ini relatif sama dengan
penelitian yang dilakukan di Pekalongan dan Serang, yang menyatakan bahwa Cx.
quinquefasciatus merupakan nyamuk yang melimpah tertangkap di sekitar kandang19,20.
Angka dominansi merupakan gambaran peranan populasi nyamuk yang sebenarnya di
suatu daerah dibandingkan dengan parameter lain. Penelitian ini menunjukan bahwa Cx.
vishnui mendominansi di empat kelurahan, yaitu Kawatuna (0,148), Poboya (0,820), Tondo
(0,446), dan Tanamodindi (0,354). Hal ini berbeda dengan penelitian di Ciamis dan Kuningan,
yang menyebutkan bahwa yang paling dominan adalah Cx. sitien20. Sedangkan di Kelurahan
Talise didominansi oleh Cx. quinquefasciatus (0,500). Hasil ini relatif tidak berbeda dengan di
Pekalongan dan Serang 19,20, namun berbeda dengan di Ciamis dan di Kuningan20. Beberapa
nyamuk yang relatif melimpah dan dominan di beberapa lokasi penelitian adalah adalah
Ae.vexans, An. vagus, An. subpictus, dan Cx. tritaeniorhynchus.
34
Pengamatan umur relatif nyamuk dilakukan untuk menentukan potensi sebagai vektor
penyakit, khususnya malaria dan filariasis. Semakin panjang umur nyamuk, maka semakin
besar pula kesempatan untuk menularkan penyakit. Agar bisa menjadi vektor malaria, nyamuk
(Anopheles) sekurang-kurangnya memiliki rentang umur minimal 8 hari14, sedangkan untuk
bisa menjadi vektor filariasis nyamuk (Anopheles, Culex, Mansonia, dan Armigeres), minimal
memeiliki rentang umur 6 hari19. Hasil pengamatan umur relatif menunjukan bahwa Ae.
vexans memiliki rentang umur terlama, yaitu 31,48 hari, dan yang tercepat adalah An.
subpictus, yaitu 6,55 hari. Umur An. subpictus yang hanya 6,55 hari ini, berbeda dengan
peneltian di Jawa Tengah yang bisa mencapai 22 hari21. Nyamuk yang berpotensi sebagai
vektor berdasarkan umur relatifnya adalah, An. indefinitus (10,43 hari), An. vagus (22,47), Cx.
gelidus (23,97 hari), Cx. quinquefasciatus (11,87 hari), Cx. tritaeniorhynchus (25,47 hari), dan
Cx. vishnui (22,47 hari). Kelimpahan dan dominansi Cx. vishnui perlu mendapat perhatian, karena beberapa
aspek syarat untuk menjadi vektor telah terpenuhi. Cx. vishnui salah satu nyamuk yang
ditemukan di semua lokasi penelitian. Cx. vishnui juga merupakan nyamuk paling melimpah
dan mendominansi selama penelitian ini. Selain itu nyamuk ini memiliki rentang umur yang
relatif panjang, yaitu 22,47 hari. Meskipun nyamuk ini belum pernah dilaporkan sebagai
vektor filariasis di tempat lain, namun keberadaannya perlu diwaspadai. Melihat rentang
umurnya, nyamuk ini potensial untuk menjadi vektor filariasis. Selain itu juga, Cx. vishnui
telah dikonfirmasi sebagai vektor JE di Jakarta dan Yogyakarta.22 Cx. quinquefasciatus
ditemukan di empat lokasi penelitian, namun hanya dominan dan melimpah di satu lokasi
penelitian. Rentang umur nyamuk Cx. quinquefasciatus terlama dari penelitian ini adalah
11,87 hari, sehingga sangat potensial menjadi vektor filariasis. Cx. quinquefasciatus dikenal
merupakan vektor filariasis di perkotaan.19,23 Penelitian di Galapagos menunjukan bahwa Cx.
quinquefasciatus juga berpotensi kuat sebagai vektor West Nile Virus (WNV).24 Jenis nyamuk
lain dari genus Culex yang relatif melimpah dan juga memiliki rentang umur yang relatif lama
(25,47 hari) adalah Cx. tritaeniorhynchus. Jenis nyamuk ini belum pernah dilaporkan sebagai
vektor filariasis. Mekipun demikian nyamuk ini perlu diperhatian karena merupakan vektor
utama JE.4,8,22 Cx. gelidus merupakan jenis nyamuk yang tidak melimpah, tetapi memiliki
rentang umur yang relatif lama, yang memungkinkan pertumbuhan mikrofilaria. Cx. gelidus
bukan merupakan vektor filariasi, tetapi telah dinyatakan sebagai vektor JE.22
35
Meskipun bukan jenis nyamuk yang dominan, akan tetapi An. vagus ditemukan di
empat lokasi penelitian dan relatif melimpah. Bila mengamati umur relatifnya yang berkisar
antara 15-22 hari, maka memungkinkan Plasmodium untuk menyelesaikan siklus hidupnya
dari gametosit sampai sporozoit. Hasil ini sama dengan penelitian di Nusa Tenggara Timur
(NTT) yang menyatakan umur relatif An. vagus bisa mencapai 21 hari, namun berbeda dengan
hasil di Jawa Tengah yang hanya mencapai tiga hari.21 Rentang umur yang dimiliki An. vagus
berpotensi sebagai vektor malaria. Hasil penelitian di beberapa daerah di Sulawesi Tengah,
juga membuktikan bahwa An. vagus mengandung sirkum sporozoit.25–27 Selain itu, An. vagus
pernah dikonfirmasi sebagai vektor JE di NTT.22 Selain An. vagus, nyamuk dari genus
Anopheles lain yang memiliki rentang umur yang cukup untuk pertumbuhan Plasmodium
adalah An. indefinitus (10,43 hari). Namun demikian, nyamuk ini tidak berpotensi sebagai
vektor. Selain tidak dominan, juga belum ada laporan di tempat lain yang menyatakan bahwa
nyamuk ini bertindak sebagai vektor malaria. Sedangkan An. subpictus meskipun hanya
memiliki umur relatif 6,55 hari, namun tetap perlu diwaspadai karena sudah dinyatakan
sebagai vektor malaria di Sulawesi.28
Ae. vexans merupakan jenis nyamuk dari genus Aedes yang relatif melimpah dan
ditemukan di seluruh lokasi penelitian. Ae. vexan belum dilaporkan sebagai vektor penyakit.
Akan tetapi di Amerika, nyamuk ini dicurigai sebagai vektor WNV.29 Ae. aegypti dan Ae.
albopictus adalah vektor DBD dan Cikungunya, dalam penelitian ini tidak mendominasi,
karena kedua jenis nyamuk ini bersifat diurna (aktif pada siang hari).
Indeks keragaman (H’) nyamuk di Kelurahan Kawatuna, Talise, dan Tanamodindi
menunjukan tingkat keragaman yang sedang. Kondisi ini menunjukan bahwa kondisi
lingkungan di tiga kelurahan tersebut cenderung stabil.13 Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya hal tersebut adalah penyebaran spesies, dominansi, faktor pembatas, kompetisi, dan
adanya predator. Di tiga kelurahan tersebut diketahui bahwa nyamuk bisa lebih beragam, hal
ini diduga karena faktor lingkungan yang mendukung dan kurangnya predator sehingga
beberapa jenis nyamuk dapat menyebar dalam areal tersebut.
36
G. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan
1. Titik lokasi secara geografis terletak pada lima titik koordinat, yaitu 0°53'54.26"S
/119°53'44.34"BT, 0°50'32.98"S/ 119°54'52.59"BT, 0°52'37.70"S/119°52'31.43"BT,
0°52'30.81"S/ 119°55'37.35"BT, dan 0°54'19.74"S & 119°55'6.17"BT 2. Jenis ternak yang dikandangkan di lima lokasi penelitian di Kecamatan Mantikulore,
Kota Palu adalah sapi dan kuda.
3. Jenis nyamuk yang tertangkap sebanyak 14 spesies, yaitu empat spesies Aedes (Ae.
aegypti, Ae. albopictus, Ae. vexans, dan Ae. vigilax), enam spesies Anopheles (An.
flavirostris, An. indefinitus, An. ludlowae var. torakala, An. ludlowae, An. subpictus,
dan An. vagus), dan empat spesies Culex (Cx. gelidus, Cx. quinquefasciatus, Cx.
tritaeniorhynchus, dan Cx. vishnui).
4. Lingkungan abiotik cukup ideal untuk perkembangan nyamuk, yaitu suhu udara rata-
rata berkisar antara 22,36 – 29,64 °C, kelembaban relatif rata-rata berkisar antara
66,71 – 84,00%, kecepatan angin rata-rata berkisar antara 0,13 – 1 m/detik, dan
ketinggian tempat antara 10 – 210 meter di atas rata-rata permukaan air laut.
5. Nyamuk yang memiliki kelimpahan nisbi tertinggi adalah Cx. vishnui dan Cx.
quinquefasciatus.
6. Nyamuk yang paling dominan adalah Cx. vishnui dan Cx. quinquefasciatus.
7. Pengamatan umur relatif menunjukan bahwa Ae. vexans memiliki rentang umur
terlama, yaitu 31,48 hari, dan yang tercepat adalah An. subpictus, yaitu 6,55 hari.
8. Indeks keragaman (H’) nyamuk di Kelurahan Kawatuna, Talise, dan Tanamodindi
menunjukan tingkat kergaman yang sedang. Sedangkan di Kelurahan Poboya dan
Tondo menunjukan keragaman yang rendah.
7.2. Saran
1. Perlu konfirmasi vektor (ELISA atau molekuler) untuk memastikan kompetensi
vektorialnya.
2. Perlu kewaspadaan dengan melakukan pengendalian vektor potensial dengan cara
membunuh larva (larviciding) di tempat tempat yang positif ditemukan jentik nyamuk,
serta proteksi diri dari gigitan nyamuk.
37
H. UCAPAN TERIMA KASIH Kami mengucapkan terima kasih kepada: Kepala Badan Litbang Kesehatan yang telah
membiayai penelitian ini. Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas izin dan dukungannya
dalam pelaksanaan penelitian. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kota Palu yang telah
mengizinkan pelaksanaan penelitian di wilayah Kecamatan Mantikulore, Prof. Dr. Amrul
Munif, M.Sc. dan Dra. Blondine Christina P., M.Kes. atas bimbingannya selama penelitian.
Bapak Gunawan, M.Kes (Kasie P2 Dinkes Kota Palu), Bapak Ade Irfan, SH (Staf Seksi P2
Dinkes Kota Palu), Bapak Suryanto (Puskesmas Kawatuna), Ririn (Puskesmas Singgani),
Yuyusn Srikandi,dan Irawati yang telah membantu kami di lapangan selama pengumpulan
data. Ucapan terima kasih yang tak terhingga kami sampaikan pula kepada Lurah Kawatuna,
Lurah Poboya, Lurah Talise, Lurah Tondo, dan Lurah Tanamodindi beserta jajaran di
bawahnya (Ketua RW/RT) yang telah memfasilitasi kami dengan baik, masyarakat yang turut
membantu, sehingga kami dapat melaksanakan penelitian ini dengan rasa nyaman.
38
DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Sukowati S. Sumbangan Ilmu Genetika Populer untuk Penelitian Nyamuk sebagai
Vektor Penyakit. Media Litbang Kesehat. 1993;III(1):4–16.
2. Suwito A. Nyamuk (Diptera:Culicidae) Taman Nasional Bogani Nani Wartabone,
Sulawesi Utara: Keragaman, Status dan Habitatnya. J Fauna Trop. 2008;17(1):27–34.
3. Islamiyah M, Leksono AS, Gama ZP. Distribusi dan Komposisi Nyamuk di Wilayah
Mojokerto. J Biotropika. 2013;1(2):80–85.
4. Hadi UK, Soviana S, Syafriati T. Ragam Jenis Nyamuk di Sekitar Kandang Babi dan
Kaitannya dalam Penyebaran Japanese Encephalitis. J Vet. 2011;12(4):326–334.
5. Sigit SH, Hadi UK. Telaah Infestasi Nyamuk Pada Kerbau Di Bogor. Indones J Anim
Scinece. 1988;73(1):20–33.
6. Achmadi UF. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta: Penerbit Buku Kompas;
2005.
7. Santoso, Taviv Y. Keragaman Anopheles Di Desa Sungai Tuhu dan Desa Purwodadi
Oku Timur Tahun 2012. J Pembang Mns. 2013;7(2):65–78.
8. Sendow I, Bahri S. Perkembangan Japanese Encephalitis Di Indonesia. Wartazoa.
2005;15(3):111–118.
9. Darminto, Bahri S, Saepulloh M. Penyakit-penyakit Zoonosis Yang Berkaitan Dengan
Encephalitis. Wartazoa. 1999;9(1):21–30.
10. Mulyono A, Alfiah S, Sulistyorini E, Negari KS. Hubungan Keberadaan Ternak Dan
Lokasi Pemeliharaan Terhadap Kasus Malaria di Provinsi NTT (Analisis lanjut Data
Riskesdas 2007). J Vektora. 2007;V(2):73–77.
11. Pemkot Palu Waspadai Siklus Lima Tahun DBD. Antara News.
http://sulteng.antaranews.com/berita/18100/pemkot-palu-waspadai-siklus-lima-tahun-
dbd. Published 2015. Diakses Juli 24, 2015.
12. Pemda Kota Palu. Profil Kota Palu Tahun 2014. Palu: Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Kota Palu; 2014.
13. Saragih A. Indeks Keragaman Jenis Serangga Pada Tanaman Stroberi (Fragaria Sp) di
Lapangan. 2008.
14. Mardiana, Munif A. Komposisi Umur Nyamuk Anopheles Sp Yang Diduga Sebagai
Vektor Di Daerah Pegunungan Kecamatan Lengkong, Kabupaten Sukabumi. J Ekol
Kesehat. 2009;8(2):946–952.
39
15. Mofu RM. Hubungan Lingkungan Fisik , Kimia dan Biologi dengan Kepadatan vektor
Anopheles di Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura. J Kesehat Lingkung
Indones. 2013;12(2).
16. Muchid Z, Annawaty, Fahri. Studi Keanekaragaman Nyamuk Anopheles spp . Pada
Kandang Ternak Sapi Di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah ( Study on Anopheles
spp . Diversity at Cattle Cages in Palu City-Central Sulawesi Province ). Online J Nat
Sci. 2015;4(3):369–376.
17. Beck-Johnson LM, Nelson WA, Paaijmans KP, Read AF, Thomas MB, Bjørnstad ON.
The effect of temperature on Anopheles mosquito population dynamics and the
potential for malaria transmission. PLoS One. 2013;8(11).
doi:10.1371/journal.pone.0079276.
18. Pratama GY. NYAMUK Anopheles sp DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI
KECAMATAN RAJABASA, LAMPUNG SELATAN. J Major. 2015;4(1):20–27.
19. Ramadhani T, Wahyudi BF. Keanekaragaman dan Dominasi Nyamuk di Daerah
Endemis Filariasis Limfatik , Kota Pekalongan. J Vektor Penyakit. 2015;9(1):1–8.
20. Astuti EP, Ipa M, Wahono T, Riandi U. Kepadatan Nyamuk Tersangka Vektor
Filariasis di Desa Panumbangan, Kabupaten Ciamis, Desa Jalaksana Kabupaten
Kuningan dan Batukuwung Kabupaten Serang. J Ekol Kesehat. 2012;11(4).
21. Ndoen E, Wild C, Dale P, Sipe N, Dale M. Mosquito Longevity , Vector Capacity , and
Malaria Incidence in West Timor and Central Java , Indonesia. ISRN Publich Heal.
2012;2012. doi:10.5402/2012/143863.
22. Schuh a J, Guzman H, Tesh RB, Barrett a D. Genetic diversity of Japanese
encephalitis virus isolates obtained from the indonesian archipelago between 1974 and
1987. Vector Borne Zoonotic Dis. 2013;13(7):479–488. doi:10.1089/vbz.2011.0870.
23. Scarnecchia DL. Mosquitoes and Their Control. Vol 57. Second Edi. New York:
Springer International Publishing; 2004. doi:10.2111/1551-
5028(2004)057[0684:BR]2.0.CO;2.
24. Eastwood G, Kramer LD, Goodman SJ, Cunningham A a. West Nile Virus Vector
Competency of Culex quinquefasciatus Mosquitoes in the Galapagos Islands. Am J
Trop Med Hyg. 2011;85(3):426–433. doi:10.4269/ajtmh.2011.10-0739.
25. Jastal, Labatjo Y, Maksud M. Bionomik Nyamuk Anopheles spp. Pada Daerah
Perkebunan Cokelat di Desa Malino Kecamatan Marawola Kabupaten Donggala,
40
Sulawesi Tengah. J Vektor Penyakit. 2007;1(1):6–13.
26. Chadijah S, Veridiana NN, Kurniawan A. Konfirmasi Nyamuk Anopheles sebagai
Vektor Malaria dengan ELISA di Desa Pinamula, Kec. Momunu, Kab. Buol. J Vektor
Penyakit. 2010;4(1):1–8.
27. Veridiana NN, Chadijah S, Srikandi Y, Octaviani. Konfirmasi Vektor Malaria Dengan
ELISA di Daerah Mendui, Kec. Bungku Tengah, Kab. Morowali, Sulawesi Tengah. J
Vektor Penyakit. 2009;3(1):25–32.
28. Elyazar IRF, Sinka ME, Gething PW, et al. The Distribution and Bionomics of
Anopheles Malaria Vector Mosquitoes in Indonesia. Adv Parasitol. 2013;83:173–266.
doi:10.1016/B978-0-12-407705-8.00003-3.
29. Ndiaye EH, Fall G, Gaye A, et al. Vector competence of Aedes vexans (Meigen), Culex
poicilipes (Theobald) and Cx. quinquefasciatus Say from Senegal for West and East
African lineages of Rift Valley fever virus. Parasit Vectors. 2016;9:94.
doi:10.1186/s13071-016-1383-y.
41
LAMPIRAN A. Persetujuan Etik
42
B. Ijin Penelitian
43
C. Form Pengumpulan Data
44
45
D. Foto Kegiatan
Kandang Ternak
46
Alat pengukur suhu dan kelembaban (atas), alat pengukur kecepatan angin (bawah)
47
Proses penangkapan nyamuk (koleksi bebas)
48
Proses identifikasi dan pembedahan ovarium nyamuk
49
Penampakan indung telur setalah dibedah.