Download - TRAUMA KEPALA
Harmayetty Moenaf
ASUHAN KEPERAWATANTRAUMA KEPALA
Cedera craniocerebral adalah penyebab utama morbiditas – mortalitas, walaupun sdh dilakukan usaha preventif dan pengobatan yg sangat mahal
Penyebab utama kematian pd usia muda > 50 % kematian oleh trauma cedera
craniocerebral KLL terutama terjadi pd unprotected road
user pejalan kaki, pengendara motor tanpa helm ntandar, pengendara sepeda dan becak
Kecelakaan lalu lintas Perkelahian Jatuh Cedera Olah raga Tembakan
Head Injury
MechanismCoupeContra-Coupe
These mechanisms can cause injury and swelling:ConcussionEpidural/subdural Hematoma
Primary Brain Injury Secondary Brain Injury
TYPES OF PRIMARY INJURIES
Focal injuriesSkull fractureParenchymal
contusionParenchymal
lacerationVascular injury
resulting in hematoma (subdural, extradural, or parenchymal)
Diffuse injuriesDiffuse axonal
injuryDiffuse
vascular injury
Significant cause of mortality/morbidity in head -injured patients
Caused mainly by:◦ Ischaemia◦ Hypoxia◦ Hypotension◦ Hypoglycaemia◦ Hyperthermia◦ Seizure activity
Dibagi 3 :1. Mekanisme 2. Beratnya3. Morfologi
Tabel 1 : Klasifikasi Cedera Otak
MekanismMekanismee
Tumpul Tumpul
TembusTembus
Kecepatan tinggi (tabrakan Kecepatan tinggi (tabrakan mobil)mobil) Kecepatan rendah Kecepatan rendah (jatuh,dipukul)(jatuh,dipukul)
Luka tembakLuka tembak Cedera tembus lainCedera tembus lain
BeratnyaBeratnya
RinganRingan Sedang Sedang BeratBerat
GCS 14 – 15GCS 14 – 15 GCS 9 – 13GCS 9 – 13 GCS 3 - 8GCS 3 - 8
MorfologiMorfologi
Fraktur tulang Fraktur tulang tengkoraktengkorak Dasar tengkorakDasar tengkorak
Lesi intrakranialLesi intrakranial DifusDifus FokalFokal
Terbuka / tertutupTerbuka / tertutup Dengan / tanpa Dengan / tanpa kebocoran CSSkebocoran CSS
EpiduralEpidural SubduralSubdural Hipoksia / iskemik dllHipoksia / iskemik dll
Morfologi Cedera Kepala :
1.Fraktur kranium :
- Dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak
-Tanda fraktur dasar tengkorak (ekimosis
periorbital /Raccoon Eyes Sign, ekimosis
retroaurikuler /Battle Sign, kebocoran CSS
/rhinorrhea,otorrhea, paresis nervus fasialis
dan kehilangan pendengaran dapat timbul
segera atau beberapa hari setelah trauma
a. Cedera otak difus / lsi fokal - Pada pasien ditemukan penurunan kesadaran - Cedera otak difus berat disebabkan oleh hipoksia berat, iskhemik otak yang berkepanjanganb. Perdarahan epidural - ± 0.5% dari cedera kepala dan 9% penderita mengalami koma - sering terjadi area temporal akibat robekan a. meningea media - harus dilakukan trepanasi
Perdarahan subdural lebih sering terjadi dari epidural
30% dari cedera otak berat Perdarahn terjadi akibat robekan vena-
vena kecil di permukaan kortek serebri Prognosis lebih buruk
Kontusio serebri lebih sering terjadi 20% - 30% dari cedera kepala
Terjadi daerah lobus frontal, temporal Kontusio serebri dapat terjadi dalam
beberapa jam, hari Cara mendeteksi dengan mengulang CT-scan
dalam 12-24 jam setelah CT-scan pertama
Penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana GCS 3 – 8
Penatalaksanaan : - ABCDE - Primary survey dan resusitasi - Secondary survey - Reevaluasi neurologi (GCS)
Battle Sign ( warna biru / ekimosis dibelakang telinga diatas mastoid )
Hemotimpani (perdarahan dibelakang membran timpani)
Periorbital ekimosis (warna hitam tanpa trauma langsung)
Rinorhoe Otorhoe
Periode Pra Hospital Merupakan periode yg penting, karena 17 –
20 % meninggal sebelum tiba di RS Pd periode ini dpt dijumpai penderita dgn
fase Brain Syok dgn gejala :- Nadi halus- Apnea- Pupil melebar- Tdk bereaksi thd rangsang nyeri
Sehingga dianggap sdh meninggal dan tdk mendapatkan pertolongan awal yg memadai
Lakukan pertolongann awal secara tepat dan resusitasi ABC
Pasang Cervical collar, cegah cedera tambahan
A : Bebaskan jln nafas, obstruksi jln nafas hipoksia
Penyebab obstruksi :1. Darah2. Lendir3. Muntahan4. Benda asing5. Spasme laring6. Cedera jln nafas
B : Pneumonia, Hemothorak,Fraktur costa, Parese oto nafas
C : Hipotensi, Syock, Anemia
Cedera otak pd umumnya nadi menurun/normal, bila nadi meningkat gg sirkulasi /fase terminal Hentikan perdarahan, pasang infus line,
positioning, lakukan pijat jantung, sambil memasang infus line, dpt diberikan
vasopresor MAP yg dianjurkan adalah lebih besar dari 90 mmHg
Rujuk ke RS yg ada fasilitasnya (CT Scan, bedah syaraf) dgn transportasi yg memadaisarana transportasi :- Paramedis terlatih- Set emergency : Ambu bag, Mayo tube, suction set, O2, Infus set, RL/NACL 0,9/ D5 ½NS, Spuit, Manitol, Diazepam, Adrenalin, CPZ, Aquabidest
Surat rujukanLengkapi dengan identitas pasien dan dokter/ners, proses kejadian (penyebab, waktu, kondisi awal dan akhir), alasan dirujuk, terapi, penyakit lain
Periode HospitalAnamnesa : adanya trauma, bukan oleh akibat gg kesadaran yg menyebabkan penderita terjatuh
Pemeriksaan umum : Vital Sign, tanda cedera dikepala dan bagian tbh lain
Pemeriksaan status neurologis : GCS, Fungsi neurologis menetukan adanya cedera fokal (sesuai letak lesi), reflek batang otak bila ada , kecurigaan mati batang otak
Pasien cedera craniocerebral yg sadar tanpa defisit neurulogis dan tanpa faktor resiko lain dpt diobservasi di IRD dan dpt dipulangkan dgn nasehat
Bila ada penurunan kesadaran / timbul gjl lain harap segera kembali ke IRDPasien sadar tapi dgn faktor resiko lain fr tlg tengkorak, cedera bag tbh lain, gg faal vital, muntah terus menerus, sakit kepala menetap MRSStabilisasi fungsi organ
- O2 darah- Volume dan tekanan darah- TIK- Nutrisi, cairan dan elektrolit
Target : - SaO2 : 95 %- PaCO2 : 30 – 40 mmHg- PaO2 : 80 – 110 mmHg- Tensi : Sistole : 90 – 120 mmHg
Diastole : 60 – 80 mmHg
Deteksi dini adanya lesi massa Langkah penanganan GCS < 9
- Jahit luka- Foto Rongent- Anamnesa cepat dan teliti- Evaluasi neurologis- Pasang NGT- Sirkulasi : infus, atasi perdarahan, ambil
sampl darah- Breathing oksigenasi, ventilasi- Lakukan intubasi, trakeostomi- Imobilisasi cervikal
Cont ….- Atur posisi Head Up 30°- Atasi kejang Diazepam, Phenytoin- Obat Sedasi, Manitol- Monitor TIK, drainage
1. Kejang Cegah dan atasi segera2. Pasang cervikal collar3. Posisi tubuh4. Resusitasi – Stabilisasi periksa BGA, HB,
tensi dan Nadi5. Pasang pipa lambung6. Evaluasi/secondary survey cari
jejas/fraktur tempat lain
7. X - Foto- Kepala diperlukan bila curiga ada fr imprsi, untuk menentukan lokasi burhole eksploratif, menentuka cedera
coup/countra coup- Cervikal harus, terutama bila COS -
COB- CT Scan sebaiknya kerjakan pd semua cedera craniocerebral tapi bila ada pembatasan indikasi, maka CT Scan pada GCS < 12, dgn CT Scan dpt ditemukan scr tepat diagnosis dan lokasi perdarahan shg kraniotomi dpt direncanakan dgn baik
8. Jahit luka9. Pembedahan : Lesi massa (hematoma, edema fokal) fraktur impresi
ObservasiPengamatan terus menerus thd fungsi vital dan neurologis, bila ada perub lakukan diagnosis dan tindakan
T, N, RR, Suhu, GCS, syaraf cranial, motorik, balans cairan,lab
Periode observasi- 6 jam I : tiap 15 mnt- 6 jam berikutnya : tiap 30 mnt- 12 jam berikutnya : tiap jam
Diatasi dgn cara :- Mekanik : - Head Up 20° - 30°
- Hiperventilasi - Trepanasi dekompresi
- Drainage CSF (lewat monitor ICP)- Medikamentosa : Manitol, sedasi, furusemide,diamox, antipiretik- Perbaikan faktor ekstra kranial
1. Acut : perdarahan, edema otak, sindroma disstres nafas, gg faal hemostasis, gg hormonal
2. Subacut : Perdarahan3. Kronis :
- Perdarahan kronis- Epilepsi traumatik- Hidrosepalus jrg pd fase awal- Ensefalopati
1. Pengkajian a. Identitas- Data umum : sering terjadi pd usia 15 -24 tahunb. Riwayat kesehatan- adanya cedera pd : Kulit : vulnus, laserasi, hematoma Tulang : Fraktur linier, multiple, basis cranii Dura / otak : Robekan dura, contusio ringan, cedera akson difus
Pada umumnya pasien dgn trayma kepala dtg ke RS dgn penurunan tingkat kesadaran atau GCS dibawah 15, muntah menetap, nyeri kepala, dispneu/takipneu, akumulasi sputum diregio intra thorak/sal nafas, otorhoe, rinorhoe
Riwayat penyakit dahulu harus diket gg yg berhub dgn sistem persyarafan maupun penyakit sistemik lainnya serta saat kejadian, obat-obatan yg pernah didapat, tempat tinggal, kondisi klg
c. Pemeriksaan fisikAspek neurologis yg dikaji :- Tingkat kesadaran- Gejala fokal neurologis- Nervus kranialis perdarahan dan edema otakN I (Olfaktorius) ↓ daya penciumam dan
anosmia bilateralN. II (Optikus) ↓ daya Penglihatan
Trauma frontalis
N. III (Okulomotorius) gerakan ektstra okuler mata, konstriksi, dilatasi pupilN. IV (Trokhlearis) gerakan bola mata ke bawah dan keatasN. V (Trigeminus) anasthesi daerah dahi, gg gerakan oto-otot rahangN. VI (Abdusen) Penurunan lapang pandang, pupil anisokorN. VII (Fasialis) Melemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pd 2/3 bag lidah anterior
- Pengkajian lain perdarahan dr mulut, hidung, telinga, mata, hipersekresi pd mulut
e. Permeriksaan penunjang1. X – Ray
Tujuan : Mendeteksi perub struktur tulang,
pergeseran struktur dari garis tengah, adanya fragmen
Indikasi :Jejas(hematoma) > 3 Cm, adanya gjl neurologis fokal, fraktur terbuka, luka tembak/tusuk( c. alineum), adanya deformitas kepala
2. CT ScanTujuan :Mengidentifikasi adanya hemoragi, menetukan ukuran ventrikel, pergeseran jaringan otak, pemeriksaan berulang mungkin diperlukan kerena pd iskemia/infark mungkin tdk terdeteksi pd 24 – 27 jam post trauma
Indikasi :GCS < 15, penurunan GCS > / = 12 point, adanya laserasi, pupil anisokor, hemiplegi, hemikonvulsi, corpus alineum intracranial
3. Angiografi cerebralMenunjukkan kelainan sirkulasi cerebral spt pergeseran jar otak akibat edema, identifikasi adanya area vaskuler ditepi otak
4. EEGMendeteksi adanya gelombang patologis
5. BAER (Brain Auditory Evoluted Respon)Menetukan fraktur korteks dan batang otak
6. PET ( Positron Emision Tomografi)Menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme otak
7. Pungsi Lumbal CSSMenduga kemungkinan adanya perdarahan subarahnoid
8. BGAMengetahui adanya gg ventilasi / oksigenasi yg dpt meningkatkan TIK
9. Kimia / elktrolit darahMengetahui ketidakseimbangan yg berperan dlm peningkatan TIK
1. Ketidak efektifan jln nafas berhub dgn penurunan reflek batuk akumulasi sekret, spasme jln nafas
2. Ketidak efektifan pola nafas berhub dgn hiperventilasi/hipoventilasi, nyeri, kelelahan,disfungsi neuromuskuler, kerusakan muskuloskeletal, kelelahan otot respirasi
3. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhub dgn perub metab tbh, trauma pst regulasi tbh, efek terapi, vasodilatasi vaskuler, dehidrasi, terpapar suhu lingkungan
4. Gg pertukaran gas berhub dgn perub membran alveoli, penurunan suplai O25. Peningkatan TIK berhub dgn penurunan perfusi jar, hipotensi sistemik, cedera kepala6. Nyeri berhub dgn trauma, discontinuitas jar, vaskularisasi dan sensorik7. Perub perfusi cerebral berhub dgn adanya proses desak ruang sekunder akibat perubahan sirkulasi cerebral8. Perub nutrisi kurang berhub dgn penurunan kesadaran, penurunan fungsi GI tract sekuinder akibat imobilisasi
10. Perub keseimbangan cairan 11. Perub mobilitas fisik12. Resiko infeksi13. Perub pola eliminasi14. Perub proses pikir15. Gg psikologis cemas16. Defisit perawatan diri
a. Intravena - Diberikan secukupnya agar penderita tetap
dalam keadaan normovolemia - Keadaan hipovolemia sangat berbahaya
pada pasien - Penggunaan glukosa akan menimbulkan hiperglikemia yang akan memperburuk
keadaan pasien - Cairan yang dianjurkan garm fisiologis atau RL - Kadar Natrium serumperlu diperhatikan
pada pasien cedera kepala - Keadaan hiponatremia dapat menimbulkan edema otak
2. Hiperventilasi
- Hiperventilasi dilakukan untuk menurunkan
kadar pCO2 dan akan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah otak
- Hiperventilasi yang lama akan menyebkan
iskemik otak
- Terutama bila pCO2 dibiarkan < 30 mmHg
- Umumnya pCO2 dipertahankan ≥ 35 mmHg
Manitol digunakan untuk menurunkan TIK Dosis yang diberikan 1 gr/KgBB diberikan
secara bolus intravena Dosis tinggi jangan diberikan pada pasien
yang HIPOTENSI Efek samping manitol diureis osmotik Indikasi pemberian manitol pada pasien yang
mengalami dilatasi pupil, hemiparesis, atau kehilangan kesadaran. Pemberian diberikan secara cepat dalam waktu 5 menit
Diberikan bersamaan dengan manitol untuk menurunkan TIK
Dosis yang diberikan 0.3 – 0.5 mg/KgBB secara intravena
Furosemik jangan diberikan pada pasien yang mengalami hipotensi
5. Steroid
Penggunaan steroid pada pasien cedera
kepala tidak dianjurkan
Barbiturat bermanfaat diberikan untuk menurunkan TIK yang refrakter terhadap obat-obat lain
Tidak diberikan pada pasien yang mengalami hipotensi
Pemberian barbiturat tidak diindikasikan pada fase akut resusitasi
Epilepsi pasien pasca trauma terjadi pada 5% yang dirawat di RS dg cedera kepala tertutup dan 15% pada cedera kepala berat
Faktor penyebab epilepsi : 1. Kejang awal yang terjadi dalam minggu pertama 2. Perdarahan intrakranial 3. Fraktur depresi Fenitoin obat yang digunakan pada fase akut Dosis 1 gr diberikan dg kecepatan yang tidak begitu cepat dari
50 mg/menit Dosis pemeliharaan biasanya 100 mg/8 jam Pasien kejang yang lama dapat ditambahkan diazepam Kejang yang berlangsung lama 30 – 60 menit dapat
menyebabkan cedera otak sekunder
Kriteria untuk mendiagnosa mati batang otak
1. Skor GCS = 32. Pupil yang tidak reaktif3. Hilangnya reflek batang otak (batuk,
Doll’s eyes, batuk)4. Tidak ada usaha nafas spontan
Tekanan intrakranial ditentukan oleh :• Tiga komponen :
• Jaringan otak.• LCS.• Darah.
• Faktor lain :• Tekanan arteri.• Tekanan vena.• Tekanan intra-abdominal dan intra torakal.• Posisi.• Temperatur badan.• Gas Darah.
• TIK normal 0 – 15 mmHg• Hipotesis Monro-Kellie
Perubahan tingkat kesadaran Paling sensitif dan indikator penting, tahap awal mungkin tidak spesifik: gelisah, irritabilitas, letargi.
Perubahan Vital Sign◦ Cushing’s triad: Peninggian TDS, bradikardi
(muncul belakangan), pola nafas iregular (late sign)
◦ Perubahan suhu
Ocular signs◦ Pelebaran pupil akibat tekanan pada N III◦ Refleks pupil melambat dan anisokor.
Penurunan fungsi motorik ◦ Hemiparesis atau hemiplegia ◦ Dekortikasi – gangguan pada traktus
motorik◦ Deserebrasi – kerusakan berat pada
mesensefalon dan batang otak
Sakit kepala ◦ Akibat kompresi saraf kranialis, arteri dan
vena◦ Memburuk pada pagi hari.◦ Diperberat oleh aktivitas.
Muntah
◦ Tidak didahului mual.◦ Mungkin projektil
Kerusakan otak
Edema otak
↑ TIK
Kompressi p.d. otak
↓ Aliran darah otak
↓ Oksigen dan kematianJaringan otak
Edema sekitar jaringan rusak
↑ TIK dengan kompressi batang otak dan pusat pernafasan
Akumulasi CO2
Vasodilatasi
↑ TIK akibat ↑ BV
Kematian
CPP dalam batas normal. Otak Normal, CPP 40 mmHg belum
akan menimbulkan iskemia serebral (mekanisme autoregulasi serebral)
Pada Brain Injury terjadi gangguan autoregulasi serebral ~ CPP minimum lebih tinggi (goal 70 mmHg).
CPP = MAP – ICP.
A. AirwayB. BreathingC. CirculationD. Initial Neurological AssessmentE. Evaluasi LaboratoriumF. CT Scan.
1. Segera bebaskan jalan nafas. Nafas spontan ? RR ? Pola ? Sumbatan? Derajat kesadaran ?
2. GCS<8 lakukan intubasi (terutama pada anak).3. Pada pasien trauma, hindari manipulasi leher
(potensi trauma C-spine).4. Intubasi HARUS secara HATI-HATI.
(Winchell LJ, Hoyt DB . Arch Surg 1997 ;132 : 592 – 597)(Winchell LJ, Hoyt DB . Arch Surg 1997 ;132 : 592 – 597)
1. Hindari hiperkapnea (vasodilator kuat).2. Oksigenasi adekuat. Berikan O2 sementara
dilakukan evaluasi inisial lainnya. Saturasi O2 < 90% merupakan prediktor buruknya outcome. (Class II)
3. Monitor CO2
Stocchetti N, Furlan A, Volta F: J Trauma 40: 764-767, 1996.
1. Usahakan kardiak output dan TD adekuat (TDS 100 – 160 mmHg, CPP >70 mmHg).
2. Pastikan blood volume sirkulasi adekuat. Hindari pemberikan cairan hipotonik. Berikan NS atau RL
The injured brain is extremely intolerant of further insult such as hypoxia, poor perfusion due to inadequate volume replacement or hypercapnia.
TDS < 90 mmHg* merupakan prediktor independenTDS < 90 mmHg* merupakan prediktor independen terhadap buruknya outcome. (Class II)terhadap buruknya outcome. (Class II)
General rekomendasi:◦ Cairan isotonik (RL atau Saline) 2 liter secara
cepat pada dewasa.* Tidak ada korelasi antara jumlah
cairan/transfusi yang diberikan dengan peningkatan TIK. Dan tidak ada korelasi antara CVP, Wedge pressure dengan TIK.**
TIK berkorelasi positif dengan Laktat serum
*American college of Surgeon: ATLS Instructor Manual, Chicago, 1996** Scalea TM, Maltz S, Yellon J, Critical Care Med. 22: 1610-1615,1994.
• Nilai derajat kesadaran, status umum, GCS
• Defisit fokal.• Kejang• Pemeriksaan neurologi sepintas, spt
adanya lesi saraf kranial, motorik dan refleks, respon terhadap rangsang.
• Papil edema (The absence of papilledema does not rule out increased ICP !!)
1. AGD.2. Elektrolit, Ca, Mg, Phosphat, 3. GDS4. Hematologi rutin.
Memastikan adanya perdarahan intrakranial, masa/efek masa, edema, kelainan pada sistem ventrikel dan sisterna basalis, fraktur tulang tengkorak.
Manajemen pernafasan (oksigenasi dan ventilasi)
Manajemen CV (CO adekuat, status cairan, BP). Biasanya membutuhkan monitoring arterial line dan CVP.
Hindari hipertermi dan menggigil. Hindari hipo atau hiperglikemia Cegah dan atasi kejang
Analgetik dan sedasi bila diperlukan Positioning--HOB (15-300) ditinggikan
dengan posisi kepala midline untuk menghindari impending venous return.
Hindari rangsangan berlebihan terhadap pasien.
Batasi aktivitas fisik. Balans elektrolit dan pantau osmolalitas
Opiods Benzodiazepines
Neuromuscular blockade
may be required - use only when necessary
Problems:
• Difficult to assess neurologic exam
• Risk of hypotension
Use short acting agents
Do opiods increase CBF and ICP as well as lower MAP and CPP?
Increased ICP with concurrent decreased MAP and CPP has been documented with use of opiods. But, elevation in ICP is transient and there is no resulting ischemia from decreased MAP / CPP.
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Before During After
TurningSuctioningBathing
Nursing Activity and ICP
Rising (1993) Journal of Neuroscience Nursing, 25(5)
ICP
Fluid
Cairan berpindah dari daerah Cairan berpindah dari daerah rendah osmolaritas ke daerah rendah osmolaritas ke daerah tinggi osmolaritas.tinggi osmolaritas.
OtakOtak PembuluPembuluh Darahh Darah
Osmo-Therapy Osmo-Therapy (Manitol)(Manitol)
Menurunkan viskositas darah dengan menurunkan hematokrit CVR menurun meningkatkan CBF, vasokonstriksi arteriolar dengan cepat menurunkan CBV.
Menurunkan jumlah cairan pada jaringan yang tidak rusak sehingga memberi tempat untuk jaringan yang mengalami edema.
Pemberian secara cepat lebih efektif.
Dosis 0.25 – 1 gr/kgBB dan dapat diulangi 2 – 6 jam kemudian untuk mempertahankan osmolaritas 310 - 320 mOsm/L.
Tidak ada bukti dosis besar bekerja lebih efektif.
Efek osmotik diuresis manitol akan berlangsung selama 90 menit – 6 jam.
Manitol prehospital berhubungan dengan peningkatan risiko kematian relatif dibanding plasebo (1.59; 95% CI, 0.44 – 5.79).
Pemberian manitol jangka lama akan menyebabkan dehidrasi intravascular, hipotensi dan azotemia prerenal.
Manitol akan menyebabkan terbukanya BBB manitol akan masuk kedalam jaringan otak (pada th/ jangka lama dan infus kontinyu) Osmolaritas otak meningkat ICP meningkat.
Efek sinergis bila dikombinasikan dengan mannitol atau albumin.
Efek terbaik didapatkan bila mannitol diberikan 15 menit sebelum Forosemide.
Bila diberikan bersama-sama, hati-hati terhadap status cairan dan elektrolit.
Barbiturat terapi. Hipotermia. Steroid.