Download - R Dahlia Anemia
1
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN ANEMIA
A. DEFINISI ANEMIA
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit atau hitung
eritrosit (red cell count) berakibat pada penurunan kapasitas pengangkutan
oksigen oleh darah. Tetapi harus diingat terdapat keadaan tertentu di mana ketiga
parameter tersebut tidak sejalan dengan massa eritrosit, seperti pada dehidrasi,
perdarahan akut, dan kehamilan. Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidak
cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit
dasar yang menyebabkan anemia tersebut. (Sudoyo Aru, dkk 2009).
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit (sel darah merah) dan kadar
haemoglobin (Hb) dalam setiap millimeter kubik darah. Hampir semua gangguan
pada sistem peredaran darah disertai dengan anemi yang ditandai warna
kepucatan pada tubuh, terutama ektremitas. (Fida dan Maya, 2012).
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan kadar
penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh (Price, 2007).
B. ETIOLOGI ANEMIA
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Pada
dasarnya anemia disebabkan oleh karena:
1. Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a. Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi defisiensi Fe,
Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b. Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient yang dapat
menimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c. Fungsi sel induk (stem sel) terganggu, sehingga dapat menimbulkan anemi
aplastik dan leukemia.
d. Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2. Kehilangan darah:
a. Akut karena perdarahan atau trauma/kecelakaan yang terjadi secara
mendadak.
b. Kronis karena perdarahan sluran cerna atau menorhagia.
2
3. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis).
4. Bahan baku untuk pembentuk eritrosit tidak ada. Bahan baku yang dimaksud
adalah protein, asam folat, vitamin B 12, dan mineral Fe.
C. KLASIFIKASI ANEMIA
1. Anemia defisiensi zat besi (Fe): kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
Bisa karena intake kurang, absorbsi kurang, sintesis kurang, keperluan yang
bertambah.
2. Anemia megaloblastik: anemi yang terjadi karena kekurangan asam folat.
Disebut juga dengan anemi defisiensi asam folat. Disebabkan karena intake
yang kurang, gangguan penyerapan pada gastrointestinal, pemberian obat
ynag antagonis oleh asam folat.
3. Anemia pernisiosa: kekurangan vitamin B 12. Disebabkan karena intake yang
kurang, adanya kerusakan lambung sehingga lambung tidak dapat
mengeluarkan sekret yang berfungsi untuk absorpsi B 12.
4. Anemia pasca perdarahan: akibat perdarahan massif (perdarahan secara terus-
menerus dan dalam jumlah banyak) seperti kecelakaan, operasi dan persalinan
dengan perdarahan hebat yang dapat terjadi secara mendadak maupun
menahun.
5. Anemia aplastik: disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum
tulang (kerusakan sumsum tulang).
6. Anemia hemolitik: terjadi penghancuran eritrosit yang berlebihan. Karena
faktor intrasel: thalasemia, hemoglobinopatie. Sedang faktor ekstrasel:
intoksikasi, infeksi–malaria, reaksi hemolitik transfusi darah. Anemia aplastik
disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh sumsum tulang (kerusakan
sumsum tulang).
7. Anemia sickle cell: anemia yang terjadi karena sintesa Hb abnormal dan
mudah rusak, serta merupakan penyakit keturunan.
D. MANIFESTASI KLINIS ANEMIA
1. Manifestasi klinis yang paling sering muncul:
a. Pusing
b. Mudah berkunang-kunang
c. Lesu
d. Aktivitas menurun
e. Rasa mengantuk
3
f. Susah konsentrasi
g. Cepat lelah
h. Prestasi kerja fisik/pikiran menurun
2. Manifestasi khusus pada anemia:
a. Perdarahan berulang/kronik pada anemia pasca perdarahan, anemia
defisiensi besi
b. Ikterus, urine berwarna kuning tua/coklat, perut makin buncit pada anemia
hemolitik
c. Mudah infeksi pada anemia aplastik.
E. PATOFISIOLOGI ANEMIA
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir,
masalahnya dapat diakibatkan efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan
ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah
merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sistem fagositik atau
dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil
samping proses ini, bilirubin, yang sedang terbentuk dalam fagosit akan
memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya
1 mg/dl atau kurang ; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien tertentu disebabkan
oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi, biasanya dapat diperoleh dengan dasar yakni hitung retikulosist
dalam darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan
cara pematangannya, seperti yang terlihat dengan biopsy, dan ada atau tidaknya
hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
4
F. PATHWAY ANEMIA
(Sumber: Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANEMIA
1. Pemeriksaan darah lengkap: retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% -
50%), leukositos (khususnya pada krisis vaso-oklusit) penurunan Hb/Ht dan
total SDM.
Kekurangan nutrisi
Kegagalan sumsum tulang
Anemia (Hb) ↓
Resistensi aliran darah perifer
Penurunan transport O2
Hipoksia
Ketidakefektifan perfusi jaringan
Perdarahan hemolisis (destruksi
sel darah merah)
Kehilangan sel darah merah
Pertahanan sekunder tidak adekuat
Resiko infeksi
Lemah, lesu
Intoleransi aktivitas
Gangguan fungsi otak
Intake nutrisi turunAnoreksia
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Deficit perawatan diri makan
Pusing
Nyeri akut
5
2. Pemeriksaan pewarnaan SDM: menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel
bentuk bulan sabit.
3. Elektroforesis hemoglobin: mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin
abnormal dan membedakan antara anemia sel sabit dan anemia sel trait.
H. PENATALAKSANAAN ANEMIA
Pada anemia defisiensi zat besi, folat, atau vitamin B12, maka cara yang dapat
dilakukan adalah mengonsumsi makanan yang mengandung zat tersebut. Untuk
diperhatikan:
1. Sumber zat besi adalah daging berwarna merah (sapi, kambing, domba),
buncis, sayuran hijau, telur, kacang-kacangan, sea food. Sumber folat adalah
buah segar, sayuran hijau, kembang kol, hati, ginjal, produk olahan susu.
Sebaiknya sayuran dikonsumsi mentah atau setengah matang. Sumber vitamin
B12 adalah daging dan produk olahan susu, daging, hati, ginjal, tiram, keju,
dan telur.
2. Mengonsumsi suplemen zat besi mungkin diperlukan dalam beberapa tahun
dengan mewaspadai efek sampingnya. Kelebihan zat besi mengakibatkan
kelelahan, muntah, diare, sakit kepala, mudah tersinggung, dan muncul
masalah pada persendian.
3. Vitamin C diperlukan untuk membantu penyerapan besi di dalam saluran
pencernaan, kecuali penderita gangguan pencernaan. Sebab vitamin C bisa
memperparah penderita gangguan pencernaan.
4. Hindari kafein, misalnya kopi atau teh dalam jumlah banyak, karena kafein
dapat mengganggu penyerapan besi di saluran pencernaan.
5. Hindari alkohol dan obat-obatan tertentu yang dapat mengakibatkan defisiensi
asam folat.
6. Jika Anda seorang vegetarian, konsultasikan kepada dokter atau ahli nutrisi
tentang diet untuk mencukupi kebutuhan vitamin B12. Mungkin diperlukan
suplemen untuk mencukupi kebutuhan tersebut.
7. Kekurangan vitamin B12 juga dapat disebabkan oleh infeksi parasit,
konsultasikan ke dokter untuk mengatasi infeksi tersebut.
Hubungi dokter bila:
a. Merasa kelelahan menetap, kesulitan bernapas, denyut nadi cepat (di atas
100 kali/menit), kulit menjadi pucat atau terdapat tanda lain terjadinya
anemia.
b. Periode menstruasi sangat mengganggu, atau terdapat penyakit perlukaan
saluran cerna (ulkus), hemoroid (wasir), atau kanker kolon (usus besar).
6
1. Penatalaksanaan medis
a. Anemia pasca perdarahan: transfusi darah. Pilihan kedua: plasma
ekspander atau plasma substitute. Pada keadaan darurat bisa diberikan
infus IV apa saja.
b. Anemia defisiensi: makanan adekuat, diberikan SF 3x10mg/kg BB/hari.
Transfusi darah hanya diberikan pada Hb <5 gr/dl.
c. Anemia aplastik: prednison dan testosteron, transfusi darah, pengobatan
infeksi sekunder, makanan dan istirahat.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Pada dasarnya perawatan pasien anemia memerlukan perawatan tersendiri
dan perhatian lebih. Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan
nutrisi (pasien menderita anoreksia), risiko terjadi komplikasi akibat transfusi
yang berulang-ulang, gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai penyakit. Seperti pasien lain yang juga
menderita anoreksia bahkan hal itulah yang biasanya merupakan keluhan
orang tua yang utama, maka yang dijumpai adalah pasien dengan keadaan gizi
buruk dan pucat. Keadaan demikian jika tidak diatasi akan makin
memperburuk keadaan pasien. Perbaikan anoreksia hanya dengan cara
memperbaiki keadaan anemianya, yaitu dengan memberikan transfusi darah
disamping usaha memberikan makanan per oral yang cukup gizi tetapi tidak
boleh diberikan makanan yang mengandung zat besi seperti hati, atau sayuran
seperti kangkung, bayam atau makanan lain yang mengandung zat besi karena
di dalam tubuh pasien telah kelebihan zat besi. Dalam keadaan lemah sekali
pasien perlu disuapi dan dibujuk.
I. KOMPLIKASI ANEMIA
Merasa cepat lelah saat bekerja sehingga produktivitas juga menurun. Karena
jantung harus bekerja lebih keras untuk mengkompensasi kekurangan oksigen di
dalam darah akibat anemia, pada akhirnya dapat mengakibatkan serangan jantung
atau stroke. Jika anemia yang terjadi akibat defisiensi B12, secara bersamaan juga
bisa terjadi kerusakan saraf dan gangguan fungsi otak. Karena Vitamin B12 juga
dibutuhkan untuk kesehatan saraf dan fungsi otak.
7
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN ANEMIA
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identifikasi klien: nama klien, usia, jenis kelamin, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
Anak yang mengalami defisiensi Fe biasanya berusia antara 6-24 bulan dan
pada masa pubertas. Pada usia tersebut kebutuhan Fe cukup tinggi, karena
digunakan untuk pertumbuhan yang terjadi relatif cepat dibandingkan dengan
periode pertumbuhan lainnya (Wong, 2003).
2. Identitas penanggung jawab
3. Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama: pada keluhan utama akan nampak semua yang dirasakan
klien pada saat itu seperti kelemahan, nafsu makan menurun, dan pucat.
4. Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan
informasi kesehatan atau penyakit masa lalu yang pernah diderita.
5. Kebutuhan bio-psiko-sosial-spiritual
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala: Keletihan/ kelemahan terus-menerus sepanjang hari.
b. Kebutuhan tidur lebih besar dan istirahat
Tanda: Gangguan gaya berjalan.
c. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi atau nyeri.
Tanda: Tekanan darah menurun, nadi lemah, pernafasan lambat, warna
kulit pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.
d. Eliminasi
Gejala: Sering berkemih, nokturia (berkemih malam hari).
e. Integritas ego
Gejala: Kuatir, takut.
Tanda: Ansietas, gelisah.
f. Makanan/cairan
Gejala: Nafsu makan menurun.
Tanda: Penurunan berat badan, turgor kulit buruk, tampak kulit dan
membran mukosa kering.
8
g. Hygiene
Gejala: Keletihan / kelemahan
Tanda: Penampilan tidak rapi.
h. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala/pusing, gangguan penglihatan.
Tanda: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.
i. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri pada punggung, sakit kepala.
Tanda: Penurunan rentang gerak, gelisah.
j. Pernafasan
Gejala: Dispnea saat bekerja.
Tanda: Mengi
k. Keamanan
Gejala: Riwayat transfusi.
Tanda: Demam ringan, gangguan penglihatan.
l. Seksualitas
Gejala: Kehilangan libido.
6. Riwayat imunisasi
Jenis
vaksin
Dosis & Cara
pemberian
Jadwal
pemberian
Usia
pemberian
Tujuan pemberian
vaksin
BCG 0,05cc
IC pada daerah
insersio di
musculus
deltoideus
kanan
1 kali 0-11 bulan Untuk menimbulkan
kekebalan aktif
terhadap penyakit
TBC.
DPT 0,5cc
IM
3 kali 2-11 bulan Untuk mencegah
terjadinya penyakit
difteri, pertusis, dan
tetanus.
Polio 2 tetes
Diteteskan ke
mulut
4 kali 0-11 bulan Untuk mencegah
terjadinya penyakit
poliomyelitis,
Campak 0,5cc
SC di lengan
kiri atas
1 kali 9-11 bulan Untuk menghindari
agar tidak terkena
morbili.
9
Jenis
vaksin
Dosis & cara
pemberian
Jadwal
pemberian
Usia
pemberian
Tujuan pemberian
vaksin
Hepatiti
s B
IM pada paha
bagian luar
3 kali 0-11 bulan Untuk memberikan
kekebalan terhadap
penyakit hepatitis.
HiB 0,5cc
IM di paha kiri
atau kanan
3 kali 2-11 bulan Untuk mencegah
terjadinya penyakit
haemophilus
influenza tipe b.
7. Pengkajian Tumbuh-Kembang Anak Balita (1-3 tahun)
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita. Dalam
perkembangan anak terdapat masa kritis, di mana diperlukan
rangsangan/stimulasi yang berguna agar potensi berkembang, sehingga perlu
mendapat perhatian. Melalui Denver Development Stress Test (DDST)
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai
perkembangan anak balita yaitu :
a. Personal social (kepribadian/tingkah laku sosial)
b. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)
c. Language (bahasa)
d. Gross motor (perkembangan motorik kasar)
Ada juga yang membagi perkembangan balita ini menjadi 7 aspek
perkembangan, seperti pada buku petunjuk program BKB (Bina Keluarga dan
Balita) yaitu perkembangan:
a. Tingkah laku sosial
b. Menolong diri sendiri
c. Intelektual
d. Gerakan motorik halus
e. Komunikasi pasif
f. Komunikasi aktif
g. Gerakan motorik kasar.
10
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi
Hb dan darah, suplai oksigen berkurang.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, anoreksia.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan proses metabolism yang terganggu.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi
Hb dan darah, suplai oksigen berkurang.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
menunjukkan perfusi yang adekuat.
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital stabil
b. Membran mukosa berwarna merah muda
c. Pengisian kapiler
d. Haluaran urine adekuat.
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur tanda-tanda vital,
observasi pengisian kapiler,
warna kulit/membrane mukosa,
dasar kuku.
Memberikan informasi tentang
keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu kebutuhan intervensi.
2. Auskultasi bunyi napas. Dispnea, gemericik menunjukkan
CHF karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah
jantung.
3. Observasi keluhan nyeri dada,
palpitasi.
Iskemia seluler mempengaruhi
jaringan miokardial/potensial resiko
infark.
4. Evaluasi respon verbal
melambat, agitasi, gangguan
memori, bingung.
Dapat mengindikasikan gangguan
perfusi serebral karena hipoksia.
5. Evaluasi keluhan dingin,
pertahankan suhu lingkungan
dan tubuh supaya tetap hangat.
Vasokonstriksi (ke organ vital)
menurunkan sirkulasi perifer.
11
NO. INTERVENSI RASIONAL
Kolaborasi:
6. Observasi hasil pemeriksaan
laboratorium darah lengkap.
Mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan pengobatan/respons
terhadap terapi.
7. Berikan transfusi darah
lengkap/packed sesuai indikasi.
Meningkatkan jumlah sel pembawa
oksigen, memperbaiki defisiensi
untuk mengurangi resiko
perdarahan.
8. Berikan oksigen sesuai indikasi. Memaksimalkan transpor oksigen ke
jaringan.
9. Siapkan intervensi pembedahan
sesuai indikasi.
Transplantasi sumsum tulang
dilakukan pada kegagalan sumsum
tulang/ anemia aplastik.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang kurang, anoreksia.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak mampu
mempertahankan berat badan yang stabil.
Kriteria hasil :
a. Asupan nutrisi adekuat
b. Berat badan normal
c. Nilai laboratorium dalam batas normal :
Albumin : 4 – 5,8 g/dL
Hb : 11 – 16 g/dL
Ht : 31 – 43 %
Trombosit : 150.000 – 400.000 µL
Eritrosit : 3,8 – 5,5 x 1012
NO. INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi dan catat masukan
makanan anak.
Mengawasi masukan kalori atau
kualitas kekurangan konsumsi
makanan.
2. Berikan makanan sedikit tapi
sering.
Makan sedikit dapat menurunkan
kelemahan dan meningkatkan asupan
nutrisi.
3. Observasi mual / muntah,
flatus.
Gejala GI menunjukkan efek anemia
(hipoksia) pada organ.
NO. INTERVENSI RASIONAL
12
4. Bantu anak melakukan oral
hygiene, gunakan sikat gigi
yang halus dan lakukan
penyikatan yang lembut.
Meningkatkan nafsu makan dan
pemasukan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan
kemungkinan infeksi. Teknik
perawatan mulut diperlukan bila
jaringan rapuh/lunak/perdarahan.
Kolaborasi:
5. Observasi pemeriksaan
laboratorium : Hb, Ht,
Eritrosit, Trombosit, Albumin.
Mengetahui efektivitas program
pengobatan, mengetahui sumber diet
nutrisi yang dibutuhkan.
6. Berikan diet halus rendah
serat, hindari makanan pedas
atau terlalu asam sesuai
indikasi.
Bila ada lesi oral, nyeri membatasi
tipe makanan yang dapat ditoleransi
anak.
7. Berikan suplemen nutrisi
misal: ensure, isocal.
Meningkatkan masukan protein dan
kalori.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh sekunder
leucopenia, penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam infeksi tidak
terjadi.
Kriteria hasil :
a. Tanda – tanda vital dalam batas normal
b. Leukosit dalam batas normal
c. Keluarga menunjukkan perilaku pencegahan infeksi pada anak.
NO
.
INTERVENSI RASSIONAL
1. Ukur tanda – tanda vital setiap
8 jam.
Demam mengindikasikan terjadinya
infeksi.
2. Tempatkan anak di ruang
isolasi bila memungkinkan dan
beri tahu keluarga supaya
menggunakan masker saat
berkunjung.
Mengurangi resiko penularan
mikroorganisme kepada anak.
3. Pertahankan teknik aseptik
pada setiap prosedur
perawatan.
Mencegah infeksi nosokomial.
13
NO
.
INTERVENSI RASIONAL
Kolaborasi:
4. Observasi hasil pemeriksaan
leukosit.
Leukositosis mengidentifikasikan
terjadinya infeksi dan leukositopenia
mengidentifikasikan penurunan daya
tahan tubuh dan beresiko untuk
terjadi infeksi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan proses metabolisme yang terganggu.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam anak melaporkan
peningkatan toleransi aktivitas.
Kriteria hasil :
a. Tanda – tanda vital dalam batas normal
b. Anak bermain dan istirahat dengan tenang
c. Anak melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuan
d. Anak tidak menunjukkan tanda – tanda keletihan.
NO
.
INTERVENSI RASIONAL
1. Ukur tanda – tanda vital setiap
8 jam.
Manifestasi kardiopulmonal dari
upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke
jaringan.
2. Observasi adanya tanda – tanda
keletihan (takikardia, palpitasi,
dispnea, pusing, kunang –
kunang, lemas, postur loyo,
gerakan lambat dan tegang.
Membantu menentukan intervensi
yang tepat.
3. Bantu anak dalam aktivitas
diluar batas toleransi anak.
Mencegah kelelahan.
4. Berikan aktivitas bermain
pengalihan sesuai toleransi
anak.
Meningkatkan istirahat, mencegah
kebosanan dan menarik diri.
14
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan
klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah
intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat
2. Mempertahankan asupan nutrisi adekuat dan berat badan stabil
3. Infeksi tidak terjadi
4. Mengalami peningkatan toleransi aktivitas.
15
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Fitri Respati & Nasution, Nita, 2012, Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi dan Balita, Yogyakarta: Cakrawala Ilmu.
Doenges, E. M, Mary F.M, Alice C.G, (2002), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi, 2013, Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC, Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Smeltzer C. Suzanne, Bare G. Brendo, (2002), Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3, Jakarta: EGC.
Wong, Donna L, 2003, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatric, Jakarta: EGC.