Download - Laporan Tut Blok 8 Sken 2
LAPORAN HASIL DISKUSI TUTORIALKASUS II BLOK VIII SEMESTER III
Dosen Tutor:dr Mery
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I
Aditya Nugtaha H2A011003
Ani Suryani H2A011008
Bintang Tatius H2A011013
Dina Eva Arianti H2A011018
Harist Hamam H2A011023
Mahasih Ariani H2A011028
Refangga Lova N E H2A011038
Suwandhi H2A011043
Wendy Rachmadhany H2A011048
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012-2013
KASUS II
Seorang pengendara motor terlibat kecelakaan tunggal setelah menabrak pembatas jalan.
Dia terpelanting beberapa meter dari motornya, sehingga helm yang di kenakannya juga terlepas
dan kepala membentur jalan. Korban menderita luka robek dan memar dikepala, memar dibagian
dada dan perut, dan tangan sebelah kanan tidak dapat digerakkan. Penderita juga mengeluh
apabila perutnya sakit dan dadanya sesak.
STEP I : KLARIFIKASI ISTILAH
1. Luka robek (vulnus laseratum) adalah rusaknya seluruh tebal kulit dan jaringan dibawah
kulit, biasanya karena benda tajam, dan pada penyembuhannya meninggalkan jaringan
parut.
2. Memar (kontusio, hematoma) adalah kerusakan jaringan subcutan dimana kapiler pecah
sehingga sel darah merembes kejaringan sekitar, berwarna kebiru-biruan akibat benturan
oleh suatu tekanan.
3. Dada sesak (dispneu) adalah suatu keadaan dimana dada tidak dapat melakukan respirasi
secara normal, yang disebabkan karena gangguan pada jantung, trauma pada paru,
ataupun fraktur costae.
4. Perut sakit adalah suatu keadaan dimana perut merasa tidak nyaman atau nyeri bisa
diakibatkan karena rupture organ, perdarahan, perforasi, dan retraksi.
STEP II IDENTIFIKASI MASALAH
1. Apa yang terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis seperti kasus?
2. Mengapa tangan sebelah kanan pasien tidak dapat digerakkan?
3. Tindakan pertama apa yang harus dilakukan pada kasus ini?
Step 3
1. Yang terjadi pada pasien
A. Trauma kepala
Cedera Kepala adalah gangguan traumatik dari fungsi otak, tanpa atau diikuti
terputusnya kontinuitas otak dan dapat mengakibatkan kematian dan kecacatan pada
manusia.
Etiologi
Etiologi utama dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, trauma benda
tajam dan benda tumpul, kejatuhan benda berat, kecelakaan industri.
Patofisiologi
Trauma pada kepala bisa disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam. Cedera
yang disebabkan benda tajam biasanya merusak daerah setempat atau lokal dan cedera
yang disebabkan oleh benda tumpul memberikan kekuatan dan menyebar ke area sekitar
cedera sehingga kerusakan yang disebabkan benda tumpul lebih luas. Berat ringannya
cedera tergantung pada lokasi benturan, penyerta cedera, kekuatan benturan dan rotasi
saat cedera.
Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG):
1. Minor
• SKG 13 – 15
• Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
• Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
• SKG 9 – 12
• Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
• Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
• SKG 3 – 8
• Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
• Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Manifestasi Klinis
• Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
• Kebungungan
• Iritabel
• Pucat
• Mual dan muntah
• Pusing kepala
• Terdapat hematoma
• Kecemasan
• Sukar untuk dibangunkan
• Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
B. Trauma Thorak
Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding thorak ataupun isi dari cavum thorak yang
disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul yang dapat menyababkan keadaan gawat
thorak akut.
Etiologi
• Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
• Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
• Cedera akibat kekerasan.
Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya
konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi
jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat
pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan
(deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak,
seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan
bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan
pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan
pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat,
cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah)
pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial
(TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi
hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Ada 2 keadaan yang harus dikenal pada survey primer:
a. Open pneumo-thorax
Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa, sehingga ada hubungan udara
luar dengan rongga pleura, sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali hal ini terlihat
sebagai luka pada dinding dada yang mengisap pada setiap inspirasi (sucking chest
wound)
b. Tension Pneumothorax
Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru, maka udara akan semakin
banyak pada satu sisi rongga pleura, akibatnya adalah:
- Paru sebelahnya akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat
- Mediastinum akan terdorong, dengan akibat timbul syok
c. Hematothorax
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Tidak banyak yang
dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-satunya cara adalah membawa penderita
secepat mungkin ke RS dengan harapan masih dapat terselamatkan dengan tindakan
cepat di UGD.
d. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga, sehingga ada satu segmen
dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi, segmen akan menonjol
keluar, pada inspirasi justru akan masuk ke dalam, ini dikenal sebagai pernafasan
paradoksal. Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang lebih diwaspadai
adalah adanya kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu
dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan.
e. Tamorade Jantung
Terjadi paling sering karena luka tajam jantung, walaupun trauma tumpul juga
dapat menyebabkannya. Karena darah terkumpul dalam rongga perkardium, maka
kontraksi jantung terganggu sehingga timbul syok yang berat (syok kardiogenik).
Biasanya ada pelebaran pembuluh darah vena leher, disertai bunyi jantung yang jauh dan
nadi yang kecil.
Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survei sekunder
a. Fraktur Iga
Fraktur iga sering ditemukan, gejalanya adalah nyeri pada pernafasan, ketakutan
akan nyeri pada gejala ini menyebabkan pernafasan menjadi dangkal, serta takut batuk
keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi pada paru sehingga kadang-kadang
memerlukan blok pada n.interkostalis di Rumah Sakit.
b. Kontusi paru: Pemadatan paru karena trauma, timbulnya agak lambat
c. Keadaan lain seperti ruptur aorta, rupture diafragma, perforasi esophagus
C. Trauma Abdomen
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk
Etiologi dan faktor resiko
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan
oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak
terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir
mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan
kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi
atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus
pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua , yaitu :
1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas
2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah :
1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan,
kehilangan darah dan shock.
2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin,
mikroendokrin.
3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan
massif dan transfuse multiple
4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran
pencernaan dan bakteri ke peritoneum
5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas
rongga saluran pencernaan.
Limpa :
Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh
trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa yang
ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa.
Liver :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena
kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan oleh
trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu mengontrol
perdarahan dan mendrainase cairan empedu.
Esofagus bawah dan lambung :
Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena
lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang
disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung.
Pankreas dan duodenum :
Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma pada
abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan di
pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi apabila
terjadi kerusakan.
Tanda dan gejala
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian
yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan : Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
3. Tindakan pertama
1. Tindakan pertama apa yang harus dilakukan pada kasus ini?
- Memindahkan pasien ketempat yang lebih aman.
- Bebaskan airway, breathing. Berikan pertanyaan kepada pasien. Bila pasien bisa
menjawab maka airway dan breathing tak perlu di bebaskan. Karena tidak terdapat
obstruksi.
- Beri cairan IV bila terjadi perdarahan massif, dan dehidrasi.
- Hentikan perdarahan
- tulang yang mengalami fraktur lakukan imobilisasi atau pembidaian.
STEP IV SKEMA
STEP V SASARAN BELAJAR
1. Trauma
2. Luka
3. Fraktur dan dislokasi
LUKA
- macam-macam luka
- penanganan luka robek
FRAKTUR
Macam-macam fraktur
DISLOKASI
Orang Kecelakaan
Trauma
dada abdomen extermitaskepala
Jenis-jenis trauma
STEP VI: BELAJAR MANDIRI
STEP VIII: HASIL BELAJAR
1. TRAUMA KEPALA (HEAD INJURY)
Definisi dan Epidemiologi
Cedera kepala adalah kekerasan pada kepala yang dapat menyebabkan kerusakan yang
kompleks di kulit kepala, tulang tempurung kepala, selaput otak, dan jaringan otak itu sendiri.
Menurut Brain Injury Assosiation of America cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala,
bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Menurut David A Olson dalam artikelnya cedera kepala
didefenisikan sebagai beberapa perubahan pada mental dan fungsi fisik yang disebabkan oleh
suatu benturan keras pada kepala .
Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan mekanisme, berat dan morfologi (2).
Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dibagi atas;
1. Cedera kepala tumpul; biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas, jatuh atau
pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi dan deselerasi yang cepat
menyebabkan otak bergerak di dalam rongga cranial dan melakukan kontak pada protuberans
tulang tengkorak (2).
2. Cedera tembus; disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.
Berdasarkan morfologinya cedera kepala dikelompokkan menjadi;
1. Fraktur tengkorak; Fraktur tengkorak dapat terjadi pada atap dan dasar tengkorak (3,17).
Fraktur dapat berupa garis/ linear, mutlipel dan menyebar dari satu titik (stelata) dan membentuk
fragmen-fragmen tulang (kominutif). Fraktur tengkorak dapat berupa fraktur tertutup yang secara
normal tidak memerlukan perlakuan spesifik dan fraktur tertutup yang memerlukan perlakuan
untuk memperbaiki tulang tengkorak.
2. Lesi intrakranial; dapat berbentuk lesi fokal (perdarahan epidural, perdarahan subdural,
kontusio, dan peradarahan intraserebral), lesi difus dan terjadi secara bersamaan.
Secara umum untuk mendeskripsikan beratnya penderita cedera kepala digunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) . Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5)
dan buka mata (1-4), dengan interval GCS 3-15. Berdasarkan beratnya cedera kepala
dikelompokkam menjadi (2):
1. Cedera kepala ringan :
Jika GCS (Skala Koma Glasgow) antara 15-13, dapat terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematoma.
a) Tidak kehilangan kesadaran
b) Satu kali atau tidak ada muntah
c) Stabil dan sadar
d) Dapat mengalami luka lecet atau laserasi di kulit kepala
e) Pemeriksaan lainnya normal
2. Cedera kepala sedang :
Jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30 menit sampai 24 jam, dapat
disertai fraktur tengkorak, disorientasi ringan.
a) Kehilangan kesadaran singkat saat kejadian
b) Saat ini sadar atau berespon terhadap suara. Mungkin mengantuk
c) Dua atau lebih episode muntah
d) Sakit kepala persisten
e) Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma
f) Mungkin mengalami luka lecet, hematoma, atau laserasi di kulit kepala
g) Pemeriksaan lainnya normal
3. Cedera kepala berat :
Jika GCS antara 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, biasanya disertai kontusio,
laserasi atau adanya hematoma dan edema serebral.
a) Kehilangan kesadaran dalam waktu lama
b) Status kesadaran menurun – responsif hanya terhadap nyeri atau tidak responsif
c) Terdapat kebocoran LCS dari hidung atau telinga
d)Tanda-tanda neurologis lokal (pupil yang tidak sana, kelemahan sesisi)
e) Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial:
a. Herniasi unkus: dilatasi pupil ipsilateral akibat kompresi nervus okulomotor
b. Herniasi sentral: kompresi batang otak menyebabkan bradikardi dan hipertensi
c. Trauma kepala yang berpenetrasi
d. Kejang (selain Kejang singkat (<2menit) satu kali segera setelah trauma) (1).
e. Papilledema: Pembengkakan kepala saraf optik, tanda tekanan intrakranial
meningkat. Kepala saraf optik, juga disebut disk optik atau papilla, adalah area
dimana saraf optik (saraf yang membawa pesan dari mata ke otak) memasuki bola
mata. Kepala saraf optik tidak normal meningkat pada papilledema, hampir selalu
pada kedua mata.Penyebab papilledema termasuk cerebral edema (pembengkakan
otak, seperti dari ensefalitis atau trauma), tumor dan lesi lain yang menempati
ruang dalam tengkorak,meningkatkan produksi cairan cerebrospinal (CSF),
penurunan resorpsi dari CSF (karena trombosis sinus vena , meningitis, atau
perdarahan subarachnoid), obstruksi sistem ventrikel dalam otak, hydrocephalus,
craniosynostosis (penutupan dini jahitan tengkorak), dan kondisi yang disebut
cerebri pseudotumor.Temuan papilledema memerlukan evaluasi lebih lanjut
segera dan, jika perlu, intervensi. Juga dikenal sebagai disk tercekik.
Patofisiologi
Lesi pada kepala dapat terjadi pada jaringan luar dan dalam rongga kepala. Lesi jaringan
luar terjadi pada kulit kepala dan lesi bagian dalam terjadi pada tengkorak, pembuluh darah
tengkorak maupun otak itu sendiri.
Terjadinya benturan pada kepala dapat terjadi pada 3 jenis keadaan yaitu:
1. Kepala diam dibentur oleh benda yang bergerak,
2. Kepala yang bergerak membentur benda yang diam dan,
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena bersandar pada benda yang lain dibentur oleh benda
yang bergerak (kepala tergencet).
Terjadinya lesi pada jaringan otak dan selaput otak pada cedera kepala diterangkan oleh
beberapa hipotesis yaitu getaran otak, deformasi tengkorak, pergeseran otak dan rotasi otak (4).
Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi peristiwa contre coup dan coup. Contre coup dan
coup pada cedera kepala dapat terjadi kapan saja pada orang-orang yang mengalami percepatan
pergerakan kepala. Cedera kepala pada coup disebabkan hantaman pada otak bagian dalam pada
sisi yang terkena sedangkan contre coup terjadi pada sisi yang berlawanan dengan daerah
benturan. Kejadian coup dan contre coup dapat terjadi pada keadaan.;
1. Rear end Impact
Keadaan ini terjadi ketika pengereman mendadak pada mobil. Otak pertama kali akan
menghantam bagian depan dari tulang kepala meskipun kepala pada awalnya bergerak ke
belakang. Sehingga trauma terjadi pada otak bagian depan.
2. Backward/forward motion of head
Karena pergerakan ke belakang yang cepat dari kepala, sehingga pergerakan otak terlambat
dari tulang tengkorak, dan bagian depan otak menabrak tulang tengkorak bagian depan. Pada
keadaan ini, terdapat daerah yang secara mendadak terjadi penurunan tekanan sehingga membuat
ruang antara otak dan tulang tengkorak bagian belakang dan terbentuk gelembung udara. Pada
saat otak bergerak ke belakang maka ruangan yang tadinya bertekanan rendah menjadi tekanan
tinggi dan menekan gelembung udara tersebut. Terbentuknya dan kolapsnya gelembung yang
mendadak sangat berbahaya bagi pembuluh darah otak karena terjadi penekanan, sehingga
daerah yang memperoleh suplai darah dari pembuluh tersebut dapat terjadi kematian sel-sel otak.
Begitu juga bila terjadi pergerakan kepala ke depan.
Berdasarkan patofisiologinya cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala primer dan
cedera kepala skunder (5). Cedera kepala primer merupakan cedera yang terjadi saat atau
bersamaan dengan kejadian cedera, dan merupakan suatu fenomena mekanik. Cedera ini
umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali membuat
fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sakit dapat menjalani proses penyembuhan yang optimal (5).
Cedera kepala skunder merupakan proses lanjutan dari cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik (4). Pada penderita cedera kepala berat, pencegahan cedera
kepala skunder dapat mempengaruhi tingkat kesembuhan/keluaran penderita (2).
Penyebab cedera kepala skunder antara lain; penyebab sistemik (hipotensi, hipoksemia,
hipo/hiperkapnea, hipertermia, dan hiponatremia) dan penyebab intracranial (tekanan intrakranial
meningkat, hematoma, edema, pergeseran otak (brain shift), vasospasme, kejang, dan infeksi) (5).
Aspek patologis dari cedera kepala antara lain; hematoma epidural (perdarahan yang
terjadi antara tulang tengkorak dan dura mater), perdarahan subdural (perdarahan yang terjadi
antara dura mater dan arakhnoidea), higroma subdural (penimbunan cairan antara dura mater dan
arakhnoidea), perdarahan subarakhnoidal cederatik (perdarahan yang terjadi di dalam ruangan
antara arakhnoidea dan permukaan otak), hematoma serebri (massa darah yang mendesak
jaringan di sekitarnya akibat robekan sebuah arteri), edema otak (tertimbunnya cairan secara
berlebihan didalam jaringan otak), kongesti otak (pembengkakan otak yang tampak terutama
berupa sulsi dan ventrikel yang menyempit), cedera otak fokal (kontusio, laserasio, hemoragia
dan hematoma serenri setempat), lesi nervi kranialis dan lesi sekunder pada cedera otak.
Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury
Kekacauan terkait cedera kepala Pada Head Injury Meliputi:
1. Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup aktivitas atipikal
miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktilitas
ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan meningkatkan tekanan
atrium kiri. Akibatnya tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik.
Pengaruh dari adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
2. Faktor Respiratori
Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau hipertensi paru
menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi
Konsentrasi oksigen dan karbon dioksida mempengaruhi aliran darah. Bila PO2 rendah,
aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi. Penurunan PCO2, akan terjadi
alkalosis yang menyebabkan vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (cerebral
blood fluid).
Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya tekanan intra
kranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak atau medulla
oblongata.
3. Faktor metabolisme
Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma tubuh lainnya yaitu
kecenderungan retensi natrium dan air dan hilangnya sejumlah nitrogen
Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang
menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron.
Ginjal mengambil peran dalam proses hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi
natrium. Kemudian natrium keluar bersama urine, hal ini mempengaruhi hubungan
natrium pada serum dan adanya retensi natrium. Pada pasca hypotermia hilangnya
nitrogen yang berlebihan sama dengan respon metabolik terhadap cedera, karena adanya
cedera tubuh maka diperlukan energi untuk menangani perubahan seluruh sistem, tetapi
makanan yang masuk kurang sehingga terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber
nitrogen utama, demikian pula respon hypothalamus terhadap cedera, maka akan terjadi
sekresi kortisol, hormon pertumbuhan dan produksi katekolamin dan prolaktin sehingga
terjadi asidosis metabolik karena adanya metabolisme anaerob glukosa
4. Faktor gastrointestinal
Trauma kepala juga mempengaruhi sistem gastrointestinal. Setelah trauma kepala (3 hari)
terdapat respon tubuh dengan merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagal. Hal
ini akan merangsang lambung menjadi hiperasiditas.
Hypothalamus merangsang anterior hypofise untuk mengeluarkan steroid adrenal. Hal ini
merupakan kompensasi tubuh dalam mengeluarkan kortikosteroid dalam menangani
oedema cerebral. Hyperacidium terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran
katekolamin dalam menangani stres yang mempengaruhi produksi asam lambung.
5. Faktor psikologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, trauma kepala pada pasien
adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa yang timbul pascatrauma akan
mempengaruhi psikis pasien. Demikian pula pada trauma berat yang menyebabkan
penurunan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial
pasien dan keluarga (1).
Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi.
Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan ¼
volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan ½
volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan
perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis
perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan
terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar
berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat
dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan
mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding
pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan
yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena (1).
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi
perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan
yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan
pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol
biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung
memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh
perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi
lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan (1).
Cedera Kepala pada Penutup Otak
Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater,
atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan
tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut
ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik (1).
Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh,
melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu
penting dalam bidang forensik.
Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid.
Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural.
Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada
ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.
Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau
ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri (1).
a. Perdarahan Epidural (Hematoma)
Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila
fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak,
umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan
yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan
ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak
mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri
kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian
akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera
kepala sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai
“lucid interval”(1).
b. Perdarahan Subdural (Hematoma)
Perdarahan ini timbul apabila terjadi “bridging vein” yang pecah dan darah berkumpul di
ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di
bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka “lucid interval” juga
lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari.
Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan
perdarahan subdural yang fatal.
Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,
perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak,
sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain,
memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada
perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh
permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari
penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel
pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut
rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu,
tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.
Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat
tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan
gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak
menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural
akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang
normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan
darah, dapat bersifat fatal.
Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat
lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak
melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang
subdural (1).
c. Perdarahan Subarakhnoid
Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok
besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya
antara lain:
1. Nontraumatik:
a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
2. Traumatik:
a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan
subarakhnoid
b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang
menyebabkan robeknya arteri vertebralis
c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan
gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.
Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya
dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan ruptur
pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya
menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.
Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan ruptur
pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu akibat
mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku mudah
berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh dari
ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami ruptur
aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya kehilangan
kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan otopsi yang
cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut.
Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala
yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan
goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan
subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan
faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat
menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.
Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur
pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati
bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut
dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya
menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi
penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan
perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus,
kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh
ruptur aneurisma.
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe
perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral
otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar
yang terdapat di dasar otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak
ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya
perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak,
serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa
mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti
pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang
nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian (1).
Fraktur Tulang Wajah
1. Fraktur Maksilofasial
a. Fraktur sepertiga atas (Lefort III) dengan batas tepi atas orbita yaitu bagian os
frontalis
b. Fraktur sepertiga tengah (lefort II) yang dibatasi oleh tepi atas orbita dan tepi
bawah baris gigi atas yaitu bagian maksila.
c. Fraktur sepertiga bawah (lefort I) yang meliputi daerah mandibula
2. Fraktur Mandibula
3. Fraktur Gigi
4. Fraktur Os-Nasale
5. Fraktur Orbita
Cidera Otak
- Cidera Otak Ringan
Penderita tersebut sadar namun amnesia, kesadaran >5menit sakit kepada hebat, GCS
<5, adanya defisit neurologis fokal.
Penatalaksanaan Pmx CT Scan atau foton polos rontgen kepala untuk membedakan
trauma tumpul atau tembus.
- Cidera Otak Sedang
Masih mampu menuruti perintah sederhana, GCS : 9-13 tampak bingung/mengantuk
dan dapat disertai defisit neorologis fokal seperti hemiparesis.
- Cidera Otak Berat
Penderita tidak mampu melaksanakan perintah sederhana walaupun status …
kardiopulmonernya telah stabil GCS 3-8.
Penatalaksanaan ABCDE, primary survey dan resusitasi, secondary survey dan
riwayat AMPLE (1).
PEMBAGIAN CEDERA KEPALA
1. Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
Ada riwayat trauma kapitis
Tidak pingsan
Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan cukup
istirahat.
2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih
dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak. Pasien
mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya
pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesia
retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya
kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis.
Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan
memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan
terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap (2).
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam jaringan
otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuron-neuron mengalami
kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya
akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan
gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh
karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade
reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak
mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible
berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah “coup” , “contrecoup”, dan
“intermediate”menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky
yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si penderita biasanya
menunjukkan “organic brain syndrome”.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada
trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu, sehingga
terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat, atau menjadi
cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan
gangguan pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan
adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti
perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari (2).
4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid
traumatika, subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio
langsung dan tidak langsung.
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh
benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.
Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat
akibat kekuatan mekanis (2).
5. Fracture Basis Cranii
Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa
posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Jenis fraktur lain pada tulang tengkorak yang mungkin terjadi yaitu :
Fraktur linear yang paling sering terjadi merupakan fraktur tanpa pergeseran, dan
umumnya tidak diperlukan intervensi.
Fraktur depresi terjadi bila fragmen tulang terdorong kedalam dengan atau tanpa
kerusakan pada scalp. Fraktur depresi mungkin memerlukan tindakan operasi untuk
mengoreksi deformitas yang terjadi.
Fraktur diastatik terjadi di sepanjang sutura dan biasanya terjadi pada neonatus dan bayi
yang suturanya belum menyatu. Pada fraktur jenis ini, garis sutura normal jadi melebar.
Fraktur basis merupakan yang paling serius dan melibatkan tulang-tulang dasar
tengkorak dengan komplikasi rhinorrhea dan otorrhea cairan serebrospinal (Cerebrospinal
Fluid). Suatu fraktur tulang tengkorak berarti patahnya tulang tengkorak dan biasanya
terjadi akibat benturan langsung. Tulang tengkorak mengalami deformitas akibat
benturan terlokalisir yang dapat merusak isi bagian dalam meski tanpa fraktur tulang
tengkorak. Suatu fraktur menunjukkan adanya sejumlah besar gaya yang terjadi pada
kepala dan kemungkinan besar menyebabkan kerusakan pada bagian dalam dari isi
cranium. Fraktur tulang tengkorak dapat terjadi tanpa disertai kerusakan neurologis, dan
sebaliknya, cedera yang fatal pada membran, pembuluh-pembuluh darah, dan otak
mungkin terjadi tanpa fraktur. Otak dikelilingi oleh cairan serebrospinal, diselubungi oleh
penutup meningeal, dan terlindung di dalam tulang tengkorak. Selain itu, fascia dan otot-
otot tulang tengkorak manjadi bantalan tambahan untuk jaringan otak. Hasil uji coba
telah menunjukkan bahwa diperlukan kekuatan sepuluh kali lebih besar untuk
menimbulkan fraktur pada tulang tengkorak kadaver dengan kulit kepala utuh dibanding
yang tanpa kulit kepala.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan
operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari (2).
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)
Rotgen Foto
CT Scan
MRI
TRAUMA THORAX
a. Dinding Dada
Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang terbesar adalah
jantung dan paru-paru. Tulang-tulang iga (kesta 1-12) bersama dengan otot interkostal, serta
diafragma pada bagian caudal membentuk rongga thorax
b. Pleura
Pleura parietals melapisi satu sisi dari thorax (kiri dan kanan). Sedangkan pleura
viseralis melapisi seluruh paru (kanan dan kiri). Antara pleura parietals dengan viseralis ada
tekanan negative (“menghisap”), sehingga pleura parietals da viseralis erring bersinggungan.
Ruangan antara kedua pleura disebut rongga pleura. Bila ada hubungan antara udara luar
(tekanan 1 atm). Dengan rongga pleura, misalnya karena luka tusuk, maka tekanan positif
akan memasuki rongga pleura, sehingga terjadi “open pneumo-thorax”. Tentu saja paru
(bersama pleura viseralis) akan kuncup (collaps) (2).
Bila karena suatu sebab, permukaan pleura viseralis robek, dan ada hubungan antara
bronchus dengan rongga pleura, sedangkan pleura viseralis tetap utuh, maka udara akan
masuk rongga pleura sehingga juga dapat terjadi pnuemotorax. Apabila ada sesuatu
mekanisme “ventiel” sehingga udara dari bronchus masuk rongga pleura, tetapi tidak dapat
masuk kembali, maka akan terjadi peunomothorax yang semakin berat yang pada akhirnya
akan mendorong paru sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai “tension pneumothorax” (2).
Apabila terdapat perdarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini dikenal sebagai
hemothorax.
c. Paru-Paru
Terdapat dua masing-masing di kiri dan kanan. Dari pangkal paru (jilus) keluar
bronkus utama kiri dan kanan yang bersatu membentuk trakea.
d. Mediasinum
Antara kedua paru (dan pleura viseralis) terdapat antara lain jantung dan
pembuluh darah besar. Apabila ada tension pneumothorax maka mediastinum terdorong
ke sisi yang sehat, sehingga ada gangguan arus balik darah melalui cava. Keadaan ini
akan menimbulkan syok, karena jantung tidak maksimal mencurahkan darah (2).
Jantung berdenyut dalam suatu kantong, yang dikenal sebagai pericardium,
Apabila ada luka tusuk jantung, maka darah mungkin akan keluar dari jantung dan
mengisi rongga pericardium, sedemikian rupa sehingga denyut jantung akan terhambat.
Akan timbul syok, yang bukan syok hemoragik, melainkan syok kardiogenik (2).
Penyebab Diagnosis
Obstruksi jalan napas - Sianosis, pucat, stridor
- Kontraksi otot bantu napas +
- Retraksi supraklavikula dan interkostal
Hemotoraks masif - Anemia, syok hipovolemik
- Sesak napas
- Pekak pada perkusi
- Suara napas berkurang
- Tekanan vena sentral tidak meninggi
Tamponade jantung - Syok kardiogenik
- Tekanan vena meninggi (leher)
- Bunyi jantung berkurang
Pneumotoraks desak - hemitoraks mengembang
- gerakan hemitoraks kurang
- suara napas berkurang
- sesak napas progresif
- emfisema subkutis
- trakea terdorong ke sisi sebelah
Toraks instabil/flail chest - gerakan napas paradox
- sesak napas, sianosis
Pneumotoraks terbuka - luka pada dinding toraks
- kebocoran udara terdengar dan tampak
Kebocoran trakea-bronkus - bronkial
- pneumotoraks
- emsifema
- infeksi
Patah Tulang Iga/Costa
Mungkin bisa tunggal atau multipel. Jika multipel, bentuk dan gerak toraks
mungkin masih memadai atau mungkin tidak (contoh: toraks gail dengan pernapasan
paradoks).
Diagnosis patah tulang ditentukan berdasarkan gejala dan tanda nyeri lokal.
Nyerinya berupa nyeri lokal dan nyeri kompresi kiri-kanan atau muka-belakang, dan
nyeri pada gerak napas (1).
Jika terjadi patah tulang iga multipel, biasanya dinding toraks tetap stabil. Akan
tetapi, jika beberapa iga mengalami patah tulang pada dua tempat, suatu segmen dinding
dada terlepas dari kesatuannya. Fraktur iga tunggal atau majemuk dengan gerak dada
yang masih memadai dan teratur ditangani dengan pemberian analgesik atau anestesik.
Nyeri harus dihilangkan untuk menjamin pernapasan yang baik atau mencegah
pneumonia akibat gerak napas tidak memadai dan terganggunya batuk karena nyeri. Jika
pemberian analgesik tidak menghilangkan nyeri, harus dilakukan anestesia blok
interkostal yang meliputi segmen di kaudal dan kranial iga yang patah.
Jarang ditemukan dislokasi karena iga terbungkus perios kuat dan otot. Karena
tulang iga pendarahannya baik, penyembuhan dan penyatuan tulang biasanya
berlangsung cepat dan tanpa halangan atau penyulit (1).
Ruptur
a. Ruptur aorta
Rupture aorta traumatic sering menyebabkan kematian segera setekah
kecelakaan tabrakan mobil frontal atau jatuh dari ketingggian. Untuk penderita yang
selamat, sesampai dirumah sakit kemungkinan sering dapat diselamatkan bila rupture
aorta dapat diidentifikasi dan secepatnya dioperasi. Banyak penderita ynag sempat
sampai dirumah sakit dalam keadaan hidup, koma meninggal dirumah sakit bilatidak
segera diterapi. Sering kali gejal ataupun tanda spesifik tidk ada, namun adanya
kecurigfaaan yang besar atas riwayat trauma, adanya gaya deseklerasi dan temuan
radiologis yang khas dan arteriografi merupakan dasara dalam penetapan diagnosis
(1).
a. Ruptur diafragma
Rupture diafragma traumatik sering terdiagnosis pada sisi kiri, karena
obliterasi hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kana sehingga
mengurangi kemungkinan terdiagnosis ataupun terjadinya rupture diafragma kanan.
Trauma tumpul dapat menyebabkan robekan besar yang menyebabkan timbulnya
herniaasai organ abdomen. Sedangkan trauma saja dapat menghasilkan perforasi kecil
yang memerluka waktu untuk berkembang menjadi hernia diafragmatoik (1).
b. perforasi esophagus
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : jejas, simetris, nafas paradoksal
b. Palpasi : NT(+), fremitus ka/ki berbeda, krepitasi
c. Perkusi: Sonor(normal),redup(cairan),hipersonor(udara)
d. Auskultasi: vesikuler, suara tambahan
Tindakan elementer ditujukan pada kegagalan sistim Respirasi dan sirkulasi :
1. Airway
Miringkan kepala penderita bertujuan mengeluarkan sisa makanan, darah,
kotoran , menarik dagu jebelakang mencegah lidah jatuh kebelakang.
Bila usah tesebut gagal dilakukan :
a. Pemasangan Orotracheal atau Nasotracheal tube
b. Endotracheal Intubasi
c. Tracheostomi: bila a dan b gagal
2. Memasang Infus Mengurangi dan menghilangi nyeri
Bertujuan mengatasi syok hipovolemik yang akan terjadi.
3. Kesadaran penderita: GCS
4. Foto thorak 2 posisi
TRAUMA ABDOMEN
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk.
Etiologi dan faktor resiko
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,
deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika
tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma merupakan penyebab tertinggi kematian pada orang dewasa yang berusia
dibawah 40 tahun dan menduduki peringkat ke 5 penyebab kematian pada semua orang
dewasa.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
1. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi,
kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka
tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
Organ pada abdomen yang terkena kerusakan terbagi atas dua yaitu :
1. Organ Padat / solid yaitu : hati, limpa dan pancreas
2. Organ berlubang (hollow) yaitu : lambung, usus dan kandung kemih
Patofisiologi
Trauma tumpul pada abdomen disebabkan oleh pengguntingan, penghancuran
atau kuatnya tekanan yang menyebabkan rupture pada usus atau struktur abdomen yang
lain.
Luka tembak dapat menyebabkan kerusakan pada setiap struktur didalam
abdomen. Tembakan menyebabkan perforasi pada perut atau usus yang menyebabkan
peritonitis dan sepsis (3).
Patofisiologi yang terjadi berhubungan dengan terjadinya trauma abdomen adalah :
1. Terjadi perpindahan cairan berhubungan dengan kerusakan pada jaringan, kehilangan
darah dan shock.
2. Perubahan metabolic dimediasi oleh CNS dan system makroendokrin, mikroendokrin.
3. Terjadi masalah koagulasi atau pembekuan dihubungkan dengan perdarahan massif dan
transfuse multiple
4. Inflamasi, infeksi dan pembentukan formasi disebabkan oleh sekresi saluran pencernaan
dan bakteri ke peritoneum
5. Perubahan nutrisi dan elektrolit yang terjadi karena akibat kerusakan integritas rongga
saluran pencernaan.
Limpa :
Merupakan organ yang paling sering terkena kerusakan yang diakibatkan oleh
trauma tumpul. Sering terjadi hemoragi atau perdarahan masif yang berasal dari limpa
yang ruptur sehingga semua upaya dilakukan untuk memperbaiki kerusakan di limpa (3).
Liver :
Karena ukuran dan letaknya, hati merupakan organ yang paling sering terkena
kerusakan yang diakibatkan oleh luka tembus dan sering kali kerusakan disebabkan oleh
trauma tumpul. Hal utama yang dilakukan apabila terjadi perlukaan dihati yaitu
mengontrol perdarahan dan mendrainase cairan empedu (3).
Esofagus bawah dan lambung :
Kadang-kadang perlukaan esofagus bawah disebabkan oleh luka tembus. Karena
lambung fleksibel dan letaknya yang mudah berpindah, sehingga perlukaan jarang
disebabkan oleh trauma tumpul tapi sering disebabkan oleh luka tembus langsung (3).
Pankreas dan duodenum :
Walaupun trauma pada pankreas dan duodenum jarang terjadi. Tetapi trauma
pada abdomen yang menyebabkan tingkat kematian yang tinggi disebkan oleh perlukaan
di pankreas dan duodenum, hal ini disebabkan karena letaknya yang sulit terdeteksi
apabila terjadi kerusakan (3).
Tanda dan gejala
1. Nyeri
2. Darah dan cairan
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Yang disebabkan oleh nyeri dibahu adalah :
1. Kehr’s sign
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien
dalam posisi rekumben
2. Mual dan muntah
3. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
Trauma Pada Pelvis Dan Organ Pelvis
Berbagai fraktur dan dislokasi akibat trauma yang berat dapat terjadi pada tulang pelvis:
1. Saat tekanan yang kuat dikerahkan pada bagian depan abdomen atau area pubis, pelvis
mungkin dapat terbuka, meregang keluar, bagian dari symphysis dan satu atau kedua
tulang sendi sakroiliaka akan menjadi dislokasi.
2. Tabrakan pada pinggang dapat menghancurkan bagian superior ramus pubis inferior dan
dislokasi dari tulang sendi sakroiliaka.
3. Jatuh dari ketinggian pada kaki, dapat meneruskan gaya ke atas pada kaki, sehingga dapat
terjadi dislokasi pinggul atau bahkan bergesernya satu atau kedua kepala femur sampai
acetabulum.
4. Tendangan atau jatuh yang keras pada dasar dari spinal dapat menyebabkan fraktur pada
tulang coccygeus atau sacrum
Komplikasi Dari Trauma Abdomen
Akibat fatal yang sering terjadi pada trauma intra abdomen adalah perdarahan yang
berasal dari berbagai organ. Limpa dan mesenterium cenderung lebih cepat dan lebih banyak
berdarah, meskipun dapat terlambat beberapa jam sebelum gejala yang serius timbul (3).
Mesenterium mengandung banyak pembuluh darah dan tidak dapat ditutupi oleh jaringan
parenkim baik hati maupun limpa sehingga perdarahan biasanya cepat terjadi. Perforasi alami
pada peptic ulcer, penetrasi pada lambung atau duodenum dapat menyebabkan peritonitis
kimiawi dan dapat mengakibatkan shock yang hebat ataupun sedang (3).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan kelainan pada usus besar ; kuldosentesi,
kemungkinan adanya darah dalam lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya
lesi pada saluran kencing.
b. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan analisis urine.
Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan laparatomi.
c. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap trauma saluran kencing.
d. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya
kelainan dalam rongga perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang
berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang ditusukkan melalui
dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris tengah dibawah pusat dengan menggosokkan
buli-buli terlebih dahulu (3).
e. Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan memasukkan cairan
garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan kedalam rongga peritonium (3).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE.
Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.
Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar
(perdarahan).
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan
peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam
lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas
dalam rongga perut) (3).
TRAUMA EKSTREMITAS
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya atau setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (3).
FRAKTUR
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.
Fraktur dapat terjadi akibat : peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang atau
karena kelemahan abnormal tulang (fraktur patologik).
a. Fraktur akibat peristiwa trauma, disebabkan karena kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan. Dapat berupa : penekukan (menyebabkan fraktur melintang), pemuntiran
(yang menyebabkan fraktur spiral), penekukan dan pemuntiran, kombinasi dari
pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan fraktur oblik pendek atau
penarikan di mana tendon atau ligamen benar-benaar manarik tulang sampai lepas.
b. Fraktur kelelahan atau tekanan, terjadi karena tekanan tekanan yang berulang-ulang.
Keadaan ini paling sering di temukan pada tibia, fibula atau metatarsal.
c. Fraktur patologik, terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misal
oleh tumor) atau kalau tulang itu rapuh (misal pada penyakit Paget) (3).
2. Luka
Macam-macam luka:
a. Berdasarkan kategori : accidental dan bedah
b. Berdasarkan integritas : Luka terbuka dan tertutup
c. Berdasarkan description : Luka abrasi, punctum, laserasi, kontusio
d. Berdasarkan kedalaman/luas :
- superficial (stadium I) : hilangnya lapisan epidermis kulit
- partial thickness (stadium II) : hilangnya lapisan epidermis dan dermis
- full thickness (stadium III) : hilangnya lapisan epidermis, dermis,
fascia
- full thickness (stadium IV) : hilangnya lapisan kulit sampai otot dan
tendo.
e. Berdasarkan kekerasan tumpul :
- Luka memar(kontusio, hematoma)
- Luka lecet (ekskoriasi, abrasi)
- Luka robek (vulnus laseratum)
- patah tulang (fraktur)
f. Berdasarkan kekerasan setengah tajam : luka gigitan (bite-mark)
g. Berdasarkan kekerasan tajam : luka tusuk, luka sayat dan luka,dan bacok
h. Berdasarkan senjata api : luka tembak
i. luka akibat trauma fisika : luka akibat suhu dingin, suhu panas, petir, trauma
listrik.
j. luka akibat trauma kimia : terkena asam kuat atau basa kuat.
Penanganan luka
- luka dibersihkan
- diberikan anestesi lokal
- diberikan antiseptic (povidon iodine)
- dilakukan penjahitan
- control nadi
- penutupan luka
1. Trauma dada:
Manifestasi klinis:
- terjadi nyeri tekan
- susah bernapas
- kembang kempis dada tidak simetris
- ada bantuan otot bantu pernafasan
- adanya kreptasi
- terjadi memar pada bagian dada, dan apabila diperkusi terjadi hipersonor
- hemothorak: perkusi pekak, auskultasi wheezing
Diagnosis Banding
- pneumothorak
- fraktur costa
- hematothorak
- emfisema
- rupture eosophagus
Pemeriksaan penunjang
- rontgen
-dekompresi thorak
- CT scan thorak
- Lab rutin
Penanganan trauma thorak
- dilakukan pungsi thorak (pneumothorak)
- imobilisasi
- diberi anti nyeri (analgetik)
- plester 3 sisi (pneumothorak)
- apabila terjadi infeksi diberi antibiotic
- dilakukan WSD (hemathorak)
2. Trauma kepala tanda yang tampak adalah kesadaran menurun
3. Trauma abdomen
Manifestasi Klinis
- nyeri perut (somatic dan viscera)
- trauma tumpul berongga : peritonitis
Padat : memar
- perdarahan masiv
- syok hipovolemik
Diagnosis Banding
- peritonitis
- akut abdomen (apendisitis, dll)
Pemeriksaan penunjang
- Lab darah rutin utk mengetahui pasien mengalami perdarahan, ataupun infeksi
- USG (Foto Polos Abdomen)
- rontgen
Penanganan
- pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi
- pemasangan kateter agar diketahui urin yg keluar terjadi perdarahan atau tidak
- pembedahan untuk melihat luka (laparotomi)
- pemberian analgetik, antibiotic, dan pemasangan infuse
3. Fraktur (patah tulang)
Macam-macam fraktur:
- Fraktur komplit
- Fraktur inkomplit
- Fraktur terbuka
- Fraktur tertutup
Berdasarkan garis patahnya:
- Fraktur melintang
- Fraktur oblig
- Fraktur avulse
- fraktur kompresi
- fraktur spiral
Berdasarkan jumlah garis patah:
- Fraktur kominutif
- Fraktur segmental
- Fraktur multiple
Faktor resiko:
- Olahragawan
- Penari
- Kecelakaan
- Trauma benda tumpul dan tajam
- Pria < 45 th; wanita >45 th (osteoporosis)
- Pasien yg mempunyai riwayat penyakit kanker tulang, osteomielitis.
Pemeriksaan penunjang:
- Rontgen.
Penanganan:
- Imobilisasi, misalnya pembidaian
- Traksi, untuk pengembalian posisi tulang semula (reposisi)
- Gips
- Pemberian analgetik dan antibiotic (ATS)
- Debridement
Macam – Macam Dislokasi
- Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena:
- Menguap atau terlalu lebar.
- Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya kembali.
Tindakan Pertolongan : Rahang ditekan ke bawah dengan kedua ibu jari sudah dilindungi balutan tadi. Ibu jari tersebut diletakkan di graham yang paling belakang. Tekanan itu harus mantap tapi pelan – pelan. Bersamaan dengan penekanan itu jari – jari yang lain mengangkat dagu penderita ke atas. Apabila berhasil rahang itu akan menutup dengan cepat dan keras.
Setelah selesai untuk beberapa saat pasien tidak diperbolehkan terlalu sering membuka mulutnya.
- Dislokasi Sendi Jari.
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan bila tidak ditolong dengan segera sendi tersebut akan menjadi kaku kelak. Sendi jari dapat mengalami dislokasi ke arah telapak tangan atau punggung tangan.
Tindakan Pertolongan : Jari yang cedera dengan tarikan yang cukup kuat tapi tidak disentakkan. Sambil menarik, sendi yang terpeleset ditekan dengan ibu jari dan telunjuk. Akan terasa bahwa sendi itu kembali ke tempat asalnya. Setelah diperbaiki sebaiknya untuk sementara waktu ibu jari yang sakit itu dibidai. Untuk membidai dalam kedudukan setengah melingkar seolah – olah membentuk huruf O dengan ibu jari.
- Dislokasi Sendi Bahu
Dislokasi yang sering ke depan. Yaitu kepala lengan atas terpeleset ke arah dada. tetapi kemampuan arah dislokasi tersebut ia akan menyebabkan gerakan yang terbatas dan rasa nyeri yang hebat bila bahu digerakkan.
Tanda – tanda lainnya :Lengan menjadi kaku dan siku agak terdorong menjauhi sumbu tubuh. Ujung tulang bahu akan nampak menonjol ke luar. Sedang di bagian depan tulang bahu nampak ada cekungan ke dalam.
Tindakan Pertolongan :Usaha memperbaiki letak sendi yang terpeleset itu harus dikerjakan secepat mungkin, tetapi harus dengan tenang dan hati – hati. Jangan sampai itu justru merusak jaringan – jaringan penting lainnya. Apabila usaha itu tidak berhasil, sebaiknya jangan diulang lagi. Kirim saja klien ke Rumah sakit segera.
Apabila tidak ada patah tulang, dislokasi sendi bahu dapat diperbaiki dengan cara sebagai berikut :Ketiak yang cedera ditekan dengan telapak kaki (tanpa sepatu) sementara itu lengan penderita ditarik sesuai dengan arah letak kedudukannya ketiak itu.Tarikan itu harus dilakukan dengan pelan dan semakin lama semakin kuat, hal itu untuk menghidarkan rasa nyeri yang hebat yang dapat mengakibatkan terjadinya shock. Selain tarikan yang mendadak merusak jaringan – jaringan yang ada di sekitar sendi. Setelah ditarik dengan kekuatan yang tetap beberapa menit, dengan hati – hati lengan atas diputar ke luar (arah menjauhi tubuh). Hal ini sebaiknya dilakukan dengan siku terlipat dengan cara ini diharapkan ujung tulang lengan atas menggeser kembali ke tempat semula.
- Dislokasi Sendi Siku Jatuh
pada tangan dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arah posterior. Reposisi dilanjutkan dengan membatasi gerakan dalam sling atau gips selama tiga minggu untuk memberikan kesembuhan pada sumpai sendi.
- Dislokasi Sendi Metacarpophalangeal Dan Inter PhalangealDislokasi
Disebabkan oleh hiperekstensi – ekstensi persendian direposisi secara hati – hati dengan tindakan manipulasi tetapi pembedahan terbuka mungkin diperlukan untuk mengeluarkan jaringan lunak yang terjepit di antara permukaan sendi.
Dislokasi Sendi Pangkal PahaDiperlukan gaya yang kuat untuk menimbulkan dislokasi sendi ini dan umumnya dislokasi ini terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (tabrakan mobil). Dalam posisi duduk benturan dash board pada lutut pengemudi diteruskan sepanjang tulang femur dan mendorong caput femuris ke arah poterior ke luar dati acetabulum yaitu bagian yang paling pangkal.
Tindakannya adalah reposisi dengan anestesi umum dan pemasangan gips selama enam minggu atau tirah baring dengan traksi yang ringan untuk mengistirahatkan persendian dan memberikan kesembuhan bagi ligamentum. Dislokasi sendi lutut dan eksremitas bawah sangat jarang terjadi kecuali peda pergelangan kaki di mana dislokasi disertai fraktur.
DAFTAR PUSTAKA
1. R.Sjamsuhidayat, Wim de Jong.2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.-Ed.2-.Jakarta : EGC.
2. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam: Advanced
Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia, penerjemah. Edisi 7.
Komisi trauma IKABI, 2004; 168-193.
3. Apley. A. Graham.1995. Buku Ajar Orthopedi dan Fraktur Sist Apley. Jakarta : Widya Medika
4. Markam S, Atmadja DS, Budijanto A. Cedera Kepala Tertutup. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 1999; 4-112
5. Al Fauzi A. Penanganan Cedera Kepala di Puskesmas. Juli 2002 [4 September 2007].
Diunduh dari: http://www.tempo.co.id/medika/arsip/072002/pus-1.htm
6. http://medicom.blogdetik.com