HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN
USIA KEHAMILAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
DR. SOEDARSO PONTIANAK TAHUN 2014
Kresna Adhi Nugraha 1; Eisenhower Sitanggang 2; Ita Armyanti 3
Intisari
Latar belakang: Abortus spontan adalah berakhirnya kehamilan tanpa
tindakan mekanis atau medis sebelum janin mampu bertahan hidup pada
usia kehamilan sebelum 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus spontan memiliki komplikasi berupa perdarahan atau infeksi yang
dapat menyebabkan kematian. Lebih dari 80% abortus spontan terjadi
pada 12 minggu pertama kehamilan dan setelah itu angka tersebut cepat
menurun. Tujuan: Mengetahui hubungan antara kejadian abortus spontan
dengan usia kehamilan di RSUD dr. Soedarso Pontianak Metodologi:
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain penelitian cross
sectional dan menggunakan uji Chi-Square. Pemilihan sampel dilakukan
menggunakan metode total sampling dan diperoleh dari rekam medik.
Hasil: Rerata umur subjek pada penelitian adalah 27,46 tahun, gravida
terbanyak pada subjek penelitian adalah 2, dan abortus spontan pada usia
kehamilan 5-10 minggu sebanyak 35 orang, usia kehamilan 11-15 minggu
sebanyak 38 orang, usia kehamilan 16-20 minggu sebanyak 22 orang.
Tidak terdapat hubungan antara kejadian abortus spontan dengan usia
kehamilan (p=0,226). Kesimpulan: Kejadian abortus spontan tidak
berhubungan dengan usia kehamilan di RSUD dr. Soedarso Pontianak
tahun 2014.
Kata kunci: Abortus Spontan, Usia Kehamilan
Keterangan:
1) Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat
2) Departemen Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit Pendidikan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat
3) Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat
brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
provided by Jurnal Mahasiswa PSPD FK Universitas Tanjungpura
RELATION BETWEEN GESTATIONAL AGE AND THE OCCURRENCE
OF SPONTANEOUS ABORTION IN DR. SOEDARSO HOSPITAL
PONTIANAK 2014
Kresna Adhi Nugraha 1; Eisenhower Sitanggang 2; Ita Armyanti 3
Abstract
Background: Spontaneous abortion is the loss of a fetus before the 20th
week of pregnancy without mechanical or medical action or the weight of
fetus below 500 grams. Complications of spontaneous abortion such as
infection or haemorrhage can lead to mortality. More than 80% of
spontaneous abortion occur at the first 12 weeks of pregnancy, and then
the number of incident is rapidly declining. Objective: The aim of the
research is to determine the relationship between gestational age and the
occurrence of spontaneous abortion in dr. Soedarso Hospital Pontianak.
Methodology: This study was an analytic research with cross sectional
study design and using Chi-Square test. Sample selection is done using
total sampling method and was obtained from medical records. Results:
The mean of subject’s age was 27,46 years old, the highest gravida on
research subjects were 2, and the numbers of spontaneous abortion at 5-
10 weeks, 11-15 weeks, and 16-20 weeks of gestational age were 35, 38,
and 22 person respectively. There wasn’t relation between gestational age
and the occurrence of spontaneous abortion (p=0,226). Conclusion: The
occurrence of spontaneous abortion was not associated with gestational
age.
Keywords: Spontaneous Abortion, Gestational Age
Description: 1) Medical Study Program, Faculty of Medicine, Tanjungpura University,
Pontianak, West Borneo. 2) Department of Obstetrics and Gynecology, Tanjungpura University
Hospital, Pontianak, West Borneo. 3) Department of Farmacology, Faculty of Medicine, Tanjungpura
University, Pontianak, West Borneo.
PENDAHULUAN
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun
sebelum janin mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20
minggu didasarkan pada tanggal hari pertama haid normal terakhir atau
berat janin kurang dari 500 gram.3 Istilah abortus dipakai untuk
menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di
luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat
hidup di luar kandungan mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir.
Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di
bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau
kurang dari 20 minggu.24 Abortus adalah penghentian atau berakhirnya
suatu kehamilan sebelum janin viable (dapat hidup diluar uterus) dalam
konteks ini, usia kehamilan 20 minggu.10
Proses terhentinya kehamilan dapat dijabarkan menurut
kejadiannya yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus
spontan adalah abortus yang terjadi tanpa intervensi dari luar dan
berlangsung tanpa sebab yang jelas, sedangkan abortus provokatus
(buatan) adalah tindakan abortus yang sengaja dilakukan untuk
menghilangkan kehamilan sebelum umur 20 minggu atau berat janin 500
gram.24
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 15-50% kematian ibu
disebabkan oleh abortus. Komplikasi abortus berupa perdarahan atau
infeksi yang dapat menyebabkan kematian. Di dunia terjadi 20 juta kasus
abortus tiap tahun dan 70.000 wanita meninggal karena abortus tiap
tahunnya. Angka kejadian abortus di Asia Tenggara adalah 4,2 juta
pertahun termasuk Indonesia, sedangkan frekuensi abortus spontan di
Indonesia adalah 10%-15% dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau
600-900 ribu, sedangkan abortus buatan sekitar 750 ribu-1,5 juta setiap
tahunnya, 2500 orang diantaranya berakhir dengan kematian.28
Angka kejadian abortus spontan lebih dari 80% terjadi pada 12
minggu pertama kehamilan, dan setelah itu angka tersebut cepat
menurun. Faktor risiko abortus spontan meningkat seiring dengan paritas
serta usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi
meningkat dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi
26% pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun. Insidensi abortus
meningkat apabila wanita yang bersangkutan hamil dalam 3 bulan setelah
melahirkan bayi aterm. Jumlah abortus yang terjadi diketahui akan
menurun dengan meningkatnya usia gestasional, dari 25% pada 5 hingga
6 minggu pertama kehamilan menjadi 2% setelah 14 minggu kehamilan.
Kebanyakan hasil konsepsi abnormal secara genetik pada manusia dapat
berakhir dengan terjadinya abortus secara spontan, dimana hal ini
merupakan komplikasi yang sering pada usia kehamilan muda. Abortus
yang dialami pada minggu-minggu pertama kehamilan lebih sering
disebabkan oleh kelainan kromosom sebanyak 50-60%, diikuti oleh faktor
endokrin sekitar 10-15%, faktor servik inkompeten sebanyak 8-15%,
immunologis dan infeksi 3-5% serta kelainan uterus 1-3%. Sementara
abortus spontan yang terjadi pada trimester kedua lebih sering
disebabkan oleh faktor maternal, kelainan plasenta, dan keadaan lain.
Kebanyakan kasus abortus spontan terjadi karena kelainan kromosom
embrio dan janin. Hasil kariotip dari kultur jaringan konsepsi yang
mengalami abortus spontan ditemukan hampir 50% pada usia kehamilan
trimester pertama, 30% pada trimester kedua, 3% lahir mati oleh karena
kelainan kromosom.2
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah perdarahan,
perforasi sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli. Syok hemoragik pada abortus disebabkan oleh
perdarahan yang banyak. Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik
atau endoseptik. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan
cairan ke dalam uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan,
selain cairan juga gelembung udara masuk ke dalam uterus, sedangkan
pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan
terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian,
sedangkan dalam jumlah 70-100 ml dilaporkan dapat memastikan dengan
segera.21
Data yang diperoleh dari laporan tahunan Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Soedarso Pontianak pada tahun 2014 terdapat 143 kasus
abortus spontan, 95 diantaranya mengalami abortus pada umur 20 hingga
35 tahun, padahal umur tersebut merupakan kelompok umur yang
produktif. Apakah usia kehamilan menjadi salah satu faktor risiko
terjadinya abortus spontan di Rumah Sakit Dr. Soedarso Pontianak Tahun
2014?
Berdasarkan latar belakang di atas dapat diangkat sebuah
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian
abortus spontan dengan usia kehamilan di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Soedarso Pontianak Tahun 2014.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain penelitian
cross sectional yang dilaksanakan di bagian rekam medik Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Soedarso Pontianak. Subjek penelitian merupakan
pasien yang mengalami abortus spontan yang datang ke bagian Obstetri
dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso Pontianak
periode 2014 yang memiliki data rekam medik berupa diagnosis abortus
spontan dan usia kehamilan. Jumlah sampel pada penelitian ini diambil
dengan metode total sampling.
Hasil dari penelitian usia kehamilan dikelompokkan menjadi 5-10
minggu, 11-15 minggu, dan 16-20 minggu. Hasil penelitian didapatkan
jumlah sampel berjumlah 95 orang yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi. Data yang didapat kemudian dilakukan analisis data
menggunakan uji Chi-Square dengan uji alternatif yaitu uji Fisher.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Data pasien abortus spontan diperoleh dari penelusuran rekam
medis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso bagian rekam medik
periode Januari hingga Desember tahun 2014. Distribusi subjek dalam
penelitian ini meliputi umur, gravida, dan usia kehamilan. Subjek penelitian
yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 95 pasien. Sebanyak 48 subjek
dieksklusikan karena rekam medis pasien menunjukkan umur < 20 tahun
atau > 35 tahun, distribusi subjek yang tidak lengkap, serta diperoleh
riwayat penyakit yang mempengaruhi variabel penelitian.
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Rerata umur pasien abortus spontan di Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Soedarso Pontianak tahun 2014 adalah 27,46 tahun. Umur tertinggi
pada penelitian ini adalah 35 tahun sedangkan umur terendah pada
penelitian ini adalah 20 tahun yang terdapat pada gambar 1.
Gambar 1. Diagram Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Gravida
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien abortus spontan terjadi
pada gravida terendah adalah 1 dan gravida tertinggi adalah 7.
Sedangkan gravida terbanyak pasien abortus spontan pada penelitian
adalah 2 yang terdapat pada gambar 2.
Gambar 2. Diagram Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Gravida
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Kehamilan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia kehamilan
terbanyak adalah 11 – 15 minggu dengan jumlah 38 subjek (40%).
Sedangkan kelompok usia kehamilan yang paling sedikit berada pada
kelompok usia kehamilan 16 – 20 minggu yaitu sebanyak 22 subjek
(23,2%) yang terdapat pada tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Kehamilan
Usia Kehamilan Frekuensi Persentase
5 – 10 minggu 35 36,8%
11 – 15 minggu 38 40,0%
16 – 20 minggu 22 23,2%
Total 95 Subjek 100%
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Kejadian Abortus Spontan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian abortus spontan di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso Pontianak periode bulan
Januari hingga Desember tahun 2014 sebanyak 95 kasus abortus yang
terdiri dari 31 kasus (32,6%) abortus complete dan 64 kasus (67,4%)
abortus incomplete yang terdapat pada tabel 2.
Tabel 2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Kejadian Abortus Spontan
Diagnosa Frekuensi Persentase
Complete 31 32,6%
Incomplete 64 67,4%
Total 95 100%
Analisis Hubungan antara Kejadian Abortus Spontan dengan Usia
Kehamilan
Hasil analisis hubungan antara kejadian abortus spontan dengan usia
kehamilan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso Pontianak yang
diuji menggunakan uji Chi-Square dengan tabel 2x3 dengan
pengkategorian diagnosis abortus spontan (Abortus Complete dan
Abortus Incomplete) dan klasifikasi usia kehamilan (5-10 minggu, 11-15
minggu, dan 16-20 minggu) didapatkan nilai count terdapat nilai 0 dan nilai
expected count <5 terdapat 0%, sehingga uji diterima. Berdasarkan uji
tersebut didapatkan nilai p sebesar 0,226 (p > 0,05) yang berarti hasil
tersebut menunjukkan secara statistik tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara kejadian abortus spontan dengan usia kehamilan.
Hasil penelitian dengan menggunakan tabel 2x3 (Tabel 3)
menggambarkan pasien dengan diagnosis abortus complete pada usia
kehamilan 5-10 minggu sebanyak 9 orang, usia kehamilan 11-15 minggu
sebanyak 13 orang, dan usia kehamilan 16-20 minggu sebanyak 9 orang.
Pasien dengan diagnosis abortus incomplete pada usia kehamilan 5-10
minggu sebanyak 26 orang, usia kehamilan 11-15 minggu sebanyak 25
orang, dan usia kehamilan 16-20 minggu sebanyak 13 orang. Sehingga
didapatkan hasil secara keseluruhan abortus spontan pada usia
kehamilan 5-10 minggu sebanyak 35 orang, usia kehamilan 11-15 minggu
sebanyak 38 orang, dan pada usia kehamilan 16-20 minggu sebanyak 22
orang.
Tabel 3. Analisis Hubungan antara Kejadian Abortus Spontan dengan Usia Kehamilan
Diagnosa
Klasifikasi Usia Kehamilan
Total 5-10 11-15 16-20
Complete 9 13 9 31
% 29.0% 41.9% 29.0% 100.0%
Incomplete 26 25 13 64
% 40.6% 39.1% 20.3% 100.0%
Total 35 38 22 95
% 36.8% 40.0% 23.2% 100.0%
PEMBAHASAN
Analisis Univariat
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur
Umur adalah lamanya individu hidup terhitung dari saat dilahirkan
sampai ulang tahun terakhir.19 Berdasarkan hasil pada gambar 1
menunjukkan umur responden berada pada rentang umur 20 hingga 35
tahun dan didapatkan rerata umur responden adalah 27,46 tahun. Pada
penelitian ini diperoleh sampel sebanyak 143 dengan 95 sampel inklusi
dengan umur 20 hingga 35 tahun. Peneliti mengeksklusikan 48 sampel
dengan umur < 20 dan > 35 tahun yang memiliki risiko tinggi terjadinya
abortus spontan. Karena pada umur > 35 tahun fungsi reproduksi sudah
mulai mengalami penurunan, sedangkan pada umur < 20 tahun fungsi
reproduksi belum berkembang dengan sempurna.25 Hal ini didukung
dengan teori Sarwono pada tahun 2006 bahwa wanita yang hamil atau
melahirkan pada umur dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan dan dapat mengakibatkan
kematian maternal.24
Pada umur 20 hingga 35 tahun yang memiliki risiko rendah
terjadinya abortus spontan pada penelitian ini didapatkan jumlah sampel
yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok umur yang memiliki
risiko tinggi. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Panggabean bahwa umur ibu tidak berhubungan dengan kejadian abortus
spontan. Umur yang tidak termasuk dalam kelompok risiko tinggi tersebut
tercakup dalam umur produktif, dimana mereka cenderung memiliki tingkat
stres yang tinggi, diet makanan yang buruk, dan gaya hidup yang kurang
baik sehingga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan performa
reproduktif. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya abortus spontan pada
ibu hamil di umur produktif. Berdasarkan hasil penelitian ini abortus
spontan juga terjadi pada responden umur risiko rendah karena pada
dasarnya setiap ibu hamil mempunyai risiko untuk terjadi abortus spontan
bila tidak ditangani dan dicegah dengan perawatan kehamilan yang lebih
baik.29
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Gravida
Gravida adalah jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh wanita.
Gravida merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya abortus
spontan, dimana jumlah kehamilan ataupun paritas mempengaruhi kerja
organ-organ reproduksi. Semakin tinggi gravida maka akan semakin
berisiko kehamilan dan persalinan, serta terjadinya abortus spontan
karena pada wanita yang sering hamil ataupun melahirkan akan
mengalami kekendoran pada dinding rahim.2,3 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pasien abortus spontan terjadi pada gravida
terendah adalah 1 dan gravida tertinggi adalah 7. Sedangkan gravida
terbanyak pasien abortus spontan pada penelitian adalah 2.
Hasil analisis univariat penelitian ini gravida risiko tinggi
(primigravida dan hamil lebih dari atau sama dengan 4 kali) sebanyak 44
responden dan gravida risiko rendah (hamil 2 dan 3 kali) sebesar 51
responden. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Mursyida pada tahun
2011 di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang yang menyatakan
bahwa abortus spontan juga terjadi pada responden gravida risiko rendah
(hamil 2 dan 3 kali), karena pada dasarnya setiap ibu hamil mempunyai
risiko untuk terjadinya abortus spontan, bila tidak ditangani dan dicegah
dengan perawatan kehamilan yang lebih baik.15 Penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian Supriatiningsih pada tahun 2009, risiko abortus spontan
meningkat menjadi sangat berisiko tinggi pada wanita yang mempunyai
gravida lebih dari 3 sebesar 76,1 %. Menurut Wiknjosastro pada tahun
2005, gravida 2-3 merupakan gravida paling aman ditinjau dari sudut
kematian maternal. Gravida 1 dan gravida resiko tinggi (lebih dari 3)
mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, lebih tinggi gravida
maka lebih tinggi kematian maternal. Gravida risiko tinggi primigravida
dapat disebabkan oleh kurangnya perawatan kehamilan yang baik selama
kehamilan berlangsung. Tetapi jika dilakukan perawatan kehamilan yang
lebih baik selama kehamilan, kehamilan akan dapat berlangsung sampai
aterm. Sedangkan gravida risiko tinggi hamil lebih dari atau sama dengan
4 kali dapat disebabkan oleh menurunnya fungsi organ reproduksi dalam
menerima buah kehamilan dan dapat dikurangi atau dicegah dengan
mengikuti program keluarga berencana.29
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Kehamilan
Usia kehamilan merupakan lama kehamilan yang dihitung atau
diukur dari hari pertama haid terakhir (HPHT) dalam minggu.21 Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok usia kehamilan 5 – 10
minggu sebanyak 35 subjek (36,8%), kelompok usia kehamilan 11 – 15
minggu sebanyak 38 subjek (40%), dan kelompok usia kehamilan 16 – 20
minggu sebanyak 22 subjek (23,2%). Hasil ini menunjukkan bahwa
kelompok usia kehamilan yang berisiko tinggi (usia kehamilan lebih dari
10 minggu hingga 20 minggu) sebanyak 60 responden, sedangkan pada
kelompok usia kehamilan yang memiliki risiko rendah (usia kehamilan
kurang dari atau sama dengan 10 minggu) sebanyak 35 responden. Hal
ini sejalan dengan penelitian Widyawati di RSUD Semarang tahun 2005
didapatkan hasil frekuensi responden dengan usia kehamilan risiko tinggi
sebesar 108 responden (77,7 %) dan usia kehamilan risiko rendah
sebesar 31 responden (22,3 %). Pada penelitian Mursyida di Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang tahun 2011 menunjukkan hasil yang sejalan
bahwa usia kehamilan risiko tinggi (usia hamil lebih dari 10 minggu
sampai 20 minggu) sebesar 136 responden (77,3 %) dan usia kehamilan
risiko rendah (kurang dari atau sama dengan 10 minggu) sebesar 40
responden (22,7 %).
Menurut Wiknjosastro pada tahun 2005, pada kehamilan kurang
dari 10 minggu villi koriales belum menembus desidua secara mendalam
sehingga pada umumnya perdarahan tidak terlalu banyak. Pada
kehamilan antara 8-14 minggu villi koriales menembus desidua lebih
dalam, sehingga umumnya dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Berdasarkan penelitian ini abortus spontan juga terjadi pada responden
dengan usia kehamilan risiko rendah karena pada dasarnya setiap ibu
hamil mempunyai risiko untuk terjadinya abortus spontan, bila tidak
ditangani dan dicegah dengan perawatan kehamilan yang lebih baik.
Sedangkan perdarahan yang banyak dapat terjadi pada responden
dengan usia kehamilan risiko tinggi dengan kejadian abortus spontan.
Perdarahan tersebut dapat diatasi dengan istirahat total di tempat tidur
sampai perdarahan berhenti dan jika perdarahan telah berhenti ibu tidak
boleh melakukan pekerjaan yang berat selama hamil, menghindari
hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, dan lain-lain.29
Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Kejadian Abortus Spontan
Abortus spontan adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
dan tanpa didahului tindakan medis atau mekanis.15 Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kejadian abortus spontan di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Soedarso Pontianak periode bulan Januari hingga Desember
tahun 2014 sebanyak 95 kasus. Dari 95 kasus tersebut didapatkan bahwa
angka kejadian abortus spontan sebagian besar berupa abortus
incomplete yaitu sebesar 64 kasus (67,4%) dan diikuti abortus complete
yaitu sebesar 31 kasus (32,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Rimonta dkk di Rumah Sakit Pindad
Bandung tahun 2013 yang menunjukkan bahwa dari 130 kasus
didapatkan bahwa angka kejadian abortus spontan sebagian besar
berupa abortus incomplete yaitu sebesar 103 kasus (79,23%), diikuti
dengan abortus imminens sebesar 13 kasus (10%), abortus insipiens
sebesar 12 kasus (9,23%), dan missed abortion sebesar 2 kasus (1,54%).
Hal ini sesuai dengan pernyataan Prawirohardjo pada tahun 2002
bahwa pada dasarnya setiap ibu hamil mempunyai risiko untuk terjadinya
abortus spontan, salah satunya abortus incomplete bila tidak ditangani
dan dicegah dengan perawatan kehamilan yang lebih baik. Abortus
incomplete didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir
atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan
membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda
di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum).
Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
berkontraksi sehingga ibu merasakan nyeri. Bila terjadi perdarahan yang
hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi agar
jaringan yang menghambat terjadinya kontraksi uterus segera
dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa
berhenti. Pasca tindakan perlu diberikan uterotonika parenteral ataupun
peroral dan antibiotika.17,21
Analisis Bivariat
Hubungan antara Kejadian Abortus Spontan dengan Usia Kehamilan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan diagnosis
abortus spontan secara keseluruhan pada usia kehamilan 5-10 minggu
sebanyak 35 orang (36,8%), usia kehamilan 11-15 minggu sebanyak 38
orang (40%), dan pada usia kehamilan 16-20 minggu sebanyak 22 orang
(23,2%). Dari hasil analisis hubungan antara kejadian abortus spontan
dengan usia kehamilan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso
Pontianak tahun 2014 yang diuji menggunakan uji Chi-Square dengan
tabel 2x3 dengan pengkategorian diagnosis abortus spontan (Abortus
Complete dan Abortus Incomplete) dan klasifikasi usia kehamilan (5-10
minggu, 11-15 minggu, dan 16-20 minggu) didapatkan nilai count terdapat
nilai 0 dan nilai expected count <5 terdapat 0%, sehingga uji diterima.
Berdasarkan uji tersebut didapatkan nilai p sebesar 0,226 (p > 0,05) yang
berarti hasil tersebut menunjukkan secara statistik tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara kejadian abortus spontan dengan usia
kehamilan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rimonta dkk di Rumah Sakit Pindad Bandung tahun 2013
yang menunjukkan bahwa kelompok responden yang mengalami abortus
spontan pada usia kehamilan lebih dari 10 minggu sebanyak 26 orang,
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kelompok responden yang
memiliki usia kehamilan kurang dari atau sama dengan 10 minggu
sebanyak 77 orang. Hasil uji statistiknya diperoleh bahwa nilai p sebesar
0,223 (p > 0,05) yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan
antara usia kehamilan responden dengan kejadian abortus spontan.
Hasil penelitian Rimonta dkk tersebut dimana didapatkan angka
kejadian abortus spontan dengan usia kehamilan kurang dari atau sama
dengan 10 minggu sebesar 72,8% mendekati kesimpulan dari penelitian
yang dilakukan oleh Sarwono yang menyatakan bahwa 80% abortus
spontan terjadi dalam 10 minggu pertama. Namun hasil uji statistik yang
didapatkan dari penelitian Rimonta dkk menyatakan tidak ada hubungan
antara usia kehamilan dengan kejadian abortus spontan. Kesimpulan
yang dikemukakan dari penelitian Sarwono sesuai dengan penelitian
lainnya yang dilakukan oleh Panggabean dan Lukitasari di tempat yang
berbeda, dimana para peneliti tersebut menyatakan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara usia kehamilan responden dengan terjadinya kasus
abortus spontan. Ketidaksesuaian hasil penelitian ini mungkin disebabkan
karena kurangnya jumlah sampel yang diteliti, sehingga hasil yang
didapatkan bisa saja sesuai berdasarkan persentase tetapi tidak
berhubungan ketika diuji secara statistik.
Sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa abortus spontan
adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari atau
sama dengan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram dan tanpa
didahului tindakan medis atau mekanis, maka pada penelitian ini
didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa kelompok usia kehamilan
yang berisiko tinggi terjadinya abortus spontan (usia kehamilan lebih dari
10 minggu hingga 20 minggu) sebanyak 60 responden, dan pada
kelompok usia kehamilan yang memiliki risiko rendah terjadinya abortus
spontan (usia kehamilan kurang dari atau sama dengan 10 minggu)
sebanyak 35 responden. Berdasarkan penelitian ini abortus spontan juga
terjadi pada responden dengan usia kehamilan risiko rendah karena pada
dasarnya setiap ibu hamil memiliki risiko untuk terjadinya abortus spontan,
bila tidak ditangani dan dicegah dengan perawatan kehamilan yang lebih
baik.24
Kesimpulan
1. Rerata umur subjek pada penelitian adalah 27,46 tahun, gravida
terbanyak pada subjek penelitian adalah 2, kelompok usia kehamilan
terbanyak pada kejadian abortus spontan adalah 11 – 15 minggu
dengan jumlah 38 subjek (40%).
2. Tidak terdapat hubungan antara kejadian abortus spontan dengan
usia kehamilan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soedarso
Pontianak tahun 2014.
3. Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dapat disebabkan karena
kurangnya jumlah sampel yang diteliti, sehingga hasil yang
didapatkan bisa saja sesuai berdasarkan persentase tetapi tidak
berhubungan ketika diuji secara statistik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ariani, Fluriola. 2011. Manajemen Abortus Inkomplit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2. Baba S, Noda H, Nakayama M, et al. 2010. Risk Factor of Early
Spontaneous Abortion Among Japanese: a Matched Case Control
Study. Human Reproduction. 2010 Desember 14 ; Vol 26, No. 2 pp.
466-472.
3. Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Volume
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
4. Budi Santoso. 2002. Hubungan Antara Umur Ibu, Paritas, Jarak
Kehamilan dan Riwayat Obstetri Dengan Terjadinya Abortus di
Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 1998 –
Desember 2002. Skripsi.
5. Cunningham, F.Gary et al. 2005. Breech Presentation and Delivery.
Williams Obstetrics 22nd ed. McGraw Hill.
6. Cunningham, F. Gary; Norman, F. Gant; Kenneth, J. Leveno; Larry,
C. Gilstrap; Jhon, C. Haunt; dan Katharine, D. Wenstorm. 2005.
Obstetri Williams. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Dahlan, S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel
Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba
Medika.
8. Dulay, A.T. 2010. Spontaneous Abortion (Miscarriage). The Merck
Manuals Online Medical Library.
9. Farmer, Helen. 2001. Perawatan Maternitas Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran: EGC.
10. Gilbert, E. S.; Harmon, J. S. 2003. Manual of High Risk
Pregnancies and Delivery. 3rd ed. USA: Mosby.
11. Greenhill, J. P. 1965. Obstetrics, W. B. Saunders Company,
Philadelphia and London (13th ed), pp 432-50.
12. Griebel, C.P.; Halvorsen, J.; Golemon, T.B.; Day, A.A. 2005.
Management of spontaneous abortion. The Americans Family
Physician, 72: 1243-50.
13. Helen, Farrer. 1999. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
14. Jauniaux, E.; Poston, L.; Burton, G.J. 2006. Placental-Related
Diseases of Pregnancy: Involvement of Oxidative Stress and
Implications in Human Evolution. Human Reproduction Update
12(6):747-55.
15. Jensen, Lowdermik Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan
Maternitas. Jakarta: EGC.
16. Jones, D. L. 2002. Dasar-dasar Obstetri & Ginekologi Edisi 6.
Jakarta: Hipokrates.
17. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid II.
Jakarta: Media Aesculapius.
18. Manuaba, I.B.G. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
19. Manuaba, I.B.G.; Manuaba, I.A. Chandranita; dan Manuaba, I.B.G.
Fajar. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
20. Manuaba, Ida Bagus Gde. 1995. Operasi Kebidanan Kandungan
dan Keluarga Berencana Untuk Dokter Umum. Edisi 1. Jakarta:
EGC. Hal: 229 – 51.
21. Martaadisoebrata, D. 1992. Obstetri Sosial Bagian dan Ginekologi.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran: Bandung.
22. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi,
Obstetri Patologi. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
23. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
24. Nugroho, T. 2011. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika.
25. Prawirohardjo, S. 1999. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka.
26. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Buku Pedoman Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
27. Pritchard, MacDonald G. 2001. Obstetri Williams Edisi Ketujuh
belas. Jakarta: Airlangga University Press.
28. Puscheck, E.E. 2010. Early Pregnancy Loss Workup. Medscape
Reference. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/266317-workup#a0720.
[Accessed November 2014].
29. Rahmani, Silmi Risani. 2014. Faktor-Faktor Resiko Kejadian
Abortus di RS Prikasih Jakarta Selatan Tahun 2013. Skripsi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
30. Rochjati, Poedji. 2003. Skrining Antenatal Pada Ibu Hamil.
Surabaya: Airlangga University Press.
31. Royston, E. Armstrong, S. 2004. Penyebab Kematian Ibu dan
Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Jakarta: Binarupa Aksara.
32. Saifuddin, A,B. dkk. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
33. Sarwono, Erwin dkk. 1994. Asfiksia Neonatorum, Pedoman
Diagnosa dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo. Surabaya.
34. Sastrawinarta, S. 1983. Obstetri fisiologi. Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.
35. Sastrawinarta, S. dkk. 2005. Ilmu kesehatan reproduksi. Jakarata:
EGC.
36. Sepilian, Vicken; Wood, E. 2000. Ectopic pregnancy. Fertil Steril.
57: 456-8. Dari: http://www.emedicine.com/. Di akses November
2014.
37. Ulfah Anshor, Maria. 2006. Fikih Aborsi. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara.
38. Wiknjosastro, Hanifa; Saifuddin, Abdul Bari; dan Rachimhadhi,
Trijatmo. 2002. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
39. World Health Organization (WHO). 2005. The World Health Report:
2005. Switzerland: WHO Press.
40. World Health Organization (WHO). 2014. Trend in Maternal
Mortality: 1990 to 2013. Switzerland: World Health Organization.