Download - Filsafat llmu
1
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Kupu-kupu malam adalah sebutan untuk seorang pekerja seks komersial (PSK). Kupu- kupu malam ini adalah sebuah judul lagu dipopulerkan oleh penyanyi legendaris Titiek Puspa, lagu tersebut menceritakan kisah seorang pekerja seks komersial (PSK) yang mempertaruhkan hidupnya demi menyambung nyawa. Para "kupu-kupu malam" itu melakukannya dengan senyum meski sebenarnya hatinya menangis.
Syair tersebut secara nyata dialami oleh Yesy (14), gadis yang berasal dari Cicalengka kabupaten Bandung. Wanita yang masih terbilang belia ini nekat menjual kegadisannya dikawasan prostitusi Bandung dijalan Saritem. Yesy yang ditemui salah satu media cetak, ia mengaku terpaksa bekerja didunia itu karena tuntutan ekonomi dan latar belakang keluarganya yang berantakan. Dia mengaku sudah ditinggalkan ibu kandungnya sejak berusia dua tahun. Ayahnya yang sedang sakit keras menjadi menjadi faktor pendukung mengokohkan niatnya untuk bekerja. Sebagai anak semata wayang, mau tidak mau Yesy harus bisa menghasilkan uang untuk membiayai pengobatan ayahnya. Selebihnya untuk isi perut dan keperluan hidupnya.
Yesy mengaku baru beberapa hari bekerja sebagai PSK di Saritem. Dengan usianya itu, Yesy tergolong sebagai PSK termuda di lokalisasi itu. Yesy bekerja disana karena dia diajak oleh temannya bernama Rendy yang sudah cukup lama sebagau calo pemuas syahwat di Saritem.
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah kondisi keluarga gadis 14 tahun sehingga menjual keperawanannya?
2. Bagaimanakah kondisi lingkungan sekitar gadis 14 tahun itu sehingga dia menjual keperawanannya?
3. Apakah pendidikan moral dan agama berpengaruh terhadap keperawanan yang dijual?
2
I.3 Tujuan Umum
Menjelaskan keperawanan gadis 14 Tahun yang diJual di Saritem, Bandung.
I.4 Tujuan Khusus
Membuktikan bahwa keperawanan dijual karena beberapa faktor, yaitu:
1. Kondisi keluarga
2. Kondisi lingkungan sekitar
3. Pendidikan moral dan agama
I.5 Manfaat
1. Mengetahui berbagai faktor yang menyebabkan Gadis Berusia 14 tahun Menjual Keperawanannya.
2. Memberikan solusi untuk Gadis Berusia 14 tahun yang Menjual Keperawanannya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi di Saritem
Saritem adalah tempat lokalisasi yang berada di Bandung. Banyak
pekerja seks komersial yang berada di sana. Saritem sudah dibuka sejak
zaman penjajahan Jepang. Tempat pelacuran di Saritem memang dari
zaman Jepang juga sudah ada.
2.2. Gadis 14 Tahun Jual Kegadisan di Saritem
KOMPAS.
A
ANDUNG, KOMPAS.com — Masih ingatkah Anda dengan
sebuah lagu berjudul "Si Kupu-Kupu Malam" yang dipopulerkan oleh
penyanyi legendaris Titiek Puspa? Lagu itu menceritakan bagaimana kisah
seorang pekerja seks komersial (PSK) yang mempertaruhkan hidupnya
demi menyambung nyawa.
Para "kupu-kupu malam" itu melakukannya dengan senyum meski
sebenarnya hatinya menangis. Syair itu secara nyata dialami Yesy (14)—
4
bukan nama sebenarnya, gadis asal dari Cicalengka, Kabupaten Bandung.
Wanita yang masih terbilang belia ini nekat menjual kegadisannya di
kawasan prostitusi Bandung di Jalan Saritem.
Yesy yang ditemui Kompas.com beberapa waktu lalu mengaku
terpaksa bekerja di dunia itu karena tuntutan ekonomi dan latar belakang
keluarganya yang berantakan. Dia mengaku sudah ditinggalkan ibu
kandungnya sejak berusia dua tahun. Ayahnya yang sedang sakit keras
menjadi menjadi faktor pendukung mengokohkan niatnya untuk bekerja.
"Intinya saya broken home. Sampai sekarang, saya tidak tahu yang mana
ibu saya, stres dengan semua masalah yang ada. Ayah saya juga sekarang
lagi sakit keras," keluh Yesy saat makan siang di salah satu warung tegal
di Jalan Saritem, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan Andir, Bandung,
Jawa Barat. Sebagai anak semata wayang, mau tidak mau Yesy harus bisa
menghasilkan uang untuk membiayai pengobatan ayahnya. Selebihnya
untuk isi perut dan keperluan hidupnya. "Yang penting uang, zaman
sekarang susah kalau enggak pake uang, mau ngapain juga lancar kalau
dengan uang," ungkapnya. Ayah dari gadis belia yang seharusnya masih
duduk di bangku SLTP itu tidak tahu pekerjaan yang digeluti sang anak.
Laki-laki itu hanya tahu anak gadisnya bekerja dan mencari uang di Kota
Bandung. "Ya enggaklah, ayah saya tidak tahu kerjaan saya kayak gini,
gila aja kalau ayah saya tahu," jawabnya.
“Enggak tau sampai kapan saya di sini. Yang penting saya cari
uang....” – Yesy.
"Sebetulnya pekerjaan ini bukan keinginan saya. Enggak ada
sangkut pautnya sama pacar. Saya enggak suka pacaran, ngapain juga
pacaran, enggak menghasilkan uang," tegasnya.
Yesy mengaku baru beberapa hari bekerja sebagai PSK di Saritem.
Dengan usianya itu, Yesy tergolong sebagai PSK termuda di lokalisasi itu.
Berdasarkan pengakuannya, Yesy diajak oleh temannya bernama Rendy
yang sudah cukup lama menjadi calo pemuas syahwat di Saritem.
5
"Saya anak baru di sini, belum sampai seminggu. Saya diajak dan
ditawari kerja sama Aa Rendy. Awalnya saya enggak mau, tapi dipikir-
pikir pekerjaan ini cukup menolong untuk bisa bertahan hidup saya dan
keluarga," kata Yesy. Oleh majikannya, Yesy dihargai Rp 250.000 setiap
satu kali melayani lelaki hidung belang. "Tergantung kerjanya dan berapa
banderol kita. Besar kecil gaji pekerja tergantung seberapa banyak kita
main dengan tamu. Kata senior yang sudah lama kerja di sini, paling
sedikit Rp 7 juta sebulan pasti dapat," katanya.
Ketika ditanya sampai kapan mau bekerja seperti ini dan
bagaimana pendidikannya, Yesy menjawab, "Enggak bisa, saya sudah
keluar dari sekolah. Enggak tau sampai kapan saya di sini. Yang penting
saya cari uang."
2.3. PSK Belia Layani 5 Lelaki Semalam.
BANDUNG, KOMPAS.com — Luar biasa memang kondisi fisik
para pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Saritem, Bandung. Konon,
mereka sanggup melayani lima pelanggan setiap malamnya. Rata-rata
setiap tamu yang datang akan dilayani selama 60 menit.
"Hampir setiap malam saya melayani hingga lima orang tamu.
Kadang-kadang, tiga laki-laki kalau lagi sepi," kata Yesy (14)—bukan
nama sebenarnya, salah satu PSK termuda asal Cicalengka, Kabupaten
Bandung, dalam perbincangan dengan Kompas.com beberapa waktu lalu.
Yesy mengaku dibanderol majikannya seharga Rp 250 ribu untuk
satu kali kencan. "Dari uang itu, nantinya dibagi tiga, pertama majikan
saya, kedua saya, dan ketiga calo, itu juga kalau tamunya diantar sama
calo," kata Yesy.
Yesy beserta para PSK lainnya mengaku senang saat akhir pekan
tiba. Menurutnya, pada saat itulah, para PSK bisa melayani tamu lebih
banyak dari hari-hari biasanya. "Kalau malam minggu, saya bisa melayani
tamu lebih banyak, lebih dari lima orang tamu. Otomatis penghasilan pun
meningkat berlipat-lipat," ujar Yesy.
6
Biasanya, setelah malam harinya bekerja, para PSK beramai-ramai
melakukan sarapan pagi sebelum beristirahat untuk persiapan tenaga di
malam selanjutnya.
Seperti yang telah diulas sebelumnya, Saritem merupakan salah
satu lokalisasi yang namanya terdengar hingga ke kota-kota lain, layaknya
Doly di Surabaya atau Sarkem (Pasar Kembang) di Yogyakarta. Lokasi
Saritem berada di Jalan Saritem, Kelurahan Kebon Jeruk, Kecamatan
Andir.
Menurut Yadin (76), yang mengaku mengetahui banyak tentang
sejarah Kota Bandung, Saritem sudah dibuka sejak zaman penjajahan
Jepang. "Tempat pelacuran di Saritem memang dari zaman Jepang juga
sudah ada," kata Yadin saat ditemui kediamannya.
Hal tersebut dibenarkan Ece (28), salah satu calo pekerja seks
komersial (PSK) Saritem yang juga sebagai warga di kawasan tersebut.
Sepengetahuannya, area prostitusi di Saritem sudah dibuka sejak 1942.
"Wah, sudah lama sekali, sejak saya belum lahir juga sudah mulai dibuka,"
kata Ece.
Konon, kata Ece, Saritem dijadikan lokalisasi bagi para serdadu
Jepang. Para PSK kala itu berjejer, dipajang dengan menggunakan kebaya
di setiap rumah. Kebanyakan PSK tersebut didatangkan dari desa-desa
dengan cara ditipu atau dipaksa meski ada pula yang menawarkan diri
secara terang-terangan. "Saritem dulu menjadi suguhan untuk kolonial
Jepang, kemungkinan orang Jepang sendiri yang mendirikan dan
mengelolanya," kata Ece.
Sejak saat itu hingga sekarang, area prostitusi Saritem tak pernah
sepi pengunjung. Selalu saja ada lelaki hidung belang yang "jajan" di sana.
Terlebih lagi jika hari libur panjang atau weekend, banyak sekali
kendaraan roda dua dan empat terparkir di area prostitusi yang bisa
dibilang terletak di tengah-tengah Kota Bandung ini.
"Setiap harinya, selalu saja ada yang datang, tak pernah sepi. Setiap
wanita bisa melayani tamu 2-3 laki-laki kalau lagi sepi. Khusus untuk hari
7
libur, yang datang banyak sekali. Wanita bisa melayani tamu 5 hingga
belasan kali per malam," katanya.
Dia menyebutkan, saat ini jumlah PSK di Saritem mencapai 625
orang di 52 rumah. Masing-masing rumah ditempati 6-9 orang PSK.
Kebanyakan PSK didatangkan dari Indramayu, 75 persennya berasal dari
kota tersebut. "Jumlah tersebut akan berubah, bahkan jadi bertambah. Kita
punya channel khusus untuk mendatangkan wanita-wanita yang akan
bekerja di sini," ujar Ece.
2.4. KERANGKA KONSEPTUAL
8
BAB III
PEMBAHASAN
Bagi sebagian orang, masa remaja adalah masa yang paling indah selama
hidup. Di masa itulah, emosi dan sifat-sifat masih labil. Dengan dikatakan sebagai
masa yang paling indah, remaja-remaja banyak yang melakukan berbagai cara
agar kehidupannya di masa itu benar-benar indah. Banyak hal yang dilakukan
para remaja, antar hal baik maupun hal buruk pun. Itulah yang dilakukan oleh
Yesy, gadis berusia 14 tahun. Ia menjual keperawanannya sendiri untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri. Gadis itu menjual keperawanannya di Saritem,
Bandung.
Saritem adalah lokalisasi yang terdapat di kota Kembang, Bandung. Di
Saritem, pekerja seks banyak yang melakukan prostitusi. Demikianlah kondisi di
Saritem yang membuat Yesy (bukan nama asli) menjual keperawanannya.
Di dalam sebuah tindakan negative seorang individu pasti memiliki
alasan kuat hingga tidak ada jalan lain untuk menghadapi masalah tersebut. Itulah
yang di alami Yesy, Yesy pasti memiliki alasan kuat mengapa ia memilih jalan
tersebut.
1. Kondisi keluarga
Kondisi keluarga yang berantakan, broken home membuat kondisi
psikis nya juga terganggu. Dia merasa sendiri dan tidak tahu tentang
kelanjutan hidupnya. Padahal dengan usia yang masih 14 tahun ia
membutuhkan peran orang tua untuk membimbingnya dalam berperilaku. Dia
juga membutuhkan seorang ibu yang mau mendengarkan curhatannya ketika
ia sedang sedih atau bingung dengan sekolahnya. Sosok ayah pun ia butuhkan
untuk melindunginya ketika ia pergi ke luar rumah, terutama waktu malam
hari. Namun kedua sosok yang ia butuhkan justru tidak ada bersamanya.
Ayahnya sedang sakit keras, sedangkan ibu aslinya pun ia tidak tahu siapa.
Selain itu, orang tua juga mempunyai kewajiban sebagai pemberi
nafkah anaknya, terutama ayah. Jika ayahnya sakit keras maka siapa yang
9
akan memberikan nafkah pada Yesy. Sehingga Yesy pun tidak bisa
menjalankan hidup layaknya remaja yang lain. Ibu juga berperan untuk
mengatur atau mengurusi serba-serbi kehidupan sehari-harinya, misalnya
menyiapkan makannya, menyiapkan bajunya, dan lain-lain. Jadi kondisi Yesy
disini seperti terjepit dalam masalah yang sangat berat untuk ukuran anak
remaja yang belum mengerti apa-apa.
Peran keluarga yang sebenarnya adalah komponen yang paling kecil
dan pelarian paling dekat ketika ia mendapatkan masalah tidak ia temukan. Ia
merasa kesepian di tengah keramaian, merasa bingung dengan hidupnya
sendiri. Kebingungan itulah yang membuatnya tidak memiliki jalan lain lagi.
Ia harus mengurusi kehidupannya sendiri. Ia harus mencari makan, mencuci
baju, dan berusaha untuk tetap bertahan hidup. Oleh karena itu ia
memutuskan untuk menjual keperawanannya, meskipun itu adalah hal yang
salah. Ia membutuhkan uang banyak dalam waktu yang singkat. Jadi
menurutnya menjual keperawanan adalah jalan keluar satu-satunya, karena
kondisinya sangat terjepit. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan lagi,
karena tidak ada orang tua yang seharusnya ia mintai nasehat atau solusi
dalam setiap permasalahan yang ia hadapi.
2. Kondisi lingkungan
Ketika ia tidak mendapatkan kebahagiaan di rumah denagn
keluarganya, maka ia akan mencari kebahagiaan ke luar rumah. Ia akan
berusaha mencari kenyamanan dengan lingkungan sekitarnya, mencoba
mencari hal-hal lain yang tidak bisa ia dapatkan di rumah. Dalam kondisi ini
ia sedang berada dalam kondisi yang bimbang, gundah gulana dan tidak tahu
arah hidupnya selanjutnya. Jadi dalam kondisi ini ia bisa saja dibawa kemana
pun orang mau membawanya, yang penting ia mendapatkan tempat untuk
bercengkerama.
Kondisi lingkungan yang tidak baik juga ikut mempengaruhi perilaku
seseorang. Ketika terjadi masalah tersebut, tidak ada lingkungan yang mau
membantunya untuk menyelesaikan masalahnya tersebut Akibatnya, Yesy
mencari teman yang sembarangan. Dia sekedar berteman dengan siapa saja
10
yang mau menjadi tempat pelariannya. Sehingga dengan kondisi yang labil
seperti ini, Yesy diajak oleh orang yang salah ke jalan yang salah pula. Dia
dikenalkan kepada dunia yang seharusnya tidak diketahui oleh remaja
seumurannya. Namun karena lingkungan yang tidak baik ini Yesy jadi
terjerumus ke dunia gelap yang tentu saja tidak baik untuk dirinya.
Namun kenyataannnya ia hanyalah anak kecil yang tidak tahu apa-
apa. Ia hanya bisa mengikuti seseorang yang sedang bersamanya, kemanapun
ia diajak. Sehingga tawaran yang diberikan oleh “germo” untuk menjadi salah
satu “kupu-kupu malam” ia terima. Ia merasa bahwa tawaran ini tidak ada
salahnya jika ia terima, karena kondisi Yesy memang sangat membutuhkan
tawaran yang menghasilkan uang banyak. Hingga pada akhirnya ia
memutuskan mengambil pekerjaan tersebut.
3. Pengaruh pengetahuan moral dan agama
Usia Yesy yang masih belia, membuat pengetahuan pendidikannya
rendah. Dia masih lulusan SD, dan pengetahuannya tentang keperawanan
masih bersifat tabu untuk gadis berusia 14 tahun. Pengetahuan agamanya juga
tergolong kurang, apalagi tentang pendidikan moral. Ditambah lagi Yesy
adalah anak korban broken home, sehingga tidak ada yang membekali ilmu
agama dan moral setiap harinya. Tidak ada yang menasehati dia tentang cara
berperilaku yang benar. Padahal keluarga adalah komponen pembelajaran
yang pertama dan utama. Disini anak seharusnya mendapatkan pendidikan
tentang pembentukan karakter, tentang moral yang seharusnya dijunjung
tinggi untuk mendasari seseorang dalam berperilaku. Yesy masih
membutuhkan banyak bimbingan untuk memilih mana yang baik dan mana
yang benar.
Pendidikan seharusnya menjadi hal yang utama dalam berperilaku,
karena pendidikan adalah pedoman untuk menentukan mana yang baik dan
mana yang benar. Tentu saja pendidikan agama adalah kunci dari pendidikan
itu sendiri, agama adalah pilar utama dalam kehidupan. Karena sebenarnya
hidup di dunia ini hanyalah untuk mencari ridho-Nya. Maka manusia
seharusnya berusaha untuk patuh terhadap Tuhannya, agar mendapatkan
11
ridho dari-Nya. Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, jika seseorang
mempunyai landasan agama yang kuat maka hidupnya pun tidak akan diliputi
keraguan maupun kebimbangan.
Selain itu kehidupan manusia akan tentram, damai dan sejahtera jika
perilaku nya ditata dan diatur serapu mungkin, yaitu dengan adanya landasan
ataupun aturan. Di Indonesia ini aturan dalam berperilaku adalah moral.
Moral ini memang bukan merupakan aturan yang tertulis, namun bangsa
Indonesia meyakini bahwa dengan moral perilaku seseorang akan berjalan
dengan lebih teratur. Karena perilaku yang bermoral itu sendiri tidak akan
merugikan dirinya sendiri maupun masyarakat disekitarnya.
Namun, dalam kenyataanya Yesy tidak mendapatkan pendidikan yang
cukup mengenai moral maupun agama. Padahal untuk anak seusianya,
pendidikan ini penting untuk mengetahui mana yang baik dan mana yang
benar. Kondisinya memaksa dirinya untuk memilih dan menyimpulkan
sendiri mana hal yang benar dan mana yang buruk, mana hal yang harus
dilakukan dan mana hal yang seharusnya tidak dilakukan. Tentu saja dengan
usianya yang masih belia Yesy banyak mengambil keputusan yang salah. Ia
melakukan hal-hal yang seharusnya tidak ia lakukan. Ia merasa bahwa hal
yang dilakukannya tidak ada salahnya, karena ia tidak pernah mendapatkan
pengetahuan tentang kebenaran yang sesungguhna. Dan karena ia sendiri
tidak pernah mengenal dan mengetahui tentang “dunia gelap” ini sebelumnya,
sehingga ia merasa biasa saja jika harus menjalani kehidupan di dunia seperti
itu. Dan lagi karena ia korban dari broken home, tidak ada yang melarangnya
melakukan hal yang salah semacam ini.
Ketiga penyebab di atas adalah penyebab timbulnya suatu perilaku. Jika
penyebab di atas berada dalam kondisi yang tidak baik ataupun kurang maka akan
memicu timbulnya perilaku menyimpang. Antara satu faktor dengan faktor yang
salin slaing mendukung. Perilaku yang timbul bisa sangat menyimpang jauh jika
ketiga faktor tersebut sama-sama buruk/kurang. Seperti kasus yang dialami Yesy,
kondisinya benar-benar tidak baik dan kurang.
12
Namun sebenarnya ketiga faktor tersebut juga dapat digunakan untuk
memperbaiki atau mengubah suatu perilaku menyimpang. Misalnya dengan
memperbaiki kondisi keluarga, suatu perilaku dapat sedikit di kendalikan yaitu
dengan peran orang tua yang mau menasehati atau memperhatikan perilaku
anaknya secara lebih rinci lagi. Jika perilakunya belum terlalu jauh menyimpang
maka suatu perilaku dapat di kendalikan menjadi lebih baik. Namun jika
perilakunya terlalu jauh menyimpang, maka ketiga faktor di atas harus saling
dibenahi. Jadi keluarga berusaha menasehati secara lebih intens dengan
pendidikan moral dan agama, lalu pergaulannya juga harus dikendalikan. Orang
tua harus cerdas memilihkan teman atau lingkungan yang baik kepada anaknya.
Jadi sebenarnya peran orang tua adalah yang paling utama yang mendasari
anaknya berperilaku. Orang tua sangat berpengaruh dalan kehidupan anaknya
sehari-hari. Orang tua wajib memperhatikan kehidupan anaknya setiap harinya,
dengan serinci-rincinya, namun dengan tetap memberikan privasi kepada anaknya
secukupnya. Lebih baik lagi jika orang tua bisa masuk kepada privasi anaknya,
dengan membuat anaknya nyaman jika bercerita dan bertukar pikiran dengan
anaknya. Cara ini diyakini lebih mudah untuk menasehati anak, karena anak akan
berusaha melakukan sesuatu dengan menunggu persetujuan orang tuanya.
Sehingga orang tua tidak sampai lepas kendali terhadap kehidupan anaknya.
Selama anak diberi pengertian yang benar maka anak akan tetap bisa mandiri
melakukan segala hal dengan benar namun tetap dengan pengawasan orang
tuanya. Sehingga orang tua dan anak pun bisa menjalankan kehidupan dengan
benar, tidak menyimpang dari norma-norma yang ada di masyarakat.
13
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini adalah seorang gadis berusia 14 tahun
menjual keperawanannya karena berbagai faktor, yaitu: kondisi keluarga,
kondisi lingkungan, dan pendidikan moral dan agama. Faktor yang paling
berpengaruh adalah kondisi keluarga sang gadis, dimana sang gadis hidup
dikeluarga broken home, yang menyebabkan dia kekurangan kasih sayang
dari orang tua disaat dia sangat membutuhkannya. Sedangkan kedua faktor
lainnya sebagai akibat dari kondisi keluarga sang gadis.
4.2. SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Makalah ini ditulis dengan
tujuan menambah pengetahuan pembaca dan penulis juga. Namun jika ada
kata-kata atau kalimat yang tidak sesuai dengan pengetahuan anda, kami
mohon maaf. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dan memperbaiki kekurangan serta kesalahan penulisan makalah ini agar
dalam penulisan selanjutnya makalah kami bisa lebih sempurna.
Terima kasih atas partisipasi anda dalam memberikan kritik dan
saran. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis serta
pembacanya.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://regional.kompas.com/read/2012/11/19/0854116/Gadis.14.Tahun.Jual.Kegadisan.di.Saritem
http://regional.kompas.com/read/2012/11/22/15261964/PSK.Belia.Ini.Layani.5.Lelaki.Semalam.