Download - Cerita Rakyat Aceh PDF
1
Persembahan kepada
Ibu Woro Aryandini
Seluruh anak Nusantara
TIM PENYUSUN
1. ACHMAD BUDIARTO (01)
2. ARDIAN CIPTA RUKMANA (08)
3. ARIEF FAJAR MURSITO (09)
4. ARINTA IGA SAPUTRI (10)
5. ERITA NUZUL NUR ADRIANI (18)
6. HERWIN KURNIAWATI (23)
7. LUHUR FEBRIANSYAH (24)
8. RADITYA PATRIADINATA (30)
9. RIFKI SINGGIH (32)
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
BINTARO UTAMA SEKTOR V JAKARTA
SELATAN
2012
2
DAFTAR ISI
BURUNG PARAKEET - 3
SI KEPAR - 7
ASAL USUL TARI GUEL ACEH - 14
MENTIKO BETUAH - 19
TUJUH ANAK LELAKI - 30
BUNGONG MEULU DAN BUNGONG PEUKEUN - 40
BURUNG PARAKEET 3
BURUNG PARAKEET
Alkisah di sebuah hutan
hiduplah sekelompol burung
parakeet. Raja burung parakeet
memiliki bulu dan paruh yang
cantik, gagah dan indah. Oleh
sebab itulah dia diangkat
menjadi raja dikalangan burung parakeet. Pada suatu hari
datang seorang pemburu yang ingin menangkap burung-
burung parakeet. Mengetahui hal itu semua burung
parakeet menjadi risau sebab pemburu itu merupakan
orang yang handal dalam menjebak burung. Sudah banyak
jenis burung lain yang masuk dalam perangkapnya dan
tidak akan selamat. Burung-burung yang sudah ditangkap
itu biasanya di jual atau dimakan oleh si pemburu.
Raja burung parakeet menjadi risau dan coba untuk
mencari akal bagaimana caranya supaya tidak masuk
perangkap pemburut tersebut. Namun, raja burung
parakeet tidak menemukan jalan sehingga banyaklah
rakyat burung parakeet yang masuk perangkap sang
BURUNG PARAKEET 4
pemburu. Raja burung parakeet menjadi sedih lalu timbul
ide untuk mengelabui si pemburu. Dia memerintahkan
pada rakyat burung parakeet yang sudah masuk
perangkap si pemburu agar berpura-pura mati. Rakyat
burung parakeet setuju, ketika keesokan harinya
pemburu datang kembali ke hutan dan bermaksud untuk
mengambil burung-burung yang sudah terjebak. Melihat
semua burung-burung itu mati si pemburu menjadi kesal
dan kemudian mengeluarkan semua burung dari
perangkapnya. Setelah semua burung keluar dari sangkar
dengan serentak burung-burung itu terbang ke udara.
Kumpulan burung parakeet itu dapat menipu si pemburu
berkat ide dari raja mereka.
Namun sayangnya ada satu burung yang tidak
berhasil lolos dari si pemburu, dia adalah raja burung
parakeet sendiri. Si pemburu merasa senang karena
walaupun semua burung terlepas tapi dia masih memiliki
burung parakeet yang sangat cantik. Raja burung
parakeet tidak bisa berbuat apa-apa. Dia di bawa pulang
oleh si pemburu. Sesampainya di rumah pemburu
tersebut bermaksud ingin memakan raja burung
BURUNG PARAKEET 5
parakeet. Mengetahui hal ini raja burung parakeet tidak
kehilangan akal dia mengajukan syarat kepada si
pemburu. Syarat itu adalah bahwa raja burung parakeet
akan bernyanyi untuk si pemburu setiap hari sampai rasa
penat si pemburu hilang. Mendengar perkataan raja
burung parakeet si pemburu setuju dan tidak jadi
memakannya. Maka sejak saat itu raja burung parakeet
akan bernyanyi setiap hari sampai rasa sedih dan penat si
pemburu hilang.
Kemerduan suara raja burung parakeet terdengar di
seluruh kota dan menyebabkan baginda raja tertarik
akan kemerduan suara raja burung parakeet. Kemudian
raja memerintahkan bawahannya untuk membawa si
pemburu beserta raja burung parakeet. Raja
memerintahkan agar burung parakeet bernyanyi
untuknya. Mendengar suara raja burung parakeet
menyebabkan raja menjadi tertarik kemudian dia
berkata kepada si pemburu bahwa dia akan membayar
berapapun yang diminta oleh si pemburu asalnya burung
parakeet itu menjadi miliknya. Si pemburu setuju dan
menyerahkan raja burung parakeet kepada baginda raja.
BURUNG PARAKEET 6
Baginda raja sangat senang menerima raja burung
parakeet, dia membangun sebuah sangkar dari emas
untuk tempat tinggal raja burung parakeet. Akan tetapi
raja burung parakeet tidak merasa bahagia. Dia teringat
kepada rakyatnya burung parakeet yang saat ini sudah
bebas di hutan. Lalu raja burung parakeet mencari akal.
Suatu hari raja burung parakeet berpura-pura mati,
ketika mengetahui hal ini sang raja menjadi sangat sedih.
Baginda raja lalu membuat upacara kematian yang sangat
meriah bagi raja burung parakeet. Namun ketika hendak
di kubur, raja burung parakeet tidak menyia-nyiakan
kesempatan itu. Dia lalu terbang ke udara meninggalkan
sang raja dan kembali ke hutan menemui rakyatnya.
Begitulah cerita rakyat dari negeri Nanggroe
Aceh Darussalam yang berjudul Raja Burung Parakeet.
SI KEPAR 7
SI KEPAR
Alkisah, di sebuah daerah di Kabupaten Aceh
Tenggara, hiduplah seorang janda bersama dengan
seorang anak laki-lakinya yang bernama Si Kepar. Ayah
dan ibu si Kepar bercerai sejak si Kepar masih berusia
satu tahun, sehingga ia tidak mengenal sosok ayahnya.
Sebagai anak yatim, Si Kepar sering diejek oleh teman-
teman sepermainannya sebagai jazah (anak tak berayah).
Oleh karena itu, Si Kepar ingin mengetahui siapa
sebenarnya ayahnya.
Pada suatu hari, Si Kepar pun menanyakan hal itu
kepada ibunya. Pada awalnya, ibunya enggan menceritakan
siapa dan di mana ayah Si Kepar. Namun, akhirnya
diceritakan juga setelah Si Kepar mengancam akan bunuh
diri jika tidak diceritakan. Setelah jelas siapa dan di
mana ayahnya, Si Kepar pun berniat untuk menemui
ayahnya di atas sebuah gunung yang sangat jauh.
Setelah berpamitan pada ibunya, Si Kepar pun berangkat
untuk menemui ayahnya dengan perbekalan secukupnya.
SI KEPAR 8
Ia berjalan sendiri melawati hutan belantara,
menyeberangi sungai dan mendaki gunung. Akhirnya,
sampailah ia pada tempat yang dimaksud ibunya. Dari
kejauhan, tampaklah seorang laki-laki setengah baya yang
sedang menyiangi rumput di tengah-tengah ladangnya. Si
Kepar pun segera menghampiri dan menyapanya.
“Selamat siang, Pak!”.
“Siang juga, Nak!” jawab Bapak itu.
“Kamu siapa dan dari mana asalmu?” tanya pula Bapak itu.
“Saya Si Kepar. Berasal dari Tanah Alas,” jawab Si
Kepar.
“Tanah Alas?” ucap Bapak itu. Ia tersentak kaget
mendengar jawaban Si Kepar.
“Kenapa Bapak kaget mendengar nama itu?” tanya Si
Kepar.
“Oh tidak, Nak! Tidak ada apa-apa,” jawab Bapak itu.
“Apa yang membawa kamu ke sini, Par?” tanya balik bapak
itu.
SI KEPAR 9
Si Kepar pun menceritakan maksud kedatanganya,
namun ia tidak menceritakan kalau ibunya masih hidup.
Setelah mendengar cerita si Kepar, tahulah Bapak itu
bahwa Si Kepar adalah anaknya.
Sejak itu, Si Kepar mulai silih berganti tinggal bersama
ayah atau ibunya. Dalam seminggu, terkadang Si Kepar
tidur tiga malam di tempat ayahnya, baru kembali ke
tempat ibunya. Si Kepar tidak pernah menceritakan
kepada ibunya kalau ia tidur di tempat ayahnya. Bahkan,
ia mengatakan kepada ibunya, bahwa ayahnya telah
meninggal dunia. Semua hal ini dilakukan oleh Si Kepar,
karena ia ingin kedua orang tuanya menyatu kembali agar
tidak lagi diejek oleh teman-temannya sebagai jazah.
Segala daya dan upaya dilakukannya agar keinginannya
dapat tercapai, walaupun ia harus berbohong kepada
kedua orang tuanya. Setelah berdoa sehari-semalam, Si
Kepar mendapat petunjuk dari Yang Mahakuasa. Petunjuk
itu adalah menyatakan kehendaknya kepada ibunya untuk
memiliki ayah tiri. Harapan ini juga disampaikan kepada
ayahnya untuk memiliki ibu tiri. Pada suatu malam, Si
Kepar menyampaikan harapannya itu kepada ibunya.
SI KEPAR 10
“Bu, sebenarnya Kepar kasihan melihat ibu yang setiap
hari bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kita. Jika
ibu ingin menikah lagi, Kepar tidak keberatan memiliki
ayah tiri.” Mendengar perkataan Kepar itu, ibunya
termenung sejenak, lalu berkata, “Benarkah kamu tidak
keberatan, Par?”
“Tidak, Bu! Kepar sangat senang jika memiliki ayah lagi,
agar teman-teman Kepar tidak akan lagi mengejek Kepar
sebagai jazah,” Kepar menjelaskan alasan sebenarnya
ingin memiliki ayah lagi.
“Tapi..., siapa lagi yang mau menikah dengan ibu yang
sudah tua ini,” kata ibu Kepar merendah.
“Ibu tidak perlu khawatir. Serahkan saja masalah itu
kepada Kepar,” jawab Kepar dengan perasaan lega,
karena jawaban ibunya menandakan bersedia menikah
lagi.
Keesokan harinya, Kepar kemudian pergi ke gunung
menemui ayahnya untuk menyampaikan harapan yang
sama.
SI KEPAR 11
“Ayah! Bolehkah Kepar meminta sesuatu kepada, Ayah?”
tanya Kepar kepada ayahnya.
“Apakah itu, Anakku!” jawab ayah Kepar penasaran.
“Sebenarnya Kepar merasa kasihan melihat ayah yang
setiap hari harus bekerja di ladang dan memasak sendiri.
Jika ayah tidak keberatan, Kepar akan mencarikan
seorang perempuan yang pantas untuk mendampingi
ayah,” kata Kepar kepada ayahnya.
“Siapa lagi yang mau dengan ayah yang sudah tua ini?”
jawab ayah Kepar tersenyum.
“Tenang, Ayah! Masih banyak janda-janda yang sebaya
dan pantas untuk ayah di Tanah Alas,” kata Kepar kepada
ayahnya memberi harapan.
“Ah, yang benar saja, Par!” jawab ayah Kepar dengan
santainya.
Mendengar jawaban itu, Kepar pun tahu kalau
ayahnya bersedia menikah lagi. Akhirnya, kedua orang
tuanya menyetujui harapan Si Kepar. Namun, mereka
belum mengetahui siapa jodohnya yang oleh mereka
sama-sama telah menyerahkan masalah itu kepada Si
SI KEPAR 12
Kepar.
Setelah itu, Kepar pun mulai mengatur taktik dan
strategi untuk mempertemukan kedua orang tuanya yang
semula beranggapan bahwa pasangan mereka sudah
meninggal sebagaimana keterangan Si Kepar. Si Kepar
mempertemukan mereka di sebuah dusun yang berada di
lereng gunung, tidak jauh dari tempat tinggal ayahnya.
Pertemuan ini tidak dilakukan di Tanah Alas, agar
ayahnya tidak teringat dengan tempat itu, dimana dulu ia
pernah tinggal di sana selama puluhan tahun.
Akhirnya, berkat usaha Kepar, kedua orang tuanya
bersatu kembali. Mereka berdua hidup harmonis seperti
sedia kala. Melihat keadaan itu, kini saatnya Si Kepar
menceritakan keadaan yang sebenarnya, bahwa
perempuan yang dinikahi ayahnya itu adalah istrinya
sendiri yang dulu pernah ia nikahi. Demikian sebaliknya,
laki-laki yang menikahi ibunya itu adalah suaminya sendiri
yang dulu pernah menikahinya. Setelah mendengar
keterangan dari Si Kepar tersebut, tahulah keduanya
(ayah dan ibu Kepar) keadaan yang sebenarnya. Meskipun
SI KEPAR 13
keduanya telah dibohongi oleh anaknya, keduanya tidak
marah. Keduanya saling memaafkan atas kesalahan
masing-masing yang menyebabkan mereka bercerai.
Mereka juga berterima kasih kepada Si Kepar, karena
telah menyatukan mereka kembali. Si Kepar pun sangat
senang menyambut kehadiran ayahnya di tengah-tengah
keluarganya. Akhirnya, mereka bertiga hidup dalam
sebuah keluarga yang rukun, damai dan penuh
kebahagiaan. Sejak itu pula, Si Kepar tidak pernah lagi
diejek oleh teman-temannya sebagai jazah.
Sumber: http://dongengshanty.blogspot.com
ASAL USUL TARI GUEL ACEH 14
Asal Usul Tari Guel Aceh
Cerita Rakyat: Asal
Usul Tari Guel Aceh –
Tersebutlah dua
bersaudara putra Sultan
Johor, Malaysia. Mereka
adalah Muria dan Sengede.
Suatu hari, kakak beradik itu menggembala itik di
tepi laut sambil bermain layang-layang. Tiba-tiba datang
badai dahsyat sehingga benang layang-layang mereka pun
putus. Sekuat tenaga mereka mengejar layang-layang
tersebut. Mereka lupa bahwa pada saat itu mereka
sedang menggembala itik, hingga itiknya pun pergi entah
ke mana.
Setelah gagal menemukan layang-layang mereka,
barulah mereka teringat akan itik-itik mereka. Tetapi
malang, itik-itik itu tak lagi nampak. Mereka pun pulang
dengan ketakutan akan mendapat marah dari orangtua
mereka.
ASAL USUL TARI GUEL ACEH 15
Benar juga apa yang mereka pikirkan. Setiba di
rumah, mereka dimarahi ayah mereka. Mereka juga
disuruh mencari itik-itik itu, dan tak diizinkan kembali
sebelum itik-itik yang hilang itu ditemukan kembali.
Berhari-hari bahkan berbulan-bulan mereka
berjalan mencari itik mereka, tapi tak membawa hasil
hingga akhirnya mereka tiba di Kampung Serule. Dengan
tubuh yang lunglai mereka menuju ke sebuah
meunasah/langgar dan tertidur lelap. Pagi harinya
mereka ditemukan oleh orang kampung dan dibawa
menghadap ke istana Raja Serule. Di luar dugaan, mereka
malah diangkat anak oleh baginda raja.
Beberapa waktu berlalu, rakyat Serule hidup
makmur, aman, dan sentosa. Hal ini dikarenakan oleh
kesaktian kedua anak tersebut. Kemakmuran rakyat
Serule itu membuat Raja Linge iri dan gusar, sehingga
mengancam akan membunuh kedua anak tersebut. Malang
bagi Muria, ia berhasil dibunuh dan dimakamkan di tepi
Sungai Samarkilang, Aceh Tenggara.
Pada suatu saat, raja-raja kecil berkumpul di istana
Sultan Aceh di Kutaraja. Raja-raja kecil itu
ASAL USUL TARI GUEL ACEH 16
mempersembahkan cap usur, semacam upeti kepada
Sultan Aceh. Saat itu, Cik Serule datang bersama
Sangede. Saat itu, Raja Linge juga hadir. Saat Raja
Serule masuk ke istana, Sangede menunggu di halaman
istana.
Sambil menunggu ayah angkatnya, Sangede
menggambar seekor gajah yang berwarna putih. Rupanya
lukisan Sangede ini menarik perhatian Putri Sultan yang
kemudian meminta Sultan mencarikan seekor gajah putih
seperti yang digambar oleh Sangede.
Sangede kemudian menceritakan bahwa gajah putih
itu berada di daerah Gayo, padahal dia sebenarnya belum
pernah melihatnya. Maka, saat itu juga Sultan meme-
rintahkan Raja Serule dan Raja Linge untuk menangkap
gajah putih tersebut guna dipersembahkan kepada
Sultan. Raja Serule dan Raja Linge benar-benar kebingu-
ngan, bagaimana mungkin mencari sesuatu yang belum
pernah dilihatnya.
Sangede menyesal karena bercerita bahwa gajah
putih itu ada di Gayo hingga ayah angkatnya mendapat
tugas mencarinya. Dalam kebingungan itu, suatu malam
ASAL USUL TARI GUEL ACEH 17
Sangede bermimpi bertemu dengan Muria yang
memberitahu bahwa gajah putih itu berada di
Samarkilang, dan sebenarnya gajah putih itu adalah
dirinya yang menjelma saat dibunuh oleh Raja Linge.
Pagi harinya, Sangede dan Raja Serule yang
bergelar Muyang Kaya pergi ke Samarkilang seperti
perintah dalam mimpi Sangede. Benar juga, setelah
beberapa saat mencari, mereka berdua menemukan gajah
putih itu sedang berkubang di pinggiran sungai.
Sangede dan Raja Serule Muyang Kaya kemudian
dengan hati-hati mengenakan tali di tubuh gajah yang
nampak penurut itu. Tetapi saat akan dihela, gajah putih
itu lari sekuat tenaga. Raja Serule dan Sangede tak
mampu menahannya. Mereka hanya bisa mengejarnya
hingga suatu saat gajah itu berhenti di dekat kuburan
Muria di Samarkilang.
Anehnya, gajah putih itu berhenti seperti
sebongkah batu. Tak bergerak sedikit pun meski
Sangede dan Raja Serule mencoba menghelanya.
Berbagai cara dicoba oleh Sangede agar gajah putih itu
ASAL USUL TARI GUEL ACEH 18
mau beranjak dan menuruti perintahnya untuk diajak
pergi ke istana Kutaraja. Tetapi, semuanya sia-sia.
Sangede kehabisan akal. Akhirnya, dia bernyanyi-
nyanyi untuk menarik perhatian gajah putih. Sambil
bernyanyi, Sangede meliuk-liukkan tubuhnya. Raja Serule
ikut-ikutan menari bersama Sangede di depan gajah
putih agar mau bangkit dan menuruti perintahnya. Di luar
dugaan, gajah putih itu tertarik juga oleh gerakan-
gerakan Sangede, dan kemudian bangkit. Sangede terus
menari sambil berjalan agar gajah itu mengikuti
langkahnya. Akhirnya, gajah itu pun mengikuti Sangede
yang terus menari hingga ke istana. Tarian itu disebutnya
tarian Guel hingga sekarang.
Sangede menyadari bahwa sesuatu ajakan kepada
seseorang atau kepada binatang tidaklah harus dengan
cara yang kasar. Dengan sebuah tarian pun akhirnya
gajah putih itu menuruti ajakannya.
MENTIKO BETUAH 19
MENTIKO BETUAH
Konon, pada zaman
dahulu di negeri Semeulue,
tersebutlah seorang raja
yang kaya-raya. Raja itu
sangat disenangi oleh
rakyatnya, karena
kedermawanannya. Namun,
ia tidak memiliki anak setelah sepuluh tahun menikah
dengan permaisurinya. Oleh karena sudah tidak tahan
lagi ingin punya keturunan, Raja itu pun pergi bersama
permaisurinya ke hulu sungai yang airnya sangat dingin
untuk berlimau dan bernazar, agar dikaruniai seorang
anak yang kelak akan mewarisi tahta kerajaan.
Tempat yang akan dituju itu berada sangat jauh
dari keramaian. Untuk menuju ke sana, mereka harus
menyusuri hutan belantara, menyeberangi sungai-sungai,
serta mendaki dan menuruni gunung. Mereka pun
berangkat dengan membawa bekal secukupnya. Setiba
MENTIKO BETUAH 20
kedua suami-istri di sana, mereka mulai melaksanakan
maksud dari kedatangan mereka. Setelah sehari-semalam
berlimau dan bernazar, mereka pun kembali ke istana.
Setelah menunggu berhari-hari dan berminggu-
minggu, akhirnya doa mereka terkabul. Permaisuri
diketahui telah mengandung satu bulan. Delapan bulan
kemudian, Permaisuri pun melahirkan seorang anak laki-
laki, dan diberinya nama Rohib. Raja sangat gembira
menyambut kelahiran putranya itu, yang selama ini
diidam-idamkannya. Raja kemudian memukul beduk untuk
memberitahukan kepada seluruh rakyatnya agar
berkumpul di pendopo istana. Selanjutnya, Raja
menyampaikan bahwa ia hendak mengadakan selamatan
sebagai tanda syukur atas rahmat Tuhan yang telah
menganugerahinya anak. Keesokan harinya, selamatan pun
dilangsungkan sangat meriah dengan berbagai macam
pertunjukan.
Raja dan permaisuri mendidik dan membesarkan
putra mereka dengan penuh kasih sayang. Mereka sangat
MENTIKO BETUAH 21
memanjakannya, sehingga anak itu tumbuh menjadi anak
yang sangat manja. Waktu terus berlalu, Rohib pun
bertambah besar. Rohib kemudian dikirim oleh orang
tuanya ke kota untuk belajar di sebuah perguruan.
Sebelum berangkat, Rohib mendapat pesan dari ayahnya
agar belajar dengan tekun. Setelah itu, ia pun
berpamitan kepada orang tuanya. Sudah beberapa tahun
Rohib belajar, Rohib belum juga mampu menyelesaikana
pelajarannya karena sudah terbiasa manja. Ayahnya
menjadi sangat marah kepadanya, bahkan ingin
menghukumnya, ketika ia kembali ke istana.
“Hai, Rohib! Anak macam apa kamu! Dasar anak keras
kepala! Sudah tidak mau mendengar nasihat orang tua.
Pengawal! Gantung anak ini sampai mati!” perintah sang
Raja. Mendengar perintah suaminya kepada pengawal,
Permaisuri pun segera bersujud di hadapan suaminya.
“Ampun, Kakanda! Rohib adalah anak kita satu-satunya.
Adinda mohon, Rohib jangan dihukum mati. Berilah ia
MENTIKO BETUAH 22
hukuman lainnya!” pinta sang Permaisuri kepada suaminya.
“Tapi, Kanda sudah muak melihat muka anak ini!” jawab
sang Raja dengan geramnya.
“Bagaimana kalau kita usir saja dia dari istana ini? Tapi
dengan syarat, Kakanda bersedia memberinya uang
sebagai modal untuk berdagang,” usul sang Permaisuri.
“Baiklah, Dinda! Usulan Dinda aku terima. Tapi dengan
syarat, uang yang aku berikan kepada Rohib tidak boleh
ia habiskan kecuali untuk berdagang,” jawab sang Raja.
“Bagaimana pendapatmu, Anakku?” Permaisuri balik
bertanya kepada Rohib.
“Baiklah, Bunda! Rohib bersediah memenuhi syarat itu.
Terima kasih, Bunda!” jawab Rohib.
“Jika kamu melanggar lagi, maka tidak ada ampun bagimu,
MENTIKO BETUAH 23
Rohib!” tambah Raja menegaskan kepada putranya itu.
Setelah itu, Rohib berpamitan kepada orang tuanya
untuk pergi berdagang. Ia pergi dari satu kampung ke
kampung dengan menyusuri hutan belantara. Di tengah
perjalanan, ia bertemu dengan anak-anak kampung yang
sedang menembak burung dengan ketapel.
“Wahai, Saudara-saudaraku! Janganlah kalian menganiaya
burung itu, karena burung itu tidak berdosa.” tegur si
Rohib kepada anak-anak itu.
“Hei, kamu siapa? Berani-beraninya kamu melarang kami,”
bantah salah seorang dari anak-anak kampung itu.
“Jika kalian berhenti menembaki burung itu, aku akan
memberi kalian uang,” tawar Rohib.
Anak-anak kampung itu menerima tawaran Rohib.
MENTIKO BETUAH 24
Setelah memberikan uang kepada mereka, Rohib pun
melanjutkan perjalanannya. Belum jauh berjalan, ia
menemukan lagi orang-orang kampung yang sedang
memukuli seekor ular. Rohib tidak tega melihat
perbuatan mereka tersebut. Ia kemudian memberikan
uang kepada orang-orang tersebut agar berhenti
menganiaya ular itu.
Setelah itu, ia melanjutkan lagi perjalanannya
menyusuri hutan lebat menuju ke sebuah perkampungan.
Demikian seterusnya, selama dalam perjalanannya, ia
selalu memberi uang kepada orang-orang yang
menganiaya binatang, sehingga tanpa disadarinya uang
yang seharusnya dijadikan modal berdagang sudah habis.
Setelah sadar, ia pun mulai gelisah dan berpikir
bagaimana jika ia pulang ke istana. Tentu ayahnya akan
sangat marah dan akan menghukumnya. Apalagi ia telah
dua kali melakukan kesalahan besar, pasti ayahnya tidak
akan mengampuninya lagi. Oleh karena kelelahan seharian
berjalan, ia pun memutuskan untuk beristirahat di bawah
sebuah pohon yang rindang. Ia kemudian duduk di atas
sebuah batu besar yang ada di bawah pohon itu sambil
MENTIKO BETUAH 25
menangis tersedu-sedu. Pada saat itu, tiba-tiba seekor
ular besar mendekatinya. Rohib sangat ketakutan,
mengira dirinya akan dimangsa ular itu.
“Jangan takut, Anak muda! Saya tidak akan memakanmu,”
kata ular itu. Melihat ular itu dapat berbicara, rasa takut
Rohib pun mulai hilang.
“Hai, Ular besar! Kamu siapa? Kenapa kamu bisa
berbicara?” tanya si Rohib mulai akrab.
“Aku adalah Raja Ular di hutan ini,” jawab ular itu.
“Kamu sendiri siapa? Kenapa kamu bersedih?” ular itu
balik bertanya kepada si Rohib.
“Aku adalah si Rohib,” jawab Rohib, lalu menceritakan
semua masalahnya dan semua kejadian yang telah dialami
selama dalam perjalanannya.
“Kamu adalah anak yang baik, Hib,” kata Ular itu dengan
MENTIKO BETUAH 26
akrabnya.
“Karena kamu telah melindungi hewan-hewan di hutan ini
dari orang-orang kampung yang menganiayanya, aku akan
memberimu hadiah sebagai tanda terima kasihku,”
tambah ular itu lalu kemudian mengeluarkan sesuatu dari
mulutnya.
“Benda apa itu?” tanya si Rohib penasaran.
“Benda itu adalah benda yang sangat ajaib. Apapun yang
kamu minta, pasti akan dikabulkan. Namanya Mentiko
Betuah,” jelas Ular itu, lalu pergi meninggalkan si Rohib.
Sementara itu, Rohib masih asyik mengamati
Mentiko Betuah itu. “Waw, hebat sekali benda ini.
Berarti benda ini bisa menolongku dari kemurkaan ayah,”
gumam Rohib dengan perasaan gembira. Berbekal
Mentiko Betuah itu, Rohib memberanikan diri kembali ke
istana untuk menghadap kepada ayahnya. Namun, sebelum
sampai di istana, terlebih dahulu ia memohon kepada
MENTIKO BETUAH 27
Mentiko Betuah agar memberinya uang yang banyak
untuk menggantikan modalnya yang telah dibagi-bagikan
kepada orang-orang kampung, dan keuntungan dari hasil
dagangannya. Ayahnya pun sangat senang menyambut
putranya yang telah membawa uang yang banyak dari
hasil dagangannya. Akhirnya, Rohib diterima
kembali oleh ayahnya dan terbebas dari ancaman
hukuman mati. Semua itu berkat pertolongan Mentiko
Betuah, pemberian ular itu.
Setelah itu, Rohib berpikir bagaimana cara untuk
menyimpan Mentiko Betuah itu agar tidak hilang. Suatu
hari, ia menemukan sebuah cara, yaitu ia hendak
menempanya menjadi sebuah cincin. Lalu dibawanya
Mentiko Betuah itu kepada seorang tukang emas. Namun
tanpa disangkanya, tukang emas itu menipunya dengan
membawa lari benda itu. Oleh karena Rohib sudah
bersahabat dengan hewan-hewan, ia pun meminta
bantuan kepada mereka. Tikus, kucing dan anjing pun
bersedia menolongnya. Anjing dengan indera
penciumannya, berhasil menemukan jejak si tukang emas,
MENTIKO BETUAH 28
yang telah melarikan diri ke seberang sungai. Kini, giliran
si Kucing dan si Tikus untuk mencari cara bagaimana cara
mengambil cincin itu yang disimpan di dalam mulut tukang
emas. Pada tengah malam, si Tikus memasukkan ekornya
ke dalam lubang hidung si Tukang Emas yang sedang
tertidur. Tak berapa lama, Tukang Emas itu bersin,
sehingga Mentiko Betuah terlempar keluar dari mulutnya.
Pada saat itulah, si Tikus segera mengambil benda itu.
Namun, ketika Mentiko Betuah akan dikembalikan
kepada Rohib, si Tikus menipu kedua temannya dengan
mengatakan bahwa Mentiko Betuah terjatuh ke dalam
sungai. Padahal sebenarnya benda itu ada di dalam
mulutnya. Pada saat kedua temannya mencari benda itu
ke dasar sungai, ia segera menghadap kepada si Rohib.
Dengan demikian, si Tikuslah yang dianggap sebagai
pahlawan dalam hal ini. Sementara, si Kucing dan si
Anjing merasa sangat bersalah, karena tidak berhasil
membawa Mentiko Betuah. Ketika diketahui bahwa si
Rohib telah menemukan Mentiko Betuahnya, yang dibawa
oleh si Tikus, maka tahulah si Kucing dan si Anjing bahwa
si Tikus telah melakukan kelicikan.
MENTIKO BETUAH 29
Menurut masyarakat setempat, bahwa berawal dari
cerita inilah mengapa tikus sangat dibenci oleh anjing dan
kucing hingga saat ini.
TUJUH ANAK LELAKI 30
TUJUH ANAK LELAKI
Alkisah, di sebuah
kampung di daerah Nanggroe
Aceh Darussalam, ada
sepasang suami-istri yang
mempunyai tujuh orang anak
laki-laki yang masih kecil.
Anak yang paling tua
berumur sepuluh tahun,
sedangkan yang paling bungsu berumur dua tahun. Untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka, sepasang suami-istri
itu menanam sayur-sayuran untuk dimakan sehari-hari
dan sisanya dijual ke pasar. Meskipun serba pas-pasan,
kehidupan mereka senantiasa rukun, damai, dan
tenteram.
Pada suatu waktu, kampung mereka dilanda musim
kemarau yang berkepanjangan. Semua tumbuhan mati
karena kekeringan. Penduduk kampung pun mulai
kekurangan makanan. Persediaan makanan mereka
semakin hari semakin menipis, sementara musim kemarau
TUJUH ANAK LELAKI 31
tak kunjung usai. Akhirnya, seluruh penduduk kampung
menderita kelaparan, termasuk keluarga sepasang suami-
istri bersama tujuh oranganaknyaitu.
Melihat keadaan tersebut, sepasang suami-istri tersebut
menjadi panik. Tanaman sayuran yang selama ini menjadi
sumber penghidupan mereka tidak lagi tumbuh.
Sementara mereka tidak mempunyai pekerjaan lain
kecuali menanam sayur-sayuran di kebun. Mereka sudah
berpikir keras mencari jalan keluar dari kesulitan
tersebut, namun tidak menemukan jawabannya. Akhirnya,
mereka bersepakat hendak membuang ketujuh anak
mereka ke sebuah hutan yang letaknya jauh dari
perkampungan.
Pada suatu malam, saat ketujuh anaknya sedang tertidur
pulas, keduanya bermusyawarah untuk mencari cara
membuang ketujuh anak mereka.
“Bang! Bagaimana caranya agar tidak ketahuan anak-
anak?” tanya sang Istri bingung.
“Besok pagi anak-anak kita ajak pergi mencari kayu bakar
ke sebuah hutan yang letaknya cukup jauh. Pada saat
TUJUH ANAK LELAKI 32
mereka beristirahat makan siang, kita berpura-pura
mencari air minum di sungai,” jelas sang Suami.
“Baik, Bang!” sahut sang Istri sepakat.
Tanpa mereka sadari, rupanya anak ketiga mereka
yang pada waktu itu belum tidur mendengar semua
pembicaraan mereka.
Keesokan harinya, sepasang suami-istri itu mengajak
ketujuh putranya ke hutan untuk mencari kayu bakar.
Sesampainya di hutan yang terdekat, sang Ayah berkata
kepada mereka:
“Anak-anakku semua! Sebaiknya kita cari hutan yang
luas dan banyak pohonnya, supaya kita bisa mendapatkan
kayu bakar yang lebih banyak lagi,” ujar sang Ayah.
“Baik, Ayah!” jawab ketujuh anak lelaki itu serentak.
Setelah berjalan jauh, sampailah mereka di sebuah hutan
yang amat luas. Alangkah gembiranya mereka, karena di
hutan itu terdapat banyak kayu bakar. Mereka pun
segera mengumpulkan kayu bakar yang banyak
berserakan. Ketika hari menjelang siang, sang Ibu pun
TUJUH ANAK LELAKI 33
mengajak ketujuh anaknya untuk beristirahat melepas
lelah setelah hamper setengah hari bekerja.
Pada saat itulah, sepasang suami istri itu hendak
mulai menjalankan recananya ingin meninggalkan ketujuh
anak mereka di tengah hutan itu.
“Wahai anak-anakku! Kalian semua beristirahatlah di sini
dulu. Aku dan ibu kalian ingin mencari sungai di sekitar
hutan ini, karena persediaan air minum kita sudah habis,”
ujar sang Ayah.
“Baik, Ayah!” jawab ketujuh anak itu serentak.
“Jangan lama-lama ya, Ayah... Ibu...!’” sahut si Bungsu.
“Iya, Anakku!” jawab sang Ibu lalu pergi mengikuti
suaminya.
Sementara itu, setelah menunggu beberapa lama dan
kedua orangtua mereka belum juga kembali, ketujuh anak
itu mulai gelisah. Mereka cemas kalau-kalau kedua
orangtua mereka mendapat musibah. Akhirnya, si sulung
pun mengajak keenam adiknya untuk pergi menyusul
TUJUH ANAK LELAKI 34
kedua orangtua mereka. Namun, sebelum meninggalkan
tempat itu, anak ketiga tiba-tiba angkat bicara.
“Abang! Tidak ada gunanya kita menyusul ayah dan ibu.
Mereka sudah pergi meninggalkan kita semua,” kata anak
ketiga.
“Apa maksudmu, Dik?” tanya si Sulung.
“Tadi malam, saat kalian sudah tertidur nyenyak, aku
mendengar pembicaraan ayah dan ibu. Mereka sengaja
meninggalkan kita di tengah hutan ini, karena mereka
sudah tidak sanggup lagi menghidupi kita semua akibat
kemarau panjang,” jelas anak ketiga.
“Kenapa hal ini baru kamu ceritakan kepada kami?” tanya
anak kedua.
“Aku takut ayah dan ibu murka kepadaku, Bang,” jawab
anak ketiga.
Akhirnya ketujuh anak itu tidak jadi pergi menyusul
kedua orangtuanya, apalagi hari sudah mulai gelap.
Mereka pun segera mencari tempat perlindungan dari
udara malam. Untungnya, tidak jauh dari tempat mereka
berada, ada sebuah pohon besar yang batangnya
TUJUH ANAK LELAKI 35
berlubang seperti gua. Mereka pun beristirahat dan tidur
di dalam lubang kayu itu hingga pagi hari.
“Bang! Apa yang harus kita lakukan sekarang? Ke mana
kita harus pergi?” tanya si anak kedua.
“Kalian tunggu di sini! Aku akan memanjat sebuah pohon
yang tinggi. Barangkali dari atas pohon itu aku dapat
melihat kepulan asap. Jika ada, itu pertanda bahwa di
sana ada perkampungan,” kata si Sulung.
Ternyata benar, ketika berada di atas pohon, si
Sulung melihat ada kepulan asap dari kejauhan. Ia pun
segera turun dari pohon dan mengajak keenam adiknya
menuju ke arah kepulan asap tersebut. Setelah berjalan
jauh, akhirnya sampailah mereka di sebuah
perkampungan.
Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat sebuah
rumah yang sangat besar berdiri tegak di pinggir
kampung.
“Hei lihatlah! Besar sekali rumah itu,” seru anak keempat.
“Waaahhh... jangan-jangan itu rumah raksasa,” sahut
anak keenam.
TUJUH ANAK LELAKI 36
Baru saja kata-kata itu terlepas dari mulutnya, tiba-
tiba terdengar suara keras dari dalam rumah itu meminta
mereka masuk ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian,
penghuni rumah itu pun keluar. Rupanya, dia adalah
raksasa betina.
“Hei, anak manusia! Kalian siapa?” tanya Raksasa Betina
itu.
“Kami tersesat, Tuan Raksasa! Orang tua kami
meninggalkan kami di tengah hutan,” jawab si Sulung.
Mendengar keterangan itu, tiba-tiba si Raksasa Betina
merasa iba kepada mereka. Ia pun segera mengajak
mereka masuk ke dalam rumahnya, lalu menghidangkan
makanan dan minuman kepada mereka. Oleh karena sudah
kelaparan, ketujuh anak itu menyantap makanan tersebut
dengan lahapnya.
“Habiskan cepat makanan itu, lalu naik ke atas loteng!
Kalau tidak, kalian akan dimakan oleh suamiku. Tidak lama
lagi ia datang dari berburu,” ujar Raksasa Betina.
Oleh karena takut dimakan oleh Raksasa Jantan, mereka
pun segera menghabiskan makanannya lalu bergegas naik
TUJUH ANAK LELAKI 37
ke atas loteng untuk bersembunyi. Tidak lama kemudian,
Raksasa Jantan pun pulang dari berburu. Ketika membuka
pintu rumahnya, tiba-tiba ia mencium bau makanan enak.
“Waaahhh... sedapnya!” ucap raksasa jantan sambil
menghirup bau sedap itu.
“Bu! Sepertinya ada makanan enak di rumah ini. Aku
mencium bau manusia. Di mana kamu simpan mereka?”
tanya Raksasa Jantan kepada istrinya.
“Aku menyimpan mereka di atas loteng. Tapi mereka
masih kecil-kecil. Biarlah kita tunggu mereka sampai agak
besar supaya enak dimakan,” jawab Raksasa Betina.
Si Raksasa Jantan pun menuruti perkataan istrinya.
Selamatlah ketujuh anak itu dari ancaman Raksasa
Jantan. Keesokan harinya, ketika si Raksasa Jantan
kembali berburu binatang ke hutan, si Raksasa Betina pun
segera menyuruh ketujuh anak lelaki itu pergi. Namun,
sebelum mereka pergi, ia membekali mereka makanan
seperlunya selama dalam perjalanan. Bahkan, si Raksasa
Betina yang baik itu membekali mereka dengan emas dan
TUJUH ANAK LELAKI 38
intan.
“Bawalah emas dan intan ini, semoga bermanfaat untuk
masa depan kalian,” kata Raksasa Betina.
“Terima kasih, Raksasa Jantan! Tuan memang raksasa
yang baik hati,” ucap si Sulung seraya berpamitan.
Setelah berjalan jauh menyusuri hutan lebat, menaiki
dan menuruni gunung, akhirnya tibalah mereka di tepi
pantai. Mereka pun segera membuat perahu kecil lalu
berlayar mengarungi lautan luas. Setelah beberapa lama
berlayar, tibalah mereka di sebuah negeri yang
diperintah oleh seorang raja yang adil dan bijaksana. Di
negeri itu mereka menjual semua emas dan intan
pemberian raksasa kepada seorang saudagar kaya. Hasil
penjualan tersebut, mereka gunakan untuk membeli tanah
perkebunan. Masing-masing mendapat tanah perkebunan
yang cukup luas. Ketujuh bersaudara itu sangat rajin
bekerja dan senantiasa saling membantu.
Beberapa tahun kemudian, mereka pun telah dewasa.
Berkat kerja keras selama bertahun-tahun, akhirnya
mereka memiliki harta kekayaan yang banyak. Kemudian
masing-masing dari mereka membuat rumah yang cukup
TUJUH ANAK LELAKI 39
bagus. Ketujuh lelaki itu pun hidup damai, tenteram dan
sejahtera.
Pada suatu hari, si Bungsu tiba-tiba teringat dan
merindukan kedua orangtuanya. Ia pun segera
mengundang keenam kakaknya datang ke rumahnya untuk
bersama-sama pergi mencari kedua orangtua mereka.
“Maafkan aku, Kakakku semua! Aku mengundang kalian ke
sini, karena ingin mengajak kalian untuk pergi mencari
ayah dan ibu. Aku sangat merindukan mereka, dan aku
yakin, mereka pasti masih hidup,” ungkap si Bungsu
kepada saudara-saudaranya.
“Iya, Adikku! Kami juga merasakannya seperti itu.
Kami sangat rindu kepada ayah dan ibu yang telah
melahirkan kita semua,” tambah anak keenam.
“Baiklah kalau begitu! Besok pagi kita bersama-sama
pergi mencari mereka. Apakah kalian setuju?” tanya si
Sulung.
“Setuju!” jawab keenam adiknya serentak.
Keesokan harinya, berangkatlah ketujuh orang
bersaudara itu mencari kedua orangtua mereka. Setelah
berlayar mengarungi lautan luas, tibalah mereka di
TUJUH ANAK LELAKI 40
sebuah pulau. Di pulau itu, mereka berjalan dari satu
kampung ke kampung lain. Sudah puluhan kampung
mereka datangi, namun belum juga menemukannya.
Hingga pada suatu hari, mereka pun menemukan kedua
orangtua mereka di sebuah kampung dalam keadaan
menderita. Ketujuh orang bersaudara itu sangat sedih
melihat kondisi kedua orangtua mereka. Akhirnya,
mereka membawa orangtua mereka ke tempat tinggal
mereka untuk hidup dan tinggal bersama di rumah yang
bagus.
Sejak itu, kedua orangtua itu berkumpul kembali dan
hidup bersama dengan ketujuh orang anaknya. Mereka
senantiasa menyibukkan diri beribadah kepada Tuhan
Yang Mahakuasa. Segala keperluannya sudah dipenuhi
oleh ketujuh orang anaknya yang sudah cukup kaya.
Sumber: http://dongengshanty.blogspot.com
BUNGONG MEULU DAN BUNGONG PEUKEUN 41
Beungong Meulu dan Beungong Peukeun
Pada zaman dahulu
kala, di sebuah negeri di
Aceh, hidup dua orang
kakak-beradik yang ber-
nama Beungong Meulu
dan Beungong Peukeun.
Kedua orangtua mereka telah meninggal dunia. Tiap hari
Beungong Peukeun mencari udang di danau. Suatu hari
Beungong Peukun tidak mendapat seekor udang pun. Saat
hendak pulang, dia melihat sebuah benda yang menarik
hatinya. Ternyata benda itu sebutir telur.
Sesampainya di rumah, direbusnya telur tadi dan
dimakannya. Sungguh aneh, keesokan harinya Beungong
Peukeun merasa sangat haus. Bukan hanya itu, tubuhnya
pun semakin panjang dan bersisik. Akhirnya, suatu pagi
saat bangun dari tidurnya Beungong Peukun telah
berubah menjadi seekor naga.
BUNGONG MEULU DAN BUNGONG PEUKEUN 42
“Mengapa Kakak memakan telur itu? Kini kau
menjadi seekor naga,” kata Beungong Meulu dengan
terisak menyesali perbuatan kakaknya. Keesokan harinya
Beungong Peukeun mengajak adiknya meninggalkan gubuk
mereka. Sebelum berangkat, Beungong Peukeun
menyuruh adiknya memetik tiga kuntum bunga di bela-
kang gubuk mereka. “Ayo, naiklah ke punggungku dan
peganglah bunga itu erat-erat, jangan sampai jatuh,”
perintah Beungong Peukeun.
Saat melewati sungai besar, Beungong Peukeun
meminum airnya hingga habis. Tiba-tiba muncul seekor
naga yang marah karena perbuatan Beungong Peukeun
tersebut. Keduanya bertarung sengit. Saat Beungong
Peukuen memenangkan pertarungan tersebut sekuntum
bunga di tangan Beungong Meulu menjadi layu.
Mereka pun melanjutkan perjalanan. Di tengah
perjalanan mereka kembali dihadang seekor naga yang
besar. Kembali terjadi pertarungan. Tiba-tiba sekuntum
bunga di tangan Beungong Meulu menjadi layu. Tahulah
dia bahwa sebentar lagi pertarungan akan dimenangkan
Beungong Peukeun.
BUNGONG MEULU DAN BUNGONG PEUKEUN 43
Setelah menang bertarung, kakak-beradik itu
kembali melanjutkan perjalanan menyeberangi lautan.
Rupanya di tengah perjalanan menyeberangi lautan
tersebut, Beungong Peukeun kembali diserang seekor
naga. Kali ini naga yang sangat besar. Saat bunga di
tangan Beungong Meulu tak kunjung layu, dia mulai
khawatir.
Beungong Meulu semakin khawatir ketika Beungong
Peukeun tampak mulai kewalahan menghadapi serangan
sang Naga. Saat mengetahui dirinya akan kalah, Beungong
Peukeun melemparkan adiknya dari punggungnya.
Akhirnya Beungong Peukeun terbunuh oleh serangan naga
yang sangat besar itu. Sementara itu, Beungong Meulu
terlempar dan tersangkut di sebuah pohon milik seorang
saudagar kaya yang kemudian menikahinya.
Namun sayang, selama menjadi istri saudagar kaya
tersebut, Beungong Meulu tak pernah bicara ataupun
tersenyum. Dia selalu diam dan tampak sedih. Bahkan
sampai mereka mempunyai seorang anak. Suaminya
mencari akal untuk mengetahui penyebab kesedihan
BUNGONG MEULU DAN BUNGONG PEUKEUN 44
istrinya itu. Maka suatu hari suaminya berpura-pura mati
sehingga anaknya menangis tersedu-sedu.
“O Anakku, ibu tahu bagaimana sedihnya hati bila
ditinggal orang yang kita cintai. Ibu dulu kehilangan
kakak ibu yang terbunuh oleh seekor naga di lautan. Bah-
kan hingga kini ibu tidak dapat menghilangkan rasa sedih
itu.” Mendengar pengakuan Beungong Meulu tersebut su-
aminya kemudian bangun. Akhirnya, dia mengetahui
penyebab kesedihan Beungong Meulu. Keesokan harinya
dia mengajak Beungong Meulu pergi ke lautan, di mana
dulu Beungong Peukeun bertarung melawan naga raksasa.
Saat sampai di pantai, Beungong Meulu dan suaminya
melihat tulang-tulang berserakan. Beungong Meulu yakin
bahwa itu tulang-tulang kakaknya. Maka, dikumpulkannya
tulang-tulang tersebut kemudian suaminya membaca doa
sambil memercikkan air bunga pada tulang-tulang
tersebut. Atas perkenan Tuhan, tiba-tiba terjadi
keajaiban. Beungong Peukeun menjelma dan berdiri di
hadapan mereka. Sejak saat itu Beungong Peuken tinggal
bersama adiknya dan Beungong Meulu tidak lagi membisu.
BUNGONG MEULU DAN BUNGONG PEUKEUN 45
Suatu hari, Beungong Peukun berjalan-jalan di tepi
pantai. Saat itu dia melihat seekor ikan raksasa
berwarna kemerahan. Dihujamkannya sebilah pedang ke
tubuh ikan tersebut kemudian dicongkelnya mata ikan
tersebut. Karena terlalu keras, mata ikan tersebut
terpelanting jauh hingga jatuh di halaman seorang
penguasa di sebuah negeri. Mata ikan tersebut kemudian
berubah menjadi gunung. Sang penguasa merasa gelisah
dengan adanya gunung di halamannya. Ia kemudian
mengadakan sebuah sayembara. Barang siapa dapat me-
mindahkan gunung tersebut dari halaman rumahnya, dia
akan dijadikan penguasa di negeri itu dan dinikahkan
dengan anaknya.
Beungong Peukeun yang mendengar sayembara
tersebut segera berangkat ke sana. Begitu tiba di
tempat yang dimaksud, dia segera mencongkel gunung
tersebut dengan pedang saktinya. Dalam sekejap, gunung
tersebut dapat dilemparkannya jauh-jauh. Sang penguasa
menepati janjinya. Beungong Peukeun diberi kekuasaan
memerintah negeri tersebut dan dinikahkan dengan putri
BUNGONG MEULU DAN BUNGONG PEUKEUN 46
penguasa. Demikianlah kisah tentang dua saudara ini.
Akhirnya, mereka berdua hidup bahagia.
Penulis: Yulia S. Setiawati
47
REFERENSI
Isi cerita diadaptasi dari L.K. Ara. 1995. Cerita
Rakyat dari Aceh. Jakarta: Grasindo.
Anonim. “Aceh”, http://id.wikipedia.org/wiki/Aceh,
diakses tanggal 26 November 2008.
Tenas Effendy. 2006. Tunjuk Ajar Melayu.
Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya
Melayu bekerja sama dengan Penerbit AdiCita
Karya Nusa.