kumpulan cerita rakyat dan macam

36
Disusun oleh : Iriana Kelas X.7 Tahun 2011/2012 SMAN 1 PURWAKARTA TUGAS SEJARAH KUMPULAN CERITA RAKYAT DAN MACAM-MACAM ADAT ISTIADAT DAERAH

Upload: irma-oktaviani

Post on 02-Jan-2016

166 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

TRANSCRIPT

Page 1: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Disusun oleh :IrianaKelas X.7

SMAN 1 PURWAKARTA

tugas sejarah kumpulan cerita rakyat dan macam-macam adat istiadat daerah

Page 2: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji dan syukur yang tiada hentinya bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya untuk menyelesaikan karya ilmiah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan rahmat dan karunia-Nya kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, saya sebagai penyusun telah berusaha semaksimal mungkin sesuai kemampuan saya. Namun sebagai manusia biasa, saya tidak luput dari kesalahan dan kehilafan baik dari segi teknik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi, walaupun demikian, saya berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah ini sesuai dengan kemampuan yang saya bisa.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembacanya. Seperti peribahasa “tiada gading yang tak retak”, makalah ini juga tidak sempurna, ada kelebihan dan kekurangannya.

Atas kesediaan dan waktunya untuk membaca makalah ini, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Purwakarta, 02 November 2011

Penyusun

Page 3: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Legenda

Roro Jonggrang

Yogyakarta - Indonesia

Roro Jonggrang adalah putri dari Prabu Baka dari Kerajaan Prambanan, Daerah Istimewa

Yogyakarta, Indonesia. Roro Jonggrang memiliki paras yang cantik jelita. Suatu ketika, ia dilamar

oleh seorang kesatria yang bernama Bondowoso dari Kerajaan Pengging. Roro Jonggrang

bersedia menerima lamaran itu, asalkan Bondowoso mampu membuatkan seribu candi dan dua buah

sumur dalam waktu semalam. Mampukah Bondowoso memenuhi syarat yang diajukan oleh Roro

Jonggrang tersebut? Ikuti kisahnya dalam cerita Roro Jonggrang berikut ini!  

* * *

Alkisah, pada zaman dahulu kala, ada seorang raja yang bernama Prabu Baka yang bertahta di

Prambanan. Ia seorang raksasa yang menakutkan dan memiliki kesaktian yang tinggi. Wilayah

kekuasaannya sangat luas. Kerajaan-kerajaan kecil di sekitar wilayahnya semua takluk di bawah

kekuasaannya. Meskipun seorang raksasa, Prabu Baka mempunyai seorang putri cantik yang berwujud

manusia bernama Roro Jonggrang. Prabu Baka sangat menyayangi putri tunggalnya itu. Sebagai wujud

kasih sayangnya kepada putrinya, ia mewariskan seluruh kesaktian dan kepandaian yang dimilikinya.

Maka jadilah Roro Jonggrang seorang putri yang cantik jelita dan sakti mandraguna.

Sementara itu di tempat lain, tersebutlah sebuah kerajaan yang tak kalah besarnya dengan

Prambanan, yakni Kerajaan Pengging. Kerajaan itu memiliki seorang kesatria yang sakti bernama

Bondowoso. Kesaktian Bondowoso terletak pada senjatanya yang bernama Bandung. Selain itu,

Bondowoso juga mempunyai balatentara berupa makhluk-makhluk halus. Jika membutuhkan bantuan,

Bondowoso mampu mendatangkan makhluk-makhluk halus tersebut dalam waktu sekejap.

Suatu ketika, Raja Pengging bermaksud memperluas wilayah kekuasaannya. Ia pun memerintahkan

Bondowoso dan pasukannya untuk menyerang Prambanan.

“Hai, Bondowoso! Siapkan pasukanmu untuk pergi menyerang Prambanan!” perintah Raja Pengging.

“Baik, Gusti! Perintah segera hamba laksanakan!” jawab Bondowoso sambil memberi hormat.

Keesokan harinya, berangkatlah Bondowoso bersama pasukannya ke Prambanan. Setibanya di

Prambanan, mereka langsung menyerbu masuk ke dalam istana. Prabu Baka pun tidak tinggal diam. Ia

segera memerintahkan pasukannya untuk menahan serangan pasukan Bondowoso yang datang

secara tiba-tiba. Pertempuran sengit pun tak terelakkan lagi. Namun karena pasukan Prabu Baka

kurang persiapan dalam pertempuran itu, akhirnya pasukan Bondowoso berhasil menaklukkan

Page 4: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

mereka. Prabu Baka sendiri tewas terkena senjata sakti Bandowoso yang bernama Bandung. Sejak itu,

Bondowoso pun dikenal dengan nama Bandung Bondowoso.

Setelah Bandung Bondowoso dan pasukannya memenangkan pertempuran itu, Raja Pengging pun

mengamanatkan Bandung Bondowoso untuk menempati istana Prambanan.

“Wahai, Bandung Bondowoso! Sebagai ucapan terima kasihku atas keberhasilanmu mengalahkan

Prabu Baka, aku memberimu amanat untuk mengurus Kerajaan Prambanan dan segala isinya,

termasuk keluarga Prabu Baka,” kata Raja Pengging.

“Terima kasih, Gusti! Hamba berjanji untuk menjaga amanat Gusti,” jawab Bandung Bondowoso.

Setelah itu, Bandung Bondowoso pun segera menempati istana Prambanan. Pada saat hari pertama

menempati istana Pramabanan, ia langsung terpesona melihat kecantikan Roro Jonggrang dan berniat

untuk menjadikannya sebagai permaisuri.

Pada suatu hari, Bandung Bondowoso menyatakan maksud hatinya kepada Raja Jonggrang.

“Wahai, putri Roro Jonggrang! Bersediakah engkau menjadi permaisuriku?” tanya Bandung

Bondowoso.

Roro Jonggrang tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Ia hanya terdiam dan kebingungan.

Sebenarnya, ia amat membenci Bandung Bondowoso karena telah membunuh ayahnya. Namun, ia

takut menolak lamarannya karena bagaimana pun juga ia tidak akan sanggup mengalahkan kesaktian

Bondowoso. Setelah berpikir sejenak, Roro Jonggrang pun menemukan satu cara untuk menolak

lamaran itu dengan cara yang halus.

“Baiklah, Bandung Bondowoso! Aku bersedia menerima lamaranmu, tapi kamu harus memenuhi satu

syaratku,” jawab Roro Jonggrang.

“Apakah syaratmu itu, Roro Jonggrang?” tanya Bandung Bondowoso.

“Buatkan aku seribu candi dan dua buah sumur dalam waktu semalam,” jawab Roro Jonggrang.

Tanpa berpikir panjang, Bandung Bondowoso pun menyanggupinya, karena ia yakin mampu

memenuhi syarat itu dengan bantuan balantentaranya. Pada malam harinya, Bandung Bondowoso

mengundang balatentaranya yang berupa makhluk halus tersebut. Dalam waktu sekejap,

balatentaranya pun datang dan segera membangun candi dan sumur sebagaimana permintaan Roro

Jonggrang. Mereka bekerja dengan sangat cepat. Pada dua pertiga malam, mereka hampir

menyelesaikan seribu candi. Hanya tinggal tiga buah candi dan sebuah sumur yang belum mereka

selesaikan.

Page 5: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Roro Jonggrang yang ikut menyaksikan pembuatan candi itu mulai khawatir. Ia pun segera

memberitahukan hal itu kepada salah seorang dayang kepercayaannya.

“Dayang! Pembangunan seribu candi dan penggalian dua buah sumur tersebut hampir selesai. Apa

yang harus kita lakukan?” tanya Roro Jonggrang kepada dayang itu.

“Tenanglah, Gusti! Pasti ada jalan keluarnya,” hibur dayang itu.

Roro Jonggrang kembali berpikir keras dan ia pun menemukan jalan keluarnya. Ia akan membuat

suasana menjadi seperti pagi, sehingga para makhluk halus tersebut menghentikan pekerjaannya

sebelum menyelesaikan seribu candi.

“Dayang! Segera bangunkan teman-temanmu! Suruh mereka membakar jerami dan menumbuk padi

di lesung, serta menaburkan bunga-bunga yang harum baunya!” perintah Roro Jonggrang.

“Baik, Gusti!” jawab dayang itu seraya bergegas masuk ke dalam istana membangunkan dayang-

dayang lainnya.

Dayang-dayang pun bangun dan segera melaksanakan perintah Roro Jonggrang. Tak berapa lama,

tampaklah cahaya kemerah-merahan dari arah timur akibat dari pemakaran jeramih. Suara lesung pun

terdengar bertalu-talu. Bau harum bunga-bungaan mulai tercium. Beberapa saat kemudian, suara

ayam jantan berkokok mulai terdengar. Para balatentara Bandung Bondowoso pun segera

menghentikan pekerjaannya, karena mengira hari sudah pagi. Mereka pergi meninggalkan tempat

pembuatan candi tersebut, padahal kurang sebuah candi lagi yang belum mereka selesaikan. Batu-

batu berukuran besar masih berserakan di tempat itu.

Melihat balatentaranya akan kembali ke alamnya, Bandung Bondowoso berteriak dengan suara keras.

“Teman-teman, kembalilah! Hari belum pagi. Genapkan seribu candi. Tinggal sebuah candi lagi!”

teriak Bandung Bondowoso.

Para makhluk halus tersebut tidak menghiraukan teriakannya. Akhirnya, Bandung Bondowoso berniat

meneruskan pembangunan candi itu untuk menggenapi seribu candi. Namun belum selesai candi itu ia

buat, pagi sudah menjelang. Ia pun gagal memenuhi permintaan Roro Jonggrang. Mengetahui

kegagalan Bondowoso tersebut, Roro Jonggrang segera menemuinya di tempat pembuatan candi itu.

“Bagaimana Bandung Bondowoso? Apakah candiku sudah selesai?” tanya Roro Jonggrang sambil

tersenyum.

Betapa marahnya Bandung Bondowoso melihat sikap Roro Jonggrang itu. Apalagi setelah ia

mengetahui bahwa Roro Jonggranglah yang telah menggagalkan usahanya. Ia pun melampiaskan

kemarahannya dengan mengutuk Roro Jonggrang menjadi arca.

Page 6: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

“Hai, Roro Jonggrang! Kamu telah menggagalkan usahaku untuk mewujudkan seribu candi yang

kurang satu lagi. Jadilah kau arca dalam candi yang keseribu!” teriak Bandung Bondowoso.

Berkat kesaktian Bandung Bondowoso, seketika itu pula Roro Jonggrang berubah menjadi arca batu.

Wujud arca itu sangat cantik, secantik Roro Jonggrang. Hingga kini, arca itu dapat disaksikan di dalam

ruang candi besar yang bernama Candi Roro Jonggrang yang berada dalam kompleks Candi

Prambanan. Sementara candi-candi yang ada di sekitarnya disebut dengan Candi Sewu. Sewu dalam

bahasa Jawa berarti seribu.

Mitos

Jaka Tarub

Page 7: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Jawa Tengah - Indonesia

Dahulu kala, di Desa Tarub, tinggallah seorang janda bernama Mbok Randa Tarub. Sejak suaminya me-

ninggal dunia, ia mengangkat seorang bocah laki-laki sebagai anaknya. Setelah dewasa, anak itu

dipanggilnya Jaka Tarub.

Jaka Tarub anak yang baik. Tangannya ringan melakukan pekerjaan. Setiap hari, ia membantu Mbok

Randha mengerjakan sawah ladangnya. Dari hasil sawah ladang itulah mereka hidup. Mbok Randha

amat mengasihi Jaka Tarub seperti anaknya sendiri.

Waktu terus berlalu. Jaka Tarub beranjak dewasa. Wajahnya tampan, tingkah lakunya pun sopan. Banyak

gadis yang mendambakan untuk menjadi istrinya. Namun Jaka Tarub belum ingin beristri. Ia ingin

berbakti kepada Mbok Randha yang dianggapnya sebagai ibunya sendiri. Ia bekerja semakin tekun,

sehingga hasil sawah ladangnya melimpah. Mbok Randha yang pemurah akan membaginya dengan te-

tangganya yang kekurangan. “Jaka Tarub, Anakku. Mbok lihat kamu sudah dewasa. Sudah pantas

meminang gadis. Lekaslah menikah, Simbok ingin menimang cucu,” kata Mbok Randha suatu hari.

“Tarub belum ingin, Mbok,” jawab Jaka Tarub.

“Tapi jika Simbok tiada kelak, siapa yang akan mengurusmu?” tanya Mbok Randha lagi.

“Sudahlah, Mbok. Semoga saja Simbok berumur panjang,” jawab Jaka Tarub singkat.

“Hari sudah siang, tetapi Simbok belum bangun. Kadingaren ...,” gumam Jaka Tarub suatu pagi.

“Simbok sakit ya?” tanya Jaka Tarub meraba kening simboknya.

“Iya, Le,” jawab Mbok Randha lemah.

“Badan Simbok panas sekali,” kata Jaka Tarub cemas. Ia segera mencari daun dhadhap serep untuk

mengompres simboknya. Namun rupanya umur Mbok Randha hanya sampai hari itu. Menjelang siang,

Mbok Randha menghembuskan napas terakhirnya.

Sejak kematian Mbok Randha, Jaka Tarub sering melamun. Kini sawah ladangnya terbengkalai. “Sia-sia aku

bekerja. Untuk siapa hasilnya?” demikian gumam Jaka Tarub.

Suatu malam, Jaka Tarub bermimpi memakan daging rusa. Saat terbangun dari mimpinya, Jaka Tarub

menjadi berselera ingin makan daging rusa. Maka pagi itu, Jaka Tarub pergi ke hutan sambil membawa

sumpitnya. Ia ingin menyumpit rusa. Hingga siang ia berjalan, namun tak seekor rusa pun

dijumpainya. Jangankan rusa, kancil pun tak ada. Padahal Jaka Tarub sudah masuk ke hutan yang

jarang diambah manusia. Ia kemudian duduk di bawah pohon dekat telaga melepas lelah. Angin sepoi-

sepoi membuatnya tertidur.

Page 8: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Tiba-tiba, sayup-sayup terdengar derai tawa perempuan yang bersuka ria. Jaka Tarub tergagap. “Suara

orangkah itu?” gumamnya. Pandangannya ditujukan ke telaga. Di telaga tampak tujuh perempuan cantik

tengah bermain-main air, bercanda, bersuka ria. Jaka Tarub menganga melihat kecantikan mereka. Tak

jauh dari telaga, tergeletak selendang mereka. Tanpa pikir panjang, diambilnya satu selendang, kemudi-

an disembunyikannya.

“Nimas, ayo cepat naik ke darat. Hari sudah sore. Kita harus segera kembali ke kahyangan,” kata

Bidadari tertua. Bidadari yang lain pun naik ke darat. Mereka kembali mengenakan selendang masing-

masing. Namun salah satu bidadari itu tak menemukan selendangnya.

“Kakangmbok, selendangku tidak ada,” katanya.

Keenam kakaknya turut membantu mencari, namun hingga senja tak ditemukan juga. “Nimas Nawang

Wulan, kami tak bisa menunggumu lama-lama. Mungkin sudah nasibmu tinggal di mayapada,” kata

Bidadari tertua. “Kami kembali ke kahyangan,” tambahnya.

Nawang Wulan menangis sendirian meratapi nasibnya. Saat itulah Jaka Tarub menolongnya. Diajaknya

Nawang Wulan pulang ke rumah. Kini hidup Jaka Tarub kembali cerah. Beberapa bulan kemudian, Jaka

Tarub menikahi Nawang Wulan. Keduanya hidup berbahagia. Tak lama kemudian Nawang Wulan

melahirkan Nawangsih, anak mereka.

Pada suatu hari, Nawang wulan berpesan kepada Jaka Tarub, “Kakang, aku sedang memasak nasi.

Tolong jagakan apinya, aku hendak ke kali. Tapi jangan dibuka tutup kukusan itu,” pinta Nawang Wu-

lan. Sepeninggal istrinya, Jaka Tarub penasaran dengan larangan istrinya. Maka dibukanya kukusan

itu. Setangkai padi tampak berada di dalam kukusan. “Pantas padi di lumbung tak pernah habis.

Rupanya istriku dapat memasak setangkai padi menjadi nasi satu kukusan penuh,” gumamnya. Saat

Nawang Wulan pulang, ia membuka tutup kukusan. Setangkai padi masih tergolek di dalamnya.

Tahulah ia bahwa suaminya telah membuka kukusan hingga hilanglah kesaktiannya. Sejak saat itu,

Nawang Wulan harus menumbuk dan menampi beras untuk dimasak, seperti wanita umumnya.

Karena tumpukan padinya terus berkurang, suatu waktu, Nawang Wulan menemukan selendang bi-

dadarinya terselip di antara tumpukan padi. Tahulah ia bahwa suaminyalah yang menyembunyikan

selendang itu. Dengan segera dipakainya selendang itu dan pergi menemui suaminya.

“Kakang, aku harus kembali ke kahyangan. Jagalah Nawangsih. Buatkan dangau di sekitar rumah.

Setiap malam letakkan Nawangsih di sana. Aku akan datang menyusuinya. Namun Kakang janganlah

mendekat,” kata Nawang Wulan, kemudian terbang ke menuju kahyangan.

Jaka Tarub menuruti pesan istrinya. Ia buat dangau di dekat rumahnya. Setiap malam ia memandangi

anaknya bermain-main dengan ibunya. Setelah Nawangsih tertidur, Nawang Wulan kembali ke kahya-

ngan. Demikian hal itu terjadi berulang-ulang hingga Nawangsih besar. Walaupun demikian, Jaka

Tarub dan Nawangsih merasa Nawang Wulan selalu menjaga mereka. Di saat keduanya mengalami

kesulitan, bantuan akan datang tiba-tiba. Konon itu adalah bantuan dari Nawang Wulan.

Page 9: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Cerita Rakyat

Bawang Merah dan Bawang Putih

Alkisah, di Kampung Dadapan, Yogyakarta, hidup sebuah keluarga kecil yang terdiri dari

ayah, ibu, dan seorang anak gadis mereka yang bernama Bawang Putih. Meskipun sang

ayah hanya pedagang kecil, keluarga kecil itu senantiasa hidup rukun, damai, dan bahagia.

Namun sayang, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama karena sang ibu harus pergi untuk

selama-lamanya akibat terserang penyakit yang menyebabkan nyawanya melayang.

Kepergian sang ibu benar-benar membuat anggota keluarga yang ditinggalkan amat

berduka, terutama Bawang Putih.

Page 10: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Sejak kehilangan sosok ibu yang begitu sayang kepadanya, Bawang Putih merasa amat

kesepian dan kerap menyendiri di kamarnya. Untung di desa itu ada seorang janda bernama

Mbok Randha yang sering berkunjung ke rumahnya untuk membawa makanan atau sekadar

menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Bahkan, ia kerap membantu Bawang

Putih membersihkan rumah dan memasak.

Keberadaan Mbok Randha telah meringankan beban keluarga Bawang Putih. Hal itulah yang

membuat ayah Bawang Putih tertarik untuk menikahi Mbok Randha agar putrinya tidak

kesepian lagi. Sebagai ayah yang bijak, ia tidak mau bertindak sendiri dengan meminta

pertimbangan kepada putri semata wayangnya.

“Bawang Putih, Putriku. Ayah melihat Mbok Randha adalah sosok ibu yang baik. Barangkali

akan lebih baik jika ia menjadi anggota keluarga kita,” kata ayah Bawang Putih. “Bagaimana

pendapatmu, Anakku?”

Bawang Putih memahami maksud ayahnya. Ia pun merasa bahwa kehadiran Mbok Randha

dalam keluarganya akan membuat suasana menjadi ramai, sehingga dirinya tidak lagi

kesepian. Apalagi Mbak Randha mempunyai seorang anak gadis yang bernama Bawang

Merah dan sebaya dengannya. Dengan pertimbangan itu, Bawang Putih pun rela jika

ayahnya menikah dengan Mbok Randha.

Setelah menikah, Mbok Randha bersama putrinya tinggal di rumah Bawang Putih. Pada

mulanya, Mbok Randha dan Bawang Merah sangat baik kepada Bawang Putih, terutama

saat ayahnya ada di rumah. Namun, setelah beberapa lama tinggal di rumah itu, sifat asli

mereka yang kejam dan bengis mulai kelihatan. Ketika sang ayah sedang pergi berdagang,

mereka kerap memarahi Bawang Putih dan memberinya pekerjaan berat. Bahkan, Mbok

Randha tidak segan-segan menampar Bawang Putih jika sedang beristirahat barang sejenak

pun untuk melepaskan lelah. Tidak hanya itu, setiap hari Bawang Putih hanya diperbolehkan

makan sekali, itu pun berupa kerak nasi dengan air dan garam sebagai lauk.

Di sisi lain, Mbok Randha amat sayang dan memanjakan Bawang Merah sehingga semua

pekerjaan rumah tangga dibebankan kepada Bawang Putih. Bahkan, Bawang Merah juga

kerap memerintahnya. Ketika Bawang Putih sedang sibuk bekerja, ia dan ibunya hanya

duduk-duduk santai dan sesekali mengawasi hasil pekerjaan Bawang Putih kalau-kalau ada

yang kurang beres. Meskipun diperlakukan demikian, gadis yang malang itu tetap tabah

menghadapinya.

Page 11: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Suatu hari, ayah Bawang Putih jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Sejak itulah,

Bawang Merah dan ibunya semakin berkuasa dan semena-mena terhadap Bawang Putih.

Setiap hari gadis malang itu seakan tidak pernah beristirahat. Ia harus bangun sebelum

matahari terbit untuk menyiapkan segera keperluan mereka seperti menyiapkan air mandi

dan sarapan untuk mereka, memberi makan ternak, membersihkan rumah, mencuci

pakaian di sungai, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.

Pada suatu pagi, seperti biasanya setelah usai membereskan rumah, Bawang Putih pergi ke

sungai dengan membawa satu bakul pakaian untuk dicuci. Setiba di sungai, ia pun mulai

mencuci pakaian kotor tersebut satu persatu. Namun, Bawang Putih tidak menyadari salah

satu dari cuciannya hanyut terbawa arus. Celakanya, pakaian yang hanyut itu adalah baju

kesayangan Bawang Merah. Ia baru menyadari hal itu setelah selesai mencuci. Dengan

panik, Bawang Putih segera menyusuri sungai untuk mencari baju itu. Sudah jauh ia berjalan

ke hilir, namun belum juga menemukannya.

“Aduh, matilah aku!” gumam Bawang Putih dengan cemas, “Apa jadinya nanti jika ibu tiriku

dan Bawang Merah mengetahui hal ini?”

Bawang Putih benar-benar kebingungan. Karena hari sudah siang, ia pun memutuskan untuk

segera pulang karena belum menyiapkan makan siang. Setiba di rumah, ia dengan

ketakutan menceritakan kejadian yang baru saja dialami kepada ibu tirinya. Betapa

murkanya Mbok Randha saat mendengar cerita itu. Ia pun segera mengambil rotan dan

memukul Bawang Putih hingga tubuhnya berwarna merah dan lebam.

“Dasar, anak ceroboh! Cepat cari baju itu dan jangan kembali sebelum kau

menemukannya!” hardik ibu tirinya yang kejam itu.

Bawang Putih dengan hati sedih terpaksa kembali ke sungai untuk mencari baju itu. Di

sepanjang perjalanan, air mata gadis itu terus mengalir membasahi pipinya karena tidak

kuat lagi menahan rasa sakit di seluruh badannya. Setiba di sungai, ia pun mencari baju itu

mulai dari tempatnya mencuci tadi hingga ke hilir sungai. Sudah cukup jauh ia berjalan,

namun belum juga menemukan baju itu. Meskipun demikian, ia terus menyusuri sungai

hingga bertemu dengan seorang penggembala sedang memandikan kerbaunya.

“Permisi, Paman! Apakah paman melihat ada baju berwarna merah yang hanyut di sungai

ini?” tanya Bawang Putih dengan sopan.

Page 12: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

“Tidak, Nak. Coba kamu tanyakan pada orang yang sedang memancing itu,” ujar

penggembala itu.

“Terima kasih, Paman,” ucap Bawang Putih seraya menghampiri orang yang sedang

memancing di tepi sungai. Namun rupanya nelayan itu juga tidak melihat baju yang sedang

dicari Bawang Putih.

Demikian Bawang Putih selalu bertanya kepada setiap orang yang ia temui di sepanjang

aliran sungai itu dan tak seorang pun yang melihat baju itu. Hari sudah sore. Gadis itu terus

menyusuri sungai dengan berjalan sempoyongan hingga akhirnya bertemu dengan seorang

nenek yang sedang mencuci beras. Mulanya, Bawang Putih takut mendekati nenek itu

karena tubuhnya amat besar. Rupanya, nenek itu adalah manusia raksasa. Namanya Nini[1]

Buto Ijo yang tinggal di pinggir sebuah hutan. Bawang Putih kemudian memberanikan diri

untuk bertanya kepada nenek raksasa itu.

“Ma... maaf, Nek. Apakah nenek melihat baju yang hanyut di sungai ini?” tanya Bawang

Putih dengan gugup.

“Apakah baju yang kamu cari itu warnanya merah kembang-kembang?” sang nenek balik

bertanya.

“Benar, Nek,” jawab Bawang Putih, “Apakah nenek menemukannya?”

“Iya, Nduk.[2] Tadi kutemukan tersangkut di batu,” jawab nenek itu, “Sebaiknya kamu

menginap di rumah nenek karena hari sudah gelap.”

Akhirnya, Bawang Putih menuruti ajakan nenek raksasa itu. Setiba di rumah nenek, ia diajak

untuk membantu memasak.

“Aku akan mengembalikan bajumu, tapi dengan syarat kamu harus membantuku

memasak,” ujar nenek.

“Baik, Nek,” jawab Bawang Putih menyanggupi.

Alangkah terkejutnya Bawang Putih karena peralatan memasak nenek amat mengerikan.

Centongnya terbuat dari tulang tangan manusia dan gayungnya pun terbuat dari tulang-

tulang. Meskipun agak sedikit ngeri, ia tetap memasak dengan tenang. Selain itu, ia juga

membantu mengerjakan pekerjaan rumah nenek hingga larut malam.

Page 13: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Keesokan harinya, Bawang Putih pun mohon pamit kepada Nini Buto Ijo. Sesuai dengan

janjinya, nenek itu mengembalikan baju Bawang Putih. Selain itu, sang nenek juga

memberinya hadiah dengan menyuruh Bawang Putih memilih salah satu dari dua buah labu

kuning yang ukurannya berbeda, satu berukuran besar sedangkan yang satunya berukuran

kecil. Bawang Putih bukanlah gadis yang serakah sehingga ia hanya memilih labu yang lebih

kecil.

“Terima kasih, Nek,” ucap Bawang Putih.

“Sama-sama, Nduk! Tapi ingat, kamu baru boleh membuka labu itu setelah kamu sampai di

rumah,” ujar Nini.

“Baik, Nini,” jawab Bawang Putih seraya berpamitan.

Sesampai di rumahnya, Bawang Putih segera menyerahkan baju yang berhasil

ditemukannya kepada Bawang Merah. Setelah itu, ia bergegas ke dapur untuk memasak

sayur labu. Betapa terkejutnya ia setelah membelah buah itu. Ternyata, labu kuning itu

berisi perhiasan emas permata. Ibu tirinya dan Bawang Merah yang mengetahui hal itu

segera merampas perhiasan tersebut.

“Hai, Bawang Putih! Ceritakan bagaimana caramu bisa mendapatkan perhiasan sebanyak

ini!” seru ibu tirinya dengan nada memaksa.

Bawang Putih pun menceritakan semua dengan sejujurnya. Setelah mendengar cerita itu,

Mbok Randha segera memerintahkan putri kesayangannya Bawang Merah untuk melakukan

hal yang sama.

Singkat cerita, Bawang Merah pun sampai di rumah Nini Buto Ijo. Saat disuruh memasak, ia

tidak bisa melakukannya karena jijik menyentuh peralatan memasak si nenek yang

semuanya terbuat dari tulang-tulang. Ia hanya bisa membantu mengerjakan pekerjaan

rumah nenek yang lain, seperti menyapu dan mengepel. Itu pun dilakukannya dengan asal-

asalan sehingga hasilnya pun tidak bersih.

Meski demikian, Nini Buto Ijo tetap akan memberinya hadiah. Bawang Merah pun disuruh

memilih salah satu dari dua labu kuning yang ditawarkan oleh nenek. Karena sifatnya yang

serakah, ia dengan cepat memilih labu yang besar. Setelah itu, ia segera pulang ke

rumahnya dengan penuh harapan bahwa ia dan ibunya akan menjadi kaya raya karena

mengira labu yang telah dipilihnya berisi lebih banyak perhiasan. Karena itu, Bawang Merah

Page 14: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

menjadi lupa diri. Jangankan berpamitan, berterima kasih kepada nenek itu pun tidak ia

lakukan.

Setiba di rumah, Bawang Merah bersama ibunya segera membelah labuh itu. Begitu labu itu

terbelah, bukannya perhiasan emas permata yang mereka dapatkan, melainkan binatang-

binatang berbisa seperti ular, kalajengking, dan kelabang. Hewan-hewan beracun itu lantas

menyerang ibu dan anak yang serakah itu hingga tewas. Akhirnya, Bawang Putih berhasil

mendapatkan kembali semua perhiasan emas dan permatanya, kemudian menjualnya

sedikit demi sedikit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Dongeng

Buaya Perompak

Lampung - Indonesia

Buaya Perompak adalah seekor buaya jadi-jadian yang dulu pernah menghuni Sungai Tulang Bawang,

Provinsi Lampung, Indonesia. Buaya jadi-jadian ini terkenal sangat ganas. Konon, sudah banyak

manusia yang menjadi korban keganasan buaya itu. Pada suatu hari, seorang gadis rupawan yang

bernama Aminah tiba-tiba hilang saat sedang mencuci di tepi Sungai Tulang Bawang. Benarkah Buaya

itu yang menculik Aminah? Lalu bagaimana dengan nasib Aminah selanjutnya? Ikuti kisahnya dalam

cerita Buaya Perompak berikut ini!

* * *

Alkisah, Sungai Tulang Bawang sangat terkenal dengan keganasan buayanya. Setiap nelayan yang

melewati sungai itu harus selalu berhati-hati. Begitupula penduduk yang sering mandi dan mencuci di

Page 15: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

tepi sungai itu. Menurut cerita, sudah banyak manusia yang hilang begitu saja tanpa meninggalkan

jejak sama sekali.

Pada suatu hari, kejadian yang mengerikan itu terulang kembali. Seorang gadis cantik yang bernama

Aminah tiba-tiba hilang saat sedang mencuci di tepi sungai itu. Anehnya, walaupun warga sudah

berhari-hari mencarinya dengan menyusuri tepi sungai, tapi tidak juga menemukannya. Gadis itu

hilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Sepertinya ia sirna bagaikan ditelan bumi. Warga pun

berhenti melakukan pencarian, karena menganggap bahwa Aminah telah mati dimakan buaya.

Sementara itu, di sebuah tempat di dasar sungai tampak seorang gadis tergolek lemas. Ia adalah si

Aminah. Ia baru saja tersadar dari pingsannya.

“Ayah, Ibu, aku ada di mana? gumam Aminah setengah sadar memanggil kedua orangtuanya.

Dengan sekuat tenaga, Aminah bangkit dari tidurnya. Betapa terkejutnya ia ketika menyadari bahwa

dirinya berada dalam sebuah gua. Yang lebih mengejutkannya lagi, ketika ia melihat dinding-dinding

gua itu dipenuhi oleh harta benda yang tak ternilai harganya. Ada permata, emas, intan, maupun

pakaian indah-indah yang memancarkan sinar berkilauan diterpa cahaya obor yang menempel di

dinding-dinding gua.

“Wah, sungguh banyak perhiasan di tempat ini. Tapi, milik siapa ya?” tanya Aminah dalam hati.

Baru saja Aminah mengungkapkan rasa kagumnya, tiba-tiba terdengar sebuah suara lelaki

menggema.

“Hai, Gadis rupawan! Tidak usah takut. Benda-benda ini adalah milikku.”

Alangkah terkejutnya Aminah, tak jauh dari tempatnya duduk terlihat samar-samar seekor buaya

besar merangkak di sudut gua.

“Anda siapa? Wujud anda buaya, tapi kenapa bisa berbicara seperti manusia?” tanya Aminah dengan

perasaan takut.

“Tenang, Gadis cantik! Wujudku memang buaya, tapi sebenarnya aku adalah manusia seperti kamu.

Wujudku dapat berubah menjadi manusia ketika purnama tiba.,” kata Buaya itu.

“Kenapa wujudmu berubah menjadi buaya?” tanya Aminah ingin tahu.

“Dulu, aku terkena kutukan karena perbuatanku yang sangat jahat. Namaku dulu adalah Somad,

perampok ulung di Sungai Tulang Bawang. Aku selalu merampas harta benda setiap saudagar yang

berlayar di sungai ini. Semua hasil rampokanku kusimpan dalam gua ini,” jelas Buaya itu.

Page 16: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

“Lalu, bagaimana jika Anda lapar? Dari mana Anda memperoleh makanan?” tanya Aminah.

“Kalau aku butuh makanan, harta itu aku jual sedikit di pasar desa di tepi Sungai Tulang Bawang saat

bulan purnama tiba. Tidak seorang penduduk pun yang tahu bahwa aku adalah buaya jadi-jadian.

Mereka juga tidak tahu kalau aku telah membangun terowongan di balik gua ini. Terowongan itu

menghubungkan gua ini dengan desa tersebut,” ungkap Buaya itu.

Tanpa disadarinya, Buaya Perompak itu telah membuka rahasia gua tempat kediamannya. Hal itu

tidak disia-siakan oleh Aminah. Secara seksama, ia telah menyimak dan selalu akan mengingat semua

keterangan yang berharga itu, agar suatu saat kelak ia bisa melarikan diri dari gua itu.    

“Hai, Gadis Cantik! Siapa namamu?” tanya Buaya itu.

“Namaku Aminah. Aku tinggal di sebuah dusun di tepi Sungai Tulang Bawang,” jawab Aminah.

“Wahai, Buaya! Bolehkah aku bertanya kepadamu?” tanya Aminah

“Ada apa gerangan, Aminah? Katakanlah!” jawab Buaya itu.

“Mengapa Anda menculikku dan tidak memakanku sekalian?” tanya Aminah heran.

“Ketahuilah, Aminah! Aku membawamu ke tempat ini dan tidak memangsamu, karena aku suka

kepadamu. Kamu adalah gadis cantik nan rupawan dan lemah lembut. Maukah Engkau tinggal

bersamaku di dalam gua ini?” tanya Buaya itu.

Mendengar pertanyaan buaya itu, Aminah jadi gugup. Sejenak, ia terdiam dan termenung.

“Ma… maaf, Buaya! Aku tidak bisa tinggal bersamamu. Orangtuaku pasti akan mencariku,” jawab

Aminah menolak.

Agar Aminah mau tinggal bersamanya, buaya itu berjanji akan memberinya hadiah perhiasan.

“Jika Engkau bersedia tinggal bersamaku, aku akan memberikan semua harta benda yang ada di

dalam gua ini. Akan tetapi, jika kamu menolak, maka aku akan memangsamu,” ancam Buaya itu.

Aminah terkejut mendengar ancaman Buaya itu. Namun, hal itu tidak membuatnya putus asa. Sejenak

ia berpikir mencari jalan agar dirinya bisa selamat dari terkaman Buaya itu.

“Baiklah, Buaya! Aku bersedia untuk tinggal bersamamu di sini,” jawab Aminah setuju.

Rupanya, Aminah menerima permintaan Buaya itu agar terhindar dari acamana Buaya itu, di samping

sambil menunggu waktu yang tepat agar bisa melarikan diri dari gua itu.

Page 17: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Akhirnya, Aminah pun tinggal bersama Buaya Perompak itu di dalam gua. Setiap hari Buaya itu

memberinya perhiasan yang indah dan mewah. Tubuhnya yang molek ditutupi oleh pakaian yang

terbuat dari kain sutra. Tangan dan lehernya dipenuhi oleh perhiasan emas yang berpermata intan.

Pada suatu hari, Buaya Perompak itu sedikit lengah. Ia tertidur pulas dan meninggalkan pintu gua

dalam keadaan terbuka. Melihat keadaan itu, Aminah pun tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan.

“Wah, ini kesempatan baik untuk keluar dari sini,” kata Aminah dalam hati.

Untungnya Aminah sempat merekam dalam pikirannya tentang cerita Buaya itu bahwa ada sebuah

terowongan yang menghubungkan gua itu dengan sebuah desa di tepi Sungai Tulang Bawang. Dengan

sangat hati-hati, Aminah pun keluar sambil berjingkat-jingkat. Ia sudah tidak sempat berpikir untuk

membawa harta benda milik sang Buaya, kecuali pakaian dan perhiasan yang masih melekat di

tubuhnya.

Setelah beberapa saat mencari, Aminah pun menemukan sebuah terowongan yang sempit di balik gua

itu dan segera menelusurinya. Tidak lama kemudian, tak jauh dari depannya terlihat sinar matahari

memancar masuk ke dalam terowongan. Hal itu menandakan bahwa sebentar lagi ia akan sampai di

mulut terowongan. Dengan perasaan was-was, ia terus menelusuri terowongan itu dan sesekali

menoleh ke belakang, karena khawatir Buaya Perompak itu terbangun dan membututinya. Ketika ia

sampai di mulut terowongan, terlihatlah di depannya sebuah hutan lebat. Alangkah senangnya hati

Aminah, karena selamat dari ancaman Buaya Perompak itu.

“Terima kasih Tuhan, aku telah selamat dari ancaman Buaya Perompak itu,” Aminah berucap syukur.

Setelah itu, Aminah segera menyusuri hutan yang lebat itu. Setelah beberapa jauh berjalan, ia

bertemu dengan seorang penduduk desa yang sedang mencari rotan.

“Hai, Anak Gadis! Kamu siapa? Kenapa berada di tengah hutan ini seorang diri?” tanya penduduk desa

itu.

“Aku Aminah, Tuan!” jawab Aminah.

Setelah itu, Aminah pun menceritakan semua peristiwa yang dialaminya hingga ia berada di hutan itu.

Oleh karena merasa iba, penduduk desa itu pun mengantar Aminah pulang ke kampung halamannya.

Sesampai di rumahnya, Aminah pun memberikan penduduk desa itu hadiah sebagian perhiasan yang

melekat di tubuhnya sebagai ucapan terima kasih.

Akhirnya, Aminah pun selamat kembali ke kampung halamannya. Seluruh penduduk di kampungnya

menyambutnya dengan gembira. Ia pun menceritakan semua kejadian yang telah menimpanya

kepada kedua orangtuanya dan seluruh warga di kampungnya. Sejak itu, warga pun semakin berhati-

hati untuk mandi dan mencuci di tepi Sungai Tulang Bawang.

Page 18: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Upacara Adat

1. Tabuik

Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam.

Page 19: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.

Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.

Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya.

2. Ngaben

Ngaben adalah upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu Bali.Dalam prosesi Ngaben, ketika api mulai disulut, perlahan-lahan kobaran api akan membesar dan mulai berkobar menyulut sosok jenazah. Lama-kelamaan kobaran api mulai menghanguskan jazadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan keduniawian dari orang yang meninggal itu. Bila ikatan keduniawian telah terlepas, maka semakin terbukalah kesempatan untuk melihat kebenaran dan keabadian kesucian Illahi di alam sana.Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan, keluarga dari orang yang meninggal dibantu oleh masyarakat membuat “Bade dan Lembu” yang sangat megah terbuat dari

Page 20: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. “Bade dan Lembu” ini merupakan tempat jenazah yang nantinya dibakar.

3. Rambu Solo

Rambu Solo adalah pesta atau upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun temurun. Bagi keluarga yang ditinggal wajib membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan (sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam goa. Nama makamnya adalah pekuburan Londa.Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi… konon katanya, wajah boneka itu kian hari kian mirip sama yang meninggal.

Page 21: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Rumah Adat1. Provinsi Sumatera Barat / Sumbar

Rumah Adat Tradisional : Rumah gadang

Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang merupakan rumah tradisional dan banyak di jumpai di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Rumah ini juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjung. Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia. Namun demikian tidak semua kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang sudah memiliki status sebagai nagari saja Rumah Gadang ini

Page 22: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

boleh didirikan. Begitu juga pada kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh para perantau Minangkabau.

Fungsi

Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri. Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap perempuan dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar bersama di ujung yang lain. Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian dalam terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada kaum tersebut. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah bangunan Rangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjung (Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan pula sebagai rumah Baanjuang. Anjung pada kelarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat penyangga di bawahnya, sedangkan pada kelarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga, pada golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara. Tidak jauh dari komplek Rumah Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut yang belum menikah.

Arsitektur

Rumah adat ini memiliki keunikan bentuk arsitektur dengan bentuk puncak atapnya runcing yang menyerupai tanduk kerbau dan dahulunya dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan tahun namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka dan belakang. Dari bagian dari depan Rumah Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan umumnya bermotif akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang. Sedangkan bagian luar belakang dilapisi dengan belahan bambu. Rumah tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang, bangunan rumah dibuat besar ke atas, namun tidak mudah rebah oleh goncangan, dan setiap elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna tersendiri yang dilatari oleh tambo yang ada dalam adat dan budaya masyarakat setempat. Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak pada bagian depan. Sementara dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding.

Ukiran

Ragam ukir khas Minangkabau pada dinding bagian luar dari Rumah Gadang. Pada bagian dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal, sementara semua papan yang menjadi dinding dan

Page 23: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

menjadi bingkai diberi ukiran, sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran. Penempatan motif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding Rumah Gadang. Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk garis melingkar atau persegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke bawah.Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai adalah motif geometri bersegi tiga, empat dan genjang. Motif daun, bunga atau buah dapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran.

2. Provinsi Jambi Rumah Adat Tradisional : Rumah panggung

Rumah panggung sebenarnya bukan merupakan gaya arsitektur yang baru. Sejak zaman dulu, arsitektur tradisional Indonesia sudah menerapkan arsitektur rumah panggung ini, seperti rumah-rumah tradisional orang melayu. (Sumatera bagian tengah). Pada waktu itu area kolong lebih banyak digunakan untuk area 'service' seperti dapur, kamar mandi dan km/wc, bahkan ada yang memelihara ternak di kolong tersebut.

Walaupun rumah panggung ini merupakan rumah tradisional, tetapi prinsip-prinsip rumah panggung ini masih bisa digunakan ntuk desain rumah modern. Ada seorang klien yang ingin membangun rumah dan dia mempunyai kebiasaan mengundang sanak keluarganya untuk datang dan bercengkerama di rumahnya, sementara rumahnya kecil. Agak susah membagi area yang sifatnya publik dan yang bersifat privat. Maka saya mengusulkan adalah prinsip rumah rumah panggung. Bagian bawah ‘plong' semacam hall besar untuk area berkumpul dan bagian atas untuk area privat keluarga. Jadi kedua pihak saling tidak terganggu.

Page 24: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Tentu saja rumah panggung sekarang lebih bersifat modern dan simple. Tidak seperti rumah-rumah tradisional pada umumnya. Dengan demikian kesan kuno jauh dari bayangan.

Pembagian ruang-ruang di rumah panggung pada prinsipnya sama saja dengan rumah biasa. Yang membedakannya hanya bagian bawah saja. Di rumah biasa ada banyak ruang penyekat, tetapi untuk rumah panggung ruang bawahnya diusahakan sesedikit mungkin dinding penyekatnya. Ruang bawah (kolong) ini dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang dapat menampung orang banyak seperti mengadakan arisan, perayaan ulang tahun atau perayaan hari besar tertentu. Jadi kita tidak perlu bingung lagi menempatkan tamu-tamu walaupun lahannya terbatas. Rumah panggung adalah salah satu pendekatannya.

Keuntungan rumah panggung:

1. Kalau dulu orang menggunakan rumah panggung untuk menghindari binatang-binatang buas, tetapi jaman sekarang rumah panggung berfungsi untuk memisahkan dua kegiatan yang berbeda. Satunya bersifat publik atau service dan satunya bersifat privat. Ruang publik artinya ruang tersebut dapat dimasuki oleh sembarang orang sedangkan area privat hanya dapat dimasuki oleh anggota keluarga saja. Rumah panggung kedua zona tersebut terpisah secara tegas.

2. Kolong adalah ruang yang cukup besar dan fleksibel, artinya kolong itu dapat digunakan untuk kegiatan apa saja. Kalau sedang tidak ada tamu dapat digunakan seperti ruang keluarga atau ruang bermain anak-anak.

3. Karena tidak banyak dinding penyekat maka sirkulasi udara pun bisa lebih optimal. 4. Rumah kita juga terlihat lebih luas karena tidak banyak dinding penyekat.

3. Provinsi Sumatera Selatan / SumselRumah Adat Tradisional : Rumah limas

Rumah adat limas adalah tempat tinggal yang dipergunakan oleh sebuah keluarga untuk membina kehidupan kekeluargaan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun pada hari-hari tertentu termasuk upacara-upacara ada yang ada hubungannya dengan keluarga tersebut.

Page 25: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Nama limas untuk rumah adat berasal dari kata-kata lima dan emas, dengan mengidentikan emas dengan lima sifatnya yaitu sebagai keagungan dan kebesaran, rukun damai, adab yang sopan santun, aman, subur sentosa serta makmur sejahtera. Dengan demikian, rumah adat limas mengandung makna yang sangat mendalam dan merupakan simbolisasi dari suatu ungkapan yang antara lain diekspresikan dalam bentuk atap yang curam dan lima tingkatan pada lantai atau kekijing.Rumah adat limas akan selalu menghadap ke arah Timur atau Selatan, jarang menghadap ke arah Utara bilamana tidak diperlukan. Arah Barat sebaiknya dicegah, karena kurang sehat dan banyak menerima angin Barat pada waktu musim hujan di samping menghadap ke arah matahari terbenam. Rumah-rumah yang menghadap ke arah Timur, kecuali mendapatkan matahari pagi sehingga sehat, juga akan menerima jembisan angin laut pada waktu musim panas. Sesuai dengan kedudukan penghuninya di dalam masyarakat, rumah adat limas terbagi pula dalam tingkatan-tingkatan, yaitu dimulai dari tingkatan yang paling besar (15 x 28 depa atau 22,5 x 42 m2 untuk golongan demang sampai pangeran) sampai kepada yang kecil untuk anggota masyarakat biasa (7 x 20 depa atau 10,5 x 30 m2).Induk rumah pada umumnya terdiri dari ruangan kepala keluarga, ruangan gegajah atau ruangan adat, rungan keputran dan ruangan keputren serta ruangan penganten. Pada rumah adat limas yang besar, kecuali ruangan-ruangan tersebut ada ruangan-ruangan paggar tenggalung, jogan, kekijing, ruangan untuk keluarga, untuk anak menantu, dapur dan sebagainya yang mempunyai luas keseluruhan sampai lebih dari 900 m2. Inti dari rumah adat limas adalah ruangan gegajah atau ruangan adat, merupakan ruangan yang paling besar dan paling luas dalam rumah. Lantainya terletak paling tinggi di kekijing ke lima dan d atas ruangan ini pula letak atap dari rumah induk, disangga oleh tiang-tiang inti yang tidak boleh ada sambungannya. Ruangan gegajah disebut juga sebagai ruangan wanita, oleh karena pelaksanaan semua upacara dan doa-doa dilakukan oleh kaum wanita di ruangan gegajah. Kaum pria tidak diperkenankan seorangpun ada di ruangan tersebut. Upacara-upacara yang dilakukan di ruangan gegajah, terdiri dari upacara kelahiran (syukuran), upacara khitanan, perkawinan dan kematian.Bahan bangunan yang dipergunakan pada umumnya adalah kayu, yang dikumpulkan dengan sangat seksama sebelum rumah dibangun dankadang-kadang memakan waktu cukup lama. Untuk konstruksi utama atap (alang susunan) dipergunakan jenis kayu seru, yang pada saat ini sudah merupakan jenis kayu yang langka. Kayu ini tidak dipakai dibagian bawah rumah, karena tidak boleh terinjak kaki. Untuk tiang-tiang utamanya dipergunakan kayu uglen atau tembesu. Sambungan-sambungan sejauh mungkin dihindari, papan-papan untuk lantai dipasang dengan suatu sistem yang di Palembang diistilahkan sebagai lanang-betino.Rumah adat limas diperkaya dengan ukiran-ukiran kayu, yang motif-motifnya diambil dari tumbuh-tumbuhan sebagai perlambang dari kehidupan. Motif-motif berasal dari bunga seperti kembang tanjung, melati, teratai, mawar, dan lain-lain, dari daum maupun buah-buahan atau dahan dan batang. Motif ukir-ukiran tersebut terdapat pula pada alat-alat rumah tangga, antara lain tempat tidur, pada batik Palembang atau kain-kain songket.Pada awal pembangunan, diadakan musyawarah antara pemuka-pemuka masyarakat tentang pengaturan pelaksanaan dan upacara-upacara selamatan. Pekerjaan dimulai dengan pemasangan tapa’an di dalam tanah, di tempat tiang-tiang didirikan nantinya. Tiang-tiang berbentuk bulat dengan garis tengah rata-rata 30 sampai 40 cm, sesuai dengan besar pohon yang ditebang. Menurut kepercayaan dan adat Palembang, hari yang baik untuk memulai dengan pekerjaan pembangunan rumah adat adalah hari Isnen (senin) pada awal bulan. Hari tersebut berdasarkan kepada empat peristiwa penting, yaitu bahwa pada hari Isnen, Allah SWT menjadikan segala yang tumbuh, pada hari Isnen tanggal 12 Rabi’ul-Awal pula Nabi Muhammad SAW dilahirkan, hijrah ke Madinah dan meninggal dunia. Bila pembangunan rumah telah selesai seluruhnya, sebelum rumah itu dihuni harus lebih dahulu didiami oleh

Page 26: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

tujuh orang janda (rangda). Kemudian, diadakan upacara selamatan sebagai tanda bersyukur kepada Allah SWT dengan iringan doa-doa untuk keselamatan para penghuninya di kemudian hari.

Lagu Daerah 1. Burung Kakatua Asal

daerah : Maluku

Burung kakatuahinggap di jendelaNenek sudah tuagiginya tinggal dua

Trek-jing … trek-jing …Trek-jing tra-la-laTrek-jing … trek-jing …Trek-jing tra-la-la

Trek-jing … trek-jing …Trek-jing tra-la-laBurung kakatua

2. Gundul Pancul Asal daerah : Jawa Tengah Pencipta / Pengarang Lagu dan Lirik : R.C. Hardjosubroto

Gundul gundul pacul cul gelelenganNyunggi nyunggi wakul kul gembelengan

Wakul ngglimpang segane dadi dak ratanWakul ngglimpang segane dadi sak ratan

3. Jali-Jali Asal daerah : Jakarta

Ini dia si jali-jaliLagunya enak lagunya enak merdu sekaliCapek sedikit tidak perduli sayangAsalkan tuan asalkan tuan senang di hati

Palinglah enak si mangga udangHei sayang disayang pohonnya tinggi pohonnya tinggi buahnya jarangPalinglah enak si orang bujang sayangKemana pergi kemana pergi tiada yang m’larang

Page 27: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Disana gunung disini gunungHei sayang disayang ditengah tengah ditengah tengah kembang melatiDisana bingung disini bingung sayangSamalah sama samalah sama menaruh hati

Jalilah jali dari cikini sayangJali-jali dari cikini jalilah jali sampai disini

Tarian Adat

1. Tari Piring

Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni tari tradisonal di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatera Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piring sebagai media utama. Piring-piring tersebut kemudian diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan.

Sejarah

Pada awalnya, tari ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis.

Setelah masuknya agama Islam ke Minangkabau, tradisi tari piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.

Gerakan

Page 28: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Gerakan tari piring pada umumnya adalah meletakkan dua buah piring di atas dua telapak tangan yang kemudian diayun dan diikuti oleh gerakan-gerakan tari yang cepat, dan diselingi dentingan piring atau dentingan dua cincin di jari penari terhadap piring yang dibawanya. Pada akhir tarian, biasanya piring-piring yang dibawakan oleh para penari dilemparkan ke lantai dan kemudian para penari akan menari di atas pecahan-pecahan piring tersebut.

Tarian ini diiringi oleh alat musik Talempong dan Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerak penari yang begitu lincah membuat pesona Tari Piring begitu menakjubkan. Pakaian yang digunakan para penaripun haruslah pakaian yang cerah, dengan nuansa warna merah dan kuning keemasan.

2. Kecak

Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak, Ketjack, dan Ketiak), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan "cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang, yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar[1], melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya kepada masyarakat.

Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan Sugriwa.

Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik. Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-tokoh Ramayana.

Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.

Page 29: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

3. Tari Saman

Tari Saman adalah sebuah tarian suku Gayo yang biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo. Selain itu biasanya tarian ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dalam beberapa literatur menyebutkan tari Saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh Syekh Saman, seorang ulama yang berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.

Makna dan Fungsi

Tari saman merupakan salah satu media untuk pencapaian pesan (dakwah). Tarian ini mencerminkan pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.

Sebelum saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton.

Lagu dan syair pengungkapannya secara bersama dan kontinu, pemainnya terdiri dari pria-pria yang masih muda-muda dengan memakai pakaian adat. Penyajian tarian tersebut dapat juga dipentaskan, dipertandingkan antara group tamu dengan grup sepangkalan (dua grup). Penilaian ditititk beratkan pada kemampuan masing-masing grup dalam mengikuti gerak, tari dan lagu (syair) yang disajikan oleh pihak lawan.

Paduan Suara

Page 30: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi menggunakan suara dari para penari dan tepuk tangan mereka yang biasanya dikombinasikan dengan memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronisasi dan menghempaskan badan ke berbagai arah. Tarian ini dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syech. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna. Tarian ini khususnya ditarikan oleh para pria.

Pada zaman dahulu,tarian ini pertunjukkan dalam acara adat tertentu,diantaranya dalam upacara memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain itu, khususnya dalam konteks masa kini, tarian ini dipertunjukkan pula pada acara-acara yang bersifat resmi,seperti kunjungan tamu-tamu Antar Kabupaten dan Negara,atau dalam pembukaan sebuah festival dan acara lainnya.     

Nyanyian

Nyanyian para penari menambah kedinamisan dari tarian saman. Cara menyanyikan lagu-lagu dalam tari saman dibagi dalam 5 macam :

1. Rengum, yaitu auman yang diawali oleh pengangkat.2. Dering, yaitu regnum yang segera diikuti oleh semua penari.3. Redet, yaitu lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh seorang penari pada bagian tengah tari.4. Syek, yaitu lagu yang dinyanyikan oleh seorang penari dengan suara panjang tinggi melengking, biasanya sebagai tanda perubahan gerak5. Saur, yaitu lagu yang diulang bersama oleh seluruh penari setelah dinyanyikan oleh penari solo.

Gerakan

Tarian saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian saman: Tepuk tangan dan tepuk dada.Diduga,ketika menyebarkan agama islam,syeikh saman mempelajari tarian melayu kuno,kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai dengan syair-syair dakwah islam demi memudakan dakwahnya.Dalam konteks kekinian,tarian ritual yang bersifat religius ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

Tarian saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik,kerena hanya menampilkan gerak tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang,kirep,lingang,surang-saring (semua gerak ini adalah bahasa Gayo)

Penari

Pada umumnya,Tarian saman dimainkan oleh belasan atau puluhan laki-laki, tetapi jumlahnya harus ganjil.Pendapat Lain mengatakan Tarian ini ditarikan kurang lebih dari 10 orang,dengan rincian 8 penari dan 2 orang sebagai pemberi aba-aba sambil bernyanyi.Namun, dalam perkembangan di era modern yang menghendaki bahwa suatu tarian itu akan semakin semarak apabila ditarikan oleh penari dengan jumlah yang lebih banyak. Untuk mengatur berbagai gerakannya ditunjuklah seorang pemimpin yang disebut

Page 31: Kumpulan Cerita Rakyat Dan Macam

syeikh. Selain mengatur gerakan para penari,Syeikh juga bertugas menyanyikan syair-syair lagu saman. yaitu ganit.

PENUTUP

Demikian atas makalah yang kami buat. Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Terima kasih saya ucapkan kepada guru pembimbing saya yang telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.

Atas segala kekeliuran dalam perangkaian kata dan kata-kata yang saya tulis, saya mohon maaf. Semoga makalah ini bermanfaat. Saran dan kritik saya nantikan.