Download - Bab i ,ii, iii okkkkk
Material Jalan Raya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam bidang sosial,
ekonomi, budaya dan hankam. Peranan jalan melayani hampir 80% - 90% dari
seluruh angkutan barang dan manusia. Untuk perencanaan transportasi, suatu
perkerasan jalan terutama sekali lapisan permukaan sebagai lapisan aus, yang
menerima muatan lalu lintas secara penuh berupa gaya vertikal akibat beban
kendaraan dan gaya horizontal akibat gaya rem dan getaran roda kendaraan,
dituntut harus memiliki cukup kekakuan, kelenturan, durabilitas, stabilitas, dan
kedap air. Namun, dengan bertambahnya umur jalan akan mengalami penurunan
kondisi sehingga suatu saat jalan tersebut dapat mengganggu kelancaran
perjalanan seperti terjadinya alur, jembul, bleeding.
Struktural jalan raya (lapisan perkerasan) terbagi menjadi beberapa lapis
konstruksi yaitu Sub Grade sebagai lapisan tanah dasar, Sub Base Course sebagai
lapis pondasi bawah, Base Course sebagai lapis pondasi atas, dan Surface Course
sebagai lapis permukaan. Lapisan perkerasan merupakan lapisan yang terletak di
antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan
pelayanan kepada sarana transportasi dan diharapkan dalam masa pelayanannya
tidak menimbulkan kerusakan. Untuk itu diperlukan perkerasan yang mempunyai
daya dukung yang baik untuk menerima beban dari kendaraan.
Material utama pembentukan perkerasan adalah agregat. Agregat pada
perkerasan memiliki bagian 90 - 95% dari keseluruhan persentase perkerasan.
Daya dukung lapisan perkerasannya ditentukan dari sifat-sifat butir agregat dan
gradasi agregatnya. Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat dibedakan
menjadi agregat kasar, agregat halus dan filler.
Aspal beton atau asphaltic concrete adalah campuran dari agregat
bergradasi menerus dengan bahan bitumen. Kekuatan utama aspal beton ada pada
keadaan butir agregat yang saling mengunci dan sedikit pada pasir/filler/bitumen
Tugas Kelompok : Mix Design 1
Material Jalan Raya
sebagai mortar. Pengalaman para pembuat aspal beton mengatakan bahwa
campuran ini sangat stabil tetapi sangat sensitif terhadap variasi dalam
pembuatannya dan perlu tingkat quality control yang tinggi dalam pembuatannya,
bila potensinya ingin penuh terealisasi.
Aspal beton sebagai bahan untuk konstruksi jalan sudah lama dikenal dan
digunakan secara luas dalam pembuatan jalan. Penggunaannya pun di Indonesia
dari tahun ke tahun makin meningkat. Hal ini disebabkan aspal beton mempunyai
beberapa kelebihan dibanding dengan bahan-bahan lain, diantaranya harganya
yang relatif lebih murah dibanding beton, kemampuannya dalam mendukung
beban berat kendaraan yang tinggi dan dapat dibuat dari bahan-bahan lokal yang
tersedia dan mempunyai ketahanan yang baik terhadap cuaca.
Salah satu faktor keberhasilan dalam pembangunan jalan
adalah tersedianya bahan kontruksi jalan yang memenuhi syarat spesifikasi
teknis. Sumber (quarry) material di sekitar proyek jalan akan sangat
membantu menurunkan biaya konstruksi, namun demikian kondisi ini tidak
selalu ditemui dalam setiap proyek. Sering ditemui kendala bahwa letak
sumber material demikian jauhnya atau sering terjadi material yang
dibutuhkan tidak sesuai sehingga mengakibatkan pembengkakan biaya
transportasi akibat mendatangkan material dari luar lokasi proyek. Bahan
konstruksi jalan untuk campuran jalan yang dimaksud adalah agregat.
Agregat yang digunakan dapat berupa agregat alam dan agregat buatan.
1.2. Batasan Masalah
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui kadar aspal optimum pada
campuran aspal AC – WC. Penulisan ini lebih difokuskan pada pemeriksaan
gradasi agregat, pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat dan aspal, kadar aspal,
perencanaan campuran (mix design). Proses pencampuran material (agregat)
dengan aspal menggunakan metode analitis dengan mengansumsikan 2 fraksi.
Perancangan campuran dilakukan secara trial and error, sambil mencocokkan
dengan spesifikasi gradasi yang diinginkan.
Tugas Kelompok : Mix Design 2
Material Jalan Raya
BAB II
KAJIAN PERPUSTAKAAN
2.1 UMUM
Seiring dengan kapasitas perkembangan teknologi perkerasan Jalan
beraspal, Asphalt Concrete Wearing Coarse (AC- WC) telah digunakan di
Indonesia sebagai lapisan permukaan karena sifatnya menerima beban langsung
dari roda kendaraan.
Rancangan campuran perkerasan aspal meliputi pemilihan jenis aspal,
pemilihan material agregat serta penentuan proporsi yang optimum dari agregat
dan aspal didalam campuran. Rancangan campuran ini harus mempertimbangkan
sifat-sifat: kekuatan, ketahanan terhadap retak, ketahanan terhadap kelelahan,
kelenturan, kekesatan, kedap air dan mudah dikerjakan.
Tujuan keseluruhan dari rancangan campuran perkerasan aspal adalah
mendapatkan hasil yang efektif dari campuran yang dihasilkan, sehingga
memiliki :
a) Aspal yang cukup untuk menjamin keawetan perkerasan.
b) Stabilitas campuran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas
tanpa terjadi kerusakan atau penurunan.
c) Keawetan campuran perkerasan aspal sebagian besar dipengaruhi oleh
kekuatan ikatan antar aspal dan agregat dalam menahan air.
2.2 AGREGAT
Agregat adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat dan kaku yang
digunakan sebagai bahan campuran agregat aspal yang berupa berbagai jenis
butiran-butiran atau pecahan yang termasuk didalamnya antara lain; pasir, kerikil,
batu pecah atau kombinasi material lain yang digunakan dalam campuran aspal
buatan. Proporsi agregat kasar, agregat halus dan bahan pengisi ( filler )
didasarkan kepada spesifikasi dan gradasi yang tersedia. Jumlah agregat didalam
Tugas Kelompok : Mix Design 3
Material Jalan Raya
campuran aspal biasanya 90 sampai 95 persen dari berat volume campuran
perkerasan.
Didalam Asphalt Concrete Wearing Coarse (AC- WC), agregat kasar
digunakan untuk pengembangan volume perkerasan sehingga campuran menjadi
lebih ekonomis, juga untuk mendukung beban lalu lintas.
Agregat dapat diperoleh secara alami atau buatan. Agregat yang terjadi
secara alami adalah pasir, kerikil dan batu. Kebanyakan agregat memerlukan
beberapa proses seperti dipecah, dicuci sebelum agregat tersebut bisa digunakan
dalam campuran aspal. Persyaratan untuk agregat dan filler tercantum dalam
tabel. 2.1.
Tabel. 2. 1. Persyaratan Aggregat dan Filler
NO. PENGUJIAN METODA SYARATAggregat Kasar
1 Penyerapan air SNI 03-1969-1990 ≤ 3 %2 Berat jenis bulk SNI 03-1070-1990 ≥ 2.5 gr/cc3 Berat jenis semu SNI 03-1969-1990 -4 Berat jenis effektif SNI 03-1969-1990 -5 Keausan / Los Angeles Abration
Test
SNI 03-2417-1991 ≤ 40 %
6 Kepekaan agregat terhadap aspal SNI 06-2439-1991 ≥ 95%7 Partikel pipih dan lonjong ASTM D-4791 Maks 10 %
Aggregat Halus1 Penyerapan air SNI 03-1970-1990 ≤ 3 %2 Berat jenis bulk SNI 03-1970-1990 ≥ 2.5 gr/cc3 Berat jenis semu SNI 03-1970-1990 -4 Berat jenis effektif SNI 03-1970-1990 -5 Sand equivalent SNI-03-4428-1997 ≥ 50 %
Filler1 Berat jenis SNI 15-2531-991 ≥ 1 gr/cc
Sumber : SNI No.1737-1989-F
Agregat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
2.2.1 Agregat Kasar
Agregat kasar yaitu batuan yang tertahan saringan no.8 ( 2,36 mm ),
menurut standart ASTM atau tertahan pada saringan no.7, menurut Standart
Tugas Kelompok : Mix Design 4
Material Jalan Raya
British. Fungsi agregat kasar dalam campuran Asphalt Concrete Wearing Coarse
(AC- WC) adalah untuk mengembangkan volume mortar, dengan demikian
membuat campuran lebih ekonomis dan meningkatkan ketahanan terhadap
kelelahan.
2.2.2 Agregat Halus
Agregat halus dapat berupa pasir, batu pecah atau kombinasi dari
keduanya. Agregat halus adalah material yang pada prinsipnya lewat saringan
2.36 mm dan tertahan pada saringan 75 μm atau saringan no. 200. Fungsi utama
agregat halus adalah mendukung stabilitas dan mengurangi deformasi permanen
dari campuran melalui ikatan ( interlocking ) dan gesekan antar partikel.
Berkenaan dengan hal ini, sifat-sifat khas yang diperlukan dari agregat adalah
sudut permukaan, kekasaran permukaan, bersih dan bukan bahan organik. Dalam
konstruksi Asphalt Concrete Wearing Coarse (AC- WC) komposisi agregat halus
merupakan bagian yang terbesar sehingga sangat mempengaruhi kinerja pada saat
masa konstruksi maupun pada masa pelayanan.
Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga
mengeluarkan spesifikasi umum pada tahun 2010 untuk jenis gradasi agregat pada
campuran perkerasan aspal yaitu :
Tugas Kelompok : Mix Design 5
Material Jalan Raya
Tabel. 2.2 Gradasi Agregat Campuran Aspal
Ukuran
Ayakan
% Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat dalam Campuran
Latasir (SS) Lataston (HRS) Laston (AC)
(mm) Kelas Gradasi Senjang3
Gradasi Semi Senjang 2 Gradasi Halus Gradasi Kasar1
A B WC Base WC Base WC BC Base WC BC Base
37,5 100 100
25 100 90 - 100 100 90 - 100
19 100 100 100 100 100 100 100 90 – 100 73 – 90 100 90- 100 73 - 90
12,5 90 - 100 90- 100 87- 100 90 -100 90 – 100 74 – 90 61 – 79 90- 100 71 - 90 55 - 76
9,5 90–100 75 - 85 65 – 90 55 – 88 55 – 70 72 - 90 64 – 82 47 – 67 72 - 90 58 – 80 45 - 66
4,75 54 - 69 47 – 64 39,5-50 43 - 63 37 - 56 28-39,5
2,36 75 - 100 50 – 723 35 - 553 50 – 62 32 - 44 39,1–53 34,6-49 30,8-37 28-39,1 23-34,6 19-26,8
1,18 31,6–40 28,3-38 24,1-28 19-25,6 15-22,3 12- 18,1
0,600 35 - 60 15 – 35 20 – 45 15 - 35 23,1–30 20,7-28 17,6-22 13-19,1 10-16,7 7 - 13,6
0,300 15 – 35 5 - 35 15,5–22 13,7-20 11,4-16 9 - 15,5 7 - 13,7 5 - 11,4
0,150 9 – 15 4 – 13 4 – 10 6 - 13 5 – 11 4,5 - 9
0,075 10 - 15 8 – 13 6 - 10 2 – 9 6 – 10 4 - 8 4 – 10 4 - 8 3 – 6 4 - 10 4 - 8 3 - 7
Sumber: Dirjen Bina Marga 2010, Spesifikasi Umum 2010
Tugas Kelompok : Mix Design 6
Material Jalan Raya
2.2.3 Berat Jenis dan Penyerapan Agregat
Sukirman (2003) menyatakan berat jenis agregat adalah perbandingan
antara berat volume agregat dan berat volume air. Nilai berat jenis agregat yang
disarankan adalah ≥ 2.5 dan penyerapan ≤ 3% berat. Untuk penyerapan agregat
hanya dilakukan pada agregat kasar karena nilai berat jenis agregat kasar dan
halus tidak jauh berbeda.
Pemeriksaan terhadap berat jenis dan penyerapan dapat digunakan
persamaan yang dapat dilihat pada tabel 5.7 halaman 23.
2.2.4 Berat Isi Agregat
Berat isi agregat menurut Sukirman (2003) adalah perbandingan berat
agregat dengan isi wadah. Semakin besar berat isi agregat akan menghasilkan
stabilitas yang tinggi dan memberikan rongga antar butiran yang kecil. Berat isi
agregat disyaratkan tidak boleh lebih kecil dari 1 kg/dm3. Berat isi agregat didapat
dengan persamaan berikut :
Berat isi agregat =
Dimana :
W = berat benda uji (kg)
V = isi wadah (dm3)
2.2.5 Kelekatan Agregat Terhadap Aspal
Sukirman (2003) menyatakan bahwa kelekatan agregat terhadap aspal
dilakukan secara manual dengan memperkirakan berapa persen luas agregat yang
terselimuti aspal dan dilihat secara visual. Nilai ini ditujukan untuk mengetahui
daya adhesi dari batuan yang dipakai terhadap aspal, yang dipengaruhi oleh sifat
Tugas Kelompok : Mix Design 7
Material Jalan Raya
mekanis dan sifat kimiawi dari agregat. Kelekatan agregat terhadap aspal
dinyatakan dalam persentase luas permukaan terturup aspal yang nilainya ≥ 95%
luas.
2.2.6 Keausan
Menurut Sukirman (2003), pemeriksaan keausan dimaksudkan untuk
menentukan ketahanan agregat terhadap keausan (abrasi) atau penghancuran
(degradasi) melalui pengujian Los Angeles Machine. Nilai keausan menunjukkan
banyaknya benda uji yang hancur akibat putaran alat, nilai abrasi yang disyaratkan
untuk lapisan permukaan adalah ≤ 40% berat. Nilai abrasi didapat melalui
persamaan :
Keterangan :
a = berat benda uji semula, gram
b = berat benda uji tertahan saringan no.12, gram
2.2.7 Pelapukan
Pelapukan adalah ketahanan dan keawetan terhadap pengaruh kimiawi
seperti kelembaban, kepanasan ataupun perbedaan temperatur sehari-hari.
Menurut Sukirman (2003), ketahanan agregat terhadap pelapukan (desintegrasi)
diuji melalui percobaan soundness dengan menggunakan larutan Magnesium
Sulfat (Mg2SO4). Keawetan agregat untuk lapisan permukaan menunjukan daya
tahan agregat terhadap cuaca. Nilai keawetan disyaratkan ≤ 12 % dan dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
Nilai Soundness =
Tugas Kelompok : Mix Design 8
Material Jalan Raya
2.2.8 Tumbukan
Menurut Sukirman (2003), ketahanan agregat terhadap tumbukan
dilakukan melalui percobaan tumbukan yang merupakan perbandingan antara
berat agregat yang hancur setelah tumbukan terhadapa berat semula. Besarnya
tumbukan yaitu ≤ 35%. Perhitungan nilai tumbukan sbagai berikut :
I =
Dimana :
I = persentase kehancuran (impact)
a = berat Mold (gram)
b = Berat benda uji semula + mold (gram)
c = Berat benda uji yang lolos saringan no. 8 (gram)
2.2.9 Indek Kepipihan dan Kelonjongan
Sukirman (2003) menyatakan agregat berbentuk pipih yaitu agregat yang
lebih tipis dari 0.6 kali diameter rata-rata. Indek kepipihan adalah berat total
agregat yang lolos slot dibagi dengan total agregat yang tertahan pada ukuran
nominal tertentu. Agregat berbentuk pipih akan mudah pecah pada waktu
percampuran, pemadatan ataupun akibat beban lalu lintas. Nilai indek kepipihan
dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Indek kepipihan = x 100%
Tugas Kelompok : Mix Design 9
Material Jalan Raya
Agregat dikatakan lonjong jika ukuran terpanjang lebih besar dari 1.8 kali
diameter rata-rata. Jika agregat lonjong saling bersentuhan dengan luas bidang
kontak kecil akan menghasilkan daya interlocking kecil sehingga mudah
tergelincir. Indek kelonjongan adalah perbandingan dalam persen dari berat
agregat lonjong terhadap berat total dan dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
Indek kelonjongan = x 100%
2.3 ASPAL
Aspal didefinisikan sebagai suatu cairan yang lekat atau berbentuk padat,
yang terdiri dari hydrocarbons atau turunannya, terlarut dalam trichloro-
ethylene dan bersifat tidak mudah menguap serta lunak secara bertahap jika
dipanaskan. Aspal berwarna hitam atau kecoklatan, memiliki sifat kedap air dan
adhesive. ( British Standart, 1989 ).
Aspal terbuat dari minyak mentah, melalui proses penyulingan atau dapat
ditemukan dalam kandungan alam sebagai bagian dari komponen alam yang
ditemukan bersama-sama material lain. Aspal dapat pula diartikan sebagai bahan
pengikat pada campuran beraspal yang terbentuk dari senyawa-senyawa
komplek seperti Asphaltenese, Resins dan Oils. Aspal mempunyai sifat visco-
elastis dan tergantung dari waktu pembebanan. Pada proses pencampuran dan
proses pemadatan sifat aspal dapat ditunjukkan dari nilai viscositasnya, sedangkan
pada sebagian besar kondisi saat masa pelayanan, aspal mempunyai sifat
viscositas yang diwujudkan dalam suatu nilai modulus kekakuan. (Shell Bitumen,
1990).
Sedang sifat aspal lainnya adalah ;
a) Aspal mempunyai sifat mekanis (Rheologic), yaitu hubungan antara
tegangan (stress) dan regangan (strain) dipengaruhi oleh waktu. Apabila
Tugas Kelompok : Mix Design 10
Material Jalan Raya
mengalami pembebanan dengan jangka waktu pembebanan yang sangat
cepat, maka aspal akan bersifat elastis, tetapi jika pembebanannya terjadi
dalam jangka waktu yang lambat maka sifat aspal menjadi plastis
(viscous).
b) Aspal adalah bahan yang Thermoplastis, yaitu konsistensinya atau
viskositasnya akan berubah sesuai dengan perubahan temperatur yang
terjadi. Semakin tinggi temperatur aspal, maka viskositasnya akan semakin
rendah atau semakin encer demikian pula sebaliknya. Dari segi
pelaksanaan lapis keras, aspal dengan viskositas yang rendah akan
menguntungkan karena aspal akan menyelimuti batuan dengan lebih baik
dan merata. Akan tetapi dengan pemanasan yang berlebihan maka akan
merusak molekul-molekul dari aspal, aspal menjadi getas dan rapuh.
c) Aspal mempunyai sifat Thixotropy, yaitu jika dibiarkan tanpa mengalami
tegangan regangan akan berakibat aspal menjadi mengeras sesuai dengan
jalannya waktu. Meskipun aspal hanya merupakan bagian yang kecil dari
komponen campuran beraspal, namun merupakan bagian terpenting untuk
menyediakan ikatan yang awet/tahan lama (durable) dan menjaga
campuran tetap dalam kondisi kental yang elastis. Adapun beberapa
kualitas yang harus dimiliki oleh aspal untuk menjamin performa yang
memuaskan, secara mendasar adalah rheology, kohesi, adhesi dan
durabilitas. Fungsi aspal dalam campuran agregat aspal adalah sebagai
bahan pengikat yang bersifat visco-elastis dengan tingkat viscositas yang
tinggi selama masa layan dan berfungsi sebagai pelumas pada saat
penghamparan dilapangan sehingga mudah untuk dipadatkan. Pada
AASHTO (1982) dinyatakan bahwa jenis aspal keras ditandai dengan
angka penetrasi aspal, angka ini menyatakan tingkat kekerasan aspal atau
tingkat konsistensi aspal. Semakin meningkatnya besar angka penetrasi
aspal maka tingkat kekerasan aspal semakin rendah, sebaliknya semakin
kecil angka penetrasi aspal maka tingkat kekerasan aspal semakin tinggi.
Semakin besar angka penetrasi aspal (semakin kecil tingkat konsistensi
aspal) akan memberikan nilai modulus elastis aspal yang semakin kecil
Tugas Kelompok : Mix Design 11
Material Jalan Raya
dalam tinjauan temperatur dan pembebanan yang sama. Semakin tinggi
suhu udara dan makin lambat beban yang lewat, maka modulus elastis
aspal makin kecil. Lama pembebanan merupakan fungsi dari tebal
perkerasan dan kecepatan kendaraan. (Brown and Bitumen, 1984).
d) Terdapat bermacam – macam tingkat penetrasi aspal yang dapat digunakan
dalam campuran agregat aspal, antara lain 40/50, 60/70, 80/100. Dalam
pemilihan jenis aspal yang akan digunakan pada daerah yang beriklim
panas sebaiknya aspal dengan indeks penetrasi yang rendah, dalam rangka
mencegah aspal menjadi lebih kaku dan mudah pecah (brittle). Umumnya
aspal yang digunakan di Indonesia adalah aspal dengan penetrasi 80/100
dan penetrasi 60/70.
Sukirman (2003), menyatakan bahwa fungsi aspal dalam campuran
perkerasan jalan adalah sebagai berikut :
1. Bahan pengikat, mengikat antara aspal dan agregat serta antar aspal
sendiri.
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir dan pori yang ada pada agregat.
Aspal yang digunakan umumnya harus mempunyai daya tahan terhadap
cuaca (tidak cepat rapuh) mempunyai kohesi dan adhesi yang baik dan dapat
memberikan sifat elastis yang baik. Fungsi kandungan aspal dalam campuran juga
berperan sebagai selimut penyelubung agregat dalam bentuk tebal film aspal
yang berperan menahan gaya geser permukaan dan mengurangi kandungan
pori udara yang lebih lanjut, juga berarti mengurangi penetrasi air dalam
campuran.
2.3.1 Berat Jenis
Sukirman (2003) mendefinisikan berat jenis aspal sebagai perbandingan
antara berat aspal dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25º C. berat
jenis aspal diperlakukan untuk menganalisa campuran aspal dan agregat.
Tugas Kelompok : Mix Design 12
Material Jalan Raya
Pemeriksaan berat jenis sesuai prosedur SNI 06-2441-1991 dan perhitungan berat
jenis aspal menggunakan persamaan berikut :
Berat Jenis =
Dimana :
A = berat piknometer dengan tutup (gram)
B = berat piknometer berisi air (gram)
C = berat piknometer berisi aspal (gram)
D = berat piknometer berisi aspal + air (gram)
2.3.2 Penetrasi
Menurut Sukirman (2003), nilai penetrasi aspal menunjukkan tingkat
kekerasan yang dimiliki aspal pada suhu 25ºC. Penggunaan aspal untuk campuran
perkerasan pada daerah panas berbeda nilai penetrasinya dibandingkan daerah
dingin. Aspal yang digunakan pada daerah panas mempunyai nilai penetrasi lebih
rendah dibandingkan aspal untuk daerah dingin. Pemeriksaan penetrasi sesuai
prosedur SNI 06-2456-1991.
2.3.3 Daktalitas
Sukirman (2003) menyatakan nilai daktilitas aspal menunjukkan sifat
kohesi yang dimiliki aspal tersebut yaitu dengan cara mengukur jarak terpanjang
yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi aspal sebelum putus pada suhu dan
kecepatan tertentu. Sifat kohesi aspal merupakan kemapuan aspal untuk
mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan.
Pemeriksaan daktilitas sesuai prosedur SNI 06-2432-1991.
Tugas Kelompok : Mix Design 13
Material Jalan Raya
2.3.4 Titik Lembek
Sukirman (2003) menyatakan aspal mempunyai nilai batas kekakuan yang
disebut titik lembek atau titik lunak aspal. Titik lembek merupakan temperature
dimana aspal mulai menjadi lunak dan dapat menyelimuti agregat pada proses
pencampuran. Nilai titik lembek aspal tidak sama walaupun aspal mempunyai
nilai penetrasi yang sama. Pemeriksaan titik lembek sesuai prosedur SNI 06-
2434-1991.
2.3.5 Titik Nyala dan Titik Bakar
Bina Marga (2006) menyatakan bahwa titik nyala adalah suhu pada saat
terlihat nyala singkat kurang dari 5 detik pada titik di atas permukaan aspal,
sedangkan titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5
detik pada suatu titik pada permukaan aspal. Pemeriksaan ini sesuai prosedur SNI
06-2433-1991.
2.3.6 Penurunan / Kehilangan Berat
Menurut Bina Marga (2006) bahwa kehilangan atau penurunan berat
minyak dan aspal adalah selisih berat sebelum dan sesudah pemanasan pada tebal
dan suhu tertentu. Untuk mendapatkan besaran kehilangan berat minyak dan aspal
yang dinyatakan dalam persen berat semula, maka pengujiannya mengikuti
prosedur SNI 06-2440-1991. Besarnya penurunan/kehilangan berat minyak dan
aspal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Penurunan/Kehilangan Berat = x 100%
Dimana :
A = Berat benda uji semula
Tugas Kelompok : Mix Design 14
Material Jalan Raya
B = Berat benda uji setelah pemanasan
2.4 Campuran Aspal Beton
Bina Marga (2006) menyatakan bahwa jika agregat dicampurkan dengan
aspal maka :
1. Partikel-partikel antara agregat akan terikat satu sama lain oleh aspal;
2. Rongga-rongga agregat antara butir ada yang terisi aspal dan ada pula
yang terisi udara;
3. Terdapat rongga antar butir yang terisi udara;
4. Terdapat lapisan aspal yang ketebalannya tergantung dari kadar aspal yang
dipergunakan untuk menyelimuti partikel-partikel agregat.
Untuk mendapatkan campuran beton aspal yang baik, maka lapisan perkerasan
jalan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut :
1. Stabilitas, yaitu kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu
lintastanpa terjadinya perubahan bentuk (gelombang atau beralur);
2. Fleksibilitas (kelenturan), yaitu kemampuan lapisan perkersan mengikuti
deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas tanpa timbulnya retak dan
perubahan bentuk;
3. Durabilitas, yaitu kemampuan lapisan perkerasan terhadapa keausan
akibat pengaruh cuaca dan keausan akaibat gesekan roda kenderaan;
4. Skid Resistance, yaitu tingkat kelicinan permukaan perkersan pada saat
kondisi basah.
5. Workability (kemudahan pelaksanaan), yaitu kemudahan pelaksanaan
suatu campuran untuk dihamparkan dan dipadatkan, sehingga diperoleh
hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan.
Tugas Kelompok : Mix Design 15
Material Jalan Raya
Tujuan perencanaan campuran perkerasan aspal adalah untuk
menentukan suatu campuran dengan biaya yang murah dengan gradasi dan
aspal yang menghasilkan suatu campuran yang mempunyai :
a) Aspal yang cukup untuk menjamin suatu perkerasan yang tahan lama.
b) Stabilitas campuran yang cukup untuk menahan beban lalu lintas tanpa terjadi
distorsi atau pergerakan.
c) Rongga yang cukup di dalam total campuran yang dipadatkan untuk
memberikan ruang akibat penambahan pemadatan beban lalu lintas dan
penambahan dari pengembangan aspal akibat meningkatnya temperatur tanpa
terjadi flushing, bleeding dan kehilangan stabilitas.
d) Kadar rongga udara yang maksimum untuk membatasi permeabilitas udara
yang berbahaya dan masuknya air ke dalam campuran.
e) Kemudahan mengerjakannya yang cukup sehingga memperoleh
penghamparan campuran yang efisien tanpa terjadinya segresi dan tanpa
mengorbankan stabilitas dan tingkah lakunya.
Susunan dan kekerasan agregat yang cocok akan memberikan ketahanan
terhadap perkerasan jalan yang cukup pada kondisi cuaca yang baik.
2.5 Pengujian Marshall
Bina Marga (2006) menyatakan bahwa karakteristik campuran beton aspal
dapat diperiksa dengan menggunakan alat Marshall yang berpedoman pada
ketentuan RSNI M-01-2003. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
menentukan stabilitas terhadap flow dari campuran aspal.persyaratan sifat-
sifat campuran aspal untuk jenis Lataston (HRS) berupa penyerapan aspal,
jumlah tumbukan, VIM, VMA, VFB, stabilitas, Flow, Kadar Aspla
Optimum, Marshall Quatient,serta VIM refusal.
2.6 Kadar Aspal Optimum
Tugas Kelompok : Mix Design 16
Material Jalan Raya
Bina Marga (2006) mengatakan bahwa untuk mendapatkan kadar aspal
optimum umumnya dibuat 15 buah benda uji dengan 5 variasi kadar aspal yang
masing-masing berbeda 0,5 %. Kadar aspal yang terpilih haruslah sedemikian
rupa, sehingga dua kadar aspal kurang dari nilai kadar aspal tengah dan dua kadar
aspal lagi lebih besar dari nilai kadar aspal tengah. Adapun rentang kadar aspal
rencana dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Pb = (0.035 x %CA) + (0.045 x %MA) + (0.18 x %FA) + K
Dimana :
Pb = kadar aspal rencana
%CA = persentase agregat kasar
%MA = persentase agregat sedang
%VA = persentase agregat halus
K = nilai konstanta untuk lataston (2-3)
Nilai kadar aspal optimum diperoleh dari hasil evaluasi parameter
Marshall berupa Bulk density, stabilitas, flow, VMA, VFB, VIM dan Marshall
Quotient.
Tugas Kelompok : Mix Design 17
Material Jalan Raya
BAB III
METODOLOGI
3.1 Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan untuk mendukung penelitian data primer dan
sekunder, data utama (primer) adalah data yang diperlukan sebagai pendukung
utama dalam penulisan ini. Data ini dapat diperoleh dari hasil pemeriksaan sifat-
sifat fisis material. Sedangkan data sekunder merupakan data pendukung data
primer, dapat berupa data spesifikasi campuran yaitu spesifikasi Bina Marga 2010
Revisi 2.Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram alir metodologi
campuran dibawah ini.
Tugas Kelompok : Mix Design 18
Kajian PustakaKajian Pustaka
Pengumpulan DataPengumpulan Data
Data Primer :
Asumsi proporsi agregat : % agregat kasar, % agregat halus.Perkiraan kadar aspal rencana (kadar aspal ideal/tengah)
Data Primer :
Asumsi proporsi agregat : % agregat kasar, % agregat halus.Perkiraan kadar aspal rencana (kadar aspal ideal/tengah)
Data Skunder :
Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 2
Data Skunder :
Spesifikasi Bina Marga 2010 Revisi 2
Hasil dan Pembahasan Hasil dan Pembahasan
KesimpulanKesimpulan
PermasalahanPermasalahan
Material Jalan Raya
3.2 Metode Pengolahan Data
3.2.1 Pemeriksaan Gradasi Agregat
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian/distribusi
butir (gradasi) agregat kasar dan agregat halus yang menggunakan 1 set saringan
dengan berpedoman pada SNI 03-1968-1990. Hasil pengujian ini dapat digunakan
antara lain untuk penyelidikan quarry agregat dan perencanaan campuran dan
pengendalian mutu perkerasan jalan.
Gradasi yang akan digunakan ditentukan berat/jumlah yang akan
digunakan, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 110 ± 5º C sehingga
mencapai berat tetap. Setelah mencapai berat teteap agregat dikeluarkan dari
dalam oven dan kemudian didinginkan pada suhu ruang. Setelah didinginkan,
dilakuakn penyaringan dengan satu set saringan. Saringan yang terkasar terletak di
atas dan yang terhalus di bawah. Agreagat yang tertinggal di atas masing-masing
saringan ditimbang beratnya dan dihitung persentasenya terhadap berat total.
3.2.2. Pemeriksaan Sifat – sifat Fisis Agregat
Pemeriksaan sifat – sifat fisis agregat diperlukan untuk perencanaan dalam
menentukan daya dukung, keawetan, dan mutu perkerasan jalan. Pemeriksaan
yang dilakukan terhadap agregat meliputi antara lain berat jenis dan penyerapan,
berat isi, pelapukan, indek kepipihan dan kelonjongan.
Tugas Kelompok : Mix Design 19
Gambar 1 Diagram Alir Metodologi Campuran
Material Jalan Raya
a. Berat Jenis dan Penyerapan
Berat jenis agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan
berat volume air. Besarnya berat jenis agregat penting dalam perencanaan
campuran agregat dengan aspal karena umumnya direncanakan berdasarkan
perbandingan berat dan juga untuk menentukan banyaknya pori. Agregat dengan
berat jenis yang kecil mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat yang
sama membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak. Di samping itu agregat
dengan kadar pori besar membutuhkan jumlah aspal yang banyak.
Berikut ini pembahasan lengkap mengenai tata cara Pengujian Berat Jenis
berdasarkan SNI 03-1970-1990.
• Maksud
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian untuk
menentukan berat jenis curah, berat jenis kering permukaan jenuh, berat jenis
semu, dan angka penyerapan daripada agregat halus.
• Tujuan
Tujuan pengujian adalah untuk mendapatkan angka untuk berat jenis curah,
berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, dan penyerapan air pada
agregat halus.
• Ruang Lingkup
Pengujian ini berpedoman pada SNI 03-1970-1990. Pengujian dilakukan
pada tanah jenis agregat halus, yaitu lolos saringan No. 4 (4,75 mm).
Hasil pengujian ini selanjutnya dapat gunakan dalam pekerjaan :
1) penyelidikan quarry agregat;
2) erencanaan campuran dan pengendalian mutu beton;
3) erencanaan campuran dan pengendalian mutu perkerasan jalan.
• Pengertian
Yang dimaksud dengan :
Tugas Kelompok : Mix Design 20
Material Jalan Raya
1) berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat
air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada
suhu 25°C;
2) berat jenis jenuh kering permukaan yaitu perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25°C;
3) berat jenis semu ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat
air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering
pada suhu 25°C;
4) penyerapan ialah perbandingan berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering, dinyatakan dalam persen.
• Cara Pelaksanaan
1. Peralatan
Peralatan yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
1) timbangan, kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram;
2) piknometer dengan kapasitas 500 ml;
3) kerucut terpancung, diameter bagian atas (40± 3) mm, diameter bagian bawah
(90 ± 3) mm dan tinggi (75 ± 3) mm dibuat dari logam tebal minimum 0,8
mm;
4) batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340 ± 15)
gram, diameter permukaan penumbuk (25 ± 3) mm;
5) saringan No. 4 (4,75 mm);
6) oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)°C;
7) pengukuran suhu dengan ketelitian pembacaan 1°C;
8) talam;
9) bejana tempat air;
10) pompa hampa udara atau tungku;
11) desikator.
2. Benda Uji
Tugas Kelompok : Mix Design 21
Material Jalan Raya
Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No. 4 (4,75 mm) diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat (quartering) sebanyak 100 gram.
3. Cara Pengujian
Urutan proses dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
1) keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± _5)°C, sampai berat tetap;
yang dimaksud berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3 kali
proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2 jam
berturutturut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar daripada
0,1 %; dinginkan pada suhu ruang, kemudian rendam dalam air selama (24 ±
4) jam;
2) buang air perendam dengan hati-hati, jangan ada butiran yang hilang,
tebarkan agregat di atas talam, keringkan di udara panas dengan cara
membalik-balikan benda uji; lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan
kering permukaan jenuh;
3) periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji ke
dalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebanyak 25
kali, angkat kerucut terpancung; keadaan kering permukaan jenuh tercapai
bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak;
4) segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500 gram
benda uji ke dalam piknometer; masukkan air suling sampai mencapai 90%
isi piknometer, putar sambil di guncang sampai tidak terlihat gelembung
udara di dalamnya; untuk mempercepat proses ini dapat dipergunakan pompa
hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut
terhisap, dapat juga dilakukan dengan merebus piknometer;
5) rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan kepada suhu standar 25°C;
6) tambahkan air sampai mencapai tanda batas;
7) timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram (Bt);
8) keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110 ± 5)°C sampai
berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator;
Tugas Kelompok : Mix Design 22
Material Jalan Raya
9) setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk);
10) tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air gunakan
penyesuaian dengan suhu standar 25°C (B).
4. Perhitungan
Dalam metode ini dilakukan perhitungan sebagai berikut :
Keterangan :
Bk = berat benda uji kering oven, dalam gram
B = berat piknometer berisi air, dalam gram
Bt = berat piknometer berisi benda uji dan air, dalam gram
500 = berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh, dalam gram
5. Laporan
Hasil ditulis dalam bilangan desimal sampai dua angka dibelakang koma.
Tabel 5.7 Contoh Perhitungan Pengujian Berat Jenis dan
Penyerapan Agregat Halus A B Rata-rata Satuan
Berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD) 500 500 gramBerat benda uji kering oven (Bk) 497,7 493,2 gramBerat piknometer diisi air 25oC (B) 822,6 850 gramBerat piknometer + benda uji (SSD) + air (25oC)
(Bt)1127,6 1153,3 gram
Berat jenis bulk Bk
2,55 2,54 2,53 (B+500-Bt)
Berat jenis kering permukaan
jenuh
500 2,55 2,54 2,56
(B+500-Bt)
Berat jenis semu (Apparent)Bk
2,61 2,63 2,62 (B+Bk - Bt)
Penyerapan (Absorption)(500 - Bk)
x 100% 1,39 1,35 1,32 Bk
Tugas Kelompok : Mix Design 23
Material Jalan Raya
Gambar 5.6 Langkah-langkah pekerjaan pengujian berat jenis
Tugas Kelompok : Mix Design 24
Material Jalan Raya
b. Berat Isi
• Maksud
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui perbandingan berat agregat yang
tertampung didalam wadah denagan volume wadah yang berpedoman pada SNI
03-4804-1998.
• Peralatan
Peralatan yang digunakan yaitu wadah baja berbentuk silinder dengan diameter
149.6 mm, tinggi 175 mm dan tebal dasar pemadatan 5.08 mm, tongkat
pemadatan berdiamaeter 15 mm dan panjang 60 cm serta timbangan dengan
ketelitian 0.1 %.
• Benda uji
Benda uji yang digunakan adalah agregat dengan ukuran butiran maksimum 13.2
mm. Pemeriksaan ini dilakukan dengan tiga cara yaitu cara berat lepas, berat isi
dengan penusukan dan berat isi dengan goyangan.
• Cara Pengujian
Agregat yang telah dipersiapkan dikeringkan dalam oven dengan suhu 110ºC
hingga mencapai berat tetap kemudian didinginkan pada suhu ruang. Untuk berat
lepas agregat dimasukkan ke dalam wadah menggunakan sendok denagan
ketinggian 5 cm di atas wadah sampai penuh kemudian permukaannya diratakan
dengan mistar perata. Selanjutnya wadah berisi agregat ditimbang beratnya.
Berat isi dengan penusukan dilakukan dengan tiga lapisan dimana setiap lapisan
ditumbuk sebanyak 25 kali. Setelah penumbukan permukaan diratakan dengan
mistar perata. Selanjutnya wadah berisi agregat ditimbang beratnya W2.
Tugas Kelompok : Mix Design 25
Material Jalan Raya
Berat isi cara goyangan dilakukan dengan cara mengoyang-goyangkan wadah
untuk tiap lapisan. Berat agregat dalam wadah didapat dengan menimbang berat
wadah kososng (W1) kemudian berat agegat dapat dihitung yaitu (W = W2 – W1).
Nilai berat isi dihitung dengan menggunakan persamaan pada Halaman 7.
c. Kelekatan Agregat Terhadap Aspal
Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat dapat dibedakan atas
2 (dua) bagian, yaitu:
1. Sifat mekanis yang tergantung dari:
- pori-pori dan absorpsi
- bentuk dan tekstur permukaan
- ukuran butir
2. Sifat kimiawi dari agregat.
Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal sehingga ikatan antara
aspal dan agregat baik. Tetapi terlalu banyak pori dapat mengakibatkan terlalu
banyak aspal terserap yang berakibat lapisan aspal menjadi tipis. Banyaknya pori-
pori ditentukan dari banyaknya air yang dapat terabsorbsi oleh agregat.
Air yang telah diserap oleh agregat sukar untuk dihilangkan seluruhnya
walaupun melalui proses pengeringan sehingga mempengaruhi daya lekat aspal
dengan agregat. Oleh karena itu besarnya absorbsi dibatasi 3% untuk agregat yang
akan digunakan untuk lapisan permukaan dengan pengikat aspal. Agregat
berbentuk kubus dan kasar lebih baik mengikat aspal dari pada agregat berbentuk
bulat dan halus. Permukaan agregat yang kasar akan memberikan ikatan denga
aspal lebih baik dari pada agregat dengan permukaan licin. Disamping hal tersebut
di atas, daya lekatan dengan aspal juga dipengaruhi oleh sifat agregat terhadap air.
Granit dan batuan yang mengandung silica merupakan agregat bersifat
hydrophilic yaitu agregat yang senang terhadap air. Agregat demikian tidak baik
Tugas Kelompok : Mix Design 26
Material Jalan Raya
untuk digunakan sebagai bahan campuran dengan aspal, karena mudah terjadi
stripping yaitu lepasnya lapisan aspal dari agregat akibat pengaru air. Sebaliknya
agregat seperti diorit-andesit disebut hydrophobic, yaitu agregat yang tidak mudah
terikat dengan air sehingga ikatan antara aspal dengan agregat cukup baik dan
stripping yang terjadi kecil sekali. Pemeriksaan terhadap daya lekat agregat
dengan aspal dilakukan dengan mengacu pada SNI 03-2439-1991, SK SNI M-28-
1990-F: Metode Pengujian Kelekatan Agregat Terhadap Aspal. Nilai kelekatan
agregat terhadap aspal untuk campuran dengan aspal minimal 95%.
Berikut ini pembahasan lengkap mengenai tata cara Pengujian Kelekatan
Agregat Terhadap Aspal berdasarkan SNI 03-2439-1991, SK SNI M-28-1990-F.
• Maksud
Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam pelaksanaan
pengujian kelekatan agregat terhadap aspal.
• Tujuan
Tujuan metode ini adalah menentukan angka kelekatan agregat terhadap
aspal.
• Ruang Ligkup
Pengujian ini dapat dilakukan terhadap semua jenis bahan yang digunakan
sebagai agregat bahan jalan dan campuran aspal. Hasil pengujian ini
selanjutnya dapat digunakan dalam pengendalian mutu agregat pada
pembangunan jalan.
• Pengertian
Yang dimaksud dengan kelekatan agregat terhadap aspal adalah persentase
luas permukaan agregat yang terselimut aspal terhadap keseluruhan
permukaan.
CARA PELAKSANAAN
1. Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1) wadah untuk mengaduk, kapasitas minimal 500 ml;
Tugas Kelompok : Mix Design 27
Material Jalan Raya
2) timbangan dengan kapasitas 200 gram, ketelitian 0,1 gram;
3) pisau pengaduk dari baja (spatula) lebar 25 mm panjang 100 mm;
4) tabung gelas kimia (beker) kapasitas 600 ml;
5) oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(150 ± 1)oC;
6) saringan 6,3 mm (1/4”) dan 9,5 mm (3/8”);
7) termometer logam ± 200oC dan ± 100oC;
8) air suling dengan pH 6,0 sampai 7,0.
2. Persiapan Benda Uji
Cara menyiapkan benda uji :
1) benda uji adalah agregat yang lewat saringan 9,5 mm (3/8”) dan tertahan
pada saringan 6,3 mm (1/4”) sebanyak kira-kira 100 gram;
2) cucilah dengan air suling, keringkan pada suhu 140 ± 5oC hingga berat
tidak berubah lagi (constant); simpan didalam tempat yang tertutup rapat
dan siap untuk diperiksa;
3) untuk pelapisan agregat basah perlu ditentukan berat jenis kering
permukaan jenuh (SSD) dan penyerapan dari agregat kasar.
3. Cara Pengujian
1. Pelapisan Agregat Kering Dengan Aspal Cair (Cut-Back)
Urutan proses dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
1) masukkan 100 gram benda uji, ke dalam wadah;
2) isi aspal sebanyak 5,5 ± 0,2 gram yang telah dipanaskan pada suhu yang
sesuai dengan (Tabel 1);
3) aduk aspal dan benda uji sampai merata dengan spatula selama 2 menit;
Tabel.1 Suhu Campuran Aspal
Material TemperaturAspal Cair, grade 30 dan 70 suhu Suhu ruang
Tugas Kelompok : Mix Design 28
Material Jalan Raya
sedang
Aspal Car, grade 250
Aspal Car, grade 800
Aspal Car, grade 3000
35 ± 2oC
52 ± 2oC
68 ± 2oC
4) masukkan adukan beserta wadahnya dalam oven dengan suhu 60oC selama 2
jam, selama proses ini lubang angin pada oven harus dibuka;
5) keluarkan adukan beserta wadahnya dari oven dan aduk lagi sampai dingin
(suhu ruang) selanjutnya agar diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
(1) penyelimutan terhadap agregat harus sempurna, tidak boleh ada gelembung-
gelembung udara;
(2) bila keadaan tersebut tidak tercapai, kemudian panaskan adukan tersebut
sampai agregat diselimuti aspal dengan sempurna;
6) pindahkan adukan tersebut ke dalam tabung gelas kimia;
7) isi dengan air suling sebanyak 400 ml;
8) diamkan pada suhu ruang selama 16 sampai 18 jam;
9) ambil selaput aspal yang mengambang di permukaan air dengan tidak
mengganggu agregat di dalam tabung;
10)dengan melihat dari atas menembus air, perkirakan prosentase luas
permukaan yang masih terselimuti aspal.
2. Pelapisan Agregat Kering Dengan Aspal Emulsi Cepat Mengendap (RS),
Sedang Mengendap (MS), Lambat Mengendap (SS).
Urutan proses dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
1) masukkan 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah;
2) isikan aspal emulsi sebanyak 80 ± 0,2 gram pada suhu ruang tanpa diaduk;
3) masukkan ke dalam oven pada suhu 135oC selama 5 menit;
4) keluarkan benda uji beserta wadah dan aduk sampai merata sehingga benda
uji terselimuti aspal;
5) lakukan seperti 1.(4), tetapi pada suhu 135oC;
6) lakukan seperti 1.(5);
Tugas Kelompok : Mix Design 29
Material Jalan Raya
7) selanjutnya lakukan seperti 1.(6); sampai dengan 1.(10).
3. Pelapisan Agregat Basah Dengan Aspal Cair (Cut-Back).
Urutan proses dalam pengujian ini adalah sebagai berikut :
1) masukkan 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah;
2) isikan 2 ml air suling;
3) aduk pada suhu ruang sampai benda uji menjadi basah secara merata;
4) tambahkan 5,5 ± 0,2 gram aspal yang telah dipanaskan sampai suhu yang
diperlukan (lihat TABEL 1);
5) aduk sampai merata sehingga benda uji terselimuti aspal. Pengadukan tidak
boleh lebih dari 5 menit;
6) selanjutnya lakukan seperti pada 1.(6) sampai dengan 1.(10).
4. Pelapisan Agregat Kering Dengan Aspal Keras :
1) masukkan 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah;
2) panaskan wadah beserta benda uji selama 1 jam dalam oven dalam pada suhu
tetap antara 140oC ± 5oC;
3) masukkan aspal yang sudah panas 5,5 ± 0,2 gram;
4) aduk sampai merata dengan spatula yang sudah dipanasi selama 2 – 3 menit
sampai benda uji terselimuti aspal;
5) diamkan sampai mencapai suhu ruang;
6) pindahkan benda uji yang terselimuti aspal ke dalam tabung gelas kimia
kapasitas 600 ml.
4. Laporan
Laporkan perkiraan luas permukaan benda uji yang masih terselimuti aspal
dengan angka lebih dari 95% atau kurang dari 95%.
d. Keausan
• Maksud
Tugas Kelompok : Mix Design 30
Material Jalan Raya
Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan untuk menentukan ketahanan agregat
kasar terhadap keausan dengan mempergunakan mesin Abrasi Los Angeles.
• Tujuan
Pengujian ini adalah untuk mengetahui angka keausan tersebut, yang dinyatakan
dengan perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan No. 12 (1,7 mm)
terhadap berat semula, dalam persen.
• Ruang Lingkup
Pengujian ini dapat digunakan untuk mengukur keausan agregat kasar. Hasil
pengujian bahan ini dapat digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan bahan
perkerasan jalan atau konstruksi beton.
CARA PELAKSANAAN
1. Peralatan
Peralatan untuk pelaksanaan pengujian adalah sebagai berikut :
1) mesin Abrasi Los Angeles, mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada
kedua sisinya dengan diameter 711 mm (28”) panjang dalam 508 mm
(20”); silinder bertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan
berputar pada poros mendatar; Silinder berlubang untuk memasukkan
benda uji: penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam
silinder tidak terganggu; di bagian dalam silinder terdapat bilah baja
melintang penuh setinggi 89 mm (3,5”);
2) saringan No. 12 (1,7 mm) dan saringan-saringan lainnya);
3) timbangan, dengan ketelitian 5 gram);
4) bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm ( I 7/8”) dan berat
masingmasing antara 400 gram sampai 440 gram;
5) oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±S)°C.
Tugas Kelompok : Mix Design 31
Material Jalan Raya
2. Benda Uji
Benda uji dipersiapkan dengan cara sebagai berikut :
1) berat dan gradasi benda uji sesuai daftar (lampiran);
2) bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C.
Sampai berat tetap.
3. Cara Pengujian
Pengujian dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
1) pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan
dengan salah satu dari 7 (tujuh) cara berikut:
(1) Cara A : Gradasi A, bahara lolos 37,5 mm ,ampai tertahan ),5 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 500 putaran;
(2) Cara B : Gradasi B, bahan lolos 19 mm sampai tertahan 9,5 mm.
Jumlah bola 11 buah dengan 500 putaran;
(3) Cara C : Gradasi C, bahan lolos 9,5 mm sampai tertahan 4,75 mm
(no.4), Jumlah bola 8 buah dengan 500 putaran;
(4) Cara D : Gradasi D, bahan lolos 4,75 mm (no.4) sampai tertahan
2,36 mm (no.8). Jumlah bola 6 buah dengan 500 putaran;
(5) Cara E : Gradasi E, bahan lolos 75 mm sampai tertahan 37,5 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran;
(6) Cara F : Gradasi F, bahan lolos 50 mm sampai tertahan 25 mm.
Jumlah bola 12 dengan 1000 putaran;
(7) Cara G : Gradasi G, bahan lolos 37,5 mm sampai tertahan 19 mm.
Jumlah bola 12 buah dengan 1000 putaran; bila tidak ditentukan cara
yang harus dilakukan, maka pemilihan gradasi disesuaikan dengan
contoh material yang merupakan wakil dari material yang akan
digunakan:
2) benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Abrasi Los Angeles;
3) putar mesin dengan kecepatan 30 sampai dengan 33 rpm. Jumlah putaran
gradasi A, B, C, dan D 500 putaran dan untuk gradasi E, F, dan G 1000
putaran;
Tugas Kelompok : Mix Design 32
Material Jalan Raya
4) setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian
saring dengan saringan no. 12 (1,7 mm); butiran yang tertahan di atasnya
dicuci bersih. Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu (110 ±
5)°C sampai berat tetap.
4. Perhitungan
Keterangan :
a = berat benda uji semula, gram
b = berat benda uji tertahan saringan no.12, gram
5. Laporan
Keausan dilaporkan sebagai hasil rata-rata dari dua pengujian yang dinyatakan
sebagai bilangan bulat dalam persen.
Tabel 5.5 Contoh Perhitungan Pengujian Keausan Agregat Dengan Mesin Los AngelesGradasi Pemeriksaan Pengujian
Saringan I II
Lolos TertahanBerat
Sebelum
Berat
Sesudah
Berat
Sebelum
Berat
Sesudah (a) (b) (a) (b)
76,2 mm
(3") 63,5 mm (2 1/2")
63,5 mm (2
1/2")
50,8 mm
(2")
50,8 mm
(2") 37,5 mm (1 1/2")
37,5 mm (1
1/2")
25,4 mm
(1")
25,4 mm 19,0 (3/4")
Tugas Kelompok : Mix Design 33
Material Jalan Raya
(1")19,0
(3/4") 12,5 mm (1/2")
2500
gram 2500 gram
12,5 mm (1/2")9,5 mm
(3/8")
2500
gram 2500 gram
9,5 mm
(3/8")
6,3 mm
(1/4")
6,3 mm
(1/4") 4,75 mm (No.4)
4,75 mm (No.4) 2,36 mm (No. 8)
Jumlah Berat 5000
gram4161 gram 5000 gram 4120 gram
Berat Tertahan Saringan No. 12 839 gram 880 gram
I a = 5000 gram II a = 5000 gramb = 4161 gram b = 4120 grama-
b = 839 gram
a-
b = 880 gram
Keausan
I=
a-b
x 100%a
Keausan
I= 16,80%
Keausan
II=
a-bx 100%
a
Keausan
II= 17,60%
Keausan rata-
rata = 17%
Tugas Kelompok : Mix Design 34
Material Jalan Raya
Gambar 5.4 Mesin Los Angeles
e. Pelapukan
Pelapukan ini dimaksudkan untuk memeriksa keawetan agregat dengan
menggunakan larutan magnesium (Mg2SO4) dan sodium sulfat. Benda uji yang
digunakan adalah agregat yang lolos saringan ukuran 13.2 mm dan tertahan
saringan 9.5 mm, dicuci bersih dengan air suling dan dikeringkan pada suhu ruang
selama 2 jam. Agregat dimasukkan ke dalam gelas perendaman beisi larutan
Mg2SO4. lalu ditimbang dan direndam sampai jenuh selama 16-18 jam. Setelah itu
agregat diambil dari larutan, dipisahkan selama 15 menit lalu ditimbang beratnya.
Agregat dicuci kembali dan dikeringkan pada suhu ruang selama 2 jam, lalu
direndam kembali dalam larutan Mg2SO4. Proses dilakukan sampai 5 kali
pengulangan. Nilai keawetan ini dihitung dengan persamaan pada halaman 8.
f. Tumbukan (impact)
Dimaksudkan untuk mengetahui nilai kekerasan agregat melalui tumbukan
dengan menggunakan alat impact. Benda uji yang digunakan adalah agregat yang
lolos saringan 1/2” (12.7 mm) dan tertahan saringan 3/8” (9.52 mm). agregat
Tugas Kelompok : Mix Design 35
Material Jalan Raya
dibersihkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100ºC sampai mencapai
berat tetap kemudian benda uji didinginkan pada suhu ruang. Setelah itu benda uji
dimasukkan ke dalam mold (cetakan) tempat penumbukan dan permukaan benda
uji dibuat rata dan ditimbang beratnya. Penumbukan dilakukan sebanyak 25 kali
dengan ketinggian jatuh 15,5” (41cm). selanjutnya benda uji yang telah ditumbuk
tersebut disaring dengan menggunakan saringan no.8 agregat yang lolos saringan
no 8 ditimbang beratnya. Nilai tumbukan dapat di hitung dengan persamaan pada
halaman 9.
g. Indek kepipihan dan kelonjongan.
Pemeriksaan ini berpedoman pada RSNI T-01-2005. Peralatan yang
dignakan adalah satu set saringan, timbangan dan flakiness gauge yang
merupakan alat ukur kepipihan yang mempunyai dimensi terhadap panjang 280
mm, lebar 130 mm, tebal 11 mm dan berat 600 gram. Masing-masing petak alat
ukur lebarnya berkisar dari 33,9 mm sampai 4,9 mm.
Pemeriksaan indek kepipihan dilakukan dengan memasukkan agregat ke
lubang pada flakiness gauge. Agregat yang lolos adalah agregat yang pipih.
kemudian ditimbang beratnya dan indek kepipihan yang dipakai adalah 0.6 kali
diameter saringan yang digunakan. Perhitungannya dapat menggunakan
persamaan pada halaman 9.
Peralatan yang digunakan untuk pengukuran indek kelonjongan satu set
saringan, timbangan elongation gauge yang merupakan alat pengukur indek
kelonjongan yang mempunyai dimensi terhadap panjang 365 mm, lebar 78 mm,
tebal 70 mm dan berat 1000 gram. Alat ini dilengkapi dengan pasak bajayang
terpasang pada dasar yang terbuat dari kayu keras, celah antara pasak adalah 78,7
mm sampai 14.7 mm.
Pemeriksaaan indek kelonjongan dilakukan sama dengan pemeriksaan
terhadap indek kepipipihan tetapi indek kelonjongan yang dipakai adalah 0.8 kali
diameter saringan yang dipakai beratnya dan dihitung indek kelonjongannya
dengan persamaan pada halaman 10.
Tugas Kelompok : Mix Design 36
Material Jalan Raya
3.2.3. Pemeriksaan Sifat – sifat Fisis Aspal
Sifat-sifat fisis aspal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sifat dasar dan
kinerja dari aspal tersebut sebelum dilakukan pencampuran dengan agregat.
Pemeriksaan sifat-sifat fisis aspal ini meliputi berat jenis, penetrasi aspal,
daktilitas, titik lembek, titik nyala/bakar, penurunan/kehilangan berat, penetrasi
setelah penurunan/kehilangan berat dan daktilitas setelah penurunan/kehilangan
berat.
a. Berat Jenis
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis aspal keras
dengan menggunakan piknometer, selanjutnya hasilnya dapat digunakan dalam
perencanaan campuran serta pengendalian mutu perkerasan jalan. Pemeriksaan ini
berpedoman pada SNI 2441-2011.
Berat jenis aspal keras dari hasil pengujian ini dapat digunakan dalam
pekerjaan perencanaan serta pengendalian mutu campuran beraspal antara lain
untuk konversi dan koreksi dari isi ke berat atau sebaliknya.
Cara Pengujian :
Benda uji aspal dimasukkan ke dalam piknometer yang sudah dikalibrasi,
kemudian benda uji dan piknometer ditimbang. Isi tersisa diisi air kemudian
piknometer beserta isinya dikondisikan pada temperatur pengujian yang
diinginkan (dalam hal ini 15,6° C atau 25,0° C) dan ditimbang. Berat jenis benda
uji dihitung berdasarkan massa benda uji dan massa air yang dipindahkan oleh
benda uji dalam piknometer.
Peralatan Yang Digunakan :
1. Piknometer
Piknometer terbuat dari gelas dengan bentuk dan ukuran sesuai Gambar A.1
dan Gambar A.2 pada Lampiran A. Diameter penutup piknometer 22 mm sampai
dengan 26 mm. Pada bagian tengah penutup harus terdapat lubang ke atas
dengan diameter antara 1,0 mm sampai dengan 2,0 mm. Penutup harus
memiliki permukaan 1udara dalam piknometer mudah keluar melalui lubang pada
Tugas Kelompok : Mix Design 37
Material Jalan Raya
penutup. Tinggi cekungan pada bagian tengah penutup harus 4,0 mm sampai
dengan 18,0 mm. Piknometer harus memiliki kapasitas isi 24 mL sampai dengan
30 mL serta berat tidak lebih dari 40 g.
2 Bak perendam
Bak perendam memiliki temperatur yang konstan yaitu dapat mempertahankan
temperatur sehingga tidak berbeda lebih dari 0,1oC dari temperatur pengujian
yang diinginkan.
3 Termometer
Termometer gelas yang sudah dikalibrasi dengan rentang pembacaan yang
memadai serta memiliki skala sekurang-kurangnya tiap 0,1oC dan dengan
kesalahan maksimum 0,1oC. Umumnya digunakan termometer ASTM 63oC
dengan rentang antara -8oC sampai dengan
32oC sesuai SNI 16-6421.
4 Timbangan
Timbangan harus sesuai persyaratan pada SNI 03-6414 kelas B dengan kapasitas 200
gram dan ketelitian 0,002 gram.
5 Gelas kimia
Gelas kimia atau beaker glass dengan isi 600 mL.
6 Pembakar bunsen
Pembakar gas bunsen.
7 Bahan
Aquades atau aqua demineralisasi (Aqua DM) yang baru dididihkan dan
didinginkan kembali.
8 Pengambilan contoh
Pengambilan contoh aspal harus dilakukan sesuai SNI 03-6399. Contoh aspal harus
bebas dari bahan-bahan asing. Contoh aspal harus diaduk sebelum diambil
sebagian yang mewakili untuk diuji.
b. Penetrasi Aspal
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal dengan
memasukkan jarum penetrasi. Hasil pengujian ini selanjutnya digunakan dalam
pekerjaan pengendalian mutu aspal dan untuk keperluan pembangunan dan
Tugas Kelompok : Mix Design 38
Material Jalan Raya
pemeliharaan jalan. Aspal yang diuji dipanaskan hingga cukup cair ± 60°C diatas
titik leleh, kemudian aspal tersebut dituangkan kedalam cawan logam dengan dingin
suhu ruang. Aspal diletakkan ke dalam bak perendaman yang suhunya telah
distabilkan 25°C selama 1 – 2 jam. Kontainer yang berisi aspal diletakkan diatas plat
penetrasi, lalu jarum diturunkan hingga menyentuh permukaan aspal. Kemudian
diatur angka 0 pada dial penetrometer sehingga jarum petunjuk berimpit dengan
jarum penetrasi. Pegang jarum dan stopwatch dihidupkan secara serentak dan
penetrasi dihentikan setelah 5 detik kemudian dial penetrometer diputar dan dibaca
angka penetrasinya.
c. Daktilitas
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik
antara 2 cetakan yang berisi litumen keras sebelum putus pada suhu 25°C dan
kecepatan 50 mm/menit. Hasil pengujian ini selanjutnya digunakan untuk
mengetahui elastisitas bahan aspal.
Aspal yang diuji dipanaskan hingga cair pada suhu 80 - 100°C diatas titik
lembek dan dimasukkan ke dalam cetakan daktilitas yang telah dilapisi dengan
glicerine. Cetakan yang berisi benda uji tersebut didinginkan pada suhu ruang 30 –
40 menit kemudian dipindahkan ke dalam bak perendaman dengan suhu air 25°C
selama 60 menit. Selanjutnya benda uji dipasang pada alat uji dan mesin siap
dihidupkan dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Nilai daktilitas
dibaca pada mesin uji tepat pada saat benda uji putus.
d. Titik Lembek
Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak
turun pada suatu lapisan aspal yang tertahan dalm cincin pada ketinggian tertentu
sebagai akibat kecepatan pemanasan. Hasil uji digunakan untuk menentukan kepekaan
aspal terhadap suhu.
Benda uji yang digunakan adalah aspal yang dipanaskan hingga cair dan dapat
dituang kedalam dua buah cincin dan didinginkan pada suhu ruang selama 30 menit.
Setelah dingin permukaan, contoh dalam cincin diratakan dengan spatula yang telah
dipanaskan. Bejana diisi dengan air suling dengan suhu 5°C sehingga setinggi
permukaan air berkisar antara 101,6 – 108 mm dan termometer diletakkan diantara
Tugas Kelompok : Mix Design 39
Material Jalan Raya
kedua benda uji. Pembacaan stopwatch dilakukan dan dicatat tiap kenaikan suhu 5°C
sampai aspal jatuh menyentuh plat dasar.
e. Titik Nyala/Bakar
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan besaran titik nyala dan titik
bakar bahan aspal dengan clevenland open cup. Hasil pengujian ini selanjutnya dapat
digunakan untuk mengetahui sifat-sifat bahan terhadap bahaya api, pada suhu mana
bahan akan terbakar atau menyala.
Benda uji aspal disiapkan sebanyak ± 100 gram lalu dipanaskan pada suhu ±
140°C sampai cukup air. Kemudian cawan clevenland diisi dengan aspal tersebut
sampai garis batas dan hilangkan gelembung udara yang ada pada permukaan cairan
tersebut. Kemudian cawan ditempatkan di atas cup pemanas dan diatur letak sumber
pemanas sehingga tepat berada di bawah titik tengah cawan (cup), dimana nyala
penguji ditempatkan dengan poros pada jarak 75 mm dari titik tengah cawan. Lalu
termometer diletakkan tegak lurus di dalam benda uji dengan jarak 6,4 mm di atas
dasar cawan dan terletak pada satu garis yang menghubungkan titik tengah cawan dan
titik poros nyala penguji, kemudian diatur posisi termometer terletak pada jarak ¼
diameter cawan dari tepi. Nyala penguji dinyalakan dan diatur kecepatan pemanas 5
-6°C/menit pada temperatur antara 56°C dan 28°C di bawah titik nyala perkiraan.
Kemudian nyala penguji diputar hingga melalui permukaan cawan dalam waktu 1
detik, ulangi setiap kenaikan 2°C sampai terlihat nyala singkat pada permukaan aspal,
lalu dibaca temperatur pada termometer dan dicatat angkanya. Lanjutkan pengamatan
sampai terihat nyala di atas permukaan benda uji yang lebih lama minimal 5 detik,
dibaca dan dicatat temperatur pada termometer tersebut.
f. Penurunan/kehilangan berat
Pemeriksaaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan besaran kehilangan berat
minyak dan aspal yang dinyatakan dalam persen berat semula. Hasil pengujian ini
digunakan untuk mengetahui stabilitas aspal setelah pemanasan dapat juga digunakan
untuk mengetahui perubahan sifat fisis aspal selama pencampuran panas di Asphalt
Mixing Plant (AMP) pada suhu 163°C yang dinyatakan dengan penetrasi, daktilitas
dan kekentalan.
Tugas Kelompok : Mix Design 40
Material Jalan Raya
3.2.4 Kadar Aspal
Perencanaan campuran dilakukan dengan mengambil nilai tengah persen lolos
tiap ukuran saringan. Tahap pertama perencanaan campuran dilakukan untuk
mendapatkan kadar aspal optimum dengan variasi kadar aspal 4%, 4,5%, 5%, 5,5%,
6% dari berat total campuran. Hal ini dapat juga dibuktikan dengan menggunakan
persamaan kadar aspal rencana dapat dilihat halaman 17.
3.2.5 Percobaan Marshall
Percobaan Marshall ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas)
terhadap flow dari campuran aspal. Uji marshall dilakukan pada benda uji dimana agregat
dikeringkan pada temperatur 105°C -110°C sekurang-kurangnya selama 4 jam di dalam
oven, lalu dikeluarkan dari oven dan dilakukan pemisahan agregat ke dalam fraksi-fraksi
yang dikehendaki dengan cara analisa saringan, lalu dilakukan pengujian kekentalan
aspal untuk memperoleh suhu pencampuran dan pemadatan. Kemudian panaskan agregat
pada suhu 28°C di atas suhu pencampuran sekurang-kurangnya 4 jam di dalam oven.
Proses pencampuran dilakukan dengan banyak agregat setiap benda uji ± 1200 gram
sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 63,5 mm ±1,27 mm. Lalu wadah
pencampur dipanaskan kira-kira 28°C di atas suhu pencampuran aspal keras, lalu
dimasukkan agregat yang telah dipanaskan ke dalam wadah pencampur. Kemudian aspal
yang telah mencapai kekentalan yang disyaratkan dituangkan sebanyak yang dibutuhkan
ke dalam agregat yang sudah dipanaskan, kemudian diaduk dengan cepat sampai agregat
terselimuti aspal secara merata.
Setelah benda uji dimasukkan ke dalam cetakan, lalu ditumbuk/dipadatkan
sampai suhu antara 90°C - 150°C, lalu dikeluarkan dari cetakan dan diletakkan di atas
permukaan rata dan diberi tanda pengenal serta biarkan selama kira-kira 24 jam pada
suhu ruang, kemudian benda uji direndam dalam bak perendaman dengan suhu air 60°C
±1 °C selama 30 -40 menit. Selanjutnya benda uji dipasangkan pada kepala penekan dan
diletakkan pada alat Marshall. Dial flow dipasang serta diatur kedudukan jarum
penunjuknya pada angka 0 dan siap dilakukan uji Marshall. Waktun yang diperlukan saat
benda mencapai beban maksimum tidak boleh melebihi 30 detik. Jarum dial tekan diatur
kedudukannya pada angka nol saat kepala penekan menyentuh alas cincin penguji.
Tugas Kelompok : Mix Design 41
Material Jalan Raya
Pembebanan diberikan dengan kecepatan 50 mm/menit hingga mencapai beban
maksimum.
Tugas Kelompok : Mix Design 42
Material Jalan Raya
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil pengujian dan pengolahan data dengan
menggunakan metode-metode yang telah diuraikan pada Bab II dan Bab III.
5.1 Hasil
Hasil penulisan ini berupa evaluasi terhadap sifat fisis material pembentuk
campuran AC-WC yang terdiri dari agregat dan aspal penetrasi 60/70.
5.1.1 Hasil pemeriksaan sifat-sifat fisis agregat
Data hasil pemeriksaan terhadap sifat-sifat fisis
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Tugas Kelompok : Mix Design 43
Material Jalan Raya
Tugas Kelompok : Mix Design 44
Material Jalan Raya
DAFTAR PUSTAKA
Alfisyah 2010, Kajian Nilai Voids In Mix (VIM) Pada Beton Aspal Bergradasi
Senjang Dengan Metode Pemadatan Percentage Refusal Density (PRD),
Banda Aceh
Bina Marga 2006, Spesifikasi Seksi 6.3 Campuran Beraspal Panas, Jakarta
Sukirman, S. 2003, Beton Aspal Campuran Panas, Penerbit Granit, Jakarta.
Zulfian 2011, Study Penggunaan Material Daur Ulang Campuaran Beton
Aspal Menggunakan Retona Blend 55 Terhadap Karakteristik Marshall,
Banda Aceh
Tugas Kelompok : Mix Design 45