ctl 2011.pdf

117
KAJIAN PROGRAM PENCAIRAN BATUBARA Gandhi Kurnia Hudaya, Bukin Daulay, Miftahul Huda, Nining Sudini Ningrum, Hermanu Prijono, Darsa Permana, Lely Agustiana, Slamet Suprapto, Datin Fatia Umar, Yuliani Maulizar, Tuti Hernawati, Iwan Rijwan, Dedy Yaskuri, Fahmi Sulistyohadi

Upload: dwinta-rara-dyota-srawana

Post on 16-Nov-2015

85 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • KAJIAN PROGRAM PENCAIRAN BATUBARA

    Gandhi Kurnia Hudaya, Bukin Daulay, Miftahul Huda, Nining Sudini

    Ningrum, Hermanu Prijono, Darsa Permana, Lely Agustiana, Slamet

    Suprapto, Datin Fatia Umar, Yuliani Maulizar, Tuti Hernawati, Iwan

    Rijwan, Dedy Yaskuri, Fahmi Sulistyohadi

  • i

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah. Kami mengucapkan rasa sukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat

    dan karuniaNyalah maka laporan kegiatan litbang Kajian Program Pencairan Batubara dapat

    selesai dilaksanakan. Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan Kelompok Pelaksana Litbang

    Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara pada Pusat Penelitian dan Pengembangan

    Teknologi Mineral dan Batubara Tahun Anggaran 2011.

    Penggunaan bahan bakar minyak di Indonesia saat ini sudah melebihi dari produksinya

    sehingga pemerintah harus mengimpor bahan bakar minyak yang pada ujungnya menguras

    devisa negara serta mengakibatkan rawannya keuangan negara apabila terjadi fluktuasi harga

    bahan bakar minyak di dunia internasional. Disisi lain, cadangan minyak di indonesia juga

    tinggal sedikit sehingga sangat sulit bagi pemerintah untuk meningkatkan jumlah produksinya.

    Oleh karena itu pemerintah harus mencari bahan bakar alternatif. Salah satu sumber daya alam

    yang dapat dijadikan baan bakar alternatif adalah batubara. Jumlah cadangan batubara di

    indonesia saat ini yang cukup meimpah serta telah tersedianya teknologi untuk mengkonversi

    batubara menjadi bahan bakar minyak atau teknologi pencairan batubara menyebabkan

    semakin pentingnya peran batubara sebagai pengganti minyaks. Yang saat ini perlu dilakukan

    adalah keseriusan pemerintah untuk mendukung terwujudnya pabrik komersial pencairan

    batubara di Indonesia.

    Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menentukan arah program pencairan batubara

    sehubungan dengan perkembangan terbaru dalam bidang IPTEK, bisnis dan lingkungan. Kajian

    kebijakan teknis di bidang pencairan batubara ini diperlukan sebagai upaya komprehensif

    pemerintah untuk menyiapkan kebijakan yang tepat dalam upaya penerapan teknologi

    pencairan batubara di Indonesia dengan cara menampung aspirasi, pendapat, informasi dan

    masukan lainnya baik dari pemerintah, pihak swasta dan akademisi.

    Kami mengucapkan terima kasih atas kerjasama rekan-rekan khususnya anggota tim

    pencairan batubara dan umumnya karyawan Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

    Mineral dan Batubara (tekMIRA) atas bantuan dan kontribusinya selama ini sehingga kegiatan

  • ii

    penelitian dan pengembangan tim pencairan batubara dapat berjalan dengan baik dan lancar

    sebagaimana yang direncanakan dalam Rencana Operasional Tim. Ucapan terima kasih dan

    penghargaan yang sebesar-besarnya juga kami berikan kepada para narasumber, undangan dan

    pihak-pihak yang telah bersedia membantu diskusi, pengisian kuesioner serta membantu

    kelancaran penyelenggaraan FGD 1 dan 2 sehingga kami dapat memperoleh data dan informasi

    yang berguna sebagai bahan analisa dalam kegiatan kajian program pencairan batubara ini.

    Mudah-mudahan laporan ini dapat bermanfaat sehingga data yang diperoleh kemudian

    dianalisa serta diharapkan dapat dibuat semacam policy paper yang akan menjadi acuan baik

    bagi pemerintah maupun bagi kalangan usaha dalam hal penerapan teknologi pencairan

    batubara di Indonesia.

    Bandung, Desember 2011

    Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara,

    Ir. Hadi Nursarya, M.Sc.

    NIP. 19540306 197803 1 001

  • iii

    Sari

    Pemerintah saat ini menghadapi krisis akibat kenaikan harga minyak mentah dunia

    internasional. Status Indonesia sebagai negara pengimpor minyak dan adanya subsidi BBM

    mengakibatkan keuangan pemerintah rentan. Padahal, sesuai dengan Undang-undang Nomor 4

    Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Pemerintah Nomor 23

    Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

    ditambah juga telah adanya Perpres No. 1 dan No. 5 serta Inpres No. 2 tahun 2006 maka

    pemerintah dapat memaksimalkan pengolahan batubara di dalam negeri. Salah satu teknologi

    pengolahan batubara yang akan diaplikasikan adalah teknologi pencairan batubara.

    Pembangunan pabrik pencairan batubara akan mengoptimalkan manfaat batubara dalam

    negeri, meningkatkan penerimaan negara, lapangan kerja, dan menciptakan multiplier effect

    batubara. Mengingat dampak positif atas keberadaan pabrik pencairan batubara yang sangat

    besar, maka sudah selayaknya pemerintah memberikan prioritas tinggi bagi berdirinya pabrik

    pencairan batubara di Indonesia.

    Proses pencairan batubara adalah proses mengkonversi batubara menjadi minyak seperti bensin

    atau solar. Proses ini sering diistilahkan sebagai coal liquefaction atau coal to liquids (CTL). Ada

    dua cara menghasilkan minyak dari batubara yaitu melalui pencairan batubara secara langsung

    (direct coal liquefaction/DCL) dan pencairan batubara secara tidak langsung (in-direct coal

    liquefaction/ICL) yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

    Penelitian ini bertujuan untuk menentukan arah program pencairan batubara sehubungan

    dengan perkembangan terbaru dalam bidang IPTEK, bisnis dan lingkungan. Kajian kebijakan

    teknis di bidang pencairan batubara ini diperlukan sebagai upaya komprehensif pemerintah

    untuk menyiapkan kebijakan yang tepat dalam upaya penerapan teknologi pencairan batubara

    di Indonesia dengan cara menampung aspirasi, pendapat, informasi dan masukan lainnya baik

    dari pemerintah, pihak swasta dan akademisi.

    Metode penelitian yang dilakukan adalah pengumpulan data dan informasi melalui pembuatan

    dan pengumpulan kuesioner, diskusi dan wawancara serta pelaksanaan FGD. Kemudian

    dilakukan pengolahan data serta analisa untuk menghasilkan policy paper.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa dibutuhkan keseriusan dan konsistensi pemerintah jika

    ingin membangun pabrik komersial pencairan batubara di Indonesia. Beberapa faktor yang

    harus menjadi perhatian adalah faktor kepastian supplai batubara, harga batubara dan modal

    besar. Kebijakan pemerintah untuk faktor-faktor tersebut sangat menentukan kelayakan pabrik

    pencairan di indonesia yang komersial.

  • iv

    Kata Kunci : pencairan batubara, kebijakan, batubara

    DAFTAR ISI

    Kata Pengantar . i

    Sari iii

    Daftar Isi iv

    Daftar Gambar . vii

    Daftar Tabel . viii

    Daftar Foto. ix

    BAB I PENDAHULUAN I-1

    1.1. Latar Belakang . I-1

    1.2. Ruang Lingkup Kegiatan .. I-3

    1.3. Tujuan I-4

    1.4. Sasaran . I-4

    1.5. Lokasi Kegiatan . I-4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA .. II-1

    2.1. Kondisi Industri Batubara Indonesia . II-1

    2.1.1 Sumber Daya dan Kualitas Batubara II-1

    2.1.1.1 Sumber Daya Batubara .. II-1

    2.1.1.2 Kualitas Batubara II-3

    2.1.2 Pengusahaan, Produksi dan Penjualan . II-6

    2.1.2.1 Pengusahaan Batubara .. II-6

    2.1.2.2 Produksi Batubara II-9

    2.1.2.3 Penjualan Batubara . II-10

    2.1.2.3.1 Penjualan Batubara Dalam Negeri .. II-10

    2.1.2.3.2 Ekspor II-11

    2.2. Perkembangan Teknologi Pencairan Batubara.. II-12

    2.2.1 Pengertian Pencairan Batubara . II-12

    2.2.2 Sejarah Teknologi Pencairan Batubara . II-15

  • v

    2.2.3 Status Teknologi Pencairan Batubara

    II-19

    BAB III PROGRAM KEGIATAN .. III-1

    3.1. Pembuatan Kuesioner 1.. III-1

    3.2. Pembagian Kuesioner dan Diskusi III-2

    3.3. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) III-3

    3.4. Koordinasi dengan Instansi Terkait ... III-3

    BAB IV METODOLOGI .. IV-1

    4.1. Pendekatan Metodologi .. IV-1

    4.2. Pelaksana Kegiatan Penelitian Pencairan Batubara ... IV-2

    4.3. Anggaran Kegiatan . IV-4

    4.4. Pelaksanaan Kegiatan Pencairan Batubara IV-5

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN... V-1

    5.1. Hasil Kegiatan .. V-1

    5.1.1 Hasil Pembagian Kuesioner V-1

    5.1.2 Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) .. V-6

    5.1.3 Koordinasi dengan Instansi Terkait .. V-7

    5.2. Pembahasan ... V-8

    5.2.1 Analisa Kelayakan Bisnis ....................................................... V-9

    5.2.2 Keekonomian Pabrik Pencairan Batubara . V-13

    5.2.2.1 Teknologi BCL, Jepang .. V-13

    5.2.2 2 Teknologi SASOL, Afrika Selatan . V-16

    5.2.2.3 Teknologi CCT FT, Afrika Selatan ... V-22

    5.2.3 Rekomendasi Teknologi Pencairan Batubara V-27

    5.2.3.1 Teknologi SASOL .. V-27

    5.2.3.2 Teknologi CCT FT . V-29

    5.2.4 Potensi Batubara untuk Bahan Baku Pencairan Batubara V-32

    5.2.4.1 Pertimbangan Pemilihan Batubara Sebagai Bahan Baku V-32

    5.2.4.1.1 Batubara Pendopo, Sumatera Selatan . V-33

    5.2.4.1.2 Batubara Muara Wahau, Kalimantan Timur V-35

  • vi

    5.2.5 Landasan Hukum Program Pencairan Batubara V-37

    5.2.6 Aspek Lingkungan .. V-38

    5.2.7 Tantangan Pembangunan Pabrik Pencairan Batubara . V-39

    5.2.8 Upaya Implementasi yang Dilakukan oleh Pemerintah Indonesia

    Dalam Pembangunan Pabrik Pencairan Batubara

    V-41

    5.2.8.1 Status Kerjasama Indonesia Jepang . V-42

    5.2.8.2 Status Kerjasama Indonesia SASOL . V-44

    5.2.8.3 Status Kerjasama CCT FT Swasta Indonesia .. V-46

    BAB VI REKOMENDASI KEBIJAKAN VI-1

    6.1. Pendirian Unit/Badan Pelaksana Pencairan Batubara .. VI-3

    6.2. Kebijaksanaan Penggunaan dan Harga Batubara untuk Energi Domestik VI-4

    6.3. Kebijakan Harga BBM Produk Pencairan Batubara .. VI-7

    6.4. Kebijakan Permodalan (Jaminan Pinjaman) VI-8

    6.5. Pemberian Insentif . VI-9

    BAB VII PENUTUP VII-1

    7.1. Kesimpulan . VII-1

    7.2. Saran VII-1

    Daftar Pustaka

    LAMPIRAN

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    I.1 Perkiraan Kebutuhan Energi dari Berbagai Skenario I-2

    II.1 Perkembangan Sumber Daya Batubara Indonesia ................................ II-2

    II.2 Penyebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara Per Wilayah

    Koridor

    Ekonomi ..

    II-2

    II.3 Penyebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara Per Wilayah . II-3

    II.4 Fasilitas Terminal Batubara di Indonesia II-4

    II.5 Cadangan Batubara Tiap Pulau di Indonesia Berdasarkan Nilai Kalori

    .

    II-5

    II.6 Produksi dan Penjualan Batubara Indonesia ......................................... II-9

    II.7 Proses Pencairan Batubara .. II-13

    II.8 Proses Pencairan Batubara Teknologi BCL . II-20

    II.9 Sejarah Pengembangan Pabrik SASOL . II-22

    V.1 Mata Rantai Nilai Tambah Batubara V-9

    V.2 Pengaruh Harga Batubara pada IRR Pabrik Pencairan Batubara

    Teknologi

    BCL-Jepang dengan Menggunakan Batubara Pendopo ..

    V-16

    V.3 Target IRR yang Diinginkan SASOL V-20

    V.4 Pengaruh Biaya Investasi Pada IRR Teknologi CCT FT .. V-25

    V.5 Pengaruh Harga Jual Diesel Pada IRR Teknologi CCT FT V-25

    V.6 Pengaruh Harga Jual Naptha Pada IRR Teknologi CCT FT . V-26

    V.7 Pengaruh Harga Batubara Pada IRR Teknologi CCT FT .. V-26

    V.8 Alur Proses Teknologi SASOL V-28

    V.9 Distribusi Produk Pencairan Batubara SASOL V-29

    V.10 Proces CCT FT .. V-30

    V.11 Proses dan Beberapa Jenis Produk Dari Teknologi CCT FT .. V-31

    V.12 Peta Lokasi Batubara Pendopo . V-34

    V.13 Peta Lokasi Batubara Muara Wahau .. V-36

    VI.1 Perkembangan Harga Batubara pada Tahun 2009 dan 2011 ... VI-6

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    II.1 Perkembangan Proyek Pencairan Batubara Dunia Sampai Tahun 1945

    II-16

    II.2 Percobaan Teknologi Pencairan Batubara . II-17

    II.3 Pabrik Percontohan Pencairan Batubara Secara Langsung, 1960- 2008

    ..

    II-20

    IV.1 Pelaksana Kegiatan IV-2

    IV.2 Anggaran Kegiatan IV-4

    IV.3 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan .. IV-5

    V.1 Nilai Tambah Pencairan Batubara dengan Teknologi BCL Jepang . V-10

    V.2 Nilai Tambah Pencairan Batubara dengan Teknologi CCT FT V-10

    V.3 Nilai Tambah Pencairan Batubara dengan Teknologi SASOL . V-10

    V.4. Arus Kas (cash Flow) Pabrik Pencairan Batubara Teknologi BCL-Japan

    kapasitas 26905 barel/hari

    V-14

    V.5. Arus Kas (cash Flow) Pabrik Pencairan Batubara Teknologi ICL-SASOL

    kapasitas 80.000 barel/hari ..

    V-18

    V.6 Ringkasan Asumsi ......................................................................... V-21

    Tabel V.7 V.7 Perhitungan Arus Kas Untuk IRR ......................................................... V-24

    V.8 Total Sumber Daya Batubara di Daerah Pendopo (dalam Jutaan Ton)

    V-34

    V.9 Sumber Daya Batubara di Daerah Muara Wahau . V-37

    VI.1 Fasilitas Bidang Usaha Energi dan Sumber Daya Mineral Sesuai

    Lampiran I PP No. 62 Tahun 2008 .

    VI-11

  • ix

    DAFTAR FOTO

    FOTO Halaman

    II.1 Pabrik DCL Shenhua di Inner Mongolia, 2008 . II-18

    II.2 Pabrik Pencairan SASOL di Afrika Selatan . II-19

  • I-1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Indonesia pada tahun 2011 ini khususnya dalam aspek politik menjadi panas oleh

    rencana pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) khususnya premium. Tujuan

    pembatasan ini memang baik yaitu untuk mengurangi pengeluaran negara khususnya subsidi

    BBM, namun karena efek tidak langsungnya akan meningkatkan biaya transportasi, inflasi dan

    meningkatkan harga-harga barang khususnya sembako maka banyak kalangan yang

    menentangnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kasus seperti ini tidak hanya terjadi saat ini

    namun di masa mendatang juga dapat terjadi lagi. Itulah risiko menjadi negara pengimpor

    minyak bumi. Meskipun demikian, seharusnya rencana pembatasan BBM ini tidak akan muncul

    apabila Indonesia mampu memproduksi BBM sesuai dengan permintaan pasar.

    Seperti diketahui bahwa salah satu tantangan krusial dalam pembangunan nasional adalah

    masalah penyediaan energi cair (BBM). Kebutuhan akan bahan bakar minyak (BBM) semakin

    meningkat sejalan dengan laju pembangunan. Konsumsi minyak pada tahun 2010 adalah

    sebesar 497 juta barel, sedangkan realisasi produksi minyak bumi pada tersebut adalah 344,7

    juta barel atau sekitar 941.000 barel per hari, sehingga ada kekurangan sekitar 152 juta barel.

    Kondisi seperti ini akan terus berlangsung karena konsumsi minyak pada tahun 2025 diprediksi

    akan mencapai 1.793 juta barel (skenario bisnis as usual/BAU) atau 640 juta barel/hari (skenario

    Perpres No.5 Tahun 2006) atau sekitar 857 juta barel (skenario visi 25/25; Indonesia tetap defisit

    minyak walaupun digunakan energi baru terbarukan sebesar 25% dan dilakukan penghematan

    sampai 33%), seperti terlihat pada Gambar I.4. Di sisi lain produksi minyak bumi Indonesia

    cenderung turun terus.

    Produksi minyak bumi tidak lagi sebesar 1 juta barel per hari atau lebih seperti pada tahun-

    tahun sebelumnya. Saat ini (2011) produksi minyak bumi hanya sekitar 907.000 barel per hari,

    walaupun ditargetkan produksinya sekitar 970.000 barel perhari. Penurunan produksi ini terjadi

    secara alamiah di beberapa sumur minyak, sehingga diperlukan eksplorasi yg efektif dan

  • I-2

    investasi besar utk pencarian cadangan baru atau diperlukan teknologi enhanced oil recovery

    (EOR) untuk mendorong minyak dari sumur-sumur tua.

    Gambar I.1 Perkiraan Kebutuhan Energi dari Berbagai Skenario

    Pemenuhan kebutuhan BBM di dalam negeri dalam jangka panjang akan menghadapi

    banyak tantangan antara lain sebagai berikut:

    a) Pasokan minyak mentah: Produksi minyak mentah dalam negeri diperkirakan akan menurun

    30% pada tahun 2020, sementara produksi minyak mentah import yang saat ini diolah

    (sebagai tambahan dari ketersediaan minyak mentah domestik entitlement pemerintah)

    juga akan menurun. Minyak mentah pengganti yang akan tersedia di pasar kedepan akan

    lebih banyak dari jenis sour crude dari pada sweet crude. Sementara sebagian besar kilang

    Pertamina di desain untuk mengolah sweet crude.

    b) Rendahnya minat investasi pembangunan kilang: Pembangunan kilang membutuhkan biaya

    investasi yang sangat besar, memakan waktu lama, sementara marginnya sangat volatile

    tergantung pada spread harga dibandingkan dengan alternatif investasi di bidang lainnya.

  • I-3

    Dalam kondisi seperti ini, investor mensyaratkan diberikannya paket insentif baik fiskal

    maupun non fiskal serta terintegrasinya kilang dengan retail untuk meningkatkan

    keekonomian.

    c) Kualitas BBM: Seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi industri automotif yang

    menuntut perbaikan kualitas bahan bakar dan kesadaran masyarakat yang meningkat akan

    kualitas lingkungan hidup yang semakin baik, memberikan pengaruh pada peningkatan

    standar kualitas bahan bakar yang harus disediakan oleh kilang.

    Batubara cair (coal to liquid/CTL) dari hasil proses pencairan batubara dapat menjadi

    alternatif untuk penyediaan bahan bakar cair di dalam negeri karena cadangan batubara

    tersedia dalam jumlah banyak yang dapat dikonversi menjadi bahan bakar cair yang fungsinya

    sama dengan BBM yang berasal dari minyak bumi. Teknologi pencairan batubara saat ini sudah

    terbukti dan dapat diaplikasikan secara menguntungkan. Afrika Selatan dengan SASOL-nya

    adalah bukti nyata keberhasilan komersialisasi pencairan batubara.

    Meskipun demikian, usaha penerapan teknologi pencairan batubara di Indonesia hingga

    saat ini belum terlihat akan mewujud dalam waktu dekat. Banyak hambatan dan tantangan yang

    menghadang baik bagi pemerintah maupun bagi kalangan pengusaha sendiri. Oleh karena

    itulah kajian kebijakan teknis di bidang pencairan batubara ini diperlukan sebagai upaya

    komprehensif pemerintah untuk menyiapkan kebijakan yang tepat dalam upaya penerapan

    teknologi pencairan batubara di Indonesia dengan cara menampung aspirasi, pendapat,

    informasi dan masukan lainnya. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dan diharapkan dapat

    dibuat makalah kebijakan (policy paper) yang akan menjadi acuan baik bagi pemerintah maupun

    bagi kalangan usaha dalam hal penerapan teknologi pencairan batubara di Indonesia.

    1.2. Ruang Lingkup Kegiatan

    Ruang lingkup kegiatan penelitian meliputi:

    Studi literatur mengenai industri perbatubaraan di Indonesia, teknologi dan

    perkembangan pencairan batubara, dan kebijakan-kebijakan yang membantu penerapan

    teknologi pencairan batubara.

  • I-4

    Inventarisasi penelitian dan pengembangan pencairan batubara hingga saat ini, termasuk

    prospek batubara sebagai bahan baku dan upaya-upaya yang telah dilakukan dalam upaya

    implementasi.

    Pembuatan kuesioner dan distribusi kuesioner.

    Melakukan wawancara dan diskusi

    Melakukan Focus Group Discussion (FGD) I dan II

    Evaluasi kegiatan dan analisa data

    Membuat Laporan

    1.3. Tujuan

    Tujuan diadakannya penelitian ini adalah menghimpun data dan informasi yang akan

    dipergunakan untuk menentukan arah program pencairan batubara di Indonesia sehubungan

    dengan perkembangan terbaru dalam bidang IPTEK, bisnis dan lingkungan.

    1.4. Sasaran

    Ada 3 sasaran yang diharapkan tercapai dalam penelitian ini, yaitu :

    a. Mendapatkan data dan informasi mengenai kemajuan program pencairan batubara di

    Indonesia, termasuk di dalamnya tentang peluang, hambatan dan tantangan selama ini.

    b. Mendapatkan data dan informasi mengenai pendapat masyarakat batubara khususnya

    pelaku bisnis, aparat pemerintah dan ilmuwan/peneliti tentang program pencairan batubara

    khususnya di Indonesia.

    c. Menghasilkan rekomendasi mengenai perlu tidaknya program pencairan batubara di

    Indonesia.

    d. Menghasilkan policy paper tentang program pencairan batubara di Indonesia

    1.5. Lokasi Kegiatan

    Lokasi kegiatan penelitian dipusatkan pada beberapa perusahaan penambangan

    batubara besar di Indonesia yang diprediksi dapat menyediakan (supplai) bahan baku untuk

  • I-5

    pencairan batubara. Selain itu dilakukan juga pembagian kuesioner pada saat ada kegiatan

    dimana yang menghadiri kegiatan tersebut adalah target responden dari program penelitian

    pencairan batubara. Lokasi-lokasi kegiatan itu adalah :

    a. Melakukan diskusi dan wawancara dengan perusahaan PT DH Energy dan PT Pendopo

    Energi Batubara yang memiliki tambang batubara di Sumatera Selatan dengan cadangan

    sebesar 700 juta ton dan sumber daya 2 milyar ton. Lokasi pertemuan di kantor PT DH

    Energy dan PT Pendopo Energi Batubara, Jakarta.

    b. Melakukan diskusi dan wawancara dengan perusahaan PT Bhakti Energi Persada yang

    memiliki tambang batubara di Wahao, Kalimantan Timur dengan cadangan sebesar 5,9

    milyar ton dan sumber daya sekitar 10 milyar ton. Lokasi pertemuan di kantor PT Bhakti

    Energi Persada, Jakarta.

    c. Melakukan diskusi dan wawancara dengan perusahaan PT Ilthabi Bara Utama yang memiliki

    tambang batubara di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dengan cadangan 270 juta ton

    dan sumber daya sekitar 3,3 milyar ton. Lokasi pertemuan di kantor PT Ilthabi Bara Utama,

    Jakarta.

    d. Melakukan diskusi dan wawancara dengan perusahaan PT Tambang Batubara Bukit Asam

    (Persero) Tbk yang memiliki tambang batubara di Sumatera Selatan dengan sumber daya

    sekitar 7,5 milyar ton. Lokasi pertemuan di kantor PT Tambang Batubara Bukit Asam

    (Persero) Tbk, Jakarta.

    e. Melakukan diskusi dan wawancara dengan perusahaan PT Adaro Indonesia Tbk yang

    memiliki tambang batubara di Tanjung, Kalimantan Selatan dengan cadangan sebesar 824

    juta ton dan sumber daya sekitar 3,4 milyar ton. Lokasi pertemuan di kantor PT Adaro

    Indonesia, Jakarta.

    f. Melakukan diskusi dan wawancara dengan perusahaan Clean Coal Technology-SA LTd,

    Afrika Selatan dan Stern Stewart Capital Partners Pte Ltd, Afrika Selatan yang memiliki

    teknologi pencairan batubara berbasiskan modul fixed bed dan model bisnis batubara yang

    rencananya akan dikembangkan di Indonesia. Lokasi pertemuan di Hotel Gran Melia, Jakarta.

    g. Melakukan diskusi dan wawancara dengan pemerintah daerah Sumatera Selatan khususnya

    Dinas Pertambangan dan Energi pada tanggal 23-27 Mei 2011 untuk membicarakan

  • I-6

    pencairan batubara dan perusahaan batubara di Sumatera Selatan yang memiliki potensi

    untuk terlibat di dalamnya serta pembicaraan mengenai peningkatan nilai tambah batubara

    di Sumatera Selatan pada umumnya. Lokasi pertemuan di Kantor Dinas Pertambangan dan

    Energi Provinsi Sumatera Selatan, Palembang.

    h. Melakukan kegiatan Focus Group Discussion 1 pada tanggal 25 Juli 2011 dengan tema Quo

    Vadis Pencairan Batubara di Indonesia. Lokasi kegiatan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan

    dengan jumlah undangan 90 orang dari kalangan akademisi, pengusaha dan aparat

    pemerintah pusat dan daerah. Kegiatan dilangsungkan setengah hari yang diakhiri dengan

    makan siang bersama.

    i. Melakukan serangkaian pertemuan dengan Ditjen Migas sehubungan dengan program

    pencairan batubara terkait dengan teknologi CCT-SA Ltd dan teknologi Coal to Etanol yang

    dipresentasikan oleh PT Sanggaran Dwi Makmur dan Chelanese dari Amerika Serikat.

    Laporan pertemuan terlampir.

    j. Mengikuti acara FGD tentang program pencairan batubara yang dilaksanakan oleh BKPM di

    Palembang, Sumatra Selatan dan di Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 13-14 Juli

    2011.

    k. Melakukan diskusi dan wawancara dengan pemerintah daerah Kalimantan Selatan

    khususnya Dinas Pertambangan dan Energi pada tanggal 9-11 November 2011 untuk

    membicarakan pencairan batubara dan perusahaan batubara di Kalimantan Selatan yang

    memiliki potensi untuk terlibat didalamnya serta pembicaraan mengenai peningkatan nilai

    tambah batubara di Kalimantan Selatan pada umumnya. Lokasi pertemuan di Kantor Dinas

    Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan.

    l. Melakukan kegiatan Focus Group Discussion 2 pada tanggal 13 Desember 2011 dengan

    tema Peranan Pemerintah untuk Mendorong Pembangunan Pabrik Pencairan Batubara di

    Indonesia. Lokasi kegiatan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan dengan jumlah undangan 40

    orang dari kalangan akademisi, pengusaha dan aparat pemerintah pusat dan daerah.

    Kegiatan dilangsungkan setengah hari diakhiri dengan makan siang bersama.

    m. Melakukan diskusi dengan instansi-instansi terkait di lingkungan Kementrian Energi dan

    Sumber Daya Mineral (KESDM) di Jakarta seperti Ditjen Minerba, Ditjen EBTKE, Ditjen Migas

  • I-7

    dan Balitbang ESDM serta instansi lain di luar KESDM di Jakarta seperti BKPM, Kemenko

    Ekonomi, DEN dan lainnya. Diskusi ini dilakukan sepanjang tahun 2011 selama penelitian

    berlangsung.

  • II-1

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Kondisi Industri Batubara Indonesia

    Pada saat ini perkembangan industri batubara di Indonesia sudah sangat maju, ditandai

    dengan banyaknya perusahaan yang menanamkan modalnya, baik dari investor luar maupun

    dalam negeri untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi batubara, sehingga terjadi

    kenaikan produksi batubara yang sangat signifikan dalam kurun waktu 15 tahun terakhir ini.

    Perkembangan industri batubara Indonesia juga ditandai dengan tingginya ekspor batubara dari

    tahun ketahun, namun sayangnya tidak didukung dengan penggunaan batubara di dalam

    negeri yang cenderung sangat rendah.

    2.1.1 Sumber Daya dan Kualitas Batubara

    2.1.1.1 Sumber Daya Batubara

    Endapan batubara Indonesia tersebar luas di seluruh kepulauan, namun batubara yang

    bernilai ekonomis hanya terkonsentrasi pada cekungan-cekungan Tersier di Indonesia bagian

    barat yaitu di Pulau Kalimantan dan Sumatera. Endapan batubara dengan potensi kecil (

  • II-2

    Dengan potensi batubara yang sedemikian besar di atas (belum termasuk potensi

    batubara untuk tambang bawah tanah), tantangan kedepan adalah mengupayakan

    perimbangan strategis antara peran penting batubara sebagai energi primer yang ekonomis

    bagi kegiatan produksi di Indonesia dan mengubah cara pandang konvesional sekedar untuk

    penerimaan negara.

    Gambar II.1 Perkembangan Sumber Daya Batubara Indonesia (milyar ton)

    11.549,25

    9.580,63

    0,12

    CADANGAN BATUBARA (JUTA TON)

    2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    60,51 61,37 65,40

    93,40104,76 104,94 105,19

    7,00 6,76 9,4818,71 18,78 21,13 21,13

    Sumberdaya Cadangan

  • II-3

    Gambar II.2 Penyebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara

    Per Wilayah Koridor Ekonomi

    Sumberdaya batubara PKP2B dan IUP BUMN tahap produksi (juta ton)

    Cadangan batubara PKP2B tahap produksi (juta ton)

    21.8239.00

    79142045

    90.2498.54

    23872898

    60933603

    16519

    8699

    RIAU

    -Riau Bara Harum

    -Adaro-Arutmin-Antang-BCS-Baramarta-Baramulti-Jorong

    -Kadya CM-SKB-Tanjung AJ-Bangun B-KEL-Liangang C-Borneo IB

    KALSEL

    -Berau

    -Dharma PM

    -G. Bayan

    -Indominco

    -Insani BP

    -Interex SC

    -KPC

    -Kartika SM

    -Kideco JA

    -Lanna Harita

    -MSJ

    -Mandiri IP

    -MHU

    -Tanito

    -Trubaindo

    KALTIMKALTENG-Marunda Graha M-Multi Tambang Jaya Utama

    Jumlah Sumberdaya = 16,51 milyar ton, Cadangan = 8,69 milyar ton

    Sumber Data Laporan RKAB PKP2B Tahun 2010

    SUMBAR

    -Batu Alam Selaras

    -Intitirta Prima Sakti

    -Pendopo Energi Batubara

    -Baturona Adimulya

    -Bukit Asam (IUP BUMN)

    IUP

    IUP

    IUP

    IUP

    KP

    IUP

    IUP

    IUP

    IUP:Sumber daya 82,8 milyar tonCadangan 1,8 milyar ton

    Gambar II.3 Penyebaran Sumber Daya dan Cadangan Batubara Per Wilayah

    Gambar II.4 memperlihatkan peta lokasi fasilitas dan kapasitas terminal angkutan

    batubara di beberapa wilayah Indonesia, terutama di bagian timur dan selatan Pulau Kalimantan

    serta bagian selatan dan barat pulau Sumatera. Seperti diketahui bahwa konsumen domestik

    batubara terutama terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera.

    2.1.1.2 Kualitas Batubara

    Kualitas batubara Indonesia sangat bervariasi. Hal ini sangat erat hubungannya dengan

    kondisi atau lingkungan pengendapan tempat dimana batubara tersebut terbentuk. Mengingat

    sebagian besar batubara Indonesia terbentuk pada cekungan-cekungan sedimentasi Tersier

    berumur Neogen, maka batubara tersebut memiliki peringkat lignit dan subbituminus dengan

    nilai kalori rendah dan sedang. Hanya di beberapa tempat, seperti di daerah Bukit Asam -

  • II-4

    Sumatera Selatan, Bengkulu Sumatera dan Kubah Pinang (Sangata), Kalimantan Timur,

    dimana batubara peringkat rendah di daerah-daerah tersebut terpengaruh oleh panas dari

    intrusi magma sehingga menyebabkan kualitas (nilai kalor) batubara meningkat, ada yang

    mencapai peringkat antrasit.

    Kapasitas maksimum terminal (DWT)

    Grissik Palembang

    Semarang

    Pacific Ocean

    AUSTRALIA

    Indian

    Ocean

    Bangkok

    Phnom

    Penh

    Ban

    Mabtapud

    Ho Chi

    Minh City

    CAMBODIA

    VIETNAM

    THAILAND LAOS

    Khanon

    Songkhla

    Erawan

    Bangkot

    LawitJerneh

    WEST

    MALAYSIA

    Penang

    Kerteh

    Kuala

    Lumpur

    Manila

    Philipines

    South

    China

    Sea

    NatunaAlpha

    Kota

    KinibaluBRUNEI

    Bandara Seri

    Begawan

    Bintul

    uEASTMALAYSIA

    Kuchin

    g

    Banda Aceh

    Lhokseumawe

    Medan

    Duri

    Padang

    Jambi

    BintanSINGAPORE

    Samarinda

    Balikpapan

    Bontang

    KALIMANTAN

    Banjarmasin

    Manado

    SULAWESI

    Ujung

    Pandang

    BURU SERAM

    Ternate HALMAHERA

    Sorong

    IRIAN JAYA

    JakartaJ A V A

    Surabaya

    Bangkalan

    BALI SUMBAWA

    Pagerungan

    LOMBOK

    FLORES

    SUMBATIMOR

    I N D O N E S I A

    Duyong

    West

    Natuna

    Port

    Dickson

    Port Klang

    Mogpu

    Dumai

    Batam

    Guntong

    MADURA

    TOTALCAPACITY

    24,000 MW

    Jayapura

    Merauke

    Apar Bay 6.000Tanjung Pemancingan 8.000North Pulau Laut 150.000 Tanjung Peutang 8.000IBT 200.000Sembilang 7.500Air Tawar* 7.500Muara Satui 7.500S a t u i* 5.000Kelanis* 10.000Jorong 7.000Taboneo 15.000

    Tarakan 7.500

    Muara Pantai 150.000

    Tanjung Redep 5.000 Tanjung Bara 210.000 Tanjung Meranggas 90.000

    Muara Berau 8.000

    B el o r o 8.000Loa Tebu 8.000

    Balikpapan 65.000 Tanah Merah 60.000

    Tarahan 40.000

    Pulau Baai 40.000

    Kertapati 7.000

    Teluk Bayur 35.000

    Gambar II.4 Fasilitas Terminal Batubara di Indonesia

    Klasifikasi batubara Indonesia mengacu pada Keppres No. 13 Tahun 2000 yang

    diperbaharui dengan PP No. 45 Tahun 2003 tentang Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan

    Pajak yang berlaku pada Departemen Pertambangan dan Energi bidang Pertambangan Umum.

    Berdasarkan klasifikasi itu maka batubara Indonesia dibagi menjadi empat macam yaitu :

    Batubara Kalori Rendah, adalah jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat

    lunak-keras, mudah diremas, mengandung kadar air tinggi (10-70%), memperlihatkan

    struktur kayu, nilai kalorinya < 5100 kal/gr (adb).

    Batubara Kalori Sedang, adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih

    keras, mudah diremas tidak bisa diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur

    kayu masih tampak, nilai kalorinya 5100 6100 kal/gr (adb).

  • II-5

    Batubara Kalori Tinggi, adalah jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi, bersifat lebih

    keras, tidak mudah diremas, kadar air relatif lebih rendah, umumnya struktur kayu tidak

    tampak, nilai kalorinya 6100 - 7100 kal/gr (adb).

    Batubara Kalori Sangat Tinggi, adalah jenis batubara dengan peringkat paling tinggi,

    umumnya dipengaruhi intrusi ataupun struktur lainnya, kadar air sangat rendah, nilai

    kalorinya >7100 kal/gr (adb). Kualitas ini dibuat untuk membantasi batubara kalori tinggi.

    Sebagian besar batubara Indonesia termasuk kalori rendah dan sedang hingga mencapai

    88% dari total cadangan batubara Indonesia. Jumlah cadangan batubara Indonesia berdasarkan

    klasifikasi dapat dilihat pada Gambar II.5.

    Gambar II.5 Cadangan Batubara Tiap Pulau di Indonesia Berdasarkan Nilai Kalori

    Sumber : Data Neraca Batubara Indonesia Tahun 2010, Badan Geologi, Kementerian ESDM

    Secara rinci, batubara Indonesia terdiri atas batubara kalori rendah (

  • II-6

    tinggi (>7.100 kkal/kg). Distribusi kualitas batubara tersebut dihitung dengan basis air dried

    basis (adb). Jumlah batubara kalori rendah diperkirakan akan mencapai 60% dari total sumber

    daya batubara Indonesia bila perhitungan dilakukan dengan basis as received (ar).

    Secara umum kandungan mineral atau abu yang terdiri atas mineral lempung, kuarsa,

    pirit dan kalsit umumnya bervariasi dari 1 sampai 16%. Kandungan sulfur pada sebagian besar

    batubara umumnya adalah rendah (

  • II-7

    Terbuka bagi perusahaan PMDN dan PMA dengan luas awal daerah yang diminta dapat

    mencapai 100.000 hektar;

    Kegiatan pertambangan tidak dilakukan berdasarkan izin, tetapi berdasarkan kontrak

    yang meliputi seluruh tahapan operasi penambangan;

    Kontraktor bertanggung jawab penuh terhadap manajemen operasi dan membayar bagi

    hasil bagian pemerintah sebesar 13,5% dari batubara yang terjual;

    Kontraktor memiliki kewajiban untuk membayar pajak dengan besar sesuai peraturan

    yang berlaku pada waktu kontrak ditandatangani.

    Kontraktor dapat memulai program eksploitasi lebih awal dan melakukan tambang

    percobaan untuk mendapat contoh uji coba penggunaannya.

    Kontrak PKP2B Generasi I adalah kontrak penambangan batubara yang ditandatangani

    selama kurun waktu tahun 1981 1993. Pada saat itu penandatanganan kontrak masih dalam

    bentuk Kontrak Kerja Sama batubara (KKS Batubara) antara investor penambangan batubara

    dengan PTBA mewakili pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan. KKS batubara pada

    awalnya berjumlah 11 kontraktor, tetapi pada saat ini yang masih beroperasi hanya 10

    kontraktor. Satu kontraktor tidak melanjutkan operasi, yaitu PT. Chung Hua.

    Kontrak PKP2B Generasi II adalah kontrak yang ditandatangani selama periode tahun

    1993 1996. Mulai tahun 1993, bentuk kontrak diubah menjadi PKP2B. Pada saat kontrak PKP2B

    Generasi II ditandatangani, Kuasa Pertambangan masih dipegang oleh PTBA. Kontraktor PKP2B

    Generasi II ada 16 perusahaan, yang merupakan perusahaan penanaman modal dalam negeri

    (PMDN). Beberapa kontraktor Generasi II diantaranya telah mulai berproduksi hingga saat ini.

    Kontrak PKP2B Generasi III adalah kontrak yang ditandatangani selama kurun waktu

    tahun 1996 2000. Dalam kontrak PKP2B Generasi III, Kuasa Pertambangan langsung dipegang

    oleh pemerintah dengan pelaksananya adalah Direktorat Jenderal Pertambangan Umum (DJPU).

    Kontrak PKP2B Generasi III telah menarik banyak investor besar untuk mengusahakan sektor

    batubara, baik PMDN maupun PMA (Penanaman Modal Asing), dan saat ini tercatat sebanyak

    79 kontraktor PKP2B Generasi III yang beroperasi.

  • II-8

    Kontrak PKP2B generasi terakhir adalah Generasi III+ (susulan), yaitu kontrak

    penambangan yang ditandatangani mulai tahun 2001 hingga sekarang. Pada saat ini ada dua

    kontraktor PKP2B Generasi III+, yaitu PT. Kurnia Sarana Lestari dan PT. Mahakam Sumber Jaya,

    keduanya berlokasi di wilayah Kalimantan Timur, dan masih dalam tahap penyelidikan umum

    dan studi kelayakan.

    Pengusahaan pertambangan batubara dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP)

    dikelompokkan menjadi dua, yaitu KP swasta dan KP koperasi. Kedua jenis KP ini dikeluarkan

    oleh pemerintah cq DJPU (waktu itu) atau Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi

    (setelah itu) dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara sekarang). Pada awal tahun 2009

    disyahkan UU No. 4 Tahun 2009 sebagai pengganti UU No. 11 Tahun l967 tentang Ketentuan-

    Ketentuan Pokok Pertambangan. UU No. 4 Tahun 2009, yang diantaranya memuat hal-hal

    sebagai berikut :

    a. Mengakhiri skema kontrak namun menghormati keberadaan kontrak yang ada;

    b. Memberikan kepastian hukum kepada semua pelaku pertambangan;

    c. Menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi;

    d. UU Minerba mengamanatkan optimalisasi penerimaan Negara;

    e. Ditetapkan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) dan

    Wilayah Pencadangan Negara (WPN);

    f. Skema Perizinan berdasarkan UU Minerba: lzin Usaha Pertambangan (lUP):

    IUP eksplorasi dan IUP Operasi Produksi;

    lzin Pertambangan Rakyat;

    IUP Khusus (IUPK) pada area eks Wilayah Cadangan Negara;

    IUP dan IUPK terbuka baik untuk investor melalui lelang;

    g. Penetapan IUP melalui sistem lelang, IUPK bisa diberikan oleh izin menteri di ex WPN

    (WUPK);

    h. Klarifikasi wewenang dan ruang lingkup Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota;

    i. Kewajiban Pemrosesan dan pemurnian logam harus dilakukan di Indonesia;

    j. Pengembangan masyarakat difokuskan pada kesejahteraan rakyat;

  • II-9

    k. Demi kepentingan nasional. Pemerintah menetapkan domestic market obligation (DMO)

    untuk mineral dan batubara;

    l. Perusahaan tambang dengan skema IUPK memiliki kewajiban untuk membagikan

    keuntungan bersih setelah produksi sebersar 4% kepada Pemerintah dan 6% kepada Pemda;

    m. Adanya mekanisme sanksi untuk pelanggaran;

    n. Adanya ketentuan peralihan bagi perjanjian/kontrak yang sudah ada.

    2.1.2.2 Produksi Batubara

    Tambang batubara terutama berlokasi di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan

    Sumatera Selatan,. Produksi batubara meningkat sebesar 16% per tahun selama 5 tahun

    terakhir. Selama periode 2005-2010 produksi batubara Indonesia menunjukkan kenaikan yang

    sangat signifikan. Pada tahun 2005 produksi batubara berjumlah 154 juta ton, dan pada tahun

    2010 mencapai 275 juta ton, seperti diperlihatkan pada Gambar II.6. Perlu diinformasikan bahwa

    data produksi tidak mencantumkan klasifikasi jenis batubara yang diproduksi, sehingga tidak

    diketahui berapa jumlah dan presentase batubara peringkat rendah dari total produksi batubara

    tersebut.

  • II-10

    Pertumbuhan Rata-rata Per Tahun :

    Produksi = 12%

    Domestik = 13%

    Ekspor = 13%

    Catatan:

    Domestik berdasarkan serapan dalam negeri sisanya ke ekspor (tahun 2007-2009)

    Ekspor berdasarkan kompilasi data DJMB dan Pusdatin Kementerian Perdagangan

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    22 27 29 31 3641 48

    54 4956 5757 65

    7385

    94

    111

    145

    163

    191198

    192

    76

    92103

    114131

    154

    193

    217

    240

    256248

    To

    na

    se (

    Ju

    ta t

    on

    )

    Tahun

    Domestik Ekspor Produksi

    0

    50

    100

    150

    200

    250

    300

    2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010Produksi 77 93 103 114 132 153 194 217 240 256 275

    Ekspor 58 65 74 86 94 111 144 163 191 198 208

    Domestik 19 27 29 29 39 42 50 54 49 58 67

    Juta

    To

    n

    Gambar II.6 Produksi dan Penjualan Batubara Indonesia

    Realisasi produksi batubara pada tahun 2010 sebesar 275 juta ton dihasilkan oleh PKP2B

    217 juta ton dan KP/IUP 57 juta ton. Untuk rencana produksi batubara pada tahun 2011

    diperkirakan sekitar 327 juta ton dan tahun 2012 adalah sebesar 332 juta ton (Kepmen ESDM

    No. 1991 Tahun 2011). Mengacu kepada jumlah cadangan dan rata-rata tingkat produksi

    sebesar 275 juta ton per tahun untuk tambang terbuka, maka cadangan batubara Indonesia

    akan habis dalam waktu 77 tahun terkecuali kalau ditemukan cadangan batubara baru. Padahal

    pertumbuhan rata-rata produksi batubara adalah sekitar 12% pertahunnya.

    2.1.2.3 Penjualan Batubara

  • II-11

    2.1.2.3.1 Penjualan Batubara Dalam Negeri

    Dari segi penggunaannya dalam dunia industri dan perdagangan, sebagian besar

    batubara Indonesia termasuk kedalam jenis batubara uap (steam coal/termal coal). Batubara

    Indonesia tergolong bersih dengan kandungan abu (

  • II-12

    sebesar 14,18 juta ton dari end user domestik lainnya. Sementara untuk tahun 2012 sesuai

    Kepmen ESDM No. 1991 K/30/MEM/2011 sebesar 82,07 juta ton dimana PLTU membutuhkan

    69,52 juta ton dan sisanya diserap oleh end user domestik lainnya.

    Dari total produksi batubara nasional, pasar domestik saat ini hanya mampu menyerap

    24% karena keterbatasan pemanfaatannya, karena itu untuk meningkatkan serapan domestik

    maka pemanfaatan batubara perlu ditingkatkan dengan memperbanyak kegiatan ekonomi

    berbasis batubara.

    Pemakai batubara domestik terbagi menjadi 2 (dua), pertama pemakai batubara yang

    digunakan sebagai bahan baku seperti, pembuatan briket batubara, pengolahan logam,

    pencairan batubara (coal liquefaction), penggasan batubara (coal gasifaction) dan peningkatan

    mutu batubara (coal upgrading). Kedua, pemakai batubara yang digunakan sebagai bahan bakar

    seperti, sektor pembangkit listrik, sektor industri, sektor usaha kecil, dan rumah tangga.

    Penggunaan batubara sebagai bahan bakar PLTU meningkat dari waktu ke waktu, pada

    tahun 2005 proporsinya sebesar 63% dan meningkat menjadi 83% pada tahun 2010.

    Pemenuhan batubara untuk PLTU 10.000 MW Tahap I sudah terpenuhi secara kotraktual dari 4

    PKP2B dan PTBA hingga jangka waktu 5 tahun kedepan.

    2.1.2.3.2 Ekspor

    Saat ini, sekitar 75% dari total produksi batubara diekspor, terutama ke Jepang, Taiwan,

    Korea Selatan dan Eropa. Indonesia akan tetap mempertahankan presentasi ekspor batubara di

    masa mendatang. Sebagian besar dari kualitas batubara yang di ekspor adalah batubara sub-

    bituminous dan bituminous, walaupun akhir-akhir ini batubara lignit sudah mulai ada

    peminatnya, terutama dari India yang menggunakan batubara tersebut sebagai campuran

    (blending) batubara peringkat tinggi dengan kandungan abu tinggi. Pembeli batubara Indonesia

    dari mancanegara tahun 2010 didominasi oleh China dan India, di samping Jepang, Malaysia,

    Korea, negara-negara Eropa, dan Afrika.

    Penjualan batubara saat ini bervariasi, yaitu FOB barge, FOB vessel, CIF, dan CNF. Sesuai

    dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan

  • II-13

    Harga Patokan Mineral dan Batubara, seluruh Badan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

    dalam menjual mineral dan batubara harus mengacu pada Harga Patokan Mineral dan Batubara

    yang dikeluarkan oleh pemerintah.

    2.2. Perkembangan Teknologi Pencairan Batubara

    2.2.1 Pengertian Pencairan Batubara

    Proses pencairan batubara adalah proses mengkonversi batubara menjadi minyak seperti

    bensin atau solar. Proses ini sering diistilahkan sebagai coal liquefaction atau coal to liquids

    (CTL). Ada dua cara menghasilkan minyak dari batubara yaitu melalui pencairan batubara secara

    langsung (direct coal liquefaction/DCL) dan pencairan batubara secara tidak langsung (in-direct

    coal liquefaction/ICL) seperti diperlihatkan pada Gambar II.7, yang masing-masing mempunyai

    kelebihan dan kekurangan.

  • II-14

    Gambar II.7 Proses Pencairan Batubara

    Pencairan batubara dengan teknologi DCL dilakukan dengan cara mereaksikan batubara

    dengan hydrogen pada suhu antara 370-4800C dan tekanan hidrogen antara 100 dan 270 atm

    dengan bantuan katalis dan pelarut/solvent. Suhu yang tinggi diperlukan agar terjadi

    perengkahan termal (thermal cracking) pada batubara menghasilkan radikal bebas sedangkan

    pelarut (solvent) diperlukan sebagai media reaksi dan transfer hydrogen untuk menstabilkan

    radikal bebas sehingga dihasilkan produk cair yang stabil. Teknologi DCL menghasilkan fraksi

    nafta yang sangat cocok sebagai bahan baku pembuatan bensin tetapi menghasilkan fraksi solar

    yang kurang baik sehingga perlu di upgrade lagi untuk meningkatkan angka setana-nya.

    Pencairan batubara dengan teknologi ICL diawali oleh proses gasifikasi batubara atau

    reforming gas alam untuk menghasilkan sintesis gas (syngas) yaitu suatu gas dengan komposisi

    sebagian besar adalah hydrogen (H2) dan karbon monooksida (CO). Proses selanjutnya adalah

    sintesa Fischer-Tropsch (FT). Pada proses ini hydrogen direaksikan dengan karbon mono-oksida

    dengan bantuan katalis menghasilkan minyak (hidrokarbon) alcohol, aldehydes dan fatty acids.

    Senyawa yang mengandung oxygen (oxygenated compounds) kurang dikehendaki sebagai

    produk reaksi.

    Dalam proses pencairan batubara akan diperoleh bahan bakar minyak, antara lain

    berupa bensin, solar dan naphta dengan beberapa produk samping, antara lain LPG dan bahan

  • II-15

    baku untuk industri petrokimia. Proses ini sering diistilahkan sebagai coal liquefaction atau coal

    to liquids (CTL).

    Produk cair dari proses pencairan batubara biasanya disebut minyak mentah batubara.

    Untuk mendapatkan minyak yang mempunyai kesamaan karakteristiknya dengan minyak bumi,

    diperlukan suatu proses pemurnian (refining) yang disebut upgrading melalui proses

    hidrogenasi dan hidrocracking. Produk dari proses upgrading diantaranya minyak berat dan

    distilat menengah. Fraksi minyak berat setelah melalui proses hidrogenasi lebih lanjut dengan

    bantuan katalis akan diperoleh naphta dan minyak tanah (kerosene), sedangkan distilat

    menengah di upgrade lagi menjadi gasoline dan minyak diesel. Fraksi-fraksi minyak sintetis

    tersebut dievalusi dan dianalisa dengan parameter-parameter standar yang berhubungan

    dengan bahan bakar. Hasil evaluasi kemudian ditingkatkan mutunya sehingga dapat digunakan

    sebagai bahan bakar siap pakai.

    Mekanisme pencairan batubara peringkat rendah sangat menarik, karena umumnya

    batubara memiliki berat molekul kelompok yang lebih kecil yang dapat memberikan konversi

    lebih baik disebabkan memiliki jaringan ikatan lebih reaktif, yaitu hubungan ether yang mudah

    putus, dan ada grup fungsional hidroksil dan karbonil yang berkonstribusi dalam pemecahan

    hubungan C-C. Perengkahan termal yang cepat dari batubara akan diikuti oleh reaksi retrogresif

    produk primer kecuali jika tersedia hidrogen reaktif yang dapat ditransfer dalam jumlah cukup.

    Maka pengendalian yang efektif dari pencairan batubara muda tersebut membutuhkan

    keseimbangan antara proses pemutusan ikatan dan stabilisasi hidrogenatif dari pecahan yang

    terbentuk.

    2.2.2 Sejarah Teknologi Pencairan Batubara

    Teknologi pencairan batubara ditemukan pada awal abad ke-20 di Jerman yaitu DCL

    oleh Friedrich Bergius pada tahun 1913 yang kemudian mendapatkan hadiah Nobel di bidang

    kimia pada tahun 1931. Bergius melakukan teknik penambahan hidrogen ke dalam batubara

    pada tekanan 200 atmosfir dan suhu 450OC (Shah and Gray, 1981). Pada kondisi tersebut terjadi

    dekomposisi batubara membentuk radikal bebas dan hidrogen menstabilkan radikal bebas

  • II-16

    tersebut membentuk suatu cairan yang mirip dengan minyak bumi yang dapat diolah kembali

    menjadi minyak diesel dan gasolin (bensin). Pada reaksi pencairan batubara tersebut, oksigen

    dalam batubara juga terhidrogenasi menjadi air dan sejumlah belerang menjadi hidrogen

    sulfida. Teknologi lainnya adalah ICL oleh Franz Fischer dan Hans Tropsch di tahun 1923 yang

    kemudian terkenal dengan nama F-T synthesis atau FTS (Dadyburjor dan Liu, 2004).

    Setelah itu perkembangan teknologi pencairan batubara melalui beberapa tahap yang

    ditentukan oleh ketersediaan minyak bumi. Tahap pertama adalah sebelum dan saat Perang

    Dunia ke II di Jerman, Inggris, Perancis dan Jepang yang dipicu oleh kebutuhan bahan bakar

    transportasi. Proses DCL saat itu dioperasikan pada suhu 4700 C dan 70 MPa dengan katalis besi

    dengan produksi 4,23 Mt/tahun (Jerman) sementara FTS beroperasi pada 100-4000 C dan 0,1-0,2

    MPa dengan katalis kobalt serta pada tekanan 5-100 MPa dengan tambahan katalis ruthenium.

    Pada tahun 1933 Pott-Broche dari Jerman mengembangkan proses Bergius, yaitu proses

    pencairan batubara dengan menggunakan metode ekstraksi pelarut pada tekanan 2.000 psig

    (136 atm) (Wikipedia,2011). Proses ini merupakan awal dari proses SRC (Solvent Refine Coal).

    Tahun 1944 Saarbegwerke AG, suatu perusahaan di Jeman yang bergerak dalam penambangan

    batubara, telah melakukan penelitian mengenai hidrogenasi batubara dan

    mengembangankannya. Penelitian permulaan dilakukan dalam skala laboratorium. Metoda ini

    menggunakan keaktifan katalis pada tekanan yang rendah. Pada tahun 1981 Saarbegwerke

    mengoperasikan suatu pilot plant kapasitas 6 ton/hari dengan menggunakan tekanan operasi

    lebih rendah yaitu 300 atm dan katalis besi. Pada periode ini banyak pabrik percontohan dan

    komersil diberbagai lokasi telah dibangun pada seperti terlihat pada Tabel II.1. Namun dengan

    pertimbangan keekonomian dan pencemaran lingkungan maka semua pabrik pencairan

    tersebut sudah tidak dioperasikan lagi.

    Tabel II.1 Perkembangan Proyek Pencairan Batubara Dunia Sampai Tahun 1945

    Tahun mulai

    operasi

    Lokasi Bahan Baku Kapasitas (ton

    minyak/tahun)

    1927

    1936

    Leuna

    Boehlen

    Brown coal & tar

    Brown coal tar

    650.000

    250.000

  • II-17

    1936

    1936

    1937

    1939

    1940

    1940

    1940

    1941

    1942

    1943

    Magdeburg

    Scholven

    Welheim

    Gelsenberg

    Luetzkendorf

    Zeitz

    Poelitz

    Wesseiling

    Bruex

    Blechhammer

    Brown coal tar

    Bituminous coal

    Coal Tar Pitch

    Bituminous coal

    Tar

    Brown coal tar

    Bituminous coal

    Brown coal

    Brown coal tar

    Bituminous coal & oils

    220.000

    280.000

    130.000

    400.000

    50.000

    280.000

    700.000

    250.000

    600.000

    420.000

    Catatan: Total jumlah pabrik 12 dengan kapaistas 4.23 juta ton/tahun atau sekitar

    100.000 barel/hari

    Ketersediaan minyak bumi murah pada tahun 1950-an setelah ditemukannya tambang di

    Timur Tengah membuat lesu perkembangan teknologi pencairan batubara kecuali di Afrika

    Selatan yang saat itu tidak dapat mendapat minyak bumi. Teknologi Sasol yang dikembangkan

    di Afrika Selatan hingga saat ini telah sukses diaplikasikan. Awalnya Sasol 1 difokuskan untuk

    menghasilkan bahan bakar minyak , namun kemudian di pertengahan 1970-an produksi Sasol II

    dan Sasol III lebih dipusatkan pada bahan kimia.

    National Coal Board (Inggris) pada pertengahan tahun 1970-an mengembangkan suatu

    proses baru yang dikenal sebagai proses pencairan batubara generasi ketiga (Third Generation

    Liquefaction Processes) yaitu dengan melakukan ekstraksi batubara menggunakan pelarut

    donor hidrogen dalam fase gas bertekanan tinggi. Pada proses ini, sebagai pelarut donor

    hydrogen digunakan toluen pada suhu reaksi 350OC. Di Amerika Serikat, Hydrocarbon Research

    Inc., mengembangkan proses hidrogenasi langsung dengan katalis yang dilakukan pada suhu

    450-500OC dan tekanan sekitar 200 bar.

    Mahalnya harga minyak bumi pada tahun 1970-an mengakibatkan meningkatnya

    kembali minat negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Inggris dan Uni Soviet

  • II-18

    untuk mengembangkan teknologi DCL. Teknologi-teknologi yang dikembangkan dalam tahap

    penelitian dan pengembangan dapat dilihat pada Tabel II.2.

    Tabel II.2 Percobaan Teknologi Pencairan Batubara

    Negara Proses/ Teknologi Kapasitas (ton/hari) Periode

    Amerika Serikat SCR1

    SCRI/II

    EDS

    H-Coal

    CTSL

    HTI

    6

    50/25

    250

    600

    2

    3

    1974

    1974-1981

    1979-1983

    1979-1982

    1985-1992

    1990-an

    Jerman IGOR

    PYROSOL

    200

    6

    1981-1987

    1977-1988

    Jepang BCL

    NEDOL

    50

    150

    1986-1990

    1996-1998

    Inggris LSE 2.5 1983-1995

    Uni Soviet CT-5 7 1986-1990

    China Shenhua

    Shenhua

    6

    3000

    2002

    2004 -

    Jepang telah berhasil melakukan ujicoba pilot plant pencairan kapasitas 50 ton

    batubara/hari di Victoria, Australia. Amerika Serikat telah membangun pilot plant kapasitas 600

    ton batubara/hari di Catlettsburg, Kentucky, USA. China bekerjasama dengan Amerika sedang

    membangun demo plant kapasitas 3.000 ton batubara/hari (Foto 1). Saat ini negara-negara yang

    masih aktif mengembangkan teknologi pencairan batubara adalah Afrika Selatan, Amerika,

    Jepang, China, India dan Indonesia.

  • II-19

    Foto II.1 Pabrik DCL Shenhua di Inner Mongolia, 2008 ( Sumber : Sun, 2008)

    Saat ini terdapat beberapa teknologi gasifikasi batubara skala komersial seperti

    teknologi Shell, Texaco, Prenflo, Sasol-Lurgi dan lain-lain. Dalam hal teknologi sintesa Fischer-

    Tropsch, Shell telah membangun pabrik GTL di Bintulu Malaysia untuk menghasilkan minyak

    solar dan wax. Rentech perusahaan yang berkantor di Amerika juga sedang mengembangkan

    teknologi GTL yang terintegrasi dengan pabrik pupuk untuk menghasilkan pupuk dengan

    produk samping berupa senyawa hidrokarbon. Walaupun teknologi gasifikasi batubara dan

    teknologi sintesa Fischer-Tropsch telah sukses dikembangkan tetapi sampai saat ini hanya

    SASOL (Suid Afrikaanse Stenkool en Olie) di Afrika Selatan sebagai satu-satunya perusahaan

    yang dapat mengintegrasikan teknologi gasifikasi batubara dan teknologi GTL menjadi fasilitas

    coal to liquid (CTL) dalam skala komersial (Foto 2).

  • II-20

    Foto II.2 Pabrik Pencairan SASOL di Afrika Selatan

    2.2.3 Status Teknologi Pencairan Batubara

    Teknologi pencairan batubara secara langsung telah dikembangkan di Jepang dengan

    proses atau teknologi brown coal liquefaction (BCL) dan NEDOL, China dengan proses HTI-

    Shenhua dan Amerika Serikat dengan berbagai proses, namun sampai saat ini belum ada

    satupun dari teknologi pencairan batubara secara langsung tersebut yang mencapai tahapan

    komersil seperti terlihat pada Tabel II.3. Rangkaian proses teknologi BCL yang telah

    dikembangkan oleh Jepang dapat dilihat pada Gambar II.8.

  • II-21

    Tabel II.3 Pabrik Percontohan Pencairan Batubara Secara Langsung, 1960- 2008

    Tahun Nama Proses/Negara Kapasitas (Ton

    batubara/hari)

    1962-1980

    1963-1972

    1960-1980

    1965-1980

    1980-1984

    1990-1993

    1995-1998

    2008-

    Solvent Refined Coal (SRC)/USA

    Consol Synthetic Fuels (CSF)/USA

    EXXON Donor Solvent (EDS)/USA

    H-Coal/USA

    Integrated Two-Stage Liquefaction (ITSL)/USA

    Brown Coal Liquefaction/Japan

    NEDOL/Japan

    HTI-Shenhua/China

    50

    20

    250

    250

    6

    50

    150

    7000

    Gambar II.8 Proses Pencairan Batubara Teknologi BCL

  • II-22

    Indonesia telah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Jepang sejak tahun 1994, yakni

    melakukan pra-studi kelayakan pencairan batubara di 3 (tiga) wilayah, yaitu Banko (Sumatera

    Selatan), Mulia (Kalimantan Selatan) dan Berau (Kalimantan Timur) yang hasilnya cukup bagus.

    Namun mengingat teknologi BCL yang akan diterapkan dalam program pencairan batubara di

    Indonesia belum terbukti secara komersial, maka perlu dilakukan pembangunan pabrik

    pencairan batubara skala demo terlebih dahulu dengan kapasitas 13.500 barel perhari dengan

    biaya yang diperlukan sekitar US$ 1,5 miliar, sehingga Pemerintah Indonesia menunda rencana

    untuk mengimplementasikan teknologi BCL ini di Indonesia.

    Secara ringkas hasil penelitian pencairan batubara peringkat rendah di Indonesia

    menghasilkan bahwa batubara tersebut mempunyai sifat yang sangat baik untuk dicairkan

    menjadi BBM sintetis dengan hasil perolehan yang cukup tinggi yaitu untuk 1 ton batubara (daf)

    dapat menghasilkan 4,45 barel BBM sintetis (crude synthetic oil).

    Pada proses pencairan batubara secara tidak langsung, batubara dijadikan gas terlebih

    dahulu (coal to gas) kemudian gas tersebut disintesa menjadi minyak (Gas to liquid/GTL). Proses

    sintesa gas menjadi minyak umumnya menggunakan proses Fischer-Tropsch. Keuntungan

    proses ini adalah setiap peringkat batubara dapat diubah menjadi produk cair, komposisi

    produk dapat dikontrol dan produk akhirnya mengandung sulfur yang sangat rendah.

    Kerugiannya adalah harus melalui proses gasifikasi dan gas yang dihasilkan harus mempunyai

    kemurnian yang tinggi untuk dijadikan produk cair, peralatan yang digunakan lebih komplek

    sehingga memerlukan biaya yang lebih tinggi serta effisiensi panasnya lebih rendah

    dibandingkan dengan proses hidrogenasi batubara.

    Proses Fischer-Tropsch merupakan salah satu proses pencairan batubara secara tidak

    langsung yang dilakukan pertama kali pada tahun 1925 di Jerman tetapi kemudian dihentikan.

    Proses ini menghasilkan hidrokarbon cair dari reaksi gas karbon monoksida dengan hydrogen

    melalui bantuan katalis. Namun pada tahun 1980, perusahaan SASOL dari Afrika Selatan

    menggunakan teknologi ini lagi setelah melakukan beberapa kali modifikasi, seperti terlihat

    pada Gambar II.9.

  • II-23

    Sama halnya dengan SASOL, perusahaan clean coal technology (CCT) dari South Afrika

    juga mengimplementasikan proses pencairan batubara tidak langsung dalam mengembangkan

    proyeknya di beberapa tempat, antara lain China dan Indonesia. Teknologinya diberi nama clean

    coal technology Fischer-Tropsch (CCT FT).

    Gambar II.9 Sejarah Pengembangan Pabrik SASOL

  • III-1

    BAB III

    PROGRAM KEGIATAN

    Program kegiatan penelitian pencairan batubara dalam rangka memberikan

    rekomendasi kebijakan kepada pengambil keputusan dilakukan dengan 4 (empat) cara, yaitu

    pembuatan kuesioner, pembagian kuesioner dan diskusi, melaksanakan focus group discussion

    (FGD) dan koordinasi dengan instansi terkait.

    3.1. Pembuatan Kuesioner

    Salah satu instrument pengumpulan data untuk penelitian adalah kuesioner atau disebut

    juga daftar pertanyaan (terstruktur). Kuesioner adalah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada

    responden untuk menjawab. Tujuan kuesioner adalah untuk memperoleh data yang sesuai

    dengan tujuan penelitian atau sebagai penjabaran dari hipotesis. Kuesioner yang baik adalah

    kuesioner yang valid dan reliable. Valid artinya mengukur apa yang seharusnya diukur

    sementara reliable artinya instumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur objek yang

    sama sebanyak beberapa kali hasilnya akan stabil atau sama. Syarat lain dalam pembuatan

    kuesioner yang harus dipenuhi adalah adanya relevansi antara pertanyaan dengan tujuan

    penelitian dan dengan responden. (www.kti-skripsi.net, 2011).

    Ada dua jenis pertanyaan dalam kuesioner yaitu pertanyaan dengan jawaban terbuka

    dan pertanyaan dengan jawaban tertutup. Pertanyaan dengan jawaban terbuka adalah

    pertanyaan yang memberikan kebebasan penuh kepada responden untuk menjawabnya. Pada

    kondisi ini, peneliti tidak memberikan satupun alternatif jawaban. Sementara untuk pertanyaan

    dengan jawaban tertutup adalah sebaliknya, yakni semua alternatif jawaban responden sudah

    disediakan oleh peneliti sehingga responden tinggal memilih alternatif jawaban yang

    dianggapnya paling sesuai. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang diajukan oleh penulis

    dalam penelitian ini adalah berupa gabungan antara pertanyaan tertutup dan terbuka. Hasil dari

    pembuatan kuesioner berupa Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1 (www.tesis-petrus.tk).

  • III-2

    3.2. Pembagian Kuesioner dan Diskusi

    Tujuan pembuatan kuesioner dan diskusi adalah untuk mendapatkan data penelitian. Orang

    yang menjadi sumber data disebut responden. Untuk penghematan waktu, biaya dan tenaga

    maka pembagian kuesioner dilakukan dengan metode sampling non acak yaitu menggunakan

    sampel yang bertujuan atau purposive sample dimana sampel dilakukan dengan cara mengambil

    subjek, bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan

    tertentu. Sampel yang mempunyai tujuan tertentu dapat dilakukan dengan syarat-syarat khusus

    seperti :

    pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu

    yang merupakan ciri-ciri pokok populasi,

    subjek yang diambil sebagai sampe,l benar-benar merupakan subjek yang paling banyak

    mengandung cirri-ciri yang terdapat pada populasi, dan

    penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat pada studi pendahuluan

    (www.kuesionerpenelitian.blogspot.com).

    Target penelitian ini adalah populasi orang-orang yang mengerti tentang pencairan

    batubara atau orang-orang yang dapat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan di

    pemerintah atau instansinya baik pusat maupun daerah terkait program pencairan batubara.

    Kuesioner ini juga disampaikan ke swasta/pelaku bisnis penambangan batubara untuk

    mendapatkan masukan dalam rangka penentuan lokasi, bahan baku serta keikutsertaan dalam

    pembangunan pabrik pencairan batubara di Indonesia. Oleh karena itu kuesioner atau diskusi

    akan dilakukan dalam kegiatan atau lokasi dimana target responden itu berada.

    Lokasi kegiatan yang dipilih adalah :

    a. Provinsi Sumatera Selatan;

    Provinsi ini memiliki sumber daya batubara sebesar 47,08 miliar ton dengan kategori

    cadangan sebanyak 9,54 miliar ton.

    b. Provinsi Kalimantan Selatan;

    Provinsi ini memiliki sumber daya batubara sebesar 12,26 miliar ton dengan kategori

    cadangan sebanyak 3,6 miliar ton.

    c. Provinsi Kalimantan Timur;

    Provinsi ini memiliki sumber daya batubara sebesar 37,9 miliar ton dengan kategori

    cadangan sebanyak 5,9 miliar ton.

  • III-3

    d. DKI Jakarta;

    Kegiatan dilakukan di beberapa lokasi seminar dan instansi pemerintah terkait dan

    swasta/pelaku bisnis penambnagan batubara yang sebagian besar mempunyai kantor di

    Jakarta.

    e. Provinsi Bali;

    Peserta yang mengikuti seminar tentang bisnis, kebijakan dan penyedia teknologi

    pemanfaatan batubara merupakan target responden.

    3.3. Pelaksanaan FGD

    FGD secara sederhana dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara

    sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau masalah tertentu. Irwanto (2006) mendefinisikan

    FGD sebagai suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu

    permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok.

    Sebagai alat penelitian, FGD dapat digunakan sebagai metode primer maupun sekunder.

    FGD berfungsi sebagai metode primer jika digunakan sebagai satu-satunya metode penelitian

    atau metode utama (selain metode lainnya) pengumpulan data dalam suatu penelitian. FGD

    sebagai metode penelitian sekunder umumnya digunakan untuk melengkapi riset yang bersifat

    kuantitatif dan atau sebagai salah satu teknik triangulasi. Dalam kaitan ini, baik berkedudukan

    sebagai metode primer atau sekunder, data yang diperoleh dari FGD adalah data kualitatif.

    Dalam kaitannya dengan penelitian, FGD berguna untuk:

    a) Memperoleh informasi yang banyak secara cepat;

    b) Mengidentifikasi dan menggali informasi mengenai kepercayaan, sikap dan perilaku

    kelompok tertentu;

    c) Menghasilkan ide-ide untuk penelitian lebih mendalam; dan

    d) Cross-check data dari sumber lain atau dengan metode lain.

    (sumber : www.bincangmedia.wordpress.com)

  • III-4

    3.4. Koordinasi dengan Instansi Terkait

    Program pencairan batubara adalah program yang sudah lama berjalan di Indonesia

    dimana sejak penelitiannya sendiri sudah berjalan sejak tahun 1995, baik dilakukan oleh

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi

    (BPPT) maupun Perguruan Tinggi. Dengan demikian tidak aneh jika hingga saat ini banyak

    instansi yang terlibat baik dalam hal penelitian maupun dalam hal kebijakan atau pengeluaran

    peraturan pemerintah yang berkaitan dengan program pencairan batubara.

    Di dalam lingkungan ESDM sendiri saat ini ada 4 lembaga eselon 1 yang terkait dengan

    kegiatan ini baik menyangkut bahan baku maupun hilir atau produknya. Keempat lembaga itu

    adalah Ditjen Minerba, Ditjen Migas, Balitbang ESDM, dan Ditjen EBTKE. Ditjen EBTKE saat ini

    merupakan ditjen yang paling bertanggungjawab mengurus pencairan batubara setelah

    pencairan batubara dimasukkan sebagai energi baru. Untuk instansi lain di luar ESDM juga

    cukup banyak, antara lain BPPT, Kementrian Ristek, Kementrian Keuangan dan Kementrian

    Perindustrian.

    Perguruan Tinggi dan pelaku bisnis penambangan batubara yang terlibat dalam

    program pencairan batubara, antara lain adalah Universitas Sriwijaya, ITB, PT Tambang Batubara

    Bukit Asam Tbk, PT Bumi Resources TBK dan PT BEP. Oleh karena itu diperlukan koordinasi dan

    kerjasama antara instansi-instansi yang terkait tersebut sehingga kegiatan yang dilakukan

    nantinya tidak tumpang tindih yang akhirnya diperoleh hasil yang konkret.

  • IV-1

    BAB IV

    METODOLOGI

    4.1. Pendekatan Metodologi

    Metoda yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan kajian kebijakan teknis program

    pencairan batubara adalah metode policy research (penelitian kebijaksanaan) yaitu suatu proses

    penelitian yang dilakukaan pada, atau analisis terhadap masalah-masalah social yang mendasar,

    sehingga temuannya dapat direkomendasikan kepada pembuat keputusan untuk bertindak

    dalam menyelesaikan masalah. Didalam metode penelitian kebijaksanaan ini meliputi

    pengumpulan data sekunder dan data primer.

    Data sekunder, berupa informasi yang dihimpun berasal dari studi literatur baik berupa

    laporan-laporan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan

    Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Puslitbang tekMIRA) dan pihak lain,

    peraturan/perda di sektor pertambangan dan investasi, data cadangan dan sumber daya

    batubara termasuk data yang tidak dipublikasikan dari pelaku penambangan batubara, buku,

    majalah, jurnal ataupun informasi lainya, baik dari media cetak maupun media internet.

    Data primer, berupa peninjauan langsung ke lapangan untuk melakukan wawancara dan

    diskusi di perusahaan penambangan batubara, perusahaan daerah dan instansi terkait. Informasi

    dari pelaksanaan FGD serta hasil pendistribusian kuesioner juga merupakan data primer.

    Wawancara, diskusi dan kuesioner yang dilaksanakan kepada responden tertentu yaitu para

    narasumber sebagai orang yang ahli di bidangnya, perusahaan-perusahaan batubara dan

    pejabat-pejabat di instansi terkait serta para ilmuwan yang berkaitan dengan teknologi

    pencairan batubara merupakan kategori data primer.

    Data dan Informasi yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa serta dievaluasi untuk

    menghasilkan rekomendasi kebijakan terkait penelitian dan pengembangan pencairan batubara

    di Indonesia.

    Kriteria keberhasilan kegiatan yang diperoleh akan tergambar pada dipergunakannya

    rekomendasi yang dihasilkan sebagai rekomendasi Puslitbang tekMIRA, Balitbang ESDM kepada

  • IV-2

    Ditjen Mineral dan Batubara, instansi yang didukungnya, sebagai bahan pertimbangan dalam

    menentukan kebijakan nasional terkait program pencairan batubara di Indonsia.

    4.2. Pelaksana Kegiatan Penelitian Pencairan Batubara

    Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dibantu oleh anggota-anggota tim seperti terlihat pada

    Tabel IV.1.

    Tabel IV.1. Pelaksana Kegiatan

    No Nama Personil Kedudukan Keahlian Tugas

    1 Ir. Hadi Nursarya,

    M.Sc

    Penanggung Jawab Kepala Pusat

    Tekmira

    Memberi masukan dalam

    semua tahap kegiatan

    2 Gandhi Kurnia

    Hudaya, ST

    Kepala Tim/

    Peneliti Muda

    Sarjana Teknik

    Industri

    Mengkoordinir semua

    tahap kegiatan secara

    optimal dan

    melaksanakan tertib

    administrasi

    3 Ir. Suganal Tenaga Ahli/

    Peneliti Madya

    Ahli Konversi

    Batubara

    Memberi masukan dalam

    semua tahap kegiatan

    4 Prof. Dr. Bukin

    Daulay, M.Sc

    Peneliti

    Utama/Moderator/

    Pembahas

    Ahli Petrografi

    Batubara

    Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    5 Dr. Ir. Miftahul Huda Peneliti

    Muda/Pembahas

    Ahli Pencairan

    Batubara

    Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    6 Dr. Datin Fatia Umar Peneliti Utama Ahli Pemanfaatan

    Batubara

    Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    7 Nining Sudini

    Ningrum, M.Sc

    Peneliti Utama Ahli Pencairan

    Batubara

    Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    8 Ir. Darsa Permana Peneliti Madya Ahli Kebijakan Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    9 Iwan Rijwan, S.Si Peneliti Muda Sarjana Kimia

    Murni

    Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    10 Ikin Sodikin, ST Peneliti Muda Sarjana Tambang Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

  • IV-3

    11 Fahmi Sulistyohadi,

    ST

    Peneliti Pertama Sarjana Teknik

    Kimia

    Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    12 Dedy Yaskuri, ST Peneliti Pertama Sarjana Teknik

    Mesin

    Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    13 Drs Ijang Suherman Peneliti Madya Ahli Statistik Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    14 Ir. Rochman

    Saefudin

    Peneliti Muda Ahli Tekno

    Ekonomi

    Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    15 Drs. Hermanu

    Prijono

    Perekayasa Madya Analis Batubara Melakukan penelitian/

    kajian program pencairan

    batubara

    16 Lely Agustiana Litkayasa Analis Batubara Melakukan kajian dan

    membantu

    kesekretariatan 17 Yuliani Maulizar Arsiparis Ahli Kearsipan Melakukan kajian dan

    membantu

    kesekretariatan 18 Tuti Hernawati, S.Si. Peneliti Pertama Sarjana Statistik Melakukan kajian dan

    membantu

    kesekretariatan 19 Arlina Ardisasmita Pembahas Direktur BKPM Melakukan pembahasan

    di FGD 1

    20 Eddy Prasojo Pembahas Sekretaris Ditjen

    Minerba ESDM

    Melakukan pembahasan

    di FGD 1

    21 Yunirwansyah Pembahas Kasubdit

    Peraturan ppH

    Badan Dit PP2-

    Ditjen Pajak

    Melakukan pembahasan

    di FGD 1

    22 Bob Kamandanu Pembahas Direktur APBI Melakukan pembahasan

    di FGD 2

    23 Nanang Eko Indarto Pembahas Kasubdit - BKPM Melakukan pembahasan

    di FGD 2

    24 F Harry Christiono Pembahas Manajer Medco

    Energi

    Melakukan pembahasan

    di FGD 2

  • IV-4

    4.3. Anggaran Kegiatan

    Anggaran biaya kegiatan penelitian pencairan batubara dapat dilihat pada Tabel IV.2.

    Tabel IV.2. Anggaran Kegiatan

    No Tahapan Biaya (Rp)

    1. Persiapan 76.176.000,-

    2. Kegiatan Lapangan 166.994.000,-

    3. Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD) 255.970.000,-

    4. Analisis dan Pengolahan Data 87.150.000,-

    5. Pelaporan 39.673.000,-

    Jumlah 625.963.000,-

  • IV-5

    4.4. Pelaksanaan Kegiatan Pencairan Batubara

    Pelaksanaan kegiatan penelitian pencairan batubara dapat dilihat pada Tabel IV.3.

    Tabel IV.3. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

    No.

    KEGIATAN

    Bulan ke

    1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    1 Persiapan:

    a. Studi literatur dan evaluasi data

    skunder tentang pencairan

    batubara dan kebijakannya.

    2 Kegiatan Lapangan :

    a. Melakukan diskusi dan

    wawancara

    b. Membuat dan mendistribusikan

    kuesioner

    c. Melakukan evaluasi hasil diskusi,

    wawancara dan kuesioner

    d. Melakukan FGD

    5 Pelaporan

    Target Kegiatan Fisik Bulanan, % 5 5 5 10 10 10 10 10 10 10 10 5

    Target Fisik Kumulatif, % 5 10 15 25 35 45 55 65 75 85 95 100

  • V-1

    BAB V

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Hasil Kegiatan

    5.1.1 Hasil Pembagian Kuesioner

    Lembar kuesioner yang telah dibagikan kepada target responden adalah 100

    lembar. Lokasi pembagian antara lain di acara FGD 1 di Jakarta, FGD Pencairan yang

    dilaksanakan oleh Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) masing-masing di

    Palembang Sumatera Selatan dan Samarinda Kalimantan Timur serta rapat masyarakat

    pertambangan Indonesia di Bali. Dari 100 lembar kuesioner tersebut, yang dapat dihitung

    hasilnya adalah 19 lembar kuesioner. Sisanya tidak dapat digunakan sebagai hasil

    penelitian karena jawaban yang diberikan dalam kuesioner tidak lengkap sehingga tidak

    dapat digunakan sebagai sumber data yang lengkap.

    Berikut hasil penjaringan pendapat dan informasi melalui kuesioner :

    I. Data Responden

    Responden terdiri dari :

    15

    4 Pria

    Wanita

  • V-2

    Pengetahuan responden mengenai progam pencairan batubara cukup baik karena

    sebagian besar menjawab telah mengetahui tentang pelaksanaan program pencairan

    batubara, kontribusi pencairan batubara dalam bauran energi serta landasan hukum

    tentang pencairan batubara meskipun hanya sepertiganya yang benar-benar pernah

    terlibat langsung dalam penelitian atau upaya mencari teknologi pencairan batubara.

    Dengan demikian target responden sebagai purposive sample telah terwakili. Hal ini

    tergambar dalam 4 pertanyaan dibawah ini :

    4

    11

    2

    2

    Pengusaha

    PNS

    KaryawanSwasta/BUMN

    Peneliti/Akademisi

    12

    7

    Sudah tahukah Anda bahwa penelitian pencairan batubara di Indonesia sudah dilaksanakan sejak lebih dari 20 tahun yang lalu ?

    Sudah

    Belum

    15

    4

    Sudah tahukah Anda bahwa pemerintah Indonesia telah memiliki target bahwa pada tahun 2025 nanti kontribusi pencairan batubara dalam bauran energi mencapai minimal 2% ?

    Sudah

    Belum

  • V-3

    II. Pendapat Responden

    Pada bagian ini target responden diminta untuk memberikan pendapatnya mengenai

    program pencairan batubara di Indonesia. Pendapat-pendapat responden itu adalah

    sebagai berikut :

    1. Dari 19 responden, 18 responden menyatakan bahwa pencairan batubara perlu

    diterapkan di Indonesia.

    2. Alasan utama perlunya pencairan batubara adalah :

    a. karena pencairan batubara merupakan energi alternatif untuk mengatasi krisis

    BBM dan sumber energi di masa depan (11 responden),

    b. meningkatkan nilai tambah batubara di dalam negeri (2 responden),

    c. memanfaatkan cadangan batubara yang ada (2 responden), dan

    d. teknologi pencairan batubara sudah ada (1 responden).

    12

    7

    Sudah tahukah Anda bahwa Inpres No. 2 tahun 2006 adalah tentang percepatan penerapan teknologi pencairan batubara di Indonesia ?

    Sudah

    Belum

    6

    13

    Apakah Anda pernah terlibat dalam program pencairan batubara misalnya penelitian atau mencari teknologi pencairan batubara yang dapat diaplikasikan di perusahaan Anda ?

    Pernah

    Belum

  • V-4

    3. Alasan mengapa tidak perlu pencairan batubara diterapkan di Indonesia adalah

    karena Indonesia belum dapat mengembangkan teknologi pencairan batubara sendiri

    serta kurangnya dukungan pemerintah.

    4. Faktor-faktor yang penting dalam mewujudkan pabrik pencairan batubara di

    Indonesia adalah :

    a. Cadangan batubara (13 responden)

    b. Teknologi pencairan batubara (17 responden)

    c. Pemerintah menjamin investasi pencairan batubara (12 responden)

    d. Emisi pencairan batubara rendah (8 responden)

    e. Peraturan/kebijakan yang berlaku (14 responden)

    f. Terbentuknya Badan Khusus untuk mengatur (1 responden)

    g. Keseriusan pemerintah (4 responden)

    5. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan Indonesia dalam rangka penerapan teknologi

    pencairan batubara adalah :

    a. Sumber daya batubara yang cukup (19 responden)

    b. Sumber daya manusia yang ahli (5 responden)

    c. Kebijakan pemerintah yang kuat (4 responden)

    6. Faktor-faktor yang menjadi kelemahan atau penghambat Indonesia dalam

    menerapkan teknologi pencairan batubara adalah :

    a. Pasokan batubara yang kurang terjamin (5 responden)

    b. Harga batubara yang berfluktuasi mengikuti pasar internasional (7 responden)

    c. Kebijakan pemerintah yang belum lengkap (17 responden)

    d. Sumber daya manusia di Indonesia yang belum terampil (7 responden)

    e. Pembiayaan (2 responden)

    f. Teknologi bangsa Indonesia (1 responden)

    7. Teknologi pencairan batubara seperti apa yang sebaiknya diterapkan di Indonesia :

    a. Diciptakan sendiri oleh Indonesia meskipun butuh waktu lama (3 responden)

    b. Membeli teknologi luar kemudian dimodifikasi di Indonesia, butuh waktu agak

    lama dan biaya besar (5 responden)

  • V-5

    c. Bekerja sama dengan pihak luar negeri untuk diterapkan di Indonesia (15

    responden)

    8. Sektor yang perlu diprioritaskan adalah penyediaan energi (10 responden) dan

    pemberantasan korupsi (9 responden). Sementara sector pangan hanya mendapat 2

    responden. Mungkin karena responden yang ditanya keseluruhan berasal dari sector

    ESDM atau karena hingga saat ini masalah pangan masih bisa diatasi oleh

    pemerintah.

    9. Untuk sektor energi, sub sektor yang menjadi prioritas utama adalah pengembangan

    energi terbarukan (14 responden), kemudian pencairan batubara (5 responden) dan

    listrik (3 responden).

    10. Mengenai pendanaan program pencairan batubara, sebagian besar mengharapkan

    berasal dari kombinasi PMA, PMDN dan pemerintah (13 responden), sebagian lagi

    mengharapkan berasal murni dari Pemerintah (3 responden) dan PMDN (3

    responden). Tidak ada yang memilih dana berasal dari PMA seluruhnya.

    11. Hampir seluruh responden berpendapat bahwa pemerintah boleh memberi

    kemudahan atau insentif khusus pada perusahaan yang hendak membangun pabrik

    pencairan batubara (16 responden) sementara yang berpendapat tidak boleh hanya 1

    responden.

    III. Saran-saran Responden

    Berikut ini adalah saran-saran yang diberikan oleh responden dalam kuesioner

    berkaitan dengan penerapan program pencairan batubara di Indonesia :

    a. Program ini harus cepat dilaksanakan mengingat kebutuhan Indonesia akan BBM

    semakin meningkat serta untuk menghindari krisis energi dimasa depan.

    b. Kebijakan pemerintah yang tepat diperlukan dalam hal blue print pemanfaatan

    batubara, perubahan paradigma batubara sebagai energi dan kebijakan insentif

    berupa kebijakan fiscal.

    c. Perlunya dukungan dari seluruh stakeholder dan koordinasi antar lembaga

    pemerintah yang lebih baik.

  • V-6

    d. Pemilihan teknologi pencairan batubara yang tepat dan hemat dalam

    penggunaan sumber daya alam dan sebisa mungkin ramah lingkungan.

    e. Perlu persiapan sumber daya manusia untuk menguasai teknologi pencairan

    batubara

    5.1.2 Pelaksanaan Focus Group Discussion (FGD)

    A. Focus Group Discussion 1

    Focus Group Discussion (FGD) 1 dilaksanakan di Hotel Bidakara Jakarta pada

    tanggal 25 Juli 2011 dengan tema Quo Vadis Program Pencairan Batubara di Indonesia.

    Tujuannya adalah mengumpulkan saran dan pendapat dari masyarakat khususnya

    masyarakat batubara mengenai program pencairan batubara di Indonesia. Sedangkan

    sasarannya adalah mendapatkan informasi dan pendapat narasumber dan responden

    tentang program pencairan batubara di Indonesia sehubungan dengan kondisi krisis

    energy saat ini baik di Indonesia maupun di dunia.

    FGD dibuka oleh Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) Ir.

    Hadi Nursarya, MSc dan dihadiri oleh 58 orang peserta (diluar panitia) serta 5 orang

    pembahas yang dimoderatori oleh Prof. Bukin Daulay. Pembahas yang hadir adalah Arlina

    Ardisasmita (Direktur Pelayanan Perizinan-BKPM), Drs. Eddy Prasojo, M.Sc (Sekretaris

    Ditjen Minerba _ KESDM), Dr. Ir. Miftahul Huda (Peneliti dari Puslitbang tekMIRA),

    Yunirwansyah (Kasubdit Peraturan ppH Badan Dit PP2-Ditjen Pajak) dan tim Clean Coal

    Technology-CCT dari Afrika Selatan. Materi bahasan dan dokumentasi kegiatan berupa

    foto-foto secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.

    Kesimpulan FGD 1 secara ringkas adalah bahwa Indonesia memerlukan investasi

    dari pihak selain pemerintah untuk menggerakkan perekonomian negara serta

    mengurangi pengangguran. Pabrik komersial pencairan batubara adalah salah satu

  • V-7

    alternatif investasi yang padat modal serta mampu meningkatkan perekonomian di

    daerah sekitarnya. Pemerintah telah menyiapkan skema subsidi yang dapat digunakan

    investor untuk membangun pabrik komersial pencairan batubara, selain itu dengan

    fasilitas DMO-nya pemerintah Indonesia juga dapat membantu menjamin pasokan

    batubara sebagai bahan baku pabrik pencairan batubara. Salah satu teknologi yang dapat

    diterapkan di Indonesia adalah teknologi CCT yang memiliki beberapa keunggulan

    dibandingkan teknologi SASOL. Keunggulan itu antara lain kapasitas produksinya lebih

    sedikit untuk mencapai skala ekonomis sehingga biaya modal juga lebih sedikit dan

    bantuan konsultasi untuk pencarian modal yang dijembatani oleh Stan Stewart Capital.

    B. Focus Group Discussion 2

    Focus Group Discussion (FGD) 2 dilaksanakan di Hotel Bidakara Jakarta pada

    tanggal 13 Desember 2011 dengan tema Peranan Pemerintah untuk Mendorong

    Pembangunan Pabrik Pencairan Batubara di Indonesia. Tujuannya adalah untuk

    berdiskusi dan mencari solusi dalam upaya membuat rekomendasi kebijakan (policy

    paper) kepada pemerintah dalam rangka mempercepat realisasi pabrik pencairan

    batubara di Indonesia.

    FGD dibuka oleh Kepala Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) Ir.

    Hadi Nursarya, MSc dan dihadiri oleh 40 orang peserta serta 4 orang pembahas yang

    dimoderatori oleh Prof. Bukin Daulay. Pembahas yang hadir adalah Nanang Eko Indarto

    (Kasubdit -BKPM), Bob Kamandanu (APBI), Prof. Bukin Daulay (Peneliti dari Puslitbang

    Tekmira) dan F. Hary Christiono (Medco Energi). Materi bahasan dan dokumentasi

    kegiatan berupa foto-foto dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7.

    Kesimpulan FGD 2 secara ringkas adalah bahwa pemerintah perlu memiliki

    ketegasan sikap tentang rencana pemanfaatan batubara di Indonesia terutama berkaitan

    dengan teknologi pencairan batubara. Jika memang pemerintah menginginkan

    terwujudnya pabrik pencairan batubara secara komersial di Indonesia maka perlu

    dikeluarkan kebijakan-kebijakan yang mendukung ke arah tersebut. Factor utama

    penghambat pembangunan pabrik komersial pencairan batubara adalah

  • V-8

    keekonomiannya. Dengan harga bahan baku yaitu batubara yang tinggi saat ini serta

    kemudahan pengusaha untuk menjual batubara dalam bentuk wantah maka tidak ada

    investor yang tertarik. Jika ekspor batubara wantah dibatasi serta pemerintah

    menetapkan kebijakan terkait harga batubara di dalam negeri untuk pabrik pencairan

    batubara maka kemungkinan besar secepatnya Indonesia akan memiliki pabrik komersial

    pencairan batubara.

    5.1.3 Koordinasi dengan Instansi Terkait

    Selama pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa kegiatan koordinasi dengan

    instansi terkait yang dilaksanakan. Beberapa kegiatan penting yang dilakukan antara lain :

    Kegiatan pertemuan dengan CCT Afrika Selatan dan Dirjen Migas dan beberapa

    perusahaan batubara di Jakarta pada tanggal 28-29 Maret 2011 (laporan pada

    Lampiran 2). Dari hasil pertemuan dapat diambil kesimpulan bahwa pemerintah

    (Dirjen Migas) sangat mendorong penerapan teknologi pencairan batubara sepanjang

    pemerintah tidak perlu menyediakan dana, sementara itu perusahaan-perusahaan

    batubara sebagian besar tertarik dan mereka bermaksud bekerjasama dengan CCT

    setelah ada pembicaraan lebih lanjut.

    Kegiatan pertemuan dengan Ditjen Migas, PT Sanggaran Mega Makmur dan

    Chelanese terkait rencana pengembangan teknologi pengolahan batubara menjadi

    etanol pada bulan Februari April 2011 (laporan pada Lampiran 3).

    Aktif mengikuti kegiatan Peningkatan Nilai Tambah (PNT) dalam rangka

    mempersiapkan draft Permen tentang upaya PNT khususnya bagi batubara

    sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 4 tahun 2009 dan PP No. 23 tahun 2010.

    Kegiatan berlangsung sepanjang tahun 2011. Hasil kegiatan antara lain adalah

    selesainya draft Permen PNT Batubara yang kemudian diserahkan