clean development

Upload: eko-novrialdi

Post on 09-Jan-2016

251 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

j szjc

TRANSCRIPT

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (CLEAN DEVELOMENT MECHANISM) TERHADAP KAWASAN HUTAN

    BERDASARKAN PROTOKOL KYOTO

    TESIS

    Oleh

    FL. FERNANDO SIMANJUNTAK 077005037/HK

    SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

    MEDAN 2009

    S

    EK O L A

    H

    PASCASARJ

    ANA

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (CLEAN DEVELOMENT MECHANISM) TERHADAP KAWASAN HUTAN

    BERDASARKAN PROTOKOL KYOTO

    TESIS

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

    dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

    Oleh

    FL. FERNANDO SIMANJUNTAK 077005037/HK

    SEKOLAH PASCASARJANA

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

    2009

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Judul Tesis : MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (CLEAN DEVELOMENT MECHANISM ) TERHADAP KAWASAN HUTAN BERDASARKAN PROTOKOL KYOTO

    Nama Mahasiswa : FL. Fernando Simanjuntak Nomor Pokok : 077005037 Program Studi : Ilmu Hukum

    Menyetujui Komisi Pembimbing

    (Prof. Dr. Bismar Nasutioan, SH, MH)

    (Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Dr. Sunarmi, SH, M. Hum) Anggota Anggota

    Ketua Program Studi D i r e k t u r (Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc) Tanggal lulus : 27 Juni 2009

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Telah diuji pada Tanggal 27 Juni 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH Anggota : 1. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

    2. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum

    3. Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH

    4. Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    ABSTRAK

    Clean Development Mechanism (CDM) atau yang diartikan dalam bahasa

    Indonesia dengan Mekanisme Pembangunan Bersih adalah merupakan satu-satunya mekanisme dalam Protokol Kyoto yang memungkinkan peran negara berkembang untuk membantu negara Annex I dalam upaya mitigasi GRK (Gas Rumah Kaca). Pembahasan tentang Clean Development Mechanism (CDM), harus dikaitkan dengan terminologi perubahan iklim, Gas Rumah Kaca (GRK), Efek Rumah Kaca (ERK), Protokol Kyoto dan seterusnya. Pemanfaatan energi yang berlebihan, terutama energi fosil, merupakan sumber utama emisi GRK. Hutan yang semakin rusak, baik karena kejadian alam maupun pembalakan liar akan menambah jumlah GRK yang diemisikan ke atmosfer dan akan menurunkan fungsi hutan sebagai penghambat perubahan iklim. Peran utama hutan adalah untuk menyerap GRK terutama karbon yang ada di atmosfer. Karenanya kegiatan kehutanan dalam isu perubahan iklim ini termasuk dalam carbon sequestration activities, yaitu kegiatan-kegiatan yang menyerap karbon yang ada di atmosfer. Oleh sebab itu hutan juga dikenal sebagai carbon sinks (rosot karbon). Dengan perannya ini, hutan dapat membantu mencapai tujuan Konvensi Perubahan Iklim dalam menjaga stabilitas konsentrasi gas rumah kaca pada tingkat aman yang tidak membahayakan sistem iklim global.

    Protokol Kyoto adalah sebuah instrumen hukum (legal instrumen) yang dirancang untuk mengimplementasikan Konvensi Perubahan Iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) agar tidak mengganggu sistem iklim bumi. Setelah diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997, Protokol Kyoto dibuka untuk ditandatangani pada tanggal 16 Maret 1998.

    Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini adalah Apakah Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto memilki kekuatan hukum secara global, sejauh mana ruang lingkup Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto dan kendala-kendala apa yang dihadapi dalam penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto Metode penelitian yang dilakukan berbentuk yuridis normatif dengan metode deskriptif analitis. Data sekunder diperoleh melalui penelitian perpustakaan (library research) yaitu Undang-Undang, Keputusan-Keputusan (Agreement) Konferensi, Konvensi, Peraturan Pemerintah, buku buku referensi, makalah dan dokumendokumen yang berkaitan dengan penelitian ini. Analisis data dilakukan secara yuridis dengan pendekatan kualitatif, melalui metode berpikir deduktif dan induktif, dimana pembahasan mengutamakan tinjauan dari peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto. Dari hasil pembahasan dan analisa diperoleh kesimpulan yang memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti serta ditulis dalam bentuk deskriptif.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto dinyatakan telah berkekuatan hukum secara global sejak 21 Maret 1994, setelah diratifikasi oleh 50 negara. Dan hingga tahun 2005, konvensi tersebut telah diratifikasi oleh lebih dari 141 negara dan mempunyai ruang lingkup pada sektor reforestasi dan aforestasi namun masih memiliki kendala-kendala teknis yaitu Baseline; Non-permanence; Uncertainties; Leakage (kebocoran; Aadditionality; Dampak Sosial dan Ekonomi dan Dampak Pada Ekosistem Alam sehingga CDM atau Mekanisme Pembangunan Bersih dapat berjalan secara penuh, efektif dan berkelanjutan berdasarkan Protokol Kyoto dan diharapkan kesiapan semua pihak dalam mengimplementasikannya secara global, baik dari negara-negara Annex I dan Annex II. Disarankan agar suatu negara dan masyarakat dunia untuk mempersiapkan diri dalam menyiapkan kelembagaan yang terkait dengan implementasi Protokol Kyoto melalui proyek-proyek CDM atau Mekanisme Pembangunan Bersih, termasuk Indonesia. Penunjukan otoritas nasional (Designated National Authority, DNA) merupakan syarat utama agar negara berkembang dapat berpartisipasi. Lembaga inilah yang nantinya akan merancang kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan proyek (project development) dan pengembangan kapasitas (capacity building) agar para pihak yang tertarik melakukan investasi dapat merancang proyeknya bersama mitranya di mana proyek akan diimplementasikan. Otoritas nasional ini juga akan membantu pemerintah dalam meningkatkan kesadaran publik (public awareness) akan pentingnya membangun proyek-proyek baru yang ramah lingkungan. Kata Kunci : Mekanisme Pembangunan Bersih, Protokol Kyoto, Perubahan Iklim,

    Gas Rumah Kaca

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    ABSTRACT

    Occasionally, Clean Development Mechanism (CDM) in Indonesian version

    means Mekanisme Pembangunan Bersih which is only one mechanism under Kyoto Protocol possibly for developing countries countries in Annex I at mitigation effort to reduct greenhouse gases (GHG). The description of Clean Development Mechanism (CDM) must be consulted to climate change, Greenhouse Gases (GHG), Greenhouse Effect, Kyoto Protocol and so on. The more using of energy, mainly fosil energy is main source for increasing emission of GHG. Deforestation is caused by natural phenomena or illegal logging donated greenhouse gases which was emmissed to atmosphere and decreased forest function as acounter climate change. Main role of forest is to adopt greenhouse gases mainly carbon flied around atmosphere. Therefore, forestry activities at climate change issue summarized to carbon sequestration activities, activities adopted carbon at atmosphere. Therefore, it is also welknowned as carbon sinks. Its role is will help to reach Climate Change Convention target in stabilizing of greenhouse gases concentration in safety position which never take at risk for global climate system.

    Kyoto Protocol Kyoto is legal instrumen designed for implementing Climate Change Convention purposed to stabilize Greenhouse in which does not borther climate system. Since adopting on 11 December 1997, Kyoto Protocol legally signed on 16 March 1998.

    Basically, the problems will be analyzed in this research is Is Clean Development Mechanism (CDM) for forestry on Kyoto Protocol having strengthed legal framework globally, How far the scope of Clean Development Mechanism (CDM) for forestry on Kyoto Protocol and What are the problems will be faced in implementing Clean Development Mechanism (CDM) for forestry on Kyoto Protocol. Academically, this research adopts juridical normative by using analytic descriptive method. The secondary data compiled from library research, Regulation, Convention, Government Regulation, some books literatures, conferences Agreement and journal connected to thesis. The data analysis written juridically with qualitative norm implemented both deductive and inductive method in which the description mainly concerned in formal regulations connected with Clean Development Mechanism for forest sector under Kyoto Protocol. From analysis results summarizing in which answering the problems descriptively.

    The conclusion absolutely denoted that Clean Development Mechanism for forest sector under Kyoto Protocol declared having legal status globally since 21 March 1994 after ratificated by 50 countries. And until 2005, the convention ratificated by more than 141 countries and especially for forest sector covered both reforestation and aforestation but still having a little bit problem technically, they are Baseline; Non-permanence; Uncertainties; Leakage (kebocoran; Aadditionality; Social and Economic Assesment and Ecosystem Assesment and wish Clean Development Mechanism run smoothly and effectively and sustainably under Kyoto

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Protocol and hopefully all stakeholders implemented globally, even countries in Annex I and Annex II. In regard, all countries prepared any bodies and institution related to Kyoto Protocol implementation of Clean Development Mechanism projects, especially for Indonesia Kyoto. Designated National Authority, DNA was a main term in regard the developing countries participated in the projects. This authority will design the program related to project development and capacity building in which all part of developers will invest in designing the project with their own partners where the project implement is. National Authority also helps Government in developing public awareness towards the essential of establishing newest eco project. Key Words : Clean Development Mechanism, Kyoto Protocol, Climate Change

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    KATA PENGANTAR

    Di celah kesibukan waktu yang cukup padat sebagai wakil rakyat sekaligus

    sebagai Ketua DPRD di Kabupaten Tapanuli Utara Provinsi Sumatera Utara, penulis

    berupaya sekuat tenaga untuk dapat menyelesaikan studi di Sekolah Pascasarjana

    Universitas Sumatera Utara dengan judul tesis MEKANISME PEMBANGUNAN

    BERSIH (CLEAN DEVELOPMENT MECHANISM) TERHADAP KAWASAN

    HUTAN BERDASARKAN PROTOKOL KYOTO sebagai syarat yang harus

    dipenuhi untuk menyelesaikan studi Magister Ilmu Hukum pada Univeritas Sumatera

    utara.

    Proses selama mengikuti perkuliahan banyak suka duka serta berbagi macam

    kesulitan terutama masalah waktu yang harus dibagi, dimana jarak domisili yang

    harus ditempuh setiap perkuliahan harus memakan waktu lebih kurang tujuh jam

    perjalanan. Kesulitan tersebut tidak mengendorkan niat dan cita-cita penulis untuk

    dapat meraih gelar Magister Ilmu Hukum, karena penulis meyakini betapa pentingnya

    ilmu yang harus dimiliki penulis yang ditransfer para dosen yang sangat berkualitas

    untuk diabdikan penulis ke tengah-tengah masyarakat banyak di kemudian hari.

    Di saat penulis akan melanjutkan penyempurnaan tesis ini, penulis menyadari

    betapa banyak kekurangan dan keterbatasan kemampuan, tetapi penulis tidak mau

    surut dan mundur karena kekurangan-kekurangan yang ada. Penulis telah

    membulatkan tekad dalam hati Ilmu itu harus kuraih dan kumiliki dan tidak akan ada

    kata mundur maupun terlambat

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Terima kasih Tuhan.....! Puji syukur yang tiada taranya penulis persembahkan

    kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, Tuhan telah memberiku waktu dan kesempatan

    yang sangat berarti untuk menggapai cita-cita, Tuhan memelihara dan menuntun

    hidupku mulai perkuliahan sampai pada gilirannya penulis dapat menyempurnakan

    tesis ini.

    Kebahagiaan dan kebanggaan yang tiada taranya penulis rasakan setelah para

    dosen pembimbing menyatakan setuju dengan judul tesis ini. Penulis berharap bahwa

    disamping manfaat untuk menyelesaikan studi, penulis juga berharap bahwa

    pembahasan dalam tesis ini dapat bermanfaat untuk orang banyak khususnya

    kontribusi pemahaman betapa pentingnya kepedulian untuk menjaga dan

    menyelamatkan lingkungan hidup.

    Pembahasan dari judul tesis ini adalah membahas prinsip-prinsip hukum

    dalam penyelamatan lingkungan hidup dan pengendalian kerusakan hutan yang

    sangat berdampak pada perubahan iklim yang harus dijaga, karena apabila berbicara

    masalah hutan dan perubahan iklim, berarti juga membicarakan kelangsungan hidup

    manusia dan kehidupan orang banyak.

    Penulias menyadari bahwa, uraian yang terdapat dalam tesis ini belumlah

    merupakan hasil pemikiran yang bersifat final dan sempurna, tetapi penulis

    menyadari akan kekurangan dan kelemahan, baik dari sisi untaian kata-kata dan

    kalimat maupun substansi yang menjadi topik bahasan. Menyadari kekurangan dan

    kelemahan yang sangat banyak tersebut, penulis sangat mengharapkan kritikan dan

    sumbang saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak sehingga segala

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan dan pembahasan dalam tesis ini

    dapat diatasi dengan baik atau setidaknya dapat diminimalisir kekurangan dan

    kesalahan yang penulis tuangkan dalam tesis ini.

    Atas sumbangsih kritik dan saran-saran dalam penyempurnaan tesis ini,

    panulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah berperan

    langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas-tugas

    penulis dalam penyempurnaan tesis ini.

    Penulis tidak lupa mengutarakan beberapa nama yang secara langsung penulis

    sebutkan namanya dalam tesis ini, sebagai ungkapan rasa terima kasih yang sebesar-

    besarnya kepada :

    1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & Sp.A(K) selaku Rektor Universitas

    Sumatera Utara,

    2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

    Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa

    Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

    3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH sebagai Ketua Program Studi Ilmu

    Hukum Sekolah Pascasarjana USU, sekaligus sebagai dosen pembimbing yang

    telah memberikan perhatian penuh, dan membekali penulis dengan ilmu yang

    bermanfaat dalam menyelesaikan studi

    4. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS dan Ibu Dr. Sunarmi, SH, M.Hum, selaku

    komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi

    dengan penulis.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    5. Bapak/Ibu para dosen dan Guru Besar yang telah memberikan mata kuliah selama

    penulis duduk di bangku kuliah Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

    Utara.

    6. Istriku dan anak-anakku tercinta, Aditya Wims, Putri margaretha, Dading Justice

    Reformasi, yang telah mendukung dan mendorong penulis menggapai cita-cita

    untuk menyelesaikan studi Sekolah Pascasarjana USU sebagai teladan warisan

    intelektual di masa depan.

    7. Abangda Erwin Hasibuan, SH. MH, sahabatku Moslem dan saudara-saudaraku

    yang kukasihi yang singkat nama penulis sebutkan dengan NN yang sangat

    banyak membantu dan mendorong penulis mulai dari awal studi sampai

    selesainya tesis ini.

    8. Drs. Karel Sihotang dan Masa Sihombing, SH serta seluruh staf sekretariat DPRD

    Tapanuli Utara yang telah banyak memberikan dukungan moril hingga penulis

    dapat menyelesaikan studi tepat pada waktunya.

    9. Puncak ucapan terima kasih ini saya persembahkan buat Ayahanda Amry

    Simanjuntak dan Almarhumah Ibunda tercinta Erita Lumangga Hutauruk, yang

    sejak penulis lahir telah bercita-cita supaya penulis menjadi orang yang bijak,

    pintar dan berguna bagi orang banyak. Mudah-mudahan dengan keberhasilan

    penulis dalam menyelesaikan studi ini, dapat membahagiakan kedua orang tua

    yang sangat penulis kasihi.

    Sesungguhnya ucapan terima kasih ini penulis haturkan kepada semua pihak

    yang telah berpartisipasi mulai dari awal studi sampai pada akhirnya penulis bisa

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    menyelesaikan penulisan tesis ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

    namun tetap terukir dalam hati sanubari penulis yang tidak akan terlupakan penulis

    selama hidup. Semoga semua jasa baik dan bantuan yang diberikan selama ini

    mendapat berkat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.

    Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi penulis dan bagi

    kemajuan kita semua.Semoga......!

    Terima kasih.

    Medan, Juni 2009

    FL. Fernando Simanjuntak

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    RIWAYAT HIDUP

    Nama : FL. Fernando Simanjuntak

    Tempat/Tanggal Lahir : Padang Sidempuan, 10 Juni 1968

    Jenis Kelamin : Laki-laki

    Agama : Kristen Protestan

    Pekerjaan : Ketua DPRD Kabupaten Tapanuli Utara

    Pendidikan : SD Negeri Tamat Tahun 1981 SMP Negeri 2 Tarutung Tamat Tahun 1984 SMA HKBP Tarutung Tamat Tahun 1987 Strata Satu (S1) Universitas Sisimangaraja XII Tamat Tahun 1993 Strata Dua (S2) Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2009

    Organisasi : Tahun 1997 Sampai 2004 Pengacara Penasehat Hukum Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 1999 Sampai Sekarang Ketua GM SKFFI Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2001 Sampai Sekarang Ketua DPD KNPI Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2001 Sampai 2004 Wakil Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2004 Sampai Sekarang Sekretaris DPD II Partai Golkar Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2005 Sampai Sekarang Wakil Ketua GM SKFFI Sumatera Utara

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    DAFTAR ISI

    Halaman

    ABSTRAK ................................................................................................... i

    ABSTRACT .................................................................................................. iii

    KATA PENGANTAR ................................................................................. v

    RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... x

    DAFTAR ISI................................................................................................ xi

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi

    DAFTAR ISTILAH .................................................................................... xvii

    BAB I PENDAHULUAN................................................................ 1

    A. Latar Belakang Penelitian ............................................ 1

    B. Perumusan Masalah ..................................................... 16

    C. Tujuan Penelitian ......................................................... 17

    D. Manfaat Penelitian ....................................................... 17

    E. Keaslian Penelitian....................................................... 18

    F. Kerangka Teori dan Konsep......................................... 19

    G. Metode Penelitian ........................................................ 22

    1. Metode Pendekatan ................................................ 22

    2. Spesifikasi Penelitian ............................................. 22

    3. Metode Pengumpulan Data .................................... 23

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    4. Alat Pengumpulan Data ......................................... 24

    5. Metode Analisis Data............................................. 25

    BAB II KEKUATAN HUKUM MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (CDM) TERHADAP KEHUTANAN BERDASARKAN PROTOKOL KYOTO ................................................................................ 26

    A. Hutan di Indonesia ....................................................... 28

    1. Tutupan Hutan........................................................ 28

    a. Laju Deforestrasi dan Emisi Karbon................ 33

    b. Lahan Kritis dan Produktivitas Hutan.............. 36

    2. Potensi Hutan ......................................................... 44

    a. Tekanan Kerusakan Hutan ............................... 44

    b. Upaya Konservasi dan Pengendalian Kerusakan Hutan.............................................. 45

    B. Keanekaragaman Hayati .............................................. 48

    1. Kondisi Keanekaragaman Hayati........................... 48

    2. Ancaman Terhadap Kenaekaragaman Hayati ........ 80

    3. Upaya Pengelolaan Keanekaragaman Hayati ........ 82

    C. Perubahan Iklim ........................................................... 87

    1. Dampak Perubahan Iklim....................................... 91

    2. Upaya Dunia Dalam Pengendalian Dampak Perubahan Iklim....................................... 93 3. Komitmen Indonesia Terhadap Perubahan Iklim .. 96

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    D. Kekuatan Hukum Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) Menurut Perundang Undangan di Indonesia .............................................. ................... 99

    BAB III RUANG LINGKUP MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH TERHADAP KAWASAN HUTAN BERDASARKAN PROTOKOL KYOTO........................................................ 103

    A. Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) Kehutanan. 103

    B. Protokol Kyoto............................................................. 109

    C. Kebijakan Indonesia Terhadap Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) Kehutanan..................... 114

    BAB IV BERBAGAI PERMASALAHAN TEKNIS MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (CDM) KEHUTANAN........................................................ 123

    1. Baseline ........................................................................... 123

    2. Non-permanence ............................................................. 124

    3. Uncertainties ................................................................... 125

    4. Leakage ........................................................................... 127

    5. Additionality .................................................................... 128

    6. Dampak Sosial dan Ekonomi .......................................... 128

    7. Dampak Pada Ekosistem Alam....................................... 129

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................ 130

    A. Kesimpulan ...................................................................... 130

    B. Saran................................................................................. 131

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 133

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    DAFTAR TABEL

    Nomor Judul Halaman

    1 Hasil Penafsiran Citra Satelit Pada Hutan Suaka Alam di Beberapa Provinsi Terpilih s/d Tahun 2003............. ... 30 2 Luas Kawasan Hutan dan Perairan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan, Tahun 2003 (Ha)....................... 32

    3 Produksi kayu Gergajian Menurut Provinsi, Tahun 2000 - 2004 ..................................................................... 38 4 Perkembangan Produksi Kayu Olahan Menurut Jenisnya, Tahun 1995/1996 2004............................................ 39 5 Produksi Kayu Lapis Menurut Provinsi, Tahun 20002004...... 40 6 Luas Kawasan Hutan Yang Perlu Direhabilitasi Sampai Dengan Tahun 2002 (Ha).............................................. 42 7 Realisasi Kegiatan Reboisasi 5 Tahun Terakhir, Tahun 2000 2004 (Ha) ....................................................................... 43 8 Status Keterancaman Jenis Dipterocarpaceae di TNBG Berdasarkan Daftar Merah IUCN .............................. 62 9 Jumlah Species Keanekaragaman Hayati............................... .... 64 10 Daftar Flora dan Fauna Yang Dilindungi Di Sumatera Utara.... 65 11 Daftar Flora dan Fauna Yang Tidak Dilindungi Di Sumatera Utara Yang Dimanfaatkan .................................... 69 12 Tumbuhan Darat......................................................................... 72 13 Satwa Daratan ............................................................................ 73 14 Tumbuhan Perairan ................................................................ .... 78

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    15 Potensi Lahan Yang Layak Untuk CDM ................................... 116 16 Potensi Penyimpanan Karbon ................................................ ..... 117

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Judul Halaman

    1 Gas Rumah kaca (GRK) ........................................................ 91

    2 Struktur Penunjukan Otoritas................................................. 114

    3 Struktur Institusi Nasional untuk CDM ................................. 114

    4 Ilustrasi perhitungan keuntungan karbon dari proyek CDM Kehutanan .................................................................... 118 5 Ilustrasi pemberian kredit karbon........................................... 119

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    DAFTAR ISTILAH Aforestrasi Konversi lahan bukan hutan menjadi lahan hutan melalui kegiatan penanaman (biasa disebut penghijauan) dengan menggunakan jenis tanaman (species) asli (native) atau dari luar (introduce). Menurut Marrakech Accord (2001) kegiatan penghijauan tersebut dilakukan pada kawasan yang 50 tahun sebelumnya bukan merupakan hutan. Akumulasi Terkumpulnya suatu zat tertentu menjadi satu kesatuan dalam kurun waktu tertentu. Atmosfer Lapisan udara yang menyelimuti planet bumi. Atmosfer terdiri dari nitrogen (79,1%), oksigen (20,9%), karbondioksida (+/- 0,03%) dan beberapa gas mulia (argon, helium, xenon dan lain-lain), ditambah dengan uap air, amonia, zat-zat organik, ozon, berbagai garam-garaman dan partikel padat tersuspensi. Atmosfer bumi terdiri dari berbagai lapisan, yaitu berturut-turut dari bawah ke atas adalah troposfer, stratosfer, mesosfer dan termosfer. Bahan Bakar Fosil Bahan bakar yang terbentuk dari fosil-fosil tumbuhan dan hewan di masa lampau. Contoh bahan bakar fosil (BBF) atau fossil fuel adalah minyak bumi, gas alam dan batu bara. BBF tergolong bahan bakar yang tidak terbarukan. Biogas Gas yang dihasilkan dari proses fermentasi mikroorganisme, biasanya dihasilkan dari bahan baku sampah organik ataupun dari sisa pencernaan (baca: kotoran) mahluk hidup. Unsur utama biogas adalah gas metana (CH4). Biomassa Total berat kering (dry weight) satu spesies atau semua spesies mahluk hidup dalam suatu daerah yang diukur pada waktu tertentu. Ada dua jenis biomassa, yaitu biomassa tanaman dan biomassa binatang. BOE Barrel Oil Equivalent. 6.000 cubic feet, faktor yang digunakan untuk mengkonversi volume dari hidrokarbon yang diproduksi.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    CH4 Gas Metana. Salah satu GRK utama yang memiliki GWP sekitar 25 kali CO2. GRK ini banyak dihasilkan dari dekomposisi bahan organik secara anaerobik, misalnya sawah, penimbunan sampah organik dan kotoran mahluk hidup. CO2 Karbondioksida. Salah satu dari enam GRK yang utama dan dijadikan referensi GRK yang lain dalam menentukan Indek GWP, sehingga GWP-nya = 1. GRK ini banyak dihasilkan dari pembakaran BBF, biomassa dan alih guna lahan. COP Conference of Parties. Konferensi para pihak (negara-negara) penandatangan konvensi PBB, dalam hal ini konvensi perubahan iklim (UNFCCC). COP/MOP Conference of Parties Serving as Meeting of Parties. Konferensi Para Pihak Konvensi Perubahan Iklim yang merupakan Pertemuan Para Pihak Protokol. Deforestasi Penebangan hutan atau konversi lahan hutan menjadi lahan tidak berhutan secara permanen. El Nino/ENSO Kadangkala disebut ENSO (El Nino-Southern Oscillation) adalah peristiwa meningkatnya suhu muka air laut di sebelah timur hingga tengah Samudra Pasifik. Peristiwa ini terjadi pada akhir tahun setiap 2-13 tahun sekali dan berlangsung selama 12-18 bulan. Emisi Zat yang dilepaskan ke atmosfer yang bersifat sebagai pencemar udara. ET Emission Trading. Mekanisme perdagangan emisi antar negara maju untuk menghasilkan AAU (Assigned Amount Unit), satuan penurunan emisi GRK. GWP Global Warming Potential. Indeks potensi pemanasan global, yaitu indeks yang mengunakan CO2 sebagai tolok ukur. Gigaton (109 ton) - unit yang kerap digunakan untuk menyatakan jumlah karbon atau karbondioksida di atmosfer.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Gletser Lapisan es yang besar yang bergerak di lereng gunung atau daratan karena adanya gaya gravitasi. Gletser biasanya bergerak sangat lambat, dari 10 m - 1000 m per tahun. Lapisan es ini luasnya bisa menyamai sebuah benua, contohnya lapisan es yang menutupi Benua Antartika. HFCs Hidrofluorokarbon. Salah satu dari enam GRK yang diperhitungkan dalam pasal 3 Protokol Kyoto. HPH Hak Pengusahaan Hutan. Izin yang dikeluarkan untuk kegiatan pengelolaan hutan dengan sistim Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) di kawasan hutan-hutan alam produksi selama periode tertentu, umumnya 20 tahun, dan dapat diperbaharui lagi untuk satu periode selanjutnya, yaitu selama 20 tahun lagi. HTI Hutan Tanaman Industri adalah program penanaman lahan hutan tidak produktif dengan tanaman-tanaman industri seperti pohon kayu jati dan mahoni guna memasok kebutuhan serat kayu (dan kayu pertukangan) untuk pihak industri. IPCC Intergovernmental Panel on Climate Change adalah suatu panel ilmiah yang terdiri dari para ilmuwan dari seluruh dunia. Panel ini bertugas untuk mengkaji atau meneliti semua aspek dari masalah perubahan iklim. INC Intergovernmental Negotiating Organization. Panitia yang dibentuk PBB untuk mempersiapkan penyusunan UNFCCC sebelum dan sesudah Earth Summit (1992) di Rio de Janeiro. JI Joint Implementation adalah sebuah mekanisme penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan oleh antarnegara maju untuk menghasilkan ERU (Emission Reduction Unit), satuan penurunan emisi GRK. Karbondioksida (lihat CO2) Keanekaragaman Hayati Kadangkala disebut biological diversity atau biodiversity, adalah keanekaragaman mahluk hidup dan hal-hal yang berhubungan dengan ekologinya, dimana mahluk

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    hidup tersebut terdapat. Keanekaragaman hayati mencakup keanekaragaman genetik, spesies dan ekosistem. LULUCF Land-use, Land-use Change and Forestry adalah kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan dan perubahan tata guna lahan serta kehutanan yang berpengaruh langsung terhadap emisi GRK karena adanya pelepasan dan penyerapan karbon, seperti dalam hal penebangan dan kebakaran hutan. MW Megawatt = 1 juta watt Reforestasi Umumnya berarti penanaman kembali pada lahan hutan yang rusak. Menurut Marrakech Accord (2001), kegiatan penanaman kembali ini dilakukan pada hutan yang telah rusak sebelum 31 Desember 1989. Salinitas Kemasinan atau kadar garam yang terdapat dalam sebuah larutan. Simpanan Karbon Banyaknya kandungan karbon yang ada di pohon pada suatu areal hutan. Asumsinya pohon menyerap dan menyimpan CO2. TSCF Terra Standart Cubic Feet = 1012 SCF (Standard Cubic Foot) tC/Tj ton Coal/Terra joule Vegetasi Tumbuh-tumbuhan pada suatu area yang terkait sebagai suatu komunitas tetapi tidak secara taksonomi. Atau, jumlah tumbuhan yang meliputi wilayah tertentu atau di atas bumi secara menyeluruh. UNFCCC United Nations Framework Convention on Climate Change adalah Konvensi PBB tentang perubahan iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi GRK sehingga tidak membahayakan sistem iklim bumi. Konvensi ini sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No.6/1994.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    UNEP United Nations Environment Programme adalah sebuah badan PBB yang berwenang untuk meningkatkan kepedulian masyarakat dan negara anggota PBB akan masalah-masalah lingkungan. WMO World Meteorological Organization adalah suatu badan organisasi dunia yang bergerak di bidang meteorologi.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Penelitian

    Clean Development Mechanism (CDM) atau yang diartikan dalam bahasa Indonesia dengan

    Mekanisme Pembangunan Bersih merupakan satu-satunya mekanisme dalam Protokol Kyoto yang

    memungkinkan peran negara berkembang untuk membantu negara Annex I dalam upaya mitigasi

    GRK (Gas Rumah Kaca).

    Membicarakan Clean Development Mechanism (CDM), harus dikaitkan

    dengan terminologi perubahan iklim. Gas Rumah Kaca (GRK), Efek Rumah Kaca

    (ERK), Protokol Kyoto dan seterusnya.

    Secara umum iklim didefinisikan sebagai kondisi rata-rata suhu udara, curah

    hujan, tekanan udara, arah angin, kelembaban udara serta parameter iklim lainnya

    dalam jangka waktu yang panjang antara 30-100 tahun (inter centenial). Jadi berbeda

    dengan cuaca yang merupakan kondisi sesaat, iklim adalah rata-rata kondisi cuaca

    dalam jangka waktu yang sangat panjang. Perubahan iklim adalah terjadinya

    perubahan kondisi rata-rata parameter iklim. Perubahan ini tidak terjadi dalam waktu

    singkat (mendadak), tetapi secara perlahan dalam kurun waktu yang cukup panjang

    antara 50-100 tahun. 1

    1 Chandra. Panjiwibowo, Dkk, Mencari Pohon Uang: CDM Kehutanan di Indonesia,

    (Jakarta: Yayasan Pelangi Indonesia, 2003), hlm. 5

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Perubahan iklim terjadi akibat proses pemanasan global, yaitu meningkatnya suhu rata-rata

    permukaan bumi akibat akumulasi panas yang tertahan di atmosfer. Akumulasi panas itu sendiri terjadi

    akibat adanya efek rumah kaca di atmosfer bumi.

    Efek rumah kaca (ERK) merupakan suatu fenomena dimana gelombang pendek radiasi

    matahari menembus atmosfer dan berubah menjadi gelombang panjang mencapai permukaan bumi.

    Setelah mencapai permukaan bumi, sebagian gelombang tersebut dipantulkan kembali ke atmosfer.

    Namun tidak seluruh gelombang panjang yang dipantulkan itu dilepaskan ke angkasa luar. Sebagian

    gelombang panjang dipantulkan kembali oleh lapisan gas rumah kaca di atmosfer ke permukaan bumi.

    Proses ini dapat berlangsung berulang kali, sementara gelombang yang masuk juga terus

    bertambah. Akibatnya terjadi akumulasi panas di atmosfer. Kondisi ini sama persis seperti yang terjadi

    di rumah kaca yang digunakan dalam kegiatan pertanian dan perkebunan.

    Gas rumah kaca (GRK) adalah gas-gas yang diemisikan dari berbagai kegiatan manusia, yang

    memiliki kemampuan untuk meneruskan gelombang pendek dan mengubahnya menjadi gelombang

    yang lebih panjang. Selain itu, GRK juga memiliki kemampuan meneruskan sebagian gelombang

    panjang dan memantulkan gelombang panjang lainnya.

    Dalam Protokol Kyoto terdapat enam jenis GRK, yaitu karbondioksida (CO2), nitroksida

    (N2O), methana (CH4), sulfurheksafluorida (SF6), perflurokarbon (PFC) dan hidrofluorokarbon

    (HFC).2

    Secara alami, efek rumah kaca telah terjadi sejak adanya atmosfer bumi dan efek inilah yang

    telah memungkinkan suhu bumi menjadi lebih hangat dan layak dihuni. Para ahli mengatakan tanpa

    adanya atmosfer dan efek rumah kaca, suhu bumi akan 33oC lebih dingin dibandingkan saat ini.

    Perkembangan populasi dan aktivitas manusia terutama sejak revolusi industri di pertengahan

    abad XIX, telah meningkatkan emisi GRK dengan laju yang sangat tinggi dan akibatnya efek rumah

    kaca yang terjadi di atmosfer semakin kuat.

    2 Ibid, hlm. 6

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    GRK dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia. Di Indonesia, hal ini dapat dibedakan atas

    beberapa hal, yaitu pemanfaatan energi yang berlebihan, kerusakan hutan, serta pertanian dan

    peternakan. Pemanfaatan energi yang berlebihan, terutama energi fosil, merupakan sumber utama

    emisi GRK. Hutan yang semakin rusak, baik karena kejadian alam maupun pembalakan liar akan

    menambah jumlah GRK yang diemisikan ke atmosfer dan akan menurunkan fungsi hutan sebagai

    penghambat perubahan iklim. Demikian pula halnya dengan kegiatan peternakan dan pertanian yang

    merupakan penyumbang gas metana yang kekuatannya 21 kali lebih besar daripada gas

    karbondioksida.3

    Data emisi GRK tahun 1990 yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dalam

    National Communicati4 pada tahun 1997 memberikan gambaran bahwa kegiatan perubahan lahan dan

    kehutanan memberikan kontribusi terbesar bagi emisi GRK yaitu sekitar 63 persen. Sementara sektor

    energi menempati urutan kedua, sekitar 25 persen dari total emisi.

    Kontribusi sektor kehutanan dan perubahan lahan terutama disebabkan oleh tingginya laju

    kerusakan hutan di Indonesia. Dalam dekade terakhir ini laju kerusakan hutan adalah sekitar 2 juta ha

    setiap tahunnya. Data terakhir menunjukkan bahwa kawasan hutan yang rusak telah mencapai lebih

    dari 43 juta hektar.5

    Pada saat terjadi kerusakan hutan akan terjadi pelepasan emisi karbon ke atmosfer. Melalui

    aktivitas deforestasi, sekitar 33 persen karbon akan dilepaskan ke atmosfer, sementara akibat

    pembakaran biomassa dan dekomposisi, emisi karbon yang dilepas ke atmosfer adalah sebesar 32

    persen dan 22 persen.

    Emisi GRK dari sektor energi terutama disebabkan oleh pembakaran sumber energi fosil yang

    berlebihan terutama minyak bumi, gas bumi dan batubara. Kegiatan sehari-hari yang terkait dengan

    3 Ibid, hlm. 7

    4 Kementerian Lingkungan Hidup. Indonesia: the First National Communication to the UNFCCC. 1997 5 Forest Watch Indonesia. 2000.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    sektor ini adalah pembangkitan listrik serta penggunaannya, kegiatan industri, dan transportasi.

    Semakin boros pemanfaatan sumber energi ini, maka akan semakin banyak emisi GRK yang

    dihasilkan.

    Sektor pertanian dan peternakan juga memberikan kontribusi terhadap meningkatnya emisi

    GRK khususnya CH4 yang dihasilkan dari sawah tergenang. Selain CH4, GRK lain yang

    dikontribusikan dari sektor pertanian, adalah N2O yang dihasilkan dari pemanfaatan pupuk serta

    praktek pertanian. Sektor peternakan juga tak kalah dalam mengemisikan GRK. Proses fermentasi di

    dalam sistem pencernaan ternak seperti halnya kotoran yang dihasilkan, akan menghasilkan CH4.6

    Rangkaian kejadian ini dipercaya mengakibatkan terjadinya perubahan iklim yang akan

    memberikan dampak bagi kehidupan. Mengingat perubahan iklim bersifat global, maka dampak yang

    ditimbulkannya pun akan bersifat global pula. Tidak ada daerah yang akan luput dari dampak

    perubahan iklim, perbedaannya hanya pada tingkat dampak yang dirasakan serta kemampuan untuk

    beradaptasi.

    Dalam skala global, perubahan iklim akan mengakibatkan terjadinya pencairan lapisan es.

    Pencairan ini tidak hanya terjadi di daerah kutub tetapi juga di beberapa puncak gunung yang selama

    ini dipercaya ditutupi lapisan es abadi. Sejak dekade 1960-an, lapisan es yang menyelimuti bumi ini

    telah berkurang sebanyak 10 persen.

    Mencairnya lapisan es memberikan dampak berupa peningkatan volume air di permukaan

    bumi secara keseluruhan, terutama volume air laut. Selain itu, peningkatan suhu juga akan

    mengakibatkan meningkatnya pemuaian air yang akan berakibat pada peningkatan volume.

    Peningkatan volume air laut pada akhirnya akan mengakibatkan peningkatan tinggi muka air laut.

    Jika tinggi muka air laut meningkat dapat dibayangkan daerah pesisir akan berubah dari

    daratan menjadi lautan. Studi yang dilakukan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change

    6 Chandra. Panjiwibowo, Dkk, op cit., hlm. 7

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    (IPCC)7 menyatakan bahwa dalam 100 tahun terakhir telah terjadi peningkatan permukaan air laut

    setinggi 10-25 cm dan diperkirakan pada tahun 2100 peningkatan muka air laut akan mencapai 15-95

    cm dibandingkan saat ini. Dengan kondisi tersebut akan banyak pulau-pulau serta wilayah pesisir yang

    tenggelam dan mengakibatkan sekitar 46 juta orang yang hidup di pesisir pantai harus mengungsi ke

    daerah yang lebih tinggi.

    Perubahan iklim juga akan mengakibatkan terjadinya pergeseran musim. Dibeberapa tempat,

    musim kemarau akan semakin panjang sementara musim hujan memendek. Akibatnya akan timbul

    bencana kekeringan. Kekeringan akan memberikan dampak turunan seperti kegagalan panen serta

    krisis air bersih.

    Musim kemarau yang panjang mengakibatkan terjadinya musim hujan yang pendek namun

    dengan intensitas yang sangat tinggi. Kondisi ini menyebabkan bencana banjir, badai dan tanah

    longsor.

    Dampak perubahan iklim juga dirasakan di Indonesia. Tidak dapat disangkal lagi, karena

    kondisi geografis dan topografisnya, Indonesia termasuk negara yang rawan terhadap dampak

    perubahan iklim.

    Di Indonesia sendiri telah terjadi peningkatan suhu udara sebesar 0,3oC sejak tahun 1990. Dan

    di tahun 1998, suhu udara mencapai titik tertinggi, yaitu sekitar 1oC di atas suhu rata-rata tahun 1961-

    1990.8

    Dampak lain yang diperkirakan terjadi akibat perubahan iklim adalah tak

    menentunya pola curah hujan. Dalam abad ini, curah hujan di Indonesia rata-rata turun sekitar 2-3

    persen pertahun. Sebaliknya, akibat dari perubahan iklim, curah hujan diperkirakan justru akan

    meningkat di wilayah Indonesia bagian selatan.

    7 Intergovernmental Panel on Climate Change. 2001. Climate Change 2001 : Impacts, Adaptation, and Vulnerability. Summary for Policymakers and Technical Summary of the Working Group II Report. WMO-UNDP. 8 Hulme,M. and N.Sheard. 1999. Climate Change Scenarios for Indonesia. Climatic Research Unit. UEA, Norwich, UK.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Ketidakpastian musim akan mengganggu para petani dalam menjalankan kegiatannya. Bukan

    hanya musim tanam yang tak menentu, melainkan juga kegagalan panen akibat kemarau panjang atau

    hujan yang berlebih.

    Tak menentunya iklim menyebabkan turunnya produksi pangan di Indonesia, akibatnya

    Indonesia harus mengimpor beras. Peningkatan intensitas hujan akan menimbulkan banjir yang

    kemudian menyebabkan produksi padi menurun karena sawah terendam air. Tingginya curah hujan

    juga mengakibatkan hilangnya lahan dan erosi tanah. Akibatnya, kerugian pada sektor pertanian

    mencapai US$ 6 milyar pertahun.9 Dengan naiknya permukaan air laut, banyak pulau-pulau kecil dan

    daerah landai di Indonesia akan tenggelam. Diperkirakan sekitar 2.000 pulau akan hilang dari wilayah

    Indonesia.10 Akibatnya, masyarakat nelayan yang tinggal di sepanjang pantai akan semakin terdesak.

    Mereka akan kehilangan bukan saja tempat tinggal serta infrastruktur pendukung yang telah terbangun

    tetapi juga mata pencahariannya. Hal ini terutama disebabkan oleh berkurangnya tangkapan ikan

    akibat tak menentunya kondisi iklim misalnya kecepatan angin- serta gangguan yang terjadi terhadap

    ikan di laut karena perubahan temperatur air laut. Kenaikan air laut juga akan merusak ekosistem hutan

    bakau (mangrove), serta mengubah sifat biofisik dan biokimia di zona pesisir.

    Masalah lain yang ditimbulkan sebagai akibat naiknya muka air laut adalah memburuknya

    kualitas air tanah di perkotaan akibat intrusi (perembesan) air laut. Intrusi air laut juga mempengaruhi

    kondisi sungai dan danau dan akan berdampak terhadap kehidupan yang berlangsung di dalamnya.

    Kerusakan juga akan terjadi pada banyak infrakstruktur kota akibat salinitas air laut.

    Sektor kehutanan pun akan menerima dampak dari perubahan iklim ini. Ketidakmampuan

    beberapa jenis flora dan fauna untuk beradaptasi akan mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi

    ekologi hutan. Spesies yang tidak mampu beradaptasi akan punah sementara spesies yang lebih kuat

    9 The Asian Development Bank. 1994. Socio-economic Impacts of Climate Change and a National Reponse Strategy. A Report of The Regional Study on Global Environment Issues: Country Study of Indonesia. 10 IPCC. 1990. Impacts Assessment of Climate Change Report of Working Group II. Australian Government Publishing Service, Australia.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    akan berkembang tak terkendali.11 Selain itu, panjang serta keringnya musim kemarau telah memacu

    peningkatan terjadinya kebakaran hutan.

    Dampak lain dari perubahan iklim di Indonesia adalah meningkatnya frekuensi penyakit

    tropis, seperti malaria dan demam berdarah. Tanpa adanya upaya memperlambat terjadinya perubahan

    iklim, diperkirakan kasus malaria yang pada tahun 1989 sebesar 2.705 akan menjadi 3.246 di tahun

    2070, demikian pula dengan kasus demam berdarah dalam periode yang sama akan meningkat empat

    kali lipat.12

    Sudah barang tentu, dampak negatif akan dirasakan dalam bidang sosial dan ekonomi. Pada

    tahun 2000 kerugian akibat banjir, kebakaran hutan, topan serta musim kemarau di seluruh Indonesia

    berjumlah US$ 150 milyar dan menelan korban jiwa sebanyak 690.13 Sementara studi yang dilakukan

    memperkirakan kerugian tahunan di sektor pertanian sebesar Rp. 23 milyar, di sektor pariwisata

    sebesar Rp. 4 milyar dan dana perbaikan infrastruktur pesisir sekitar Rp. 42 milyar14

    Konvensi Perubahan Iklim mulai ditandatangani di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di

    Rio de Janeiro, Brazil, pada bulan Juni 1992. Setelah diratifikasi oleh sekitar 175 negara, pada tanggal

    21 Maret 1994. Konvensi Perubahan Iklim akhirnya dinyatakan berkekuatan hukum dan bersifat

    mengikat para pihak yang telah meratifikasi. Indonesia meratifikasi Konvensi tersebut dengan

    Undang-Undang No. 6 tahun 1994.

    Konvensi ini bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca pada tingkat aman

    yang tidak membahayakan sistem iklim global. Dalam konvensi ini belum dicantumkan target-target

    yang mengikat. Namun demikian, konvensi ini membagi para pihak ke dalam dua kelompok, yaitu

    negara industri dan ekonomi dalam transisi yang terdaftar dalam Annex I (dikenal sebagai negara

    Annex I) serta negara berkembang yang dikenal dengan negara non-Annex I.

    11 Rini Hidayati. 2001. Masalah Perubahan Iklim di Indonesia. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 12 ALGAS. Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca. 1997 13 Kompas, 7 Maret 2001 14 ALGAS. Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca. 1997

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Prinsip kesetaraan dan prinsip common but differentiated responsibilities (prinsip tanggung

    jawab bersama dengan tingkat yang berbeda-beda) merupakan dasar dalam Konvensi ini. Karenanya,

    negara-negara Annex I harus melakukan langkah nyata dalam menurunkan emisi gas rumah kaca di

    dalam negerinya

    Pada tahun 1995, diselenggarakan Conference of the Parties (COP) untuk pertama kalinya di

    Berlin, Jerman. Pertemuan yang merupakan upaya negosiasi internasional ini menghasilkan

    kesepakatan untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk menghadapi perubahan

    iklim. Termasuk di dalamnya untuk memperkuat komitmen negara Annex I, yang tidak tercantum di

    dalam konvensi, dengan mengadopsi suatu protokol atau bentuk hukum lainnya. Kesepakatan yang

    dihasilkan pada COP I kemudian dikenal dengan nama Berlin Mandate.

    Setelah melakukan negosiasi yang sangat intensif selama dua tahun, akhirnya disepakati

    sebuah protokol yang mengikat secara hukum dengan komitmen yang lebih tegas dan lebih rinci.

    Protokol Kyoto ini diadopsi pada pertemuan COP III di Kyoto, Jepang pada tahun 1997. COP III yang

    dikenal dengan Konferensi Kyoto merupakan sebuah ajang pergulatan antara negara maju dan

    berkembang. Negara Annex I yang dianggap telah lebih dahulu mengemisikan GRK ke atmosfer

    melalui kegiatan industrinya menolak untuk memberikan komitmen yang berarti di dalam Protokol

    Kyoto. Sementara negara berkembang merasa belum mampu untuk menurunkan emisi GRK-nya

    karena dianggap akan menghambat proses pembangunan di negaranya.

    Protokol Kyoto merupakan sebuah kesepakatan internasional yang menunjukkan upaya yang

    sangat serius dalam menghadapi perubahan iklim. Secara hukum Protokol Kyoto mewajibkan seluruh

    negara Annex I untuk secara bersama-sama menurunkan emisi gas rumah kaca rata-rata sebesar 5,2%

    dari tingkat emisi tahun 1990 pada periode tahun 2008 2012.15

    Mekanisme CDM memungkinkan negara Annex I untuk menurunkan emisi GRK secara lebih

    murah dibandingkan dengan mitigasi di dalam negerinya sendiri (domestic action). Oleh karenanya,

    15 Chandra. Panjiwibowo, Dkk, op cit., hlm. 13

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    CDM beserta dengan dua mekanisme lainnya dikenal sebagai mekanisme fleksibilitas (flexibility

    mechanisms). Dalam pelaksanaan CDM, komoditi yang diperjualbelikan adalah reduksi emisi GRK

    tersertifikasi yang biasa dikenal sebagai CER (Certified Emission Reduction). CER ini diperhitungkan

    sebagai upaya negara Annex I dalam memitigasi emisi GRK dan nilai CER ini setara dengan nilai

    penurunan emisi yang dilakukan secara domestik dan karenanya dapat diperhitungkan dalam

    pemenuhan target penurunan emisi GRK negara Annex I seperti yang disepakati dalam Annex B

    Protokol Kyoto.16

    Perkembangan negosiasi internasional, baik mengenai Konvensi Perubahan Iklim maupun

    mengenai Protokol Kyoto yang berlangsung sejak awal dekade 90-an telah memunculkan berbagai isu

    baru. Salah satu isu baru ini adalah pelaksanaan CDM di sektor kehutanan.

    Sesungguhnya hutan memiliki peran yang unik dalam isu perubahan iklim. Peran utama hutan

    adalah untuk menyerap GRK terutama karbon yang ada di atmosfer. Karenanya kegiatan

    kehutanan dalam isu perubahan iklim ini termasuk dalam carbon sequestration activities, yaitu

    kegiatankegiatan yang menyerap karbon yang ada di atmosfer. Oleh sebab itu hutan juga dikenal

    sebagai carbon sinks (rosot karbon). Dengan perannya ini, hutan dapat membantu mencapai tujuan

    Konvensi Perubahan Iklim dalam menjaga stabilitas konsentrasi gas rumah kaca pada tingkat aman

    yang tidak membahayakan sistem iklim global.

    Mengingat peran hutan tersebut, maka diusulkan agar sektor kehutanan dapat pula digunakan

    dalam upaya penurunan emisi GRK secara global. Isu kehutanan, yang dalam Konvensi Perubahan

    Iklim dan Protokol Kyoto dimasukkan dalam isu Land-Use, Land-Use Change and Forestry

    (LULUCF), yaitu mengenai pemanfaatan lahan, perubahannya serta sektor kehutanan, sempat menjadi

    isu kunci dalam beberapa COP, terutama dalam COP VI di Den Haag tahun 2000 dan COP VI-bis

    (bagian kedua dari COP VI) di Bonn tahun 2001. Dokumen yang dihasilkan pada COP VI-bis, yang

    dikenal sebagai Bonn Agreement, akhirnya memuat kesepakatan mengenai pemanfaatan sektor

    16 Chandra. Panjiwibowo, Dkk, op cit., hlm. 17

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    kehutanan dalam CDM yang terbatas pada kegiatan reforestasi (reforestation) dan aforestasi

    (aforestation).17

    CDM Kehutanan memiliki berbagai permasalahan teknis yang hingga COP VIII belum

    berhasil disepakati. Permasalahan tersebut mengenai baseline yaitu kondisi yang digunakan sebagai

    dasar perhitungan bagi besarnya CER (Certified Emission Reduction) yang dihasilkan. Hal lain yang

    tidak kalah pentingnya dalam CDM Kehutanan adalah besarnya ketidakpastian (uncertainties) yang

    ada. Ketidakpastian ini terutama dalam hal perhitungan (measurement uncertainty) dan dalam hal

    menentukan parameter yang terkait dengan CDM Kehutanan.

    Indonesia yang kaya akan biodiversity dan merupakan salah satu negara di dunia yang

    memiliki kawasan hutan tropis (rain forest) sangat potensial untuk dijadikan kawasan project CDM.

    Salah satu kawasan hutan yang ada adalah kawasan hutan di Sumatera. Selain hutan Leuser dengan

    Kawasan Taman Nasional Gunung Lesuser nya, kawasan hutan Batang Toru juga menyimpang

    keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi dan layak untuk dilindungi sehingga potensial

    sebagai lahan project CDM.

    Kawasan Hutan Batang Toru secara goegrafis terletak antara 980 53, - 990 26, bujur timur dan

    020 03, - 010 27, lintang utara. Hutan alami (primer) yang tersisa saat ini di Batang Toru seluas

    136.284 ha dan berada di blok barat seluas 81.344 ha, di blok timur 54.940 ha. Secara administrative

    lokasi ini terletak di wilayah 3 kabupaten, yakni Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan dan

    Tapanuli Tengah. 89.236 ha atau sekitar 65,5 persen terletak di wilayah Kabupaten Tapanuli Utara

    yang mengairi areal persawahan di lembah Sarulla dan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS)

    Sipansihaporas serta Aek Raisan. Sisanya dibagi dua wilayah Kabupaten Tapsel dan Tapteng.

    Dari hasil survey YEL (Yayasan Ekosistem Lestari), hutan Batang Toru merupakan daerah

    tangkapan air untuk 10 sub-DAS, dimana kawasan DAS ini masih memiliki tutupan hutan yang masih

    utuh dibagian hulunya dan merupakan fungsi penting sebagai penyangga dan pengatur tata air maupun

    sebagai pencegah bencana. 10 sub-DAS yang berasal dari hutan Batang Toru adalah Sipansihaporas,

    17 Chandra. Panjiwibowo, Dkk, op cit., hlm. 29

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Aek Raisan, Batang Toru Ulu, Sarulla Timur, Aek Situmandi, Batang Toru Ilir (Barat dan Selatan),

    Aek Garoga, Aek Tapus dan Sungai Pandan.

    Dalam hal ini, air di Batang Toru sangat penting untuk masyarakat sekitarnya untuk lokasi perkebunan

    dan persawahan, terutama untuk kehidupan manusia. Disamping untuk sumber kehidupan itu, saat ini

    dilema untuk mempertahankan keperawanan (The Virgin Forest) hutan ini menjadi sebuah tantangan

    bagi semua pihak untuk tetap melestarikan dan menjaganya.

    Dilema kedua adalah rencana pembangunan industri Pembangkit Listrik Tenaga Panas

    Bumi/Geothermal PLTP Sarulla di Taput, Pertambangan Emas oleh PT. Agincourt Oxiana (dulu

    PT.Newmont Horas Nauli) di Tapanuli Selatan dan PLTA Sipansihaporas di Tapanuli Tengah. Ketiga

    industri ini tentunya sangat membutuhkan sumber air dari hutan Batang Toru.

    Proyek PLTP Sarulla tentunya akan sangat membutuhkan ketersediaan sumber air bawah

    tanah yang berkelanjutan, maka semuanya itu tergantung kepada kelestarian ekosistim yang ada di

    hutan tersebut. Proyek penambangan emas oleh PT.Agincourt yang berdekatan dengan hutan Batang

    Toru di blok barat juga sangat mengharapkan resapan air dari hutan Batang Toru, dimana sebagaian

    dari wilayah pertambangan ini masih merupakan tutupan hutan primer. Sedangkan untuk PLTA

    Sipansihaporas jelas merupakan teknologi yang membutuhkan perhitungan cukup teliti mengenai debit

    air yang akan digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Dimana PLTA Sipansihaporas ternyata dapat

    menghasilkan tenaga listrik 50 MW.

    Khusus untuk PLTA Sipansihaporas, pihak pengelola proyek ini sudah sepantasnya

    berterimakasih kepada Pemkab/Kabupaten Tapanuli Utara, karena rata-rata air sungai tangkapan Hutan

    Batang Toru bersumber dari wilayah kabupaten ini. Yang menjadi pertanyaan, apakah PLTA

    Sipansihaporas akan nantinya akan memberikan sumbangsih semisal Community Development (CD)

    atau semacam sumbangan atas pemfaatan jasa pelestarian alam ke Kabupaten Tapanuli Utara ?

    Hutan Batang Toru memiliki Geografi/topografi yang sangat rumit dan bergelombang. Jenis

    hutan yang dapat ditemui saat ini adalah hutan pegunungan rendah, hutan gambut, hutan batu kapur

    dan hutan berlumut.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Tanah dan air di hutan Batang Toru memiliki keasaman PH 4-5 dengan air berwarna coklat jernih.

    Sedangkan jenis-jenis pohon yang ada didominasi Cemara Gunung (Atturmangan/Casuarina sp),

    Sappinur Tali (Dacridium spp) dan jenis-jenis mayang (palaquiumspp) disamping itu juga terdapat

    jenis-jenis pohon Famili Theaceae, Sapotaceae dan Lauraceae.

    Survei Vegetasi yang dilakukan oleh YEL beberapa tahun yang lalu, ditemukan 11 jenis

    tanaman yang merupakan spesies baru di dunia ilmiah. Disamping itu juga ditemukan beragam jenis

    vegetasi khas Sumatera, seperti bunga bangkai Rafflesia Gadutensis dan bermacam-macam bunga

    anggrek. Sementara itu, rata-rata curah hujan di hutan Batang Toru bias mencapai 4.500 sampai 5.000

    mm per tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa curah hujan dilokasi tersebut cukup tinggi, karenanya

    suhu pada malam harinya dilokasi ini bisa menurun hingga 14 derajat celcius.

    Dengan kondisi hutan dimaksud, kawasan hutan Batang Toru Tapanuli Utara sudah

    selayaknya dijadikan site bagi CDM project berdasarkan Protokol Kyoto jika permasalahan dan

    kendala dalam CDM itu sendiri dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan harapan dunia sebagai

    usaha penurunan efek Gas Rumah Kaca.

    B. Perumusan Masalah

    Sesuai dengan latar belakang di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan

    dalam penelitian ini sebagai berikut tentang :

    1. Apakah Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol

    Kyoto memilki kekuatan hukum secara global ?

    2. Sejauh mana ruang lingkup Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan

    berdasarkan Protokol Kyoto ?

    3. Permasalahan apa yang dihadapi dalam penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM)

    terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto ?

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    C. Tujuan Penelitian

    Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai

    dalam penelitian ini adalah tentang

    1. Untuk mengetahui kekuatan hukum Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan

    hutan berdasarkan Protokol Kyoto.

    2. Untuk mengetahui sejauh mana ruang lingkup Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap

    kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto.

    3. Untuk menemukan permasalahan yang dihadapi dalam penerapan Mekanisme Pembangunan

    Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto

    D. Manfaat Penelitian

    Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat yaitu baik secara

    teoritis maupun secara praktis, yakni tentang :

    1. Secara teoritis

    Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut dan mempunyai arti penting bagi negara-negara Annex I dan Non Anex I khususnya Indonesia dalam kaitannya dengan penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto. Dan diharapkan dapat memberi manfaat bagi bidang ilmu hukum secara umum dan hukum administrasi negara secara khusus.

    2. Secara praktis

    a. Sebagai pedoman dan masukan bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam upaya pembaharuan dan

    pengembangan hukum nasional kearah penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan

    berdasarkan Protokol Kyoto.

    b. Sebagai bahan kajian bagi akademisi untuk menambah wawasan ilmu hukum terutama dalam bidang hukum

    administrasi negara, khususnya mengenai Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan

    berdasarkan Protokol Kyoto.

    E. Keaslian Penelitian

    Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian

    mengenai Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) Terhadap Kawasan Hutan

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Berdasarkan Protokol Kyoto belum pernah dilakukan dalam topik dan permasalahan

    yang sama. Jadi penelitian ini dapat disebut asli dan sesuai dengan azas-azas

    keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan

    implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah. Sehingga penelitian ini dapat

    dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

    F. Kerangka Teori dan Konsep

    a. Kerangka Teori

    Menentukan suatu teori dalam penelitian adalah penting, sedemikian pentingnya sehingga menurut David Madsen sebagaimana dikutip oleh Lintong O. Siahaan mengatakan The basic purposes of scientific research is theory he adds that a good theory properly seen present a systematic view of phenomene by specifiying realitations among cariables, with the purposes of exploring and prediction the phenomenona18

    Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisi serta untuk menganalisis berbagai

    permasalahan mendasar dalam penelitian ini adalah teori negara hukum kemudian untuk mendukung

    teori ini digunakan teori negara kesejahteraan.

    Penjelasan terhadap landasan teoritis tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Teori Negara Hukum

    Konsepsi Negara Hukum adalah suatu gagasan bernegara yang paling ideal. Gagasan negara

    hukum ini telah berkembang sejak Plato menulis Nomoi atau bahkan jauh sebelum itu19. Gagasan

    negara hukum didasari oleh suatu keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar

    hukum yang baik dan adil20.

    Immanuel Kant, dalam bukunya Methaphysiche Ansfagrunde der Rechtslehre,

    mengemukakan konsep negara hukum liberal. Kant mengemukakan paham negara hukum dalam arti

    18 Lintong O. Siahaan. Prospek PTUN sebagaimana Penyelesaian Sengketa Administrasi

    Indonesia. Cetakan pertama. (Jakarta. Perum Percetakan Negara RI. 2005) hlm. 5 19 Padmo Wahjono, Indonesia Negara Berdasarkan Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986),

    hlm. 7 20 Franz Magnis Suseno, Etika Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 295

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    sempit, yang menempatkan fungsi recht pada staat, hanya sebagai alat pelindung hak hak individual

    dan kekuasaan negara diartikan secara pasif, yang bertugas sebagai pemeliharaan ketertiban dan

    keamanan masyarakat. Paham Kant ini terkenal dengan sebutan nachtwakerstaat atau

    nachtwachterstaat21

    2. Teori Negara Kesejahteraan

    Negara Kesejahteraan adalah sebuah Negara yang memiliki wewenang secara bebas digunakan (tujuan politik dan administrasi) untuk memodifikasi percaturan kekuatan pasar yang paling tidak pada tiga ketentuan yang pertama dengan memberi garansi baik secara individu dan masyarakat untuk mendapatkan penghasilan minimum terlepas dari nilai pasar dari kerja atau kekayaan; kedua dengan membatasi perluasan rasa tidak aman dengan memberdayakan individu atau masyarakat guna mendapatkan kemungkinan kemungkina sosial .. yang sebaliknya akan menggiring (menghilangkan) krisis invidu atau masyarakat itu; dan yang ketiga dengan memberi keyakinan bahwa seluruh masyarakat tanpa perbedaan status atau kelas ditawarkan standar yang memuaskan dalam kaitannya dengan pelayanan public. (Briggs 1967 : 29)

    Selanjutnya Briggs menjelaskan lagi :

    It is duty of the community through the power of the state to modify deliberately the normal play of economic forces in a market economy in order to assist the needs of the underprivileged groups and individuals by providing every citizen with a basic real income adequate for subsistence, irrespective of the market value of his work. (Briggs, 1967 : 72)22

    Merupakan tanggung jawab masyarakat lewat kekuasaan Negara untuk memodifikasi secara

    bebas permainan kekuatan ekonomi lewat pasarnya dalam usaha untuk membantu memenuhi kebutuhan kelompok masyarakat atau individu yang serba kekurangan dengan memberi setiap penduduk penghasilan yang memadai dalam mencari nafkah hidup, terlepas dari nilai pasar dari kerja mereka (Briggs. 1967 : 72)

    3. Teori Sistem Hukum Analitis Mekanis23

    Teori ini dikenal juga dengan sebutan Metode Mekanis (piecemeal Method Analytic). Konsep dasar teori ini adalah:

    Piecemeal approach; it is analytic in the sense that the entity of interest is divided into simple component parts, which are investigated separately

    Teori ini mengatakan bahwa setiap bagian dari keseluruhan dipandang sebagai bagian yang terpisahkan dari keseluruhan itu.

    21 Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip Prinsipnya Dilihat

    Dari Hukum Islam, Implementasinya Pada Periode Negara Madinah Dan Masa Kini, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hlm. 66 22 Op.cit, hlm. 47

    23 Lili Rasjidi dan I.B Wyas Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung, Penerbit CV. Mandar Maju, 2003, hlm. 52

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Sedangkan kerangka konsepsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    penjelasan dan penjabaran dari maksud dan arti dari terminologi pokok pembahasan

    sebagai elemen dasar dari maksud dan tujuan dari pembahasan penelitian dimaksud.

    b. Kerangka Konsep

    Adapun kerangka konsepsi tersebut adalah pengertian dari terminologi

    berikut:

    1. Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism); yaitu salah

    satu instrument dalam mitigsi perubahan iklim, yang hingga saat ini adalah satu

    satunya mekanisme fleksibel yang melibatkan negara negara berkembang dalam

    pelaksanaannya.24

    2. Kawasan Hutan; adalah suatu zona atau areal tumbuhnya vegetasasi flora dan

    fauna dengan berbagai keakeragaman hayatinya.

    3. Protokol Kyoto; adalah merupakan sebuah kesepakatan internasional yang

    menunjukkan upaya yang sangat serius dalam menghadapi perubahan iklim.

    Secara hukum Protokol Kyoto mewajibkan seluruh negara Annex I untuk secara

    bersama-sama menurunkan emisi gas rumah kaca rata-rata sebesar 5,2% dari

    tingkat emisi tahun 1990 pada periode tahun 2008 2012.25

    G. Metode Penelitian

    1. Metode Pendekatan

    Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yang dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan mengacu kepada norma-norma hukum yang

    24 Meuthia A Naim, Panduan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, Edisi Kedua, KLH-RI,

    2007, hlm. 15

    25 Chandra. Panjiwibowo. Op.cit., hlm. 13

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    terdapat dalam peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan pendapat ahli hukum maupun pendapat praktisi hukum kemudian dikaitkan dengan data primer.

    2. Spesifikasi Penelitian

    Sesuai dengan rumusan penelitian maka penelitian ini bersifat deskriptif analitis yang betujuan menggambarkan prinsip-prinsip hukum dalam penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan Protokol Kyoto.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Menitikberatkan pada penelitian kepustakaan (library research) dan berdasarkan kepada data

    sekunder dan data primer, maka bahan kepustakaan yang digunakan dapat dibagi ke dalam beberapa

    kelompok yaitu:26

    a. Bahan Hukum Primer; yaitu bahan bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari:

    1. Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang Undang Dasar 1945;

    2. Peraturan dasar, yaitu:

    a. Batang tubuh UUD 1945;

    b. Ketetapan ketetapan MPR(S)

    3. Peraturan Perundang undangan:

    a. Undang Undang atau Perpu;

    b. Peraturan Pemerintah;

    c. Keputusan Presiden;

    d. Keputudan Menteri;

    e. Peraturan Daerah.

    4. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, misalnya hukum adat.

    5. Yurisprudensi;

    6. Traktat;

    7. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku, misalnya KUHP (WvS)

    dan KUHPerdata (BW).

    26 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan

    Singkat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 14

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    b. Bahan Hukum Sekunder; yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

    hukum primer, misalnya rancangan undang undang (RUU), rancangan peraturan pemerintah

    (RPP), hasil penelitian (hukum), hasil karya (ilmiah) dari kalangan hukum dan sebagainya.

    c. Bahan Hukum Tertier; yakni bahan bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap

    bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus kamus (hukum), ensiklopedia, indeks

    kumulatif dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan

    permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir.27

    4. Alat Pengumpulan Data

    Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan sehingga data yang dikumpulkan pada dasarnya merupakan data sekunder sehingga alat yang digunakan adalah studi dokumentasi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penelaahan kepustakaan berupa peraturan perundang undangan yang berhubungan dengan masalah yang dikaji. Dilakukan pula penelaahan terhadap bahan bahan hukum lainnya, seperti karya ilmiah dan kamus yang membantu dalam menganalisis dan memahami penerapan Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) terhadap kawasan hutan berdasarkan protokol Kyoto.

    Teknik pengumpulan data dilakukan melalui data kepustakaan dan didukung dengan data hasil wawancara dengan informan atau responden lainnya.

    5. Metode Analisis Data

    Kegiatan analisis dimulai dengan melakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul melalui study kepustakaan (Library Research), peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian lainnya untuk mendukungnya. Kemudian baik data primer maupun data sekunder dilakukan analisis penelitian. Dengan analisis kualitatif juga dilakukan interpretasi. Berdasarkan metode interpretasi ini diharapkan dapat menjawab permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

    Penelitian hukum normatif yang dilakukan di sini mengutamakan penelitian

    Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan

    Protokol Kyoto.

    27 Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), (Jakarta : PT. Rajawali Grafindo Persada, 2003), hlm. 116-117

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    BAB II

    KEKUATAN HUKUM MEKANISME PEMBANGUNAN BERSIH (CDM)

    TERHADAP KEHUTANAN BERDASARKAN PROTOKOL KYOTO

    Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragman

    Hayati, visi dari pengelolaan keanekaragaman hayati Indonesia adalah terwujudnya masyarakat

    Indonesia yang peduli, berbudaya, mandiri dan cerdas dalam melestarikan dan memanfaatkan

    keanekaragaman hayati secara optimal, adil dan berkelanjutan melalui pengelolaan yang bertanggung

    jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Rencana aksi pengelolaan keanekaragaman

    hayati untuk tahun 2003 2020 dijabarkan ke dalam lima tema utama yaitu:

    1. Pembanguna kapasitas manusia dan masyarakat dalam pengelolaan keanekaragaman hayati;

    2. Pengembangan sumber daya, teknologi dan kearifan lokal;

    3. Peningkatan konservasi dan rehabilitasi keanekaragaman hayati;

    4. Peningkaran kapasitas kelembagaan dan pranata kebijakan;

    5. Peningkatan kapasitas penyelesaian konflik.

    Dalam setiap tema diajukan program-program beserta indikator kinerja keberhasilan dan

    usulan lembaga yang melakukan. Semua ini dimaksudkan menjadi langkah-langkah untuk mengatasi

    krisis keanekaragaman hayati dan mengembalikan perannya sebagai aset bangsa.

    Perubahan iklim akan mempengaruhi ekosistem yang ada sehingga berdampak langsung

    terhadap kelestarian keanekaragaman hayati. Hal ini tentunya akan menjadi tantangan bagi Indonesia

    untuk dapat mencapai visi pengelolaan keanekaragaman hayati. Agenda adaptasi terhadap perubahan

    iklim diharapkan mampu mengurangi terhadap ekosistem, seperti polusi dan penggunaan sumber daya

    secara berlebih, sehingga dapat mengurangi kerusakan sistem dan kepunahan spesies. Rencana aksi

    sektor kehutanan dan keanekaragaman hayati termasuk:

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    1. Hutan berfungsi mengatur iklim mikro dan memberikan layanan lingkungan (alam) seperti air

    kepada masyarakat dan pengguna jasa alam di hilit, tempat hidup berbagai aneka ragam

    hayati dan memberikan kekayaan hasil hutan berupa kayu dan produk non-kayu seperti

    damar, rotan, madu dan bahan obat-obatan yang menjadi mata pencaharian penduduk di

    sekitar hutan. Perubahan iklim dapat memberikan dampak serius terhadap layanan alam

    maupun kerusakan hutan (seperti kebakaran) jika hutan tidak dikelola dengan baik. Usaha

    perlindungan terhadap ekosistem hutan dengan peran penting dalam memberikan hasil

    kekayaan dan jasa lingkungan perlu terus dilakukan.

    2. Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Perubahan

    iklim bisa berdampak serius terhadap keanekaragaman hayati tersebut. Oleh karena itu, perlu

    dilakukan inventarisasi keanekaragaman hayati di Indonesia. Perlu dibuat bank genetik

    berbagai spesies tumbuhan yang ada di tanah air. Dengan demikian kekayaan hayati tersebut

    dapat dijaga untuk memberikan manfaat bagi bangsa.

    A. Hutan di Indonesia

    1. Tutupan Hutan

    Dalam RPJMN 2005 2009, kebijakan pembangunan diarahkan pada pengelolaan

    sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang seimbang, antara fungsinya sebagai modal pertumbuhan

    ekonomi dan sebagai penopang sistem kehidupan, untuk menjamin keberlanjutan pembangunan

    nasional.

    Sebagai sumber devisa dan modal pembangunan Sumber Daya Alam adalah seluruh

    sumberdaya, yang mencakup materi, energi, dan set informasi yang tersedia di alam dan merupakan

    ciptaan Tuhan untuk dimanfaatkan dan dikelola. Sedangkan lingkungan hidup itu sendiri diartikan

    sebagai ruang atau wadah di mana manusia melangsungkan kehidupannya, sekaligus tempat dimana

    Sumber Daya Alam berasal harus dilindungi dan dilestarikan fungsinya. Kegagalan dalam

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    pengelolaan sumber daya alam ini akan mengakibat dampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia

    di atas bumi ini.

    Hutan di Indonesia merupakan sumber daya yang sangat penting karena melingkupi sebagian

    besar wilayah daratan Indonesia dan menjadi paru-paru dunia. Hutan di Indonesia memiliki fungsi

    yang beragam baik dari segi ekonomi maupun dari segi lingkungan. Hutan merupakan habitat bagi

    berbagai jenis flora dan fauna karena hutan-hutan di Indonesia terkenal memiliki keanekaragaman

    hayati yang sangat besar. Selain itu hutan yang luas tersebut merupakan benteng pencegah bencana

    alam. Sebagai wahana penyimpan air misalnya, hutan-hutan di Indonesia menjadi tanggul alam

    pencegahan banjir dan erosi. Demikian pula dalam fungsinya sebagai penahan laju angin (windbreaks),

    hutan-hutan tersebut mencegah terjadinya badai. Dengan demikian hutan dapat mempengaruhi

    keadaan cuaca dan iklim global.

    Dalam hubungannya dengan perubahan iklim global, Indonesia mempunyai peranan strategis

    dalam struktur iklim geografi dunia, karena sebagai negara tropis ekuator yang mempunyai hutan

    tropis basah terbesar kedua di dunia dan negara kepulauan yang memiliki laut terluas di dunia,

    mempunyai fungsi sebagai penyerap emisi gas-gas rumah kaca yang menyebabkan terjadinya

    pemanasan global, sebagai salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim global. Dari luas daratan

    Indonesia yang lebih dari 191 juta hektar, lebih dari 58 persennya berupa hutan.

    Perubahan luas hutan alam terjadi sebagai akibat dari berbagai kebutuhan, baik oleh

    pemerintah maupun oleh rakyat, atau karena terjadinya bencana. Untuk menjaga kelestarian besaran

    hutan, pemerintah telah menetapkan luas hutan menurut berbagai fungsinya, sehingga hanya hutan

    yang dapat dikonversi saja yang dapat dimanfaatkan untuk fungsi hutan lain atau penggunaan lain.

    Perluasan hutan produksi dari hutan-hutan alam merupakan konsekuensi logis dari aspek ekonomi

    pengusahaan hutan di Indonesia yang juga merupakan salah satu sumber devisa negara. Kebutuhan

    akan berbagai hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga domestik, seperti membuat

    rumah, mebel, dan peralatan rumah tangga lainnya juga merupakan penyebab tingginya permintaan

    akan hasil hutan.

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Berbagai kegiatan atau bencana alam yang terjadi di wilayah kawasan hutan alam seperti

    misalnya kegiatan peladang berpindah, pertambangan dan kebakaran hutan telah menyebabkan

    berkurangnya areal berhutan di hutan-hutan alam. Contoh lain adalah hasil penginderaan jauh dengan

    satelit untuk kawasan hutan suaka alam, yang menemukan bahwa pada tahun 2003, sebesar 2.871.000

    hektar dari kawasan hutan tersebut ternyata bukan lagi masuk dalam kategori hutan. Kenyataan ini

    cukup mengkhawatirkan, terutama pada kawasan suaka alam di beberapa provinsi, karena proses

    perusakan yang terjadi pada hutan alam itu tidak dapat dipantau dengan mudah, terutama diakibatkan

    oleh lokasi kerusakan yang jauh di pedalaman hutan (lihat Tabel 1).

    Tabel 1 : Hasil Penafsiran Citra Satelit Pada Hutan Suaka Alam Di Beberapa Provinsi Terpilih

    s/d Tahun 2003

    Hutan Suaka Alam % Tidak Tertutup

    Hasil Penafsiran

    Awan Luas Yang Ditaksir Hutan Bukan Hutan

    Provinsi

    (000 Ha) (000 Ha) (1) (2) (3) (4) (5)

    N. Aceh Darussalam 752 97 729 23 Sumatera Utara 200 91 181 19 Sumatera Barat 667 90 603 64 R i a u 267 88 236 31 J a m b i 536 65 349 187 Sumatera Selatan 440 89 390 50 Bengkulu 539 44 239 300 Lampung 384 58 224 160 DKI Jakarta 0 0 0 0 Jawa Barat 101 85 86 15 Jawa Tengah 8 38 3 5 DI Yogyakarta 1 0 0 1 Jawa Timur 226 88 198 28 Banten 73 90 66 7 B a l i 19 63 12 7 Nusa Tenggara Barat 127 52 66 61 Nusa Tenggara Timur 279 49 138 141 Kalimantan Barat 1.374 86 1.184 190 Kalimantan Tengah 593 87 516 77 Kalimantan Selatan 117 61 71 46 Kalimantan Timur 1.423 83 1.184 239

    Lanjutan Tabel 1

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    Hutan Suaka Alam

    % tidak tertutup Hasil Penafsiran

    Provinsi Awan Luas Yang Ditaksir Hutan Bukan Hutan

    (000 Ha) (000 Ha)

    (1) (2) (3) (4) (5)

    Sulawesi Utara 121 83 101 20 Sulawesi Tengah 372 88 328 44 Sulawesi Selatan 83 76 63 20 Sulawesi Tenggara 208 77 161 47 Gorontalo 164 94 154 10 M a l u k u 284 83 237 47 P a p u a 26 77 20 5.384 6 1.026 INDONESIA 15.794 82 12.923 2.871 Sumber: Departemen Kehutanan, Statistik Badan Planologi Kehutanan 2003

    Untuk mengetahuinya dibutuhkan dana yang tidak sedikit, maka dikhawatirkan jumlah areal

    kerusakan itu semakin lama akan semakin besar.

    Dampak aktivitas terhadap lingkungan alam, yaitu perubahan yang diantaranya diakibatkan

    oleh aktivitas yang dilakukan manusia pada lingkungan alam, merupakan faktor penekan lingkungan,

    yang menyebabkan semakin menurunnya kualitas lingkungan, termasuk kualitas hutan. Departemen

    Kehutanan khususnya Direktorat Planologi Kehutanan, melalui pola pembagian Rencana Pengukuhan

    dan Penatagunaan Hutan (RPPH), membagi kawasan hutan menjadi hutan tetap, hutan produksi yang

    dapat dikonversi, serta areal penggunaan lain. Hutan tetap di Indonesia pada tahun 2003 mencapai

    sekitar 109,9 juta hektar yang diantaranya meliputi hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan

    produksi, dan hutan produksi yang dapat dikonversi. Luas kawasan hutan lindung masih termasuk

    yang terbesar yaitu 29.100.016 hektar, sedangkan yang terkecil adalah hutan produksi yang dapat

    dikonversi, yaitu sebesar 13.670.535 hektar (lihat Tabel. 2)

    Tabel 2 : Luas Kawasan Hutan Dan Perairan Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Tentang Penunjukan Kawasan Hutan Dan Perairan, Tahun 2003 (Ha)

    Provinsi HL HPT HP HPK Hutan Tetap (1) (2) (3) (4) (5) (6)

  • Fl. Fernando Simanjuntak : Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Develoment Mechanism) Terhadap Kawasan Hutan Berdasarkan Protokol Kyoto, 2009

    N. Aceh Darussalam 1.844.500 37.300 601.280 - 3.549.813 Sumatera Utara - - - - - Sumatera B