biografi

Upload: andhika-perkasa-sumarto

Post on 07-Jan-2016

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kkkn

TRANSCRIPT

Nama : Anggara Tri PutraKelas : XI MIA 5Absen : 03

BIOGRAFI MUHAMMAD ABDUH

Muhammad Abduh lahir di sebuah Desa di Propinsi Gharbiyah pada tahun 1265 H bertepatan dengan tahun 1848/1849 M. Ayahnya bernama Abduh Ibnu Hasan Khairullah dan Ibunya bernama Junainah, mempunyai Silsilah dengan keturunan Umar bin Khattab. Muhammad Abduh lahir dalam lingkungan petani yang hidup sederhana, taat dan cinta ilmu pengetahuan. Orang tuanya berasal dari kota Mahallat Nashr. Situasi politik yang menyebabkan orang tuanya menyingkir ke desa kelahirannya dan kembali ke Mahallat Nashr setelah situasi politik mengizinkan.Masa pendidikan Muhammad Abduh di mulai dengan pelajaran dasar membaca dan menulis yang didapatkannya dari orang tuanya sendiri. Kemudian ia belajar al-Quran pada seorang Hafiz. Dalam waktu yang relatif singkat (2 tahun) ia dapat menghafal al-Quran secara keseluruhan.Pendidikan selanjutnya ditempuhnya di Thanta, di sebuah lembaga pendidikanMasjid al-Ahmadi. Namun tempat ini Muhammad Abduh mengikuti pelajaran yang diberikan dengan rasa tidak puas, bahkan membawanya kepada rasa putus asa untuk mendapatkan ilmu seperti yang diharapkannya. Perasaan yang demikian berpangkal dari metode pengajaran yang diterapkan disekolah tersebut yang mementingkan hafalan tanpa pengertian. Sama halnya dengan metode pengajaran yang umumnya di terapkan di dunia Islam ketika itu.Muhammad Abduh seorang kritis. Ia berpendapat lebih baik tidak belajar daripada menghabiskan waktu menghafal istilah-istilah nahu dan fikhi yang sama sekali tidak dipahaminya. Pendapat yang demikian terbukti dengan kembalinya ke Mahallat Nashr hidup sebagai petani dan kemudian dikawinkan dalam usia 16 tahun. Empat puluh hari setelah perkawinannya ia diperintahkan oleh orang tuanya ke Thanta. Ditengah perjalanan menuju Thanta, ia berubah niat menuju desa Kanisah Urin, tempat kerabat keluarganya.Di Kanisah Urin, ia bertemu Syekh Darwisy Khadar (Paman ayahnya). Dari pertemuan tersebut yang kemudia melahirkan kesadaran Muhammad Abduh. Syekh Darwisy tidak hanya mengajarkan etika dan moral, tetapi juga praktek kezuhudan tarekatnya.Pada tahun 1972 (Muhammad Abduh berusia 32 tahun), ia bertemu dengan Jamaluddin al-Afgani. Darinya ia belajar melihat agama dan ajaran Islam dengan kacamata baru.Al-Afgani memperkenalkan karya-karya tulispara penulis barat, baik masalah politik, sosial, baik oleh rakyat Mesir maupun umat Islam pada umumnya. Disamping itu, ia juga menerima pelajaran Filsafat, Matematika, dan Teologi. Khusus pada pelajaran teologi ia tertarik dengan teologi mu'tazilah.Pada tahun 1879 Muhammad Abduh menjadi pengajar di Dar Ulum, tetapi hanya berlansung setahun dan ia dipecat tanpa alasan yang jelas. Tahun 1880 ia diangkat pemimpin majalas resmial-Wajdi al- Mishriyah. Selanjutnya pada tahun 1882, ia diusir dari Mesir atas tuduhan terlibat dalam pemberontakan Urabi Pasha.Dari Mesir ia menuju Beirut kemudian menuju ke Paris untuk bergabung denganJamaluddin al-Afgani. Pada tahun 1889 Muhammad Abduh diizinkan memasuki Mesir, Setahun kemudian ia diangkat menjadi penasehat Mahkama Tinggi. Tahun 1899 Kepadanya dipercayakan menduduki jabatan keagamaan tertinggi Mesir yakni diangkat sebagai Mufti negara. Jabatan tersebut tetap dijabat sampai akhir hayatnya.Muhammad Abduh wafat pada tanggal 11 Juli 1905 di Alexandria. Setelah banyak melakukan modernisme dalam Islam dan juga banyak mewarisi peninggalan berharga bagi generasi selanjutnya.

Nama : Bagoes Triantoro AjieKelas : XI MIA 5Absen : 11

BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ABDUL WAHABNama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid at-Tamimi.Ia dilahirkan di Nejd pada tahun 1115 H, dan wafat di Diryah dengan usia yang sangat tua (91 tahun) yaitu pada tahun 1201 H.

Ibnu Abdul Wahab kecil belajar agama kepada ayahnya sendiri yang menjadi qadhi dengan madzhab Hanbali. Kemudian, ia belajar agama kepada Syaikh Muhamamd Ibnu Sulaiman al-Kurdi, Syaikh Muhammad Hayat al-Sindi dan ulama lainnya dalam madzhab Hanbali.

Proses belajarnya Ibnu Abdul Wahab dalam bidang agama ini berlangsung dalam waktu yang minim dan terputus-putus, sehingga ilmu yang diperolehnya tidak maksimal. Menurut Syaikh Idahram dengan mengambil istilah al-Masari menggambarkan posisi Muhammad Ibnu Abdul Wahab saat itu layaknya ustadz kampung yang biasa-biasa saja, tidak dikenal ketokohan dan keulamaannya oleh ulama yang hidup semasanya, bahkan tidak diperhitungkan keberadaannya. Ulama-ulama Wahabi juga mengakui bahwa Muhammad Ibn Abdul Wahab semasa hidupnya tidak pernah digelari sebagai imam. Justru semasa belajar, para guru dan ayahnya sendiri mencium gelagat penyimpangan yang ada pada diri Ibnu Abdul Wahab, terutama setelah melihat kegemarannya membaca kisah kenabian (nabi palsu) Musailamah al-Kadzdzab, Sajah, Aswad al-Unsi dan Thulaihah al-Asadi. Kekhawatiran para guru Ibnu Abdul Wahab ini diungkapkan dalam bentuk nasehat keprihatinan yang dikutip Syaikh Idahram sebagai berikut: anak ini akan tersesat dan akan menyesatkan banyak orang...

Kegemarannya mengembara untuk berdagang sekaligus menuntut ilmu menjadi salah satu penyebab banyaknya fatwa kontroversial keluar dari diri Muhammad Ibn Abdul Wahab. Sebagai contoh, di Damsyik (Damaskus), ia menghabiskan waktunya dengan mempelajari kitab-kitab karangan Ibnu Taimiyah yang banyak mengandung kontroversi. Di Basrah, ia bertemu orang orientalis yang menyamar sebagai syaikh Muhammad al-Majmui. Ia banyak bertukar pikiran dan berguru kepadanya. Ia tidak mengetahui bahwa gurunya tersebut sedang menjalankan misi besar, yaitu menjadi agen kerajaan Inggris untuk mencari titik lemah kekuatan Turki, sekaligus mencari cara untuk menghancurkan Turki. Penyimpangan semakin parah setelah dua agen wanita Inggris yang bernama samaran Safiyya dan Asiya menjalankan misinya untuk mendoktrin Muhammad Ibn Abdul Wahab dengan berbagai ajaran sesat dengan imbalan rela dinikani mutah.

Setelah melakukan pengembaraan panjang, Muhammad Ibn Abdul Wahab kembali ke Najd dengan didampingi syaikh Muhammad al-Majmui. Pada tahun 1143 H, Muhammad Ibn Abdul Wahab mulai menyampaikan keyakinannya yang dianggap menyimpang kepada orang-orang awam di Najd. Namun, ayah dan masyayikh di daerahnya menghalau ajaran tersebut. Penyimpangan ajaran Muhammad Ibn Abdul Wahab disebabkan oleh

Pada tahun 1153 H, setelah banyaknya wafat, ia dengan leluasa menyebarkan ajarannya. Karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam, masyarakat marah, hampir-hampir ia terbunuh. Maka, larilah ia ke kota Uyainah. Untuk memudahkan dakwahnya, ia merapat kepada emir (penguasa di kota tersebut) dengan cara menikahi salah satu kerabat emir. Dengan menjadi bagian dari keluarga penguasa, Ibn Abdul Wahab menyampaikan ajarannya kepada masyarakat. Akan tetapi, masyarakat Uyainah merasa keberatan atas ajarannya, bahkan mengusirnya keluar dari kota tersebut.

Dengan perasaan marah, galau dan dendam, Ibn Abdul Wahab menuju Diriyah, yaitu daerah Musailamah al-Kadzzab (nabi palsu) beserta pengikutnya yang murtad. Di kota inilah, ia mendapatkan dukungan penuh dari emir (Muhammad Ibnu Saud) dan masyarakatnya. Bahkan pada tahun 1165 H, keduanya menjalin kesepakatan untuk saling mendukung dalam politik maupun dalam dawah. Dari sinilah awal penyebaran ajaran ibn Abdul Wahab berkembang, sekaligus kota Diriyah menjadi pusat dakwah Ibn Abdul Wahab. Dengan kekuatan tentaranya inilah Ibn Abdul Wahab mengukir sejarah berdarah yang menumpahkan darah ribuan ulama dan kaum muslimin yang berbeda faham dengannya.

Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dariyah. Keseluruhan hidupnya digunakan untuk menyebarkan ajarannya serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Pada tanggal 29 Syawal 1206 H, Muhammad bin Abdulwahab meninggal dunia dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dariyah (Najd).