bijak buletin...flora liar yang terancam punah (cites), yang melarang perdagangan secara global...

6
Madu Hutan Permanis Kemitraan Konservasi Bermitra untuk Melindungi Species Terancam Punah Menyetop Perdagangan Ilegal Satwa Liar di Bandara Indonesia Halaman 6 Halaman 5 Mengevaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Koservasi Halaman 3 Halaman 1 Halaman 2 Sarang lebah menggantung di pohon di hutan Taman Nasional Gunung Tambora Madu Hutan Permanis Kemitraan Konservasi BIJAK Mengikuti Acara Berbagi Ilmu tentang Penurunan Permintaan yang Efektif Halaman 4 Transparansi Melindungi Hutan Indonesia dari Deforestasi Tokoh Konservasi Selvia Oktaviyani Volume IV Oktober - Desember 2019 Foto: Feni Endah / Taman Nasional Gunung Tambora (TNGT) Penerbitan buletin ini dimungkinkan dengan dukungan Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Isi dari buletin ini adalah tanggung jawab Chemonics International Inc. dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat. DI EDISI INI: Taman Nasional Gunung Tambora (TNGT) dikenal karena keanekaragaman hayati dan potensi ekowisata yang kaya. Taman nasional seluas 71.644 hektar di Nusa Tenggara Barat ini adalah rumah bagi ratusan spesies tanaman seperti spesies Elaocarpus batudulangi dan fauna yang diidentifikasi baru-baru ini seperti opior jambul (Lophozosterops dohertyi) yang endemik di wilayah tersebut. Dideklarasikan sebagai taman nasional pada tahun 2015, TNGT juga dikenal karena madu yang dihasilkan oleh lebah liar di hutan. Bagi warga Desa Kawinda To’i, memanen madu hutan adalah salah satu kegiatan musiman yang mendukung mata pencaharian mereka. Madu hutan adalah komoditas penting yang menghasilkan pendapatan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan pendidikan warga. Namun, warga desa harus masuk ke dalam taman nasional untuk mencapai sarang lebah. Waspada terhadap perambahan, pengelola di TNGT menemukan cara yang akan memastikan bahwa taman nasional dan masyarakat setempat mendapatkan manfaat dari madu liar. Pada tanggal 29 November 2019, TNGT dan Desa Kawinda To’i menandatangani perjanjian kemitraan konservasi selama lima tahun, pertama kalinya untuk di taman nasional ini. Kemitraan konservasi, BIJAK BULETIN

Upload: others

Post on 08-Aug-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BIJAK BULETIN...Flora Liar yang Terancam Punah (CITES), yang melarang perdagangan secara global spesies ini atau bagian-bagian tubuhnyasejak 1975, balung keratin padat rangkong gading

Madu Hutan Permanis Kemitraan Konservasi

Bermitra untuk Melindungi Species Terancam Punah

Menyetop Perdagangan Ilegal Satwa Liar di Bandara Indonesia

Halaman 6

Halaman 5

Mengevaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Koservasi

Halaman 3

Halaman 1

Halaman 2

Sarang lebah menggantung di pohon di hutan Taman Nasional Gunung Tambora

Madu Hutan Permanis Kemitraan Konservasi

BIJAK Mengikuti Acara Berbagi Ilmu tentang Penurunan Permintaan yang Efektif

Halaman 4

Transparansi Melindungi Hutan Indonesia dari Deforestasi

Tokoh Konservasi Selvia Oktaviyani

Volume IV Oktober - Desember 2019

Foto

: Fen

i End

ah /

Tam

an N

asio

nal G

unun

g Tam

bora

(T

NG

T)

Penerbitan buletin ini dimungkinkan dengan dukungan Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Isi dari buletin ini adalah tanggung jawab Chemonics International Inc. dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.

DI EDISI INI:

Taman Nasional Gunung Tambora (TNGT) dikenal karena keanekaragaman hayati dan potensi ekowisata yang kaya. Taman nasional seluas 71.644 hektar di Nusa Tenggara Barat ini adalah rumah bagi ratusan spesies tanaman seperti spesies Elaocarpus batudulangi dan fauna yang diidentifikasi baru-baru ini seperti opior jambul (Lophozosterops dohertyi) yang endemik di wilayah tersebut. Dideklarasikan sebagai taman nasional pada tahun 2015, TNGT juga dikenal karena madu yang dihasilkan oleh lebah liar di hutan.

Bagi warga Desa Kawinda To’i, memanen madu hutan adalah salah satu kegiatan musiman yang mendukung mata pencaharian mereka. Madu hutan adalah komoditas penting yang menghasilkan pendapatan untuk meningkatkan kesehatan, kesejahteraan, dan pendidikan warga. Namun, warga desa harus masuk ke dalam taman nasional untuk mencapai sarang lebah. Waspada terhadap perambahan, pengelola di TNGT menemukan cara yang akan memastikan bahwa taman nasional dan masyarakat setempat mendapatkan manfaat dari madu liar.

Pada tanggal 29 November 2019, TNGT dan Desa Kawinda To’i menandatangani perjanjian kemitraan konservasi selama lima tahun, pertama kalinya untuk di taman nasional ini. Kemitraan konservasi,

BIJAK BULETIN

Page 2: BIJAK BULETIN...Flora Liar yang Terancam Punah (CITES), yang melarang perdagangan secara global spesies ini atau bagian-bagian tubuhnyasejak 1975, balung keratin padat rangkong gading

2

Upacara penandatanganan perjanjian kemitraan antara TNGT dan Desa Kawinda To’i

Foto

: Vin

na S

afri

na /

LAT

IN

Selvia Oktaviyani di laboratorium dan di konferensi oseanografi

Foto

: Sel

via

Okt

aviy

ani

Tokoh Konservasi Selvia Oktaviyani

dan mengadakan konsultasi publik dengan para pemangku kepentingan. “Kami yakin bahwa mekanisme inovatif ini akan meningkatkan partisipasi warga dalam konservasi di tingkat lokal,” kata Arif Aliadi, Direktur Program LATIN.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan BIJAK telah menjalin kemitraan yang kuat dalam penelitian demi manfaat konservasi keanekaragaman hayati. Sebagai peneliti di otoritas ilmiah yang ditunjuk Indonesia, Selvia Oktaviyani, M.Si adalah salah satu dari sedikit ahli hiu di negara ini. Dia bercerita kepada BIJAK tentang perjalanannya melindungi hiu dan menjelaskan peran dan komitmen LIPI dalam melindungi populasi hiu di Indonesia.

Ceritakan tentang Anda dan pekerjaan Anda di LIPI. Saya kuliah di Institut Pertanian Bogor di mana saya meraih gelar Sarjana Manajemen Sumber Daya Perairan dan Magister Manajemen Sumber Daya Pesisir dan Laut. Saya bergabung dengan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (P2O) sebagai peneliti ikan laut pada tahun 2014 dan bekerja di sana sampai sekarang. Di tahun 2018, saya mengoordinasi riset di bawah Program Manajemen Rehabilitasi Terumbu Karang yang didanai oleh Bank Dunia untuk menilai data perikanan dan biologis spesies hiu dan pari yang terancam di Indonesia. Selama dua tahun, saya memimpin para peneliti LIPI untuk melakukan studi di lokasi pendaratan ikan utama di Jawa, Lombok, dan Kalimantan.

Apa jenis hiu favorit Anda, dan mengapa?Hiu paus (Rhincodon typus) adalah favorit saya karena mereka besar tetapi relatif jinak dan mereka punya pola unik. Saya berharap bisa berenang bersama spesies ini suatu hari nanti.

Apa yang ingin Anda capai dalam 5 tahun ke depan?Saya berharap bisa memimpin LIPI dalam memberikan rekomendasi pengelolaan hiu berbasis ilmiah kepada KKP dan KLHK, dan melaksanakannya dengan baik. Hal itu akan menjaga pengelolaan berkelanjutan populasi hiu Indonesia. Warga yang bergantung pada daging hiu untuk ketahanan pangan mereka tetap bisa mengaksesnya, dan orang-orang dalam rantai nilai ekspor hiu akan memahami bahwa keterlacakan berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sambil memastikan keberlanjutan spesies hiu.

Apa tantangan terbesar dalam konservasi spesies hiu di Indonesia? Tantangan yang paling mendesak adalah kurangnya data tangkapan hiu yang berkualitas tinggi, akurat, dan andal, yang diperlukan untuk menilai status konservasi spesies hiu. Data tangkapan hiu saat ini tidak dapat diandalkan karena penghitungan ganda dan representasi hiu yang ditangkap sebagai bycatch tidak memadai.

Bagaimana Anda mengatasi masalah itu? Kita perlu bekerja dengan pemangku kepentingan utama untuk mengumpulkan, melengkapi, dan menyinkronkan data. Saya percaya LSM, lembaga think tank, dan universitas juga sedang mencari data yang akurat dan berkualitas tinggi, yang dapat kita gunakan untuk memetakan situasi umum ikan hiu di Indonesia.

Bagaimana kolaborasi BIJAK-LIPI akan berkontribusi pada upaya Indonesia dalam konservasi hiu?BIJAK telah lama mendukung upaya LIPI dalam konservasi hiu, terutama untuk memastikan bahwa pemerintah Indonesia memenuhi komitmen perjanjian internasional seperti CITES. Bekerja bersama untuk membangun protokol untuk mengembangkan analisis Non-Detriment Finding hiu di Indonesia meningkatkan kapasitas teknis LIPI secara signifikan. Pekerjaan yang kita lakukan bersama akan melindungi spesies laut terancam lainnya di Indonesia.

khususnya dengan masyarakat lokal, merupakan salah satu pendekatan penting dalam pengelolaan kawasan konservasi.

Perjanjian tersebut secara resmi menunjuk 767 hektar di dalam taman nasional untuk pemanenan madu hutan berkelanjutan. Sebagai imbalan atas pengakuan formal tentang hak-hak warga atas penggunaan produksi berkelanjutan di dalam kawasan lindung dan atas hak untuk memanen madu dan bantuan teknis dari staf TNGT, warga Desa Kawinda To’i akan melindungi hutan dengan patroli untuk mencegah ancaman seperti perambahan hutan, perburuan satwa liar, dan kebakaran hutan yang disengaja atau tidak.

Penerima hibah BIJAK, Lembaga Alam Tropika (LATIN), berperan penting dalam mendukung proses pengembangan kemitraan konservasi dengan melakukan studi lapangan, membuat catatan kebijakan, melatih staf taman nasional,

Page 3: BIJAK BULETIN...Flora Liar yang Terancam Punah (CITES), yang melarang perdagangan secara global spesies ini atau bagian-bagian tubuhnyasejak 1975, balung keratin padat rangkong gading

3

Mengevaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Konservasi

Foto: Fath’art via Tahura Nuraksa

Foto

: Sa

msy

ah S

amad

/ Ta

hura

Nur

aksa

Pengunjung dapat menikmati air bersih dan segar di air terjun Segenter, Tahura Nuraksa, Nusa Tenggara Barat

Sebagai negara anggota Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan efektivitas mengelola kawasan konservasi. Di bawah Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) 2015-2019, salah satu indikator kinerja utama KSDAE adalah kawasan konservasi di Indonesia mencapai nilai indeks Management Effectiveness Tracking Tool (METT) dengan nilai minimal 70 persen. METT adalah alat pelacakan tingkat situs sederhana untuk mengevaluasi dan melaporkan kemajuan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi. Alat ini banyak digunakan di banyak negara dan tersedia dalam beberapa bahasa termasuk Bahasa Indonesia.

Dengan METT, pengelola kawasan konservasi dapat mencatat deskripsi fisik dan menilai ancaman terhadap kawasan konservasi yang dikelola, lalu mengidentifikasi

kebutuhan, kendala, dan tindakan prioritas untuk meningkatkan pengelolaan kawasan konservasi mereka.

KSDAE mempunyai target untuk meningkatkan kapasitas staff unit pelaksana teknis (UPT) di 50 kawasan konservasi (baik taman nasional dan non-nasional) setiap tahunnya dalam menggunakan METT untuk mengukur apakah skor yang ditargetkan tercapai atau belum.

Pada Juli 2019, Direktorat Kawasan Konservasi (KK) telah menilai efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dari 265 area konservasi menggunakan METT, hanya menyisakan penilaian 35 taman hutan raya (Tahura) yang harus diselesaikan untuk mencapai target Renstra KSDAE. Kawasan konservasi tahura, yang berada di bawah wewenang pemerintah daerah, secara historis hanya menerima pengawasan dan bantuan terbatas dari KSDAE.

Pada awal September 2019, USAID BIJAK dan KK menyelenggarakan acara pelatihan untuk meningkatkan efektivitas manajemen tahura menggunakan METT untuk pertama kalinya. Bagi Tahura Nuraksa di Nusa Tenggara Barat, pelatihan METT memberikan kesempatan untuk membandingkan kinerja mereka dengan kawasan konservasi lainnya sesuai standar teknis khusus.

“Kami berkembang dengan baik,” kata Direktur Tahura Nuraksa, Samsyiah Samad. “Kami menyelesaikan perencanaan tata ruang dan reblocking ulang daerah; mengembangkan rencana pengelolaan 10 tahun; dan mengatasi potensi konflik tenurial dengan masyarakat lokal melalui kemitraan konservasi.” Nilai METT rata-rata yang dicapai oleh pengelola tahura adalah 58,8 persen.

Setelah pelatihan, BIJAK bekerja dengan KK untuk menguraikan langkah-langkah peningkatkan pengelolaan tahura selanjutnya. Di tahun 2020, KK akan membuat Forum Tahura dengan partisipasi direktorat teknis terkait termasuk Setditjen, PIKA, KKH, BPEE, dan PJLHK untuk meningkatkan komunikasi tentang masalah yang dihadapi tahura.

Selain itu, KK akan mengalokasikan dana untuk UPT Tahura untuk melaksanakan zonasi dan mengembangkan rencana pengelolaan jika belum ada. Di tingkat direktorat, KSDAE akan mengembangkan standar kinerja untuk para pengelola tahura dan memasukkan pengembangan kapasitas untuk staf tahura di Renstra berikutnya.

Ibu Samsyiah melatih petani dari salah satu desa yang berdekatan dengan Tahura Nuraksa

Ibu Samsyiah dan penjaga hutan memantau aktivitas ilegal, seperti perambahan dan pembakaran hutan, di dalam blok perlindungan

Page 4: BIJAK BULETIN...Flora Liar yang Terancam Punah (CITES), yang melarang perdagangan secara global spesies ini atau bagian-bagian tubuhnyasejak 1975, balung keratin padat rangkong gading

4

Indonesia adalah sumber asal, tempat transit, dan tujuan perdagangan satwa liar. Laporan USAID Reducing Opportunities for Unlawful Transport of Endangered Species (ROUTES) yang berjudul “In Plane Sight: Wildlife Trafficking in the Air Transport Sector” menempatkan Indonesia sebagai satu dari 10 negara teratas dengan tingkat perdagangan ilegal satwa liar tertinggi di sektor transportasi udara. Indonesia juga berada di peringkat lima besar negara dengan jumlah penyitaan terbanyak satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal. Bandara memainkan peran kunci sebagai pusat transit untuk spesies yang diperdagangkan secara domestik dan internasional. Keamanan Penerbangan (Avsec) memiliki peran penting dalam mencegah dan menanggulangi perdagangan satwa liar.

USAID BIJAK bermitra dengan Angkasa Pura II (AP II), perusahaan milik negara yang mengelola bandara di Indonesia, untuk membantu mereka mengatasi masalah perdagangan ilegal satwa liar dengan lebih efektif. Avsec telah mencatat 24 upaya penyelundupan primata, burung, mamalia, dan reptil dari Indonesia, termasuk bagian-bagian tubuh satwa bernilai miliaran rupiah sejak 2016.

Pada bulan November 2019, BIJAK dan AP II, didukung oleh Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengadakan pelatihan untuk 60 personel Avsec dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Bandara Halim Perdanakusuma.

Selama pelatihan, perwakilan dari Wildlife Conservation Society Indonesia Program memberikan ikhtisar tentang

Boiga dendrophila atau biasa disebut ular bakau. Reptil, burung, dan primata adalah spesies satwa liar yang paling banyak diperdagangkan

Menyetop Perdagangan Ilegal Satwa Liar di Bandara Indonesia

indikasi perdagangan ilegal satwa liar, modus operandi serta cara mendeteksi penyelundupan satwa. Tim dari LIPI melatih peserta tentang cara mengidentifikasi spesies burung, mamalia, dan reptil dengan benar menggunakan pedoman identifikasi spesies yang dilindungi yang dikembangkan bersama oleh KSDAE, LIPI, dan BIJAK. Direktur Jakarta Animal Action Network, Benvika, menjelaskan berbagai alat dan metode untuk menangani spesies satwa liar hasil sitaan, termasuk memberikan pelatihan cara menangkap dan menahan ular hidup.

“Saya kini sadar bahwa petugas Avsec berperan penting dalam membantu mencegah perdagangan ilegal satwa liar,” kata Yetty Permata Sari, salah satu personel Avsec. “Ketika melakukan inspeksi visual terhadap penumpang dan barang bawaan mereka saat mereka melalui bandara, saya juga berkesempatan mencari tanda-tanda penyelundupan satwa liar. Saya tahu bahwa perilaku mencurigakan untuk semua jenis kegiatan ilegal itu sama. Petugas Avsec berada dalam posisi untuk mengidentifikasi kemungkinan kasus penyelundupan satwa liar kemudian merujuknya ke pihak berwenang untuk penanganan lebih lanjut. Pelatihan ini sangat bermanfaat dan mendukung pekerjaan saya dalam melakukan pemeriksaan kepada penumpang dan barang-barang mereka.”

Angkasa Pura II mengelola 17 bandara regional dan internasional di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan. Pelatihan ini adalah bagian dari upaya BIJAK yang lebih luas untuk membangun kapasitas dan meningkatkan koordinasi lembaga-lembaga yang bertanggung jawab untuk memerangi perdagangan ilegal satwa liar di bandara Indonesia, dan untuk meningkatkan kesadaran staf bandara dan masyarakat umum tentang isu-isu perdagangan satwa liar ilegal.

Gam

bar:

rout

espa

rtne

rshi

p.or

g

Seekor owa jawa (Hylobates moloch) berkelebat melalui kanopi hutan

Foto

: Tam

an N

asio

nal S

embi

lang

(T

NS)

Foto

: Gun

ung

Ged

e Pa

ngra

ngo

Tam

an N

asio

nal(T

NG

GP)

Page 5: BIJAK BULETIN...Flora Liar yang Terancam Punah (CITES), yang melarang perdagangan secara global spesies ini atau bagian-bagian tubuhnyasejak 1975, balung keratin padat rangkong gading

5

.

Bermitra untuk Melindungi Spesies Terancam Kritis

Rangkong gading (Rhinoplax vigil) dikenal sebagai petani hutan. Mereka memiliki peran ekologis yang signifikan dalam menjaga kesehatan hutan dan penyebaran biji buah dihutan hingga sejauh 100 km. Spesies dilindungi ini berada di ambang kepunahan karena perburuan, perdagangan ilegal, dan hilangnya habitat akibat deforestasi.

Meskipun spesies ini telah tercantum dalam Lampiran I Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES), yang melarang perdagangan secara global spesies ini atau bagian-bagian tubuhnyasejak 1975, balung keratin padat rangkong gading sangat diinginkan sebagai bahan baku ornamen ukiran dan perhiasan di Asia dan dihargai setinggi $4.000/kg. Tahun 2015, rangkong gading diklasifikasikan sebagai satwa critically endangered menurut Daftar Merah Spesies Terancam Punah Internasional Union for Conservation of Nature (IUCN).

Tahun 2018, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk melindungi spesies yang sangat terancam kepunahan ini. KLHK bermitra dengan BIJAK dan organisasi konservasi lainnya mengembangkan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Rangkong Gading 2018-2028. Direktorat KKH dan BIJAK kemudian mensosialisasikan SRAK ke para pemangku kepentingan lokal di berbagai acara di Sumatera Utara, Kalimantan, dan kepada Kemitraan Konservasi Rangkong Gading Nasional.

Dengan populasi rangkong gading yang menurun dengan cepat di alam, aksi tingkat lanskap bersama adalah kunci untuk melestarikan spesies ikonik ini di Indonesia. Pada bulan September 2019, BIJAK memfasilitasi anggota Kemitraan Konservasi Rangkong Gading Nasional melaksanakan pelatihan konservasi rangkong gading di Kalimantan Tengah. BIJAK bersama Rangkong Indonesia, Universitas Bengkulu, Wildlife Conservation Society dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR) memberikan pelatihan tentang identifikasi dan konservasi rangkong gading kepada para peserta dari PT Sari Bumi Kusuma Katingan-Seruyan (SBK-KS) dan PT Graha Sentosa Permai, dua perusahaan yang mengelola konsesi penebangan hutan alam di Kalimantan Barat dan Tengah.

Foto

: Am

bria

nsya

h

Foto

: Sy

man

tha

Hol

ben

untu

k U

SAID

BIJA

K

Selama pelatihan, 23 peserta belajar bagaimana mengidentifikasi sarang, sumber makanan, dan bagaimana melakukan pemantauan populasi rangkong gading, dengan metode ‘point count’ dan ‘line transect”

“Sekarang saya tahu bahwa rangkong gading memainkan peran penting dalam ekosistem hutan Kalimantan,” kata Pak Salam, yang bekerja sebagai spesialis perencanaan pengelolaan hutan di PT SBK-KS.

Bersama peserta lain, ia melakukan pemantauan populasi dengan menelusuri garis transek melalui hutan; mencatat secara rinci waktu dan tempat ketika ia melihat atau mendengar suara rangkong gading; dan belajar mengidentifikasi spesies itu berdasarkan tampilan fisik, panggilan unik, dan lokasi sarang mereka. Jika Pak Salam melihat atau mendengar rangkong gading di hutan, ia tahu bahwa ia hidup dan bekerja di ekosistem yang masih sehat.

Pelatihan awal berfokus untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada staf konsesi penebangan hutan alam dan TNBBBR untuk melindungi rangkong gading dari pemburu liar dan menjaga pohon sarang dan sumber pakan rangkong gading di area konsesi tersebut yang berbatasan dengan taman nasional. Untuk mendukung kelangsungan hidup jangka panjang spesies ini, BIJAK dengan Kemitraan Konservasi Rangkong Gading Nasional, TNBBBR, dan SBK-KS sedang mengembangkan kemitraan konservasi 10 tahun untuk memformalkan dan mempertahankan konservasi rangkong gading di lahan yang sensitif secara ekologis ini.

Pak Salam (kanan) melaksanakan pemantauan populasi rangkong gading

Foto: Chairul Saleh untuk USAID BIJAK

Rangkong gading suka memakan buah pohon loa (Ficus racemora)

Pelatihan lapangan untuk mengidentifikasi sarang, sumber makanan, dan pemantauan populasi rangkong gading menggunakan metode point count

Page 6: BIJAK BULETIN...Flora Liar yang Terancam Punah (CITES), yang melarang perdagangan secara global spesies ini atau bagian-bagian tubuhnyasejak 1975, balung keratin padat rangkong gading

Redaktur Utama: Symantha HolbenTim Produksi: Danumurthi Mahendra, Anastasia Ramalo

Kontributor: Alex Wynter, Ambriyansyah, Arif Rudiyanto, Chairul Saleh, Fath’Art Feni Endah, TNGGP, TNS, Selvia Oktaviyani, Samsyah Samad, Vinna Safrina

BIJAK Berbagi Ilmu tentang Menurunkan Permintaan akan Satwa secara Efektif

Di luar taman nasional, ada jutaan hektar lahan yang diklasifikasikan sebagai area penggunaan lain yang masih tertutup hutan dan lahan gambut luas yang sangat penting untuk fungsi ekosistem dan nilai-nilai keanekaragaman hayati. BIJAK dan KLHK bekerja sama untuk mengembangkan opsi kebijakan dan panduan untuk melindungi area dengan nilai konservasi tinggi (ABKT/HCV) dan stok karbon tinggi di luar kawasan hutan yang ditunjuk secara resmi, juga dikenal sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).

Salah satu cara BIJAK dan KLHK bekerja untuk

USAID BIJAK – Bangun Indonesia untuk Jaga Alam demi KeberlanjutanAIA Central, Level 41, Jl. Jend. Sudirman Kav 48-A, Karet Semanggi, Jakarta Selatan 12930DKI Jakarta – Indonesia. Phone: +62 21 2253 5830 htts://www.bijak-indonesia.org @BIJAKonservasi

USAID BIJAK berpartisipasi dalam acara berbagi ilmu bertajuk Perlawanan Perdagangan Satwa Liar (CWT) di Pusat Pelatihan Regional Asia USAID, Bangkok. Acara ini berfokus pada dua pendekatan strategis agenda pembelajaran USAID CWT - menurunkan permintaan konsumen melalui perubahan perilaku dan membangun kapasitas dalam penegakan hukum. Dengan peserta dari USAID Missions di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, acara ini adalah kesempatan untuk saling belajar dari USAID dan staf mitra pelaksana serta mengambil pembelajaran dari portofolio CWT USAID di Asia.

BIJAK dan program CWT lainnya merepresentasikan praktik terbaik dan pembelajaran di sesi Berbagi Ilmu dalam bentuk pameran poster terkait kegiatan kampanye penurunan permintaan yang terbagi dalam dua putaran pameran berjalan. Pameran berjalan adalah strategi pembelajaran aktif di mana kelompok bergerak dari satu pos ke pos lainnya, berdiskusi secara interaktif, serta berbagi ilmu dalam proses tersebut.

Kampanye unggulan termasuk inisiatif khusus negara dari program Philippines Protect Wildlife, menghadirkan kampanye betet-kelapa filipina yang menuntut pengurangan permintaan; program Saving Species Vietnam; program multilateral Regional Development Mission for Asia (RDMA), Wildlife Asia, yang menyajikan Undang-Undang Perlindungan Margasatwa di Tiongkok, dan kampanye “Cantik tanpa Gading,” dan “Tanpa Gading, Tanpa Jimat Harimau”; serta program BIJAK Indonesia yang mempresentasikan kampanye Penurunan Permintaan Burung Kicau.

BERITA SEKILAS

Tim Editorial BIJAK Bulletin

Foto

: Ale

x W

ynte

r lic

ense

d un

der

CC

-BY-

2.0

Bertemunya pembeli dan penjual di salah satu pasar burung di Indonesia

Foto

: Ari

f Rud

iyan

to /

WC

S-IP

Presentasi BIJAK menyoroti nasib spesies burung kicau liar di hutan Indonesia yang menghadapi penurunan jumlah yang drastis. Indonesia memiliki jumlah spesies burung terancam nomor dua tertinggi di dunia. Pemeliharaan dan kompetisi burung kicau yang sudah tertanam kuat dalam budaya Indonesia menjadi semakin populer selama 20 tahun terakhir dan berkontribusi terhadap penurunan tajam populasi burung kicau di alam.

Kampanye komunikasi yang dilakukan oleh BIJAK untuk mengurangi permintaan domestik terhadap burung kicau liar berfokus di pusat pemeliharaan burung kicau yakni Jawa Barat. Program ini akan menyampaikan pesan-pesan penting kepada para pemilik burung kicau yang berpartisipasi dalam klub dan kompetisi untuk meningkatkan kesadaran akan krisis ini dan untuk mengubah preferensi konsumen dari burung tangkapan liar menjadi burung kicau dari penangkaran. Menurut penelitian formatif yang dilakukan oleh BIJAK, memelihara burung kicau dari penangkaran menawarkan pendekatan yang lebih ramah lingkungan yang akan membuat mereka terus berpartisipasi dalam hobi sambil melindungi burung kicau liar.

Acara ditutup dengan kisah para peserta tentang inovasi dan adaptasi yang dilakukan program mereka, serta sesi kerja untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan kebutuhan dan tindakan untuk aktivitas di masa depan.

memajukan perlindungan KEE adalah dengan meningkatkan transparansi dan tata kelola perizinan bisnis Indonesia serta penerbitan izin di sektor kehutanan, di bawah Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi. Ini sejalan dengan upaya Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini untuk mencegah korupsi dalam pengelolaan sumber daya alam.

Kegiatan BIJAK berfokus pada pengembangan pedoman teknis (norma, standar, prinsip dan kriteria - NSPK) untuk mengintegrasikan persyaratan dan prosedur perizinan KLHK ke dalam Online Single Submission (OSS) Pemerintah RI, sistem perizinan bisnis elektronik terintegrasi yang dikelola oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. Dengan itu, bisa dipastikan izin kehutanan penting terkait pelepasan hutan untuk kelapa sawit, izin pinjam pakai untuk pertambangan, izin hutan sosial, pemanfaatan kayu hutan alam, dan pemanfaatan kayu hutan tanaman diterbitkan dan dikelola melalui sistem OSS.

Perizinan KHLK yang terintegrasi ke dalam OSS akan meningkatkan transparansi, mencegah penerbitan izin usaha baru yang mengancam kawasan hutan primer atau ABKT/HCV, dan memastikan bahwa izin tersebut diterbitkan sesuai dengan rencana tata ruang pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan area bernilai konservasi tinggi di Indonesia.

Hutan bakau di Flores, Nusa Tenggara Timur

Transparansi Melindungi Hutan Indonesia dari Deforestasi