batas akhir makan sahur

5
Qur’an dan Sunnah  Agama itu Na sehat Batas Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak? Posted by Admin pada 26/08/2009 1. Awal Mula Disyari’atkannya Makan Sahur Al-Imam Al-Bukhari memberikan bab tersendiri dalam kitab Shahihnya : “Bab Firman Allah ta’ala :                ( ﻘﺮ: ٨٧ Dihalalkan bagi kalian berjima’ dengan istri-istri kalian di malam hari bulan shaum (Ramadhan). Mereka adalah pakaian bagi kalian dan kalian adalah pakaian bagi mereka. Al lah mengetahui bahwa sebelumnya tidak bisa menahan nafsu, kare na itu Allah mengampuni dan memaa an kalian. Maka sekarang gauilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” [Al-Baqarah : 187] Al-Hazh Ibnu Hajar menerangkan maksud dari bab tersebut, yaitu dalam rangka menjelaskan keadaan kaum muslimin (para shahabat) pada saat nuzul (turun)nya ayat di atas. Bahwa dari sebab nuzul ayat ini diketahui tentang permulaan disyari’atkannya sahur. Al-Imam Al-Bukhari menjadikan bab ini sebagai bab permulaan untuk bab-bab berikutnya yang menjelaskan tentang berbagai hukum yang berkaitan dengan makan sahur. (Fathul Baari Bab Firman Allah subhanahu wa ta’ala :       hadits no.19 15) Kemudian Al-Imam Al-Bukhari menyebutkan hadits Al-Barra‘ b in ‘Azib radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata : r     : : -   : !  r   )   ( ) ] ( ﺒﺨﺎ: 1915 : 2314 [ . Dahulu para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam jika salah seorang di antara mereka bershaum kemudian tertidur sebelum sempat berbuka maka dia tidak boleh mak an dan minum pada malam tersebut dan siang hari berikutnya hingga datang waktu berbuka lagi. Ketika suatu hari seorang shahabat (bernama) Qois bin Shirmah Al-Anshari bershaum, tatkala tiba waktu berbuka, dia datang kepada istrinya seraya berkata : “Apakah kamu punya makanan?” Istrinya menjawab : “Tidak, tapi akan kucarikan untukmu.”. Padahal dia (Qais) telah bekerja keras sepanjang siang, sehingga (sambil menunggu istrinya datang) akhirny a ia tertidur lelap. Kemudian sang istri datang. Ketika ia melihat s ang suami tertidur ia pun berkata : “Sungguh telah rugi engka u! Akhirnya pada pertengahan siang berikutnya Qais pun jatuh pingsan. Kemudian peristiwa ini dikabarkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Lalu turunlah ayat : (       )  : ٨٧ Dihalalkan bagi kalian berjima’dengan istri-istri kalian di malam hari bulan shaum (Ramadhan) Maka para shahabat pun sangat berbahagia dengan turunnya ayat tersebut. Lalu turun juga ayat berikutnya : (   ﺍﺷ  )  : ٨٧ Artinya;” Dan makan serta minumlah sampai jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar.”  (Al-Bukhari hadits no. 1915) Dari hadits ini terdapat keterangan tentang kondisi permulaan ketika diwajibkannya shiyam, yaitu apabila ada diantara mereka y ang tertidur sebelum ifthar maka tidak boleh baginya makan dan minum sepanjang malam tersebut sampai datang waktu ifthar di hari berikutnya. Demikian pula cara shaum Ahlul Kitab, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah atsar yang diriwayatkan dari As-Suddi v dan selainnya dari kalangan ahli tafsir, dengan lafazh :      . Telah diwajibkan kepada kaum Nashara bershaum, dan bahwa tidak boleh bagi mereka untuk makan, minum, dan senggama setelah tertidur. Diwajibkan atas kaum muslimin pada mulanya seperti itu, sampai terjadi peristiwa yang menimpa seorang pria dari Anshar.” Kemudian beliau menyebutkan kisahnya. disebutkan oleh Al-Hazh Ibnu Hajar melalui jalur riwayat Ibrahim At-T aimi dengan lafazh : ﻮﻥ :    Kaum Muslimin pada permulaan Islam melakukan shaum seperti cara yang dilakukan oleh Ahlul Kitab, yaitu apabila seorang di antara mereka tertidur (sebelum berbuka) maka tidak boleh makan hingga tiba (waktu berbuka) keesokan harinya .” Hal ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari shahabat Amr bin Al-‘Ash secara marfu‘ : ) ( Pembeda antara shaumnya kita dengan shaum Ahlul Kitab adalah makan sahur .” (Muslim hadits no. 46 – [1096]); (Fathul Bari sy arh hadits no. 1915) Para shahabat sangat bergembira dengan turunnya ayat 187 surat Al-Baqarah tersebut. Mereka paham dari kandungan ayat tersebut bahwa apabila jima‘ (   ) dihalalkan berarti makan dan minum tentunya lebih dihalalkan. Kemudian turun lanjutan ayat berikutnya : (   …) yang secara nash (konteks zhahir) dari ayat ini semakin menegaskan dihalalkannya makan dan minum pada malam hari Ramadhan. Ini semua adalah dari rahmat Allah subhanahu wata’ ala kepada hamba-Nya. 2. Batas Akhir Makan Sahur dan Waktu Mulai Bershaum, Bid’ahnya Imsyak Allah subhanahu wata’ala berrman : (   ﺍﺨ  )  : ٨٧ Batas Akhir Ma kan Sahur , Adakah Imsa k? « Qur’ an dan Sunnah ht tps:/ /qu ra ndansunnah.wo rdpr ess. com/2 009/ 08/26/ batas- akhi r- makan-s... 1 dari 5 6/9/2016 8:41 PM

Upload: kang-marto

Post on 03-Mar-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Batas Akhir Makan Sahur

7/26/2019 Batas Akhir Makan Sahur

http://slidepdf.com/reader/full/batas-akhir-makan-sahur 1/5

Qur’an dan Sunnah

 Agama itu Nasehat

Batas Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak?

Posted by Admin pada 26/08/2009

1. Awal Mula Disyari’atkannya Makan Sahur

Al-Imam Al-Bukhari memberikan bab tersendiri dalam kitab Shahihnya :

“Bab Firman Allah ta’ala :

ل

ح

 

ة

ا

صلا

ث

فرلا

ك 

ا

س

ن

ه

اس

ك 

م

و

اس

ن

ه

  ع

هللا

م

  ك

ون ا

خ

م

س

ف

اب

ف

ك  ع

ف

ع

و

  ن

ع

ن

ا

ف

ن

هو

رشا

و

غ

ا

وم

ب

ك

هللا

ك 

٨٧:البقر)

“Dihalalkan bagi kalian berjima’dengan istri-istri kalian di malam hari bulan shaum (Ramadhan). Mereka adalah pakaian bagi kalian dan kalian adalah pakaian bagi mereka. Al lah mengetahui bahwsebelumnya tidak bisa menahan nafsu, karena itu Allah mengampuni dan memaa an kalian. Maka sekarang gauilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu.” [Al-Baqarah : 187]

Al-Hafizh Ibnu Hajar menerangkan maksud dari bab tersebut, yaitu dalam rangka menjelaskan keadaan kaum muslimin (para shahabat) pada saat nuzul (turun)nya ayat di atas. Bahwdari sebab nuzul ayat ini diketahui tentang permulaan disyari’atkannya sahur. Al-Imam Al-Bukhari menjadikan bab ini sebagai bab permulaan untuk bab-bab berikutnya yanmenjelaskan tentang berbagai hukum yang berkaitan dengan makan sahur. (Fathul Baari Bab Firman Allah subhanahu wa ta’ala :

  ل

ح

 ك

ة

صلا

ث

فرلا

 

ا

س

 hadits no.1915)

Kemudian Al-Imam Al-Bukhari menyebutkan hadits Al-Barra‘ b in ‘Azib radhiallahu ‘anhu, bahwa beliau berkata :

ك

ان

اب

حص

م

ح

م

r  

ان

ك

الرجل

م

ا

ص

ر

ضح

فرا

ط

ف

إل

ام

ق لف

ن

فطر

ل 

ك

ه

ال

و

ه

مو

ح

ي

سم

ن

و

ق س

ن

ة

مر

ص

ار

ص

األ

ان

ك

م

ا

صم

ف

ارحضر

ط

ف

إل

ر

م

ال

ق

ف

ه

ع

ا

ع

ط

ت

ا

ال:ق

ن

كل

ق

ط

ب

ط

ف

ك

–ان

ك

و

ه

مو

ل

مع

ه

غ

فه ا

ع

ت-

  جا

ف

ه

ر

م

م

ف

ه

ر

ت

ا

ق:ة

خ

ك

ف

ف

ص

ار

هل ا

ي

ش

غ

ه ع

ر

ك

ف

ل

 r  

ك ل

ة

ي

ا

صلا

ث

فرلا

ك

ا

س

حو)

ر

ف

هف

حر

ف

تش

ز

و(ف

ك

وو

ر

شا

وح

ن

ك

ط

خ

ا

ض

ا

ن

م

ط

خ

ا

و

س

ا ] (اورراخبلاقر:1915بأووادقر:2314[ .

“Dahulu para shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam jika salah seorang di antara mereka bershaum kemudian tertidur sebelum sempat berbuka maka dia tidak boleh mak an dan minum pamalam tersebut dan siang hari berikutnya hingga datang waktu berbuka lagi. Ketika suatu hari seorang shahabat (bernama) Qois bin Shirmah Al-Anshari bershaum, tatkala tiba waktu berbuka, ddatang kepada istrinya seraya berkata : “Apakah kamu punya makanan?” Istrinya menjawab : “Tidak, tapi akan kucarikan untukmu.”. Padahal dia (Qais) telah bekerja keras sepanjang siang, sehingg(sambil menunggu istrinya datang) akhirnya ia tertidur lelap. Kemudian sang istri datang. Ketika ia melihat sang suami tertidur ia pun berkata : “Sungguh telah rugi engkau!”

Akhirnya pada pertengahan siang berikutnya Qais pun jatuh pingsan. Kemudian peristiwa ini dikabarkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Lalu turunlah ayat :

(  لح

 

ة

ا

صلا

ث

فرلا

ك 

ا

س

 )   ٨٧:البقرة

“Dihalalkan bagi kalian berjima’dengan istri-istri kalian di malam hari bulan shaum (Ramadhan)”

Maka para shahabat pun sangat berbahagia dengan turunnya ayat tersebut. Lalu turun juga ayat berikutnya :

(  وا

ك

وو

ر

شا

وحن

ك

ط

خ

اض

ا ن

مط

خ

او

س

ا

 )  البقرة

:٨٧

Artinya;” Dan makan serta minumlah sampai jelas bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar.”  (Al-Bukhari hadits no. 1915)

Dari hadits ini terdapat keterangan tentang kondisi permulaan ketika diwajibkannya shiyam, yaitu apabila ada diantara mereka yang tertidur sebelum ifthar maka tidak boleh baginmakan dan minum sepanjang malam tersebut sampai datang waktu ifthar di hari berikutnya. Demikian pula cara shaum Ahlul Kitab, sebagaimana dijelaskan dalam sebuah atsar yandiriwayatkan dari As-Suddi v dan selainnya dari kalangan ahli tafsir, dengan lafazh :

ك

ب

ارع

صل ا ا

صلا

ب

ك

و

ع ه 

ن

ال

و

ك

ال

و

و

ر

ش

ال

و

حو

ك

ع 

لو ا

ب

و

ع

ين

م

س

م

ا

وال

م ل

ك

ح

ل

ق

ل

ج

ر

ن

م

ار

ص

األ

ر

ك

ف

صة

ق

ا  .

“Telah diwajibkan kepada kaum Nashara bershaum, dan bahwa tidak boleh bagi mereka untuk makan, minum, dan senggama setelah tertidur. Diwajibkan atas kaum muslimin pada mulanya seperti itusampai terjadi peristiwa yang menimpa seorang pria dari Anshar.”

Kemudian beliau menyebutkan kisahnya.

disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar melalui jalur riwayat Ibrahim At-Taimi dengan lafazh :

ك

ونان

م

س

ملا

ف

ول

ال

س

إلا

ون

ع

ف

م

ك

ل

عف

ل

ه

اب

كلا

:ام

م

ه

ح

  عط

ح

ة

ا

الق

“Kaum Muslimin pada permulaan Islam melakukan shaum seperti cara yang dilakukan oleh Ahlul Kitab, yaitu apabila seorang di antara mereka tertidur (sebelum berbuka) maka tidak boleh maka

hingga tiba (waktu berbuka) keesokan harinya .”

Hal ini dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari shahabat ‘Amr bin Al-‘Ash secara marfu‘ :

ف

صل

م

ن

م ا

ص

ا

ص

ول

ه

اب

لك

ة

ك

السحر

)مسلروا(

“Pembeda antara shaumnya kita dengan shaum Ahlul Kitab adalah makan sahur.” (Muslim hadits no. 46 – [1096]); (Fathul Bari syarh hadits no. 1915)

Para shahabat sangat bergembira dengan turunnya ayat 187 surat Al-Baqarah tersebut. Mereka paham dari kandungan ayat tersebut bahwa apabila jima‘ (

 

ث

فرلا ) dihalalkan beramakan dan minum tentunya lebih dihalalkan.

Kemudian turun lanjutan ayat berikutnya : (   وا

ك

وو

ر

شا

و …) yang secara nash (konteks zhahir) dari ayat ini semakin menegaskan dihalalkannya makan dan minum pada malam haRamadhan. Ini semua adalah dari rahmat Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-Nya.

2. Batas Akhir Makan Sahur dan Waktu Mulai Bershaum, Bid’ahnya Imsyak

Allah subhanahu wata’ala berfirman :

(   وا

ك

وو

ر

شا

وح

ن

ك

ط

خ

ا

ض

ا

ن

م

ط

خ

او

س

ا

ن

م

جر

ف

ا

 )   ٨٧:البقرة

Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak? « Qur’an dan Sunnah https://qurandansunnah.wordpress.com/2009/08/26/batas-akhir-m

5 6/9/2016

Page 2: Batas Akhir Makan Sahur

7/26/2019 Batas Akhir Makan Sahur

http://slidepdf.com/reader/full/batas-akhir-makan-sahur 2/5

“ Makan dan minumlah kalian sampai jelas bagi kalian benang putih dari benang hitamg, yaitu waktu fajar.” [Al-Baqarah : 187]

Al-Imam Al-Bukhari membawakan bab khusus untuk ayat ini ((   وا

ل

ك

وو

ر

شا

و  …)) dalam rangka menerangkan batas akhir dibolehkannya makan sahur dan dimulainya ash-shaumKemudian beliau menyebutkan hadits Adi bin Hatim radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :

مت

ز

ك

وو

ر

شا

وح

ن

ط

خ

ا

ض

ا

ن

م

ط

خ

او

س

ا

ت)

د

م

عإ

ال

ق

ع

د

و

س

إ و

ال

قع

ض

أ

ه

ع

ج

ف

حت

ا

س

وت عج

ف

ر

ظ

ف

ل

ل ا

ال

ف

ن

س

وت

غ

فع

ول

س

ر

هللا

 r   رت

ك

ه

ال

ق

ف

كإم: ((

ذ

ا

و

س

ل

يلا

اض

و

ار

هل ا

((

“Ketika turunnya ayat (   ا و

وو

ر

شا

و ح

ن

ط

لخ

ض

أل

ن

م

ط

لخ

و

س

أل

) saya mencari tali hitam dan tali putih, saya letakkan di bawah bantal, kemudian saya mengamatinya di malam hari dan tidanampak. Keesokan harinya saya menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan saya ceritakan kepadanya, kemudian beliau berkata : Yang dimaksud dengannya adalah gelapnya malam dterangnya siang.” (Al-Bukhari hadist no. 1917)

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menafsirkan maksud ‘benang putih’ dan ‘benang hitam’ dengan kegelapan malam dan cahaya siang, tidak seperti yang disangka oleh Adi biHatim dan beberapa shahabat lainya. Hal in i terjadi karena nuzul (turunnya) ayat (

  م

ر

ج ل

) tidak bersamaan dengan ayat ((  وا

ووك

ر

شاو

 melainkan turun sesudahnya. Hal ini sebagaiman‘anhu:

ت

ك

وو

ر

شا

وحن

ك

ط

خ

ا

ض

ا ن

مط

خ

او

س

ا

(لو

ز

))ن

مرج

فل

((ان

ك

فلاج

رذإو

ا

رأوصلا

ط

ر

م

ه

ح

فه

ج

ر

ط

يخل

ض

أل

ط

الخ

و

و

سألام

لو

ز

ل

أ

نح

هلا

م

ه

ـ

ؤ

رل

ز

ع هللاف

مرج

ف

ا

م

ع

فهأ

ا

مإع

ل

ل ل ا

و

ار

هنلا

.

“Ketika turun ayat ((   وا

ووك

ر

شاوح

 

ك

ط

لخ

أل ض

م 

ط

لخ

 و

سأل

 ..)) dan belum turun potongan ayat selanjutnya ((  م

ر

ج فل

)), dahulu para shahabat jika ingin bershaum maka salah seorang diantamereka mengikatkan benang putih dan benang hitam di kakinya dan melanjutkan makan sampai jelas perbedaan antara keduanya, kemudian Allah subhanu wata’ala menurunkan  ((

  م

لف جر

)) sehingmereka faham bahwa yang dimaksud dengannya adalah cahaya siang dan kegelapan malam .” (Al-Bukhari (hadits no. 1917, Muslim (hadits no. 35-1901)

Atas dasar ini jelaslah permulaan waktu shaum, yaitu dimulai sejak munculnya fajar yang kedua atau fajar shadiq. Karena fajar itu ada dua macam :

1. Fajar kadzib , yaitu fajar yang cahayanya naik (vertikal) seperti ekor serigala. Dengan fajar ini belum masuk waktu shalat Subuh, dan masih diperbolehkan makan dan minumSebagaimana diterangkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah dan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhum bahwa Nabi shalal lahu ‘alaihi wasallam berkata :

جر

ف

ان

رج

ف

ف

جر

فل

ا

ون

ك

ب

ك

ان

حرسلا

ال

ف

ل

ح

ة

الصلا

ه ف

ال

و

حر

ا

مالطع

لو

ب

هذ

ط ال

س

م

ف

ق

ف

أل

إه

ف

حل

ة

الصلا

و

حر

ا

عطلا

)الحاكروا(

“Fajar ada dua macam (pertama), fajar yang bentuknya seperti ekor serigala maka belum dibolehkan dengannya shalat (subuh) dan masih dibolehkan makan. Dan (kedua) fajar yang membentang di ufutimur adalah fajar yang dibolehkan di dalamnya shalat (subuh) dan diharamkan makan (sahur).” HR. Al-Hakim (1)

2. Fajar shadiq , yaitu fajar yang cahayanya memanjang ( mendatar ). Sebagaimana terdapat dalam hadits Samuroh bin Jundub dan selainnya yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslisecara marfu‘ dengan lafadz :

 ال رنك

غ

م ك

حأ  ا

ل

ال

ن

مروحسلاال

وذهضا

ل ا ستط رح

.

:روايفوو

ه

ض

ر

ت

ع

ملاس

ل

و

طيل

س

ملاب

“ Janganlah adzannya Bilal mencegah kalian dari sahur dan tidak pula cahaya putih ini sampai mendatar (horisontal). Dalam riwayat yang lain : yaitu cahaya yang mendatar bukan yang menjulangatas.” ( Muslim hadits no. 1093)

Oleh karena itu seharusnya bagi kaum muslimin untuk menghidupkan sunah Rasullah shalallahu ‘alaihi wasallam berupa mengangkat dua orang muadzin, dan adzan subuh dua kauntuk membantu ketika hendak melakukan ibadah ash-shaum dan shalat serta yang berkaitan dengan keduanya. Demikianlah sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallasebagaimana terdapat dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiAllahu ‘anhuma diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim, beliau mengatakan :

س

عت

م

ول

س

ر

هللا

 r  قول

إن: ((

ال

الب

ن ؤ

و ل

ك

فو

ر

شا

و وح

ع

م

س

ان

أ

ن

اأ

تو

ك

م

((

“Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata : Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, maka makan dan minumlah sampai mendengar adzannya Ibnu Um Maktum.” (Muslim hadits no. 37-1092)

Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari jalur periwayatan Aisyah radhiallahu ‘anha dengan lafazh :

ك

و

و

ر

شا

و ح

ذن

ؤ

ن

ب

أ

و

ك

م

إه

ف

ن ؤ

ال

ح

ع

ط

رج

فلا

“ Makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan karena dia tidak mengumandangkannya kecuali jika telah terbit fajar .” ( Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 17 hadno. 1918, 1919)

Bid’ahnya Imsak

Atas dasar ini maka kebiasaan menahan makan dan minum sebelum terbitnya fajar kedua, yang dikenal dengan waktu imsak, adalah bid’ah yang munkar yang harus ditinggalkan ddiingkari oleh kaum muslimin.

Imsak sudah diingkari oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar seorang ‘ulama besar dari kalangan Syafi’iyyah. Beliau mengatakan :

“Termasuk dalam bid’ah yang munkar adalah apa yang telah terjadi pada masa ini (masanya Al-Hafizh Ibnu Hajar-pen) berupa mengumandangkan adzan subuh dan mematikan lampu dua puluh mensebelum fajar kedua pada bulan Romadhon yang dijadikan sebagai tanda berhentnya makan dan minum bagi orang yang akan shaum dalam rangka ihtiyath (kehati-hatian) dalam beribadah. Kebid’ahini tidaklah diketahui kecuali oleh segelintir orang dari kalangan kaum muslimin. Bahkan mereka tidak mengumandangkan adzan mahgrib kecuali setelah terbenamnya matahari dengan derajat tertentuntuk memantapkan waktu ifthor (berbuka). Sehingga dengan kebiasaan mengakhirkan ifthor dan menyegerakan sahur ini, mereka telah menyelisihi sunnah, yang berakibat sedikitnya kebaikan dbanyaknya kejelekan pada ummat ini.” ( Fathul Baari jilid 4 hal. 199 hadist no. 1957)

—————-

[1] Mustadrok Al-Hakim no. 691.

Asy-Syaikh Muqbil tidak mengomentarri kedua riwayat ini dalam kitab beliau Tatabbu’ Awhamil Hakim, sedangkanAsy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah mengatakan : “Hadiini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (3/210), Al-Hakim (1/191, 395), Ad-Daruquthni (2/125), dan Baihaqi (4/261) dari jalan Sufyan dari Ibnu Juraij dari ‘Atha’ dari Ibnu Abbas … IbnKhuzaimah berkata tidak ada yang memarfu‘kan hadits ini di dunia selain Abu Ahmad Az-Zubairi. Al-Hakim berkata sanadnya shahih dan disetujui oleh Adz-Dzahabi. Al-Baiahaqmenganggap hadits ini memiliki penyakit karena selain Abu Az-Zubair meriwayatkan dari Sufyan Ats-Tsauri secara maukuf dan dia berkata yng lebih tepat adalah mauquf . Say(Al-Albani -peny) berkata Abu Ahmad Az-Zubairi -namanya adalah Muhammad bin Abdillah Az-Zubair – keadaannya adalah tsiqoh akan tetapi mereka (Ahlul Hadits- penymenyatakan bahwa riwayatnya dari Ats-Tsauri ada kesalahan akan tetapi hadits ini memiliki syawahid yang banyak yang menunjukkan keshohihannya, diantaranya dari Jabir ydikeluarkan Al-Hakim (1/191), Baihaqi (4/215), dan Al-Hakim menshohihkannya yang disepakati oleh Adz-Dzahabi … .

3. Mengakhirkan Sahur dan Jarak Waktu antara Sahur dengan Shalat

Termasuk dalam sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mengakhirkan sahur, berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan dari beliau. Hal ini sangat berbeda dengankebiasaakebanyakan kaum muslimin yang mendahulukan waktu sahur jauh dari fajar shadiq. Hal ini bertentangan dengan hadits-hadits yang shahih, di antaranya riwayat yang dibawakaoleh Al-Imam Al-Bukhari dari shahabat Sahl bin Sa’d radhiallahu ‘anha berkata:

ك

ت

ر ح

س

هف

ون

رع

سنأك

ر

أ

السجو

ع

م

ول

س

ر

هللا

 r

“Saya pernah makan sahur bersama keluarga saya, kemudian saya bersegera untuk mendapatkan sujud bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam  .”( Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 18 hadno : 1920)

Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak? « Qur’an dan Sunnah https://qurandansunnah.wordpress.com/2009/08/26/batas-akhir-m

5 6/9/2016

Page 3: Batas Akhir Makan Sahur

7/26/2019 Batas Akhir Makan Sahur

http://slidepdf.com/reader/full/batas-akhir-makan-sahur 3/5

Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anha berkata :

ر ح

س

ع

م

ل ا  r 

ا

ق

إل

الصالة

.

ق

:ت  ك

نكان

السحوراألذان

و

قا

ر

ق

مس ن

خ

ــ

آ

“Kami makan sahur bersama Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam kemudian beliau berdiri untuk shalat shubuh.

Saya (Anas bin Malik) bertanya kepadanya : Berapa jarak antara adzan dengan sahur ? Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anha menjawab  : kurang lebih selama bacaan lima puluh ayat .” (Al-BukhaKitabush Shaum bab 21 hadits no. 1921 Muslim Kitabush shiyaam hadits no. 47-[1097])

Waktu Terakhir untuk Makan Sahur

Waktu terakhir untuk makan sahur telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu dengan terbit dan jelasnya fajar shadiq, sebagaimana firman Allah I :

)   وا

ك

وو

ر

شا

وح

ن

ك

ط

الخ

ض

ألا

ن

م

ط

والخ

سألا

ن

م

جر

فلا

(

“Silakan kalian makan dan minum sampai nampak dengan jelas cahaya fajar .” Q.S. Al-Baqarah : 187

Sebagaimana pula dalam hadits ‘Aisyah radhiyAllahu ‘anha, berkata :

نإ

ال

الب

ان

كنذ

ؤ

ل

ال

ق

ولف

س

ر

هللا

 r   وا

كو

ر

شا

وح

ذن

ؤ

ن

أ

و

ك

م

إه

ف

ذن

ؤ

ح

ع

ط

رج

فلا

البخارروا) (

“Sesungguhnya Bilal beradzan pada waktu malam hari, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ‘Silakan kalian makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum beradzan, sesungghndia tidak beradzan kecuali setelah terbit fajar .” ( Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 17 hadits no. 1918,1919, Muslim Kitabush shiyaam hadits no. 36-[1092], 37-[1093].)

Sebagian ‘ulama membolehkan makan dan minum walaupun sudah terdengar adzan apabila makanan masih ada di tangannya, berdalil dengan hadits Abu Hurairah, bahwasannyRasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata :

ذ

ع

م

س

ك

أح

  ا

ل ا   ا

إلا

و

ع

ه

ال

ف

عه

ض

ح

ي

ضق

م هحاجته

والحاكداوأبروا) (

“ Jika salah seorang dari kalian mendengar adzan sementara bejana masih ada di tangannya maka janganlah menaruhnya sampai dia menyelesaikan hajatnya dari bejana itu .” (H.R. Abu Daud dAl-Hakim) (Hadits ini dishohihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilatul Ahaditsish Shahihah no. 1394. Namun Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi v menyatakan hadits ini adkelemahannya dalam kitabnya Tatabbu’ Auhamil Hakim hadits no. 732, 743, dan 1552.)

Sebagian pihak menisbatkan pendapat tersebut kepada jumhur shahabat, namun mayoritas riwayatnya tidaklah shahih atau tidak sah. Kalaupun ada yang sah, namun tidak secaterang atau jelas bahwa mereka berpendapat dengan pendapat tersebut. Sementara Al-Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan bahwa hampir-hampir para fuqoha’ berijma’ (sepakat) dengapendapat yang berbeda dengan pendapat yang dinisbatkan kepada jumhur shahabat di atas.

Seandainya hadits di atas shahih, maka ada beberapa kemungkinan makna yang dimaksud dengan hadits ini :

1. Bahwa hadits ini memberikan rukhshoh bagi orang yang kondisinya seperti tersebut bukan untuk semua orang, sehingga tidak boleh diqiyaskan dengan kondisi tersebut diatas .

2. Bahwa adzan yang dimaksud diatas adalah adzan yang terjadi sebelum fajar, hal ini semakna dengan penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa jilid 25 hal.216.

4. Menyelisihi Ahlul Kitab dengan Sahur

Di antara perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam kepada umat ini adalah agar mereka membedakan diri dengan Ahlul Kitab dan orang-oranmusyrik, baik dalam perkara ibadah ataupun akhlak.

Allah subhananu wa ta’ala mewajibkan kepada kaum muslimin ash-shaum sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelumnya, sebagaimana dalam ayat :

أهي

ن

ل ا

و

آم

ب

ك

ك اع

صلا

كم

ب

ك

ل

ع

ن

ل ا

ن

م

  ك

ق  لك

عل

قون

:183البقرسور( ) (

“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan kepada kalian shaum sebagaimana telah diwajibkan kepada umat sebelum kalian, agar kalian bertakwa .”

Namun ada beberapa perkara dalam ash-shaum yang kita diperintahkan untuk membedakan diri dengan Ahlul Kitab, antara lain :

1. As-Sahur, Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam telah menyebutkan dalam sebuah hadits dari shahabat ‘Amr bin ‘Ash, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sal lam berkata :

ف

صل

م

ن

م ا

ص

او

لص

ه

تاب

كل

ك

السحر

مسلروا)

“Pembeda antara shaumnya kita dengan shaumnya ahlul kitab adanya makan sahur .” (Muslim Kitabush Shiyaam bab 9 hadits no. 46-[1096])

2. Bolehnya makan dan minum serta jima’ walaupun tertidur sebelum melakukan ifthor (berbuka). Sementara dalam shaumnya Ahlul Kitab bahwa barang siapa yang tertidur sebelumsempat berifthor maka dilarang baginya makan dan minum pada malam itu sampai keesokan harinya, sebagaimana telah disebutkan pada pembehasan sebelumnya.

3. Menyegerakan ber-ifthor (berbuka) sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah, bahwasannya Rasulloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata :

ال

ال

ز

ن

ل ا

ر

ها

ظم

ل ج

ع

لاس ا ر

ط

فلا

ن

أل

ود

ه

ل ا

و

ار

صل ا

ون

ر خ

ؤ

الحاكماجوابخزيمابحباابداوأبروا) (

“ Akan terus Islam ini jaya selama kaum muslimin masih menyegerakan berbuka (if-thor), karena sesungguhnya kaum Yahudi dan Nashoro selalu menundanya.” (Hadits ini dihasankan oleh SyaikAl-Albani dalam Shohih Sunan Abi Daud no. 2353 dan Shohih Targhib no. 1075, dan Syaikh Muqbil tidak memberikan komentar terhadap hadits ini (lihat Tatabbu’ Awhamil Hakimhadits no. 1574).)

Perlu kita ketahui bahwa makan sahur adalah sesuatu yang disunnahkan dan terdapat padanya barakah yang banyak sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik bahwa RasulullaShallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata :

و

ر ح

سن

فف

السحور

ة

ك

ر

(فتميلع (

“Bersahurlah kalian karena sesungguhnya pada makan sahur ada barokah .” (Al-Bukhari Kitabush Shaum bab 20 hadits no. 1923 dan Muslim Kitabush Shiyaam bab 9 hadits no. 45-[1095], ANasai hadis no : 2146 -2150, Ibnu Majah no : 1692)

Diantara barokah yang dikandung pada makan sahur adalah :

1. I iba’ As-Sunnah (mengikuti jejak sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam),

2. Membedakan diri dengan Ahlul Kitab,

3. Memperkuat diri dalam ibadah,

4. Mencegah timbulnya akhlak yang jelek seperti marah dan lainnya dikarenakan rasa lapar,

5. Membantu seseorang untuk bangun malam dalam rangka berdzikir, berdo’a serta shalat di waktu yang mustajab,

Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak? « Qur’an dan Sunnah https://qurandansunnah.wordpress.com/2009/08/26/batas-akhir-m

5 6/9/2016

Page 4: Batas Akhir Makan Sahur

7/26/2019 Batas Akhir Makan Sahur

http://slidepdf.com/reader/full/batas-akhir-makan-sahur 4/5

6. Membantu seseorang untuk niat shaum bagi yang lupa berniat sebelum tidur.

Disimpulkan oleh Ibnu Daqiq Al-‘Id bahwa barokah-barokah tersebut ada yang bersifat kebaikan duniawi dan ada yang bersifat kebaikan ukhrawi (Lihat Fathul Baari Kitabush Shaum bab 20 hadits no. 1923.).

——————–

[1] Sahur (روحسلا) dalam bahasa Arab memiliki dua bacaan dengan huruf as-siin yang difathah (روحسلا)bermakna makanan yang digunakan untuk makan sahur, dan dengan didhomma45-[1095]).

Dikutip dari h p://salafy.or.id Penulis: Redaksi Ma’had As Salafy (h p://www.assalafy.org), Judul: Sahur dan yang berkaitan dengannya

Diarsipkan pada: h ps://qurandansunnah.wordpress.com/

This entry was posted on 26/08/2009 pada 6:49 am and is filed under Kajian hadits, Macam macam Bidʹah. Dengan kaitkata: batas akhir dibolehkannya makan sahur, Batas Akhir MakSahur Adakah Imsak?, benang putih’ dan ‘benang hitam’, imsak bidʹah, menghirup air ketika berwudhu, muntah karena tidak disengaja, Setiap yang baik belum tentu benar. You canfollow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, atau trackback from your own site.

9 Tanggapan to “Batas Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak?”

 Agus Rudy Yanto said

26/08/2009 pada 1:42 pmAsalamu’alaikum.wr.wbsaya minta tolong untuk berkomentar di bid’ah2 di bulan ramadhan soalnya ada yang belum yakin tentang bid’ah..syukron

Balas

1.

wahyu am said

26/08/2009 pada 1:57 pmmakasih infonya

sangat bermanfaat, apalagi di bulan romadhon ini

Balas

2.

Rahmat Kedai said

28/08/2009 pada 1:52 amAssalam,,,Alhamdulillah dari awal puasa sampai sekarang, saya selalu bersahur

Balas

leauxities said

28/08/2009 pada 4:32 am biasanya ga sahur ya kang rahmat?koq bisa?lembur terus yaa

Balas

3.

sagung said

31/08/2009 pada 9:37 amImsak = bid’ah ??

Memang puasa kan dimulai dari terbit hingga tenggelamnya matahari.Walaupun imsak, saya biasanya masih makan.

Balas

4.

Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak? « Qur’an dan Sunnah https://qurandansunnah.wordpress.com/2009/08/26/batas-akhir-m

5 6/9/2016

Page 5: Batas Akhir Makan Sahur

7/26/2019 Batas Akhir Makan Sahur

http://slidepdf.com/reader/full/batas-akhir-makan-sahur 5/5

elmubarok said

03/09/2009 pada 12:16 amasslmualaikum… memang betul imsak bukan batas awal untuk memulai puasa,..

Balas

5.

rahmatjunet said

07/09/2009 pada 8:36 amAssalamu’alaikum ….kalau kita berpuasa tapi gak sahur ….. alias kesiangan …? gimana ya status puasa nya…..

wa’alaykum salam warohmatullahi wabarokaatuh puasanya tetap sah

Balas

6.

Qur’an dan Sunnah said

20/12/2009 pada 6:00 pm[…] Batas Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak? […]

Balas

7.

Pembagian Waktu dalam Belajar dan Menghapal « Qur’an dan Sunnah said

20/12/2009 pada 6:02 pm[…] Batas Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak? […]

Balas

8.

« 9 (Sembilan) Hal yang Tidak Membatalkan PuasaHukum Seputar Ramadhan – Kumpulan Fatwa Ulama »

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. | Tema Andreas09.

Akhir Makan Sahur, Adakah Imsak? « Qur’an dan Sunnah https://qurandansunnah.wordpress.com/2009/08/26/batas-akhir-m