bagaimana mungkin

57
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma, mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat trauma.Keluhan utama yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau pasif.Frozen shoulder secara pasti belum diketahui penyebabnya. Namun kemungkinan terbesar penyebab dari frozen shoulder antara lain tendinitis, rupture rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama, trauma serta diabetes mellitus. Respon autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang diduga menyebabkan penyakit tersebut (Appley,1993). Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif.Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendonitis, infark miokard, diabetus mellitus, fraktur immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis (Heru P kuntono, 2004). Frozen shoulder juga dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bahu, immobilisasi atau disuse dalam jangka waktu lama misalnya terjadi fraktur disekitar bahu yang pada fase penyembuhannya tidak diikuti dengan gerak aktif | 1

Upload: riennovia

Post on 14-Aug-2015

70 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bagaimana

TRANSCRIPT

Page 1: bagaimana mungkin

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan lingkup

gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma, mungkin juga

timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat trauma.Keluhan utama

yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot penggerak sendi bahu dan

keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau pasif.Frozen shoulder secara pasti belum

diketahui penyebabnya. Namun kemungkinan terbesar penyebab dari frozen shoulder

antara lain tendinitis, rupture rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama, trauma

serta diabetes mellitus. Respon autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang

diduga menyebabkan penyakit tersebut (Appley,1993). Capsulitis adhesive ditandai

dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan

aktif maupun pasif.Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendonitis,

infark miokard, diabetus mellitus, fraktur immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis

(Heru P kuntono, 2004).

Frozen shoulder juga dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bahu,

immobilisasi atau disuse dalam jangka waktu lama misalnya terjadi fraktur disekitar

bahu yang pada fase penyembuhannya tidak diikuti dengan gerak aktif yang dilakukan

secara teratur pada bahunya, disamping itu juga karena faktor immunologi serta

hubungannya dengan penyakit lain misalnya: Tuberkulosa paru, hemiparase,ischemic

heart desease, bronchitis kronis dan Diabetus Melitus. Diduga ini merupakan respon

autoimun karena rusaknya jaringan lokal (Appley, 1997).

Diantara beberapa faktor yang menyebabkan frozen shoulder adalah capsulitis

adhesiva. Keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang mengenai kapsul sendi

dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi dan tulang rawan, ditandai dengan

nyeri bahu yang timbul secara perlahan-lahan, nyeri yang semakin tajam, kekakuan dan

keterbatasan gerak. Pada pasien yang menderita capsulitis adhesiva menimbulkan

keluhan yang sama seperti pada penderita yang mengalami peradangan pada jaringan

disekitar sendi yang disebut dengan periarthritis, keadaan ini biasanya timbul gejala

| 1

Page 2: bagaimana mungkin

seperti tidak bisa menyisir karena nyeri disekitar depan samping bahu. Nyeri tersebut

terasa pula saatb lengan diangkat untuk mengambil sesuatu dari saku kemeja, ini berarti

gerakan aktif dibatasi oleh nyeri. Tetapi bila mana gerak pasif diperiksa ternyata

gerakan itu terbatas karena adanya suatu yang menahan yang disebabkan oleh

perlengketan. Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh adanya rasa nyeri,

terutama rasa nyeri timbul sewaktu menggerakan bahu, penderita takut menggerakan

bahunya. Akibat immobilisasi yang lama maka otot akan berkurang kekuatannya

(Shidarta, 1984).

Aspek fisioterapi sindroma nyeri bahu pada kondisi frozen shoulder akibat

capsulitis adhesiva ini fisioterapis berperan dalam mengurangi nyeri ,meningkatkan luas

gerak sendi (LGS) mencegah kekakuan lebih lanjut dan mengembalikan kekuatan otot

serta meningkatkan aktifitas fungsional pasien. Untuk mengatasinya banyak modalitas

fisioterapi yang dapat digunakan disini penulis mengambil modalitas fisioterapi berupa

penggunaan Short Wave Diathermy(SWD), terapi manipulasi dan terapi latihan serta

latihan fungsional.

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi tugas klinik komprehensip yang telah diberikan.

2. Untuk mengetahui definisi dari frozen shoulder

3. Untuk mengetahui proses perjalanan penyakit frozen shoulder

4. Untuk mempelajari peran Fisioterapi pada klien dengan frozen shoulder

5. Untuk mengetahui pengaruh Short Wave Diathermy terhadap nyeri sendi

bahu dalam kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva.

6. Untuk mengetahui pengaruh Terapi Manipulasi terhadap peningkatan

lingkup gerak sendi pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva.

| 2

Page 3: bagaimana mungkin

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi Frozen Shoulder

Istilah frozen shouder hanya digunakan untuk penyakait yang sudah diketahui

dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progresif bahu yang berlangsung

18 bulan. Proses peradangan dari tendonitis kronis tapi perubahan-perubahan

peradangan kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan capsul (Appley, 1993).

Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada

kaput humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat hilang dengan perlengketan.

Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika

berkangsung lama otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta

memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses

degenerasi diikuti erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa

subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat pula

terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator cuff.

Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah.

Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar

keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang

karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan

bursa, perlengketandinding dasar dengan bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive

akhirnya terjadi frozen shoulder (Mayo, 2007).

Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu :

a. Primer/ idiopetik frozen shoulder

Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak

terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya

terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-

orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.

| 3

Page 4: bagaimana mungkin

b Sekunder frozen shoulder

Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur,

dislokasi, luka baker yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa

tahun sebelumnya.

Kapsul

Sendi mengalami

peradangan

Gambar 2. 1

Capsulitis Adhesiva Bahu Kiri Tampak dari Anterior

2. Anatomi Fungsional Sendi Bahu (Shoulder Joint)

Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang

terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi, gambar 2. 2. Cavitas sendi bahu sangat

dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya secara

leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian akan

menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan

gangguan pada bahu.

Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh

tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus (upper

arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi

sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal.

| 4

Page 5: bagaimana mungkin

Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi

glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke dalam

mangkok karena fossa glenoidalis dangkal (Sidharta, 1984).

Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila

dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang kompleks,

yaitu:

a. Sendi Glenohumerale

Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas

glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi

oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum glenoidale

(Snell, 1997).

Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang

diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga sendi

menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan dengan

jarak gerak yang lebih luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh

acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk

mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas glenoidalisnya.

Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain

ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral dan

ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan

collum anatomicum humeri (Snell, 1997).

Ligament yang memperkuat antara lain:

1) ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari procesus coracoideus

sampai tuberculum humeri.

2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus

sampai acromion.

3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke

colum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:

a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah

cranial

| 5

Page 6: bagaimana mungkin

b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah

ventral.

c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation

sebelah inferius.

Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:

1) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan tendon

latisimus dorsi.

2) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan

tuberositashumeri.

3) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio otot

pectoralis mayor.

4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah otot

deltoideus.

5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum

coracoclaviculare.

6) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan

otot subscapularis.

7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit

Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi glenoidal

yaitu rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan

menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu

dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika.Rotasi tulang

atau gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan

translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam

sendi yang termasuk dalam joint play movement (Mudatsir, 2002).

Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi atau

gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis lurus

dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi atau

permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau gerakan

fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan translasi tulang

| 6

Page 7: bagaimana mungkin

menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam sendi yang

termasuk dalam joint play movement (Mudatsir, 2002).

Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi

terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi terjadi

rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal

rotasi terjadi rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan

internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso lateral

(Kapanji, 1982).

b. Sendi sterno claviculare

Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis

sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya

glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga

lebih dapat menyesuikan kedua facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare.

Capsula articularis luas,sehingga kemungkinan gerakan luas.

Ligamentum yang memperkuat:

1) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial

extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni.

2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama

sampai permukaan bawah clavicula.

3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal

incisura clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis

claviculare.

Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi

70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak osteokinematikanya

meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah

ventral, (2) gerak retraksi terjadi roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal,

(3) gerak elevasi terjadi roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi

shoulder 10° (sampai fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi

terjadi roll ke arah caudal dan slide clavicula kearah cranial.

| 7

Page 8: bagaimana mungkin

c. Sendi acromioclaviculare

Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari acromion

scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro cartilago. Diantara

facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis termasuk ariculatio

ellipsoidea, karena facies articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.

Ligamentum yang memperkuatnya:

1) ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion dataran

ventral sampai dataran caudal clavicula.

2) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu:

a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial

procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare.

b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral

procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare,

Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan dengan gerak

pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula

mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut

pada sendi sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula.

d. Sendi subacromiale

Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang berada di

sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal, dangan

bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi.

e. Sendi scapulo thoracic

Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa pergerakan

scapula terhadap dinding thorax [(Sri surini, dkk),2002].

Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang

dalam klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang

dikenal dengan gerak elevasi-depresi.

Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative therapy

untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan

translasi, gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat

| 8

Page 9: bagaimana mungkin

pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/ traksi,

(2). Compression/ kompresi, (3). Gliding.

1) Gliding

Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak pada

satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru (selalu berubah)

pada permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan sendi sesuai dengan hukum

konkaf konvek yaitu : jika permukaan sendi konkaf, maka arah gliding berlawanan

dengan gerakan tulang. Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka arah gliding

searah dengan gerakan tulang. Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan dengan arah

gerakan tulang, karena pertmukaan sendi konfek bergerak peda permukaan sendi konkaf

(caput humei dengan cavitas glenoidal).

2) Traksi

Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan

menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat mengurangi

nyeri pada sendi,

3) Kompresi

Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus tetapi kedua

pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri (mudatsir, 2007).

Pelaksanaan Join Play movement :

Join Play dilakukan dengan pasien pada posisi tidur terlentang, rileks. Adapun

gerakannya yaitu; backward glide of the humerus, forward glide of the humerus, lateral

distraction of the humerus, caudal glide of the humerus, backward glide of the humerus

in abduktion, lateral distraktion of the humerus in abduktion, anterior posterior dan

cepalo caudal movement the clavicula in acromio clavicula, anterior posterior dan

cepalo caudal movement the clavicula in sterno clavicula, dan general movement of the

scapula (magee).

| 9

Page 10: bagaimana mungkin

3. Etiologi

Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui

dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang

lama, akibat trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme,

penyakit cardiovascular,clinical depression dan Parkinson.

Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai frozen

shoulder, teori tersebut adalah :

a. Teori hormonal.

Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan

datangnya menopause.

b. Teori genetik.

Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya

ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang sama.

c. Teori auto immuno.

Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil

rusaknya jaringan lokal.

d. Teori postur.

Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap

menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

4. Patologi

Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalamnya

terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang

berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon

yang melintasi sendi, sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat

sehingga memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan cairan yang

sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium normalnya bening,

tidak membeku, tidak berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi relative kecil (1-3

| 10

Page 11: bagaimana mungkin

ml). Cairan sinovium juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.

Capsulitis adhesiva merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi

peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan

mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat diperburuk akibat

terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi impingement yang terlalu lama (Appley,

1993).

Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan sulit untuk diidentifikasi satu persatu

bagian secara detail. Guna memahami penyebab dan patologi sindroma nyeri bahu,

maka dapat dikelompokkan menjadi:

a. Faktor Penyebab:

1) Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait dengan aktifitas gerak

dan struktur anatomi

2) Faktor penyebab penyebab secara neurogenik yang berkaitan dengan

keluhan neurologik yang menyertai baik secara langsung maupun tidak

langsung yang berupa nyeri rujukan.

b. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat dikelompokkan menjadi 2

yaitu :

(a) Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler dan

(b) Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang bukan mengikuti

pola kapsuler.

5. Tanda dan gejala

a. Nyeri

Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali ringan,

diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan

pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena. Setelah beberapa lama nyeri

berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12

bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak

kembali, tetapi tidak lagi normal ( Appley,1993 ).

b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi

| 11

Page 12: bagaimana mungkin

Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi

glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah suatu gambaran

klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark myokard, diabetes melitus, fraktur

immobilisasi berkepanjangan atau redikulitis cervicalis. Keadaan ini biasanya unilateral,

terjadi pada usia antara 45–60 tahun dan lebih sering pada wanita.

Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering

sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran

penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukan

dengan mengangkat bahunya (srugging) (Heru P Kuntono,2004).

c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot

Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam mengangkat

lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan pada daerah otot

deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering menggangu tidur. Pada pemeriksaan

didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi),

sehingga penderita akan melakukandengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat

dijumpai adanya atropi bahu (dalam berbagaoi tingkatan). Sedangkan pemeriksaan

neurologik biasanya dalam batas normal (Heru P Kuntono, 2004).

d. Gangguan aktifitas fungsional

Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita

frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS,

penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara langsung akan mempengaruhi

(mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya.

4. Komplikasi.

Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak

dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan

timbul problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2)

Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial terjadinya

deformitas pada sendi bahu (4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu (5) Adanya gangguan

aktifitas keseharian (AKS).

5. Diagnosis banding

| 12

Page 13: bagaimana mungkin

Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan dapat

bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan secara berangsur-

angsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku ( Appley,1993)

Kondisi pembanding dari kondisi Frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis

adhesiva antara lain: 1) Bursitis subacromial, 2) Tendinitis bicipitalis 3) Lesi rotator

cuff

B. Problematika Fisioterapi.

Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder

adalah sebagai berikut :

1. Impairment.

Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan yang

ditimbulkan antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan

penurunan kekuatan otot di sekitar bahu.

2. Functional limitation.

Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder

adalah keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering ditemukan

keluhan-keluhan seperti tidak mampu untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir

rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku belakang kesulitan

memakai breast holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan lain yang melibatkan

sendi bahu (Appley, 1993).

3. Participation restriction.

Pasien yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk

melakukan aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan pasien

tersebut tidak percaya diri dan merasa kurang berguna dalam masyarakat, tapi pada

umumnya frozen shoulder jarang menimbulkan disability atau kecacatan.

C. Teknologi Interfensi Fisioterapi

1. Diatermi gelombang pendek (Short Wave Diathermy/ SWD)

| 13

Page 14: bagaimana mungkin

Short wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan

stressor berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak- balik

frekuensi 27, 12 MHz, dengan panjang gelombang 11m.

Efektifitas dalam penggunaan SWD ditentukan oleh penentuan intensitas dan

dosis.Intensitas ditentukan oleh perasaan penderita terhadap panas yang diterimanya.

Besar kecilnya intensitas bersifat subjektif tergantung sensasi panas yang diterima

pasien oleh karena itu antara orang satu dengan lainnya mungkin bisa berbeda intensitas

SWD yang diberikan . Menurut schliphake, intensitas dibagi menjadi empat tingkat

yaitu : (a) Intensitas submitis (penderita tidak merasakan panas), (b) Intensitas mitis

(penderita merasakan sedikit panas), (c) Intensitas normalis (penderita merasakan

hangat yang nyaman), (d) Intensitas fortis (Penderita merasakan panas yang kuat, tapi

masih bisa ditahan).

Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada pemberian SWD ini adalah:

a) Mengurangi nyeri

Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam keadaan tidak normal. Jaringan

tersebut merupakan sumber nyeri, keadaan yang tidak normal tadi memberikan iritasi

kepada reseptor nyeri. Stimulus tadi selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut “C”

tanpa myelin (nyeri tumpul, lamban, diffuse) atau serabut “A” delta bermielin (nyeri

tajam, cepat). Panas yang diberikan akan memberikan efek sedative karena adanya

kenaikan nilai ambang nyeri.karena adanya vasodilatasi akan memperlancar

pembuangan zat “pain producing substance” (Sri Mardiman, 1989).

b) Memberikan relaksasi otot- otot spasme

Nyeri bahu akan merangsang reaksi protektif dari tubuh berupa spasme otot-

otot sekitar bahu. Ini dimaksudkan untuk memfiksir sendi bahu agar tidak bergerak,

yang selanjutnya akan terhindar rasa nyeri. Reaksi spasme itu sendiri akan menghambat

sistem peredaran darah setempat yang mengakibatkan terhambatnya reorgnisasi jaringan

dan “pain producing substance”. Hal ini akan menambah nyeri, sehingga siklus yang

tidak menguntungkan, sel-sel abnormal yang menyebabkan bengkak dan nyeri oleh

| 14

Page 15: bagaimana mungkin

pengaruh medan magnit yang ditimbukan oleh gelombang pulsa SWD, sel-sel abnormal

dapat dinormalkan (Sri Mardiman, 1989).

Syarat-syarat untuk menentukan indikasi pemberian terapi dengan SWD:

1) Stadium dari penyembuhan luka

2) Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan

3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang mengalami kerusakan

2. Terapi Manipulasi

Terapi manipulasi adalah suatu gerakan pasif yang digerakkan dengan tiba- tiba,

amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga pasien tidak mampu menghentika

gerakan yang terjadi ( Mudatsir, 2007 ).

Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi normal dan

tanpa nyeri. Secara mekanis, tujuannya adalah untuk memperbaiki joint play movement

dan dengan demikian memperbaiki roll-gliding yang terjadi selama gerakan aktif.

Terapi manipulasi harus diakhiri apabila sendi telah mencapai LGS maksimal tanpa

nyeri dan pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal (Heru P Kuntono,

2007).

Gerakan translasi (traksi dan gliding) dibagi menjadi tiga gradasi. Gradasi

gerakan ini ditentukan berdasarkan tingkat kekendoran (slack) sendi yang dirasakan

fisioterapis saat melakukan gerakan pasif seperti yang ditunjukkan pada Grade I

Grade I traksi merupakan gerakan dengan amplitudo sangat kecil sehingga tidak

sampai terasa adanya geseran permukaan sendi. Kekuatan gaya tarik yang diberikan

sebatas cukup untuk menetralisir gaya kompresi yang bekerja pada sendi.

Kombinasi antara tegangan otot, gaya kohevisitas kedua permukaan sendi dan

tekiri atmosfer menghasilkan gaya kompresi pada sendi.

Grade II traksi dan gliding gerakan sampai terjadi slack taken up jaringan di

sekitar persendian meregang.

Grade III traksi dan gerakan sampai diperoleh slack taken up kemudian diberi

gaya lebih besar lagi sehingga jaringan di sekitar persendian teregang.

Traksi untuk memperbaiki luas gerak sendi:

| 15

Page 16: bagaimana mungkin

Traksi mobilisasi grade III efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena

dapat meregang (streatch) jaringan lunak sekitar persendian yang memendek. Traksi-

mobilisasi dipertahamkan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan maksimal sesuai

dengan toleransi pasien. Antara dua traksi yang dilakukan, traksi tidak perlu dilepaskan

total keposisi awal melainkan cukup diturunkan kegrade II dan kemudian lakukan traksi

grade III lagi. (Mudatsir S, 2002).

2. Terapi Latihan.

Adapun metode yang digunakan adalah :

a. Active exercise

Latihan aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah lingkup gerak

sendi (LGS).Disini penulis memberikan latihan dengan menggunakan metode free

active exercise.Gerakan dilakukan oleh kekuatan otot penderita itu sendiri dengan tidak

menggunakan suatu bantuan dan tahanan yang berasal dari luar.Latihan ini bisa

dilakukan kapan pun dan dimana pun penderita berada.

b. Overhead pulley

Tujuan dari pemberian overhead pulley adalah untuk menambah lingkup gerak

sendi dan meningkatkan nilai kekuatan otot dengan bantuan alat ini. Dengan adanya

gerakan yang berulang-ulang maka akan terjadi penambahan lingkup gerak sendi serta

menjaga dan menambah kekuatan otot jika diberi beban (Kisner, 1996).

c. Codman pendulum exercis.

Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut.

1) Tujuan :

Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan melakukan gerakan pasif

sedini mungkin yang dilakukan pasien secara aktif.

Gerakan pasif dilakukan untuk mempertahankan pergerakan pada sendi &

mencegah pelengketan permukaan sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah

untuk mencegah terjadinya kontraksi otot- otot rotator cuff & abductor bahu

2) Cara melakukan:

| 16

Page 17: bagaimana mungkin

Pasien membungkukkan badan dan lengan yang sakit tergantung vertical. Posisi

ini menyebabkan lengan fleksi 90۫ pada bahu tanpa adanya kontraksi otot- otot deltoid

maupun rotator cuff. Gravitasi / gaya tarik bumi menyebabkan pemisahan permukaan

sendi glenohumeral sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang. Lutut pasien

dalam keadaan fleksi untuk mencegah timbulnya gangguan pada pinggang.

| 17

Page 18: bagaimana mungkin

BAB III

PENATALAKSANAAN STUDI KASUS

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, seorang fisioterapis seharusnya

selalu memulai dengan melakukan “Assessment” yang terdiri dari pengumpulan data,

pengelompokan data, interpretasi data, pemeriksaan dasar, pemeriksaan khusus, dan

pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mendukung dalam pelaksanaan pemecahan

masalah.

Sehubungan dengan kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva dextra di

RST Dr.Soedjono, Magelang, maka pemeriksaan yang dilakukan meliputi:

A. Pengkajian Fisioterapi

Proses pemeriksaan fisioterapi dimulai dari anamnesis, pemeriksaan dan

dilanjutkan dengan menentulkan diagnosis fisioterapi.

1. Anamnesis.

a. Anamnesis umum.

Anamnesis umum memuat tentang identitas pasien, dan disini hanya

memberikan informasi tentang siapakah pasien, memberikan gambaran orang seperti

apa yang kita ajak bicara, serta masalah apa yang mungkin ada.

1) Identitas pasien

Pasien dengan nama Ny suprapti, umur 62 tahun, jenis kelamin Perempuan

Agama Islam. Pekerjaan sebagai seorang Guru SMA, alamat jalan Blimbing No 5

Kalinegoro mertoyudan, Magelang.

b. Anamnesis khusus.

Didalam anamnesa khusus ini, hal-hal atau keterangan yang di dapat digali dari

pasien meliputi :

1) Keluhan utama.

Keluhan utama yang dirasakan pasien ini adalah pasien merasakan kaku pada

bahu Kiri terutama saat lengannya digerakkan ke segala arah.

2) Riwayat penyakit sekarang.

| 18

Page 19: bagaimana mungkin

Kira kira 2 bulan yang lalu pasien mengeluhkan sakit pada bahu sebelah kiri,

kemudian pasien memeriksakan ke RST. Dr. soedjono magelang dan di tangani oleh

dokter saraf yang kemudian di rujuk ke poli Fisioterapi dan di berikan terapi dengan

modalitas MWD dan terapi latihan.

3) Riwayat penyakit dahulu.

Riwayat penyakit dahulu pasien diketahui bahwa pasien belum pernah

mengalami trauma dan tidak ada riwayat diabetes mellitus.

4) Riwayat keluarga.

Riwayat keluarga diketahui hanya pasien yang menderita penyakit tersebut dan

tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama.

2. Pemeriksaan fisik.

Pemeriksaan fisik yang merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan pada

pasien meliputi :

a. Pemeriksaan vital sign

Pemeriksaan vital sign yang dapat diperoleh dari Pemeriksaan pada tanggal : (1)

tekiri darah : 120/80 mmHg, (2) denyut nadi : 88 kali/menit, (3) pernafasan : 20

kali/menit, (4) temperatur : 36° C, (5) tinggi badan : 163 cm, (6) berat badan : 55 kg.

b. Inspeksi.

Hasil inspeksi yang dapat diperoleh dari pengamatan terhadap pasien antara lain

melalui inspeksi statis adalah (1) keadaan umum pasien baik (wajah tidak pucat), (2)

bahu simetris antara bahu kiri dan kiri, (3) tidak tampak adanya oedem pada bahu kiri,

(4) tidak ada adanya atropi pada bahu kiri dan tidak ada warna kulit kemerah-merahan

pada bahu kiri. Inspeksi dinamis yang dapat diperoleh dari pemeriksaan antara lain (1)

pasien terlihat kesakitan terutama saat melakukan gerakan abduksi lebih dari 90 derajad,

(2) ekspresi wajah pasien terlihat menahan sakit saat lengan kirinya digerakkan.

c. Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang bahu

penderita yang dikeluhkan. Dari pemeriksaan ini didapatkan (1) tidak ditemukan adanya

oedem, (2) adanya spasme otot-otot sekitar sendi bahu terutama deltoid anterior, (3)

suhu lokal sendi bahu kiri normal.

| 19

Page 20: bagaimana mungkin

d. Pemeriksaan kognitif, interpersonal dan intrapersonal.

Pemeriksaan kognitif yang diperoleh kognitif pasien baik karena mempunyai

atensi yang baik dan mampu mengorientasi waktu dan ruang. Intra personal pasien baik,

pasien mampu menerima keadaan dirinya saat ini dan mempunyai semangat dan

motivasi untuk sembuh. Interpersonal yang dimiliki pasien baik, karena pasien mampu

berkomunikasi dengan baik dan dapat mengikuti intruksi terapis dengan baik.

e. Pemeriksaan kemampuan fungsional dan lingkungan aktivias

Pemeriksaan kemampuan fungsional yang telah dilakukan adalah untuk

mengetahui kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selain itu untuk

mengetahui sebagaimana ketergantungan pasien terhadap bantuan orang lain atau

lingkungan sekitarnya dalam melakukan aktifitas fungsional. Pemeriksaan kemampuan

fungsional dan lingkungan aktivitas meliputi fungsional dasar diperoleh (1) pasien

mampu miring, tengkurap dan bangun dari tempat tidur tanpa bantuan, (2) pasien

mampu melakukan gerakan aktif pada sendi bahu kiri dengan disertai nyeri, (3) pasien

belum mampu bergerak full Lingkup Gerak Sendi nya (LGS) pada sendi bahu kiri.

Aktifitas fungsional pasien terganggu diantaranya mengalami kesulitan saat melakukan

aktifitas kesehariannya terutama yang melibatkan bahu kiri diantaranya (1) menyisir

rambut, (2) menggosok punggung saat mandi, (3) memakai dan melepas baju, (4)

mengambil benda yang berada diatas. Lingkungan aktifitas dari pasien adalah

lingkungan keluarga pasien yang sangat mendukung kesembuhan pasien.

3. Pemeriksaan gerak dasar.

Pemeriksaan gerak yang dilakukan meliputi :

a. Gerak aktif.

Dalam pemeriksaan gerak aktif, pasien diminta untuk menggerakkan secara aktif

bahunya kearah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, endorotasi, eksorotasi, elevasi,

depresi, protraksi, retraksi dan sirkumduksi. Dalam pemeriksaan ini diperoleh hasil (1)

adanya rasa nyeri pada bahu kiri setiap akhir gerakan pada semua arah gerak baik

| 20

Page 21: bagaimana mungkin

gerakan fleksi, ekstensi, endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi bahu, (2)

adanya keterbatasan lingkup gerak sendi ke semua arah gerak.

b. Gerak pasif.

Merupakan pemeriksaan gerak sendi bahu yang dilakukan oleh fisioterapis

kearah fleksi, ekstensi, eksorotasi, endorotasi, sementara pasien dalam keadaan pasif

dan rileks abduksi dan adduksi horizontal dari hasil pemeriksaan ini diperoleh informasi

berupa (1) adanya rasa nyeri pada setiap akhir gerakan pada semua arah gerak baik

gerakan fleksi, ekstensi, endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi bahu, (2)

adanya keterbatasan lingkup gerak sendi ke semua arah gerak, (3) rasa pada akhir

gerakan (end feel) sendi bahu ini adalah lunak terulur.

c. Gerak isometris melawan tahanan.

Pada pemeriksaan gerak ini prinsipnya masih sama seperti pada pemeriksaan

gerak aktif pada sendi bahu ke segala arah hanya saja pada pemeriksaan gerak ini masih

ditambah dengan tahanan secara isometrik oleh terapis dan hasil yang diperoleh adalah

(1) pasien mampu melakukan gerakan isometris melawan tahanan terapis tanpa timbul

adanya nyeri, (2) adanya penurunan kekuatan otot penggerak bahu kiri baik fleksor,

ekstensor, endorotator, eksorotator, abduktor dan adduktor sendi bahu.

4. Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang diperlukan

untuk menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan problematik, tujuan dan

tindakan fisioterapi, antara lain sebagai berikut :

a. Pemeriksaan derajat nyeri

Disini penulis menggunakan verbale diskriptive scale (VDS) yaitu cara

pengukuran derajat nyeri dengan tujuh nilai yaitu : nilai 1 tidak nyeri, nilai 2 nyeri

sangat ringan, nilai 3 nyeri ringan, nilai 4 nyeri tidak begitu berat, nilai 5 nyeri cukup

berat, nilai 6 nyeri berat, nilai 7 nyeri tak tertahankan. Dalam pemeriksaan diperoleh

informasi yang ditulis dalam tabel 3.1 di bawah ini.

| 21

Page 22: bagaimana mungkin

TABEL 3.1

PEMERIKSAAN DERAJAT NYERI PADA SENDI BAHU KIRI DALAM

SKALA VDS

Nilai Keterangan

1 Tidak terasa nyeri

2 Nyeri sangat ringan

3 Nyeri ringan

4 Nyeri tidak begitu berat

5 Nyeri cukup berat

6 Nyeri berat

7 Nyeri tak tertahankan

Dari pemerikasaan di dapatkan data

No Keterangan Nilai Keterangan

1

2

3

Nyeri Gerak

Nyeri Diam

Nyeri Tekan

Nilai 5 Nyeri Cukup Berat

Nilai 1 Tidak Nyeri

Nilai 3 Tidak Nyeri

b. Pemeriksaan lingkup gerak sendi (LGS)

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya keterbatasan lingkup gerak

sendi menggunakan alat yang disebut dengan goneometer, dalam pelaksanaannya

banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengukuran diantaranya letak

goneometer yang merupakan aksis dari sendi bahu. Hasil pengukuran ditulis dengan

standar International Standard Orthopedic Measurement (ISOM). Cara penulisannya

yaitu dimulai dari gerakan yang menjauhi tubuh-posisi netral-gerakan mendekati tubuh.

| 22

Page 23: bagaimana mungkin

Pemeriksaan lingkup gerak sendi bahu ini dilakukan dalm bidang gerak frontal (F),

sagital (S), tranversal (T) dan rotasi (R), adapun hasil yang telah diperoleh seperti yang

ditulis dalam tabel 3.2 di bawah ini.

TABEL 3.2

PEMERIKSAAN LINGKUP GERAK SENDI BAHU KIRI

c. Appley strech test

1) Eksternal rotasi dan abduksi

Pasien diminta menggaruk daerah sekitar angulus medialis scapula dengan

tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada penderita frozen shoulder

akibat capsulitis adhesiva biasanya tidak bisa melakukan gerakan ini. Bila pasien tidak

dapat melakukan karena adanya nyeri maka ada kemungkinan terjadi tendinitis rotator

cuff. Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu

menyentuh angulus medialis scapula kiri dikarenakan adanya rasa nyeri pada daerah

bahu kirinya.

2) Internal rotasi dan adduksi

Pasien diminta untuk menyentuh angulus inferior scapula dengan sisi

kontralateral, bergerak menyilang punggung. Pada penderita frozen shoulder akibat

capsulitis adhesiva biasanya tidak bisa melakukan gerakan ini. Pada pemeriksaan ini

didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu menyentuh angulus inferior scapula

kiri dikarenakan adanya rasa nyeri pada daerah bahu kirinya.

| 23

No Pemeriksaan LGS LGS normal

1

2

Gerak aktif

Gerak pasif

S 43 º-0-95 º

F : 85 º-0-45 º

R(F90) : 39 º-0-42 º

S : 45 º-0-105 º

F :98 º-0-48 º

R(F90) :43 º-0-45 º

S : 45 º-0-180 º

F : 180 º-0-45 º

R(F90) : 90 º-0-90 º

S : 45 º-0-180 º

F : 180 º-0-45 º

R(F90) : 90 º-0-90 º

Page 24: bagaimana mungkin

c. Joint play movement test

Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan gerakan transalasi (traksi,

kompresi, dan gliding) secara pasif untuk menggambarkan apa yang terjadi di dalam

sendi ketika dilakukan gerakan translasi. Pada frozen shoulder terjadi akibat capsulitis

adhesiva, pola keterbatasan gerak sendi bahu dapat menunjukkan pola yang spesifik,

yaitu pola kapsuler saat dilakukan pemeriksaan ini. Pola kapsuler sendi bahu yaitu gerak

eksorotasi paling nyeri dan terbatas kemudian diikuti gerak abduksi dan endorotasi, atau

dengan kata lain gerak eksorotasi lebih nyeri dan terbatas dibandingkan dengan gerak

endorotasi. Bila pada pemeriksaan gerak eksorotasi ditemukan paling nyeri dan terbatas

kemudian diikuti gerak abduksi dan abduksi lebih terbatas daripada gerak endorotasi

maka tes positif adanya frozen shoulder dan terdapat pola kapsuler. Pada kasus ini

didapatkan hasil positif yaitu gerakan eksorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi dan

lebih terbatas dari gerakan endorotasi. Pada frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis

adhesiva kualitasa gerakan yang terjadi pada saat menggerakkan bonggol sendi humerus

terasa adanya suatu tahanan dari dalam, yang dapat menyebabkan munculnya rasa nyeri

dan keterbatasan LGS pada saat menggerakkan sendi bahu.

Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya keterbatasan gerak humerus, slide

keposterior, slide keanterior dan slide ke caudal, yang artinya ada keterbatasan gerak

kearah eksorotasi, endorotasi, abduksi, dan fleksi yang berarti sesuai dengan pola

kapsuler yaitu, eksorotasi>abduksi>endorotasi.

d. Drop arm test/tes Mosley

Drop arm test bertujuan untuk memeriksa adanya kerobekan dari rotator cuff

terutama otot supraspinatus. Dimana pasien disuruh mengabduksikan lengannya dalam

posisi lurus secara penuh, kemudian pasien disuruh menurunkannya secara perlahan-

lahan apabila pasien tidak bisa menurunkan dengan perlahan tapi lengan langsung jatuh

berarti tes positif.Pada Pemeriksaan ini didapatkan hasil negatif karena pasien mampu

menurunkan lengannya secara perlahan dan ini menunjukkan tidak adanya kerobekan

pada otot supraspinatus.

| 24

Page 25: bagaimana mungkin

B. Tujuan Fisioterapi

Tujuan dari terapi yang akan dilaksanakan harus berorientasi kepada

problematik yang dialami pasien dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Penulis

mengklasifikasikan tujuan fisioterapi menjadi dua kelompok yaitu :

1. Tujuan jangka pendek

Tujuan jangka pendek ini merupakan tujuan yang bersifat segera untuk dapat

dicapai,yang merupakan awal dari pemulihan aktifitas fumgsional, antara lain :

a. Mengurangi nyeri sendi bahu

b. Mengurangi spasme pada otot sekitar bahu kiri terutama deltoid, supra

spinatus.

c. Meningkatkan lingkup gerak sendi bahu.

d. Meningkatkan kekuatan otot penggerak sendi bahu.

2. Tujuan jangka panjang.

Adapun tujuan jangka panjang yang merupakan tujuan akhir adalah melanjutkan

tujuan jangka pendek dan mengembalikan aktifitas fungsional seperti semula.

C. Pelaksanaan Fisioterapi

1. Short Wave Diathermy (SWD)

a. Persiapan alat

Pastikan mesin SWD dalam kondisi baik. Sebelum terapi dilakukan dilakukan

pengecekan kabel, pemilihan elektroda, kabel elektroda tidak boleh kontak dengan

lantai, pasien ataupun bersilangan. Setelah semua dipastikan siap dan aman nyalakan

SWD.

b. Persiapan pasien

Sebelum dilakukan terapi kita jelaskan terlebih dahulu tentang tujuan dan

pemberian terapi. Pasien diposisikan duduk senyaman mungkin. Sebelumnya diberikan

tes sensibilitas rasa panas dan dingin menggunakan tabung reaksi yang berisi air hangat

dan dingin, selain itu diperiksa daerah yang akan diterapi bebas dari logam. Selanjutnya

| 25

Page 26: bagaimana mungkin

pasien diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai prosedur terapi. Apabila pasien

merasa kepanasan segera memberi tahu terapis.

| 26

Page 27: bagaimana mungkin

c. Pelaksanaan terapi

Setelah persiapan alat dan pasien telah selesai maka pelaksanaan terapi dapat

dimulai. Disini penulis memilih menggunakan elektroda yang biasanya dipakai adalah

diplode elektroda diletakkan pada bahu bagian anterior. Intensitas dinaikkan perlahan

sampai pasien merasakan hangat intensitas dinaikkan sesuai dengan toleransi pasien.

waktu ± 15 menit dan terapis harus tetap mengontrol keadaan pasien selama terapi

berlangsung untuk mencegah terjadinya terbakarnya kulit. Setelah pelaksanaan terapi

selesai turunkan intensitas, matikan alat dan kembalikan alat pada keadaan semula.

2. Terapi manipulasi

Terapi manipulasi dalam kasus frozen shoulder terjadi akibat capsulitis

adhesiva, dimana problem yang terjadi merupakan keterbatasan gerak sendi pola

kapsuler, pada kasus ini penanganan yang diutamakan adalah keterbatasan lingkup

gerak sendi dengan pola kapsuler.

a. Traksi latero ventro cranial

Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping sisi yang

akan diterapi. Pelaksanaannya kedua tangan terapis memegang humerus sedekat

mungkin dengan sendi glenohumeral, kemudian melakukan traksi ke arah latero ventro

cranial. Lengan bawah pasien rilek disangga lengan terapis, lengan bawah terapis yang

berlainan mengarahkan gerakan. Traksi diawali dengan grade I atau grade II, kemudian

dilanjutkan dengan traksi grade III. Traksi dilakukan secara perlahan. Traksi mobilisasi

dipertahankan selama ± 7 detik kemudian dilepaskan sampai grade II kemudian

dilakukan traksi grade III lagi. Prosedur tersebut dilakukan 6x pengulangan (Mudatsir,

2002).

Traksi untuk mengurangi nyeri menggunakan traksi grade I atau traksi dalam

grade II tetapi tidak sampai terjadi slack taken up. Traksi untuk menambah mobilitas

sendi menggunakan grade III dengan cara meregangkan jaringan yang memendek.

Kedua traksi ini dilakukan pada resting position atau actual resting position (Mudatsir,

2002).

| 27

Page 28: bagaimana mungkin

Gambar 3. 1

Traksi latero ventro cranial (Kisner, 1996)

b. Slide ke arah postero lateral

Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis duduk di kursi menghadap

pasien. Pada pelaksanaannya kedua tangan terapis memegang bagian proksimal lengan

atas, siku pasien diletakkan pada bahu terapis kemudian terapis mendorong ke arah

postero lateral. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak endorotasi

sendi bahu.

Gambar 3. 2

Slide ke arah postero lateral (Kisner, 1996)

c. Slide ke arah caudal

Posisi pasien berbaring terlentang, lengan abduksi sebatas nyeri, posisi terapis

berdiri di samping sendi bahu pasien. Pelaksanaannya siku terapis ditekuk dan

diposisikan menempel pada tubuh terapis, sedangkan jari I dan II diletakkan pada

daerah caput humeri pasien, lengan terapis yang lain menyangga pada siku pasien

dengan fiksasi, terapis mendorong caput humeri ke arah caudal dengan dorongan dari

siku terapis yang menempel pada tubuh terapis dan dorongan bisa ditambah dengan

| 28

Page 29: bagaimana mungkin

gaya berat badan. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak abduksi

sendi bahu.

Gambar 3. 3

Slide ke arah caudal (Kisner, 1996)

d. Slide ke arah antero medial

Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping sisi yang

akan diterapi. Pelaksanaan tangan terapis di letakkan pada bagian proksimal lengan atas

(sedekat mungkin dengan axilla). Lengan bawah pasien dijepit dengan lengan terapis

kemudian terapis menggerakakkan ke arah antero medial. Tujuan pemberian terapi ini

adalah untuk memperbaiki gerak eksorotasi sendi bahu.

Gambar 3. 4

Slide ke arah antero medial (Kisner, 1996)

Dalam melakukan sliding selalu disertai dengan traksi grade I yang tujuannya

untuk menetralisir gaya kompresi yang ada pada sendi sehingga mempermudah

terjadinya sliding. Sliding dipertahankan selama ± 7 detik kemudian secara perlahan

dilepaskan dan istirahat ± 10 detik. Setiap satu arah gerakan dilakukan 6x pengulangan.

| 29

Page 30: bagaimana mungkin

3. Terapi latihan

Prinsip dasar dalam melakukan terapi latihan adalah dengan dilakukan dengan

tehnik yang benar, teratur, berulang-ulang dan berkesinambungan.Laihan ini dilakukan

sebatas toleransi nyeri dengan penambahan intensitas latihan secara bertahap. Tujuan

pemberian terapi latihan pada studi kasus ini adalah untuk mengulur jaringan lunak

sekitar sendi yang mengalami pemendekan serta meningkatkan lingkup gerak sendi dan

kekuatan otot serta mengurangi nyeri, modalitas yang digunakan penulis antara lain :

a. Active exercise

Posisi pasien berdiri, posisi terapis berdiri di samping pasien. Pelaksanaan

pasien diminta menggerakkan sendi bahu perlahan ke segala arah sampai batas toleransi

nyeri yang dirasakan pasien. Gerakan ini bisa di sesuaikan dengan dimodifikasi sesuai

AKS yang sering dilakukan pasien. Setiap satu arah gerakan dilakukan 8x pengulangan.

4. Edukasi

Edukasi yang diberikan pada pasien dengan kondisi frozen shoulder akibat

capsulitis adhesiva antara lain : (1) pasien diminta melakukan kompres panas (jika

pasien tahan) ± 15 menit pada bahu yang sakit untuk mengurangi rasa nyeri yang

timbul, (2) pasien dianjurkan agar tetap meggunakan lengannya dalam batas toleransi

pasien untuk menghindari posisi immobilisasi yang lama yang dapat memperburuk

kondisi frozen shoulder, (3) latihan sesuai metode Codman pendular exercise di rumah

dengan beban minimal dan dapat ditambah secara bertahap, (4) latihan merambatkan

jari lengan yang sakit ke dinding (walking finger), (5) menghindari posisi menetap yang

lama yang dapat memicu rasa nyeri, (6) latihan dengan handuk, posisi lengan seperti

huruf “S” terbalik kedua lengan memegang handuk kemudian bahu yang sehat menarik

ke atas sampai lengan yang sakit tertarik, (7) latihan penguatan dengan prinsip Codman

pendular exercise yang dilakukan di dalam kolam atau bak mandi dengan melawan

tahanan air.

| 30

Page 31: bagaimana mungkin

D. Evaluasi dan Tindak Lanjut

1. Evaluasi

Evaluasi yang telah disusun dengan kriteria dan parameternya. Diantara tujuan

evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi dan tujuan yang

diharapkan menetapkan perlu tidaknya modifikasi atau merujuk ke tenaga kesehatan

lain. Evaluasi dilakukan setelah intervensi dilakukan. Adapun komponen-komponen

yang perlu dilakukan evaluasi dalam kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva,

antara lain : (1) nyeri pada sekitar sendi bahu dengan VDS, (2) lingkup gerak sendi pada

sendi bahu menggunakan goneometer.

3. 5HASIL EVALUASI DERAJAT NYERI BAHU KIRI DALAM SKALA

VDS

No Keterangan pemeriksaan Nilai Keterangan hasil pemeriksaan

1 Nyeri Gerak 2 Nyeri Tidak Begitu Berat

2 Nyeri Diam 1 Tidak Nyeri

3 Nyeri Tekan 1 Tidak Nyeri

Disini hasil evaluasi pada nyeri gerak ini cenderung kearah tidak nyeri(1).

3. 6 HASIL EVALUASI LINGKUP GERAK SENDI BAHU KIRI

| 31

No Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal

1

2

Gerak aktif

Gerak pasif

S 43º-0-100º

F : 95 º-0-45 º

R(F90) : 40 º-0-42 º

S : 45 º-0-105 º

F :98 º-0-48 º

R(F90) :43 º-0-45 º

S : 45 º-0-180 º

F : 180 º-0-45 º

R(F90) : 90 º-0-90 º

S : 45 º-0-180 º

F : 180 º-0-45 º

R(F90) : 90 º-0-90 º

Page 32: bagaimana mungkin

3. 8HASIL EVALUASI KEMAMPUAN FUNGSIONAL BAHU KIRI

(DISABILITY SCALE)

No Aktifitas T1 T2

1 Mencuci rambut (keramas) 7 4

2 Menggosok punggung saat mandi 6 10

3 Memakai dan melepas kaos dalam (T-shirt) 10 5

4 Memakai kemeja berkancing 4 2

5 Memakai celana 3 2

6 Mengambil benda di atas 7 6

7 Mengangkat benda berat (lebih dari 10 pounds) 6 9

8 Mengambil benda di saku belakang celana 7 2

JUMLAH 50 42

| 32

Page 33: bagaimana mungkin

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan penetalaksanaan fisioterapi pada pasien ini ternyata

didapatkan hasil yang cukup baik dibandingkan dengan saat sebelum dilakukan

tindakan fisioterapi. Hasil peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil pemeriksaan

sebagai berikut

A. Penurunan Derajat Nyeri pada Bahu Kanan

Seperti yang tertera dalam rumusan masalah dan tujuan penulisan, apakah

dengan pemberian Short Wave Diathermy dapat mengurangi nyeri pada kasus frozen

shoulder akibat capsulitis adhesiva atau tidak dan setelah dilakukan evaluasi dengan

skala VDS maka dapat dilihat bahwa adanya penurunan derajat nyeri seperti yang

ditunjukkan pada grafik 4.1 di atas.

Tujuan penerapan SWD disini adalah untuk mengurangi nyeri pada bahu yaitu

dengan pemberian efek termal yang diberikan akan memberikan efek sedatif yang dapat

meningkatkan ambang rangsang nyeri juga dapat meningkatkan elastisitas jaringan

lunak disekitar sendi, terjadinya vasodilatasi yang kemudian meningkatkan sirkulasi

darah sehingga dapat mengurangi nyeri dengan adanya pembuangan zat kimiawi

penyebab nyeri (Michlovitz, 1990)

| 33

Page 34: bagaimana mungkin

B. Peningkatan Luas Gerak Sendi Bahu Kiri

Dari grafik 4.2 di atas menunjukkan adanya peningkatan lingkup gerak sendi

baik saat gerak aktif maupun pasif.

| 34

Page 35: bagaimana mungkin

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasien dengan namaNy. Suprapti dengan diagnosa Frozen shoulder akibat

capsulitis adhesiva dextra dengan keluhan utama nyeri pada bahunya disertai dengan

keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Dengan keadaan seperti ini pasien

merasa sangat mengganggu aktivitas kesehariannya

Dengan beracuan dengan permasalahan tersebut penulis mencoba memberikan

program fisioterapi dengan modalitas short wave diathermy, terapi manipulasi dengan

pemberian traksi dan slide pada sendi bahu tangan dengan ditambah terapi latihan

menggunakan active exercise, dengan tujuan untuk mengatasi problematik yang muncul

pada pasien ini dengan program dua kali terapi. Setelah diberikan program fisioterapi

selama dua kali pertemuan diperoleh hasil yang cukup baik hal ini dapat dilihat dari: 1)

penurunan nyeri dilihat dari evaluasi VAS LGS sendi bahu juga mengalami kenaikan

baik pada gerak aktif maupun pasif, gerak aktif yang sebelumnya

B. Saran

Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva ini dalam pelaksanaannya

sangat dibutuhkan kerjasama antara terapis dengan penderita dengan bekerjasama

dengan tim medis lainnya, agar tercapai hasil pengobatan yang maksimal. Selain itu hal-

hal lain yang harus diperhatikan antara lain :

a. Bagi penderita disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta melakukan

latihan-latihan yang jenis modalitas fisioterapi yang tepat dan efektif buat

penderita, selain itu fisioterapis hendaknya meningkatkan ilmu pengetahuan serta

pemahaman terhadap hal-hal yang berhubungan dengan studi kasus karena tidak

menutup kemungkinan adanya terobosan baru dalam suatu pengobatan yang

membutuhkan pemahaman lebih lanjut.

b. Bagi keluarga pasien disarankan agar terus memberikan motivasikepada pasien

agar mau latihan di rumah dan ikut mengawasi pasien dalam berlatih.

| 35

Page 36: bagaimana mungkin

c. Bagi masyarakat disarankan jika tiba-tiba merasakan nyeri hebat pada bahu dan

keterbatasan gerak pada bahu segera memeriksakan diri ke dokter karena

ditakutkan timbulnya masalah baru dan dapat memperlama proses penyembuhan

itu sendiri.

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka diharapkan nantinya

memberikan hasil yang lebih baik bagi penyembuhan penderita frozen shoulder akibat

capsulitis adhesiva.

| 36