bab2aqidahislam
TRANSCRIPT
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 1/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Aqidah IslamiyahAqidah Islamiyah
A. PENDAHULUAN
Setelah mengikuti perkuliahan Aqidah Islamiyah, anda diharapkan mampu:
1. Menjelaskan pengertian aqidah
2. Menjelaskan ruang lingkup pembahasan aqidah
3. Menjelaskan sumber aqidah Islam
4. Menjelaskan beberapa kaidah aqidah Islam
5. Menjelaskan fungsi aqidah
B. PEMBAHASAN
Kepercayaan adalah isu sentral (baca; masalah pokok) dari semua agama. Hal
ini dikarenakan sistem ritus (tata cara penyembahan) dan sistem nilai (norma dan
aturan) adalah konsekuensi logis dari sebuah kepercayaan. Dengan maksud lain,
kemunculan agama diawali dengan terbangunnya kepercayaan. Lantas dari mana atau
bagaimana permulaan proses pertumbuhan sebuah kepercayaan itu?
Kepercayaan merupakan proses kejiwaan. Proses ini mampu mengesampingkan
kemampuan akal untuk menemukan seperangkat jawaban terhadap kebutuhan fitrahi
manusia akan adanya Dzat Supranatural yang melampaui dirinya dan alam raya ini
(Tuhan). Proses menemukan jawaban ini bertitiktolak dari kontemplasi akal budi
manusia yang menerawang jauh melampaui alam maya (metafisik), sehingga
melahirkan banyak pertanyaan mendasar dari lubuk hati yang paling dalam.1
Ketidakmampuan akal menjawab di satu sisi, dan kecenderungan terhadap eksistensi
Tuhan di sisi lain, memaksa manusia untuk menangguhkan potensi akal pikirannya,
dan segera mengambil sikap percaya. Akan tetapi tidak berarti bahwa lahirnya
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
B A B
24
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 2/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
kepercayaan sebagai sikap keterpaksaan, melainkan tetap dalam koridor kesukarelaan
dan proses yang alami.
Namun kepercayaan yang telah terbangun ternyata bukanlah sesuatu yang baku
(built in) dan konstan. Sejarah telah memperlihatkan bagaimana sistem kepercayaan
manusia lebih merupakan sebuah organisma yang senantiasa tumbuh berkembang dari
bentuk yang paling sederhana –hanya sekadar percaya kepada Tuhan– sampai
‘sempurna’ menjadi sebuah agama. Dalam pandangan masyarakat primitif yang
nomaden, kehidupan sangat bergantung pada hutan dan pepohonan sebagai sumber
hidup, sehingga muncul sikap memuliakan (sakralisasi) terhadap pepohonan besar dan
tua. Kehidupan manusia kemudian meningkat, yakni sudah mulai mengenal cara
bercocok tanam dan mendiami suatu kawasan. Hal ini membawa mereka pada
pemahaman baru yakni kehidupan sangat bergantung kepada air dan matahari, lalu
mempertuhankannya. Bagi mereka, keduanya memiliki kekuatan gaib yang misterius
sehingga harus disembah (dimuliakan). Faham seperti ini disebut dinamisme.
Kecenderungan terhadap kekuatan gaib ini berkembang sampai disimpulkan bahwa ada
pihak lain yang memiliki kekuatan gaib yang lebih misterius, yakni roh. Roh dinilai
sebagai sumber kekuatan utama yang dimiliki setiap benda, hewan dan tumbuhan.Faham ini kemudian disebut animisme. Namun baik dinamisme maupun animisme,
keduanya merupakan faham polyteisme dan hasil akal budi manusia semata.
Secara sederhana, agama diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu agama
budaya yang mempertuhankan banyak tuhan (polyteisme); sebagai hasil akal budi
manusia dalam upaya menemukan Tuhan, dan agama samawi/wahyu yang
mempertuhankan satu tuhan (monoteisme); berasal dari Tuhan yang disampaikan
kepada manusia melalui perantara utusan yaitu para Rasul. Islam adalah agama wahyu
(monoteisme) di mana dalam sejarah kemunculannya murni berasal dari Tuhan (Allah
Swt).
Jalan menuju Islam adalah proses menemukan Allah Swt secara sadar dan
berbasis ketulusan nurani dan penyelidikan akal. Dalam mengajak manusia untuk
beriman (percaya) kepada Allah Swt, Islam sama sekali tidak melalui jalur kekerasan
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
25
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 3/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
dan paksaan. Dengan demikian kepercayaan atau keimanan akan tumbuh dengan wajar
dalam jiwa.
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. 2: 256).
Ayat ini sekaligus menjawab pertanyaan mengapa dalam kerasulan Muhammad
Saw, Islam hampir tidak pernah menggunakan mu’jizat berupa kejadian dan perbuatan
luar biasa yang dapat menyilaukan akal sehat dan pikiran manusia normal, dengan
tujuan membuat manusia menerima dan percaya kepada Islam tanpa peninjauan dan
penyelidikan akal.2 Padahal jika Allah Swt menghendaki, maka semua manusia bisa
dipaksa atau diwajibkan untuk mengimani-Nya tanpa syarat (QS. 26: 4). Hanya, Allah
Swt lebih menyukai keimanan yang muncul dari kesadaran dan pemerikasaan. Manusia
diajak dan diarahkan kepada realitas alam raya. Supaya diperhatikan bagaimana dunia
ini dibangun dengan susunan yang teratur dan teguh, saling berhubungan satu dengan
lain dan menjadi satu kesatuan erat (QS. 2: 164, QS. 84: 1-4, QS. 82: 1-5, QS. 51: 47-
49). Di kala itulah keimanan dan pengakuan yang mutlak akan timbul.3
Kecuali itu,manusia diharapkan memenuhi kalbunya dengan akidah Islam berdasarkan dali-dalil
yang meyakinkan. Kecuali itu, Islam yang diimani dapat membangkitkan kesadaran
batin dan perasaan murni kemanusiaan.
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
26
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 4/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Lantas mana yang lebih utama antara keimanan berbasis pertimbangan akal
atau keimanan yang timbul dari perasaan murni manusia? Dalam hal ini Abbas
Mahmud al-Aqqad berpandangan bahwa faktor kesadaran yang melahirkan keimanan
ini merupakan faktor yang paling kuat dan kokoh dibanding dengan faktor lain seperti
argumentasi-argumentasi logis (pertimbangan akal).4 Hal ini dikarenakan akal memiliki
keterbatasan untuk memahami sesuatu yang Tak Terbatas. Peri kemanusiaan yang
murni (nurani) di satu sisi dan kemampuan analisis akal manusia di sisi lain,
sebenarnya tidak berada dalam posisi yang saling dipertentangkan, sehingga dicari
mana yang lebih utama. Karena sejatinya berawal dari kesadaran fitrahi manusia yang
mendorong menerima wahyu kemudian membimbing akal.
Sama halnya dengan proses menemukan realitas Mutlak di awal, proses
tumbuh-berkembangnya keimanan juga tidak serta merta jadi dan sempurna menjadi
keyakinan (aqidah), akan tetapi melalui tahapan-tahapan yang panjang. Sebelum
sampai pada tingkat yakin, tahapan pertama adalah syak ; yaitu sama kuat antara
menerima dan menolak. Kedua zhan, yaitu salah satu lebih kuat (sedikit) dari yang
lainnya karena sudah ada dalil yang menguatkannya. Ketiga ghalabatu al-zhan, yaitu
cenderung lebih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil kebenarannya.Dan jika keyakinan sudah sampai pada tingkat ‘ilmu, maka sempurnalah ia menjadi
aqîdah (keyakinan yang kokoh).5
Barangkali kisah perjalanan Nabi Ibrahim As dalam menemukan Tuhan (Allah
Swt) bisa dijadikan perumpamaan yang tepat. Tatkala ia (Ibrahim As) berjalan di gelap
malam dan memandangi bintang-bintang, ia berkata “inilah Tuhanku”, tetapi ketika
bintang-bintang tersebut tenggelam, ia menarik kembali ucapannya. Hal ini terulang
ketika ia melihat bulan. Lantas ia bergumam “sekiranya Dia tidak memberi petunjuk,
maka niscaya aku akan tersesat”. Hingga kemudian ia melihat matahari yang bersinar
terang, ia berkata inilah Tuhanku (karena ini lebih besar/menakjubkan), tetapi ketika
matahari juga akhirnya tenggelam ia akhirnya berkata bahwa sesungguhnya ia berlepas
diri dari kesesatan/kemusyrikan kaumnya. Lantas ia menghadapkan wajahnya
(menghadapkan kalbunya) kepada Dzat Pencipta alam raya (cenderung kepada ad-Dîn
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
27
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 5/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
yang benar). Proses ini ia jalani, karena nuraninya memberontak terhadap apa yang
dilakukan oleh kaumnya; yaitu menyembah berhala (QS. 6: 74 – 79). Dan sangat jelas
bahwa di tengah usahanya itu, Ibrahim As senantiasa mengharapkan bimbingan wahyu
dari realitas Mutlak.
Ibrahim (As) seperti digambarkan di atas, adalah figur manusia yang telah
sempurna peta kemanusiaannya. Hal ini dikarenakan ia senantiasa berupaya
memperteguh aspek soul –kehidupan kalbu/jiwani yang paling dalam jiwa– sebagai
fondasi spiritual yang menopang aktivitas psikis lainnya. Aspek soul (iman) yang teguh
merupakan entitas manusia untuk menjalin relasi vertikal dengan Tuhan, sehingga
mampu merangkai fungsi aspek psikis lainnya dalam relasi horizontal dengan penuh
keyakinan (mantap).6
Keimanan yang telah menjadi keyakinan (aqidah) harus mendatangkan
ketentraman jiwa manusia, karena kebutuhan hidupnya sudah terjembatani. Bila
seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, maka dia harus menolak segala sesuatu
yang bertentangan dengan kebenaran tersebut. Untuk sampai pada keimanan yang
menentramkan jiwa, harus sampai pada derajat yakin, dan untuk sampai pada yakin,
maka akal harus menyusun penjelasan ‘rasional’ untuk membenarkan apa yang diimanihatinya. Fitrah manusia memang cenderung kepada Tuhan, dan indera (akal) digunakan
untuk menguji dan membuktikannya.7 Inilah tahapan yang benar, karena memang akal
sesuai dengan makna kebahasaannya ‘aql yang berarti tali pengikat. Ia adalah potensi
manusiawi yang berfungsi sebagai alat pengikat manusia agar tidak terjerumus ke
dalam dosa dan kesalahan. Tanpa akal, siapapun akan terjerumus (baca; tersesat) meski
memiliki pengetahuan teoritis yang mendalam.8 Tetapi fungsi pengikat ini tidak berarti
akal dapat beriri sendiri, karena akal juga digambarkan sebagai kemampuan berenang
seseorang. Ia sangat berguna dan penting manakala gelombang dan ombak normal.
Tetapi ketika ombak pasang dan gelombang membahana, maka kemampuan berenang
menjadi tidak berguna; bisa atau tidak bisa berenang sama saja, dan dalam kondisi ini
manusia membutuhkan pelampung; dan pelampung inilah tuntunan wahyu (agama).9
1. Pengertian Aqidah
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
28
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 6/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Secara etimologis, aqidah berasal dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan -
‘aqîdatan. ‘Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Dan setelah menjadi
‘aqîdatan (aqidah) maka bermakna keyakinan. Sintesa antara makna kata ‘aqdan dan
‘aqîdah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat
dan mengandung perjanjian.10 Hasil penelusuran terhadap kata bentukannya (‘aqîd )
adalah berarti sesuatu yang mengendap dan mengental di dasar atau di dalam.11
Sehingga bisa dimaknai bahwa keyakinan yang tersimpan kokoh di dalam pusat
kemanusiaan manusia; yakni hati.
Untuk sampai pada makna terminologis, maka perlu dibahas aspek-aspek
pembangun akidah. Pertama, hakikat akidah adalah keyakinan yang mengikat dalam
jiwa. Kedua, materi akidah adalah keimanan (kepercayaan) kepada aspek ilahiyat
(ketuhanan), nubuwat (risalah para nabi), ruhaniyat (alam metafisik), dan sam’iyat
(alam gaib). Kesemuanya tertuang dalam rukun iman yang enam (arkân al-îmân).
Ketiga, sumber akidah yaitu dua sumber wahyu (al-Qur’an dan as-Sunnah). Keempat ,
tujuan/fungsi akidah, yaitu sebagai pengikat fitrah manusia yang cenderung kepada
kebenaran (tauhid), dan peneguh kepercayaan tersebut menjadi keyakinan hidup.
Dengan demikian, akidah dapat diartikan sebagai: keyakinan yang tersimpan kokoh didalam jiwa, meliputi perkara-perkara yang harus diimani (rukun iman), ditetapkan
dari al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai fondasi keberagamaan seorang muslim.
Asy Syahid Hasan al-Banna memberikan satu definisi terminologis lain tentang
akidah sebagai:
“aqa’id (jamak dari akidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakinikebenarannya oleh hati (mu), mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi
keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan” 12
Istilah akidah dalam Islam adalah sesuatu yang badihy, yaitu masuk dalam
kategori sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pembuktian, tetapi karena sudah sangat
umum dan mendarah daging di dalam diri setiap muslim, maka kebenaran itu tidak lagi
perlu pembuktian. Dengan maksud lain, bagi sebagian besar orang istilah akidah sudah
tidak perlu dicari-cari dalil pembenarannya (dharury). Sementara bagi pihak lain,
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
29
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 7/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
akidah masih memerlukan dalil-dalil pembuktian. Metode pembuktian akidah harus
diawali dari pengakuan terhadap kecenderungan (fitrah) manusia kepada kebenaran
(tauhid), lalu mengerahkan indera untuk mencari kebenaran tersebut. Sementara akal
digunakan untuk menguji kebenaran yang ditemukan indera. Namun ada hal-hal yang
tidak dapat dijangkau akal sehingga memerlukan wahyu untuk menunjukkan dan
mengantarkan manusia kepada siapa Tuhan yang sebenarnya. Tingkat pemahaman
manusia terhadap dalil (argumentasi) dan pengalaman bersama kebenaran, akan sangat
menentukan tingkat keyakinan (akidah) yang terpatri di dalam hatinya.
Akidah seringkali diidentikkan dengan istilah iman. Upaya identifikasi ini tidak
keliru, mengingat memang terdapat titik temu antara akidah dan iman. Persamaan
keduanya bisa ditinjau dari aspek semantik kebahasaannya maupun dari ruang lingkup
kajiannya. Akidah adalah bagian dalam dari iman. Jika iman hanya dimaknai sebagai
pembenaran di dalam hati saja, maka akidah dan iman adalah bersinonim. Dengan
demikian akidah dapat dimaknai sebagai kebenaran yang dapat diterima manusia
berdasarkan fitrah, pertimbangan akal dan bimbingan wahyu, terpatri secara kokoh di
dalam hati.
Pembenaran (tashdîq) terhadap kebenaran ini tereprentasikan dalam kalimat pengakuan; syahadatain. Kalimat ini merupakan indikator vital bahwa seseorang telah
memiliki akidah (Islam).13 Pengakuan terhadap risalah Nabi Muhammad Saw, berarti
membenarkan dan meyakini dengan sempurna tentang semua pokok-pokok ajaran
Islam (ushuluddin).
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
30
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 8/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
“Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan):
"Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-
rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (merekaberdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."
2. Ruang Lingkup Pembahasan Akidah
Karena akidah adalah pokok dari agama, maka ruang lingkup yang menjadi
objek bahasannya pun adalah segala unsur pokok ajaran agama (Islam). Beberapa unsur
keimanan yang dimaksud adalah:14
a. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
ketuhanan (al-ilâh), seperti wujud (ada) Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Terutama pengakuan terhadap wahdaniat (keesaan) Allah, yakni membenarkan
fakta bahwa hanya Ia sendiri yang menciptakan, mengatur dan mengurus segala
sesuatu. Tiada bersekutu dengan siapapun tentang kekuasaan dan kemuliaan. Tiada
yang menyerupai-Nya tentang zat dan sifat-Nya. Hanya Dia saja yang berhak
disembah, dipuja dan dimuliakan secara istimewa. Tidak boleh menghadapkan
kalbu, mengajukan permintaan dan menundukan diri melainkan hanya kepada-
Nya.15
“Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." (QS. 112: 1-4)
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
31
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 9/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Pengakuan terhadap wahdaniyat Allah ini merupakan kesempurnaan akidah
tentang Allah, karena dari sini mengandung dua aspek tauhid, yaitu tauhid rubbubiyah
dan tauhid uluhiyah. Sangat tidak memadai jika pengakuan (baca; keimanan) seseorang
hanya dalam tahapan rubbubiyah, karena ‘keimanan’ syaitan dan masyarakat jahiliyah
dahulu pun telah sampai pada taraf ini. Sehingga untuk menyempurnakan akidah, harus
dilanjutkan pada tahapan uluhiyah. Penjelasan lebih mendalam tentang kedua tahapan
tauhid ini, akan disampaikan pada bagian lain buku ini.
b. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan Nabi dan Rasul, termasuk di dalamnya kajian tentang kitab-kitab Allah dan
mu’jizat yang dianugerahkan sebagai peneguh kenabian mereka, karomah dan
lainnya. Untuk menyampaikan dan menerangkan syariat, Allah memilih di antara
hamba-Nya yang dipandang layak sebagai utusan-Nya untuk memikul risalah ilahi.
Kepada mereka disampaikan wahyu melalui perantara malaikat –meski terkadang
Allah menemui secara langsung– dalam rangka menyeru manusia kepada keimanan
dan amal shaleh.
c. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan alam metafisik ( ghaib) seperti malaikat, jin, iblis, syaitan, roh dan lainnya.Keimanan terhadap alam supranatural ini masuk dalam kategori pokok ajaran
agama Islam –bahkan semua agama– sekaligus menjadi wilayah yang hanya bisa
didekati dengan keimanan atau kepercayaan.
d. Sam’iyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa
diketahui melalui sam’i (wahyu) yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Seperti alam
barzakh (kubur), azab kubur, akhirat, hari kiamat, hari berbangkit, hari
penghitungan, surga dan neraka.
Selain beberapa objek pembahasan di atas, pembahasan akidah juga bisa
mengikuti sistematika arkân al-îmân, yaitu:16
1. Iman kepada Allah Swt
2. Iman kepada Malaikat
3. Iman kepada Kitab-kitab Allah
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
32
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 10/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
4. Iman kepada Nabi dan Rasul
5. Iman kepada Hari Akhir, dan
6. Iman kepada Taqdir Allah
Perkara cakupan akidah ini telah disebutkan secara jelas terutama oleh as-
Sunnah –dalam hadits tentang iman, Islam dan ihsan– sehingga praktis tidak ada
perbedaan pandangan (ikhtilaf) terhadap hal ini.
3. Sumber Akidah Islam
Sumber akidah ini tentunya al-Qur’an dan as-Sunnah, karena hanya dua
sumber ini saja yang memadai untuk menjelaskan kompleksitas agama wahyu Islam.
Kecuali itu, perkara akidah hanya dapat didekati dengan kepercayaan dan nurani
kemanusiaan murni –meski dapat diuji dan diperteguh melalui pertimbangan akal– dan
ini hanya dapat dipenuhi melalui kabar-kabar sam’iyat (al-Qur’an dan as-Sunnah) yang
notabene berasal dari Dzat Yang Menguasai perkara tersebut.
Namun dalam menetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai sumber akidah,
ada dua hal yang mesti diperhatikan dan diteliti secara seksama, yaitu kedua sumber
tersebut harus mengandung kebenaran pasti (qath’î ); dan memiliki tujutan yang tegas
(tidak multi-interpretable).
17
Kebenaran pasti berarti kabar itu benar berasal dari AllahSwt atau Rasul-Nya secara meyakinkan. Dan dalam hal ini al-Qur’an jelas tidak
memiliki keraguan sedikitpun. Namun terhadap as-Sunnah, maka hanya hadits
mutawatir-lah yang dapat diterima, dikarenakan bersumber pasti dan bertujuan tegas.
Sedangkan hadits ahad –meski shahih– tidak dapat dijadikan sandaran akidah Islam.
“hadits (sunnah) ahad hanya menimbulkan persangkaan. Allah membolehkanmempergunakan persangkaan di dalam masalah amal, yaitu cabang dan bukan
yang bersifat ilmiah seperti akidah pokok dalam agama” (Asnawi).18
Yang dimaksud dengan “hadits ahad hanya menimbulkan persangkaan” di atas
adalah bahwa kebersambungannya dengan Rasul hanya kemungkinan ( zhannî ), dan
memiliki dua atau lebih substansi pembahasan.
Akal pikiran tidak memadai dijadikan sumber akidah Islam, namun akal bisa
difungsikan untuk memahami nash-nash yang terdapat dalam dua sumber wahyu, dan
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
33
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 11/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
dalam kondisi tertentu dapat menguji atau membuktikan kebenaran al-Qur’an dan as-
Sunnah secara ilmiah.19 Meski dipahami sebagai daya pikir yang dapat mengantarkan
seseorang untuk mengerti dan memahami persoalan yang dihadapi, namun kemampuan
akal terbatas dan memiliki domain tersendiri. Inilah yang mesti difahami secara hati-
hati, karena di samping akal dengan kemampuannya bisa membuktikan adanya Tuhan,
tetapi kemampuan akal juga (pernah) membuktikan bahwa Tuhan tidak ada.
Islam adalah agama rasional. Ini benar! Tetapi apakah maknanya? Apakah
berarti Islam merujuk pada akal? Atau Islam memberikan kebebasan berkeyakinan
(baca; berbuat) sesuai petunjuk dan arahan akal? Tidak dapat dipungkiri, ada banyak
ayat al-Qur’an dan hadits yang memuji kaum ‘berakal’ dan mendorong manusia untuk
memfungsikan akalnya. Namun tujuannya adalah agar manusia menerima dengan baik
ketetapan dari siapapun selama sejalan dengan akal, dan menolak apa dan dari siapapun
jika memang bertentangan dengan akal. Tetapi bukan berarti menolak sesuatu yang
tidak dipahami akal, selama hal tersebut berasal dari siapa yang menurut akal sehat
dipastikan benar.20 Sebagaimana kita harus menerima ajaran Nabi –meski tidak paham–
karena akal sehat kita berkata bahwa ia (Nabi) tidak mungkin berbohong.
Ada tiga wilayah yang seringkali tersamarkan. Yaitu pertama wilayah rasional(fisika), yang secara hakikat benar dan dapat dijangkau akal. Kedua wilayah irrasional,
yang secara hakikat tidak benar karena bertentangan dengan akal. Dan ketiga wilayah
supra-rasional (metafisika), yang secara hakikat benar hanya tidak terjangkau akal.
Termasuk dalam wilayah ini adalah segala sesuatu yang tidak terikat pada ruang dan
waktu.21 Upaya menguji kebenaran nash-nash secara ilmiah yang dilakukan akal hanya
berkutat pada wilayah rasional (fisika), selain itu hanya bisa didekati dengan keimanan.
Dalam hal ini jelas pesan Nabi Saw: “berpikirlah tentang nikmat-nikmat Allah, dan
jangan berpikir tentang Dzat-Nya, karena akan membuatmu binasa” (HR. Ath-
Thabarani).
Kebinasaan itu disebabkan betapa argumentasi logis tidak dapat memberikan
jawaban yang memuaskan dan memadai, terutama permasalahan ketuhanan (akidah).
Bukankah eksistensi dan kehendak Tuhan telah lama menjadi tema sentral pemikiran
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
34
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 12/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
spekulatif dan perbincangan kaum ‘berakal’ (filosof)? Namun semua jawaban tidaklah
memuaskan, atau bahkan menimbulkan permasalahan baru yang seringkali lebih rumit.
4. Beberapa Kaidah Akidah
Beberapa kaidah berikut akan memperjelas sejauhmana fitrah dan kinerja akal
berperan dalam permasalahan akidah.22
a. Apa yang saya dapat dengan indera, saya yakini adanya, kecuali bila
akal saya mengatakan ‘tidak’ berdasarkan pengalaman masa lalu.
Pertama kali orang melihat sebatang kayu yang bengkok di dalam gelas berisi
air putih, maka anak berkesimpulan bahwa kayu tersebut benar-benar bengkok.
Namun di kemudian waktu ternyata dibuktikan bahwa hal itu salah dan hanya
‘tipuan’ inderawi. Sehingga ketika melihat untuk kedua kalinya, akal akan segera
menolak dan mengatakan tidak demikian (bengkok) adanya (tetapi lurus).23
Begitu banyak fenomena alam yang bersifat fatamorgana ini. Seperti kita masih
kecil yang dibuat terlena dengan kondisi sejati bintang-bintang di langit. Secara
kasat mata atau simpulan kali pertama kita saksikan bahwa bintang-bintang tersebut
sangat kecil, berkerlipan dan bersinar layaknya lampu. Namun seiring berjalannyawaktu kita mendapatkan kenyataan bahwa kesimpulan selama ini salah. Karena
ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa bintang-bintang tersebut adalah planet-planet
layaknya Bumi dan beberapa di antaranya jauh lebih besar dari Bumi, serta tidak
memancarkan cahaya layaknya lampu.
b. Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga
bisa melalui berita dari seseorang yang diyakini kejujurannya.
Terkadang kita ‘dipaksa’ meyakini sesuatu yang belum disaksikan oleh indera
mata. Bahkan jika keyakinan demi keyakinan dikajiulang, maka akan didapati
keyakinan yang belum disaksikan lebih banyak daripada keyakinan dengan
menyaksikan langsung.
Keyakinan tentang negara-negara di Benua Afrika misalnya, begitu kuat tanpa
keraguan sedikitpun bahwa negara-negara tersebut benar ada di Afrika. Mesir,
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
35
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 13/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Libya, Maroko kita yakini keberadaannya meskipun belum menyaksikannya.
Begitu juga dengan fakta sejarah, kita begitu yakin bahwa Daulah Umayyah dan
Abbasiyah pernah eksis dan merajai hampir setengah dunia selama tujuh abad
lamanya. Keyakinan ini kita dapati dari berita (baca; data) yang dibawa oleh pihak-
pihak yang menurut pertimbangan akal sehat benar dan dapat
dipertanggungjawabkan (valid).
Kebenaran ini tidak dapat dipungkiri karena sudah maklum –disepakati
khalayak. Jika ingin membuktikannya mari lakukan eksperimen berikut, di hadapan
banyak orang anda berkata bahwa Patih Gadjah Mada itu cuma mitos dan anda
tidak mempercayainya karena tidak menyaksikan sendiri. Anda akan melihat
tanggapan ketidaksetujuan khalayak seraya berusaha memperbaiki argumentasi dan
sikap keras kepala anda dengan menunjukkan fakta sejarah yang tak terbantahkan
secara ilmiah, atau ada yang berpandangan bahwa anda sedang berkhayal, meracau
bahkan gila.
c. Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda
tidak bisa menjangkaunya dengan indera mata
Hakikat kebenaran tidak selamanya harus dapat dijangkau indera. Hal inidikarenakan kemampuan indera memang sangat terbatas. Telinga misalnya, tidak
bisa mendengar gerakan semut dalam jarak dekat sekalipun. Atau melihat
bermacam-macam gelombang suara di udara, sementara ada begitu banyak
pemancar radio dan stasiun televisi.24
Pun karena keterbatasannya, indera mata tidak bisa melihat vitamin yang
dikandung sayur-sayuran dan atau protein yang dikandung minuman (susu). Tetapi
keterbatasan ini tidak lantas menjadikan manusia memungkiri hakikat sebuah
kebenaran.
d. Seseorang hanya bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah
dijangkau oleh inderanya.
Tidak ada kreator murni selain Allah Swt. Segala ciptaan, temuan dan hasil
pengamatan yang dilakukan manusia hanya berkutat pada kasus-kasus recovery.
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
36
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 14/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Segala pikiran dan visualisasi (khayalan) yang dilakukan manusia tidak lain hanya
mengurai kembali memori yang pernah dijangkau indera.
Seorang arsitek yang merancang sebuah model rumah ideal, pada hakikatnya ia
sedang membangkitkan memorinya tentang berbagai model rumah, kemudian
melakukan visualisasi (berkhayal) tentang rumah ideal (baru). Namun ke-baru-an
rumah hasil rancangannya tetap berdasar pada model-model rumah yang telah ada.
Khayalan seorang sutradara film tentang sosok (baca; lakon) bidadari, bukanlah
suatu daya kreasi yang mandiri, tetapi berpijak pada memori perempuan-
perempuan cantik nan anggun yang coba disinergikan dengan idealitas bidadari
sebagai sosok perempuan tercantik.
Akal pikiran manusia mampu untuk berimajinasi dan bervisualisasi tentang
suatu realitas, sepanjang realitas tersebut adalah terikat oleh hukum (dimensi) yang
terjangkau indera. Sementara realitas yang berdimensi lain dan tak mampu
dijangkau indera, tidak bisa dihadirkan dalam alam pikir (berkhayal), tetapi bisa
dihadirkan dalam alam rasa (iman).
e. Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dengan ruang dan
waktu.Akal manusia hanya dapat memikirkan dan memahami segala sesuatu yang
terikat dengan ruang dan waktu (dimensi kemanusiaan). Bahkan akal tidak bisa
menjangkau hikmah, dan baru memahaminya ketika hikmah tersebut terhidang di
hadapannya. Alkisah seorang anak mendapat wasiat untuk tidak menebangi
pepohonan di sekitar rumahnya. Sang anak berpikir mungkin inilah yang membuat
udara di rumah segar. Lantas ia berpikir bukankah lebih segar jika ditanami bunga?
Maka ditebanglah pepohonan itu dan diganti dengan tanaman bunga. Apa yang
terjadi? Sejak itu ia sering mandapati ular yang masuk ke rumahnya. Sang anak
lantas bergumam “sekarang saya baru tahu mengapa ayah melarang saya
menebangi pepohonan di sekitar rumah”, sementara bunga tidak berfungsi apa-
apa.25 Akal sang anak baru mengetahui hikmah ucapan ayahnya, tatkala hikmah itu
sendiri yang mendatanginya.
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
37
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 15/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Sebenarnya, segala sesuatu selama bergelar makhluk terikat oleh ruang dan
waktu. Hanya, ruang dan waktu yang dimiliki masing-masing makhluk berbeda-
beda. Artinya, jika manusia hidup dalam dimensi kemanusiaan (fisika), maka
makhluk hidup lain juga hidup dalam dimensinya (fisika/metafisika). Kecuali itu,
setiap makhluk telah terikat oleh hukum-hukum tertentu yang tidak bisa dilanggar.
Karena melanggarnya berarti akan merusak ekosistem dan keseimbangan alam raya
(makrokosmos).
f. Iman adalah fitrah setiap manusia.
Dalam kondisi bagaimana dan di manapun manusia akan berusaha mencari
sandaran hidup. Hal ini karena pada fitrahnya manusia merasa ada sesuatu yang
melampau dirinya, sehingga cenderung untuk meminta bantuan dan perlindungan
kepadanya. Dan sesuatu tersebut adalah Tuhan. Menghadapi masalah remeh-temeh
sekalipun manusia tidak luput dari usaha mencari bantuan dan lindungan ini,
lazimnya seseorang yang meminta rekomendasi pejabat agar lulus ujian PNS.
Manusia yang mengaku dirinya tuhan seperti Firaun, ketika merasa kehilangan
harapan hidup, padahal ia masih ingin hidup dan berkuasa, fitrah kemudian
menuntunnya kepada Dzat yang melampauinya. Pada saat demikian, fitrah Firaunmembimbing lisannya untuk secara refleks memanggil Tuhan dan meminta
pertolongan, padahal sebelumnya sedikitpun ia tidak pernah menyebut nama
Tuhan.
“Ya Tuhan, terima kasih karena sampai saat ini saya masih atheis”. Anekdot
ini tidak saja menggelikan, tetapi sekaligus menggugah akal dan rasa manusia.
g. Kepuasan material di dunia sangat terbatas.
Manusia tidak akan pernah merasa puas terhadap apa yang telah dimilikinya.
Sebut saja seseorang yang sangat ingin memiliki sepeda, setelah itu ia pasti ingin
memiliki motor, kemudian ingin mobil, itupun tidak puas jika tidak berganti-ganti
merk mobil, setelah itu ia ingin memiliki pesawat, kapal pesiar dan begitu
seterusnya.
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
38
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 16/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Tersebutlah seorang mahasiswa yang mengaku siap menikah jika ia sudah
memiliki penghasilan minimal Rp. 300 rb per bulan, namun ketika ia bisa
menghasilkan uang sebanyak itu, ia lantas bergumam zaman sekarang uang Rp 300
rb bisa beli apa? Sesuatu yang awalnya luar biasa, tetapi setelah dicapai menjadi
biasa saja. Keinginannya pun bertambah, yakni siap menikah jika penghasilannya
minimal Rp. 500 rb per bulan. Pada akhirnya sampai sang mahasiswa lulus dan
bekerja tetap saja belum siap untuk menikah.
Spekulasi ‘aqliyah yang membuat perameter ‘puas’ tidak pernah memuaskan
akal karena sangat terikat oleh dimensi kemanusiaan yang materiil dan nisbi
(relatif). Sementara hawa nafsu tidak terjebak dengan dimensi tersebut. Bagaimana
akal yang terbatas mampu meredam hawa nafsu yang tidak terbatas? Oleh karena
itu, akal manusia membutuhkan bimbingan sesuatu agar bisa mencapai kepuasan
yang hakiki.
h. Keyakinan tentang Hari Akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan
tentang adanya Allah.
Adakah di antara kita yang mempercayai seseorang hanya lantaran ia memiliki
nama tertentu? Tentu jawabnya tidak. Tidak ada seorangpun yang percaya danmenjadi fanatik karena hanya mengenal namanya. Kecuali itu, mempercayai
seseorang, berarti mempercayai ucapannya, sifat-sifatnya, idealismenya, dan segala
yang melekat padanya.
Sejak zaman azali, keimanan manusia terhadap Tuhan tidak berhenti pada
tataran nama, tetapi (mesti) berlanjut pada sikap mempercayai kemampuan (baca;
kekuasaan) Tuhan sebagai kemampuan yang serba Maha; Maha Perkasa, Maha
Adil dan Maha Sempurna. Sama halnya ketika anda beriman kepada Allah Swt,
maka konsekuensi logisnya adalah anda mesti menerima segala kemampuan yang
dimiliki Allah Swt. Atau justru lantaran kemampuan-Nya itulah yang membuat
anda mengimani-Nya.
Hal tersebut muncul karena hati tidak terpuaskan oleh segala produk yang
disuguhkan akal berupa ‘hukum’ dan sistem hidup. Betapapun berat vonis
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
39
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 17/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
hukuman hakim atas seorang pelaku kriminal, masih saja menyisakan rasa tidak
puas. Atau terhadap mereka yang dipandang jahat namun terbebas dari segala
tuntutan hukum, nurani manusia akan mendorongnya berucap “tunggulah sampai
keadilan Tuhan ditegakkan”. Kecuali itu, iman kepada Allah Swt erat relasinya
dengan keimanan kepada sifat dan kemampuan-Nya. Atau justru lantaran sifat dan
kemampuan-Nya itulah Ia (Allah Swt) diimani.
5. Fungsi Akidah
Jika dilihat dari periode dakwah Islam yang dilakukan Nabi Saw, maka
jelas terungkap bahwa periode dakwah I (Makkah) lebih lama daripada periode
dakwah II (Madinah). Selama 13 tahun lamanya, konsentrasi Nabi Saw terfokus
pada upaya membangun fondasi agama (akidah) yang kokoh. Begitu kokohya
landasan akidah Islam inilah yang membuat Islam dengan ‘mudah’membangun
Kerajaan Tuhan (syariat Islam) pada periode setelahnya.
Begitulah akidah, sebagai dasar dan fondasi untuk mendirikan bangunan.
Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh fondasi yang
dibuat. Kalau fondasinya lemah bangunan akan cepat roboh. Kecuali itu, tidak ada bangunan tanpa fondasi.26
Jika kita mencoba menjabarkan manusia dalam satu keutuhan peta
kemanusiaan, maka di dalamnya terdapat kompleksitas aspek psikis yang saling
terintegrasi. Agar kesemua aspek psikis berperan optimal, setiap individu dituntut
untuk menyeimbangkan relasi vertikal dan relasi horizontal. Aspek soul (kehidupan
jiwani yang terdalam) merupakan entitas manusia untuk menjalin relasi vertikal
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Keyakinan yang teguh akan iman merupakan
fondasi spiritual dalam menopang optimalisasi fungsi-fungsi aspek psikis lainnya. 27
Dengan relasi vertikal yang kokoh, individu akan mampu merangkai fungsi aspek
psikis lainnya dalam relasi horizontal. Tingkat kekokohan relasi vertikal ini sangat
mempengaruhi tingkat pemahaman dan penerimaan diri, sehingga akan mengikis
tuntas emosi negatif manusia yang paranoid, hasad, egoisme, iri hati dan lainnya.
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
40
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 18/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Jika sistematika ajaran Islam dikelompokkan ke dalam akidah-ibadah-
syariah-akhlak, atau iman-Islam-ihsan, maka sesungguhnya kesemua itu
menunjukkan suatu keniscayaan, sehingga antara satu aspek dengan aspek lain
tidak dapat dipisahkan. Akidah yang kuat akan melahirkan ibadah yang tertib,
syariah yang taat dan akhlak yang anggun. Tingkat kemantapan akidah sangat
menentukan totalitas ibadah (kepasrahan dan ketundukan) seseorang. Tidaklah
seseorang yang lalai mengingat Allah Swt melainkan ia telah melalaikan dirinya
sendiri. Sebaliknya, seorang hamba yang menyibukkan mengingat Allah Swt
(dzikrullah), membuat ia semakin sadar diri. Kesadaran akan keberadaan, tugas dan
tujuan diri ini akan membuat seseorang mampu menerima dirinya. Kesadaran dan
penerimaan ini pada akhirnya mengikis emosi negatif di satu sisi, dan
menumbuhkan emosi positif di sisi lain; kepekaan sosial, toleran terhadap
keberbedaan, rasa berbagi bertambah dan memiliki jiwa besar.
Optimalisasi fungsi masing-masing aspek di atas, adalah proses yang
berjalan secara sinergi sebagai satu kesatuan gerakan menuju keseimbangan
jasmani ruhani, keseimbangan relasi vertikal (hablu min al-Allâh) dan relasi
horizontal (hablu min al-nâs).
C. RANGKUMAN
Jalan menuju Islam adalah proses menemukan Allah Swt secara sadar dan
berbasis ketulusan nurani dan penyelidikan akal. Dalam mengajak manusia untuk
beriman (percaya) kepada Allah Swt, Islam sama sekali tidak melalui jalur kekerasan
dan paksaan. Dengan demikian kepercayaan atau keimanan akan tumbuh dengan wajar
dalam jiwa. Jalan menuju Islam adalah proses menemukan Allah Swt secara sadar dan
berbasis ketulusan nurani dan penyelidikan akal. Dalam mengajak manusia untuk
beriman (percaya) kepada Allah Swt, Islam sama sekali tidak melalui jalur kekerasan
dan paksaan. Dengan demikian kepercayaan atau keimanan akan tumbuh dengan wajar
dalam jiwa.
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
41
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 19/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
Secara etimologis, aqidah berasal dari kata ‘aqada – ya’qidu – ‘aqdan - ‘aqîdatan.
‘Aqdan berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Dan setelah menjadi ‘aqîdatan
(aqidah) maka bermakna keyakinan. Adapun secara terminologis akidah dapat diartikan
sebagai keyakinan yang tersimpan kokoh di dalam jiwa, meliputi perkara-perkara yang
harus diimani (rukun iman), ditetapkan dari al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagai fondasi
keberagamaan seorang muslim.
Segala unsur pokok ajaran agama (Islam) adalah ruang lingkup pembahasan akidah.
Beberapa unsur keimanan yang dimaksud adalah:28 Pertama, Ilahiyat. Yaitu
pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan (al-ilâh),
seperti wujud (ada) Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah. Kedua, Nubuwat. Yaitu
pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul,
termasuk di dalamnya kajian tentang kitab-kitab Allah dan mu’jizat yang
dianugerahkan sebagai peneguh kenabian mereka, karomah dan lainnya. Ketiga,
Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik ( ghâib) seperti malaikat, jin, iblis, syaitan, roh dan lainnya. Keempat ,
Sam’iyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui melalui
sam’i (wahyu) yaitu al-Quran dan as-Sunnah.Sumber akidah ini tentunya al-Qur’an dan as-Sunnah, karena hanya dua sumber ini
saja yang memadai untuk menjelaskan kompleksitas agama wahyu Islam. Kecuali itu,
perkara akidah hanya dapat didekati dengan kepercayaan dan nurani kemanusiaan
murni –meski dapat diuji dan diperteguh melalui pertimbangan akal– dan ini hanya
dapat dipenuhi melalui kabar-kabar sam’iyat (al-Qur’an dan as-Sunnah) yang notabene
berasal dari Dzat Yang Menguasai perkara tersebut.
Akidah adalah dasar dan fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi
bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh fondasi yang dibuat. Kalau
fondasinya lemah bangunan akan cepat roboh. Kecuali itu, tidak ada bangunan tanpa
fondasi.
D. LATIHAN
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
42
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 20/21
Dirasah Islamiyah, al-Mutaqaddimah
1. Jika iman menjadi tema sentral semua agama, maka
bagaimana perbedaan konsepsionalnya dengan akidah Islam?
2. Akidah adalah masalah pokok agama, jelaskan
permasalahan pokok agama yang menjadi objek kajian akidah!
3. Akal dijunjung karena kemampuannya yang hebat,
namun pemujaan akal justru menyesatkan. Jelaskan koridor penggunaan akal
yang benar!
4. Jika akidah dipandang sebagai fondasi, lantas bagaimana
fungsi akidah sebagai fondasi agama?
E. REFERENSI/END NOTE
BUKU AJAR AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN II
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
43
5/17/2018 Bab2AqidahIslam - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab2aqidahislam 21/21
1 Abdul Majid, dkk. 1996. Al – Islam I . Malang: Lembaga Studi Islam-Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah
Malang.2 Mahmud Syaltut. 1984. Akidah dan Syariah Islam I (terj. Fahruddin HS). Jakarta: Bumi Aksara3 Idem.4 M. Quraish Shihab. 2005. Logika Agama; Kedudukan Wahyu dan batas-batas Akal dalam Islam. Jakarta: Lentera Hati dan
Pusat Studi Al-Quran5 Yunahar Ilyas. 1998. Kuliah Aqidah. Yogyakarta: LIPPI UMY.6 Sawitri Supardi Sadarjoen. 2005. Jiwa yang Rentan. Jakarta: KOMPAS.7 Idem8 M. Quraish Shihab. Loc. Cit.9 Idem.10 Yunahar Ilyas. Loc. Cit.11 Atabik Ali. 1999. Kamus Arab Kontemporer . Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum.12 Al-Banna, dalam Yunahar Ilyas. Op. Cit 13 Mahmud Syaltut. 1984. Akidah dan Syariah Islam I (terj. Fahruddin HS). Jakarta: Bumi Aksara.14 Yunahar Ilyas. 1998. Kuliah Aqidah. Yogyakarta: LIPPI UMY.15 Mahmud Syaltut. Op. Cit.16 Yunahar Ilyas. Op. Cit.17 Mahmud Syaltut. 1984. Akidah dan Syariah Islam I (terj. Fahruddin HS). Jakarta: Bumi Aksara.18 Idem.19 Yunahar Ilyas. Loc. Cit.20 M. Quraish Shihab. 2005. Logika Agama; Kedudukan Wahyu dan batas-batas Akal dalam Islam. Jakarta: Lentera Hati dan
Pusat Studi Al-Quran.21 Yunahar Ilyas. Op. Cit.22 Syekh Ali Thanthawi, dalam Yunahar Ilyas. Idem.23 Yunahar Ilyas. Idem.24 Idem.25 M. Quraish Shihab. 2005. Logika Agama; Kedudukan Wahyu dan batas-batas Akal dalam Islam. Jakarta: Lentera Hati dan
Pusat Studi Al-Quran.26 Yunahar Ilyas. Op. Cit. 27 Sawitri Supardi Sadarjoen. 2005. Jiwa yang Rentan. Jakarta: KOMPAS.28 Yunahar Ilyas. 1998. Kuliah Aqidah. Yogyakarta: LIPPI UMY.