bab v faktor dan strategi penyelesaian...

37
35 BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN OUTSTANDING BOUNDARY PROBLEMS INDONESIA-MALAYSIA DI KALIMANTAN UTARA Berdasarkan uraian permasalahan lima titik Outstanding Boundary Problems (OBP) yang telah dipaparkan di bab sebelumnya, dalam bab ini penulis menguraikan tentang faktor-faktor apa saja yang kemudian mempengaruhi kelima titik OBP tersebut sehingga belum dapat terselesaikan sampai saat ini. Penulis juga akan menguraikan tentang strategi yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia khususnya pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Melaui bab ini diharapkan dapat memberikan gambaran terkait dengan faktor dan strategi Indonesia dalam menyelesaikan lima titik OBP di Kalimantan Utara. 5.1. Faktor yang mempengaruhi penyelesaian 5 (lima) titik Outstanding Boundary Problem Indonesia-Malaysia di Kalimantan Utara Terjadinya sengketa perbatasan antara Indonesia dan Malaysia adalah satu salah bukti nyata bagaimana terlupakannya daerah pinggiran Indonesia. Beberapa kali Malaysia mencoba mengklaim bagian-bagian wilayah Indonesia, karena kondisi pinggiran Indonesia yang sering luput dari perhatian pusat. Pengelolaan perbatasan wilayah merupakan sebuah pekerjaan yang tiada akhir selama negara ini berdiri karena wilayah merupakan salah satu unsur dari adanya sebuah negara, selain rakyat, pemerintah, serta kemampuan berinteraksi dengan dunia internasional dan adanya pengakuan negara lain. Terdapat beberapa faktor mengapa 9 (sembilan) titik atau secara khusus 5 (lima) titik perbatasan darat Indonesia-Malaysia atau Outstanding Boundary Problems (OBP) di Kalimantan Utara sampai saat ini masih belum dapat diselesaiakan. 1. Politik Luar Negeri Malaysia Penyelesaian permasalahan Outstanding Boundary Problems (OBP) di Kalimantan Utara ini juga dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri Malaysia. Setiap negara memiliki kebijakan dan kepentingan nasional masing-masing yang tentunya negara lain tidak mengetahui apa saja yang menjadi kebijakan dan kepentingan nasional suatu negara. Terkait dengan perbatasan Indonesia dan Malaysia kedua negara telah melalukan banyak kesepakatan untuk menyelesaikan

Upload: truongnhi

Post on 16-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

35

BAB V

FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN OUTSTANDING BOUNDARY

PROBLEMS INDONESIA-MALAYSIA

DI KALIMANTAN UTARA

Berdasarkan uraian permasalahan lima titik Outstanding Boundary Problems (OBP) yang

telah dipaparkan di bab sebelumnya, dalam bab ini penulis menguraikan tentang faktor-faktor

apa saja yang kemudian mempengaruhi kelima titik OBP tersebut sehingga belum dapat

terselesaikan sampai saat ini. Penulis juga akan menguraikan tentang strategi yang telah

dilakukan oleh pemerintah Indonesia khususnya pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Melaui bab ini diharapkan dapat memberikan gambaran terkait dengan faktor dan strategi

Indonesia dalam menyelesaikan lima titik OBP di Kalimantan Utara.

5.1. Faktor yang mempengaruhi penyelesaian 5 (lima) titik Outstanding

Boundary Problem Indonesia-Malaysia di Kalimantan Utara

Terjadinya sengketa perbatasan antara Indonesia dan Malaysia adalah satu salah bukti

nyata bagaimana terlupakannya daerah pinggiran Indonesia. Beberapa kali Malaysia mencoba

mengklaim bagian-bagian wilayah Indonesia, karena kondisi pinggiran Indonesia yang sering

luput dari perhatian pusat. Pengelolaan perbatasan wilayah merupakan sebuah pekerjaan yang

tiada akhir selama negara ini berdiri karena wilayah merupakan salah satu unsur dari adanya

sebuah negara, selain rakyat, pemerintah, serta kemampuan berinteraksi dengan dunia

internasional dan adanya pengakuan negara lain.

Terdapat beberapa faktor mengapa 9 (sembilan) titik atau secara khusus 5 (lima) titik

perbatasan darat Indonesia-Malaysia atau Outstanding Boundary Problems (OBP) di Kalimantan

Utara sampai saat ini masih belum dapat diselesaiakan.

1. Politik Luar Negeri Malaysia

Penyelesaian permasalahan Outstanding Boundary Problems (OBP) di Kalimantan Utara

ini juga dipengaruhi oleh kebijakan luar negeri Malaysia. Setiap negara memiliki kebijakan dan

kepentingan nasional masing-masing yang tentunya negara lain tidak mengetahui apa saja yang

menjadi kebijakan dan kepentingan nasional suatu negara. Terkait dengan perbatasan Indonesia

dan Malaysia kedua negara telah melalukan banyak kesepakatan untuk menyelesaikan

Page 2: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

36

permasalahan OBP, namun di samping kerjasama-kerjasama yang telah dilakukan pastilah kedua

negara masih memiliki keinginan atau kepentingan-kepentingan yang tidak diketahui oleh negara

yang lain dalam hal ini Indonesia tidak pernah tau hal apa yang sebenarnya menjadi keinginan

atau kepentingan Malaysia demikian juga sebaliknya. “Sampai saat ini Indonesia sendiri itu

belum mengetahui bagaimana jalan ataupun alur politik luar negeri Malaysia, apa saja yang

menjadi kepentingan Malaysia, dan kebijakan nasional apa saja yang telah dibuat atau

dilakukan oleh Malaysia terkait dengan perbatasan darat dengan Indonesia di Kalimantan

Utara. Saat ini Indonesia sendiri telah menerapkan politik luar negeri yang aktif dengan

mengajak Malaysia terus melakukan perundingan dan pertemuan-pertemuan namun dari pihak

Malaysia kurang menanggapi secara aktif akan hal-hal yang telah dilakukan oleh Indonesia.”

(Aris Kurnia, wawancara, 19 Desember 2017).

Menanggapi hal tersebut dari pihak Presiden pun juga telah mendorong kedua belah pihak

baik Indonesia maupun Malaysia untuk terus merespon permasalahan batas darat kedua negara

ini. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya pertemuan oleh Presiden Joko Widodo di akhir-akhir

ini dengan Menteri Luar Negeri Malaysia Dato Sri Anifah Hj Anam di Istana Merdeka Jakarta

pada bulan Agustus 2017. Berkaitan dengan perbatasan darat di mana Indonesia sendiri belum

mengetahui bagaimana politik luar negeri Malaysia sampai saat ini dari pihak Indonesia belum

memiliki utusan secara khusus dari Indonesia ke Malaysia untuk mencari tahu bagaimana alur

politik luar negeri Malaysia yang berkaitan dengan perbatasan negara (Aris Kurnia, Kabid

Perencanaan BNPP: 2017). Dari pihak Indonesia sejauh ini hanya dapat menganalisa secara

umum tentang politik luar negeri Malaysia. Perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri

Malaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan Melayu dan dorongan

yang kuat untuk menjadi negara industri modern.

Analisa dari Indonesia lebih menggarisbawahi pada keinginan Malaysia untuk menjadi

negara industri yang modern. Melihat kembali SDA yang terkandung di wilayah-wilayah OBP di

Kalimantan Utara maka dapat dimungkinkan bahwa Malaysia juga menginginkan SDA tersebut

masuk ke dalam wilayah negaranya karena ketika Malaysia berhasil memperluas wilayahnya ke

wilayah-wilayah OBP tersebut maka dengan mudah akan menguasai segala sesuatu yang ada di

dalam wilayah OBP tersebut. Dengan mengusainya Malaysia di wilayah-wilayah tersebut juga

akan memudahkan Malaysia dalam mencapai apa yang menjadi kepentinganya. Hal itulah yang

Page 3: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

37

kemudian menjadi kehati-hatian pihak Indonesia dalam mempertahankan wilayah-wilayah OBP

yang ada di Kalimantan Utara (Cipto, 2007:120).

2. Perbedaan persepsi antar Kementerian/Lembaga

Dalam proses penyelesaian perbatasan khususnya permasalahan Outstanding Boundary

Problems (OBP) di Kalimantan Utara ini di Indonesia telah melibatkan aktor-aktor dalam negeri.

Ada banyak Kementerian/ Lembaga yang terlibat dalam hal ini. Beberapa K/L yang memang

terlibat dalam proses penyelesaian OBP tersebut adalah Kementerian Luar Negeri, Kementerian

Pertahanan, Badan Informasi Geospasial (BIG), Topografi TNI AD, Kementerian Koordinator

Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Badan Nasional Pengelola Perbatasan, dan Kementerian

Dalam Negeri. Namun banyaknya K/L yang terlibat tersebut justru sering menimbulkan

ketidakjelasan tentang penyelesaian perbatasan sehingga proses penyelesaian terjadi sangat pelik

dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menyelesaiakan permasalahan.

“Ketidakjelasan proses penyelesaian oleh K/L yaitu bahwa setian K/L memiliki prioritas,

pandangan dan agenda masing-masing yang tentunya berbeda antar satu K/L dengan K/L yang

lainya terkait dengan penyelesaian perbatasan. Misalnya K/L A tahun 2017 memiliki agenda

penyelesaian perbatasan sedangkan K/L B atau yang lain tidak memiliki agenda tersebut atau

justru sebaliknya K/L A tidak menjadikan perbatasan sebagai prioritas namun K/L yang lain

menjadikan perbatasan sebagai program prioritas mereka”(Endah Dewi, wawancara, 19

Desember 2017)

Sejauh ini permasalahan tersebut masih terjadi di Indonesia sehingga sampai saat ini pula

belum ada persamaan persepsi ataupun pemikiran yang sama untuk menyelesaikan masalah

perbatasan. Sedangkan proses penyelesaian perbatasan khusunya Outstanding Boundary Prolems

(OBP) di Kalimantan Utara ini membutuhkan kerjasama dan pemikiran yang sama antar K/L

yang terlibat. Ketika sudah menghasilkan persepsi yang sama maka akan mempermudah

pelaporan ke presiden yang akan memutuskan hal-hal yang akan dilakukan untuk menyelesaikan

permasalahan perbatasan. Namun sampai saat ini hal tersebut belum sampai ke Presiden. (Endah

Dewi P, Staff Perbatasan BNPP : 2017)

Page 4: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

38

3. Kondisi Masyarakat Perbatasan (Accessibility)

Setiap kawasan perbatasan di Kalimantan memiliki kondisi sumber daya manusia yang

berbeda. Dari lima titik OBP di Kalimantan Utara hanya ada satu lokasi perbatasan yang

diduduki oleh kelompok masyarakat. Pulau Sebatik berbatasan langsung dengan Malaysia,

tepatnya di desa Aji Kuning, Kabupaten Nunukan. Keadaan perekonomian wilayah tersebut

sangat tergantung terhadap Malaysia. Sulitnya komunikasi dan transportasi untuk melakukan

transaksi ekonomi di negara sendiri khususnya ke wilayah pusat menyebabkan biaya yang harus

di keluarkan lebih banyak dari pada pergi ke Malaysia untuk melakukan transaksi ekonomi.

Sekitar 70% biaya harus dialokasikan untuk transportasi. Disamping itu, apabila dibandingkan

dengan wilayah Indonesia, barang-barang kebutuhan pokok lebih murah di Malaysia daripada di

Indonesia. Sampai saat ini tidak semua masyarakat memahami kondisi OBP di wilayah ini.

Sehingga saat ini siapapun masyarakat yang ada di wilayah OBP terjadi kondisi yang

membingungkan dan sangat tidak memahami apa yang disebut dengan area OBP tersebut.

Kurangnya infrastruktur di kawasan perbatasan, terlihat dari akses jalan raya yang

menghubungkan kawasan perbatasan dengan pusat pemerintahan dan ekonomi Indonesia

menyebabkan masyarakat di kawasan perbatasan justru menjangkau Malaysia untuk memenuhi

kebutuhannya. (Putrayasha, 2017).

Permasalahan-permasalahan yang mencangkup kehidupan sosial masyarakat perbatasan

di Kalimantan Utara memberikan ketegangan tersendiri untuk Indonesia. Apabila Indonesia tidak

mampu menjangkau masyarakat perbatasan di Kalimantan Utara dan tidak mampu memberikan

kejelasan tentang batas negara, akses, fasilitas dan hal-hal lain untuk masyarakat di perbatasan

maka peluang inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan dan ditangkap oleh Malaysia untuk

mengembangkan cakupan wilayahnya dengan melakukan pembangunan di wilayah

perbatasannya untuk melumpuhkan rasa nasionalisme masyarakat perbatasan Indonesia dengan

memberikan bahkan menjamin kehidupan di masyarakat Indonesia di perbatasan khususnya

dalam hal ini adalah masyarakat di Pulau Sebatik. Di samping hal tersebut masyarakat di

perbatasan juga memiliki tanah-tanah ulayat di garis batas, hak-hak mereka harus dipertahankan

untuk kehidupan masyarakat perbatasan. Sebagai masyarakat yang hidup di provinsi baru yakni

provinsi Kalimantan Utara sejak 2012 dan dengan akses yang jauh dan sulit, wilayah tersebut

tetap membutuhkan jangkauan dari pemerintah pusat untuk memberikan keterjelasan akan

kehidupan mereka. Apabila hal tersebut terjadi maka Indonesia sangat akan berpotensi

Page 5: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

39

kehilangan wilayah dan juga kehilangan masyarakat (Totot Gumulyo, Kabid Wilayah

Perbatasan, Kemenko Polhukam 2017)

4. Keadaan bentang alam/ patok

Keadaaan alam suatu negara sangat mempengaruhi proses penyelesaian permasalahan

batas darat Indonesia Malaysia atau Outstanding Boundary Problems (OBP). Seiring dengan

perkembangan waktu dan jaman perubahan secara alamiah pada bentang alam pasti akan terjadi

baik di kondisi tanah, hutan, gunung, sungai ataupun kondisi alam yang lainya. Demikian juga

terkait dengan permasalahan ini, perubahan alam yang terjadi tidak dapat dipungkiri oleh kedua

negara. Kondisi alam pada masa Belanda dan Inggris saat masih menduduki wilayah Indonesia

dan Malaysia sangat berubah dan tentunya berbeda dengan keadaan alam yang sekarang ini.

Hasil pengukuran yang dituangkan oleh Belanda Inggris adalah hasil yang diukur dari kondisi

alam pada waktu itu, sedangkan pengukuran yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia

didasarkan pada kondisi alam saat ini. Sehingga hal ini menjadi sorotan tersendiri bagi kedua

negara tentang bagaimana mereka menghasilkan ukuran yang akurat dan sama antar kedua

negara dengan menyesuaikan keadaan alam sekarang tanpa mengabaikan ketiga Konvensi buatan

Belanda dan Inggris (Ponco Wasono, Kabid Ancaman Terhadap Negara, Kemenko Polhukam

2017)

Kondisi alam yang berubah, hal tersebut juga berpengaruh pada patok atau tugu batas yang

terpasang di perbatasan-perbatasan sejak Belanda dan Inggris di mana banyak dijumpai patok-

patok yang bergeser dari tempat atau titik yang telah ditentukan yang sangat terlihat pada patok-

patok di bagian barat Pulau Sebatik. Di Pulau Sebatik tersebut sampai saat ini mengalami

pergeseran ke wilayah Indonesia. Tidak hanya bergeser namun karena perubahan alam maka

tidak dapat dipungkiri bahwa banyak patok yang telah hilang, rusak dan juga hanya dijumpai

pondasi-pondasinya saja. Demikian juga di wilayah-wilayah OBP yang lain misalnya di Pulau

Sebatik di mana sejak awal telah dilakukan pemasangan tugu batas dengan titik koordinat yang

ditentukan yakni 4°10’ LU, namun banyak yang bergeser dari titik koordinat tersebut.

Page 6: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

40

5. Pengaruh Teknologi

Teknologi menjadi hal sangat penting bagi kedua negara dalam melakuan pengukuran

untuk penegasan perbatasan kedua negara termasuk dalam penyelesaian permasalahan

Outstanding Boundary Problems (OBP) RI- Malaysia di Kalimantan Utara. Permasalahan batas

negara oleh Indonesia dan Malaysia juga tidak pernah menyalahkan teknologi yang di gunakan

oleh Belanda dan Inggris pada waktu itu. Kedua negara menyadari bahwa adanya perbedaan

terknologi yang digunakan pada masa itu dan pada masa saat ini. Perbedaan teknologi yang

digunakan juga mempengarahui metode yang digunakan masing-masing negara. Saat ini di

beberapa lokasi perbatasan oleh Indonesia dan Malaysia menggunakan foto udara dari ketinggian

tertentu yang adari metode tersebut akan menghasilkan peta di lokasi yang dipermasalahkan

tersebut.

Di beberapa lokasi perbatasan kedua negara membangun pondasi dan membuat patok atau

tugu di sepanjang wilayah perbatasan. Pada masa kolonialisme kedua negara yakni Belanda dan

Inggris dalam menentukan batas lebih menyesuaikan dengan bentang alam yaitu menggunakan

puncak-puncak gunung dan aliran air yang mengalir pada punggung-punggung gunung

(watershed). Di mana dalam menggunakan watershed pada masa kolonial dengan berpacuan

pada titik tengah lembah atau gunung yang setelah mendapatan hasilnya maka diambil tengah-

tengahnya dan di bagi kekedua wilayah negara. Dalam Konvensi tahun 1915 pada poin yang

pertama menyatakan bahwa “Kami telah melakukan perjalanan di daerah sekitar perbatasan

sejak tanggal 8 Juni 1912 hingga tanggal 30 Januari 1913, selama periode tersebut Komisi

Negara Belanda telah melakukan pengamatan-pengamatan astronomi dan survey-survey

topografi yang diperlukan, yang hasil-hasilnya kami nyatakan benar dan cukup untuk penentuan

batas. Di tempat-tempat kenampakan fisik tidak terdapat batas-batas alam yang sesuai dengan

ketentuan dari perjanjian tanggal 20 Juni 1891 kami telah mendirikan pilar-pilar G.P.1, G.P.2

dan selanjutnya”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penentuan batas mereka terjun ke

lapangan dan menggunakan batas alamiah di wilayah perbatasan dan sebagai acuanya

menggunakan teodolit yaitu alat untuk mengukur ketinggian tempat, lereng atau titik koordinat.

Terkait dengan penentuan batas saat ini oleh kedua negara yakni Indonesia Malaysia

menggunakan metode foto udara. Menurut penelitian mengenai garis batas kedua negara ini oleh

banyak akademisi di bidang geodesi dan geomatika, penentuan garis batas kedua negara tetap

dimulai dengan pengumpulan dokumen teknis terlebih dahulu yang selanjutnya dengan

Page 7: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

41

melakukan pelacakan peta dan kemudian turun ke lapangan untuk melakukan pengukuran dan

pengecekan koordinat. Penentuan koordinat dilakukan dengan menggunakan Global Positioning

System (GPS) yang merupakan modernisasi dari teodolit dan pegambilan gambar dilakukan

dengan menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau lazimnya disebut drone. Meskipun

keduanya sama-sama turun ke lapangan namun kedua negara baru ini masih tetap menyadari

adanya perubahan alam yang terjadi di wilayah OBP Kalimantan Utara.

5.2.1. Peluang dan Tantangan

Indonesia merupakan sebuah negara yang besar yang kaya akan sumber daya alam

wilayah negara yang sangat luas. Luasnya wilayah Indonesia dimana Indonesia memiliki wilayah

yang berbatasan langsung dengan negara-negara lain tentunya memicu timbulnya permasalahan-

permasalahan yang berkaitan dengan batas negara salah satunya adalah Outstanding Boundary

Problem (OBP) di Kalimantan Utara sebagaimana telah diuraikan di atas. Luasnya wilayah

perbatasan Indonesia dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya membuat pemerintah

melakukan banyak strategi untuk mempertahankan wilayah perbatasan tersebut sehingga hal

tersebut bisa menjadi peluang bagi Indonesia.

Peluang tersebut dapat dilihat dari lingkungan strategi (Lingstra) Indonesia yang di mulai

dari:

1. Lingkungan strategi lokal bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat kaya dan

besar sehingga apabila pengolahan dan penjagaan dapat dilakukan dengan benar maka sumber

daya tersebut mampu membawa Indonesia menjadi negara dengan tingkat kehidupan yang

tinggi dari sisi ekonomi maupun kehidupan yang lain. Tidak hanya sumber daya alam namun

Indonesia juga memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak dan beragam sehingga hal

tersebut untuk menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara yang besar dan hebat.

2. Lingkungan strategi regional bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan di kawasan Asia

Tenggara. Sebagai negara yang tumbuh di dalam sebuah kawasan, sampai saat ini dengan

potensi yang ada, Indonesia mampu menunjukkan eksistensinya di Asia Tenggara. Indonesia

mampu menjalin kerjasama-kerjasama dengan negara-negara kawasan di berbagai bidang.

Kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan negara-negara di kawasan dapat berupa

kerjasama bilateral maupun multilateral. Terkait dengan kerjasama dengan negara-negara

yang berbatasan langsung dengan Indonesia terangkum dalam bentuk kesepakatan kerjasama

Page 8: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

42

antara lain lintas batas, ekonomi serta pertahanan dan keamanan misalnya Indonesia,

Malaysia, Thailand-Growth Triangle (IMT-GT) dan Indonesia, Malaysia, Singapore Triangle

(IMS-GS). Potensi perkembangan kerjasama dengan negara tetangga tentunya memberikan

peluang yang sangat besar yang diharapkan dapat menjadi pemicu perkembangan Indonesia di

berbagai bidang kerjasama.

3. Lingkungan strategi global di mana Indonesia terletak di antara dua benua yaitu benua Asia

dan Australia dan juga dua samudera yakni samudera Pasifik dan Hindia. Dari posisi

Indonesia tersebut Indonesia memiliki posisi yang strategis dalam geopolitik. Posisi strategis

Indonesia terletak di posisi silang jalur pelayaran antara sumber pasokan energi dari kawasan

teluk ke negara industri di bagian utara (Jepang, Korea, Cina dan Taiwan) dan sebaliknya

menjadi jalur supply atas komoditas industri dari negara-negara maju tersebut. Demikian juga

dari sisi selatan-utara, bahwa Indonesia juga berada di persilangan antara Australia di selatan

dan Jepang serta wilayah cakupan armada ke 7 Amerika Serikat di Asia Pasifik di bagian

Utara. Di mata dunia internasional mampu menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara

yang besar akan SDM, bebas aktif, cinta damai, nasionalisme terhadap NKRI sehingga

Indonesia menjadi negara yang tidak menganut blok kanan maupun blok kiri (Renduk BNPP

2015-2019 : 8)

Berkaitan dengan Outstanding Boundary Problem (OBP), “Indonesia sebenarnya

memiliki peluang terhadap wilayah-wilayah perbatasan dengan Malaysia terutama pada 5 titik

OBP di Kalimantan Utara. Peluang tersebut dapat dilihat dari kehidupan masyarakat yang

hidup di perbatasan di mana mereka masih memiliki rasa nasionalisme dan cinta terhadap tanah

air, meskipun mereka masih berada pada keadaan kehidupan yang masih kurang. Peluang yang

lain adalah bahwa banyak terdapat SDA yang sangat banyak sehingga SDA tersebut dapat

ditingkatkan menjadi agrobisnis yang luas demikian juga dengan SDM nya, bahwa Indonesia

masyarakat perbatasan yang potensial untuk ditingkatkan.” (Ponco Wasono, wawancara, 18

Desember 2017). Sehingga dalam hal ini meskipun kehidupan masyarakat di perbatasan masih

membutuhkan lebih lagi perhatian namun hal-hal tersebut setidaknya sudah memberikan peluang

bagi Indonesia untuk mempertahankan wilayahnya dan juga masyarakatnya (Wasono Ponco K,

Kabid Ancaman Terhadap Negara Kemenko Polhukam, 2017).

Munculnya peluang bagi Indonesia secara umum melalui ketiga lingkungan strategi

Indonesia, di sisi lain peluang-peluang yang dimiliki oleh Indonesia memunculkan tantangan

Page 9: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

43

tersendiri yakni dapat menimbulkan ancaman dari sisi ekonomi, politik maupun pertahanan dan

keamanan. Posisi silang tersebut menempatkan Indonesia pada posisi yang memiliki peran

krusial sekaligus rawan terhadap kompleksitas permasalahan baik isu mengenai tapa batas,

keamanan nasional, keamanan manuasia maupun penyeludupan barang. Dengan melihat isu

strategis keamanan, maka terdapat ancaman terhadap keamanan perbatasan darat maupun laut

Indonesia. Negara berkepentingan untuk menajaga lintas batas darat baik dari ancaman teroris

dan pembajakan, illegal drugs and people trafficking atau narkoba dan orang (Totot Gumulyo,

Kabid Wilayah Perbatasan Kemeko Polhukam, 2017).

Terkait dengan perbatasan terutama di wilayah OBP Kalimantan Utara, di sisi lain

menimbulkan kendala yang memang harus bisa diterobos oleh pemerintah Indonesia demi

mendapatkan peluang-peluang tersebut. Ada 2 hal yang sampai saat ini masih diupayakan oleh

pemerintah Indonesia terhadap penyelesaian permasalahan perbatasan. Yang pertama adalah

kurangnya koordinasi di tataran pemerintah. Telah diuraikan di atas bahwa ada banyak

Kementerian/ Lembaga yang terlibat dalam penyelesaian permasalahan perbatasan, namun

sampai saat ini K/L yang terlibat masih kurang berkoordinasi dengan baik untuk segera

menyelesaikan permasalahan yang ada. Kurangnya koordinasi antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah juga dapat mempengaruhi proses penyelesaian di wilayah-wilayah perbatasan.

Hal yang kedua, adalah lokasi Kalimantan Utara yang sulit di jangkau. “Jalan dan medan yang

sulit serta lokasi perbatasan yang sangat jauh dari daerah perkotaan juga mempengaruhi proses

koordinasi dan kunjungan-kunjungan oleh pemerintah ke wilayah-wilayah perbatasan.

Sedangkan tempat tinggal masyarakat sangat dekat dengan wilayah Malaysia sehingga banyak

dari mereka memilih untuk beraktifitas di wilayah malaysia dibandingkan ke wilayah-wilayah

perkotaan di Indonesia. Saluran televisi pun masih sulit dari pusat Indonesia ke perbatasan,

sehingga masyarakat perbatasan masih banyak menggunakan saluran televisi dari Malaysia”

(Totot Gumulyo, wawancara, 19 Desember 2017). Hal ini lah yang kemudian menjadi ketakutan

sendiri bagi pemerintah Indonesia terhadap masyarakat perbatasan.

Page 10: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

44

5.2. Strategi Pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam Penyelesaian

Permasalahan Perbatasan Darat Indonesia

Mencermati setiap titik OBP di Kalimantan Utara tersebut tak dapat disangkal bahwa

salah satu persoalan yang dapat memicu persengketaan antar negara adalah masalah perbatasan.

Faktor yang menyulut persengketaan antar negara yang dimaksud adalah ketidaksepahaman

mengenai garis perbatasan antar kedua negara. Presiden Republik Indonesia saat ini yakni

Presiden Joko Widodo telah memprioritaskan penyelesaian masalah perbatasan termasuk

permasalahan Outstanding Boundary Problems (OBP) RI Malaysia di pulau Kalimantan. Sejauh

ini proses penyelesaian oleh Indonesia sendiri telah menggunakan dasar-dasar hukum untuk

upaya penyelesaian OBP.

5.2.2. Politik Hukum Penanganan Perbatasan

a. Penerbitan Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara dibentuk pada

masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2008. Di

dalam Undang-Undang tersebut telah dijabarkan segala sesuatu yang berkaitan

dengan wilayah negara diantaranya peraturan tentang wilayah perairan, wilayah

yuridiksi, kawasan perbatasan dan landas kontinen. Dalam bab 2 Undang-Undang

tersebut menjelaskan wilayah Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara

lain. Salah satu yang disebutkan adalah perbatasan darat antara Indonesia dan

Malaysia. Batas wilayah negara yang dimaksud bahwa titik-titik koordinat ditetapkan

berdasarkan perjanjian bilateral atau trilateral. Sebelum pembentukan Undang-

Undang di tahun 2008, tepatnya pada masa pemerintahan Presiden Mega Wati tahun

2002 telah diadakan pertemuan yang harus menyusun kelembagaan untuk

penanganan wilayah negara dan perlunya pembentukan badan atau lembaga yang

secara khusus menangani perbatasan.

Setelah terbentuknya UU No 43 Tahun 2008 ini pemerintah menetapkan

pembentukan suatu badan yang dikhususkan untuk mengelola perbatasan negara

yaitu Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dengan ketentuan keanggotaan

dari pemerintah dan pemerintah daerah yang berkaitan dengan perbatasan wilayah

negara. Tentang perbatasan darat antara Indonesia dan Malaysia diatur dalam

Page 11: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

45

Undang-Undang ini pasal 6 ayat 1 yang berbunyi “ Batas wilayah negara di darat

ketentuan ini adalah batas-batas yang disepakati oleh pemerintah Hindia Belanda

dengan Inggris di wilayah Kalimantan dan Papua dan pemerintah Portugis di Timor

Leste yang selanjutnya menjadi wilayah Indonesia berdarkan dasar hukum Uti

Possidettis Juris yang berlaku dalam hukum Internasional. Berdasarkan dasar

hukum tersebut, negara yang merdeka mewarisi wilayah bekas negara penjajahnya.

Batas darat antara Indonesia dan Malaysia ditetapkan atas dasar konvensi Hindia

Belanda dan Inggris tahun 1891, tahun1915 dan tahun 1928. “

Permasalahan Outstanding Boundary Problems (OBP) menjadi penting dan

harus di dasarkan pada konvensi-konvensi Belanda dan Inggris karena sesuai dengan

UU No 43 Tahun 2008 ayat 3 yang menyatakan bahwa “penetapan batas wilayah

negara dilakukan melalui perjanjian bilateral atau trilateral apabila terdapat dua

atau tiga negara yang menyatakan pengakuan atas wilayah yang sama ataupun

terjadi tumpang tindih pengakuan atas wilayah yang sama”. Sehingga melalui

Undang-Undang ini dapat membantu pemerintah terutama bagi lembaga-lembaga

atau organisasi yang bertugas untuk mengkoordinasikan atau bekerja dalam hal

penanganan atau menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan

perbatasan negara oleh karena segala sesuatu telah tertuang di dalam Undang-

Undang tersebut terutama dasar-dasar dalam pengelolaan wilayah negara.

b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019

Munculnya UU No. 43 Tahun 2008 yang kemudian melahirkan berbagai

program terkait dengan pembangunan Indonesia di berbagai aspek. Berbagai program

tersebut disusun dalam suatu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) 2015-2019. Dalam RPJMN telah tertuang banyak program untuk

pembangunan di Kalimantan yaitu :

a. Pengembangan kawasan strategis yang mengarah pada pembangunan ekonomi di

Kalimantan

b. Pengembangan kawasan perkotaan dan pedesaan

c. Pengembangan daerah tertinggal dan kawasan perbatasan

d. Penanggulanan daerah bencana

Page 12: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

46

e. Pengembangan tata ruang wilayah pulau Kalimantan

Dari beberapa program tersebut salah satu aspek yang ada di dalam RPJMN

adalah prioritas untuk membangun perbatasan negara. Berbicara tentang perbatasan

negara maka salah satu permasalahan perbatasan yaitu Oustanding Boundary

Problems (OBP) masuk dalam salah satu program dalam RPJMN yang menjadi

permasalahan penting bagi Indonesia yang tidak boleh hanya dilihat sebagai

permasalahan yang sederhana karena permasalahan tersebut berkaitan dengan

kedaulatan. Kajian tentang OBP sebenarnya sudah dilakukan oleh Indonesia sejak

lama, namun selama proses yang telah berjalan sampai saat ini belum ditemukan

solusi yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Departemen Pertahanan RI terus melakukan pengumpulan pendapat dari

berbagai kalangan baik dari kalangan akademisi maupun kalangan praktisi untuk

mendapatkan pendekatan-pendekatan yang mungkin dapat digunakan untuk membantu

proses penyelesaian OBP tersebut. Dari Departemen Pertahanan RI telah memberikan

ketegasan untuk setiap solusi penyelesaian OBP yang pertama, kesamaan persepsi

terhadap konvensi 1891, 1915 dan 1928. Kedua, perlu adanya pemahaman terhadap

esensi yang terkandung dalam konvensi-konvensi tersebut. Ketiga, bahwa pihak terkait

tidak mempertentangkan antara esensi yang terkandung dalam konvensi-konvensi

tersebut.

Direktur Wilayah Pertahanan Dephan menyatakan bahwa untuk mendapatkan

perspektif yang baik tentang penyelesaian 9 titik OBP terlebih untuk 5 titik OBP

sektor timur di Kalimantan Utara di mana 5 titik ini menjadi proritas pemerintah

melalui Rencana Strategis Badan Nasional Pengelola Perbatasan saat ini, harus dilihat

sebagai permasalahan yang utuh dan harus di tempatkan pada kerangka yang

semestinya (Hadiwijoyo: 2011). Sehingga setiap upaya penyelesaian permasalahan

yang muncul di masing-masing titik OBP di Kalimantan ini oleh Indonesia tidak dapat

dilepaskan dari dasar hukum buatan Belanda dan Inggris.

Sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo dan didampingi oleh Jusuf Kalla

yang dilantik pada Oktober 2014, telah melahiran visi dan misi oleh Presiden

Indonesia dalam upaya membangun Indonesia diberbagai aspek. Tidak hanya visi dan

Page 13: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

47

misi namun program-program Jokowi untuk membangun Indonesia juga telah tertuang

dalam 9 Nawacita. Adapun visi, misi dan Nawacita Jokowi yaitu:

a. Visi: Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian

berlandasan gotong-royong.

b. Misi:

(1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga keadulatan

wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan

sumberdaya maritime, dan mencerminan Indonesia sebagai negara

kepulauan.

(2) Mewujudkan masyarakat maju, berkeseimbangan dan demokratis

berlandaskan negara hukum.

(3) Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri

sebagai negara maritim.

(4) Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan

sejahtera.

(5) Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

(6) Mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim, maju, kuat dan

berbasiskan kepentingan nasional.

(7) Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

c. Nawacita:

(1) Menghadirkan kembali negara yang melindungi segenap bangsa dan

memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.

(2) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola

pemerintahan yang bersih, efetif, demoratis, dan terpercaya.

(3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah

dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

(4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi system dan

penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.

(5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

(6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.

Page 14: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

48

(7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor

strategis ekonomi domestik.

(8) Melakukan revolusi karakter bangsa.

(9) Memperteguh keBhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Terkait dengan perbatasan negara khususnya Outstanding Boundary Problems

(OBP), Presiden Jokowi tampak jelas bahwa perbatasan menjadi prioritasnya. Dalam

Nawacita ke 3 yaitu membangun Indonesia dari pinggiran sangat berhubungan dengan

titik OBP di Kalimantan Utara. Jokowi memiliki komitmen untuk membangun fasilitas

infrastruktur di wilayah perbatasan karena disitulah martabat bangsa (Seskap Andi

Widjajanto, 2014). Untuk titik OBP, Presiden Jokowi telah meminta kepada Bappenas

dan Pemprov untuk membuat rincian kegiatan pembangunan di Kalimantan Utara.

Presiden Jokowi telah memerintahkan untuk memperkuat kerjasama antara

Kementerian Perhubungan dengan PT Pelindo untuk perbaikan pelabuhan Tunon Taka

yang merupakan pelabuhan internasional untuk jalur dagang lintas negara. Di pulau

sebatik, Presiden Jokowi juga telah memerintahkan jajaran menteri untuk menangani

perbaikan jembatan, pos TNI AL dan pembangunan dermaga. Hal-hal tersebut

membutikan bahwa perbatasan terutama di Kalimantan Utara tersebut menjadi bagian

prioritas oleh pemerintah Indonesia dan tentunya hal-hal tersebut merupakan upaya-

upaya untuk mewujudkan Nawacita Presiden Joko Widodo yang ke 3.1

Melalui RPJMN 2015-2019, ada banyak aspek yang yang kemuadian aspek-

aspek tersebut mengarah pada kepentingan Indonesia yang dituangkan dalam

Nawacita Presiden Jokowi. Di mana kepentingan Indonesia saat ini lebih mengarah

pada beberapa keunggulan yang harus dipertahankan di wilayah OBP di Kalimantan

Utara yaitu :

1. Komoditas sektor pertambangan dan penggalian gas, minyak dan batu bara yang

nantinya mampu mendongkrak perekonomian

1 www.wilayahperbatasan.com/pembangunan-perbatasan-presiden-Jokowi-blusukan-di-pulau-sebatik/

Diakses pada 5 oktober 2017 pukul 11.40 WIB

Page 15: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

49

2. Sektor pertanian pengembangan sumber daya terbarukan kelapa sawit, ikan

tangkap, padi, kopi dan perkayuan yang luas di hutan-hutan kalimantan

3. Peluang sektor industri dan investasi

Tujuan dari pengembangan wilayah pada tahun 2015-2019 adalah mendorong

percepatan dan perluasan pembangunan wilayah Kalimantan dengan menekankan

keunggulan dan potensi daerah dengan pengembangan hilirisasi komoditas,

penyediaan infrastruktur dan peningkatan SDM, ilmu dan teknologi. Arah

pengembangan kebijakan di kawasan perbatasan difokuskan untuk meningkatkan

peran sebagai halaman depan negara yang yang maju dan berdaulat. Strategi

pengembangan kawasan perbatasan bertujuan untuk mewujudkan kemudahan aktivitas

masyarakat dalam berhubungan dengan negara tetangga dan mengelola sumber daya

alam yang ada di wilayah perbatasan. Penguatan pengelolaan kawasan perbatasan

dilakukan dengan beberapa strategi sesuai dengan RPJMN 2015-2019 :

1. Mengembangkan pusat pelayanan imigrasi dan keamanan

2. Merevitalisasi membenahi aktifitas lintas batas di pintu-pintu alternatif

(ilegal)

3. Mengembangkan pusat kegiatan pertahanan dan keamanan negara di

berbagai wilayah yang memiliki Outstanding Boundary Problems (OBP)

dan PKSN di wilayah perbatasan Kalimantan

4. Meningkatkan upaya perundingan dalam penetapan dan penegasan batas

wilayah negara Indonesia Malaysia dalam penyelesaian 9 titik Outstanding

Boundary Problems OBP

5. Meningkatkan kapasistas tim perunding dari tingkat teknis, strategi sampai

pembuatan kebijakan

6. Pembentukan kerjasama keamanan patroli di perbatasan Indonesia dan

Malaysia.

Permasalahan Outstanding Boundary Problems (OBP) antara Indonesia dan

Malaysia sebenarnya tidak secara tiba-tiba menjadi prioritas pada masa pemerintahan

Presiden Joko Widodo sejak tahun 2014. Permasalahan ini sebenarnya juga sudah

diangkat oleh presiden-presiden sebelumnya terutama mantan Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono yang juga telah mendorong untuk mempercepat penyelesaian

Page 16: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

50

OBP ini namun karena peliknya permasalahan OBP ini sampai selesaianya jabatan

SBY belum dapat menyelesaikan permasalahan OBP ini. Visi Presiden Joko Widodo

ini terlihat lebih realistis karena terjadi perubahan yakni yang dahulunya permasalahan

di perbatasan dipantau oleh TNI maka sekarang pemantauan di kontrol oleh pusat

dengan dibangunya Economic Center atau Pusat Kawasan Strategis Nasional (PKSN)

di dalamnya teradapat aktivitas ekonomi masyarakat perbatasan. Di dalam PKSN itu

sendiri juga terdapat cabang-cabangnya yang disebut sebagai Lokasi Prioritas (Lokpri)

yang di bangun di kecamatan-kecamatan.

Gambar 7. Pusat Kawasan Strategi Kalimantan Utara

Sumber : Kaltara.co.id (diolah seperlunya)

Page 17: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

51

Dalam memperluas upayanya Presiden Joko Widodo juga menyetujui

pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dengan Malaysia dengan tujuan untuk

mempertegas kembali permasalahan perbatasan di Kalimantan Utara dan untuk

membuka jalan secara legal untuk masyarakat di perbatasan untuk melakukan aktivitas

dengan Malaysia. PLBN ini telah disepakti oleh kedua negara yang di dalamnya

berlaku dua hal yaitu pertama Bourder Coositing Agreement (BCA) yang merupakan

kesepakatan kedua belah pihak untuk mengatur keluar masuk orang di perbatasan.

Kedua, Bourder Trade Agreement (BTA) yang merupakan kesepakatan kedua belah

pihak untuk mengatur perdagangan di perbatasan antara kedua negara. Pemerintah

menerapkan kebijakan bahwa setiap orang yang ingin masuk atau keluar melalui

PLBN maka harus menunjukkan kartu identitas yang disebut PAS yaitu karta yang

tingkatanya lebih rendah dari paspor yang dikeluarkan oleh kantor imigrasi Sajingan

Besar. (Wasono Ponco K, Kabid Ancaman Terhadap Negara Kemenko Polhukam,

2017)

Gambar 8. PAS Lintas Batas Malindo di Kalimantan Utara

Sumber : Kaltara.co.id (diolah seperlunya)

Page 18: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

52

Terdapat 5 (lima) titik PLBN yang terdapat di perbatasan Kalimantan Utara

yaitu :

1. Pos Lintas Batas Sungai Pancang

Pos lintas batas ini terletak di Sungai Pancang, Kecamatan Sebatik berjarak 7 mill

laut dan berjarak 500 m dari garis Sempadan

2. Pos Lintas Batas Sungai Bolong

Pos lintas batas ini merupakan pos lintas batas laut yang terletak di Desa Nunukan

Utara, Kecamatan Nunukan dan berjarak 2 km dari Knaim dan berjarak 1 mill laut

dari garis Sempadan

3. Pos Lintas Batas Tunon Taka

Pos lintas batas ini merupakan pos lintas batas laut yang terletak di Desa Nunukan

Utara, Kecamatan Nunukan dan berjarak 300 m dari Knaim dan berjarak 0.75 mil

laut dari garis Sempadan

4. Pos Lintas Batas Long Nawang/ Krayan

Pos perbatasan ini terletak di Desa Long Nawang, Kecamatan Krayan dengan

jarak tempuh 1 jam perjalanan dari Knaim dengan pesawat perintis atau 6 jam

dengan kendaraan bermotor

5. Pos Lintas Batas Mansalong/ Lumbies

Pos perbatasan ini terletak di Desa Mansalong dengan jarak tempuh 5 jam dari

Knaim speed boat atau 8 jam dengan menggunakan transportasi air. Keberadaan

pos lintas batas ini menjadi pintu pengawasan lalu lintas internasional yang resmi

baik bagi penduduk perbatasan maupun luar.

Page 19: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

53

Gambar 9. PLBN Kalimantan Utara Long Nawang dan Sungai Pancang

Sumber : Kaltim.tribunnews.com (diolah seperlunya)

Keterkaitan antara pembangunan Pos Lintas Batas Negara ini dengan

penyelesaian permasalahan Outstanding Boundary Problems (OBP) adalah bahwa

dengan adanya pengawasan yang ketat di wilayah perbatasan melalui penjagaan di setiap

PLB maka akan lebih mudah mempertegas lagi masyarakat-masyarakat bahkan wilayah

di perbatasan antara Indonesia dan Malaysia karena akan lebih mudah mengontrol segala

sesuatu yang akan di lakukan oleh kedua negara. Pembangunan ini menjadi sebuah

pendekatan tersendiri dari pemerintah pusat dengan masyarakat perbatasan karena apabila

tindakan-tindakan tersebut ters dilakukan dan dikembangkan maka akan memberikan

dampak yang baik untuk masyarakat perbatasan untuk menciptakan kehidupan yang

nyaman untuk masyarakat perbatasan. Demikian juga dengan masyarakat tidak tinggal di

perbatasan namun berada pada wilayah yang dekat dengan masyarakat perbatasan yang

tentunya dapat membantu pemerintah pusat untuk menjangkau masyarakat di perbatasan

untuk memberikan fasilitas-fasilitas yang mungkin dapat menopang kehidupan

masyarakat perbatasan.

Page 20: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

54

c. Penerbitan Peraturan Kepala BNPP No 1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk

Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019

Peraturan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) No 1 Tahun 2015

tentang Rencana Induk Pengelolaan Perbatasan Negara Tahun 2015-2019 atau renduk

2015-2019 disusun dengan menimbang bahwa dalam rangka melakukan koordinasi,

integrasi, sinergitas dan sinkronisasi rencana dari berbagai sektor, dunia usaha dan

masyarakat dalam mengelola batas wilayah negara dan kawasan perbatasan berdasarkan

kerangka waktu, lokasi sumber pendanaan dan penanggungjawab pelaksanaanya maka

perlu disusun rencana induk pengelolaan perbatasan negara yang bertujuan untuk

memberikan informasi mengenai arah pengembangan, kebijakan, strategi, tahapan

pelaksanaan dan kebutuhan program pengelolaan batas wilayah negara. Adapun

perbedaan antara RPJMN 2015-2019 dengan renduk ini adalah bahwa RPJMN 2015-

2019 merupakan dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode lima tahun

terhitung sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2019 dalam artian bahwa program-

program yang tertuang di dalam RPJMN adalah keseluruhan program nasional yang tidak

hanya berfokus pada permasalahan batas wilayah negara saja. Sedangkan renduk BNPP

2015-2019 merupakan rencana pembangunan nasional jangka menengah lima tahun yang

memberikan arahan kebijakan, strategi dan program dalam pengelolaan batas wilayah

negara dan pembangunan kawasan perbatasan atau program-program di dalam renduk

BNPP adalah program-proogram yang hanya berkaitan dengan perbatasan negara.

Dalam Renduk BNPP 2015-2019 ini berfokus pada 8 agenda prioritas yaitu :

(1) Penetapan dan penegasan batas wilayah negara

(2) Peningkatan pertahanan dan keamanan serta penegakan hukum

(3) Peningkatan pelayanan lintas batas negara

(4) Peningkatan penyediaan infrastruktur kawasan perbatasan

(5) Penataan ruang kawasan perbatasan

(6) Pengembangan/ pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan

(7) Peningkatan pelayanan sosial dasar kawasan perbatasan

(8) Penguatan/ penataan kelembagaan

Dalam renduk BNPP 2015-2019 sampai saat ini memberikan penegasan terhadap

pemeliharaan tanda batas di mana kondisi keberadaan patok batas darat Indonesia

Page 21: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

55

Malaysia sampai saat ini masih membutuhkan perhatian yang lebih karena pergeseran

patok batas sering terjadi karena aktifitas yang dilakukan di wilayah perbatasan dan

seringkali pergeseran patok dilakukan secara sengaja. Kondisi ini juga terkait dengan

lemahnya kontrol atau pengawasan terhadap batas negara di perbatasan Indonesia

Malaysia meskipun di wilayah-wilayah perbatasan telah dilakukan patroli pengawan

antara Tentara Nasional Indonesia dengan Tentara Malaysia untuk bersama-sama

menjaga di kawasan perbatasan kedua negara (Renduk BNPP 2015-2019 : 39-42).

Page 22: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

56

5.2.3. Penguatan Kelembagaan Penanganan Perbatasan

Dalam proses penanganan perbatasan selain menggunakan strategi politik yaitu

penanganan berdasarkan peraturan perundang-undangan, Indonesia telah membentuk

kelembagaan atau organisasi yang dikhususkan untuk menangani perbatasan Indonesia dengan

negara lain. Dalam permasalahan OBP ini Indonesia melakukan kerjasama dengan Malaysia

dengan membentuk organisasi bersama kedua negara untuk menangani permasalahan OBP ini.

Di sisi lain Indonesia juga telah membentuk organisasi khusus yakni Badan Nasional Pengelola

Perbatasan sesuai dengan UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

1. General Border Committee (GBC)

General Border Commitee (GBC) merupakan sebuah merupakan forum kerjasama

perbatasan antara pemerintah RI dengan Malaysia. Di dalam GBC tersebut terdapat banyak

aspek yang berkaitan dengan organisasi tersebut dan hal-hal lain yang menyangkut perbatasan

Indonesia Malaysia.2Awalnya organisasi ini muncul sejak adanya kerjasama pada tahun 1972 di

bidang pertahanan melalui Security Agreement antara Indonesia dengan Malaysia. Tujuan awal

dari organisasi ini adalah hanya untuk menangani kekuatan kelompok-kelompok separatis di

sepanjang wilayah perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak Malaysia.

Namun semakin lama isu semakin berkembang terutama terkait dengan keamananan

perbatasan sehingga GBC ini dimanfaatkan untuk penanganan perbatasan kedua negara. GBC ini

sendiri merupakan lembaga ad hoc yang sengaja dibuat oleh kedua negara yang secara khusus

digunakan sebagai forum kerjasama dalam pengelolaan perbatasan. GBC diketuai oleh Menteri

Pertahanan kedua negara. Tugas dari GBC ini adalah untuk mengkoordinasikan organisasi-

organisasi yang ada di bawahnya. GBC mencangkup bidang operasi dan non operasi. Kerjasama

yang dilakukan melibatkan angkatan bersenjata, kepolisian, Kemendagri, Kemenlu dan

kementerian terkait dari kedua negara.3

Di bawah GBC itu sendiri juga terdapat beberapa organisasi yaitu High Level Committee

(HLC) di mana organisasi ini membahas setiap kegiatan yang telah, sedang dan akan

dilaksanakan badan-badan yang berada di bawah HLC. HLC merupakan alat mediasi

2https://www.bappenas.go.id/files/7713/5028/6697/6ringkasan__20090303005257__5.pdf (diakses pada 2 Agustus 2017 pukul

10.07 WIB) 3 http://etd.responsitory.ugm.ac.id/downloadfile/102062/potongan/s1-2016-297144 diakses pada 5 oktober 2017 pukul 09.40

WIB

Page 23: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

57

perundingan bagi kedua negara dalam setktor kemiliteran. HLC sendiri diketuai oleh Panglima

Angkatan Perang dari kedua negara.4 Kebijakan HLC ini lebih pada kerjasama-kerjasama yang

tertuang dalam beberapa organisasi yaitu Coordinated Operating Control Committee (COCC)

yang merupakan organisasi yang bekerja di bidang operasi bersama, Jawatan Kuasa Latihan

Bersama (JKLB) yang bekerja di bidang latihan gabungan dan Kelompok Kerja Sosio Ekonomi

(KK Sosek) yang bekerja dalam bidang sosio ekonomi serta Joint Police Cooperation Committee

(JPCC) bekerja dalam bidang patroli bersama dalam menangani kejahatan lintas negara di

perbatasan5. Program pada Komite-Komite perbatasan dirumuskan berdasarkan isu-isu yang

sedang terjadi (Arifin, 2014 : 112-113).

4 http://Elib.unikom.ac.id diakses pada 5 oktober 2017 pukul 10.02 WIB 5http://www.nu.or.id/post/read/10507/ri-malaysia-mantapkan-kerja-sama-pengelolaan-perbatasan (diakses pada 5 September

2017 pukul 10.40 WIB)

Page 24: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

58

Gambar 10. Struktur organisasi General Bourder Committee

Sumber: Kemenko Polhukam, 2017 (diolah seperlunya)

GBC MALINDO

(GENERAL BOURDER

COMMITTE)

HLC MALINDO

(HIGH LEVEL COMMITTEE)

COCC

(COORDINATED

OPERATING

CONTROL

COMMITTEE)

JKLB

(JAWATAN

KUASA LATIHAN

BERSAMA)

KK/JKK SOSEK

(KELOMPOK

KERJA SOSIO

EKONOMI)

JPCC

(JOINT POLICE

COOPERATION

COMMITTEE )

KK/JKK SOSEKDA

KALBAR-

SARAWAK

KK/JKK SOSKDA

KALTIM-SABAH

KK/JKK SOSKDA

RIAU/KEPRI-

JOHOR MALAKA

TIM TEKNIS TIM TEKNIS TIM TEKNIS

Page 25: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

59

2. Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIM)

Joint Indonesia – Malaysia Boundary Committee (JIM) merupakan forum kenegaraan

bagi kedua belah pihak dalam membahas secara bersama terkait dengan kerjasama upaya

pelaksanaan penegasan garis batas kedua negara. Persidangan JIM telah dilaksanakan 40 kali, di

mana sidang JIM yang ke-40 dilaksanakan di Bali pada tanggal 24 Maret 2016. Sidang tersebut

dihadiri oleh Ketua Delegasi Malaysia, Dato’ Sri Azizan Bin Ahmad dan anggota delegasi dari

kedua negara Indonesia – Malaysia. Sidang ini merupakan forum untuk pencapaian mufakat

berdasar hasil kegiatan Investigation, Refixation and Maintenance (IRM) tahun 2015 lalu,

Common Border Datum Reference Frame (CBDRF) dan Joint Border Mapping (JBM) tahun

2015 serta Persidangan Joint Working Group On Outstanding Boundary Problems (JWG OBP).

Pada tahun 2015 yang lalu, kedua negara telah melaksanakan Investigation, Refixation

and Maintenance (IRM) di mana terhadap tanda batas di lapangan yang hilang, bergeser atau

mengalami kerusakan. Kedua negara juga telah melaksanakan program Common Border Datum

Reference Frame (CBDRF) untuk penentuan Datum bersama, serta bersama Joint Border

Mapping (JBM) dalam rangka pemetaan bersama di sepanjang garis batas kedua negara dan

hasilnya dibahas pada pertemuan Joint Indonesia Malaysia Technical Meeting (IMT).6 Di dalam

General Border Committee juga terdapat organisasi yang khusus menangani perbatsan lintas

darat atau OBP (Wasono Ponco K, Kabid Ancaman Terhadap Negara Kemenko Polhukam:

2017)

6http://ditjenbinaadwil.kemendagri.go.id/kerjasama_detail.php?id_kerjasama=20 (diakses pada 5 September 2017 pukul 11.12

WIB)

Page 26: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

60

Gambar 11. Struktur Organisasi

Joint Indonesia Malaysia Boundary Committe (JIM)

Sumber: Kemenko Polhukam, 2017 (diolah seperlunya)

KETUA PANITIA NASIONAL

JOINT INDONESIA MALAYSIA BOUNDARY

COMMITTE (JIM)

SEKJEN KEMENDGRI

KETUA PANITIA TEKNIK

JOINT INDONESIA MALAYSIA

TECHNICAL MEETING (IMT)

DIRWILHAN DITJEN STRAHAN

JOINT WORKING GROUP ON

OUTSTANDING BOUNDARY

PROBLEMS (JWG OBP)]

DIRWILHAN DITJEN STRAHAN

CO-PROJECT DIRECTUR

(CO-PRODIR

SETOR TIMUR PAMEN

DITTOPAD

CO-PROJECT DIRECTUR

(CO-PRODIR

SETOR BARAT PAMEN

DITTOPAD

JOINT WORKING GROUP ON

FRAME BORDER DATUM

REFERENCE FRAME (CBDRF) DAN

JOINT BORDER MAPPING (JBM)

KAPSUS PWG BIG

CHIEF OF FIELLLD

PARTIES (CFP) CHIEF OF FIELLLD

PARTIES (CFP)

TEAM LEADER (TL) TEAM LEADER (TL)

Page 27: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

61

Melihat dari struktur organisasi bahwa JIM terbagi ke dua bagian persidangan yaitu Joint

Indonesia Malaysia Meeting (IMT) yang memiliki tugas melakukan demarkasi batas pemetaan

titik koordinat sampai pemasangan pilar batas kedua negara, selain itu IMT juga bertugas

menyiapkan dan merencanakan kegiatan, agenda atau bahan pertemuan, menerima dan

mengkompulir seluruh hasil kegitan dari Co-Projeck Directur (CPD) yang merupakan bagian

dari tim projek pelaksana kerja di titik OBP. CPD ini merupakan penanggungjawab dari setiap

kegiatan yang dilakukan. Tidak hanya CPD namun Joint Working Group on Frame Border

Datum (CBDRF) sebagai tim dalam penetapan datum bersama dan Joint Border Mapping (JBM)

sebagai tim dalam pemetaan bersama di sepanjang garis batas kedua negara juga dioordinasikan

oleh IMT. Persidangan kedua adalah Joint Working Group on Boundary Problems (JWG OBP)

di mana persidangan ini merupakan persidangan yang dikhususkan dalam pembahasan

penyelesaia 10 titik OBP yang belum dapat terselesaikan di Kalimantan.

Joint Working Group on Boundary Problems (JWG OBP) telah diadakan selama 9 kali

persidangan. Dalam periode waktu 2014-sekarang, JWG OBP terahir dilaksanakan di Indonesia

sebagai tuan rumah yang diadakan di Manado pada tanggal 29 Agustus s.d 2 September 2016

yang dipimpin oleh Laksama Raja Morni Harahap. MM selaku ketua delegasi JWG OBP

Indonesia dengan diikuti 28 delegasi Indonesia. Sedangkan dari Malaysia dipimpin oleh Datuk

SR Fauzi Nordin selaku ketua pengarah ukur dan pemetaan Malaysia, jabatan ukur dan pemetaan

Malaysia dan diikuti oleh 11 anggota delegasi Malayasia. Dalam siding JWG OBP yang ke 8

kedua negara memutuskan untuk berfokus pada penyelesaian sektor timur dan dalam sidang

JWG OBP yang ke 9 lah kemudian menghasilkan keputusan bahwa kedua negara sepakat untuk

memulai penyelesaian 5 titik OBP yang letaknya di Kalimantan Utara. (Wasono Ponco K, Kabid

Ancaman Terhadap Negara Kemenko Polhukam, 2017).

Page 28: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

62

3. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) merupakan badan pengelola batas negara

dan kawasan perbatasan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang

Wilayah Negara. BNPP dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berkedudukan di bawah dan

bertanggungjawab kepada Presiden. Pengelolaan perbatasan merupakan bagian integral dari

management negara yang secara operasional merupakan kegiatan penanganan dan juga

mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan.

Melalui Undang-Undang Nomer 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara tercantum

mandat kepada pemerintah untuk membentuk badan pengelola perbatasan di tingkat pusat dan

daerah dalam rangka mengelola kawasan perbatasan. Dalam konteks pengelolaan batas wilayah

negara dan kawasan perbatasan, BNPP mengedepankan sinergi kebijakan dan program terkait

dengan penanganan batas wilayah negara Indonesia. Adapun tugas utama BNPP adalah

mengelola batas wilayah negara dan meningkatkan kesejahteraan masyrakat di perbatasan yang

merupakan kristalisasi dari amanat UU No 43 Tahun 2008 pasal 15 dan Peraturan Presiden No

12 Tahun 2010 pasal 3 sebagai berikut :

1. Menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan

2. Menetapkan rencana kebutuhan anggaran

3. Mengkoordinasikan pelaksanaan

4. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan batas wilayah negara dan

kawasan perbatasan.

Keanggotaan BNPP terdiri dari 18 Kementerian/Lembaga pemerintah nom kementerian

serta 12 Gubernur di kawasan perbatasan yang diharapkan akan mampu menjadi daya ungkit

untuk memperkuat dan mengefektifkan tugas-tugas yang diemban oleh Kementerian dan/atau

Lermbaga serta pemerintah daerah dalam meujudkan kawasan perbatasan sebagai beranda depan

NKRI7.

BNPP sendiri telah menjadi sebuah organisai yang diarahkan oleh Menteru Koordinator

Bidang Politik, Hukum dan Keamanan dan diketuai oleh Menteri Dalam Negeri. Tugas dan

wewenang BNPP dikelompokkan ke dalam tiga strata pemerintah antara pusat, provinsi dan

kabupaten/kota. Secara umum tugas dan wewenang BNPP tingkat daerah lebih diletakkan

7 http://www.pubinfo.id/instansi-360-bnpp--badan-nasional-pengelola-perbatasan.html (diakses pada 4 September 2017 pukul

09.00 WIB)

Page 29: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

63

sebagai pelaksana atau tugas pembantuan pemerintah pusat. Badan Pengelola Perbatasan Tingkat

Daerah seharusnya menjadi ujung tombak dalam memetakan kebutuhan pembangunan dan

merangkum isu-isu terkait dengan perbatasan yang kemudian dirangkum menjadi program kerja

berdasarkan kebutuhan di lapangan. Namun hal tersebut berbeda dengan Badan Pengelola

Perbatasan Tingkat Daerah di Kalimantan di mana Badan Pengelola Perbatasan Tingkat Daerah

justru hanya berperan sebagai “even organizer” yang hanya melayani tamu dari pusat yang

berkunjung ke daerah (Arifin, 2014 :127). Ada perbedaan kewenangan antara tugas BPP tingkat

pusat, provinsi dan daerah yaitu :

a. BNPP : Menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan

rencana kebutuhan anggaran, mengkoordinasikan pelaksanaan dan melaksanakan evaluasi.

b. BPP Provinsi : Melaksanakan kebijakan pemerintah, melakukan koordinasi

pembangunan dan melakukan pengawasan pembangunan perbatasan

c. BPP Daerah : Melaksanakan kebijakan pemerintah, menjaga dan memlihar tanda batas,

melakukan koordinasi dan melaksanakan pembangunan perbatasan (Arifin, 2014 :128)

Page 30: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

64

Gambar 12. Susunan Organisasi

Badan Nasional Pengelola Perbatasan

Sumber : Perka BNPP No. 1 Tahun 2015 (diolah seperlunya)

BNPP

PENGELOAAN

BATAS WILAYAH

NEGARA

POTENSI

KAWASAN

PERBATASAN

PENGELOLAAN

INFRASTRUKTUR

KAWASAN

PERBATASAN

KEMENKO

BID.

MARITIM

KEMENKO

KES.RAKY

AT

RAYAT

KKP KKLH KEMENSO

S

KEMEN.P

ERTANIA

N

KEMEN.

ENER SD

MINERAL

KEMEN.P

ERINDUST

RIAN

KEMEN.

KEU

KEMEN.

PARIWISA

TA

KEMEN.

KOPERASI

& UKM

KEMEN.P

ERDAGAN

GAN

KEMEN.A

GRARIA &

TT.RG

BD

INFORM.G

EOSPASIA

L

KEMEN.RI

SET, TEK

& PEND

KEMENK

UMHAM

KEMEN

DAGRI KEMENLU KEMHAN KEMEN

DES &

PDTT

KEMEN

BUDDIK

DSR MNG

KEMENK

ES

KEMEN

PUPR

BAPENN

AS

KEMENH

UB

KEMEN

KOM &

INFO

KEMEN

KEU

KEMEND

AGRI

KEMEN.

AGRAIA

& TT RG

KEMENK

UMHAM

Page 31: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

65

5.2.4. Upaya Diplomasi Pemerintah Indonesia

Melihat peluang dan tantangan yang telah diuraikan di atas, oleh karena Indonesia

menjadi negara yang berada di dalam suatu sistem internasional yang tumbuh di antara negara-

negara lain maka merujuk pada penyelesaian permasalahan perbatasan yaitu Outstanding

Boundary Problem (OBP) sektor timur di Kalimantan Utara yang di sesuaikan mekanisme

hukum internasional dan tetap memperhatikan pedoman-pedoman yang telah dikemukakan yakni

konvensi-konvensi buatan Belanda Inggris terdapat alternatif penyelesaian yaitu melalui jalur

diplomasi. Diplomasi adalah suatu cara berkomunikasi yang dilakukan oleh berbagai pihak yang

di dalamnya muncul proses negosiasi antara wakil-wakil yang saudah diakui. Diplomasi juga

merupakan kegiatan politik dan bagian dari kegiatan internasional yang saling berpengaruh dan

kompleks dengan melibatkan pemerintah dan organisasi internasional untuk mencapai tujuan-

tujuannya. Bagi negara manapun tujuan daripada doplomasi yakni pengamanan kebebasan

politik dan integritas terirorialnya (wilayah) hal ini bisa tercapai dengan memperkuat hubungan

dengan negara sahabat, memelihara hubungan erat dan meniadakan pemusuhan. Diplomasi

menjadi suatu upaya yang sangat berkaitan erat dengan politik luar negeri suatu negara.

Hubungan antara politik luar negeri dan diplomasi adalah untuk membentuk dan menciptakan

peran serta suatu negara di panggung politik dunia dan tugas lain dari diplomasi adalah untuk

memahami secara cepat dan cermat dalam memperjuangkan kepentingan negara (Andrianti,

2015 : 56-57)

Berhubungan dengan permasalahan Outstanding Boundary Problem (OBP) yang terjadi

di Kalimantan Utara, kedua negara sepakat untuk melakukan diplomasi dalam upaya

penyelesaian. Sejauh ini penyelesaian permasalahan ini tidak ada intervensi dari negara-negara

lain di luar Indonesia dan Malaysia, sehingga kedua negara ini menggunakan pola diplomasi

bilateral yang artinya bahwa diplomasi hanya dilakukan oleh kedua negara yakni Indonesia dan

Malaysia. Menurut Partanto diplomasi bilateral adalah hubungan antara dua belah pihak di mana

mereka saling bertemu untuk membicarakan suatu hal dengan tujuan melakukan kerjasma,

penempatan duta besar, mengadakan perjanjian atau hanya sekedar melakukan kunjungan

kenegaraan. Pola diplomasi ini dilaksanakan untuk menyatukan satu tujuan yang sama di antara

kedua belah pihak.8. Jalur diplomasi yang dimaksud dalam hal ini juga oleh Indonesia dan

8 Triscamiaa-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-87352-Negosiasi%20dan%20Diplomasi-

Pola%20Diplomasi:%20Bilatera_dan_Multilateral_dan_alasan_asosiasi.html diakses pada 13 Januari 2017 Pukul 08.40 WIB

Page 32: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

66

Malaysia disertai dengan dilakukanya survey dan penegasan batas di lokasi atau masing-masing

titik yang disengketakan kedua belah pihak yakni ke lima titik OBP di Kalimantan Utara. Ada

beberapa kelebihan mengapa jalur diplomasi dipilih sebagai alternatif penyelesaian oleh kedua

negara yaitu :

1. Pada tataran praktik, secara nyata kedua negara telah memulai diplomasi penyelesaian

sejak tahun 1976 melalui berbagai perundingan. Penyelesaian secara diplomatik adalah

cara yang paling rasional meskipun di samping itu harus tetap disertai dengan penegasan

batas kembali ke lokasi yang disengketakan.

2. Secara moral, penyelesaian secara diplomasi lebih dipilih karena diplomasi merupakan

instrumen politik luar negeri yang beradap dan terukur. Hal tersebut dibandingkan dengan

konfrontasi dan perang karena tidak hanya mahal tapi juga menghasilkan efek yang luar

biasa dan sering tidak terkontrol.

Page 33: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

67

Komunikasi diplomatik penyelesaian permasalahan OBP di mulai dengan beberapa perundingan

yang telah dilakukan oleh kedua negara yakni:

Tabel 2. Pertemuan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committe (JIM)

sejak tahun 1976-1996

Pertemuan Tanggal Tempat

JIM 1 15 November 1976 Kota Kinabalu, Sabah Malaysia

JIM 2 12-12 Januari 1976 Kuahiang, Sarawak Malaysia

JIM 3 26 Juni-2 Juli 1976 Pulau Pinang, Malaysia

JIM 4 9-13 Desember 1976 Yogyakarta, Indonesia

JIM 5 2- 3 Desember 1977 Kuala Lumpur, Malaysia

JIM 6 16-18 November 1978 Semarang, Indonesia

JIM 7 8-10 Juli 1980 Kuala Lumpur, Malaysia

JIM 8 10-12 1981 Jakarta, Indonesia

JIM 9 9-12 Desember 1982 Kuala Lumpur, Malaysia

JIM 10 28-30 Mei 1984 Jakarta, Indonesia

JIM 11 15-17 Juli 1985 Kuala Lumpur, Malaysia

JIM 12 26-28 Februari 1987 Jakarta, Indonesia

JIM 13 15-22 Februari 1988 Kuala Lumpur, Malaysia

JIM 14 23-25 Agustus 1989 Jakarta, Indonesia

JIM 15 22-24 Maret 1990 Pulau Pinang, Malaysia

JIM 16 11-13 Juni 1991 Yogyakarta, Indonesia

JIM 17 14-16 September 1992 Johan Bahru, Malaysia

JIM 18 18-20 Oktober 1993 Jakarta, Indonesia

JIM 19 27-29 Juni 1994 Kota Kinabalu, Malaysia

JIM 20 23-25 Januari 1996 Den Pasar Bali, Indonesia

JIM 21 4-6 Januari 1996 Malaka, Malaysia

Sumber : Dirjen Pemerintah Umum Kemendagri, 2004 (diolah seperlunya)

Page 34: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

68

Pertemuan yang diadakan di Jakarta pada 18-20 Oktober 1993 yang menghasilkan

kesepakatan bahwa penyelesaian masalah Outstanding Boundary Problems (OBP) akan

difokuskan setelah tahun 2000, pasca pengukuran perbatasan secara keseluruhan dapat

terselesaikan. Pertemuan yang diadakan di Malaysia pada 24-26 Februari 2000 yang

menghasilkan kesepakatan bahwa masing-masing tim kedua negara harus secara cepat

mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk secara bersama mengkaji dan mencari

alternatif permasalahan penyelesaian perbatasan tersebut sebaik mungkin. Pertemuan kembali

diadakan di Bandung pada 20-22 September 2000 yang menghasikan kesepakatan pembentukan

Kelompok Kerja (Pokja) yaitu Joint Working Group/ JWB OBP dan menerbitkan proposal

sebagai bahan pertimbangan dan persetujuan terhadap pokja tersebut. Pertemuan selanjutnya

diadakan di Sabah pada 29-31 Oktober 2001 yang menghasilkan kesepakatan bahwa akan

diadakan pertemuan khusus untuk membahas kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh JWG

OBP.

Sejak pertemuan Joint Indonesia Malaysia (JIM) pertama tahun 1976 sampai tahun 1992

belum menghasilkan kesepakatan secara khusus tentang bagaimana menyelesaikan permasalahan

perbatasan darat kedua negara. Kegiatan yang dilakukan selama diadakanya pertemuan-

pertemuan tersebut hanyalah sebatas survei dan pengukuran ke wilayah-wilayah perbatasan

termasuk ke wilayah Outstanding Boundary Problems (OBP). Barulah pada tahun 1993 kedua

negara sepakat untuk memulai pembahasan OBP setelah tahun 2000. Sejak tahun 2000 sampai

tahun 2010 kedua negara belum juga menemukan hal-hal yang harus dilakukan untuk

menyelesaiakan titik-titik OBP tersebut. Selama kurang lebih 10 tahun kedua negara hanya

berdebat tentang isi dari pada konvensi Belanda dan Inggris dalam artian bahwa tidak ada

kesepahaman mengenai konvensi-konvensi Belanda dan Inggris sehingga hal tersebut

memperlambat tindakan kedua negara untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan di titik-

titik OBP.

Mencermati permasalahan-permasalahan tersebut dengan disertai diplomasi melalui

perundingan-perundingan oleh kedua negara sebagai upaya penyelesaian permasalahan OBP dan

sampai saat ini belum menemukan titik temu dalam menyelesaikan masalah, kedua negara tidak

menyatakan bahwa upaya diplomasi mereka gagal namun mereka menyatakan bahwa upaya

penyelesaian ini belum selesai. Namun belum menemukanya titik penyelesaian tersebut

membuat kedua negara harus bekerja semakin keras lagi karena semakin lama waktu

Page 35: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

69

menemukanya titik penyelesaian maka akan semakin panjang pula waktu dan permasalahan OBP

tersebut terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Di samping permasalahan teknis yang terjadi di

lapangan, kendala juga muncul dalam setiap pertemuan dalam pembahasan penyelesaian OBP

oleh kedua negara dalam artian bahwa ada permasalahan yang muncul saat kedua negara ini

melakukan diplomasi. Di mana permasalahan setuju tidak setujunya kedua belah sebagai contoh

keinginan Malaysia untuk menggunakan peta Malaysia sebagai acuan pengukuran namun

Indonesia tidak setuju karena menganggap peta Malaysia tidak akurat karena dibuat Malaysia

secara sepihak dan Indonesia tetap menginginkan menggunakan peta Belanda dan Inggris

sebagai acuan yang akurat. Sehingga ketika terjadi hal tersebut maka kedua negara memilih

alternatif untuk kembali mengadakan pertemuan antara kedua belah pihak (Dirjen Pemerintahan

Umum Departemen Dalam Negeri : 2004).

Neorealisme seperti yang di sampaikan oleh Kenneth Waltz (1979) mengungkapkan

tentang bagaimana suatu negara bisa melakukan kerjasama dalam situasi yang anarki. Menurut

Waltz dalam pemikiran neorealis menjadikan negara sebagai satu-satunya aktor dalam hubungan

internasional. Meskipun suatu negara menjadi satu-satunya aktor dalam hubungan internasional,

namun negara-negara di dunia ini hidup dalam suatu sistem internasional yang terdapat banyak

negara-negara. Sehingga dalam rangka mencapai tujuan atau kepentinganya untuk bertahan

hidup maka diperlukanya sikap yang kompetitif. Sikap kompetitif inilah yang nantinya

membawa negara-negara untuk saling bekerja sama satu dengan yang lainya.

Masalah Outstanding Boundary Problems (OBP) sektor timur Indonesia Malaysia di

Kalimantan Utara sangat menyita perhatian kedua negara sejak tahun 1970-an sampai dengan

saat ini. Dalam hal ini teori Neorealisme yang dikemukakan oleh Kenneth Waltz memberikan

kontribusi terhadap permasalahan lima titik OBP di Kalimantan Utara antara Indonesia dan

Malaysia ini. Sebagai aktor utama (Indonesia dan Malaysia), kedua negara ini terlihat sama-sama

memperjuangkan kepentinganya nasional masing-masing di wilayah OBP tersebut meskipun

sejauh ini Indonesia sendiri belum mengetahui apa yang sebenarnya menjadi kepentingan dari

Malaysia di wilayah OBP. Ada beberapa kepentingan yang Indonesia miliki dan harus di capai di

wilayah-wilayah OBP Kalimantan Utara yaitu adanya komoditas dalam sektor pertambangan dan

penggalian gas, minyak dan batu bara yang nantinya mampu mendongkrak perekonomian, sektor

pertanian pengembangan sumber daya terbarukan kelapa sawit dan perkayuan yang luas di

hutan-hutan kalimantan serta munculnya peluang sektor industri dan investasi. Dengan adanya

Page 36: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

70

kepentingan-kepentingan tersebut maka Indonesia terus mengupayakan berbagai cara untuk

mencapai kepentingan-kepentingan nasional yang telah di rumuskan terutama pada masa

pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Penyelesaian Outstanding Boundary Problems (OBP) sektor timur diwarnai dengan

munculnya faktor-faktor yang menghambat proses penyelesaian masalah ini sebagaiamana telah

diuraikan yaitu belum mengertinya Indonesia tentang politik luar negeri Malaysia, kurang

koordinas dari K/L terkait, keadaan masyarakat di perbatasan, keadaan alam dan patok serta

pengaruh teknologi. Melihat faktor-faktor tersebut membuat kedua negara semakin serius lagi

dalam menyelesai permasalahan OBP yang sangat pelik sejak dahulu sampai saat ini. Keseriusan

Indonesia dalam menyelesaikan masalah OBP diwujudkan dengan beberapa strategi yakni

dibentuknya organisasi Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) dan menggunakan politik

penanganan perbatasan yakni dengan pembentukan UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah

Negara, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dan Peraturan

BNPP No 1 Tahun 2015 tentang Rencana Induk BNPP 2015-2019.

Strategi dalam upaya penyelesaian OBP juga terlihat dari organisasi yang dibentuk

dengan keanggotaan dari kedua negara untuk menangani masalah OBP (General Border

Committee dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Meeting) dan diplomasi melalui pertemuan-

pertemuan OBP oleh kedua negara sebagaimana telah diuraikan di atas. Melalui kerjasama-

kerjasama inilah kemudian terlihat bahwa dalam rangka mencapai kepentingannya masing-

masing kedua negara mampu melakukan kerjasama dengan pembentukan aliansi untuk

menyelesaikan permasalahan yang muncul. Bawasanya kedua negara ini tidak hidup sendiri-

sendiri namun kedua negara ini sama-sama berada pada suatu sistem internasional. Di dalam

sistem internasional inilah mereka harus berhasil menciptakan sikap yang kompetitif dan sifat

yang kompetitif tersebut diwujudkan melalui kerjasama yang di bangun antara kedua negara.

Melalui strategi-strategi yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia inilah terlihat

bahwa teori Neorealis memberikan kontribusi terhadap penyelesaian permasalahan Outstanding

Boundary Problems (OBP). Terlihat bahwa Indonesia memiliki kepentingan di lima titik OBP di

Kalimantan Utara dan Indonesia telah melihat adanya peluang yang muncul, sehingga melalui

hal tersebut Indonesia terus berupaya bagaimana Indonesia bisa mencapai kepentinganya

tersebut. Namun dalam upaya mencapai kepentinganya, Indonesia juga tidak secara sepihak

menentukan garis batas dan melakukan klaim karena di situ ada pihak lain yang terait yaitu

Page 37: BAB V FAKTOR DAN STRATEGI PENYELESAIAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16578/5/T1_372014005_BAB V.pdfMalaysia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh sejarah, geografi, kesukuan

71

Malaysia. Sehingga dalam rangka mencapai kepentingan nasional, kedua negara ini masih

dimungkinkan untuk melakukan kerjasama dan kerjasama tersebut sudah terwujud antar kedua

negara yang dikuatkan juga dengan dilakukanya upaya diplomasi antara Indonesia dengan

Malaysia meskipun upaya-upaya yang dilakukan belum menemukan titik temu penyelesaian.