bab iv hasil penelitian dan pembahasan · kabut merupakan awan lembab yang melayang di dekat...
TRANSCRIPT
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab IV ini, akan dipaparkan hasil dan pembahasan mengenai analisis
Ekspresi Penderitaan dalam Surat-Surat R.A Kartini Sebuah Tinjauan Deskriptif.
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan pada bab I, persoalan pada
rumusan masalah akan dijawab dengan melakukan sistematis analisis. Selain itu,
pada bab IV ini terdiri atas dua subbab, yaitu (a) bentuk ekspresi penderitaan, dan
(b) makna ekspresi penderitaan.
4.1 Bentuk Diksi yang Diungkapkan dalam Kumpulan Surat R.A Kartini
Pada kumpulan surat R.A Kartini yang diterjemahkan oleh Sulastrin Sutrisno
pada tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh sembilan dan dalam surat R.A
Kartini yang ditulis pada tahun seribu sembilan ratus satu dengan jumlah dua
puluh tiga pucuk surat, berhasil ditemukan bentuk ekspresi penderitaan sebanyak
seratus sembilan ekspresi penderitaan. Bentuk ekspresi penderitaan yang
diungkapan tersebut meliputi, (a) bentuk ekspresi bersifat denotasi sebanyak
delapan, (b) bentuk ekspresi bersifat konotasi sebanyak tiga puluh lima, (c) bentuk
ungkapan personifikasi sebanyak sembilan, (d) bentuk bentuk ekspresi bersifat
simile sebanyak sepuluh, (e) bentuk bentuk ekspresi bersifat metafora sebanyak
enam, (f) bentuk bentuk ekspresi bersifat metomini sebanyak dua, (g) bentuk
bentuk ekspresi bersifat litotes sebanyak stujuh, dan (h) bentuk bentuk ekspresi
bersifat hiperbola sebanyak tiga puluh dua. Untuk mempermudah penyajian data,
maka kalimat-kalimat yang ambil sebagai bahan analisis diambil dari potongan
kumpulan surat R.A Kartini dan kalimat tersebut dideskripsikan secara berurutan,
38
apabila ditemukan data yang sama maka akan dibahas sekali, namun peneliti
hanya menyajikan satu atau dua sebagai data analisis, selebihnya dapat dilihat
pada lampiran analisis data untuk mempermudah penyajian data.
1) Bentuk Diksi Penderitaan yang Diungkapkan dalam Surat R.A Kartini
Permasalahan pertama dalam penelitian ini, ditemukan bentuk diksi ungkapan
penderitaan sebanyak seratus tigah belas diksi penderitaan. Bentuk bentuk
ekspresi penderitaan tersebut meliputi, (a) ekspresi bersifat denotasi sebanyak
delapan, (b) ekspresi bersifat konotasi sebanyak tiga puluh delapan, (c) ekspresi
bersifat personifikasi sebanyak sembilan, (d) ekspresi bersifat simile sebanyak
sepuluh, (e) ekspresi bersifat metafora sebanyak tujuh, (f) ekspresi bersifat
metomini sebanyak dua, (g) ekspresi bersifat litotes sebanyak sepuluh, dan (h)
ekspresi bersifat hiperbola sebanyak dua puluh sembilan. Untuk mempermudah
penyajian data, maka kalimat-kalimat yang ambil sebagai bahan analisis diambil
dari potongan kumpulan surat R.A Kartini dan kalimat tersebut dideskripsikan
secara berurutan, apabila ditemukan data yang sama maka akan dibahas sekali,
namun peneliti hanya menyajikan satu atau dua sebagai data analisis, selebihnya
dapat dilihat pada lampiran analisis data untuk mempermudah penyajian data.
(1) Ekspresi Penderitaan Bersifat Hiperbola
Ungkapan yang dinyatakan R.A Kartini dalam tulisannya terlalu berlebihan
dan termasuk ke dalam bentuk diksi hiperbola untuk mengungkapkan isi hatinya.
Kutipan ungkapan-ungkapan yang digunakan secara berlebihan dalam menulis
surat dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
39
Nyonya berdua membawa bintang yang paling bahagia
dari semua bintang yang teramat bahagian kepada
kami. (S15/H71/P3/K4/MDp/Hip)
Perhatian suami-istri Abendanon kepada R.A Kartini beserta saudara-saudara
kandungnya dirasakan oleh mereka betigu besar dan selalu membawa berita
gembrira. Ketika R.A Kartini mendengar berita bahagia tentang mereka, ekspresi
R.A Kartini terlalu berlebihan dengan menyebut mereka berdua sudah membawa
pulang bintang yang paling bersinar di angkasa. Bintang yang paling terang dari
semua bintang yang teramat bahagia kepada R.A Kartini dan saudara
perempuannya adalah ungkapan atau pilihan kata yang dinyatakan oleh R.A
Kartini kepada kekasihnya untuk mengucapkan rasa terima kasih, namun ucapan
dengan membawa bintang yang paling bersimar kepada kami, terlalu berlebihan,
karena kebaikan seseorang dengan bintang yang paling bersinar sangatlah jauh
indahnya. Oleh karena itu, dengan menggunakan kalimat tersebut ia menyamakan
Kekasihnya dengan bintang di langit.
Permasalahan yang besar dan penderitaan yang rumit, dirasakan R.A Kartini
dalam hidupnya tanpa henti-hentinya, sehingga ungkapan untuk menyatakan isi
hatinya juga tidak biasa, melainkan dinyatakan dengan bahasa yang melebih-
lebihkan. Kutipan di bawah ini akan menjelaskan ungkapan yang melebih-
lebihkan dalam tulisan R.A Kartini.
Tanpa saya sadari pandangan saya menurunkan awan
meluncur di angkasa, menghilang ke belakang …. (S15/H71/P2/K7/MDp/Hip)
R.A Kartini ketika menulis surat pilihan katanya terlalu berlebihan, hingga ia
menurunkan awan yang meluncur di angkasa. Hal seperti itu, tidak mungkin
dilakukan oleh manusia dan dapat dikatakan tidak dapat dilakukan, oleh semua
40
mahkluk. Saya menurunkan awan meluncur di angkasa, yang dimaksud dengan
pilihan kata tersebut ialah R.A Kartini sedang melamun akan semua masalah yang
dihadapinya sambil menghadap ke angkasa atau langit seakan-akan dengan
pandangannya yang kosong ia mampu menurunkan awan di angkasa. Sikap R.A
Kartini dianggap terlalu berlebihan atas apa yang sedang dirasakannya. Dapat
dikatakan bahwa dalam menulis surat untuk menyatakan penderitannya, R.A
Kartini menggunakan bahasa atau pilihan kata yang melebih-lebihkan keadaan
atau suasanan. Keadaan seperti itu, memaksa R.A Kartini untuk memilih kata
yang tepat agar ia dapat meluapkan isi hatinya kepada Kekasihnya dengan jelas
dan dapat dipahami oleh Kekasihnya.
(2) Ekspresi Penderitaan Bersifat Litotes
R.A Kartini tidak suka berbuat sombong atau berkata sombong pada orang
lain. Setiap menjalani kehidupan R.A Kartini selalu merendahkan diri, agar orang
lain tidak membenci dirinya atas kesombongannya. Hal tersebut akan di bahas
pada potongan kutipan berikut ini.
Si Kecil lebih suka mati daripada menjalani perkawinan
itu. (S18/H81/P1/K13/MDp/Lit)
R.A Kartini menyatakan sesuatu yang positif dengan cara yang negatif
dengan ungkapan lebih suka mati. Lebih suka mati menginshankan kepada lebih
baik tidak hidup daripada menerima atau menjalai perkawinan yang tidak
diinginkan dan akan membunuh cita-cita yang anak muda damba-dambakan.
Selain tidak suka berbuat atau berkata sombong, jiwa kekeluargaanya sangat
besar. Hal tersebut dapat dibuktikan pada potongan kutipan berikut ini.
Bersama-sama tegak dan bersama-sama jatuh, kakak
beradik yang setia! (S23/H88/P9/K4/MDp/Lit)
41
Rasa persaudaraan R.A Kartini begitu kental jika dilihat dari ungkapannya
yang menunjukkan bahwa bersama-sama tegak dan bersama-sama jatuh. Artinya,
dua hal positif yang dinyatakan dengan cara negatif dan memiliki arti bersama-
sama meraih cita-cita dan ketika gagal juga sama-sama gagal atas apa yang sudah
diperjuangkan secara bersama-sama.
(3) Ekspresi Penderitaan Bersifat Personifikasi
Isi hati yang tersiksa dalam menjalani hidup diungkapkan dan menginshankan
pada alam. Diksi ungkapan penderitaan yang dinyatakan oleh R.A Kartini dalam
menulis surat kepada Kekasihnya berbentuk personifikasi. Berikut data yang
menunjukkan ungkapan penderitaan yang berbentuk personifikasi.
Telinganya sekarang pasti masih mendesing dari badai
pertanyaan yang tadi sore mengamuk di atasnya. (S14/H68/P1/K6/MDp/Per)
Badai merupakan angin kencang yang menandakan cuaca buruk datang
secara tiba-tiba, namun R.A Kartini menggunakan kata badai dengan pertanyaan
mengartikan bahwa ia sedang menerima pertanyaan yang membuatnya merasa
sangat jengkel dan masih terdengar di telinganya. Kata badai pertanyaan dalam
ungkapan R.A Kartini menandakan bahwa ia sedang mengalami pertanyaan yang
tidak ia sukai dan membuat dirinya merasa jengkel, hingga masih terdengar di
telinganya. Alam yang semestinya tidak bisa membisiki telinga manusia, oleh
R.A Kartini digunakan untuk mengungkapkan isi hatinya yang sedang dirundung
pilu atas pertanyaan-pertanyaan yang sedang di alami olehnya, karena pertanyaan-
pertanyaan tersebut datang mengancam dirinya dan membuat hatinya teruka.
42
Selain itu, R.A Kartini juga meluapkan isi hatinya dengan menggunakan
objek yang sangat ditakuti oleh semua orang dalam hidupnya ketika ia ada hujan
datang. Berikut penjelasannya.
Taufan itu akan mengenai kami bertiga. (S18/H81/P1/K9/MDp/Per)
Badai penderitaan yang sangat jahat dan ditakuti banyak orang kini sedang
dirasakan oleh R.A Kartini dan Adik-adiknya. Pilihan kata yang digunakan R.A
Kartini untuk mengungkapkan penderitaan yang sangat jahat dan sering ditakuti
oleh banyak orang sedang menimpa dirinya dan Adik-adiknya. Kata taufan disini
berarti angin ribut yang sangat membahayan dengan tekanan tinggi.
(4) Ekspresi Penderitaan Bersifat Metomini
R.A Kartini juga berorientasi pada suatu benda ketika menulis surat untuk
Kekasihnya. Penggunaan kata tersebut dapat menggambarkan atau menjelaskan
keadaan yang sedang dialami dengan jelas dan dapat mempemudah pembaca agar
lebih mengerti sesuatu yang sedang terjadi pada dirinya. Hal tersebut dapat dilihat
pada kutipan berikut ini.
Tetapi lama-kelamaan kabut di muka pikiran saya yang
kacau naik ke atas dan menghilang …. (S15/H71/P2/K3/MDp/Mtm)
Kabut merupakan awan lembab yang melayang di dekat permukaan tanah
atau suram, namun pilihan kata tersebut dipadukan dengan muka pikiran saya,
menjadi pikiran R.A Kartini sedang suram dan tidak dapat berpikir sesuatu untuk
mendapatkan ide memecahkan permasalahannya. Pilihan kata yang digunakan
R.A Kartini untuk mengemukakan isi pikirannya yang suram dan tidak bisa
memecahkan masalahnya ia menggunakan kata Kabut di muka pikiran saya. Hal
tersebut merupakan diksi atau pilihan kata metomini, karena metomini
menyangkut tentang menginshankan manusia pada alam.
43
Selain menggunakan pilihan kata yang menggambarkan dengan jelas sesuatu
yang dirasakan R.A Kartini, ia juga menggunakan nama lain sebagai pengganti
agar isi hatinya dapat dirasakan oleh Kekasihnya juga. Berikut kutipan yang
menjelaskan hal tersebut.
… sehingga saya pandang lebih baik lebih baik diam dan
menunggu dengan menulis sampai taufan dalam batin
reda. (S15/H70/P1/K3/MDp/Mtm)
Taufan merupanan nama lain dari berbagai bentuk angin yang sangat besar
dan sangat menakutkan, namun R.A Kartini menggunakannya untuk menyatakan
batinnya yang sedang mengalami banyak permasalahan dan membuat dirinya
tidak bisa tenang. Taufan dalam batin reda, ungkapan yang dinyatakan R.A
Kartini ketika menungggu amarah yang sangat dahsyat sedikit berkurang,
ungkapan tersebut merupakan ungkapan yang menggunakan nama angin yang
negatif untuk menyatakan hal yang positif. Artinya, R.A Kartini memilih kata
yang memiliki arti menakutkan untuk menyatakan perasaannya kepada
Kekasihnya.
(5) Ekspresi Penderitaan Bersifat Metafora
Melihat orang lain merasa bahagia dalam kehangatan rumah tangga antara
anak dengan orang tua, namun R.A Kartini bersama saudaranya hanya mampu
melihat seperti lukisan yang indah dan penuh makna. Kebahagiaan kecil yang
dirindukan sejak lama adalah orang tua meneghargai usaha buah hatinya ketika
mendapat hal positif tidak pernah dirasakan oleh R.A Kartini. Argumen tersebut
dapat dibuktikan dengan ungkapan R.A Kartini berikut ini.
… patut kami iri kepada kalian, dan kami ingin melihat
dalam kenyataan lukisan yang kerap kali kami bayangkan.
(S10/H92/P3/K2/MDp/Mtf)
44
Memimpikan kebahagiaan dan kehangatan dalam keluarga, membuat R.A
Kartini selalu berkhayal agar semua bisa dilakukan secara nyata. Kenyataan
lukisan ungkapan yang sering di nyatakan oleh R.A Kartini kepada Kekasihnya
karena ia merasa iri ketika melihat Keluarga Kekasihnya bisa bercanda dan
berkumpul dengan hangat, namun dengan kehidupan orang Jawa yang keras dan
orang tuanya selalu sibuk akan pekerjaannya membuatnya tidak bisa merasakan
kebahagiaan dengan nyata, sehingga membuatnya selalu melukiskan kebahagiian
tersebut menjadi kenyataan dalam mimpi-mimpinya setiap kali melihat
kebahagiaan yang dirasakan oleh Kekasihnya dengan keluarganya. Oleh sebab itu,
di dalam lukisan yang indah tidak selalu terdapat kebahagiaan yang nyata dalam
kehidupan masyarakat. Contohnya kehidupan R.A Kartini, yang selalu menderita
akan pertentangan cita-citanya.
Keinginannya untuk dapat merasakan kebahagiaan, terlalu besar untuk dapat
diwujudkan. Persoalan dalam keluarga membuat ia sadar akan keinginannya untu
dapat merasakan kebahagiaan, namun untuk mewujudkannya ia hanya mampu
bermimpi secara terus-menerus. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan
kutipan di bawah ini.
… saya berlayar ke negeri impian dalam keadaan nikmat
bahagia dengan nama orang-orang yang mulia, ….
(S12/H110/P48/K1/MDp/Mtf)
R.A Kartini mengungkapkan bahwa dirinya berlayar ke negeri impian dalam
keadaan nikmat dengan nama orang-orang yang mulia, membuktikan bahwa ia
selalu mengkhayal akan kebahagiaan dengan orang-orang yang disayanginga.
Berlayar ke negeri impian dengan orang-orang yang mulia adalah kebahagiaan
dan kehangatan yang ia mimpikan dalam keluarganya, namu semua keinginan
45
tersebut hanya dapat ia bayangkan dengan berlayar di negeri impian dan tidak
dapat terlaksanakan dalam kehidupannya untuk menikmati kebahagiaan dan
kehangatan dalam keluarganya.
(6) Ekspresi Penderitaan Bersifat Konotasi
Untuk menyatakan kebahagiaannya R.A Kartini terkadang diungkapan
dengan kata-kata atau kalimat lain, agar tidak ada orang yang mengetahui bahwa
ia pernah merasa bahagia. Kutipan berikut ini adalah bukti R.A Kartini merasa
malu bahwa ia mengakui kebahagiaanya kepada orang-orang terdekatnya.
Malaekat-malaekat sekarang telah berterbangan di
kamar kami, …. (S16/H78/P2/K2/MDp/Kon)
Bersama saudaranya saat itu sedang merasakan kebimbangan, karena
malaekat-malaekat yang sedang terbang di sekeliling mereka. Malaekat yang
terbang dapat berupa malaekat baik, namun bisa juga malaekat yang jahat
pencabut nyawanya. R.A Kartini menyatakan hal tersebut setelah bertemu dan
setelah mengenal teman Ayahya dari Belanda, orang tersebut dirasa sangat baik
dan sejalan dengan pikiran R.A Kartini serta mendukung keinginannya untuk
melanjutkan sekolah bagi kaum perempuan.
Ikut merasakan adalah kelebihan yang dimiliki oleh R.A Kartini ketika
melihat orang lain sedang menderita. Ungkapan yang dinyatakan R.A Kartini
untuk merasakan keadaan tersebut dapat dilihat pada kutipan atau data berikut
ini.
Dia jatuh sakit dan hari ketiga dia melayang-layang di
antara langit dan bumi. (S18/H81/P1/K6/MDp/Kon)
Melihat saudaranya sakit R.A Kartini dapat merasakan keadaan tersebut dan
mengungkapkan keadaan yang sedang dialami oleh orang sakit membuat dirinya
46
melayang di antara langit dan bumi. Melayang-layang diantara lagit memiliki arti
berjuang untuk tetap sehat atau berjuang untuk melawan sakit yang sedang
diderita oleh pasien yang tidak bisa berbuat sesuatu dan tidak bisa berpikir jernih.
Ungkapan tersebut dinyatakan R.A Kartini kala melihat dan merasakan keadaan
saudaranya yang sedang sakit sudah berhari-hari dan tidak kunjung sembuh,
sehingga ia menyatakan melang-layang dilangit di antara langit dan bumi.
(7) Ekspresi Penderitaan Bersifat Denotasi
Diksi atau pilihan kata ungkapan penderitaan dalam pembahasan ini, akan
dibahas tentang ungkapan penderitaan berbentuk denotasi. Berikut data yang akan
dibahas.
Sepanjang hari tetap mabuk laut. (S1/H69/P1/K27/BDup/Den)
Hidup yang dijalani R.A Kartini tidaklah mudah dan terus-menerus
dirundung kemalangan, namun R.A Kartini menyatakannya dengan menggunakan
pilihan kata mabuk laut. Mabuk laut menandakan bahwa ia berada di kapal dan
sedang dalam perjalanan yang disebabkan oleh keadaan tubuh yang kurang sehat.
R.A Kartini merasa hilang kesadarannya ketika naik kapal dengan goncangan air
laut yang ada. seperti Mabuk laut ugkapan tersebut dapat juga diartikan bahwa ia
sudah dipermainkan dengan kehidupan yang hanya selalu membuatnya menderita,
hingga banyak membuat R.A Kartini seakan mabuk lauk atau terlalu banyak
mengalami penderitaan.
Data kedua dalam ungkapan diksi berbentuk denotasi, Ungkapan R.A Kartini
mengungkapkan bahwa saudaranya lebih baik mati daripada harus menika.Berikut
penjelasa data kedua dalam diksi atau pilihan kata penderitaan berbentuk denotasi.
47
Si Kecil lebih suka mati daripada menjalani perkawinan itu.
(S5/H81/P1/K13/BDup/Den)
R.A Kartini menyatakan ungkapan bentuk denotasi dengan lebih suka mati.
Lebih suka mati merupakan pilihan yang harus dilakukan oleh Adiknya agar
Adiknya tidak menderita ketika cita-cita serta perjuangan yang suci dirampas oleh
kaum laki-laki yang sudah beranak dan beristri. Perkawinan akan membunuh cita-
cita yang anak muda damba-dambakan.
(8) Ekspresi Penderitaan Bersifat Simile
Diksi atau pilihan kata ungkapan penderitaan dalam pembahasan ini, akan
dibahas tentang ungkapan penderitaan berbentuk simile. Berikut kutipan atau data
yang akan dibahas.
dua orang adik yang lain bergulung-gulung di tempat tidur,
bergulung-gulung seperti anjing-anjing kecil yang suka
bermain-main …. (S12/H104/P23/K7/BDup/Sim)
Pada kutipan di atas merupakan bentuk simile, karena ungkapan R.A Kartini
menyatakan dua hal yang di sela oleh kata seperti. Anjing kecil berguling-guling
menandaka sedang menikmati kebahagiaan dalam bermain. Kebahagiaan dalam
bermain juga dirasakan oleh mereka (R.A Kartini bersama Adik-adiknya) ketika
mendapat nafas segar, yakni dapat bertemu dengan seseorang yang baik hati dan
sejalan dengan keinginannya.
Data kedua ungkapan diksi penderitaan berbentuk simile juga diibaratkan
R.A Kartini dengan menyebutkan bagian-bagian rubuh mahkluk yang ada. Berikut
penjelasannya.
Ringan sekali rasanya diri saya bagaikan bulu kecil yang
hanya terhempas angin sedikit saja melayang ….
(S12/H112/P57/K1/BDup/Sim)
48
Pada di atas, termasuk dalam bentuk simile. Ungkapan tersebut diungkapkan
R.A Kartini dengan persamaan dua hal antara perasaannya dengan burung kecil
dan diselipkan kata seperti. Ungkapan tersebut menandakan bahwa ia tidak
sanggup menahan beban penderitaan yang sangat berat membuat R.A Kartini
tidak bisa berpikir dan mengendalikan hatinya, hingga ia merasa ringan layaknya
bulu-kecil yang terhempas angin lalu melayang terbang. Penderitaan yang di
tanggung R.A Kartini dirasakan begitu berat, hati dan pikiran tidak sanggup
menampung masalah yang kian banyak kemudian ia mengatakan tubuhnya
layaknya bulu kecil yang sudah tidak mempunyai kekuatan untuk melawan dan
memikirkan semua penderitaan yang tengah hinggap dalam hidupnya selama
bertahun-tahun.
Pada data ketiga juga ditemuakan bahwa ungkapan yang berbentuk simile
dalam ungkapan yang dinyatakan oleh R.A Kartini kepada Kekasihnya juga
diibaratkan dengan nama-nama hewan yang kotor.
saya akhir-akhir ini melihat dan menghayati banyak
kesengsaraan. Aduhai! Bagai cacing kecil yang hina papa
saja saya ini.
(S19/H150/P5/K2-3/BDup/Sim)
Melihat dan menghayati banyak kesengsaraan. Aduhai! Bagai cacing kecil
yang hina ungkapan tersebut termasuk dalam bentuk diksi Simile. Ketika R.A
Kartini tidak dapat berpikir atas semua hal yang dapat membuatnya bahagia atau
untuk mewujudkan cita-cita dan keinginannya selalu diibaratkan dengan
mengikutsertakan kata bagai yang menandakan pilihan kata dengan memiliki
persamaan dua hal dan termasuk salah satu dari ciri-ciri bentuk simile. Oleh
karena itu, ketiga data tersebut dalam ungkapan R.A Kartini kepada Kekasihnya
49
menceritakan tentang penderitaan yang tidak dapat di ungkapkan dengan
menggunakan kata yang sederhana, namun R.A Kartini menggunakan atau
memilih kata dengan persamaan antara perasaan yang sedang dialami dengan kata
seperti atau ibarat yang diibaratkan dengan binatang-binatang yang malang.
4.2 Makna Diksi yang Diungkapkan dalam Kumpulan Surat R.A Kartini
Pada permasalahan kedua dalam penelitian ini, ditemukan makna ekspresi
penderitaan ditemukan sebanyak tujuh puluh lima makna diksi yang diungkapkan
dalam kumpulam surat R.A Kartini, yakni (a) ekspresi rasa takut dengan tujuh
belas ungkapan, (b) ekspresi rasa sakit dengan lima ungkapan, (c) ekspresi
kegagalan dengan lima belas ungkapan, (d) ekspresi siksaan dengan delapan belas
ungkapan, dan (e) ekspresi penderitaan dengan delapan belas ungkapan. Untuk
mempermudah penyajian data, maka kalimat-kalimat yang ambil sebagai bahan
analisis diambil dari potongan kumpulan surat R.A Kartini dan kalimat tersebut
dideskripsikan secara berurutan, apabila ditemukan data yang sama maka akan
dibahas sekali, namun peneliti hanya menyajikan satu atau dua sebagai data
analisis, selebihnya dapat dilihat pada lampiran analisis data untuk mempermudah
penyajian data.
(1) Makna Ekspresi yang Diungkapkan dengan Rasa Takut
Rasa takut yang dialami oleh R.A Kartini dapat disebabkan oleh berbagai
macam bentuknya, seperti; Phobia. Artinya, ia pernah mengalami kejadian buruk
dan dianggap menyeramkan, daya khayal yang datang dari diri sendiri, dan
kesepian atau merasa sendiri. Ungkapan-ungkapan berikut ini, akan menyajikan
hasil analisis yang sudah dilakukan.
50
Tahun sudah berganti. Semua penderitaan untuk umat manusia akankah akan
berganti juga seiring berjalannya waktu. Berikut ungkapan R.A Kartini akan
mimpi-mimpinya yang membuat dirinya takut.
Abad baru! Apakah yang akan dibawa untuk umat manusia?
Tetapi tidak, baiklah saya sekarang tidak bermimpi, saya
sekarang mau ngobrol bersuka ria dengan Kekasih tersayang.
(S14/H68/P1/K2/Bp/Rt)
Ungkapan yang menunjukkan ia pernah mengalami kejadian yang buruk dan
dianggap menyeramkan bagi R.A Kartini, yaitu “baiklah saya sekarang tidak
bermimpi”. Ketidak inginan R.A Kartini untuk bermimpi disebabkan oleh
dirinya takut akan mimpi-mimpi yang tidak pernah diperbolehkan oleh orang
tuanya khususnya Ayah R.A Kartini. Ketakutan yang dialami oleh R.A Kartini
membuatnya khawatir akan suatu keadaan yang tidak dapat ia atasi sendiri, karena
ia merasa kecewa bahwa keinginannya tidak selalu dapat terwujud dan banyak
rintangan yang menghalanginya, sehingga ia berkata kepada Kekasihnya bahwa ia
tidak akan bermimpi lagi. Dapat disimpulkan bahwa R.A Kartini takut untuk
mengulangi kejadian yang sama. Kejadian yang membuatnya merasa takut dan
menderitan akan mimpi-mimpinya yang menjadikannya tidak menderita.
R.A Kartini tidak dapat melupakan kejadian-kejadian yang menyiksa dirinya.
Ketika berusaha untuk melupakan kejadian buruk, pikiran yang menghantuinya
selalu mengikuti kemanapun ia akan berjalan. Berikut cuplikan ungkapan yang
menyatakan bahwa ia tidak bisa untuk melupakan kejadian buruk yang telah
menimpa dirinya.
Aduhai! Dunia pikiran dan perasaan apa yang tidak
dibangkitkan oleh bau bunga dan dupa itu pada diri saya, setiap kali saya menghirupnya. Masa yang sudah lampau
51
dihidupkannya kembali dalam kenangan-kenangan saya. …
(S27/H96/P9/K1/Bp/Rs)
“Aduhai! Dunia pikiran dan perasaan apa yang tidak dibangkitkan oleh
bau bunga dan dupa itu pada diri saya”, Bau bunga dan dupa yang melekat
dalam diri R.A Kartini menjelaskan bahwa ketika R.A Kartini merasakan secuil
kebahagiaan, ia diselimuti bayang-bayang kebiasaan Masyarakat Jawa yang
diibaratkan dalam bau dupa, sehingga membuatnya merasa takut akan penderitaan
yang selalu terbayang dalam hidupnya dan akan dibawa selalu dalam hidupnya.
Mengeluh akibat rasa takut yang selalu menyelimuti hidupnya membuatnya resah
akan keadaan. Ketika ia mulai bangkit dengan kebahagiaan, disaat itu pula angan-
angan yang membuat dirinya menderita dibangkaitkan lagi. Hal semacam ini,
tidak dapat dihilangkan oleh R.A Kartini, karena dihantui oleh bau kebiasaan
masyarakat Jawa, sehingga ia harus berusaha lebih keras untuk dapat lepas dari
kebiasaan masyarakat Jawa untuk dapat mewujudkan semua keinginan dan cita-
citanya. Dengan demikian, perasaan yang ditimbulkan oleh R.A Kartini
merupakan perasaan yang wajar, apabila keinginan yang akan diraih tidak dapat ia
wujudkan, karena dihantui dengan pikiran-pikiran atau kebiasaan yang dilakukan
dalam keluarganya.
R.A Kartini tidak mau percaya begitu saja akan nasib yang akan menimpa
hidupnya. Keluhannya menjadikan perasaanya takut bahwa hidupnya tidak akan
mempunyai warna. Potongan surat dibawah ini, akan dijelaskan bahwa ia merasa
takut hidupnya tidak mempunyai warna.
Aduhai! Kami tidak dapat, tidak mau percaya bahwa
hidup kami akan berakhir biasa sekali, sama seperti
harian-harian ribuan orang lain sebelum dan sesudah kami.
(S33/H129/P19/K7/Bp/Rt)
52
“Aduhai! Kami tidak dapat, tidak mau percaya bahwa hidup kami akan
berakhir biasa sekali”. R.A Kartini tidak ingin hidupnya sama seperti orang-
orang yang hidupnya sudah di perkosa oleh kaum laki-laki, seperti yang telah
dilakukan masyarakat sebelumnya pada kaum perempuan. Cita-cita yang indah
telah di hapus oleh kaum laki-laki, kejadian tersebut tidak diinginkan oleh R.A
Kartini dan dia takut nasibnya akan berakhir sama.
Ketakutan yang dihadapi R.A Kartini saat ini adalah menerima nasib buruk
yang dilakukan oleh masyarakat Jawa terhadap perempua Bumiputra dipaksa
untuk menikah dengan laki-laki yang sudah memiliki anak-istri. Kehidupan sudah
bejalan cukup lama dan kaum perempuan tidak ada yang berani untuk melawan
untuk mempertahankan hak-hak kaum perempuan, karena kaum perempuan harus
tunduk dan berbakti kepada kaum laki-laki sebagi kepala rumah tangga, nasib
yang sama akan merebut kebahagiaan saudara R.A Kartini dengan di jodohkan
oleh orang tuanya. Rasa takut yang amat dalam menyelimuti hidup R.A Kartini
dan kejadian seperti itu tidak diinginkan terjadi dalam hidupnya lagi. R.A Kartini
tidak dapat percaya begitu saja dan tidak mau menerima nasib buruk hinggap di
kehidupanny, oleh karena itu, ia harus berusaha dan menolak atas hak-hak sebagai
seorang perempuan seperti di negeri Belanda.
(2) Makna Ekspresi yang Diungkapkan dengan Rasa Sakit
Rasa sakit dalam diri seseorang dapat dibagi menjadi tiga. (1) sakit hati,
karena menerima gossip atau kabar yang tidak menyenankan, (2) sakit fisik,
karena keadaan tubuh yang tidak sehat, dan (3) sakit jiwa, karena ketidak
mampuan seseorang untuk mengatasi atau menghadapi persoalan dalam dirinya.
53
Sakit fisik yang diderita R.A Kartini akibat perbuatannya sendiri. Perbuatan
yang dilakukan itu, menutupi dirinya agar ia tidak mengeluarkan air matanya.
Berikut ungkapan yang menunjukkan rasa sakit fisik pada diri R.A Kartini.
… Dengan keras saya menekan gelembung yang
menyumbat kerongkongan dan menahan air mata
memanas yang saya khawatirkan akan meleleh. Saya
mengigit bibir untuk mencegahnya bergetar.
(S28/H118/P95/K1/Bp/Rs)
Perbuatan yang disebabkan oleh kekhawatiran membuat R.A Kartini
menyakiti dirinya untuk menutupi kesedihannya. Sikap dan tingkah laku yang
ditunjukkan R.A Kartini dengan menekan gelembung yang menyumbat
kerongkongan untuk menahan air matanya agar tidak turun menyebabkan dirinya
merasa sakit, karena keadaan yang dihadapi dan tidak mampu untuk di atasi
sendiri. Ketidak mampuan menghadapi persoalan yang sedang dihadapi membuat
sikap dan perilaku R.A Kartini menjadi tidak wajar, yakni ia menyakiti dirinya
sendiri dengan tingkah laku yang tidak jelas untuk menutupi kesedihannya.
Dengan demkian, sakit yang disebabkan oleh rasa khawatir akan suatu keadaan
membuat R.A Kartini menyakiti dirinya sendiri.
Sakit hati yang diderita R.A Kartini adalah ketika mereka dihina oleh kaum
laki-laki. Hinaan terus berungkali dirasakannya, hingga membuat hatinya terasa
sakit. Berikut ungkapan yang membuat hati R.A Kartini merasa sakit.
Sebagai perempuan, demikian keterlaluan kami dihina,
berulang kali dan terus-menerus! (S48/H206/P51/K4/Bp/Rs)
Hinaan yang diterima R.A Kartini terus menerus membuat hatinya sakit,
ketika mereka dihin tentang usaha yang akan sia-sia untuk mendapat pendidikan
dan kaum perempuan Jawa tidak ditindas terus oleh kaum laki-laki. Masyarakat
54
Jawa tidak mengetahui bahwa kaum perempuan selama ini tersiksa oleh adanya
perjodohan dengan kaum laki-laki yang sudah beranak dan beristri. Selain itu,
kaum perempuan tidak diijinkan untuk dapat melanjutkan sekolah seperti bangsa
Belanda dan kaum laki-kali. Pandangan orang Jawa tentang perempuan hanya
pada “tiga M”, yaitu masak (memasak). Macak (berhias diri), dan manak
(beranak). Usaha untuk menghapus pandangan tersebut selalu mendapat hinaan,
karena usaha tersebut meupakan usaha yang sia-sia.
Pendapat yang diinginkan oleh R.A Kartini adalah pendapat yang lahir dari
hati Ayahnya. Namun, Ayahnya memilih untuk bertanya terlebih dahulu dengan
keluarganya. Berikut ungkapan yang dinyatakan R.A Kartini kepada Kekasihnya
yang membuat dirinya terasa sakit.
Akan tetapi tidaklah demikian, semuanya berkisar pada
poros: pendapat umum! Semuanya rusak oleh hal tersebut!
Semuanya dikurbankan kepada pikiran orang banyak. (S41/H172/P53/K2/Bp/Rs)
Saat ini R.A Kartini hanya menginginkan jawaban dari mulut orang tuanya
saja bukan dengan bantuan orang lain, karena ia mengetahui orang tuanya
berpikiran sejalan dengan R.A Kartini, namun dengan pikiran orang banyak maka
dapat merubah jawaban yang tadinya diyakini merupakan jawaban yang paling
baik. Keinginan dan cita-cita R.A Kartini dan saudara perempuannya muncul
sejak kecil ketika Ayahnya mendidik dengan baik dan diberikannya buku-
bukubacaan untuk dibaca oleh anaknya, dengan hal tersebut R.A Kartini tahu
bahwa Ayahnya menginginkan anaknya menjadi sosok yang berpendidikan dan
bisa di andalkan, namun mengapa didikan yang layaknya member mereka harapan
55
harus di gagalkan dengan pendapat orang banyak untuk mendapat persetujuan
kepada saudara-saudaranya tentang perkawinan Si Kecil.
Ketiga potongan kumpulan surat R.A Kartini di atas, dapat disimpulkan,
bahwa rasa sakit yang diamali R.A Kartini dan saudara perempuannya adalah
melihat kaum perempuan yang dijodohkan dengan kaum laki-laki yang sudah
beranak dan beristri. Hal tersebut membuat mereka mengalami sakit hati, sakit
jiwa, dan sakit fisik, karena terlalu memikirkan jalan keluar untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
(3) Makna Ekspresi yang Diungkapkan dengan Siksaan
Siksaan batin yang diterima R.A Kartini memnuat dirinya merasa bimbang
dan menjadikan perasaanya tidak menentu. Seperti ungkapan yang di nyatakan
oleh R.A Kartini kepada Kekasihnya, berikut ini.
... saya duduk diam untuk waktu yang agak lama, tak
bergerak menatap kedepan. Taufan perasaan yang
memasuki batin saya, aliran pikiran deras yang
menggelombang dalam diri saya, terlalu berat bagi saya,
mendesing dan berdesir dalam benak saya. (S15/H70-
71/P2/K2/Bp/Ss)
Angin ribut yang memasuki perasaan dalam batinnya dan pikiran yang tidak
karuan dalam diri R.A Kartin dirasakan begitu berat dan selalu mengusik
kehidupannya. Siksaan batin bergantian merasuki batin R.A Kartini, pikiran tidak
karuan yang melompat kesana-kemari membuat dirinya tidak bisa tenang, karena
mimikirkan banyak hal yang tidak bisa ia wujudkan. Ungkapan tersebut
merupakan ungkapan yang ditulis R.A kepada Kekasihnya, hanya kepadanya ia
mencurahkan semua perasaan yang dialami dan hanya kepadanya ia berani untuk
mengungkapkan semua permasalahan karena, ia adalah orang yang sangat
56
dicintainya dan selalu mendukung rencana-rencana yang akan dilaksanakan oleh
R.A Kartini.
Siksaan yang nenimpa hidup R.A Kartini adalah melihat Ayahnya jatuh sakit.
Sakit yang diderita oleh orang tuanya membuatnya merasa putus asa. Berikut
ungkapan R.A Kartini yang merasa dirinya tersiksa ketika melihat Ayahya sakit.
… Saya kehilangan akal ketika Ayah sakit keras, itu
tentunya dapat Nyonya lihat dari surat yang kacau dan
putus asa, yang saya tulis kepada Nyonya pada hari-hari itu.
(S23/H87/P8/K8/Bp/Ss)
Ketika melihat Ayahnya sakit lagi, R.A Kartini tidak bisa berbuat sesuatu
yang adaia merasa putus asa karena takut kehilangan Ayah yang di cintainya,
siksaan batin seperti ini membuat pikirannya kacau dan tidak bisa menulis surat
kepada Kekasihnya (Nyonya Abendanon). Surat yang di tulis R.A Kartini kepada
Kekasihnya (Nyonya Abendanon) tidak seperti biasanya, pikiran dan batinya
sedang dibumbui rasa amara, karena putus asa melihat malaikat dalam hidupnya
sedang sakit parah dan berada di ranjang sakit, siksaan batin seperti ini
membuatnya tidak bisa berpikir dan tidak bisa menulis surat kepada Kekasihnya
dengan sepenuh hatinya.
Melihat Ayahnya jatuh sakit membuat hati seorang R.A Kartini tersiksa. Rasa
yang dimiliki antara anak dan orang tua tidak dapat dipisahkan dengan keadaan
apapun. Berikut pernyataan yang membuktikan bahwa ia tersiksa ketika melihat
Ayahnya jatuh sakit.
…– tetapi sia-sia – kami putus asal. Aduhai, padahal beliau
tidak boleh mengalami tegangan apapun.
(S22/H84/P1/K5/Bp/Ss)
57
Ketika melihat Ayahnya jatuh sakit dan tidak bisa melakukan sesuatu
khususnya tekanan batin, R.A Kartini dan saudaranya tersiksa, karena Ayah bagi
mereka ada orang tua yang wajib di hormati dan sudah membesarkan mereka.
Keadaan yang membuat R.A Kartini dan saudaranya tersiksa adalah ketika
mereka melihat Ayahnya berbaring sakit di ranjang sakit dan tidak bisa berbuat
sesuatu, yang bisa mereka lakukan hanyalah merawat dan berbuat baik kepada
Ayahnya dan tidak memikirkan keinginannya untuk dapat dikabulkan oleh
Ayahnya, jika Ayahnya berada di ranjang sakit atau kurang sehat ia akan
menyimpan semua keinginannya dan tidak ingin membuat Ayahnya terkejut
karena keinginannya tersebut.
Bimbang akan suatau keadaan, perlakuan sewenang-wenang, dan siksaan
badan oleh orang lain merupakan bentuk-bentuk siksaan yang dirasakan oleh R.A
Kartini. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa ungkapan yang dinyataka oleh
R.A Kartini seperti pada potongan kumpulan surat di atas.
(4) Makna Ekspresi yang Diungkapkan dengan Kegagalan
Keinginan, cita-cita yang selalu dibayangkan R.A Kartini adalah merasakan
kasih sayang dari orang tua. Orang tua R.A Kartini tidak memberikan semua
keindahan antara anak dan orang tua. Berikut ungkapan yang menunjukkan ia
gagal menjadi seorang anak.
… Aduhai, patut kami iri kepada kalian, dan kami ingin
melihat dalam kenyataan lukisan yang kerap kali kami
bayangkan: Ibu dan anak saling memiliki dengan amat
mesra, duduk sangat berdekatan. (S26/H92/P3/K2/Bp/Kg)
Cita-cita yang tidak dapat ia rasakan sejak lahir adalah menik mati hari-hari
dengan keluarga khususnya dengan belaian seorang Ibu, namun yang dirasakan
R.A Kartini hanya kenyataan dalam lukisan indah yang dapat ia bayangkan dan
58
rasakan, hal ini membuat dirinya gagal untuk menjadi anak seutuhnya. Lukisan
indah tentang kasih sayang antara Ibu dan anak merupakan lukisan yang mampu
membuat hidup seseorang ingin memilikinya, hal seperti itu dirasakan oleh sosok
R.A Kartini dan saudara-saudaranya yang ingin menikmati kasih sayang mesrah
seorang Ibu dan anak, namun semua lukisan indah tersebut tidak dapat ia rasakan
sungguhan, karena ia memiliki Ibu lebih dari satu dan kegagalan lain di dapatkan
oleh R.A Kartini dan saudranya, yakni tidak bisa menikmati kehangatan menjadi
seorang anak seutuhnya antara kedekatan anak dan Ibu.
Kaum perempuan Bumiputra hanya boleh mempunyai satu cita-cita. Cita-cita
tersebut adalah hanya menjadi seorang Raden Ayu atau Istri. Ungkapan berikut ini
merupakan ungkapan yang membuat R.A Kartini gagal atas keinginannya.
“Cita-cita!” kata saya pahit, “kami anak-anak perempuan
Jawa tidak boleh mempunyai cita-cita!” – kami hanya boleh
mempunyai satu cinta-cita, …
(S28/H109-110/P57/K1/Bp/Kg)
Keinginan, harapan, dan cita-cita yang di perbolehkan oleh orang tua dan
masyarakat Jawa hanya menjadi Raden Ayu atau Istri, tidak ada dukungan dari
pihak lain untuk membantu R.A Kartini membuat apa yang diinginkan tidak dapat
terwujud dengan mudah. Menjadi Raden Ayu atau Istri adalah cita-cita yang
diperbolehkan dan mendapat dukungan oleh banyak pihak (orang tua dan
masyarakat Jawa) membuat keinginan R.A Kartini untuk menggapai cita-citanya
mengalami kesulitan, orang tua dan masyarakat Jawa tidak mengizinkan anak
perempuannya untuk melanjutkan pendidikan dan anak perempuan tidak boleh
mempunyai pendidikan lebih dari kaum laki-laki.
59
Keadaan yang membuat R.A Kartini takut ialah keadaan atas tidak diberikan
izin oleh kedua orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan atau sekolah. Berikut
ungkapan yang menyatakan kegagalan R.A Kartini.
Ketika saya membaca berita gembira ini di surat kabar, saya
menyesal sekali bahwa keadaan tidak mengizinkan saya
melaksanakan apa yang ada dalam angan-angan saya.
(S23/H86/P2/K2/Bp/Kg)
Angan-angan dan cita-cita R.A Kartini, digagalkan kembali oleh keadaan
yang tidak dapat menyatu dengan keinginannya, setelah Ayah dan kaum laki-
laki lainya tidak mengizinkan untuk meraih harapan dan cita-citanya, kini giliran
keadaan yangmenghalanginya untuk menggapai semua keinginannya tersebut.
Setelah Ayahnya tidak mengizinkan R.A Kartini untuk melanjutkan cita-cita
untuk melanjutkan sekolah, kini keadaan juga tidak mengizinkan ia untuk
melaksanakan angan-angan dan cita-citanya untuk melanjutkan sekolahnya,
kegagalan yang menimpa hidup R.A Kartini bertubi-tubi masuk dalam hidupnya.
Dengan demikian, kegagalan yang ditakuti oleh R.A Kartini adalah ketika,
keinginannya tidak terpenuhi dan ia terlalu merasa kecewa atas ketidak puasan
terhadap kemauannya. Kedua hal tersebut membuat R.A Kartini merasa takut
untuk mewujudkan semua keinginannya.
(5) Makna Ekspresi yang Diungkapkan dengan Penderitaan
Merasa kasihan melihat Adiknya sakit menambah bebab penderitaan yang
sedang dijalani oleh R,A Kartini. Ungkapan berikut ini, menunjukkan penderitaan
yang dirasakan, karena melihat Adiknya sakit.
Kasihan, kasihan Adik tercinta! Dia sama sekali tidak tahu
nama mempelai laki-laki. (S48/H195/P14/K4/Bp/Pd)
60
Si Kecil akan dikawinkan dengan laki-laki yang sudah berkeluarga membuat
batin R.A Kartini terketuk dan merasa ibah akan putusan yang dipilih oleh
Ayahnnya dan Ayahnya tidak mengetahui bahwa Si Kecil menjadi bijak sana dan
dewasa karena ingin membahagiakan beliau yang sudah tua dan sakit-sakitan.
Melihat Si Kecil akan dikawinkan dengan laki-laki yang sudah mempunyai anak
dan istri membuat hatinya terketuk atas kejadian itu, karena ia tidak menginginkan
perkawinan tersebut terjadi di antara mereka, dengan adanya perkawinan tersebut
R.A Kartini tahu bahwa Si Kecil juga tidak menginginkan dan memilih
kebahagiaan Ayahnya yang sudah tua dan sekarang sakit-sakitan.
Ikut merasakan beban kesedihan orang lain merupakan cirri khas yang
dimiliki R.A Kartini. Kala melihat saudara seperjuangan meninggal dunia beban
batin dirasakan lagi olehnya. Ungkapan yang meyatakan ikut merasakan beban
hidup orang lain, akan di bahas berikut ini.
Amboi, kelengahan saudara-saudara setanah air yang
tidak pantas. Lihatlah, seorang lagi menjadi kurban
kelakuan itu. Dia demam, malaria dengan murus dan dia
dibiarkan saja berbaring, … (S26/H93/P6/K4/Bp/Pd)
Kurangnya rasa kebersamaan masyarakat terhadap saudara yang sedang sakit
mengakibatkan, jatuhnya korban. Korban yang paling berat dirasakan R.A Kartini
ialah kematian atas teman seperjuangannya. Hal tersebut membuat dirinya ikut
merasakan dan menanggung beban batin yang dalam akibat perbuatan yang tidak
bisa dilakukan untuk menolong sesama manusia. Korban penderitaan tidak hanya
menimpa dan dirasakan oleh R.A Kartini dan saudara perempuannya, saudara
seperjuangn juga menjadi korban kekerasan hidup hingga ia masuk dalam dunia
yang lain, yakni kematian, tidak ada yang bisa dilakukan oleh R.A Kartini untuk
menolong orang yang sedang sakit, kerena ia tidak tahu dan tidak ada orang yang
61
memberi tahu bahwa ada saudara yang lain jatuh sakit dan tidak ada yang
merawat. Betapa kejam kehidupan menimpa hidup kaum perempuan Jawa.
Tuhan merupakan tempat R.A Kartini untuk menceritakan semua kejadian
yang dialami dalam hidupnya. R.A Kartini mengeluh atas semua penderitaan yang
ada dihadapannya. Pernyataan tersebut diperkuat dengan ungkapan berikut ini.
Aduhai Tuhan! Apakah jadinya nanti? Tunduk, tidak
akan dia! Sedap sekali, betapa dia tinggi hati menurut dasar
dan bakat. (S18/H82/P3/K1/Bp/Pd)
Ungkapan kasihan di samaikan R.A Kartini ketika melihan keadaan Adiknya
yang menderita akan suatu keadaan dan keinginan R.A Kartini kepada Adiknya
adalah ia tidak menginginkan ia tunduk dalam suatu keadaan, namun tidak ada
yang mengetahuinya, sifat Adiknya juga sabar dan itu merupakan bakat ia sejak
lahir dalam menanggapi suatu musibah. Keluhan yang di ungkapkan R.A Kartini
sudah bukan lagi keluhan biasa hingga menyebut nama Tuhan, begitu sabar Si
Kecil R.A Kartini tidak tahu apa yang akan terjadi pada Adiknya, keinginannya
untuk Adiknya dia tidak ingin tunduk pada keadaan, namun ia juga tidak tahu apa
yang akan terjadi pada Adiknya.
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, penderitaan yang menyiksa batin
R.A Kartini disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi R.A
Kartini menulis surat dengan menggunakan ekspresi yang bersifat hiperbola dan
ekspresi penderitaan,yakni;
1) Jenis kelamin. Jenis kelamin dapat memperngaruhi seseorang dalam
mengekspresikan suatu keadaan dengan cara yang berbeda-beda.
2) Psikologis. Keadaan yang dialami oleh R.A Kartini saat itu sangat
menyiksa batin seorang perempuan, karena seorang perempuan waktu itu
62
tidak diberikan kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya dan hanya
berpedoman pada kebudayaan masyarakat Jawa.
3) Kebudayaan. Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat dan begiu kental
dalam kehidupan masyarakat sangat sulit untuk di rubah dengan gaya
pemikiran modern.
4) Keinginan yang tertunda. Keinginan yang tertunda dan sulit untuk
terwujud dapat menjadikan seseorang menjadi menderita akan suatu
keadaan dan membuat seseorang dapat mengekspresikan dengan cara yang
berlebih-lebihan.
5) Kedekata antara orang tua dan anak. Kurangnya kedekatan antara orang
tua dan anak dapat menyebabkan kurangnya kepercayaan antara orang tua
dan anak.
6) Perbedaan prinsi dalam hidup. Perbedaan prinsip dalam hidup dapat
menibulkan rasa iri dalam menjalani kehidupan. Dapat dilihat dalam
surat-surat R.A Kartini perbedaan pandangan hidup antara kaum laki-laki
dan kaum perempuan dapat terlihat jelas budaya Belanda yang
membebaskan kaum perempuan untuk menempuh pendidikan, sedangkan
kaum perempuan di Jawa lebih mementingkan keturunan dengan adanya
sebuah perkawinan muda.