bab ii tinjuan pustaka a. orang tua dengan anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/bab 2.pdf ·...

22
10 BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak Tunawicara 1. Orang Tua a. Definisi Orang tua Orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya (Mardiya, 2000). Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan sehari-hari.“ (Gunarsa, 1976 : 27). Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.“ (Kartono, 1982 : 27). Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah orang yang telah melahirkan yaitu ibu dan bapak, selain yang telah melahirkan kita ke dunia ini ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kata orang tua merupakan kalimat majemuk, yang secara leksikal berarti “Ayah ibu kandung: orang yang dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), orang-orang yang dihomati (disegani). Berdasarkan pengertian etimologi, pengertian orang tua yang dimaksud pada pembahasan ini ialah seseorang yang telah melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun anak yang diperoleh melalui jalan adopsi, orang tua akibat adopsi dimaksudkan yaitu dalam kategori “Orang tua” yang sebenarnya karena dalam praktek kehidupan sehari-hari, orang tua karena adopsi mempunyai tanggung jawab yang sama dengan orang tua yang sebenarnya, dalam berbagai hal yang menyangkut seluruh indikator kehidupan baik lahiriyah maupun batiniyah, orang tua dalam hal ini yaitu repository.unimus.ac.id

Upload: others

Post on 18-Jul-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

10

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Orang Tua dengan Anak Tunawicara

1. Orang Tua

a. Definisi Orang tua

Orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau contoh yang akan

selalu ditiru oleh anak-anaknya (Mardiya, 2000).

Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup

bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan

sehari-hari.“ (Gunarsa, 1976 : 27).

Orang tua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan

dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari

anak-anak yang dilahirkannya.“ (Kartono, 1982 : 27).

Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang

dituakan, namun umumnya di masyarakat pengertian orang tua itu adalah

orang yang telah melahirkan yaitu ibu dan bapak, selain yang telah

melahirkan kita ke dunia ini ibu dan bapak juga yang mengasuh dan yang

telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik

dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Kata orang tua merupakan kalimat

majemuk, yang secara leksikal berarti “Ayah ibu kandung: orang yang

dianggap tua (cerdik, pandai, ahli dan sebagainya), orang-orang yang

dihomati (disegani). Berdasarkan pengertian etimologi, pengertian orang

tua yang dimaksud pada pembahasan ini ialah seseorang yang telah

melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak

sendiri maupun anak yang diperoleh melalui jalan adopsi, orang tua akibat

adopsi dimaksudkan yaitu dalam kategori “Orang tua” yang sebenarnya

karena dalam praktek kehidupan sehari-hari, orang tua karena adopsi

mempunyai tanggung jawab yang sama dengan orang tua yang

sebenarnya, dalam berbagai hal yang menyangkut seluruh indikator

kehidupan baik lahiriyah maupun batiniyah, orang tua dalam hal ini yaitu

repository.unimus.ac.id

Page 2: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

11

suami istri, adalah figur utama dalam keluarga, tidak ada orang yang lebih

utama bagi anaknya selain dari pada orang tuanya sendiri, apalagi bagi

adat ketimuran, orang tua merupakan simbul utama kehormatan, maka

orang tua bagi para anak merupakan tumpuan segalanya.

Selain itu orang tua juga memperkenalkan anaknya ke dalam hal-

hal yang terdapat di dunia ini dan menjawab secara jelas tentang sesuatu

yang tidak dimengerti oleh anak, maka pengetahuan pertama diterima oleh

anak adalah dari orang tuanya karena orang tua adalah pusat kehidupan

rohani sianak dan sebagai penyebab berkenalnya dengan alam luar, maka

setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya di kemudian hari terpengaruh

oleh sikapnya terhadap orang tua atau ibu dan bapak memegang peranan

yang penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak-anak.

Istilah orang tua atau keluarga dalam sosialisasi menjadi salah satu

bagian ikon yang mendapat perhatian khusus, keluarga dianggap penting

sebagai bagian bagi masyarakat secara umum. Individu terbentuk karena

adanya orang tua dan dari keluarga pada akhirnya akan membentuk

masyarakat, sedemikian penting peran orang tua atau posisi keluarga

dalam pembentukan masyarakat. (Setiawan, 2015).

Dari definisi tersebut secara umum dapat diambil pengertian bahwa

orang tua atau keluarga adalah:

Merupakan kelompok kecil yang umumnya terdiri atas ayah,

ibu dan anak-anak.

Hubungan antar anggota keluarga dijiwai oleh suasana afeksi

dan rasa tanggung jawab.

Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap dan

didasarkan atas ikatan darah, perkawinan atau adopsi.

Orang tua berkewajiban memelihara, merawat, dan melindungi

anak dalam rangka sosialisasinya agar meraka mampu

mengendalikan diri dan berjiwa sosial.

repository.unimus.ac.id

Page 3: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

12

2. Tunawicara

Menurut Heri Purwanto dalam buku Ortopedagogik

Umum (1998) tuna wicara adalah apabila seseorang mengalami kelainan

baik dalam pengucapan (artikulasi) bahasa maupun suaranya dari bicara

normal, sehingga menimbulkan kesulitan dalam berkomunikasi lisan

dalam lingkungan.

Sedangkan menurut Menurut Frieda Mangunsong,dkk

dalam Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, tuna wicara atau

kelainan bicara adalah hambatan dalam komunikasi verbal yang efektif.

Kemudian menurut Dr. Muljono Abdurrachman dan Drs.Sudjadi S

dalam Pendidikan Luar Biasa Umum (1994) gangguan wicara atau

tunawicara adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi

dari bunyi bicara, dan atau kelancaran berbicara.

Dari pendapat diatas dapat di simpulkan anak tunawicara adalah

individu yang mengalami gangguan atau hambatan dalam dalam

komunikasi verbal sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.

a. Faktor Penyebab Tuna Wicara

Drs.Sardjono mengutip (Moh. Amni dkk,1979,hal 23) Anak

tunawicara dapat terjadi karena gangguan ketika :

Sebelum anak dilahirkan/ masih dalam kandungan (pre natal)

Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (umur neo

natal)

Setelah dilahirkan ( pos natal)

b. Karakteristik tunawicara

Menurut Heri Purwanto dalam Ortopedagogik umum (1998) yang

merupakan karakterisktik anak tunawicara adalah :

Karakteristik bahasa dan wicara Pada umumnya anak

tunawicara memiliki kelambatan dalam perkembangan bahasa

wicara bila dibandingkan dengan perkembangan bicara anak-

anak normal.

repository.unimus.ac.id

Page 4: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

13

Kemampuan intelegensi Kemamapuan intelegensi (IQ) tidak

berbeda dengan anak-anak normal, hanya pada skor IQ

verbalnya akan lebih rendah dari IQ performanya

Penyesuaian emosi,sosial dan perilaku Dalam melakukan

interaksi sosial di masyarakat banyak mengandalkan

komunikasi verbal, hal ini yang menyebabkan tuna wicara

mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosialnya.Sehingga

anak tunawicara terkesan agak eksklusif atau terisolasi dari

kehidupan masyarakat normal.

Sedangkan yang merupakan ciri-ciri fisik dan psikis anak

tunawicara adalah

o Berbicara keras dan tidak jelas,

o Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya,

Telinga mengeluarkan cairan,

o Bibir sumbing

o Suka melakukan gerakan tubuh

o Cenderung pendiam

o Suara sengau

Anak tunawicara memiliki keterbatasan dalam berbicara atau

komunikasi verbal, sehingga mereka memiliki hambatan dan kesulitan

dalam berkomunikasi dan menyampaikan apa yang ingin mereka rasakan.

Kesulitan dalam berkomunikasi akan semakin parah apabila anak

tunawicara ini menderita tungarungu juga. Adapun hambatan - hambatan

yang sering ditemui pada anak tuna wicara :

a. Sulit berkomunikasi dengan orang lain

b. Sulit bersosialisasi.

c. Sulit mengutarakan apa yang diinginkannya.

d. Perkembangan pskis terganggu karena merasa berbeda atau minder.

e. Mengalami gangguan dalam perkembangan intelektual, kepribadian,

dan kematangan sosial.

repository.unimus.ac.id

Page 5: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

14

3. Konsep Diri

a. Konsep Diri

Konsep diri (self concept) merupakan masalah psikososial yang

tidak didapat sejak lahir, akan tetapi bertahap sesuai dari pengalaman

seseorang terhadap dirinya. Secara umum konsep diri adalah semua tanda,

keyakinan, serta pendirian sebagai suatu nilai yang diketahui individu

tentang dirinya dan mempengaruhi hubungan dengan orang lain termasuk

karakter, nilai, ide, tujuan, kemampuan (Hidayat, 2006). Konsep diri

adalah representative fisik seorang individu , pusat inti dari “ Aku” dimana

semua pesepsi dan pengalaman terorganisir.

Komponen Konsep diri :

1) Citra tubuh (Body Image) merupakan sikap individu terhadap

dirinya baik disadari maupun tidak disadari mencakup persepsi

masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan dinamis karena

secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan

pengalaman baru.

2) Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus

bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Hal ini akan

dibentuk sejak masa anak-anak dipengaruhi orang dekat dan

lingkungan

3) Harga diri penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan

analisa seberapa banyak kesesuaian dengan tingkah laku dan

ideal diri. Harga diri akan meningkat sesuai dengan

meningkatnya usia

4) Peran serangakaian perilaku dan tujuan yang diharapakan

masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam

kelompok sosial

5) Identitas diri merupakan kesadaran mengenai diri sendri yang

didapatkan individu dari observasi atau penilaian dirinya

Konsep diri adalah kombinasi dinamis yang dibentuk selama

bertahun-tahun yang didasarkan pada :

repository.unimus.ac.id

Page 6: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

15

1) Reaksi orang lain terhadap tubuh seseorang;

2) Persepsi berkelanjutan tentang reaksi orang lain terhadap diri

3) Hubungan diri dengan orang lain;

4) Struktur kepribadian;

5) Persepsi terhadap stimulus yang mempunyai dampak terhadap

diri;

6) Pengalaman baru atau sebelumnya;

7) Perasaan saat ini tentang fisik, emosional, social diri;

8) Harapan tentang diri ( Potter, 2005)

b. Rentang konsep Diri

Konsep diri terdiri atas 5 komponen yaitu perubahan dalam Citra

Tubuh, Harga Diri, Ideal Diri, Peran Diri dan Identitas personal.Respon

konsep diri sepanjang rentang rentang 14 sehat-sakit berkisar dari status

aktualisasi diri yang paling adaptif sampai status kerancunan identitas

serta depersonalisasi yang lebih maladaptive serta depersonalisasi.

Keranuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk

mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak ke dalam

kepribadian psikososial yang harmonis. Depersonalisasi adalah suatu

perasaan takrealistis dan keasingan dari diri sendiri. Ini berhubungan

dengan tingkat ansietas panic dan kegagalan dalam pengujian realitas.

Individu mengalami kesulitan unuk membedakan diri sendiri dari orang

lain, dan tubuhnya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa

tidak nyata dan asing baginya ( Sundden, 2006).

Gambar 2.1 Rentang respon konsep diri ( Sumber : Sundden,

2006 )

repository.unimus.ac.id

Page 7: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

16

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu sumber eksternal

dan internal,

1. Sumber internal meliputi : Tingkat perkembangan dan

kematangan Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian

berkembang secara bertahap sejak lahir seperti mengenal dan

membedakan dirinya dan orang lain. Dalam melakukan

kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari

lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi

lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh,

nama panggilan, pengalaman budaya dan hubungan 15

interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai pada

diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan

merealisasikan potensi yang nyata (Sundden, 2006).

Perkembangan anak seperti dukungan mental, perlakuan dan

pertumbuhan anak akan mempengaruhi terhadap konsep

tentang dirinya ( Wartonah, 2004)

Significant other ( orang yang terpenting / terdekat)

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan

pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui

kontak dan pengalaman dengan orang lain (Sundden, 2006)

Self perception ( persepsi diri sendiri)

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan

penilaiannya serta persepsi individu terhadap

pengalamannya terhadap situasi tertentu. Konsep diri

terbentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang

positif. Sehingga konsep diri merupakan aspek yang kritikal

dan dasar dari perilaku individu dengan perilaku yang

positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari

kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan

penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang

repository.unimus.ac.id

Page 8: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

17

negative dapat dilihat dari hubungan individu dan social

yang terganggu. Menurut stuart sundden penilaian tentang

konsep diri dapat dilihat berdasarkan rentang respon konsep

diri ( Sundden, 2006)

2. Sumber eksternal meliputi:

Budaya Pada usia anak-anak akan mengadopsi nilai-nilai

dari orang tuanya, kelompok dan lingkungannya. Orang tua

yang bekerja seharian akan membawa anak lebih dekat

terhadap lingkungannya ( Wartonah, 2004)

Pengalaman sukses dan gagal Riwayat sukses akan

meningkatkan konsep diri demikian sebaliknya ( Wartonah,

2004) 16

Stressor Stressor dalam kehidupan seperti perkawinan,

pekerjaan baru, ujian dan ketakutan. Jika koping individu

tidak adekuat maka dapat menimbulkan depresi, menarik

diri, dan kecemasan ( Wartonah, 2004)

Usia, keadaan sakit, dan trauma Usia tua, keadaan sakit

akan mempengaruhi persepsi terhadap dirinya ( Wartonah,

2004)

4. Konsep diri Orang Tua pada anak Tuna Wicara

a. Konsep Diri Positif

Konsep diri positif menunjukkan adanya penerimaan diri di

mana individu dengan konsep diri positif mengenal dirinya dengan

baik sekali. Konsep diri yang positif bersifat stabil dan bervariasi.

Individu yang memiliki konsep diri positif dapat memahami dan

menerima sejumlah fakta yang sangat bermacam-macam tentang

dirinya sendiri sehingga evaluasi terhadap dirinya sendiri menjadi

positif dan dapat menerima dirinya apa adanya. Orang dengan konsep

diri positif ditandai dengan lima hal, yaitu: (Hutagalung, 2007).

1) Yakin dengan kemampuannya dalam mengatasi masalah

2) Merasa setara dengan orang lain

repository.unimus.ac.id

Page 9: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

18

3) Menerima pujian tanpa rasa malu

4) Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh

masyarakat,

5) Mampu memperbaiki dirinya sendiri karena ia sanggup

6) Mengungkapkan aspek kepribadian yang tidak ia senangi dan

berusaha mengubahnya.

b. Konsep diri negative

Calhoun dan Acocella membagi konsep diri negatif

menjadi dua tipe, yaitu: (Lita, 2003)

1) Pandangan individu tentang dirinya sendiri benar-benar

tidak teratur, tidak memiliki perasaan, kestabilan dan keutuhan

diri.

2) Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa dirinya,

kekuatan dan kelemahannya atau yang dihargai dalam

kehidupannya.

3) Pandangan tentang dirinya sendiri terlalu stabil dan teratur.

Hal ini bisa terjadi karena individu dididik dengan cara yang

sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang tidak

mengizinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum

yang dalam pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.

Orang dengan konsep diri negatif ditandai dengan lima hal, yaitu:

1) Peka terhadap kritik, dalam arti orang tersebut tidak tahan

terhadap kritik yang diterimanya dan mudah marah.

2) Responsif terhadap pujian. Semua embel-embel yang

menunjang harga diri menjadi pusat perhatiannya.

3) Bersikap hiperkritis, artinya selalu mengeluh, mencela, dan

meremehkan apapun dan siapapun. Tidak mampu memberi

penghargaan pada kelebihan orang lain.

4) Merasa tidak disenangi dan tidak diperhatikan. Orang lain

adalah musuh.

repository.unimus.ac.id

Page 10: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

19

Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Enggan bersaing dan

merasa tidak berdaya jika berkompetisi dengan orang lain

Konsep diri yang terbentuk pada manusia tidak diperoleh

secara instan sepanjang hidup manusia. Konsep diri berasal dan

berkembang sejalan pertumbuhannya, terutama akibat hubungannya

dengan individu dan lingkungan sekitanya. Ketika individu lahir,

individu tidak memiliki pengetahuan tentang dirinya, tidak

memiliki harapan-harapan yang ingin dicapainya serta tidak

memiliki penilaian terhadap dirinya sendiri, namun seiring

berjalannya waktu individu mulai bisa membedakan antara dirinya,

orang lain dan benda-benda di sekitranya dan pada individu mulai

mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkan serta dapat melakukan

penelitian terhadap dirinya sendiri. Menurut Willey, dalam

perkembangan konsep diri yang digunakan sebagai pokok

informasi adalah interaksi individu dan orang lain (Singgih, 2004).

Balwin dan Holmes, juga mengatakan bahwa konsep diri adalah

hasil belajar individu melalui hubungannya dengan orang lain. Yang

dimaksud “Orang Lain”adalah: (Sarlito, 2004) Orang tua adalah

kontak sosial yang paling awal yang dialami oleh seseorang dan yang

paling kuat. Pengalaman dan pola asuh orang tua turut memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap

atau respon orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi

bagi remaja untuk menilai siapa dirinya. Oleh sebab itu,

seringkali remaja-remaja yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola

asuh yang keliru dan negatif, atau pun lingkungan yang kurang

mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal

ini disebabkan sikap orang tua seperti suka memukul, mengabaikan,

kurang memperhatikan, melecehkan, menghina, bersikap tidak adil,

tidak pernah memuji, suka marah marah dianggap sebagai hukuman

akibat kekurangan, kesalahan atau pun kebodohan dirinya. Jadi

remaja menilai dirinya berdasarkan apa yang dia alami dan dapatkan

repository.unimus.ac.id

Page 11: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

20

dari lingkungan. Jika lingkungan memberikan sikap yang baik dan

positif, maka remaja akan merasa dirinya cukup berharga sehingga

tumbuhlah konsep diri yang positif

5. Masalah Orang Tua Dengan Anak Tunawicara

Berdasarkan hasil penelitian Gambaran Penyesuaian Diri Orang Tua

Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus Di Banda Aceh Self Adaptation

Description Of Parents Who Have Children With Special Needs In Banda

Aceh Sri Intan Rahayuningsih1 , Rizki Andriani2 1 Bidang Keilmuan

Keperawatan Maternitas dan Anak, maka dapat disimpulkan bahwa

gambaran penyesuaian diri orang tua yang memiliki anak berkebutuhan

khusus di Banda Aceh tahun 2011 berada pada kategori baik dengan

persentase 54,05%. Para orang tua yang memiliki ABK diharapkan agar

selalu mengupayakan hal yang terbaik untuk anak, karena bagaimanapun

kondisi anak, anak adalah anugerah dan titipan dari Tuhan yang harus dijaga,

dirawat, diberikan kasih sayang dan dibekali ilmu yang bermanfaat bagi anak

kelak. Bagi Institusi Pendidikan Sekolah Khusus/Bimbingan Khusus,

diharapkan semakin giat membentuk lebih banyak forum pertemuan orang

tua yang dapat meringankan beban psikologis orang tua karena mempunyai

tempat untuk saling berbagi pengalaman.

18% (13 dari 74) ibu bertindak kasar ketika sedang marah

pada anak,

5% (4 dari 74) ibu menggunakan kata-kata kasar dan

8% (6 dari 74) ibu membanting barang bila sedang kesal.

Hal ini sejalan dengan pendapat Scheneiders (1955, dalam Ummah,

2010) yang menjelaskan bahwa agresif merupakan luapan emosi sebagai

reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk

pengrusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang

diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal.

Hurlock (1978) mengungkapkan keadaan anak yang serba kekurangan

(pertumbuhan dan perkembangannya) akan menimbulkan kekecewaan yang

sangat mendalam dan merupakan kenyataan pahit dan kutukan yang harus

repository.unimus.ac.id

Page 12: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

21

dihadapi orang tua. Pada penelitian ini menunjukkan 54% para ibu berhasil

menyesuaikan diri secara baik terhadap masalah yang dihadapinya selama

mengasuh ABK.

Stress yang dialami oleh orang tua dengan anak berkebutuhan khusus

berpengaruh pada perkembangan anak (Hintermain, 2006, dalam

Susanandari, 2009). Susanandari (2009) menyebutkan bahwa seseorang baru

bisa mengatasi stress ketika ia telah berhasil menyesuaikan diri dengan

keadaan yang dihadapi. Penerimaan orang tua sangat berarti untuk

membentuk konsep diri anak yang positif, anak merasa diinginkan,

membentuk perasaan yang aman, mengembangkan rasa percaya diri, reaksi

emosional yang positif dan kepatuhan serta mampu melakukan penyesuaian

diri secara baik. Orang tua yang dapat bersikap menerima keadaan dirinya

yang mempunyai anak tidak sempurna diharapkan dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungannya (Ningrum, 2007; Schneiders, 1964, dalam Lubis,

2009).

Dalam proses menyesuaikan diri, seorang orang tua akan mengalami ,

perasaan frustrasi, malu dan konflik batin serta menyelaraskan tuntutan

tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepada individu oleh

dunia dimana individu itu hidup (Muninggar, 2008). Sunarto & Hartono

(2008) menyebutkan respon penyesuaian diri yang baik ataupun buruk,

merupakan upaya individu untuk mereduksi atau menjauhi ketegangan dan

untuk memelihara kondisi keseimbangan yang lebih wajar. Menurut

Saronson dkk (Suhita, 2005), dukungan sosial memiliki peranan penting

untuk melindungi individu dari ancaman kesehatan mental. Individu yang

memiliki dukungan sosial yang lebih kecil, lebih memungkinkan untuk

mengalami konsekuensi psikis yang negatif. Sementara individu yang

memperoleh dukungan sosial yang tinggi akan menjadi individu lebih optimis

dalam menghadapi kehidupan saat ini maupun masa yang akan datang, lebih

terampil dalam memenuhi kebutuhan psikologi dan memiliki tingkat

kecemasan yang lebih rendah, mempertinggi keterampilan interpersonal,

memiliki kemampuan untuk mencapai apa yang diinginkan, serta lebih

repository.unimus.ac.id

Page 13: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

22

mampu untuk mengupayakan dirinya dalam beradaptasi dengan stress.

Berbagai penelitian yang dikemukakan oleh Atkinson (Suhita, 2005) juga

menunjukkan bahwa orang yang memiliki banyak ikatan sosial cenderung

untuk memiliki usia yang lebih panjang, dan relatif lebih tahan terhadap

stress yang berhubungan dengan penyakit daripada orang yang memiliki

sedikit ikatan sosial.

Bagi anak berkebutuhan khusus, peran aktif orangtua ini merupakan

bentuk dukungan sosial yang menentukan kesehatan dan perkembangannya,

baik secara fisik maupun psikologis. Dukungan sosial pada umumnya

menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat ditimbulkan

oleh orang lain yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, dan

rekan kerja. Johnson dan Johnson menyatakan bahwa dukungan sosial adalah

pemberian bantuan seperti materi, emosi, dan informasi yang berpengaruh

terhadap kesejahteraan manusia. Dukungan sosial juga dimaksudkan sebagai

keberadaan dan kesediaan orang-orang yang berarti, yang dapat dipercaya

untuk membantu, mendorong, menerima, dan menjaga individu.

Penerimaan diri menurut Hurlock adalah suatu tingkat

kemampuan dan keinginan individu untuk hidup dengan segala karakteristik

dirinya (Hurlock, 2004). Individu yang dapat menerima dirinya diartikan

sebagai individu yang tidak bermasalah dengan dirinya sendiri, yang tidak

memiliki beban perasaan terhadap diri sendiri sehingga individu lebih

banyak memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungan.

Penerimaan orangtua yaitu suatu efek psikologis dan perilaku dari

orangtua pada anaknya seperti rasa sayang, kelekatan, kepedulian,

dukungan dan pengasuhan dimana orangtua tersebut bisa merasakan dan

mengekspresikan rasa sayang kepada anaknya (Hurlock, 2004).

Sedangkan menurut Carson dan Butcher (dalam Handayani,2008)

menjelaskan bahwa penerimaan diri adalah sejauh mana seseorang dapat

menyadari dan mengakui karakteristik pribadi dan menggunakannya

dalam menjalani kelangsungan hidupnya. Jadi dari teori diatas

dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah suatu konsep dimana

repository.unimus.ac.id

Page 14: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

23

seseorang memahami akan kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya

dan menggunakan dalam menjalani kehidupannya.

Penerimaan orang tua yaitu suatu efek psikologis dan perilaku

dari orangtua pada anaknya seperti rasa sayang, kelekatan, kepedulian,

dukungan dan pengasuhan dimana orangtua tersebut bisa merasakan dan

mengekspresikan rasa sayang kepada anaknya (Hurlock, 2004). Dalam

pengertian yang dipaparkan oleh Hurlock terdapat beberapa aspek yang bisa

dijadikan tolak ukur penerimaan orang tua diantaranya aspek rasa

sayang, kelekatan, kepedulian, dukungan, dan pengasuhan. Hal ini

senada dengan yang diungkapkan oleh Rohner et al (2007) bahwa aspek

penerimaan orang tua terdiri dari kehangatan kasih sayang, perawatan,

kenyamanan, perhatian, pemeliharaan, serta dukungan dari orang tua untuk

anaknya.

Penerimaan orang tua tidak semudah itu dapat seketika muncul

saat orang tua mengetahui diagnosa dokter terhadap anak mereka. Orang

tua yang mendapat “vonis” bahwa buah hatinya termasuk anak

berkebutuhan khusus biasanya belum bisa langsung menunjukkan suatu

penerimaan terhadap sang anak. Seperti yang diungkapkan oleh Rose

(dalam Sarasvati, 2004) bahwa untuk mencapai suatu tahap dimana

orang tua benar – benar telah menerima kondisi anak, maka orang tua

biasanya akan melalui beberapa tahapan.

a. Tahapan Penerimaan orang tua

Rose (dalam Sarasvati, 2004) membagi tahap – tahap

penerimaan menjadi beberapa tahap:

1) Tahap denial (penolakan)

Dimulai dari rasa tidak percaya saat menerima diagnosa dari

seorang ahli. Perasaan orang tua selanjutnya akan diliputi

kebingungan. Bingung atas arti diagnosa, bingung akan apa

yangharus dilakukan, sekaligus bingung mengapa hal ini

dapat terjadi pada anak mereka. Kebingungan ini sangat

manusiawi, karena umumnya, orang tua mengharapkan yang

repository.unimus.ac.id

Page 15: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

24

terbaik untuk keturunan mereka. Kadang, orangtua

memiliki perasaan yang kuat untuk menolak keadaan bahwa

anaknya merupakan anak CP. Tindakan penolakan ini bukan

untuk meredakan kesedihan orangtua, tetapi akan semakin

menyiksa perasaan orangtua. Tidak mudah bagi orang tua

manapun untuk dapat menerima apa yang sebenarnya

terjadi. Kadangkala, terselip rasa malu pada orang tua untuk

mengakui bahwa hal tersebut dapat terjadi di keluarga

mereka. Keadaan ini bisa menjadi bertambah buruk, jika

keluarga tersebut mengalami tekanan sosial dari

lingkungan untuk memberikan keturunan yang

”sempurna”. Kadang dalam hati muncul pernyataan ”tidak

mungkin hal ini terjadi pada anak saya” atau ”tidak pernah

terjadi keadaan seperti ini di keluarga kami”. (Smith, 2003)

2) Tahap anger (marah)

Tahapan yang ditandai dengan adanya reaksi emosi / marah

pada orangtua yang memiliki anak tuna rungu dan orangtua

menjadi peka dan sensitif terhadap masalah – masalah kecil

yang pada akhirnya menimbulkan kemarahan. Kemarahan

tersebut biasanya ditujukan pada dokter, saudara, keluarga,

atau teman – teman. Pernyataan yang sering muncul dalam

hati (sebagai reaksi atas rasa marah) muncul dalam bentuk

”Tidak adil rasanya...”, ” Mengapa kami yang mengalami

ini?” atau ”Apa salah kami?” (Smith, 2003)

3) Tahap bargainning (tawar – menawar)

Tahapan dimana orangtua mulai berusaha untuk menghibur

diri dengan pernyataan seperti “Mungkin kalau kami

menunggu lebih lama lagi, keadaan akan membaik dengan

sendirinya” dan berpikir tentang upaya apa yang akan

dilakukan untuk membantu proses penyembuhan anak.

(Safaria, 2005)

repository.unimus.ac.id

Page 16: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

25

4) Tahap Depression (depresi)

Tahapan yang muncul dalam bentuk putus asa dan

kehilangan harapan. Kadangkala depresi dapat juga

menimbulkan rasa bersalah, terutama di pihak ibu, yang

khawatir apakah keadaan anak mereka akibat dari kelalaian

selama hamil, atau akibat dosa di masa lalu. Ayah pun sering

dihinggapi rasa bersalah, karena merasa tidak dapat

memberikan keturunan yang sempurna (Safaria, 2005). Putus

asa, sebagai bagian dari depresi, akan muncul saat orang tua

mulai membayangkan masa depan yang akan dihadapi sang

anak. Terutama jika mereka memikirkan siapa yang dapat

mengasuh anak mereka, pada saat mereka meninggal. Harapan

atas masa depan anak menjadi keruh, dan muncul

dalam bentuk pertanyaan ”Akankah anak kami mampu hidup

mandiri dan berguna bagi orang lain?”. Pada tahap

depresi, orang tua cenderung murung, menghindar dari

lingkungan sosial terdekat, lelah sepanjang waktu dan

kehilangan gairah hidup.

5) Tahap Acceptance (penerimaan)

Tahapan dimana orangtua telah mencapai pada titik

pasrah dan mencoba untuk menerima keadaan anaknya dengan

tenang. Orang tua pada tahap in icenderung mengharapkan

yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan kemampuan anak

mereka. (Safaria, 2005) Kemampuan penyesuaian diri dari

ibu akan mempengaruhi psikologis dari ibu sendiri dan juga

perkembangan anak tuna rungu. Ibu yang mampu

menyesuaikan diri dengan baik akan memiliki kondisi

psikologis yang sehat dan akan berdampak positif bagi

perkembangan anaknya. Sebaliknya, ibu yang tidak mampu

menyesuaikan diri dengan baik akan memiliki kondisi

repository.unimus.ac.id

Page 17: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

26

psikologis yang tidak sehat dan akan berdampak negatif

bagi perkembangan anaknya. (Singgih D. Gunarsa, 2003).

Tahap – tahap penerimaan tersebut tidak selalu

berakhir dengan adanya sikap penerimaan yang muncul,

namun ada kalanya dalam beberapa kasus, orang tua tetap

tidak mampu menerima kondisi anak sepenuhnya. Hal inilah

yang akhirnya memunculkan perilaku – perilaku penolakan

dari orang tua terhadap anak. Namun jika orang tua telah

benar – benar menyadari dan memahami kondisi anaknya dan

menerima apapun yang terjadi pada anaknya maka akan

muncul sikap – sikap penerimaan terhadap kekurangan serta

keterbatasan yang ada pada anak mereka.

b. Sikap Penerimaan Orangtua

Sikap didefinisikan sebagai ekspresi sederhana dari

bagaimana kita suka atau tidak suka terhadap suatu hal. Pada

dasarnya, sikap dapat bersifat positif dan juga bersifat negatif

(Purwanto, 2008). Tingkat penerimaan orang tua dalam

menerima anak dengan problematika tuna rungu sangat

dipengaruhi oleh tingkat kestabilan dan kematangan emosinya,

pendidikan, status sosial ekonomi, dukungan anggota keluarga,

struktur dalam keluarga, dan kultur yang

melatarbelakanginya. Ketika orangtua menunjukkan

kerjasama, kehangatan, saling menghormati, komunikasi yang

seimbang, dan penyesuaian terhadap kebutuhan masing –

masing akan membantu anak dalam membentuk sikap

yang positif. Sebaliknya, bila orang tua menunjukkan

koordinasi yang buruk, peremehan yang dilakukan secara aktif

oleh orangtua, kurangnya kerjasama dan kehangatan, dan

pemutusan hubungan oleh salah satu orangtua merupakan

kondisi yang membuat anak menghadapi risiko terjadinya

gangguan perkembangan. (Santrock, 2007).

repository.unimus.ac.id

Page 18: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

27

Sikap menerima setiap anggota keluarga mengandung

pengertian bahwa dengan segala kelemahan, kekurangan, serta

kelebihn yang dimiliki oleh anak, anak seharusnya mendapat

tempat dalam keluarga dan setiap anggota keluarga berhak atas

kasih sayang dari orang tuanya. Sesuai dengan pemahaman yang

dimiliki seorang ibu, maka ibu akan menerima kondisi anaknya

dengan memberikan kasih sayang, perhatian, dan mampu untuk

memahami perkembangan anak sejak dini. (Singgih D.

Gunarsa, 2003). Menurut Puspita (dalam Marijani 2003), bentuk

penerimaan orang tua adalah sebagai berikut

1) Memahami keadaan anak apa adanya (positif-negatif,

kelebihan dan kekurangan). Langkah ini justru yang paling

sulit dicapai orang tua karena banyak diantara orangtua sulit

atau enggan menangani sendiri anaknya sehari-hari

dirumah. Mereka mengandalkan bantuan pengasuh,

pembantu, audara dan nenek-kakek dalam pengasuhan anak.

Padahal pengasuhan sehari-hari justru berdampak baik

bagi hubungan interpersonal antara anak dengan orang

tuanya. Orang tua yang telah menerima kondisi anaknya

dengan tulus akan berusaha mencari tahu sisi positif

dan negatifnya serta memahami apa yang dilakukan oleh anak

mereka.

2) Memahami kebiasaan-kebiasaan anak. Orang tua sudah

seharusnya mengerti apa saja yang biasa dilakukan sang

anak. Bila kebiasaan itu memang berhubungan dengan

keterbatasan sang anak. Dengan begitu akan membuat orang

tua dapat berinteraksi dengan anak tanpa menyinggung

perasaan sang anak.

3) Menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anak.

Orang tua hendaknya memaklumi perilaku yang belum bisa

dilakukan dan tidak bisia dilakukan oleh anak mengingat

repository.unimus.ac.id

Page 19: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

28

keterbatasan yang dimiliki oleh anak tersebut. Dari sini

orang tua akan faham apa saja yang perlu dilakukan untuk

dapat meningkatkan apa – appa yang belum bisa dilakukan

oleh anak dan tidak menuntut lebih terhadap apa – apa yang

memang tidak bisa dilakukan oleh anak.

4) Memahami penyebab perilaku buruk atau baik anak-

anak. Anak berkebutuhan khusus terutama tuna rungu

memiliki keterbatasan dalam pendengaran. Disini orang tua

harus cermat menyikapinya sehingga anak tidak akan

merasa minder dengan kesalahan yang diperbuatnya dan

membantu memberi penjelasan yang tepat agar anak

memahami.

5) Membentuk ikatan batin yang kuat yang akan

diperlukan dalam kehidupan dimasa depan. Ikatan batin

antara orang tua dan anak akan muncul jika hubungan yang

harmonis terjalin diantara keduanya.

c. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Orangtua

Penerimaan orang tua terhadap anak yang berkebutuhan

khusus merupakan suatu teori yang telah diteliti oleh banyak

ilmuan selama beberapa tahun silam. Penelitian tersebut bukan

hanya berfokus pada penerimaan orang tua terhadap anak yang

berkebutuhan khusus namun juga penerimaan orang tua

terhadap anak – anak mereka yang normal. Hal ini dilakukan

karenga mengingat besarnya pengaruh penerimaan orang tua

terhadap perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis

(Rohner et al, 2007).

Dalam beberapa kasus banyak orang tua yang tidak mampu

menerima kondisi anaknya. Atas hal ini orang tua juga tidak boleh

seratus persen disalahkan karena untuk dapan menerima suatu

kondisi anak berkebutuhan khusus seperti anak tuna rungu,

repository.unimus.ac.id

Page 20: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

29

banyak factor yang mempengaruhi hal tersebut (Hurlock, 2007)

antara lain:

1) Dukungan dari keluarga besar.

Keluarga adalah sumber kekuatan utama. Jika kita

memiliki maslah kita akan membaginya kepada keluarga.

Inilah peran keluarga besar bagi orang tua yang memiliki

anak tuna rungu. Dengan adanya dukungan keluarga besar,

orang tua tersebut memiliki tempat untuk berbagi,

mendapatkan semangat serta tidak merasa sendiri dalam

menghadapi masalah yang dialaminya ( Sarasvati, 2004).

2) Factor ekonomi keluarga.

Tidak dapat dipungkiri bahwa factor ekonomi juga turut andil

dalam menumbuhkan penerimaan orang tua. Orang tua yang

memilki tingkat ekonomi yang lebih akan memiliki

cukup uang untuk tetap mengusahakan pengobatan dan

terapi – terapi yang dibutuhkan oleh anak cerebral palsy.

3) Latar belakang agama. Keyakinan yang kuat terhadap

Tuhan Yang Maha Esa akan membuat orang tua berusaha

untuk ikhlas terhadap apa yang dialami oleh anak mereka.

Karena itu pula orang tua akan berusaha membesarkan hati

dan memahami bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan

yang tidak dapat dilalui oleh hambanya (Sarasvati, 2004).

4) Sikap para ahli yang mendiaknosa anak mereka. Jika para

ahli yang mendiagnosa tersebut terlihat pesimis terhadap

kemajuan dan kesembuhan dari sang anak maka

kemungkinan besar orang tua juga akan putus asa. Karena

orang yang diangga memiliki pengetahuan lebih untuk

menangani anak mereka saja sudah pesimis apalagi orang tua

yang tidak mengetahui banyak hal dalam menyembuhkan anak

mereka. Ini akan berpengaruh pada perilaku yang ditunjukkan

kepada anak. Selain itu jika para ahli simpatik pada orang

repository.unimus.ac.id

Page 21: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

30

tua tersebut, makan akan membuat orang tua merasa

dimengerti dan dihargai. (Sarasvati, 2004).

5) Tingkat pendidikan pasangan suami istri. Pasangan suami istri

dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah

mencari informasi tentan masalah ketunaan yang dialami anak

mereka. Apa lagi tuna rungu bisa dikatakan kasus yang

belum banyak dikaji secara umum. maka tidak semua orang

dapat menerima anak dengan tuna rungu dan dapat sesegera

mungkin mencari penyembuhan.

6) Status perkawinan, keluarga dengan status perkawinan yang

harmonis biasanya akan membuat pasangan suami istri saling

bekerja sama, saling bahu – membahu dalam menghadapi

cobaan hidup (Sarasvati, 2004). Dengan demikian beban dan

tekanan yang dirasakan dapat dibagi bersama,

7) Sikap masyarakat umum. Masyarakat yang sudah lebih

”menerima”, mereka akan berusaha memberikan dukungan

secara tidak berlebihan (pada saat berhadapan dengan anak-

anak dengan kebutuhan khusus). Menanyakan secara halus

apakah orangtua perlu bantuan, memberikan senyuman

kepada sang anak, memperlakukan orangtua seperti

layaknya orangtua lain (dengan anak yang normal),

merupakan hal-hal sederhana yang sebetulnya sangat

membantu menghilangkan stres pada keluarga dari anak

dengan kebutuhan khusus (Sarasvati, 2004)

repository.unimus.ac.id

Page 22: BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Orang Tua dengan Anak …repository.unimus.ac.id/1697/3/BAB 2.pdf · melahirkan dan mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anak baik anak sendiri maupun

31

B. Kerangka Teori

Skema 2.2 (Ningrum, 2007; Schneiders, 1964, dalam Lubis, 2009)

(Hintermain, 2006, dalam Susanandari, 2009). Susanandari (2009)

C. Kerangka konsep

Skema 2.3 kerangka Konsep

D. Variabel penelitian

Variabel Penelitian ini adalah Konsep diri orang tua pada anak

tunawicara antara lain Peran ; Identitas diri; Harga diri; Ideal Diri: Citra tubuh

Orang Tua dengan Anak

tunawicara

Masalah orang tua pada

anak Tunawicara

1. Malu

2. Kecewa

3. Frustasi

4. Sensitive dan

emosinal

5. Stres

6. Merasa itu kutukan

7. Beban Psikologis

Konsep Diri Orang Tua

pada anak Tunawicara

1. Citra tubuh

2. Peran

3. Identitas diri

4. Harga diri

5. Ideal Diri

Konsep diri orang tua

pada anak

Tunawicara

1. Citra tubuh

2. Peran

3. Identitas diri

4. Harga diri

5. Ideal Diri

repository.unimus.ac.id