bab ii tinjauan teori

32
BAB II TINJAUAN TEORI Bab 2.1 Pengertian Sampah Sampah didefinisikan sebagai semua bentuk limbah berbentuk padat yang berasal dari kegiatan manusia dan hewan kemudian dibuang karena tidak bermanfaat atau keberadaannya tidak diinginkan lagi. (Tchobanoglus, 1993). Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dijelaskan lagi tentang definisi sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya. Soemirat (2009), menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas sampah sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor penting yang mempengaruhi sampah antara lain: a. Jumlah penduduk. Bahwa dengan semakin banyak penduduk, maka akan semakin banyak pula sampah yang dihasilkan oleh penduduk. b. Keadaan sosial ekonomi.

Upload: enikwahyuniati

Post on 09-Jul-2016

16 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

teori sampah

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Tinjauan Teori

BAB II TINJAUAN TEORI

Bab 2.1 Pengertian Sampah

Sampah didefinisikan sebagai semua bentuk limbah berbentuk padat yang berasal

dari kegiatan manusia dan hewan kemudian dibuang karena tidak bermanfaat atau

keberadaannya tidak diinginkan lagi. (Tchobanoglus, 1993). Sedangkan berdasarkan

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, definisi

sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang

berbentuk padat. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2012

tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah

Tangga dijelaskan lagi tentang definisi sampah rumah tangga adalah sampah yang

berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan

sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah

tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus,

fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

Soemirat (2009), menyatakan bahwa kuantitas dan kualitas sampah sangat

dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat. Beberapa faktor

penting yang mempengaruhi sampah antara lain:

a. Jumlah penduduk.

Bahwa dengan semakin banyak penduduk, maka akan semakin banyak pula

sampah yang dihasilkan oleh penduduk.

b. Keadaan sosial ekonomi.

Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah

per kapita sampah yang dibuang tiap harinya. Kualitas sampahnyapun semakin

banyak yang bersifat non organik atau tidak dapat membusuk. Perubahan

kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang

berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan.

c. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun

kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara

Page 2: Bab II Tinjauan Teori

pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam dapat

mempengaruhi jumlah dan jenis sampahnya.

2.2 Jenis Sampah

Sampah jika dibedakan menurut bahan penyusunnya dapat digolongkan sebagai

berikut :

1. Sampah Organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang

diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,perikanan atau yang

lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah

tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik,

misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun

2. Sampah Anorganik, berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral

dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak

terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara

keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya

dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat

rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng.

Di samping itu, sampah dapat dibedakan atas dasar sifat- sifat biologis dan kimianya

sehingga mempermudah pengelolaannya. Jenis sampah manurut sifatnya dapat

dibagi sebagai berikut :

1. sampah yang dapat membusuk (garbage), menghendaki pengelolaan yang cepat.

Gas-gas yang dihasilkan dari pembusukan sampah berupa gas metan dan H2S

yang bersifat racun bagi tubuh

2. sampah yang tidak dapat membusuk (refuse), terdiri dari sampah plastik, logam,

gelas, karet dan lain-lain

3. sampah yang berupa debu/abu sisa hasil pembakaran bahan bakar atau sampah.

4. sampah yang berbahaya terhadap kesehatan, yakni sampah B3 adalah sampah

yang karena sifatnya , jumlahnya, konsentrasinya atau karena sifat kimia, fisika

dan mikrobologinya dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas secara

bermakna atau menyebabkan penyakit yang irreversibell ataupun sakit berat

yang pulih (tidak berbalik) atau reversibell (berbalik) atau berpotensi

menimbulkan bahaya sekarang maupun dimasa yang akan datang terhadap

Page 3: Bab II Tinjauan Teori

kesehatan atau lingkungan apabila tidak diolah, disimpan atau dibuang dengan

baik.

2.2.1 Sampah Khusus

Sampah khusus adalah sampah yang memerlukan penanganan khusus untuk

menghindari bahaya yang akan ditimbulkannya. Sampah khusus meliputi :

1. Sampah dari Rumah Sakit

Sampah rumah sakit merupakan sampah biomedis, seperti sampah dari

pembedahan, peralatan (misalnya pisau bedah yang dibuang), botol infus dan

sejenisnya, serta obat-obatan (pil, obat bius, vitamin). Semua sampah ini

mungkin terkontaminasi oleh bakteri, virus dan sebagian beracun sehingga

sangat berbahaya bagi manusia dan makhluk lainnya. Cara pencegahan dan

penanganan sampah rumah sakit antara lain:

Sampah rumah sakit perlu dipisahkan.

Sampah rumah sakit harus dibakar di dalam sebuah insinerator milik rumah

sakit. Sampah rumah sakit ditampung di sebuah kontainer dan selanjutnya

dibakar di tempat pembakaran sampah.

Sampah biomedis disterilisasi terlebih dahulu sebelum dibuang ke landfill.

2. Baterai Kering dan Akumulator bekas

Baterai umumnya berasal dari sampah rumah tangga, dan biasanya mengandung

logam berat seperti raksa dan kadmium. Logam berat sangat berbahaya bagi

kesehatan. Akumulator dengan asam sulfat atau senyawa timbal berpotensi

menimbulkan bahaya bagi manusia. Baterai harus diperlakukan sebagai sampah

khusus. Saat ini di Indonesia, baterai kering hanya dapat disimpan di tempat

kering sampai tersedia fasilitas pengolahan. Jenis sampah khusus lainnya adalah:

a. Bola lampu bekas b. Pelarut dan cat c. Zat-zat kimia pembasmi hama dan

penyakit tanaman seperti insektisida, pestisida d. Sampah dari kegiatan

pertambangan dan eksplorasi minyak e. Zat-zat yang mudah meledak dalam suhu

tinggi

2.3 Sumber-Sumber Timbunan Sampah

Berbagai aktifitas manusia selalu menimbulkan timbunan sampah, menurut

sumber-sumber timbunannya, sampah dapat digolongkan menjadi :

Page 4: Bab II Tinjauan Teori

1. Sampah Rumah Tangga

a. Sampah basah

Sampah jenis ini dapat diurai (degradable) atau biasa dikatakan membusuk.

Contohnya ialah sisa makanan, sayuran, potongan hewan, daun kering dan

semua materi yang berasal dari makhluk hidup.

b. Sampah kering

Sampah yang terdiri dari logam seperti besi tua, kaleng bekas dan sampah

kierng nonlogam seperti kayu, kertas, kaca, keramik, batu-batuan dan sisa

kain.

c. Sampah lembut

Contoh sampah ini adalah debu dari penyapuan lantai rumah, gedung,

penggergajian kayu dan abu dari rokok atau pembakaran kayu.

d. Sampah besar

Sampah yang terdiri dari buangan rumah tangga yang besar-besar seperti

meja, kursi, kulkas, televisi, radio dan peralatan dapur.

2. Sampah Komersial

Sampah yang berasal dari kegiatan komersial seperti pasar, pertokoan, rumah

makan, tempat hiburan, penginapan, bengkel dan kios. Demikian pula dari

institusi seperti perkantoran, tempat pendidikan, tempat ibadah dan lembaga-

lembaga nonkomersial lainnya.

3. Sampah Bangunan

Sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan termasuk pemugaran dan

pembongkaran suatu bangunan seperti semen, kayu, batu-bata dan genting.

4. Sampah Fasilitas Umum

Sampah ini berasal dari pembersihan dan penyapuan jalan, trotoar, taman,

lapangan, tempat rekreasi dan fasilitas umum lainnya. Contohnya ialah daun,

ranting, kertas pembungkus, plastik dan debu.

2.4 Sistem Pengolahan Sampah

Pengelolaan sampah adalah pengaturan yang berhubungan dengan pengendalian

timbulan sampah, penyimpanan, pengumpulan, pemindahan dan pengangkutan,

pengolahan dan pembuangan sampah dengan cara yang merujuk pada dasar-dasar

Page 5: Bab II Tinjauan Teori

yang terbaik mengenai kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, konservasi, estetika

dan pertimbangan lingkungan yang lain dan juga tanggap terhadap perilaku massa.

Pengelolaan persampahan mempunyai tujuan yang sangat mendasar yang meliputi

meningkatkan kesehatan lingkungan dan masyarakat, melindungi sumber daya alam

(air), melindungi fasilitas sosial ekonomi dan menunjang sektor strategis

(Rahardyan Dan Widagdo 2005). Sistem pengelolaan sampah perkotaan pada

dasarnya dilihat sebagai komponen- komponen sub sistem yang saling mendukung

satu sama lainuntuk mencapau tujuan yaitu kota yang bersih, sehat dan teratur

(Syafrudin dan Priyambada 2001). Komponen-komponen tersebut meliputi :

1. Sub sistem teknis Operasional (sub sistem teknik), 2. Sub sistem organisasi dan

manajemen (sub sistem Institusi), 3. Sub sistem hukum dan Peraturan (sub sistem

Hukum), 4. Sub sistem Pembiayaan (sub sistem finansial) 5. Sub sistem peran serta

Masyarakat Kelima sub sistim pengelolaan sampah saling terkait satu dengan

lainnya sebagaimana pada Gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.1 Keterkaitan Komponen Dalam Sistem Pengelolaan Sampah Kota

2.4.1 Sub sistem teknis operasional

Pengelolaan sampah perkotaan meliputi dasar- dasar perencanaan untuk kegiatan-

kegiatan pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah,

pengolahan sampah dan pembuangan akhir sampah. Teknis operasional

pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan pewadahan sampai

dengan pembuangan akhir sampah harus bersifat terpadu dengan melakukan

pemilahan sejak dari sumbernya. Agar lebih jelasnya teknis operasional pengelolaan

sampah dapat dilihat pada skema pada Gambar 2.2.

Page 6: Bab II Tinjauan Teori

Gambar 2.2 Teknis Operasional Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah ditujukan pada pengumpulan sampah mulai dari produsen

sampai pada tempat pembuangan sampah akhir (TPA), membuat tempat

pembuangan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan dan

pengelolaan pada TPA. Sebelum dimusnahkan, sampah dapat diolah terlebih dahulu

untuk memperkecil volume yang di daur ulang atau dimanfaatkan kembali.

Berdasarkan karakteristiknya pengolahan sampah dilakukan berbagai cara yakni :

1. Komposting, baik bagi jenis garbage

2. Insinerasi untuk refuse

3. Proses lain seperti pembuatan bahan bangunan dari buangan industri yang

mempunyai sifat seperti semen

Penjelasan tentang aspek teknis operasional sebagaimana Gambar 2.3 adalah

sebagai berikut:

1. Timbulan Sampah

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan sampah adalah:

a. Jumlah penduduk, artinya jumlah penduduk meningkat timbulan sampah

meningkat.

b. Keadan sosial ekonomi, semakin tinggi keadaan sosial ekonomi seseorang akan

semakin banyak timbulan sampah perkapita yang dihasilkan

c. Kemajuan teknologi, akan menambah jumlah dan kualitas sampahnya. Rata-rata

timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara satu daerah

dengan daerah lainnya, antara satu negara dengan negara lain.

Page 7: Bab II Tinjauan Teori

Rata-rata timbulan sampah biasanya akan bervariasi dari hari ke hari, antara satu

daerah dengan daerah lainnya, antara satu negara dengan negara lain. Adapun

faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan sampah antara lain:

a. Tingkat hidup : makin tinggi tingkat hidup, makin banyak sampah yang

ditimbulkan

b. Pola hidup dan mobilitas masyarakat

c. Kepadatan dan Jumlah penduduk

d. Iklim dan musim

e. Pola penyediaan kebutuhan hidup dan penanganan makanan

f. Letak geografis dan topografi

2. Pewadahan dan Pemilahan Sampah

Berdasarkan standar SNI 19-2454-2002 yang dimaksudkan dengan pewadahan

sampah adalah aktifitas menampung sampah sementara dalam suatu wadah

individual atau komunal di tempat sumber sampah. Pewadahan ini dilakukan pada

sampah yang telah dipilah yakni sampah organik, anorganik dan sampah berbahaya

beracun. Pola pewadahan terdiri dari pola individual dan pola komunal. Pola

pewadahan individual adalah aktifitas penanganan penampungan sampah

sementara dalam suatu wadah khusus untuk dan dari sampah individu, sedangkan

pola komunal adalah aktifitas penanganan penampungan sampah sementara dalam

suatu wadah bersama baik dari berbagai sumber maupun sumber umum. Bahan

wadah yang dipersyaratkan sesuai Standar Nasional Indonesia adalah tidak mudah

rusak, ekonomis, mudah diperoleh dan dibuat oleh masyarakat dan mudah

dikosongkan.

3. Pengumpulan Sampah

Pengumpulan sampah adalah cara atau proses pengambilan sampah mulai dari

sumber atau tempat pewadahan penampungan sampah sampai ke Tempat

Pembuangan Sementara (TPS). Pengambilan sampah dilakukan tiap periodesasi

tertentu. Periodesasi biasanya ditentukan berdasarkan waktu pembusukan yaitu

kurang lebih setelah berumur 2-3 hari, yang berarti pengumpulan sampah

dilakukan maksimal setiap 3 hari sekali.

Page 8: Bab II Tinjauan Teori

a. Sistim Pengumpulan

Pengumpulan sampah dari tiap-tiap sumber sampah dapat dilakukan dengan

dua cara yaitu:

1) Sistem tidak langsung Di daerah pemukiman yang sebagian besar dihuni

oleh masyarakat berpendapatan rendah, dengan kondisi jalan pemukiman

yang sempit, pengumpulan sampah dilakukan dengan gerobak sampai yang

mempunyai volume rata-rata 1 m3. Untuk kemudian diangkut ke TPS. Sampah

dari pasar dan hasil sapuan jalan biasanya dikumpul dalam kontainer atau TPS

dekat pasar yang kemudian diangkut Truk ke TPA.

2) Sistem Langsung, terdiri dari

Pengumpulan individu langsung, Pada sistem ini proses pengumpulan dan

pengangkutan sampah dilakukan ber-samaan. Pengumpulan dilakukan

oleh petugas kebersihan dari wadah-wadah sampah rumah/persil

kemudian dimuat ke kendaraan langsung dibawa ke TPA. Alat pengumpul

berupa truck standar atau dump truck, dan sekaligus berfungsi sebagai alat

pengangkut sampah menuju TPA. Daerah yang dilayani dengan sistem ini

adalah daerah pemukiman teratur (formal area) dan daerah perkotaan

dimana pada daerah-daerah tersebut sulit untuk menempatkan transfer

dipo atau kontainer angkut karena kondisi, sifat daerahnya ataupun

standar kesehatan masyarakat dan standar kenyaman masyarakat cukup

tinggi. Persyaratan yang perlu diperhatikan dalam sistem ini adalah

kondisi topografi (rata-rata > 5 %) sehingga alat pengumpul non mesin

sulit beroperasi, Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak menunggu

pemakai jalan lainnya, Kondisi dan jumlah alat memadai, Jumlah timbulan

sampah > 3 m3/hari

1) Pengumpul komunal langsung, adalah cara pengumpulan sampah dari

masing-masing titik wadah komunal dan diangkut langsung ke TPA.

Persyaratan yang perlu diperhatikan adalah: alat angkut terbatas,

kemampuan pengendalian personil dan peralatan terbatas, alat pengumpul

sulit menjangkau sumber-sumber sampah, peran serta masyarakat cukup

tinggi, wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan dilokasi

yang mudah dijangkau oleh alat angkut, untuk pemukiman tidak teratur

Page 9: Bab II Tinjauan Teori

b. Waktu Pengumpulan

Waktu pengumpulan yang dimaksudkan adalah waktu yang terbaik untuk

melakukan pengumpulan. Pada umumnya pengumpulan sampai dilakukan pada

pagi hari atau siang , akan tetapi pada tempat-tempat tertentu misalnya pasar,

waktu pengumpulanya biasanya malam hari. Tata cara operasional pengumpulan

harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Rotasi 1-4 rit/hari

2) Periodisasi 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari tergantung kondisi komposisi

sampah, yaitu: semakin besar prosentasi sampah organik periodisasi pelayanan

maksimal sehari 1 kali; untuk sampah kering, periode pengumpulannya di

sesuaikan dengan jadwal yang telah ditentukan, dapat dilakukan lebih dari 3

hari 1 kali; untuk sampah B3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku;

mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap; mempunyai petugas

pelaksana yang tetap dan dipindahkan secara periodik; pembebanan pekerjaan

diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah terangkut, jarak tempuh dan

kondisi daerah.

c. Frekuensi pengumpulan

Yaitu banyaknya sampah yang dapat dikumpulkan dan diangkut perhari. Semakin

tinggi frekuensi pengumpulan sampah semakin banyak jumlah sampah yang

dikumpulkan per pelayanan per kapita. Frekuensi pengangkutan perlu ditetapkan

dengan teratur, disamping untuk memberikan gambaran kualitas pelayanan, juga

untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga dan peralatan, sehingga biaya operasi

dapat diperkirakan. Frekuensi pelayanan yang teratur akan memudahkan bagi para

petugas untuk melaksanakan kegiatannya. Frekuensi pelayanan dapat dilakukan 3

hari sekali atau maksimal 2 kali seminggu. Meskipun pelayanan yang lebih sering

dilakukan adalah baik, namun biaya operasional akan menjadi lebih tinggi sehingga

frekuensi pelayanan harus diambil yang optimum dengan memperhatikan

kemampuan memberikan pelayanan, jumlah volume sampah, dan komposisi

sampah (Irman, 2002).

Perencanaan frekuensi pengangkutan sampah dapat bervariasi tergantung

kebutuhan misalnya satu sampai dua hari sekali dan maksimal tiga hari sekali,

tergantung dari komposisi sampah yang dihasilkan dimana semakin besar

prosentase sampah organik semakin kecil periodesasi pengangkutan. Hal ini

Page 10: Bab II Tinjauan Teori

dikarenakan sampah organik lebih cepat membusuk sehingga dapat menimbulkan

gangguan lingkungan di sekitar TPS. Makin sering frekuensi pengangkutan maka

semakin baik, namun biasanya biaya operasinya akan lebih mahal. Penentuan

frekuensi pengangkutan juga akan bergantung dari jumlah timbulan sampah dengan

kapasitas truk pengangkut yang melayani (Tchobanoglous,1993).

4. Pemindahan Sampah

Pemindahan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah hasil pengumpulan ke

dalam alat pengangkut untuk di bawa ke tempat pembuangan akhir (Departemen

Pekerjaan Umum, 2002). Operasi pemindahan dan pengangkutan menjadi

diperlukan apabila jarak angkut ke pusat pemrosesan/TPA sangat jauh sehingga

pengangkutan langsung dari sumber ke TPA dinilai tidak ekonomis. Hal tersebut

juga menjadi penting bila tempat pemrosesan berada di tempat yang jauh dan tidak

dapat dijangkau langsung. Tempat penampungan/pembuangan sementara (TPS)

merupakan istilah yang lebih popular bagi sarana pemindahan dibandingkan

dengan istilah transfer depo.

Persyaratan TPS/transfer depo yang ramah lingkungan adalah: a. Bentuk fisiknya

tertutup dan terawat. b. TPS dapat berupa pool gerobak atau pool kontainer. c.

Sampah tidak berserakan dan bertumpuk diluar TPS/kontainer. Tipe pemindahan

sampah menggunakan tranfer depo antara lain menggunakan Tranfer tipe I dengan

luas lebih dari 200 m2 yang merupakan tempat peralatan pengumpul dan

pengangkutan sebelum pemindahan serta sebagai kantor dan bengkel sederhana,

tranfer tipe II dengan luas 60-200 m2 yang merupakan tempat pertemuan peralatan

pengumpul dan pengangkutan sebelum tempat pemindahan dan merupakan tempat

parkir gerobak atau becak sampah. Transfer tipe III dengan luas 10-20 m2 yang

merupakan tempat pertemuan gerobak dan kontainer (6-10 m3) serta merupakan

lokasi penempatan kontainer komunal (1- 10 m3).

5. Pengangkutan Sampah

Pengangkutan sampah adalah tahap membawa sampah langsung dari sumber

sampah dengan sistim pengumpulan individual langsung atau pengumpulan melalui

sistim pemindahan menuju TPA. Pola pengangkutan dengan sistim pengumpulan

individual langsung, kendaraan dari pool menuju titik sumber sampah dan

mengambil sampah setiap titik sumber sampah sampai penuh, selanjutnya diangkut

ke TPA. Setelah truk dikosongkan selanjutnya truk mengambil sampah di lokasi

Page 11: Bab II Tinjauan Teori

lainnya dan seterusnya sesuai jumlah ritase yang telah ditetapkan. Pengangkutan

dengan sistim pemindah, truck dari pool menuju lokasi pemindah lalu dibawa ke

TPA, selanjutnya pengambilan ke pemindah lain sesuai ritase yang telah ditetapkan.

Untuk mengangkut sampah dari tempat penampungan sementara (TPS) ke tempat

pembuangan akhir sampah (TPA), digunakan truk jenis Tripper/Dump Truck, Arm

Roll Truck, dan jenis Compactor Truck.

Tabel II.1 Jenis dan Alat Angkut Sampah

Jenis Kendaraan

Kapasitas Kekurangan Kebaikan Keterangan

Truk bak terbuka (kayu)

8 m3 10 m3 12 m3

Tenaga kerja banyak

Perlu penutup bak

Operasinal lambat

Biaya O&M rendah

Cocok sistem door to door

Umur produksi 5 tahun

2-3 rit/hari

Tidak dianjurkan

Tripper/Dump Truck

6 m3 8 m3 10 m3

Tenaga kerja banyak

Perlu penutup bak

Biaya O&M relatif Tinggi

Bisa door to door

Mobilitas tinggi, 2-3 rit/hari

Umur 5 -7 tahun Cepat

operasi pembongkaran

Kurang dianjurkan

Armroll Truck Container

5 m3 7 m3 8 m3

Mahal Butuh

container Biaya O&M

tinggi

Mobilitas tinggi Cocok untuk

permukiman dan pasar

Tenaga kerja sedikit

Umur 5 tahun 4-5 rit/hari

Cocok untuk lokasi sampah yang banyak

Dianjurkan

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2002

Pola pengangkutan adalah sebagai berikut:

1) Pengangkutan sampah dengai sistem pengumpulan individual langsung (door to

door), yaitu: truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sampah

pertama untuk mengambil sampah; selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik

sumber sampah berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya;

selanjutnya diangkut ke TPA sampah; setelah pengosongan di TPA, truk menuju ke

lokasi sumber sampah berikutnya, sampai terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.

Page 12: Bab II Tinjauan Teori

2) Pengumpulan sampah melalui sistem pemindahan di transfer depo tipe I dan II

dilakukan dengan cara sebagai berikut: kendaraan pengangkut sampah keluar dari

pool langsung menuju lokasi pemindahan di transfer depo untuk mengangkut

sampah ke TPA; dari TPA kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk

pengambilan pada rit berikutnya;

3) Pengumpulan sampah dengan sistem kontainer (transfer tipe III), pola

pengangkutan adalah sebagai berikut:

a. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 1, dengan proses:

kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke

TPA; kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula; menuju ke kontainer isi

berikutnya untuk diangkut ke TPA; kontainer kosong dikembalikan ke tempat

semula; demikian seterusnya sampai rit terakhir.

b. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 2, dilakukan

sebagai berikut: kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk

mengangkat sampah ke TPA; dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer

kosong menuju lokasi ke dua untuk menurunkan kontainer kosong dan

membawa kontainer isi untuk diangkut ke TPA; demikian seterusnya sampai

pada rit terakhir; pada rit terakhir dcngan kontainer kosong, dari TPA menuju ke

lokasi kontainer pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa Kontainer.

c. Pengangkutan sampah dengan sistem pengosongan kontainer cara 3, dengan

proses: kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kososng menuju ke

lokasi kontainer isi untuk mengganti /mengambil dan langsung membawanya ke

TPA; kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju ke

kontainer isi berikutnya; seterusnya sampai dengan rit terakhir.

d. Pola pengangkutan sampah dengan sistem kontainer tetap biasanya untuk

kontainer kecil serta alat angkut berupa truk pemadat atau dump truk atau truk

biasa, dengan proses: kendaran dari pool menuju kontainer pertama, sampah

dituangkan ke dalam truk kompaktor dan meletakkan kembali kontainer yang

kosong; kendaraan menuju ke kontainer berikutnya sehingga truk penuh, untuk

kemudian langsung ke TPA; demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

6. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Tempat pembuangan sampah akhir (TPA) adalah sarana fisik untuk

berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah, tempat

Page 13: Bab II Tinjauan Teori

menyingkirkan/mengkarantinakan sampah kota sehingga aman (SK SNI T-11-

1991-03). Pertimbangan penentuan Lokasi TPA, mengacu kepada Standar Nasional

Indonesia dengan penekanan pada beberapa hal sebagai berikut:

a. Keberadaan dan letak fasilitas publik, perumahan,

b. Ketersediaan dan Kesesuaian Lahan

c. Kondisi hidrogeologi

d. Kondisi klimatologi

e. Jalur jalan

f. Kecepatan pengangkutan

g. Batas pengangkutan (jalan, jembatan, underpass)

h. Pola lalu lintas dan kemacetan

i. Waktu pengangkutan

j. Ketersediaan lahan untuk penutup (jika memakai sistem sanitari landfill)

k. Jarak dari sungai

l. Jarak dari rumah dan sumur penduduk

Faktor-faktor yang mempengaruhi umur teknis tempat pembuangan akhir sampah

(TPA) adalah: a. volume riil yang masuk ke dalam TPA, b. pemadatan sampah oleh

alat berat, c. volume sampah yang diangkut oleh pemulung, d. batas ketinggian

penumpukan sampah, e. ketinggian tanah urugan dan f. susut alami sampah.

2.4.2 Metode Pengelolaan Sampah

Berdasarkan titik berat perolehannya, terdapat dua macam metode pengolahan

sampah yaitu metode yang menitikberatkan pada penggunaan bahan dan metode

yang menitikberatkan pada perolehan energi.

a. Metode yang menitikberatkan penggunaan bahan

1. Pemilahan

Metode ini bertujuan untuk memisahkan sampah berdasarkan komposisinya

agar tidak menjadi satu. Pemilihan mempunyai dua tujuan. Pertama,

mendapatkan bahan mentah berkualitas tinggi. Kedua, mendapatkan bahan

mentah sekunder dengan kandungan energi tinggi.

2. Daur ulang

Daur ulang atau recycling adalah mengembalikan suatu sisa barang dari

proses produksi ke dalam siklus produksi. Kegiatan ini dibagi menjadi tiga

jenis yaitu (menggunakan ulang untuk tujuan yang sama), reutilization

Page 14: Bab II Tinjauan Teori

(menggunakan lagi untuk keperluan yang berbeda) dan recovery

(mendapatkan bahan dasar kembali).

3. Pengomposan

Proses mengolah sampah organik menjadi kompos yang berguna untuk

memperbaiki kesuburan tanah.

4. Pryolisis untuk menghasilkan sintesis

Pryolisis adalah suatu cara menghancurkan bahan padat atau cair tanpa

menggunakan gas. Padatan akan terurai menjadi fragmen-fragmen yang lebih

kecil. Pryolisis dapat mengubah sekitar 50% padatan menjadi cairan yang

95% beratnya adalah senyawa aromatik.

b. Metode yang menitikberatkan pada perolehan energi

1. Pryolisis

Selain menghasilkan cairan, 50% dari padatan juga menghasilkan gas (yang

sebagian besar campuran methan, ethan dan prophan). Gas yang dihasilkan

bukan energi yang bisa disimpan, melainkan sebagai panas yang harus

digunakan lagi atau dikonversikan menjadi energi lain.

2. Incinerator

Pembakaran sampah (incineration) bertujuan untuk mereduksi volume

buangan padat. Teknologi ini dapat mengurangi volume sampah hingga 97%

dan bobot hingga 70%. Panas hasil pembakaran dipakai untuk menghasilkan

energi.

3. Sampah sebagai bahan bakar

Bahan bakar dari metode ini diperoleh fraksi organik sampah. Fraksi organik

tersebut selanjutnya dipress hingga menyerupai bahan bakar batu bara.

Jumlah kandungan panas bahan ini memang hanya setengahnya dari batu

bara, namun memiliki kandungan debu lebih kecil dari batu bara.

c. TPA

Selain pengolahan berdasarkan titik berat perolehan (perolehan bahan atau energi),

terdapat satu metode lagi yang hanya menimbun sampah pada di tempat tertentu

yangdinamakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sampah yang ada pada TPA

dikumpulkan dari sampah yang ada dari berbagai macam sumber sampah dalam

suatu kawasan. Awalnya, sistem yang ada pada TPA adalah membiarkan sampah

ditimbun secara terbuka (open dumping) tanpa pemrosesan lebih lanjut. Dalam

Page 15: Bab II Tinjauan Teori

rangka mengurangi pencemaran udara, air dan tanah serta penyebaran penyakit

melalui debu dan lalat dari cara ini, maka saat ini digalakkan penggantian sistem

open dumping menjadi sistem lahan uruk saniter (sanitary landfill).

Pada sanitary landfill, sampah dimasukkan ke dalam lahan yang sudah dilengkapi

fundamen yang kedap air serta saluran untuk lindi dan gas. Sampah yang

menumpuk itu kemudian dipadatkan dengan alat berat, lalu ditutup dengan tanah

penutup. Setelah itu dipadatkan lagi, di atasnya ditempatkan sampah, ditutup

dengan tanah, demikian seterusnya. Agar lindi (cairan yang berasal dari sampah

ataupun yang menyertai sampah ketika sampah itu dibuang) tidak menembus

keluar dan mencemari lingkungan, makan sanitary landfill dibuat di atas tanah

berpermukaan rendah atau permukaan tahan dikeruk dahulu sehingga terbentuk

dinding yang dapat berfungsi untuk menahan dan mengurangi kebocoran air lindi.

Kedalaman kerukan tanah ini tidak boleh sejajar atau lebih dalam daripada

permukaan air tanah. Sesuai dengan SNLT-11-1994-03, jaraknya dengan permukaan

air tanah adalah >3 m.

d. ITF atau Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)

ITF (Intermediete Treatment Facility) adalah fasilitas pengolahan sampah antara

yang bertujuan untuk mengurangi jumlah sampah sebesar-besarnya sebelum masuk

ke TPA atau tempat pembuangan akhir sampah. ITF biasa juga disebut dengan

transfer station yang penting adalah fasilitas yang fungsinya dapat sebesar mungkin

mengurangi jumlah sampah yang ditimbun di TPA.

Adanya ITF ini sangat diharapkan dapat mengurangi biaya pengangkutan sampah

dan juga sekaligus menambah umur TPA. Tapi masih ada tujuan mulia lainnya yaitu

menghasilkan energi alternatif.

Secara umum fasilitas-fasilitas yang ada di ITF antara lain :

1. Fasilitas pre-processing, merupakan tahap awal pemisahan sampah, mengetahui

jenis sampah yang masuk, meliputi proses-proses sebagai berikut:

· Penimbangan, mengetahui jumlah sampah yang masuk.

· Penerimaan dan penyimpanan, menentukan area untuk mengantisipasi

jika sampah yang terolah tidak secepat sampah yang datang ke lokasi.

2. Fasilitas pemilahan, bisa secara manual maupun mekanis. Secara manual akan

membutuhkan area dan tenaga kerja untuk melakukan pemilahan dengan cepat,

Page 16: Bab II Tinjauan Teori

sedangkan secara mekanis akan mempermudah proses pemilahan dan menghemat

waktu. Peralatan mekanis yang digunakan antara lain:

Alat untuk memisahkan berdasarkan ukuran : reciprocating screen,

trommel screen, disc screen.

Alat untuk memisahkan berdasarkan berat

jenis : air classifier, pemisahan inersi, dan flotation.

3. Fasilitas pengolahan sampah secara fisik, setelah dipilah sampah akan ditangani

menurut jenis dan ukuran material tersebut. Peralatan yang digunakan antara lain :

hammer mill dan shear shredder.

4. Fasilitas pengolahan yang lain seperti komposting, ataupun RDF.

Terkait dengan pengolahan sampah, maka ada beberapa proses yang bisa

berlangsung di TPST atau ITF ini yaitu :

1. Transformasi fisik yaitu : pemisahan sampah dengan berbagai metoda seperti

pemisahan secara manual maupun pemisahan secara mekanik menggunakan

beberapa peralatan, seperti rotating screen, magnetic separation dan lain-lain Selain

itu sampah-sampah lain seperti plastik, kardus dan lain-lain mengalami proses

pemisahan dan pencacahan. Proses kompaksi juga dapat terjadi di lokasi ini dengan

penerapan dari baling.

2. Transformasi biologi, yaitu proses pengomposan yang bisa diterapkan baik dalam

skala TPST maupun IPST. Proses pengomposan ini bisa menggunakan beberapa

metoda seperti windrow composting atau komposter angin dan proses

pengomposan yang lain. Pemilihan teknologi sangat tergantung pada beberapa

faktor antara lain : ketersediaan lahan dan kemudahan operasional proses

pengomposan serta meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul.

3. Transformasi kimia, dengan mengubah sampah menjadi briket sampah. Sampah

dapat digunakan sebagai sumber energi dengan memanfaatkan nilai kalor yang ada

di dalam sampah.

Selain keuntungan yang bisa ditimbulkan, ada beberapa masalah yang harus

diperhatikan dalam penerapan ITF ini, yaitu:

Page 17: Bab II Tinjauan Teori

1. Lokasi ITF (TPST)

Lokasi sebaiknya jauh dari permukiman penduduk dan industri, dengan

pertimbangan ITF akan mendapatkan daerah penyangga yang baik dan mampu

melindungi fasilitas yang ada. Tetapi tidak menutup kemungkinan lokasi dekat

dengan permukiman atau industri, hanya saja dibutuhkan pengawasan terhadap

operasional ITF sehingga dapat diterima di lingkungan.

2. Emisi ke lingkungan

ITF yang akan dioperasikan harus melihat kemampuan lingkungan dalam menerima

dampak yang ditimbulkan dari adanya fasilitas ITF, misalnya : kebisingan, bau,

pencemaran udara, estetika yang buruk dan lain-lain. Pendekatan desain yang

terbaik adalah merencanakan dengan baik penentuan lokasi ITF, menerapkan

sistem bersih lokasi dan pengoperasian yang ramah lingkungan.

3. Kesehatan dan kemanan masyarakat

Kesehatan dan keamanan masyarakat secara umum sangat terkait dengan proses

yang ada di dalam ITF. Jika proses di ITF direncanakan dan dilaksanakan dengan

baik, maka dampak negatif yang akan ditimbulkan pada masyarakat dapat

diminimalkan.

4. Kesehatan dan keselamatan pekerja

Pengoperasian ITF juga menimbulkan resiko terhadap para pekerja, seperti

kemungkinan adanya paparan dari bahan-bahan toksik yang masuk ke lokasi ITF,

sehingga pekerja harus dilengkapi peralatan safety pribadi. Contoh peralatan

tersebut pakaian yang aman, sepatu boot, sarung tangan, masker dan lain-lain.

2.4.3 Pengomposan

Seperti dijelaskan di atas tadi, pengomposan pengolahan sampah organik menjadi

kompos yang berguna untuk memperbaiki kesuburan tanah. Pada bagian ini akan

dijabarkan dengan lebih detail mengenai pengomposan.

1. Kompos dan proses komposting

Kompos didefinisikan sejenis pupuk organik, dimana kandungan unsur N, P dan K

yang tidak terlalu tinggi , hal ini membedakan kompos dengan pupuk buatan.

Kompos sangat banyak mengandung unsur hara mikro yang berfungsi membantu

memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan porositas tanah sehingga tanah

Page 18: Bab II Tinjauan Teori

menjadi gembur dan lebih mampu menyimpan air (Tchobanoglous et al.,1993).

Adapun manfaat dari kompos adalah :

- Memperbaiki struktur tanah;

- Sebagai bahan baku pupuk organik;

- Sebagai media remediasi tanah yang tercemar (pemulih tanah akibat

pencemaran bahan kimia yang toxic terhadap mikroba tanah);

- Meningkatkan oksigen dalam tanah;

- Menjaga kesuburan tanah;

- Mengurangi kebutuhan pupuk inorganik.

Cara atau metoda untuk membuat kompos adalah proses komposting. Proses

komposting ini merupakan proses dengan memanfaatkan proses biologis yaitu

pengembangan massa mikroba yang dapat tumbuh selama proses terjadi. Metoda

ini adalah proses biologi yang mendekomposisi sampah (terutama sampah organic

yang basah) menjadi kompos karena adanya interaksi kompleks dari organisme

yang terdapat secara alami. Berdasarkan prinsip proses biologis ini, maka

karakteristik dari mikroba menjadi penting untuk diperhatikan. Jenis mikroba yang

dimaksud adalah jenis mikroba yang diklasifikasikan dari cara hidupnya, yaitu :

• Mikroba anaerobic (yaitu mikroba yang hidup tanpa oksigen); jenis mikroba ini

juga dibagi dalam 2-jenis yaitu : mesophilic (hidup pada temperatur (20-

40 oC), dan thermophilic (hidup pada temperatur (45-70 oC).

• Mikroba aerobic adalah mikroba yang hanya dapat hidup dengan adanya oksigen.

Sama dengan mikroba anaerobic berdasarkan fluktuasi kondisi suhu di dalam

tumpukan kompos dapat dibedakan menjadi mesophilic dan thermophilic.

Proses komposting merupakan suatu proses yang paling relatif mudah dan

murah, serta menimbulkan dampak lingkungan yang paling rendah. Proses ini

hampir sama dengan pembusukan secara alamiah, dimana berbagai jenis

mikroorganisme berperan secara serentak dalam habitatnya masing-masing.

Makanan untuk mikorooganisme adalah sampah, sedangkan suplai udara dan air

diatur dalam proses komposting ini. Jenis sampah sangat mempengaruhi proses

composting ini. Sampah yang dapat dikomposkan adalah sampah organik atau

sering disebut sampah basah adalah jenis sampah yang berasal dari jasad hidup

sehingga mudah membusuk dan dapat hancur secara alami. Contohnya adalah

sayuran, daging, ikan, nasi, ampas perasan kelapa, dan potongan rumput /daun/

ranting dari kebun.

Page 19: Bab II Tinjauan Teori

2. Teknologi Proses Komposting

Berdasarkan teknologi proses, pengolahan kompos dapat dibedakan sebagai

berikut:

a. Komposting aerobik

Komposting aerobik, adalah komposting yang menggunakan oksigen dan

memanfaatkan respiratory metabolism, dimana mikroorganisme yang

menghasilkan energi karena adanya aktivitas enzim yang membantu transport

elektron dari elektron donor menuju external electron acceptor adalah oksigen.

Reaksi yang terjadi :

Bahan organik + O2 + nutrien kompos + sel baru + CO2 + H2O + NH3 + SO4

= + energi

Contoh metoda atau teknologi proses komposting secara aerobik ini yaitu

Windrow composting. Metode ini didefinisikan sebagai sistem terbuka, pemberian

oksigen secara alamiah, dengan pengadukan/pembalikan, dibutuhkan penyiraman

air untuk menjaga kelembabannya.

Keuntungan :

- Biaya relatif murah untuk windrow komposting

- Proses lebih sederhana dan cepat (khususnya yang menggunakan aerasi

mekanis)

- Dapat dibuat dalam skala kecil dan mobile (in-vessel composting) Sehingga

dapat dibuat dalam bentuk modul-modul)

Kerugian :

- Masih menimbulkan dampak negatif berupa : bau, lalat, cacing dan rodent,

serta air leachate

- Operasional kontrol temperatur dan kelembaban sulit, karena kontak

langsung dengan udara bebas, sering tidak mencapai kondisi optimal

- Membutuhkan lahan yang luas untuk sistem windrow composting, karena

proses pengomposan sampai pematangan membutuhkan waktu minimal 60

hari.

Secara umum, proses secara aerob yaitu :

Sampah ditumpuk di atas para-para. Sampah perlu dibalik pada perioda

waktu tertentu, untuk memastikan pemberian oksigen pada sampah cukup

merata. Lama pengomposan sampah dengan cara ini ± 60 hari

Untuk mempercepat waktu pengomposan, mengingat keterbatasan

Page 20: Bab II Tinjauan Teori

lahan, maka pemberian oksigen dapat dilakukan dengan cara memberi

oksigen ke dalam tumpukan sampah. Tetapi sebagai konsekwensinya, perlu

energi tambahan untuk proses pemberian (suplay) oksigen.

Sampah dimasukkan ke dalam tong berlubang yang dapat diputar. Kapasitas

tong tidak lebih dari 1 m3, karena jika terlalu besar, sampah tidak dapat

tercampur pada saat diputar.

b. Komposting anaerobik

Yaitu proses komposting tanpa menggunakan oksigen. Bakteri yang berperan adalah

bakteri obligate anaerobik. Proses berlangsung dengan reaksi sebagai berikut :

Bahan organik + H2O + nutrien kompos + sel baru + CO2 +CH4 + NH3 + H2S + energi

Dalam proses ini terdapat potensi hasil sampingan yang cukup mempunyai arti

secara ekonomis yaitu gas bio, yang merupakan sumber energi alternatif yang

sangat potensial. Berdasarkan pendekatan waste to energy (WTE) diketahui bahwa

1 ton sampah organik dapat menghasilkan 403 Kwh listrik.

Keuntungan :

- Tidak membutuhkan energi, tetapi justru menghasilkan energi

- Dalam tangki tertutup sehingga tedak menimbulkan dampak negatif terhadap

lingkungan

Kerugian :

- Untuk pemanfaatan biogas dibutuhkan kapasitas yang besar karena faktor

skala ekonomis, sehingga kurang cocok diterapkan pada suatu kawasan kecil

- Biaya lebih mahal, karena harus dalam reaktor yang tertutup.

Secara umum proses pengolahan anaerob adalah Sampah yang telah dicacah

dimasukkan ke dalam bak sampah tertutup. Sampah dicampur dengan

biofermentor. Leachate yang diperoleh dari hasil pengomposan juga sudah

mengandung mikroba, sehingga dapat dimanfaatkan kembali pada proses

pengomposan selanjutnya. Jika lama pengomposan yang diperlukan ± 30 hari, maka

diperlukan 30 unit bak-bak dengan volume bak sampah sesuai dengan kapasitas

pengolahan setiap hari. Atau bak dapat dirancang untuk menerima sampah selama 5

hari, maka jumlah bak sampah yang diperlukan menjadi 6 unit. Penggunaan cara ini,

dapat mengurangi kebutuhan luas lahan, karena bak dapat dibangun ke atas.

Page 21: Bab II Tinjauan Teori

2.5 Skala Pengolahan Sampah

Berdasarkan metoda pengolahan dan tanggung jawab pengelolaan maka skala

pengolahan dapat dibedakan atas beberapa skala yaitu :

1) Skala individu; yaitu pengolahan yang dilakukan oleh penghasil sampah secara

langsung di sumbernya (rumah tangga/kantor). Contoh pengolahan pada skala

individu ini adalah pemilahan sampah atau komposting skala individu

2) Skala kawasan; yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani suatu

lingkungan/ kawasan (perumahan, perkantoran, pasar, dll). Lokasi pengolahan

skala kawasan dilakukan di TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Proses

yang dilakukan pada TPST umumnya berupa : pemilahan, pencacahan sampah

organik, pengomposan, penyaringan kompos, pengepakan kompos, dan

pencacahan plastik untuk daur ulang.

3) Skala kota; yaitu pengolahan yang dilakukan untuk melayani sebagian atau

seluruh wilayah kota dan dikelola oleh pengelola kebersihan kota. Lokasi

pengolahan dilakukan di Instalasi Pengolahan Sampah Terpadu (IPST) yang

umumnya menggunakan bantuan peralatan mekanis.

Page 22: Bab II Tinjauan Teori

Bab 2.1 Pengertian Sampah...............................................................................................1

2.2 Jenis Sampah................................................................................................................2

2.2.1 Sampah Khusus.....................................................................................................3

2.3 Sumber-Sumber Timbunan Sampah............................................................................3

2.4 Sistem Pengolahan Sampah.........................................................................................3

2.4.1 Sub sistem teknis operasional...............................................................................3

2.4.2 Metode Pengelolaan Sampah...............................................................................3

2.4.3 Pengomposan........................................................................................................3

2.5 Skala Pengolahan Sampah............................................................................................3