bab ii tinjauan pustaka_2

15
5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bagan Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil, dioperasikan pada malam hari dan menggunakan cahaya lampu sebagai atraktor untuk mengarahkan ikan pada jaring. Menurut Subani dan Barus (1989), berdasarkan cara pengoperasiannya maka bagan di kelompokkan sebagai  jaring angkat (lift net ). Namun, karena menggunakan lampu untuk mengumpulkan ikan maka disebut juga light   fishing (Von Brandt, 1985). Bagan diperkenalkan ke seluruh wilayah perairan Indonesia oleh nelayan Sulawesi. Penggunaan bagan semakin berkembang dan terus mengalami  perubahan, baik pada bentuk maupun jenisnya. Jenis bagan yang pertama dikenal adalah bagan tancap. Selanjutnya bagan perahu, bagan rakit, dan bagan apung atau hanyut . Bagan perahu dan apung dapat dioperasikan secara berpindah-  pindah pada tempat-tempat yang diperkirakan banyak ikannya (Subani dan Barus, 1988). Metode pengoperasian bagan apung dapat dijelaskan secara berurutan sebagai berikut (Ta’aliddin, 2000): 1) Penurunan jaring (  setting ) ke dalam air dengan melepaskan ikatan tali jaring  pada roller . Jaring diturunkan sampai kedalaman tertentu di atas perairan. Jaring turun kedalam air dengan bantuan pemberat (batu) yang diikatkan pada setiap sudut jaring bagian bawah. 2) Menyalakan dan memasang lampu TL berjumlah 4 buah, digantung dengan menggunakan tangkai bambu dengan jarak 1 m di atas permukaan air laut. Untuk operasi penangkapan ini, yang menggunakan sumber cahaya lampu listrik, pemasangan sumber cahaya dilakukan bersamaan. 3) Jaring berada dalam air rata-rata selama 2 jam. Setelah 2 jam, lampu dipadamkan satu demi satu dan pada akhirnya hanya tinggal satu lampu listrik saja yang dipasang sungkup bambu di atas untuk menarik ikan agar terkonsentrasi di bawah lampu. Jaring kemudian diangkat ( hauling ) dengan menggunakan alat pemutar dari bambu ( roller ). Pada saat awal pengangkatan  jaring dilakukan secara perlahan-lahan, dan semakin cepat ketika jaring sudah

Upload: suyanto-seishin

Post on 31-Oct-2015

140 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 1/14

5

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bagan

Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan untuk menangkap

ikan pelagis kecil, dioperasikan pada malam hari dan menggunakan cahaya lampu

sebagai atraktor untuk mengarahkan ikan pada jaring. Menurut Subani dan Barus

(1989), berdasarkan cara pengoperasiannya maka bagan di kelompokkan sebagai

 jaring angkat (lift net ). Namun, karena menggunakan lampu untuk mengumpulkan

ikan maka disebut juga light   fishing  (Von Brandt, 1985).

Bagan diperkenalkan ke seluruh wilayah perairan Indonesia oleh nelayan

Sulawesi. Penggunaan bagan semakin berkembang dan terus mengalami

 perubahan, baik pada bentuk maupun jenisnya. Jenis bagan yang pertama dikenal

adalah bagan tancap. Selanjutnya bagan perahu, bagan rakit, dan bagan apung

atau hanyut . Bagan perahu dan apung dapat dioperasikan secara berpindah-

 pindah pada tempat-tempat yang diperkirakan banyak ikannya (Subani dan Barus,

1988).

Metode pengoperasian bagan apung dapat dijelaskan secara berurutan

sebagai berikut (Ta’aliddin, 2000):1) Penurunan jaring ( setting ) ke dalam air dengan melepaskan ikatan tali jaring

 pada roller . Jaring diturunkan sampai kedalaman tertentu di atas perairan.

Jaring turun kedalam air dengan bantuan pemberat (batu) yang diikatkan pada

setiap sudut jaring bagian bawah.

2) Menyalakan dan memasang lampu TL berjumlah 4 buah, digantung dengan

menggunakan tangkai bambu dengan jarak 1 m di atas permukaan air laut.

Untuk operasi penangkapan ini, yang menggunakan sumber cahaya lampulistrik, pemasangan sumber cahaya dilakukan bersamaan.

3) Jaring berada dalam air rata-rata selama 2 jam. Setelah 2 jam, lampu

dipadamkan satu demi satu dan pada akhirnya hanya tinggal satu lampu listrik 

saja yang dipasang sungkup bambu di atas untuk menarik ikan agar 

terkonsentrasi di bawah lampu. Jaring kemudian diangkat (hauling ) dengan

menggunakan alat pemutar dari bambu (roller ). Pada saat awal pengangkatan

 jaring dilakukan secara perlahan-lahan, dan semakin cepat ketika jaring sudah

Page 2: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 2/14

akan mencapai permukaan air. Tujuannya adalah untuk menghindari agar ikan

yang berkumpul diatas jaring tidak dapat melarikan diri.

4) Setelah jaring selesai diangkat, ikan-ikan yang tertangkap dikumpulkan pada

salah satu sudut jaring dan diambil dengan menggunakan serok bertangkai

 panjang, disimpan dalam keranjang bambu. Selanjutnya ikan-ikan tersebut

dipisahkan berdasarkan jenisnya.

Secara keseluruhan data waktu operasi penangkapan ikan dengan menggunakan

 bagan apung tradisional selama penelitian di Palabuhanratu adalah sebagai

 berikut:

1) Penurunan jaring ( setting ) selama 6 menit;

2) Jaring dalam air (110 menit); dan

3) Penarikan jaring (hauling ) (5 menit).

2.1.1  Konstruksi

Komponen penting bagan terdiri atas jaring bagan, rumah bagan (anjang-

anjang), serok dan lampu. Jaring bagan umumnya berukuran 9 × 9 m dengan

ukuran mata 0,5 – 1 cm. Bahan jaring adalah nilon. Keempat sisi jaring diikatkan

 pada bingkai berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari bambu atau kayu. Rumah

 bagan terbuat dari bambu. Pada bagan tancap, bagian bawah berukuran 10 × 10 m,

sedangkan bagian atas 9,5 × 9,5 m. Pada bagian atas rumah bagan terdapat

 penggulung (roller ) yang berfungsi untuk menurunkan dan mengangkat jaring

 bagan pada waktu dilakukan operasi penangkapan (Subani dan Barus, 1988). Pada

Gambar 1 ditunjukkan bagan apung dan bagian-bagiannya.

Bagan apung biasanya menggunakan drum plastik sebagai pengapung yang

ditempatkan pada bagian dasar kiri dan kanan bagan. Jumlahnya 8 buah yangterbuat dari bahan plastik. Menurut nelayan, hasil tangkapan dengan bagan apung

menghasilkan tangkapan yang lebih baik dibandingkan bagan jenis lainnya.

Page 3: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 3/14

7

Sumber : Tobing (2008) 

Gambar 1. Bagan apung dan bagian-bagiannya

2.1.2  Lampu bagan

Bagan tergolong dalam light fishing  karena menggunakan lampu sebagaialat bantu penangkapan (Fridman, 1986). Fungsi lampu adalah sebagai pemikat

ikan yang bersifat fototaksis positif untuk datang ke bagan. Posisi lampu harus

 berada tepat di atas jaring bagan untuk memudahkan operasi penangkapan.

Ilustrasi posisi lampu pada alat tangkap bagan dapat dilihat pada Gambar 2.

Pengoperasian bagan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan.

Lampu yang digunakan biasanya berjumlah 4 buah dan diletakkan tepat di tengah

 – tengah bangunan bagan. Penggunaan lampu tersebut berfungsi sebagai atraktor 

agar ikan berkumpul dalam catchable area. Penangkapan ikan dengan bagan

hanya dilakukan pada malam hari, terutama pada bulan gelap. Hal ini karena

 pancaran sinar lampu akan maksimal pada waktu tersebut.

Menurut Effendi (2005), keberhasilan penangkapan ikan dengan alat bantu

cahaya (light fishing ) sangat ditentukan oleh teknik penangkapan, kondisi perairan

dan lingkungan serta kualitas cahaya yang digunakan untuk memikat ikan.

Adapun penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat ditentukan oleh

Page 4: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 4/14

sifat alamiah cahaya matahari atau bulan, jumlah partikel yang terkandung dalam

air dan banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan air. Menurut Subani

dan Barus (1988), faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan

dengan menggunakan alat bantu cahaya, yaitu:

1)  Kecerahan

Jika kecerahan rendah atau air keruh berarti banyak terdapat zat atau

 pertikel yang menyebar di dalam air. Cahaya yang masuk ke dalam air akan habis

terserap oleh zat-zat tersebut. Ikan yang berada jauh dari sumber cahaya tidak 

dapat mendeteksi akan adanya cahaya.

2)  Angin, arus dan gelombang

Angin, arus dan gelombang mempengaruhi kedudukan lampu. Posisi lampu

yang bergerak akan merubah arah cahaya yang semula lurus menjadi bengkok,

sinar yang terang menjadi berkerlip dan akhirnya menimbulkan sinar yang

menakutkan ikan ( flickering   light ). Semakin besar angin, arus dan gelombang

menyebabkan  flickering   light  yang dihasilkan menjadi semakin besar. Untuk 

mengatasi masalah ini, konstruksi dudukan lampu harus disempurnakan. Selain

itu, lampu dilengkapi dengan reflektor. Upaya lain adalah dengan menempatkan

lampu di bawah permukaan air (under-water lamp).

3)  Sinar bulan

Pada waktu bulan purnama sulit sekali untuk dilakukan penangkapan

dengan menggunakan lampu (light fishing ). Cahaya yang dipancarkan bulan

menyebar merata di permukaan air pada suatu areal yang sangat luas. Sebagai

akibatnya, ikan-ikan juga menyebar merata di seluruh permukaan air.

4)  Lokasi Penangkapan ( fishing ground )

Perairan teluk terhindar dari pengaruh gelombang besar, angin dan arus

yang kuat memberikan dampak positif pada operasi penangkapan ikan yang

menggunakan alat bantu cahaya. Kondisi perairan teluk sangat cocok 

diperuntukkan untuk pengoperasian bagan, karena perairannya tenang.

5)  Ikan atau binatang buas

Ikan yang tertarik oleh cahaya lampu didominasi oleh jenis ikan berukuran

kecil, seperti teri. Jenis ikan besar atau pemangsa umumnya berada di lapisan

yang lebih dalam. Adapun hewan air lain, seperti ular laut ( sea snake) dan lumba-

Page 5: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 5/14

9

lumba (dolphin) berada di tempat-tempat gelap mengintai keberadaan ikan-ikan

kecil tersebut. Hewan-hewan tersebut sesekali menyerang ikan-ikan yang

 berkerumun di bawah lampu dan mencerai-beraikannya.

Pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah banyak di

Indonesia. Mayoritas nelayan di wilayah perikanan telah mengenal pentingnya

 penggunaan lampu dalam proses penangkapan. Misalnya di wilayah Indonesia

timur, lampu digunakan untuk menangkap ikan umpan hidup (life bait fish) pada

 penangkapan ikan cakalang dengan alat tangkap huhate. Pada perikanan bagan,

 beragam jenis lampu digunakan untuk membantu penangkapan. Beberapa jenis

lampu yang biasa digunakan pada perikanan bagan adalah lampu pijar, neon, dan

 petromaks (kerosene pressure lamp) (Prasetyo, 2009).

Keberhasilan penangkapan ikan dengan bagan ternyata sangat ditentukan

oleh ketinggian lampu dari permukaan perairan. Subani (1972) menyebutkan

ketinggian petromaks dari permukaan air adalah 1 m dan jaring berada pada

kedalaman 8 m. Penelitian terbaru Prasetyo (2009) menjelaskan bahwa faktor 

 penting yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan bagan adalah pemusatan

cahaya. Arah pancaran cahaya harus terpusat pada areal dalam jaring bagan.

Untuk itu, lampu harus dilengkapi dengan reflektor yang berfungsi sebagai

 pengarah cahaya. Menurut (Nurdin, 2009) integritas cahaya yang tinggi akan

meningkatkan hasil tangkapan.

Page 6: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 6/14

10 

Sumber : Tobing (2008)

Gambar 2. Ilustrasi posisi lampu pada alat tangkap bagan

2.2 Cahaya

Cahaya adalah berkas – berkas kecil dalam spektrum elektromagnetik yang

merambat tanpa medium perantara. Menurut teori Newton, cahaya terdiri atas

 partikel-partikel kecil yang keluar dari sumbernya dengan kecepatan tinggi

(Gluck, 1964). Selanjutnya dijelaskan bahwa panjang gelombang cahaya berkisar 

antara 3600 – 7800 Angstrom dengan frekuensi cahaya tampak bervariasi dari 7.9

x 10 Hz – 4,3 x 10 Hz.

Cepat rambat cahaya pada medium air lebih rendah dari pada cepat rambat

cahaya pada medium udara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan indeks bias

medium yang dilewatinya. Indeks bias tersebut dipengaruhi oleh kerapatan suatu

medium, sehingga cahaya mengalami pembiasan. Kecepatan rambat cahaya

dipengaruhi oleh perubahan panjang gelombang, sedangkan frekuensi cahaya

tidak terpengaruh (Cayles and Marsden, 1983).

Perbedaan media rambat yang dilalui cahaya akan berpengaruh terhadap

karakteristik-karakteristik cahaya. Kedalaman penetrasi cahaya di dalam laut

m

Page 7: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 7/14

11

tergantung pada beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh partikel-partikel

terlarut dalam air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya

oleh permukaan laut, serta musim dan lintang geografis (Nyabakken, 1988).

Iluminasi cahaya ( E ) didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang masuk ke

kolom air yang tergantung pada intensitas cahaya dan jarak dari permukaan (Ben

Yami, 1987). Pengukuran iluminasi cahaya dari suatu sumber dapat dilakukan

dengan menggunakan rumus :

 E =

 

Keterangan :

 E  : Iluminasi cahaya (lux):

C  : Kuat smber cahaya (candela); dan

 R : Jarak dari sumber cahaya (m).

Bentuk sebaran intensitas cahaya lampu di bawah air tergantung dari tipe

lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya. Pengamatan sebaran intensitas di

dalam air menunjukkan bahwa pada garis luar  iso –  lux dari 4 lampu petromaks

 pada bagan apung di Palabuhanratu bentuknya seperti oval. Intensitas cahaya

maksimum sebesar 340 lux di pusat cahaya lampu di permukaan air (Puspito,

2008).

2.3 Reaksi ikan terhadap cahaya

Reaksi atau respon ikan terhadap keadaan lingkungan luar atau rangsangan

eksternal disebut taxis. Reaksi ikan terhadap rangsangan cahaya disebut

 phototaksis. Phototaksis dikelompokkan menjadi  phototaksis positif dan

 phototaksis negatif.  Phototaksis positif adalah reaksi makhluk hidup yang

mendekati sumber cahaya. Adapun  phototaksis negatif adalah reaksi makhluk 

hidup yang menjauhi sumber cahaya yang terdeteksi olehnya (Ben Yami, 1988).

Ikan tertarik pada cahaya melalui penglihatan (mata) dan rangsangan

melalui otak (pineal region pada otak). Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya

disebut phototaksis (Ayodhyoa, 1981). Dengan demikian, ikan yang tertarik oleh

cahaya hanyalah ikan-ikan fototaksis, yang umumnya adalah ikan-ikan pelagis

dan sebagian kecil ikan demersal, sedangkan ikan-ikan yang tidak tertarik oleh

cahaya atau menjauhi cahaya biasa disebut fototaksis negatif (Gunarso, 1985).

Page 8: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 8/14

12 

Ada beberapa alasan mengapa ikan tertarik oleh cahaya, antara lain adalah

 penyesuaian intensitas cahaya dengan kemampuan mata ikan untuk menerima

cahaya. Dengan demikian, kemampuan ikan untuk tertarik pada suatu sumber 

cahaya sangat berbeda-beda. Ada ikan yang senang pada intensitas cahaya yang

rendah, tetapi adapula ikan yang senang terhadap intensitas cahaya yang tinggi.

 Namun, ada ikan yang mempunyai kemampuan untuk tertarik oleh cahaya mulai

dari intensitas yang rendah sampai yang tinggi.

Menurut (Priatna, 2009), pengaruh intensitas cahaya terhadap agregasi ikan

mempunyai pola yang tidak sama. Ikan akan beradaptasi terhadap variasi

iluminasi optimum sehingga selama proses pencahayaan terjadi migrasi.

Pada ikan diketahui bahwa rangsangan cahaya antara 0,01-0,001 lux sudah

memberikan reaksi (Laevastu and Hayes, 1991). Ambang cahaya tertinggi untuk 

mata ikan belum banyak diteliti, walau banyak diketahui bahwa berbagai jenis

ikan laut pada umumnya selalu berusaha untuk meningkatkan sensitifitasnya. Ikan

mempunyai suatu kemampuan yang mengagumkan untuk dapat melihat pada

waktu siang hari dengan kekuataan penerangan ratusan ribu lux dan dalam

keadaan gelap sama sekali (Gunarso, 1985). Namun demikian, sensitifitas mata

ikan laut pada umumnya tinggi. Kalau cahaya biru-hijau yang mampu diterima

mata manusia hanya sebesar 30% saja, maka mata ikan mampu menerimanya

sebesar 75%, sedangkan retina mata dari beberapa jenis ikan laut dalam

menerimanya sampai 90%. Ambang cahaya yang mampu dideteksi oleh mata

ikan jauh lebih rendah dari pada ambang cahaya yang dapat dilihat oleh mata

manusia, sehingga pada umumnya mata ikan mempunyai tingkat sensitifitas 100×

mata manusia. Oleh karena itu, pada beberapa jenis ikan yang hidup di perairan

 pantai dapat mengindera mangsanya dari kejauhan 100 m sejak pagi sampai sore

hari (Woodhead, 1966 dalam Gunarso, 1985).

Penggunaan lampu pada pengoperasian bagan akan merangsang

fitoplankton yang bersifat phototaksis positif berkumpul di bawah lampu.

Keberadaan fitoplankton tersebut akan menarik ikan-ikan kecil ( plankton feeder )

yang diikuti oleh ikan predator sehingga terjadi jejaring makanan di area

 pengoperasian bagan.

Page 9: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 9/14

13

Pergerakan ikan tembang secara vertikal terjadi karena perubahan siang dan

malam. Pada malam hari gerombolan ikan cenderung berenang ke permukaan dan

akan berada pada permukaan sampai dengan matahari sudah akan terbit. Pada

malam terang bulan gerombolan ikan itu akan berpencar atau tetap berada di

 bawah permukaan air (Gunarso, 1988).

2.4  Hasil tangkapan bagan

Berdasarkan data perikanan PPN Palabuhanratu 2009, hasil tangkapan

 bagan mencapai 225 ton/tahun. Hasil tangkapan tersebut terdiri atas berbagai jenis

ikan pelagis. Menurut Subani dan Barus (1988), bagan ditujukan untuk 

menangkap jenis ikan fototaksis positif, yaitu teri (Stolephorus spp). Adapun hasil

tangkapan sampingannya adalah tembang (Sardinella fimbriata), cumi-cumi

( Loligo sp), pepetek ( Leiognathus sp), dan kembung ( Rastreliger sp).

2.4.1 Teri (Stolephorus  spp )

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan teri adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata;

Subfilum : Vertebrata;

Kelas : Pisces;

Ordo : Malacopterygii;

Subordo : Percoidei;

Family : Clupeidae;

Genus : Stolephorus; dan

Species : Stolephorus spp. (Gambar 3). 

Sumber : www.wikipedia.org. (2012)

Gambar 3. Ikan teri

Page 10: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 10/14

14 

Ikan teri umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm. Ikan ini umumnya

menghuni perairan dekat pantai dan hidup secara bergerombol. Stelophorus spp,

mempunyai tanda-tanda khas seperti yang terlihat pada Gambar 3, yaitu umumnya

tidak berwarna, bagian samping tubuhnya (linear lateralis) terdapat garis putih

keperakan seperti selempang yang memanjang dari belakang kepala hingga ekor.

Bentuk tubuh bulat memanjang ( fusiform) dan pipih (compressed ).

Teri menyebar pada wilayah Samudera Hindia bagian timur sampai

Samudera Pasifik Tengah. Penyebaran ke selatan sampai ke daerah Australia.

Laevastu dan Hayes (1981) mengemukakan bahwa teri selama siang hari

membentuk gerombolan dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada

malam hari dimana tebalnya gerombolan ini adalah 6-15 m. Kedalaman renang

dari gerombolan teri bervariasi selama siang hari dan bermigrasi ke daerah yang

dangkal (permukaan) pada waktu pagi dan sore hari. Hal ini berkaitan erat

dengan cahaya, teri menyukai intensitas cahaya tertentu dan kedalaman dari

intensitas bervariasi sesuai dengan waktu, derajat perawanan dan koefisien

konsistensi air. Beberapa sifat fisika-kimia air merupakan salah satu faktor 

eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan ikan teri. Dalam kondisi

alamiah, faktor lingkungan yang berpengaruh adalah suhu, oksigen terlarut,

 periode penyinaran, dan ketersediaan pangan (Omori and Ikeda 1984).

2.4.2  Tembang (Sardinella fimbriata )

Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tembang adalah sebagai berikut;

Filum : Chordata;

Subfilum : Vertebrata ;

Kelas : Pisces ;Subkelas : Teleostei ;

Ordo : Malacopterygii ;

Subordo : Clupeidai ;

Famili : Clupeidae ;

Subfamili : Clupeinae ;

Genus : Clupea ; dan

Spesies : S . Fimbriata (Gambar 4)

Page 11: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 11/14

15

Sumber : www. eol.org. (2012) 

Gambar 4. Ikan tembang

Ikan tembang merupakan ikan pelagis yang banyak ditemukan di wilayah

 pantai. Ikan ini hidup bergerombol ( schooling ) dan berpindah-pindah (Nybakken,

1992). Plankton adalah organisme kecil yang menjadi makanannya, baik ikan

kecil maupun ikan dewasa. Berkembang biak satu kali dalam satu tahun pada

 bulan Juni-Juli di wilayah pantai ketika suhu udara dan kadar garam rendah.

Ciri-ciri morfologi ikan tembang adalah memiliki bentuk badan fusiform,

 pipih dengan duri dibagian bawah badan. Panjangnya berkisar 15 – 25 cm. Warna

tubuh biru kehijauan pada bagian atas, putih perak pada bagian bawah. Sirip-

siripnya pucat kehijauan serta tembus cahaya.

2.4.3  Cumi-cumi (Loligo sp )

Menurut Roper, et al. (1984), cumi-cumi diklasifikasikan kedalam :

Filum : Mollusca;

Kelas : Cephalopoda ;

Ordo : Teuthoidea ;

Sub ordo : Myopsida ;

Famili : Loliginidae ;

Genus : Loligo, Sepioteuthis, dan Doryteuthis; dan

Spesies : Loligo sp (Gambar 5).

Page 12: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 12/14

16 

Sumber : www. wikipedia. org. (2012)

Gambar 5. Cumi-cumi

Cumi – cumi merupakan binatang bertubuh lunak dengan bentuk tubuh

memanjang silindris dan bagian belakang meruncing dengan sepasang sirip

 berbentuk triangular atau bundar. Cumi-cumi mempunyai sepasang mata di

samping kepala. Pada bagian tengah kepalanya terdapat mulut yang dikelilingi

tentakel dengan alat penghisap ( sucker ). Cumi-cumi memiliki sejenis cangkang

yang sudah termodifikasi menjadi cangkang tipis yang mengandung zat tanduk 

atau khitin, disebut “pen”, dan terletak di dalam mantel. Seluruh tubuh bagian

dalam dan sebagian dari kepalanya masuk kedalam rongga mantel tersebut. Pada

 bagian kepala cumi-cumi terdapat lubang seperti corong yang dinamakan siphon.

Siphon ini berguna untuk mengeluarkan air dari rongga mantel yang

menghasilkan daya dorong untuk pergerakan cumi-cumi. Melalui siphon ini juga

cumi-cumi terkadang mengaluarkan tinta berwarna coklat hitam untuk 

menghindari predator (Buchsbaum et. al., 1987).

Cumi-cumi hidup di daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman

400 m. Beberapa spesies cumi-cumi hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi

digolongkan sebagai organisme pelagik. Cumi-cumi melakukan pergerakan

diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akanmenyebar pada kolom perairan pada malam harinya. Umumnya cumi-cumi

tertarik pada cahaya (fototaksis positif) sehingga sering ditangkap dengan

menggunakan bantuan cahaya (Ropper et. al .,1984).

2.4.4  Pepetek ( Leiognathus sp)

Kalsifikasi ikan pepetek menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Page 13: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 13/14

17

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Subordo : Percoidea

Famili : Leognathidae

Genus : Leognathus

Spesies : Leiognathus sp (Gambar 6)

Sumber : www. fishbase. org (2012)

Gambar 6. Ikan pepetek 

Ikan pepetek berbentuk pipih, berukuran kecil dengan panjang < 15 cm.

Ikan ini dapat digolongkan dalam 3 marga yaitu Leiognathus, Gazza dan Secutor.

Perbedaan ketiga jenis ini terdapat pada gigi dan bentuk mulutnya. Gazzamempunyai gigi taring sedangkan yang lain hanya mempunyai gigi kecil dan

mulutnya dapat dijulurkan ke depan dengan mengarah ke atas ( secutor ) ataupun

ke bawah (Leiognathus) (Nontji, 2005).

Pepetek hidup di perairan dangkal dan biasanya dalam gerombolan yang

 besar. Menurut Nontji (2005) produksi pepetek yang tertinggi biasanya terdapat di

 pesisir Jawa Timur biasanya sekitar bulan Desember-Maret, sedangkan terendah

 pada bulan Juli-September.

2.4.5  Kembung (Rastreliger sp)

Ikan kembung atau dikenal dengan nama latin Rastrelliger sp termasuk jenis

ikan pelagis kecil yang hidup bergerombol. Menurut Cuvier (1817) klasifikasinya

adalah :

Filum : Chordata ;

Subfilum : Vertebrata ;

Kelas : Actinopterygii ;

Page 14: BAB II Tinjauan Pustaka_2

7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 14/14

18 

Ordo : Perciformes ;

Famili : Scombridae ;

Genus : Rastrelliger ;

Spesies : Rastrelliger sp (Gambar 7)

Sumber : www. kahaku. go (2012) 

Gambar 7. Ikan kembung

Ikan kembung dapat hidup di perairan pantai maupun lepas pantai, terutama

di daerah yang berkadar garam tinggi. Ikan kembung terdiri atas 2 species, yaitu

ikan kembung lelaki ( Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan

( Rastrelliger neglectus) (Kriswantoro dan Sunyoto, 1986).

Penyebaran ikan kembung di Indonesia sangat luas, hampir meliputi seluruh

 perairan yang ada. Menurut Kriswantoro dan Sunyoto (1986), konsentrasi terbesar 

ikan kembung lelaki terdapat di Barat Sumatera, Laut Jawa, Selat Malaka,

Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Muna – Buton, dan perairan Arafura.

Adapun menurut Widyaningsih (1995), ikan kembung perempuan jenis  R.

branchsoma hanya terdapat di perairan Indonesia bagian Timur (Kepulauan

Maluku). Keberadaan ikan kembung di suatu wilayah membuktikan bahwa

wilayah tersebut merupakan tempat yang dilalui oleh migrasi ikan cakalang.

Pendugaan mengenai waktu dan tempat pemijahan ikan kembung telah

dilakukan oleh beberapa ahli. Menurut Widyaningsih (1995), musim pemijahan

ikan kembung terjadi pada musim barat (Oktober – Februari) dan musim timur 

(Juni – September). Tempat pemijahan terdapat di Utara Tanjung Satai

(Kalimantan Barat), Laut Cina Selatan, Samudera Indonesia, dan Laut Flores.

Musim pemijahan utama ikan kembung terjadi antara bulan April dan Agustus

dengan puncak musim diduga berlangsung bulan Agustus.