bab ii tinjauan pustaka_2
TRANSCRIPT
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 1/14
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bagan
Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan untuk menangkap
ikan pelagis kecil, dioperasikan pada malam hari dan menggunakan cahaya lampu
sebagai atraktor untuk mengarahkan ikan pada jaring. Menurut Subani dan Barus
(1989), berdasarkan cara pengoperasiannya maka bagan di kelompokkan sebagai
jaring angkat (lift net ). Namun, karena menggunakan lampu untuk mengumpulkan
ikan maka disebut juga light fishing (Von Brandt, 1985).
Bagan diperkenalkan ke seluruh wilayah perairan Indonesia oleh nelayan
Sulawesi. Penggunaan bagan semakin berkembang dan terus mengalami
perubahan, baik pada bentuk maupun jenisnya. Jenis bagan yang pertama dikenal
adalah bagan tancap. Selanjutnya bagan perahu, bagan rakit, dan bagan apung
atau hanyut . Bagan perahu dan apung dapat dioperasikan secara berpindah-
pindah pada tempat-tempat yang diperkirakan banyak ikannya (Subani dan Barus,
1988).
Metode pengoperasian bagan apung dapat dijelaskan secara berurutan
sebagai berikut (Ta’aliddin, 2000):1) Penurunan jaring ( setting ) ke dalam air dengan melepaskan ikatan tali jaring
pada roller . Jaring diturunkan sampai kedalaman tertentu di atas perairan.
Jaring turun kedalam air dengan bantuan pemberat (batu) yang diikatkan pada
setiap sudut jaring bagian bawah.
2) Menyalakan dan memasang lampu TL berjumlah 4 buah, digantung dengan
menggunakan tangkai bambu dengan jarak 1 m di atas permukaan air laut.
Untuk operasi penangkapan ini, yang menggunakan sumber cahaya lampulistrik, pemasangan sumber cahaya dilakukan bersamaan.
3) Jaring berada dalam air rata-rata selama 2 jam. Setelah 2 jam, lampu
dipadamkan satu demi satu dan pada akhirnya hanya tinggal satu lampu listrik
saja yang dipasang sungkup bambu di atas untuk menarik ikan agar
terkonsentrasi di bawah lampu. Jaring kemudian diangkat (hauling ) dengan
menggunakan alat pemutar dari bambu (roller ). Pada saat awal pengangkatan
jaring dilakukan secara perlahan-lahan, dan semakin cepat ketika jaring sudah
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 2/14
6
akan mencapai permukaan air. Tujuannya adalah untuk menghindari agar ikan
yang berkumpul diatas jaring tidak dapat melarikan diri.
4) Setelah jaring selesai diangkat, ikan-ikan yang tertangkap dikumpulkan pada
salah satu sudut jaring dan diambil dengan menggunakan serok bertangkai
panjang, disimpan dalam keranjang bambu. Selanjutnya ikan-ikan tersebut
dipisahkan berdasarkan jenisnya.
Secara keseluruhan data waktu operasi penangkapan ikan dengan menggunakan
bagan apung tradisional selama penelitian di Palabuhanratu adalah sebagai
berikut:
1) Penurunan jaring ( setting ) selama 6 menit;
2) Jaring dalam air (110 menit); dan
3) Penarikan jaring (hauling ) (5 menit).
2.1.1 Konstruksi
Komponen penting bagan terdiri atas jaring bagan, rumah bagan (anjang-
anjang), serok dan lampu. Jaring bagan umumnya berukuran 9 × 9 m dengan
ukuran mata 0,5 – 1 cm. Bahan jaring adalah nilon. Keempat sisi jaring diikatkan
pada bingkai berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari bambu atau kayu. Rumah
bagan terbuat dari bambu. Pada bagan tancap, bagian bawah berukuran 10 × 10 m,
sedangkan bagian atas 9,5 × 9,5 m. Pada bagian atas rumah bagan terdapat
penggulung (roller ) yang berfungsi untuk menurunkan dan mengangkat jaring
bagan pada waktu dilakukan operasi penangkapan (Subani dan Barus, 1988). Pada
Gambar 1 ditunjukkan bagan apung dan bagian-bagiannya.
Bagan apung biasanya menggunakan drum plastik sebagai pengapung yang
ditempatkan pada bagian dasar kiri dan kanan bagan. Jumlahnya 8 buah yangterbuat dari bahan plastik. Menurut nelayan, hasil tangkapan dengan bagan apung
menghasilkan tangkapan yang lebih baik dibandingkan bagan jenis lainnya.
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 3/14
7
Sumber : Tobing (2008)
Gambar 1. Bagan apung dan bagian-bagiannya
2.1.2 Lampu bagan
Bagan tergolong dalam light fishing karena menggunakan lampu sebagaialat bantu penangkapan (Fridman, 1986). Fungsi lampu adalah sebagai pemikat
ikan yang bersifat fototaksis positif untuk datang ke bagan. Posisi lampu harus
berada tepat di atas jaring bagan untuk memudahkan operasi penangkapan.
Ilustrasi posisi lampu pada alat tangkap bagan dapat dilihat pada Gambar 2.
Pengoperasian bagan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan.
Lampu yang digunakan biasanya berjumlah 4 buah dan diletakkan tepat di tengah
– tengah bangunan bagan. Penggunaan lampu tersebut berfungsi sebagai atraktor
agar ikan berkumpul dalam catchable area. Penangkapan ikan dengan bagan
hanya dilakukan pada malam hari, terutama pada bulan gelap. Hal ini karena
pancaran sinar lampu akan maksimal pada waktu tersebut.
Menurut Effendi (2005), keberhasilan penangkapan ikan dengan alat bantu
cahaya (light fishing ) sangat ditentukan oleh teknik penangkapan, kondisi perairan
dan lingkungan serta kualitas cahaya yang digunakan untuk memikat ikan.
Adapun penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat ditentukan oleh
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 4/14
8
sifat alamiah cahaya matahari atau bulan, jumlah partikel yang terkandung dalam
air dan banyaknya cahaya yang dipantulkan oleh permukaan air. Menurut Subani
dan Barus (1988), faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan
dengan menggunakan alat bantu cahaya, yaitu:
1) Kecerahan
Jika kecerahan rendah atau air keruh berarti banyak terdapat zat atau
pertikel yang menyebar di dalam air. Cahaya yang masuk ke dalam air akan habis
terserap oleh zat-zat tersebut. Ikan yang berada jauh dari sumber cahaya tidak
dapat mendeteksi akan adanya cahaya.
2) Angin, arus dan gelombang
Angin, arus dan gelombang mempengaruhi kedudukan lampu. Posisi lampu
yang bergerak akan merubah arah cahaya yang semula lurus menjadi bengkok,
sinar yang terang menjadi berkerlip dan akhirnya menimbulkan sinar yang
menakutkan ikan ( flickering light ). Semakin besar angin, arus dan gelombang
menyebabkan flickering light yang dihasilkan menjadi semakin besar. Untuk
mengatasi masalah ini, konstruksi dudukan lampu harus disempurnakan. Selain
itu, lampu dilengkapi dengan reflektor. Upaya lain adalah dengan menempatkan
lampu di bawah permukaan air (under-water lamp).
3) Sinar bulan
Pada waktu bulan purnama sulit sekali untuk dilakukan penangkapan
dengan menggunakan lampu (light fishing ). Cahaya yang dipancarkan bulan
menyebar merata di permukaan air pada suatu areal yang sangat luas. Sebagai
akibatnya, ikan-ikan juga menyebar merata di seluruh permukaan air.
4) Lokasi Penangkapan ( fishing ground )
Perairan teluk terhindar dari pengaruh gelombang besar, angin dan arus
yang kuat memberikan dampak positif pada operasi penangkapan ikan yang
menggunakan alat bantu cahaya. Kondisi perairan teluk sangat cocok
diperuntukkan untuk pengoperasian bagan, karena perairannya tenang.
5) Ikan atau binatang buas
Ikan yang tertarik oleh cahaya lampu didominasi oleh jenis ikan berukuran
kecil, seperti teri. Jenis ikan besar atau pemangsa umumnya berada di lapisan
yang lebih dalam. Adapun hewan air lain, seperti ular laut ( sea snake) dan lumba-
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 5/14
9
lumba (dolphin) berada di tempat-tempat gelap mengintai keberadaan ikan-ikan
kecil tersebut. Hewan-hewan tersebut sesekali menyerang ikan-ikan yang
berkerumun di bawah lampu dan mencerai-beraikannya.
Pemanfaatan lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan telah banyak di
Indonesia. Mayoritas nelayan di wilayah perikanan telah mengenal pentingnya
penggunaan lampu dalam proses penangkapan. Misalnya di wilayah Indonesia
timur, lampu digunakan untuk menangkap ikan umpan hidup (life bait fish) pada
penangkapan ikan cakalang dengan alat tangkap huhate. Pada perikanan bagan,
beragam jenis lampu digunakan untuk membantu penangkapan. Beberapa jenis
lampu yang biasa digunakan pada perikanan bagan adalah lampu pijar, neon, dan
petromaks (kerosene pressure lamp) (Prasetyo, 2009).
Keberhasilan penangkapan ikan dengan bagan ternyata sangat ditentukan
oleh ketinggian lampu dari permukaan perairan. Subani (1972) menyebutkan
ketinggian petromaks dari permukaan air adalah 1 m dan jaring berada pada
kedalaman 8 m. Penelitian terbaru Prasetyo (2009) menjelaskan bahwa faktor
penting yang mempengaruhi keberhasilan penangkapan bagan adalah pemusatan
cahaya. Arah pancaran cahaya harus terpusat pada areal dalam jaring bagan.
Untuk itu, lampu harus dilengkapi dengan reflektor yang berfungsi sebagai
pengarah cahaya. Menurut (Nurdin, 2009) integritas cahaya yang tinggi akan
meningkatkan hasil tangkapan.
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 6/14
10
Sumber : Tobing (2008)
Gambar 2. Ilustrasi posisi lampu pada alat tangkap bagan
2.2 Cahaya
Cahaya adalah berkas – berkas kecil dalam spektrum elektromagnetik yang
merambat tanpa medium perantara. Menurut teori Newton, cahaya terdiri atas
partikel-partikel kecil yang keluar dari sumbernya dengan kecepatan tinggi
(Gluck, 1964). Selanjutnya dijelaskan bahwa panjang gelombang cahaya berkisar
antara 3600 – 7800 Angstrom dengan frekuensi cahaya tampak bervariasi dari 7.9
x 10 Hz – 4,3 x 10 Hz.
Cepat rambat cahaya pada medium air lebih rendah dari pada cepat rambat
cahaya pada medium udara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan indeks bias
medium yang dilewatinya. Indeks bias tersebut dipengaruhi oleh kerapatan suatu
medium, sehingga cahaya mengalami pembiasan. Kecepatan rambat cahaya
dipengaruhi oleh perubahan panjang gelombang, sedangkan frekuensi cahaya
tidak terpengaruh (Cayles and Marsden, 1983).
Perbedaan media rambat yang dilalui cahaya akan berpengaruh terhadap
karakteristik-karakteristik cahaya. Kedalaman penetrasi cahaya di dalam laut
m
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 7/14
11
tergantung pada beberapa faktor, antara lain absorpsi cahaya oleh partikel-partikel
terlarut dalam air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya
oleh permukaan laut, serta musim dan lintang geografis (Nyabakken, 1988).
Iluminasi cahaya ( E ) didefinisikan sebagai jumlah cahaya yang masuk ke
kolom air yang tergantung pada intensitas cahaya dan jarak dari permukaan (Ben
Yami, 1987). Pengukuran iluminasi cahaya dari suatu sumber dapat dilakukan
dengan menggunakan rumus :
E =
Keterangan :
E : Iluminasi cahaya (lux):
C : Kuat smber cahaya (candela); dan
R : Jarak dari sumber cahaya (m).
Bentuk sebaran intensitas cahaya lampu di bawah air tergantung dari tipe
lampu yang digunakan sebagai sumber cahaya. Pengamatan sebaran intensitas di
dalam air menunjukkan bahwa pada garis luar iso – lux dari 4 lampu petromaks
pada bagan apung di Palabuhanratu bentuknya seperti oval. Intensitas cahaya
maksimum sebesar 340 lux di pusat cahaya lampu di permukaan air (Puspito,
2008).
2.3 Reaksi ikan terhadap cahaya
Reaksi atau respon ikan terhadap keadaan lingkungan luar atau rangsangan
eksternal disebut taxis. Reaksi ikan terhadap rangsangan cahaya disebut
phototaksis. Phototaksis dikelompokkan menjadi phototaksis positif dan
phototaksis negatif. Phototaksis positif adalah reaksi makhluk hidup yang
mendekati sumber cahaya. Adapun phototaksis negatif adalah reaksi makhluk
hidup yang menjauhi sumber cahaya yang terdeteksi olehnya (Ben Yami, 1988).
Ikan tertarik pada cahaya melalui penglihatan (mata) dan rangsangan
melalui otak (pineal region pada otak). Peristiwa tertariknya ikan pada cahaya
disebut phototaksis (Ayodhyoa, 1981). Dengan demikian, ikan yang tertarik oleh
cahaya hanyalah ikan-ikan fototaksis, yang umumnya adalah ikan-ikan pelagis
dan sebagian kecil ikan demersal, sedangkan ikan-ikan yang tidak tertarik oleh
cahaya atau menjauhi cahaya biasa disebut fototaksis negatif (Gunarso, 1985).
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 8/14
12
Ada beberapa alasan mengapa ikan tertarik oleh cahaya, antara lain adalah
penyesuaian intensitas cahaya dengan kemampuan mata ikan untuk menerima
cahaya. Dengan demikian, kemampuan ikan untuk tertarik pada suatu sumber
cahaya sangat berbeda-beda. Ada ikan yang senang pada intensitas cahaya yang
rendah, tetapi adapula ikan yang senang terhadap intensitas cahaya yang tinggi.
Namun, ada ikan yang mempunyai kemampuan untuk tertarik oleh cahaya mulai
dari intensitas yang rendah sampai yang tinggi.
Menurut (Priatna, 2009), pengaruh intensitas cahaya terhadap agregasi ikan
mempunyai pola yang tidak sama. Ikan akan beradaptasi terhadap variasi
iluminasi optimum sehingga selama proses pencahayaan terjadi migrasi.
Pada ikan diketahui bahwa rangsangan cahaya antara 0,01-0,001 lux sudah
memberikan reaksi (Laevastu and Hayes, 1991). Ambang cahaya tertinggi untuk
mata ikan belum banyak diteliti, walau banyak diketahui bahwa berbagai jenis
ikan laut pada umumnya selalu berusaha untuk meningkatkan sensitifitasnya. Ikan
mempunyai suatu kemampuan yang mengagumkan untuk dapat melihat pada
waktu siang hari dengan kekuataan penerangan ratusan ribu lux dan dalam
keadaan gelap sama sekali (Gunarso, 1985). Namun demikian, sensitifitas mata
ikan laut pada umumnya tinggi. Kalau cahaya biru-hijau yang mampu diterima
mata manusia hanya sebesar 30% saja, maka mata ikan mampu menerimanya
sebesar 75%, sedangkan retina mata dari beberapa jenis ikan laut dalam
menerimanya sampai 90%. Ambang cahaya yang mampu dideteksi oleh mata
ikan jauh lebih rendah dari pada ambang cahaya yang dapat dilihat oleh mata
manusia, sehingga pada umumnya mata ikan mempunyai tingkat sensitifitas 100×
mata manusia. Oleh karena itu, pada beberapa jenis ikan yang hidup di perairan
pantai dapat mengindera mangsanya dari kejauhan 100 m sejak pagi sampai sore
hari (Woodhead, 1966 dalam Gunarso, 1985).
Penggunaan lampu pada pengoperasian bagan akan merangsang
fitoplankton yang bersifat phototaksis positif berkumpul di bawah lampu.
Keberadaan fitoplankton tersebut akan menarik ikan-ikan kecil ( plankton feeder )
yang diikuti oleh ikan predator sehingga terjadi jejaring makanan di area
pengoperasian bagan.
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 9/14
13
Pergerakan ikan tembang secara vertikal terjadi karena perubahan siang dan
malam. Pada malam hari gerombolan ikan cenderung berenang ke permukaan dan
akan berada pada permukaan sampai dengan matahari sudah akan terbit. Pada
malam terang bulan gerombolan ikan itu akan berpencar atau tetap berada di
bawah permukaan air (Gunarso, 1988).
2.4 Hasil tangkapan bagan
Berdasarkan data perikanan PPN Palabuhanratu 2009, hasil tangkapan
bagan mencapai 225 ton/tahun. Hasil tangkapan tersebut terdiri atas berbagai jenis
ikan pelagis. Menurut Subani dan Barus (1988), bagan ditujukan untuk
menangkap jenis ikan fototaksis positif, yaitu teri (Stolephorus spp). Adapun hasil
tangkapan sampingannya adalah tembang (Sardinella fimbriata), cumi-cumi
( Loligo sp), pepetek ( Leiognathus sp), dan kembung ( Rastreliger sp).
2.4.1 Teri (Stolephorus spp )
Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan teri adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata;
Subfilum : Vertebrata;
Kelas : Pisces;
Ordo : Malacopterygii;
Subordo : Percoidei;
Family : Clupeidae;
Genus : Stolephorus; dan
Species : Stolephorus spp. (Gambar 3).
Sumber : www.wikipedia.org. (2012)
Gambar 3. Ikan teri
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 10/14
14
Ikan teri umumnya berukuran kecil sekitar 6-9 cm. Ikan ini umumnya
menghuni perairan dekat pantai dan hidup secara bergerombol. Stelophorus spp,
mempunyai tanda-tanda khas seperti yang terlihat pada Gambar 3, yaitu umumnya
tidak berwarna, bagian samping tubuhnya (linear lateralis) terdapat garis putih
keperakan seperti selempang yang memanjang dari belakang kepala hingga ekor.
Bentuk tubuh bulat memanjang ( fusiform) dan pipih (compressed ).
Teri menyebar pada wilayah Samudera Hindia bagian timur sampai
Samudera Pasifik Tengah. Penyebaran ke selatan sampai ke daerah Australia.
Laevastu dan Hayes (1981) mengemukakan bahwa teri selama siang hari
membentuk gerombolan dasar perairan dan bermigrasi menuju permukaan pada
malam hari dimana tebalnya gerombolan ini adalah 6-15 m. Kedalaman renang
dari gerombolan teri bervariasi selama siang hari dan bermigrasi ke daerah yang
dangkal (permukaan) pada waktu pagi dan sore hari. Hal ini berkaitan erat
dengan cahaya, teri menyukai intensitas cahaya tertentu dan kedalaman dari
intensitas bervariasi sesuai dengan waktu, derajat perawanan dan koefisien
konsistensi air. Beberapa sifat fisika-kimia air merupakan salah satu faktor
eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan ikan teri. Dalam kondisi
alamiah, faktor lingkungan yang berpengaruh adalah suhu, oksigen terlarut,
periode penyinaran, dan ketersediaan pangan (Omori and Ikeda 1984).
2.4.2 Tembang (Sardinella fimbriata )
Menurut Saanin (1984), klasifikasi ikan tembang adalah sebagai berikut;
Filum : Chordata;
Subfilum : Vertebrata ;
Kelas : Pisces ;Subkelas : Teleostei ;
Ordo : Malacopterygii ;
Subordo : Clupeidai ;
Famili : Clupeidae ;
Subfamili : Clupeinae ;
Genus : Clupea ; dan
Spesies : S . Fimbriata (Gambar 4)
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 11/14
15
Sumber : www. eol.org. (2012)
Gambar 4. Ikan tembang
Ikan tembang merupakan ikan pelagis yang banyak ditemukan di wilayah
pantai. Ikan ini hidup bergerombol ( schooling ) dan berpindah-pindah (Nybakken,
1992). Plankton adalah organisme kecil yang menjadi makanannya, baik ikan
kecil maupun ikan dewasa. Berkembang biak satu kali dalam satu tahun pada
bulan Juni-Juli di wilayah pantai ketika suhu udara dan kadar garam rendah.
Ciri-ciri morfologi ikan tembang adalah memiliki bentuk badan fusiform,
pipih dengan duri dibagian bawah badan. Panjangnya berkisar 15 – 25 cm. Warna
tubuh biru kehijauan pada bagian atas, putih perak pada bagian bawah. Sirip-
siripnya pucat kehijauan serta tembus cahaya.
2.4.3 Cumi-cumi (Loligo sp )
Menurut Roper, et al. (1984), cumi-cumi diklasifikasikan kedalam :
Filum : Mollusca;
Kelas : Cephalopoda ;
Ordo : Teuthoidea ;
Sub ordo : Myopsida ;
Famili : Loliginidae ;
Genus : Loligo, Sepioteuthis, dan Doryteuthis; dan
Spesies : Loligo sp (Gambar 5).
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 12/14
16
Sumber : www. wikipedia. org. (2012)
Gambar 5. Cumi-cumi
Cumi – cumi merupakan binatang bertubuh lunak dengan bentuk tubuh
memanjang silindris dan bagian belakang meruncing dengan sepasang sirip
berbentuk triangular atau bundar. Cumi-cumi mempunyai sepasang mata di
samping kepala. Pada bagian tengah kepalanya terdapat mulut yang dikelilingi
tentakel dengan alat penghisap ( sucker ). Cumi-cumi memiliki sejenis cangkang
yang sudah termodifikasi menjadi cangkang tipis yang mengandung zat tanduk
atau khitin, disebut “pen”, dan terletak di dalam mantel. Seluruh tubuh bagian
dalam dan sebagian dari kepalanya masuk kedalam rongga mantel tersebut. Pada
bagian kepala cumi-cumi terdapat lubang seperti corong yang dinamakan siphon.
Siphon ini berguna untuk mengeluarkan air dari rongga mantel yang
menghasilkan daya dorong untuk pergerakan cumi-cumi. Melalui siphon ini juga
cumi-cumi terkadang mengaluarkan tinta berwarna coklat hitam untuk
menghindari predator (Buchsbaum et. al., 1987).
Cumi-cumi hidup di daerah pantai dan paparan benua sampai kedalaman
400 m. Beberapa spesies cumi-cumi hidup sampai di perairan payau. Cumi-cumi
digolongkan sebagai organisme pelagik. Cumi-cumi melakukan pergerakan
diurnal, yaitu pada siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akanmenyebar pada kolom perairan pada malam harinya. Umumnya cumi-cumi
tertarik pada cahaya (fototaksis positif) sehingga sering ditangkap dengan
menggunakan bantuan cahaya (Ropper et. al .,1984).
2.4.4 Pepetek ( Leiognathus sp)
Kalsifikasi ikan pepetek menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 13/14
17
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Leognathidae
Genus : Leognathus
Spesies : Leiognathus sp (Gambar 6)
Sumber : www. fishbase. org (2012)
Gambar 6. Ikan pepetek
Ikan pepetek berbentuk pipih, berukuran kecil dengan panjang < 15 cm.
Ikan ini dapat digolongkan dalam 3 marga yaitu Leiognathus, Gazza dan Secutor.
Perbedaan ketiga jenis ini terdapat pada gigi dan bentuk mulutnya. Gazzamempunyai gigi taring sedangkan yang lain hanya mempunyai gigi kecil dan
mulutnya dapat dijulurkan ke depan dengan mengarah ke atas ( secutor ) ataupun
ke bawah (Leiognathus) (Nontji, 2005).
Pepetek hidup di perairan dangkal dan biasanya dalam gerombolan yang
besar. Menurut Nontji (2005) produksi pepetek yang tertinggi biasanya terdapat di
pesisir Jawa Timur biasanya sekitar bulan Desember-Maret, sedangkan terendah
pada bulan Juli-September.
2.4.5 Kembung (Rastreliger sp)
Ikan kembung atau dikenal dengan nama latin Rastrelliger sp termasuk jenis
ikan pelagis kecil yang hidup bergerombol. Menurut Cuvier (1817) klasifikasinya
adalah :
Filum : Chordata ;
Subfilum : Vertebrata ;
Kelas : Actinopterygii ;
7/16/2019 BAB II Tinjauan Pustaka_2
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-tinjauan-pustaka2-5634f85dc1614 14/14
18
Ordo : Perciformes ;
Famili : Scombridae ;
Genus : Rastrelliger ;
Spesies : Rastrelliger sp (Gambar 7)
Sumber : www. kahaku. go (2012)
Gambar 7. Ikan kembung
Ikan kembung dapat hidup di perairan pantai maupun lepas pantai, terutama
di daerah yang berkadar garam tinggi. Ikan kembung terdiri atas 2 species, yaitu
ikan kembung lelaki ( Rastrelliger kanagurta) dan kembung perempuan
( Rastrelliger neglectus) (Kriswantoro dan Sunyoto, 1986).
Penyebaran ikan kembung di Indonesia sangat luas, hampir meliputi seluruh
perairan yang ada. Menurut Kriswantoro dan Sunyoto (1986), konsentrasi terbesar
ikan kembung lelaki terdapat di Barat Sumatera, Laut Jawa, Selat Malaka,
Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Muna – Buton, dan perairan Arafura.
Adapun menurut Widyaningsih (1995), ikan kembung perempuan jenis R.
branchsoma hanya terdapat di perairan Indonesia bagian Timur (Kepulauan
Maluku). Keberadaan ikan kembung di suatu wilayah membuktikan bahwa
wilayah tersebut merupakan tempat yang dilalui oleh migrasi ikan cakalang.
Pendugaan mengenai waktu dan tempat pemijahan ikan kembung telah
dilakukan oleh beberapa ahli. Menurut Widyaningsih (1995), musim pemijahan
ikan kembung terjadi pada musim barat (Oktober – Februari) dan musim timur
(Juni – September). Tempat pemijahan terdapat di Utara Tanjung Satai
(Kalimantan Barat), Laut Cina Selatan, Samudera Indonesia, dan Laut Flores.
Musim pemijahan utama ikan kembung terjadi antara bulan April dan Agustus
dengan puncak musim diduga berlangsung bulan Agustus.