bab. ii tinjauan pustaka kalium yodida (ki 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat...

17
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA Jagung Pulut (waxy corn) Pemanfaatan jagung pulut di beberapa daerah adalah sebagai jagung rebus dan jagung bakar karena rasanya enak dan gurih. Kegenjahan umur dari jagung pulut cukup menarik untuk dikembangkan karena pada umur sekitar 65 - 70 hari dapat dipanen muda sebagai jagung rebus. Pemanfaatan yang lain adalah sebagai bahan baku pembuatan kue dan jagung marning. Namun sampai saat ini peningkatan potensi hasil jagung pulut belum mendapat perhatian serius. Jagung pulut merupakan jagung lokal yang mempunyai ukuran tongkol kecil, dengan diameter 10 - 12 mm dan sangat peka terhadap penyakit bulai (Perenosclerospora sp). Karakter pulut diatur oleh gen resesif wx (waxy corn). Gen wx ini mudah ditransfer ke jagung bukan pulut (Hallauer 1990). Larutan kalium yodida (KI 2 , atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi warna merah kecoklatan pada bagian dalam biji yang dicelupkan ke dalam larutan tersebut. Pada jagung bukan pulut menunjukkan reaksi warna biru sampai hitam, demikian juga tepungsari jagung pulut apabila bereaksi terhadap larutan yodium warnanya menjadi coklat kemerahan. Jagung pulut yang ada ditanam petani dan di pasaran sekarang ini merupakan jagung pulut lokal, termasuk golongan varietas komposit. Jagung pulut ini merupakan salah satu sumber plasma nutfah. Kebanyakan petani menggunakan benih mereka sendiri atau dari tetangga hasil tanaman sebelumnya dan umumnya menanam benih yang berasal dari beberapa tongkol saja, demikian dilakukan bertahun-tahun sehingga tanaman menjadi nampak seragam (sebagai akibat dari small sample inbreeding). Produksi benih varietas sintetik relatif mudah dan petani dapat menggunakan benih dari hasil pertanamannya sendiri. Varietas komposit dan sintetik merupakan suatu populasi yang mempunyai keragaman genetik yang luas sehingga daya adaptasinya luas, tetapi kurang seragam dalam hal ukuran tongkol. Varietas jagung bersari bebas dapat berupa varietas sintetik maupun komposit. Varietas sintetik dibentuk dari galur inbrida yang memiliki daya gabung umum baik,

Upload: trinhthuan

Post on 27-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

Jagung Pulut (waxy corn)

Pemanfaatan jagung pulut di beberapa daerah adalah sebagai jagung rebus dan

jagung bakar karena rasanya enak dan gurih. Kegenjahan umur dari jagung pulut cukup

menarik untuk dikembangkan karena pada umur sekitar 65 - 70 hari dapat dipanen

muda sebagai jagung rebus. Pemanfaatan yang lain adalah sebagai bahan baku

pembuatan kue dan jagung marning. Namun sampai saat ini peningkatan potensi hasil

jagung pulut belum mendapat perhatian serius.

Jagung pulut merupakan jagung lokal yang mempunyai ukuran tongkol kecil,

dengan diameter 10 - 12 mm dan sangat peka terhadap penyakit bulai

(Perenosclerospora sp). Karakter pulut diatur oleh gen resesif wx (waxy corn). Gen wx

ini mudah ditransfer ke jagung bukan pulut (Hallauer 1990). Larutan kalium yodida

(KI2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk

mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi warna merah

kecoklatan pada bagian dalam biji yang dicelupkan ke dalam larutan tersebut. Pada

jagung bukan pulut menunjukkan reaksi warna biru sampai hitam, demikian juga

tepungsari jagung pulut apabila bereaksi terhadap larutan yodium warnanya menjadi

coklat kemerahan.

Jagung pulut yang ada ditanam petani dan di pasaran sekarang ini merupakan

jagung pulut lokal, termasuk golongan varietas komposit. Jagung pulut ini merupakan

salah satu sumber plasma nutfah. Kebanyakan petani menggunakan benih mereka

sendiri atau dari tetangga hasil tanaman sebelumnya dan umumnya menanam benih

yang berasal dari beberapa tongkol saja, demikian dilakukan bertahun-tahun sehingga

tanaman menjadi nampak seragam (sebagai akibat dari small sample inbreeding).

Produksi benih varietas sintetik relatif mudah dan petani dapat menggunakan benih dari

hasil pertanamannya sendiri. Varietas komposit dan sintetik merupakan suatu populasi

yang mempunyai keragaman genetik yang luas sehingga daya adaptasinya luas, tetapi

kurang seragam dalam hal ukuran tongkol.

Varietas jagung bersari bebas dapat berupa varietas sintetik maupun komposit.

Varietas sintetik dibentuk dari galur inbrida yang memiliki daya gabung umum baik,

Page 2: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-10-

sedangkan varietas komposit dibentuk dari galur inbrida, varietas bersari bebas, dan

atau hibrida. Dalam pembentukan varietas bersari bebas yang perlu diperhatikan adalah

adanya populasi dasar yang akan diperbaiki dan metode pemuliaan yang digunakan

dalam perbaikan populasi tersebut. Varietas sintetik adalah populasi bersari bebas yang

berasal dari silang sesamanya (intercross) antar galur, yang diikuti dengan perbaikan

melalui seleksi. Pembentukan varietas sintetik diawali dengan pengujian silang puncak

(persilangan galur dengan penguji atau tester) untuk menguji daya gabung umum galur-

galur yang jumlahnya banyak.

Jagung Bermutu Protein Tinggi

Sebagai bahan pangan dan pakan, jenis jagung yang ada di Indonesia masih

mempunyai kelemahan dilihat dari nilai nutrisinya. Kandungan protein biji jagung

biasanya berkisar antara 8 - 11% tetapi mengandung dua asam amino esensial lisin dan

triptofan yang rendah, yaitu masing-masing hanya 0,225% dan 0,05% dari total protein

biji. Angka ini kurang dari separuh konsentrasi yang disarankan oleh WHO/FAO

(WHO 1985). Bila jagung digunakan sebagai pakan, maka protein untuk ternak juga

kekurangan dua asam amino tersebut. Oleh karena itu diet sehat untuk manusia dan

ternak monogastik harus memasukkan lisin dan triptofan dari sumber lain. Mertz et al.

(1964) menemukan mutan jagung pada biji opak yang mengandung lisin tinggi yang

kemudian diketahui bahwa karakter tersebut diatur oleh gen opaque-2 (oo). Gen

opaque-2 yang mampu meningkatkan kadar lisin dan triptofan pada endosperm jagung

telah dimanfaatkan untuk menghasilkan produk riset yang disebut Quality Protein

Maize (QPM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemindahan gen opaque-2 ke

dalam jagung biasa dapat meningkatkan kualitas protein jagung yang bersangkutan,

sebab disamping kandungan protein jagung meningkat, juga kandungan triptofan dan

lisinnya lebih tinggi.

Jagung QPM semula tidak diminati karena pengaruh pleiotrofik sifat fisik

endospermnya yang lunak, rentan hama gudang dan busuk tongkol, hasil rendah, dan

biji lama mengering. Peneliti Centro Internacional de Mejoramiento de Maizy Trigo

(CIMMYT) telah berhasil menggabungkan gen oo dengan ‘oo endosperm modifier

gene’(Vasal et al. 1980). Melalui suatu program seleksi berulang (recurrent selection)

dan setelah beberapa siklus seleksi, akhirnya dihasilkan jagung QPM dengan

Page 3: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-11-

endosperm lebih keras (Bjarnason and Vasal 1992). Kini kandungan protein jagung

tersebut meningkat dari 9,0 menjadi 11,0-13,5%, juga kandungan triptofan dan lisinnya

meningkat dari 0,05 dan 0,225 menjadi 0,11% dan 0,475%. Jagung QPM yang

sekarang memiliki produksi hampir sama dengan jagung biasa, malah ada yang hasilnya

lebih tinggi (Cordova 2001). Keberhasilan CIMMYT perlu dimanfaatkan baik secara

langsung sebagai bahan introduksi maupun sebagai bahan donor perbaikan genetik

materi jagung nasional. Meskipun dari tempat asalnya bahan genetik introduksi telah

berupa improved germplasm namun perlu diintegrasikan dengan materi genetik

nasional, dan pada saatnya dapat dikembangkan.

Upaya meningkatkan kadar protein pada biji jagung sudah lama dilakukan.

Publikasi klasik tentang ini adalah‘Seventy Generations of Selection for Oil and Protein

in Maize’oleh Dudley tahun 1974. Dilaporkan oleh Dudley et al. (1974) bahwa kadar

protein berhasil ditingkatkan dari 10,9% (populasi asal) menjadi 26,6% pada galur

jagung ‘Illinois High Protein’. Belakangan Dudley (1977) menyimpulkan bahwa ada

korelasi negatif antara kenaikan kadar protein dengan hasil. Biji jagung yang telah

matang terdiri atas perikarp (6%), endosperm (82%), dan embrio/lembaga (12%). Pada

lembaga, kadar dan mutu protein tinggi tetapi protein pada endosperm bermutu rendah.

Berdasarkan kelarutannya, protein pada endosperm biji jagung terdiri atas fraksi-fraksi

albumin larut dalam air, globulin larut dalam garam, prolamin atau zein larut dalam

alkohol, dan glutelin larut dalam asam atau basa (Bjarnason and Vasal 1992). Proporsi

zein ini pada endosperm cukup tinggi yakni sekitar 60%. Pada fraksi zein tidak terdapat

lisin dan triptofan sedangkan pada ketiga fraksi lainnya, asam amino cukup seimbang.

Oleh karena proporsi zein pada biji tinggi, tidak adanya lisin dan triptofan pada zein

inilah yang berkaitan dengan rendahnya mutu protein pada jagung biasa (Vasal 2000,

2001). Dengan demikian pemuliaan jagung bermutu protein tinggi mesti diarahkan

kepada perbaikan genetik endosperm.

Awal dari perbaikan genetik terhadap mutu protein dipicu oleh penemuan gen-gen

opaque dan floury. Gen-gen ini dilaporkan dapat mengubah kandungan lisin dan

triptofan pada endosperm biji. Walaupun sejumlah gen diidentifikasi, namun yang

sering dimanfaatkan dalam memperbaiki sifat endosperm jagung adalah opaque-2 (oo)

dan floury 2 (fl2), masing-masing pertama sekali ditemukan oleh Mertz et al. (1964) dan

Nelson et al. (1965). CIMMYT semula menggunakan kedua gen ini tetapi dalam

Page 4: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-12-

perkembangan berikutnya lebih memfokuskan kepada pemanfaatan gen oo (Vasal

2000).

Pemanfaatan gen oo dan fl2 dalam kegiatan pemuliaan jagung mulai intensif pada

dekade 1970-an. Untuk mentransfer kedua gen itu ke bahan genetik target biasanya

digunakan metode seleksi silang balik (back-cross). Biji yang mengandung gen oo dan

fl2 memperlihatkan sifat lunak berkapur (soft chalky) dan merupakan penanda atau

marka morfologis yang efektif dalam seleksi pada populasi yang bersegregasi (Vasal

2001). Oleh karena sifat yang resesif, pada setiap tahap back-cross diperlukan satu

generasi‘selfing’untuk pemulihan oo.

Fenotipe biji yang lunak ini ternyata berkaitan dengan kelemahan yang dimiliki

oleh jagung opak waktu itu (Bjarnason dan Vasal 1992). Penggunaan materi genetik fl2

juga berkurang karena munculnya karakter jelek (undesirable) dari mutan fl2.

Selanjutnya selama satu dekade CIMMYT menitikberatkan program konversi jagung

normal baik jenis varietas bersari bebas atau open polinated variety (OPV) maupun

inbrida elit menjadi materi QPM. Pengujian dan penanaman secara komersial jagung

opak jenis OPV dan hibrida meluas di negara-negara seperti Brazil, Colombia, India,

USA, Afrika Selatan, dan Hungaria. Setelah mengevaluasi sejumlah besar materi

jagung opak di banyak lingkungan, pada pertengahan 1970-an diketahui adanya

beberapa kelemahan dari tipe QPM lunak. Karena pengaruh pleiotrofik, kelemahan

terekspresi pada biji yakni hasil biji rendah, rentan terhadap hama (gudang) dan

penyakit (busuk tongkol), biji lama mengering sesudah masak fisiologis. Penampilan

biji yang lunak, tumpul, dan kusam tidak disukai oleh petani jagung yang sudah biasa

dengan tipe endosperm keras.

Arah pemuliaan beralih untuk memperkeras endosperm. Upaya memuliakan

jagung opak berendosperm keras (Hard Endosperm QPM) dimulai dengan mencari

sumber gen baru. Walaupun teridentifikasi mutan-mutan lain seperti o6 dan fl3 tetapi

belum bisa mengungguli gen oo dalam meningkatkan mutu protein. Gen oo dan fl2

secara tunggal hanya akan menghasilkan fenotipe dengan endosperm lunak. Kemudian

para peneliti mencoba: a) menggunakan gabungan dua gen (oo dan fl2 atau oo dan su2)

dan b) penggunaan serempak gen oodengan gen ‘modifier o2’. Ternyata gen‘modifier

oo’yang pertama sekali dilaporkan oleh Paez et al. (1969) bila digabung dengan gen oo

cukup efektif dalam mengubah kekerasan endosperm. Bahan genetik yang diperbaiki

Page 5: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-13-

juga memperlihatkan proporsi berbeda antara fenotipe yang opak/buram dan yang

transluscent/jernih. Lebih penting dari semua itu, penggabungan gen oo dengan

‘modifier oo’ini terbukti dapat mengubah fenotipe biji sambil tetap mempertahankan

mutu biji protein (Bjarnason and Vasal 1992).

Sama pentingnya pemikiran untuk meningkatkan rasio lembaga: endosperm dan

proporsi lapisan aleuron pada biji jagung biasa. Sebagaimana dikemukakan, kadar dan

mutu protein lebih tinggi pada lembaga. Namun pembentukan varietas jagung berkadar

lisin tinggi dengan cara ini pada jagung biasa tidak berhasil walaupun melalui seleksi

berulang (Zuber et al. 1975). Sebagaimana dikemukakan, upaya awal perbaikan jagung

opaque adalah terhadap fenotipe biji. Dari sejumlah bahan genetik hasil konversi

populasi jagung opak dipilih tongkol-tongkol yang membawa sifat ‘modified’ opaque,

yakni keopakannya telah berubah ke arah lebih jernih. Biji-biji terbaik dari tongkol

terpilih digunakan pada generasi-generasi seleksi selanjutnya. Kriteria seleksi yang

diterapkan termasuk ketat, antara lain dengan membuang sifat biji yang tampilannya

kabur dan kurang menarik. Mutu protein selalu dimonitor di laboratorium terutama

kandungan lisin dan triptofan pada endosperm. Pada populasi yang bersegregasi,

tongkol-tongkol dengan biji renggang juga dibuang (Vasal 2000, 2001).

Beberapa literatur mengenai jagung bermutu ini dikenal dua istilah: High Quality

Protein Corn, HQPC dan Quality Protein Maize, QPM. Tampaknya yang lebih populer

digunakan adalah QPM. Terjemahan bahasa Indonesia yang mendekati untuk QPM

adalah jagung bermutu protein tinggi.

Marka Simple Sequence Repeats (SSRs)

Marka molekuler pada awal perkembangannya diperkenalkan untuk mengatasi

kesulitan seleksi secara konvensional. Apabila marka molekuler yang terpaut dengan

gen-gen yang dimaksud sudah diidentifikasi, maka marka tersebut dapat membantu

mengurangi ukuran populasi dan waktu yang dibutuhkan dalam program pemuliaan per

siklus seleksi. Beberapa kelebihan marka molekuler adalah memiliki kemampuan

menyeleksi tanaman pada tahap pembibitan untuk sifat yang baru bisa diamati setelah

tanaman tumbuh menjadi besar dan kemampuan menyeleksi sifat yang sangat sulit bila

menggunakan seleksi fenotipe saja yang membutuhkan waktu relatif panjang (Couch et

al. 1991).

Page 6: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-14-

Marka SSRs atau biasa disebut mikrosatelit telah menjadi sistem marka yang

sering digunakan pada tanaman jagung (Smith et al. 1997). Mikrosatelit atau SSRs

terdiri dari susunan DNA dengan motif 1 - 6 pasang basa, berulang sebanyak lima kali

atau lebih secara tandem (Vigouroux et al. 2002). SSRs polimorfis telah digunakan

secara ekstensif sebagai marka genetik pada studi genetik jagung seperti pada

konstruksi pemetaan keterpautan gen dan pemetaan quantitative trait loci (QTL)

(Romero-Severson 1998; Frova et al. 1999) atau analisis keragaman genetik dan evolusi

(Senior et al. 1998; Pejic et al. 1998; Lu and Bernardo 2001; Matsuoka 2002).

Primer SSRs dibentuk berdasarkan pada daerah pengapit konservatif (conserved

flanking region). Variasi dalam jumlah pengulangan untuk suatu batasan lokus diantara

genotip-genotip yang berbeda dengan mudah dapat dideteksi dengan teknik Polymerase

Chain Reaction (PCR) (Hamada et al. 1982; Powell et al. 1996). Kemudahan SSRs

dalam mengamplifikasi dan mendeteksi fragmen-fragmen Deoxyribo Nucleic Acid

(DNA), serta tingginya tingkat polimorfisme yang dihasilkannya menyebabkan metode

ini ideal untuk dipakai dalam studi genetik, terutama pada studi dengan jumlah sampel

yang banyak. Selain itu, teknik PCR pada SSRs hanya menggunakan DNA dalam

jumlah kecil dengan daerah amplifikasi yang kecil, sekitar 100 - 300 bp (base-pair) dari

genom. Selain itu, SSRs dapat diaplikasikan tanpa merusak bahan tanaman karena

hanya sedikit saja yang digunakan dalam ekstraksi DNA atau dapat menggunakan

bagian lain, seperti biji atau polen (Senior et al. 1996).

Marka SSRs juga bersifat multialelik dan mudah diulangi sehingga penggunaan

marka SSRs lebih menarik dalam mempelajari keragaman genetik di antara genotip-

genotip yang berbeda (Senior et al. 1998). Keunggulan lain adalah selain produk PCR

dari SSRs dapat dielektroforesis dengan gel agarose, juga dapat dielektroforesis dengan

menggunakan gel akrilamid terutama pada alel suatu karakter memiliki tingkat

polimorfis yang rendah, dimana gel agarose tidak mampu digunakan. Dengan

demikian, gel akrilamid mampu mendeteksi lebih banyak alel per lokus daripada gel

agarose (Macaulay et al. 2001).

Beberapa pertimbangan lain sehingga marka mikrosatelit banyak digunakan

dalam studi genetik diantaranya: terdistribusi secara melimpah dan merata dalam

genom, variabilitasnya sangat tinggi (banyak alel dalam lokus), dan sifatnya yang

kodominan dengan lokasi genom yang telah diketahui. Dengan demikian, marka

Page 7: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-15-

mikrosatelit merupakan alat uji yang memiliki reproduksibilitas dan ketepatan yang

sangat tinggi sehingga banyak digunakan dalam membedakan genotip, evaluasi

kemurnian benih, pemetaan gen, sebagai alat bantu seleksi, studi genetik populasi, dan

analisis diversitas genetik.

Peningkatan Produksi Jagung dan Permasalahannya

Beberapa fenomena penting dalam produksi jagung di Indonesia, di antaranya:

a. Kedepan areal pertanaman jagung akan bergeser dari pulau Jawa ke luar pulau

Jawa, utamanya Sumatera. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan areal

tanam jagung yang jauh lebih cepat di Sumatera dibandingkan dengan di Jawa,

laju pertumbuhan di Jawa 0,15% pada musim hujan dan 1,92% pada musim

kemarau, sedangkan di Sumatera 11,89% pada musim hujan dan 12,52% pada

musim kemarau per tahun (Subandi et al. 2004). Ini berarti ke depan areal

tanam jagung akan bergeser dari lahan subur ke lahan yang kurang subur (sub-

optimal/marjinal).

b. Laju peningkatan areal jagung pada lahan sawah lebih cepat dari pada lahan

kering, dan petani di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur dan Lampung,

sebagai dua propinsi penghasil jagung utama, lebih tertarik menanam jagung

dari pada palawija lainnya (terutama kedelai) dan/atau padi. Ini semua

nampaknya terkait oleh perolehan pendapatan yang lebih baik dari usaha

menanam jagung, karena pada musim kemarau umumnya harga jagung baik

sebab disamping kualitas biji baik juga pasokan kurang (Subandi et al. 2004).

Produktivitas jagung di tingkat petani sangat bervariasi, berkisar antara 0,80 –

7,50 t ha-1, tergantung pada wilayah, ekologi dan penerapan teknologi produksi

(Swastika dan Sudana 2002). Meskipun produksi jagung nasional meningkat, namun

secara umum tingkat produktivitas jagung dalam negeri relatif rendah yaitu baru

mencapai 3,34 t.ha-1 (Deptan 2004) karena berbagai sebab. Hasil rendah karena belum

menerapkan teknologi produksi jagung sepenuhnya dan adanya cekaman biotis dan

abiotis. Cekaman abiotis utama adalah kekeringan dan kemasaman tanah pada lahan

kering. Jagung sebagian besar ditanam pada lahan kering yang kebutuhan air untuk

pertumbuhan tergantung pada curah hujan.

Page 8: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-16-

Cekaman air (water stress) meliputi kekeringan/kurang air, banyak dijumpai pada:

1) lahan kering beriklim kering seperti di Nusa Tenggara, 2) pertanaman jagung kedua

pada lahan kering beriklim lembab/basah, dan 3) lahan sawah setelah padi tanpa

dukungan irigasi yang cukup. Penambahan luas areal jagung dari tahun ketahun relatif

kecil terutama karena pergeseran musim hujan, sehingga untuk memacu peningkatan

produksi perlu dilakukan melalui peningkatan produksi per satuan luas. Peningkatan

produktifitas jagung di lahan tegal/lahan kering dapat dengan menanam varietas unggul

yang toleran terhadap kekeringan. Masa kritis tanaman jagung terhadap kekurangan air

adalah pada waktu berbunga sampai pengisian biji, dan hasilnya dapat berkurang

sampai 22%. Karena itu pemuliaan jagung untuk toleran terhadap kekeringan memiliki

arti penting (Slamet 1994). Dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia terhadap

jagung yang dinamis dan beragam, diperlukan penyediaan varietas yang mempunyai

sifat unggul dan beragam sesuai dengan kebutuhan pengguna yang berbeda. Oleh

karena itu upaya koleksi terhadap plasma nutfah yang potensial untuk digunakan dalam

menghasilkan varietas yang lebih unggul perlu dilakukan.

Seleksi terhadap varietas dan galur-galur jagung yang telah ada merupakan salah

satu langkah yang perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat toleransi tanaman jagung

yang memiliki ketahanan terhadap cekaman kekeringan. Perlu langkah-langkah

perbaikan genetik lebih lanjut sesuai yang diinginkan. Untuk mendukung program

pemuliaan tersebut diperlukan informasi yang mendasar mengenai mekanisme

ketahanan tanaman jagung terhadap cekaman kekeringan sehingga proses seleksi dapat

berjalan secara efisien dan efektif. Selain itu pengetahuan tersebut juga sangat

bermanfaat dalam membantu menentukan strategi pengembangan tanaman jagung

toleran kekeringan di masa yang akan datang. Salah satu alternatif dalam mengatasi

kendala tersebut adalah dengan jalan perakitan varietas yang toleran terhadap cekaman

kekeringan. Adanya varietas unggul yang adaptif pada kondisi lahan kering akan lebih

memudahkan petani dalam mengadopsi teknologi.

Strategi Pengembangan Varietas Toleran Kekeringan

Salah satu cara untuk mengatasi cekaman kekeringan ialah menggunakan varietas

yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Perbaikan varietas yang toleran terhadap

cekaman kekeringan telah menghasilkan varietas Wisanggeni dan Lamuru yang

Page 9: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-17-

hasilnya lebih baik dari hasil varietas Arjuna baik pada lahan irigasi maupun pada

cekaman kekeringan.

Tanaman mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi

cekaman. Beberapa cara telah dilakukan untuk menilai toleransi terhadap cekaman

kekeringan diantaranya dengan mengukur rasio akar/tajuk, kedalaman akar, kecepatan

pertumbuhan akar, indeks kepekaan terhadap kekeringan (Blum 1980; Rosielle and

Hamblin 1981; Blum 1988).

Cristiansen dan Lewis, 1982 menyatakan bahwa tanaman mempunyai karakter

xeromorphic yang muncul jika mendapat cekaman. Karakter ini dapat berbeda untuk

setiap tanaman dan untuk setiap tingkat cekaman kekeringan. Disarankan agar efektif,

seleksi sebaiknya dilakukan dalam keadaan tercekam. Karakter yang dapat digunakan

dalam seleksi antara lain:

a) Pertumbuhan akar berupa panjang dan densitas akar, bobot kering akar yang tinggi

atau rasio akar/tajuk yang tinggi juga merupakan suatu indikasi tanaman untuk

menghindar dari cekaman kekeringan (Hamim 1995). Menurut Creellman et al.

(1990) tanaman yang mendapat cekaman kekeringan akan mengalami peningkatan

rasio akar/tajuk. Dari banyak studi yang telah dilakukan terdapat indikasi bahwa

terdapat hubungan yang erat antara absorbsi dengan perkembangan akar yang

menurut Mackill et al. (1996) hubungan tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1)

perakaran yang dalam dan padat berpengaruh terhadap meningkatnya absorbsi air,

2) besarnya daya tembus (penetrasi) akar pada lapisan tanah untuk mencapai air

tanah dalam.

b) Kendali Stomata. Merupakan faktor yang turut menentukan proses metabolisme,

berperan pada fotosintesis dan respirasi yang berhubungan dengan pembentukan dan

penggunaan karbohidrat, jadi hubungannya dalam hal penyimpanan dan penggunaan

energi. Selanjunya stomata juga berfungsi sebagai alat yang mengurangi kehilangan

air. Struktur yang berhubungan dengan transpirasi, respirasi dan fotosintesis ada

dalam kendali genetik.

c) Tahanan Kutikula. Schonherr (1976) menunjukkan bahwa permeabilitas kutikular

daun ditentukan sepenuhnya oleh jumlah lilin kutikular. Studi yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa laju transpirasi ditentukan oleh lapisan kutikular (Christiansen

dan Lewis 1982). Akan tetapi walaupun kendali stomata dan kutikular efektif dalam

Page 10: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-18-

mengurangi kehilangan air, hal tersebut juga mengurangi pertukaran gas dan

fotosintesis.

d) Jumlah Stomata. Jumlah stomata yang berbeda pada tiap genotipe dan dikendalikan

secara genetik (Tan and Dunn 1975, 1976). Tanaman yang mempunyai jumlah

stomata rendah transpirasinya kurang akan tetapi tidak mempengaruhi laju

fotosintesis (Miskin et al. 1972).

e) Penggulungan dan senescence daun. Banyak tanaman mempunyai mekanisme

dalam daun untuk mengurangi transpirasi apabila air terbatas, melalui penggulungan

daun dan percepatan penuaan daun tanaman bagian bawah seperti pada tanaman

jagung.

f) Karakter Biokimia. Penelitian Biokimia telah banyak dilakukan untuk mengukur

kaitannya dengan ketahanan terhadap cekaman, diantaranya akumulasi prolin, asam

absisat dan aktivitas nitrat reduktase, akan tetapi hasilnya tidak konsisten

(Chritiansen dan Lewis 1982).

Beberapa strategi dalam perakitan dan pengembangan varietas toleran lingkungan

tercekam kekeringan melalui program pemuliaan tanaman:

1. Peranan Plasma Nutfah

Plasma nutfah tanaman merupakan sumber daya alam yang dapat dilestarikan

(conserveable) tetapi sekali musnah maka plasma nutfah tersebut tidak dapat

diketemukan kembali dan tidak dapat dihidupkan kembali (non reviable). Plasma

nutfah berfungsi sebagai sumber daya hayati, sumber gen dalam program

pemuliaan, dan sistem penyangga kehidupan (Sutrisno dan Silitonga 2003).

Kegiatan pemulian sebagian besar tergantung pada sumberdaya genetik dengan

keragaman karakter dan jumlah yang memadai. Keragaman plasma nutfah tanaman

jagung merupakan aset penting sebagai sumber gen bagi para pemulia untuk lebih

berpeluang dalam menghasilkan kultivar-kultivar jagung yang lebih unggul (Mejaya

dan Moejiono 1995). Sehubungan dengan hal tersebut koleksi plasma nutfah jagung

merupakan bahan genetik pembentukan populasi dasar yang dapat disediakan

dengan cara koleksi varietas lokal, kerabat liar, introduksi, varieatas unggul

baru/lama, mutasi gen, dan persilangan.

Berbagai ancaman terhadap pelestarian plasma nutfah sebagai dampak dari

berbagai usaha yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan pangan yang

Page 11: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-19-

semakin meningkat antara lain dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian

dengan cara sistem pertanaman monokultur. Hal ini selain membawa keuntungan

juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yaitu tersingkirnya varietas-

varietas liar dan varietas lokal sehingga mengakibatkan terdesaknya atau bahkan

musnahnya varietas tersebut ini berarti juga hilangnya sumber-sumber gen potensial

yang terkandung di dalamnya yang mungkin suatu saat akan bermanfaat.

Berbagai cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kehilangan sumber

daya plasma nutfah tanaman pada umumnya dan khususnya plasma nutfah jagung

dengan melakukan konservasi plasma nutfah. Kegiatan ini berupa pengelolaan

koleksi dan pemeliharaan sumber keanekaragaman plasma nutfah jagung seperti

koleksi kultivar lokal, kultivar liar atau introduksi dari luar negeri (Braw 1978).

Varietas unggul diperoleh melalui rekayasa genetik dengan memanfaatkan plasma

nutfah elite yang dilakukan secara berkesinambungan. Varietas unggul dapat

berasal dari introduksi dan hasil rakitan pada lingkungan spesifik. Jagung komposit

dan hibrida unggul merupakan hasil penelitian yang perlu terus dipertahankan

sebagai sumber gen yang diperlukan dalam pembentukan varietas unggul baru.

Untuk mencegah terjadinya kehilangan sumber daya plasma nutfah jagung maka

dilakukan konservasi plasma nutfah.

2. Varietas Unggul

Diantara komponen teknologi produksi, varietas unggul sangat berperan dalam

upaya meningkatkan produktivitas jagung, baik dalam hasil per satuan luas maupun

sebagai komponen pengendalian hama dan penyakit. Selain itu, sifat tanaman yang

dipertimbangkan dalam merakit varietas jagung unggul adalah kesesuaiannya

dengan kondisi lingkungan (tanah, iklim) dan preferensi petani terhadap sifat

lainnya diantaranya umur; warna, ukuran, dan rendemen biji; serta sifat brangkasan

tetap hijau pada saat panen tongkol (masak fisiologis). Jagung unggul bersari bebas

tersebut hampir semuanya dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Sebelum tahun

1981, dari 17 varietas yang dilepas semuanya jenis jagung bersari bebas, namun

mulai tahun 1981 hingga sekarang jagung jenis hibrida adalah yang paling dominan.

Kecenderungan ini terkait dengan keinginan mendapatkan varietas jagung unggul

yang memiliki produktivitas tinggi. Upaya perbaikan produktivitas varietas unggul

nyata kemajuannya baik dari jenis bersari bebas maupun hibrida. Potensi hasil

Page 12: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-20-

jagung bersari bebas yang dilepas sebelum tahun 1981 umumnya dibawah 7,0 t.ha-1,

setelah tahun 1981 meningkat menjadi 7,0–8,0 t.ha-1.

Blum (2000) menjelaskan varietas toleran kekeringan suatu tanaman memiliki

keragaman genetik yang dapat dikategorikan dalam 3 domain: (a) sel dan jaringan

tanaman dapat mempertahankan turgor sehingga tanaman mundur menjadi layu

dengan berbagai mekanisme, (b) tanaman dapat mempertahankan fungsinya

walaupun status air dalam tanaman rendah, dan (c) tanaman pulih setelah terjadi

cekaman kekeringan. Kekeringan dapat terjadi pada awal pertumbuhan, fase

pengisian biji dan fase berbunga sampai panen.

Prosedur CIMMYT (Banziger et al. 2000) dalam seleksi untuk kekeringan

adalah dengan mengevaluasi galur atau famili dengan cekaman pada waktu

berbunga atau waktu pengisian biji (cekaman sedang) sehingga hasilnya dapat

mencapai 30 - 60% dari hasil normal, dan cekaman kekeringan waktu berbunga

sampai panen dan hasilnya 15 - 30%. Evaluasi dilakukan di tempat yang tidak ada

curah hujan sehingga dapat diatur pengairannya. Seleksi dilakukan dengan

menggunakan indeks untuk mempertahankan umur berbunga, meningkatkan hasil

baik pada cekaman maupun tanpa cekaman kekeringan, menurunkan interval

anthesis dan tongkol berambut anthesis silking interval (ASI), tingkat senesen (daun

kering), jumlah tanaman mandul, dan daun menggulung. Banziger et al. (1999)

melaporkan bahwa seleksi untuk toleran kekeringan ternyata memberikan hasil pada

beberapa aras N.

Peningkatan hasil per daur seleksi saudara kandung (full sib) 81 kg ha-1,

sedang seleksi S1 meningkat 187 kg ha-1. Edmeades et al. (1992) membuat seleksi

berdasar indeks dari hasil biji, ASI, temperatur kanopi, senesen daun, tingkat

pemanjangan batang dan daun. Hasil seleksi ini meningkatkan rerata hasil dari 10

lokasi ialah 229 kg ha-1 pada cekaman kekeringan, dan 53 kg ha-1 pada tanpa

cekaman per daur seleksi. Seleksi untuk cekaman kekeringan ternyata dapat

meningkatkan hasil pada lingkungan tanpa cekaman walaupun lebih rendah dari

yang diperoleh pada kondisi cekaman kekeringan. Ternyata seleksi untuk cekaman

kekeringan juga meningkatkan total biomas pada La Posta Sequa tetapi tidak nyata

untuk Pool 26 Sequa dan Tuxpeno Sequa sedang indeks panen meningkat pada

ketiga populasi tersebut. Seleksi untuk toleran kekeringan selain meningkatkan

Page 13: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-21-

hasil biji pada kondisi cekaman juga meningkatkan jumlah tongkol pertanaman,

jumlah biji per tongkol, dan jumlah biji per meter persegi, dan menurunkan ASI,

umur anthesis, tinggi tanaman, senesen dan ukuran malai, sedang bobot 1000 biji

tidak terpengaruh. Pada lingkungan tanpa cekaman pengaruh ini lebih rendah

(Chapman and Edmeades 1992).

Pembentukan varietas unggul meliputi komposit dan hibrida dengan karakter-

karakter berorientasi pada produksi biji untuk pakan diantaranya produktivitas

tinggi (Komposit > 8 t.ha-1, Hibrida > 9 t.ha-1), toleran kekeringan atau Stay green,

warna biji jingga dan ukuran biji besar untuk pakan ternak dan industri lainnya, biji

kecil untuk burung (super genjah), dan rendemen biji tinggi (sekitar 80%)

sedangkan untuk karakter dengan orientasi produksi biji untuk pangan yakni

produksi tinggi ( > 7,0 t.ha-1), warna biji umumnya putih, toleran kekeringan atau

stay green, kualitas nutrisi tinggi, dan agak pulen (amilopektin tinggi).

3. Pembentukan Varietas Toleran

Laju pertumbuhan luas pertanaman jagung pada lahan sawah tadah hujan telah

mencapai 10 - 15% dan pada sawah irigasi 20 - 30%. Wilayah Indonesia bagian

timur mempunyai masalah terhadap kekeringan. Tanaman memiliki kemampuan

untuk menyesuaikan diri dalam menghadapi perubahan kondisi lingkungan. Levitt,

Christiansen dan Lewis (1982) menyatakan bahwa tanaman mempunyai

“xeromorphic karakter” yang akan muncul bila mendapat cekaman. Selanjutnya

Hammim (1995) mengemukakan bahwa perubahan struktur tanaman terjadi sebagai

respon terhadap sifat toleransinya. Perubahan struktur yang mengarah kepada

bentuk yang menghindarkan tanaman dari cekaman banyak terjadi pada beberapa

tanaman, misalnya perkembangan sistem perakaran, perubahan bentuk daun,

mekanisme penutupan stomata dan sebagainya. Agar perakitan tanaman dapat

berjalan efektif dan efesien, harus ditentukan karakter yang erat kaitannya dengan

cekaman kekeringan dan potensi hasil. Salah satu metode untuk mengevaluasi

hubungan antara suatu karakter dengan produktivitas adalah melalui populasi

persilangan komposit (composite cross population). Beberapa genotipe tanaman

dengan suatu karakter yang dipilih disilangkan secara komposit (disilangkan ke

segala arah). Populasi ini kemudian digalurkan sampai mencapai homozigot untuk

mendapatkan galur murni (Herawati dan Setiamiharja 2000).

Page 14: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-22-

Seleksi pada lingkungan kering yakni pertanaman diatur dengan pemberian air

secukupnya sampai umur 42 hari setelah tanam atau tanaman dalam fase keluarnya

malai (tasseling stage), sedangkan pada lingkungan normal diberikan sampai

menjelang panen (maturity stage). Famili jagung dalam populasi mempunyai sifat

genotipe yang berbeda sehingga famili terbaik yang diseleksi toleran kering dapat

direkombinasi guna memperoleh calon varietas berdaya hasil tinggi. Pada wilayah

berperiode hujan pendek pembentukan jagung yang berumur genjah akan lebih

toleran kering, karena berpeluang terhindar dari fenomena kekeringan sehingga

produktivitasnya lebih tinggi dari yang berumur dalam. Sumartono (1995)

mengemukakan perakitan varietas unggul yang toleran cekaman abiotik termasuk

toleran kekeringan dapat dilakukan melalui pemuliaan konvensional dan invitro

(para seksual) yakni dengan memanfaatkan sejumlah bahan genetik introduksi atau

perbaikan varietas lokal setelah melalui seleksi dan persilangan famili superior.

Peningkatan frekuensi gen baik (favorable) pada populasi dapat diarahkan

untuk pembentukan varietas toleran lingkungan tercekam abiotik termasuk

kekeringan. Tuxpeno adalah landrace asal Mexico yang merupakan sumber

plasmanutfah untuk varietas toleran kering. Populasi ini dapat menghasilkan 4,0 t

ha-1 dalam kondisi tercekam saat periode generatif. Disamping tuxpeno juga telah

banyak dirakit varietas dengan warna biji kuning. Edmeades et al. (1992)

melaporkan bahwa evaluasi hasil dari enam kultivar pada lingkungan kering

diperoleh hasil tertinggi 5,0 t ha-1 (Tabel 1).

Tabel 1 Evaluasi Populasi pada Cekaman Kekeringan

Populasi Hasil (t.ha-1)Rerata Maksimal Minimal

Pool-16 C20 4.1 4.8 2.8DTP1 C5 Across 89 4.8 5.6 4.0La Costa Sequia C3 3.5 4.6 2.5Pool-28 Sequia C5 5.0 5.9 3.7DTP2 C4 4.7 6.5 3.9DK 888 0.0 2.2 0.9

Sumber: Edmeades et al. (1992)

Selanjutnya Dahlan et al. (1996) mengemukakan bahwa perbaikan populasi

Pool 2 (FSD) yang dirakit untuk varietas toleran kering memperlihatkan kemajuan

Page 15: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-23-

seleksi dari siklus C1 sampai C5 yakni 0,9 t.ha-1, hal ini menunjukkan bahwa famili

dalam populasi dapat diseleksi sebagai calon varietas (Tabel 2).

Tabel 2 Peningkatan Populasi Pool 2 atas Cekaman Kekeringan

Populasi Hasil (t.ha-1) Umur Berbunga Betina (hari)Pool-2(FSD)C1 3.1 57Pool-2(FSD)C2 4.1 55Pool-2(FSD)C3 3.3 56Pool-2(FSD)C4 3.5 56Pool-2(FSD)C5 4.0 53

Sumber: Dahlan et al. (1996)

Pandey (1998), mengemukakan bahwa varietas baru dapat dibentuk dengan

peningkatan gen baik setiap siklus antara dan di dalam populasi, disamping

dilakukan persilangan dengan varietas yang telah adaptif pada lingkungan tertentu.

Edmeades et al. (1992) mengemukakan bahwa Tuxpeno Sequia merupakan populasi

toleran cekaman kering dan pada status siklus C0 hasilnya 1,8 t ha-1, populasi ini

adalah sumber plasma nutfah untuk varietas toleran kering.

4. Hubungan Umur Genjah dan Tanggap Terhadap Kekeringan

Fenotipe tanaman merupakan sifat tanaman yang terlihat dari luar dan

merupakan hasil interaksi antara faktor genotipe dan lingkungan sudah lama

menarik perhatian pemulia tanaman, karena hasil yang dicapai suatu tanaman

ditentukan oleh interaksi tersebut. Nilai-nilai interaksi digunakan sebagai dasar

untuk mengukur stabilitas suatu varietas. Varietas unggul jagung berumur genjah

(<90 hari) diperlukan oleh banyak petani terutama untuk menyesuaikan pola tanam

dan ketersediaan air. Di lahan sawah tanaman jagung biasanya diusahakan setelah

panen padi, sehingga diperlukan varietas-varietas jagung berumur genjah. Varietas

jagung berumur genjah umumnya cukup tenggang terhadap kekeringan.

Sebagian besar tanaman jagung di Indonesia terdapat di lahan tegal sehingga

air yang tersedia untuk tanaman jagung tergantung pada curah hujan. Oleh karena

itu diperlukan varietas yang hasilnya stabil dan tahan kekeringan. Lebih lanjut

Slamet dan Dahlan (1993) melaporkan bahwa terdapat interaksi antara genotipe

dengan cekaman kekeringan, sehingga dapat dipilih famili yang tahan terhadap

kekeringan. Cekaman kekeringan akan menurunkan hasil jagung. Pengairan yang

Page 16: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-24-

dilaksanakan 2 kali dan 4 kali akan menurunkan hasil 62,3% dan 13,5% dari

pengairan 6 kali untuk Pool 2 dan 77,7 dan 37,8% untuk Malang Komposit 9.

Terdapat interaksi antara genotipe dengan tingkat pengairan.

Tanaman jagung pada lahan tegal sering mengalami kekeringan pada fase

pengisian biji. Kerugian hasil yang ditimbulkannya mencapai 22%, sehingga

adanya varietas jagung yang toleran terhadap kekeringan pada fase pengisian biji

dapat mencegah kehilangan jagung sebesar 26 - 50%. Terdapat indikasi bahwa

perbaikan didalam populasi untuk daya hasil dan toleran terhadap kekeringan pada

populasi berumur genjah dapat dilakukan baik pada lingkungan kekeringan maupun

normal (Slamet 1994). Keadaan kekeringan akan menurunkan hasil biji, berat

tongkol, memperlambat waktu berbunga dan memperbesar interval berbunga

(perbedaan antara antesis dan keluarnya rambut tongkol), memperpendek tanaman

dan memperbesar tanaman yang mandul. (Dahlan dan Slamet 1991). Selanjutnya

Grant et al. 1989 menyatakan bahwa periode ekstrim cekaman kekeringan pada

jagung adalah dua hari sebelum berbunga dan 22 hari setelah berbunga (Gambar 2).

Varietas-varietas lokal yang berumur genjah umumnya berdaya hasil rendah,

sehingga varietas-varietas lokal tersebut ditambah dengan varietas introduksi dan

varietas unggul perlu diperbaiki daya hasilnya dengan menggunakan seleksi

berulang. Beberapa pemulia telah melaporkan hasil seleksi untuk umur genjah.

Subandi (1985), melaporkan bahwa seleksi untuk umur genjah telah mempengaruhi

daya hasil, tongkol hampa dan rebah batang secara nyata, tetapi tinggi tongkol dan

tinggi tanaman berkurang masing-masing 3,1 dan 1,9% per siklus. Troyer dan

Larkins (1985), melakukan seleksi untuk umur genjah terhadap 10 varietas jagung

sintetik umur dalam 11 daur. Kerugian seleksi per daur adalah 167 kg ha-1 (5%)

peningkatan hasil biji dan 0,3 hari penurunan penundaan keluar rambut tongkol.

Semakin genjah umur masak populasi diikuti oleh meningkatnya persentase rebah

batang yaitu 2,8% per daur (Troyer and Brown 1976).

Pada seleksi umur genjah umumnya diikuti perubahan terhadap hasil, sebab

biasanya umur berkorelasi positif dengan hasil (Lonnquist et al. 1966). Zairin dan

Machfud (1993), melaporkan bahwa untuk jagung golongan umur genjah varietas

Arjuna P-18 memberikan penampilan yang paling baik dan berpotensi hasil tinggi

diantaranya varietas lainnya, yakni 7,01 ton/ha pipilan atau 41% diatas produksi

Page 17: BAB. II TINJAUAN PUSTAKA kalium yodida (KI 2, atau yang umum dikenal sebagai larutan yodium) dapat digunakan untuk mengidentifikasi amilum jagung pulut, yaitu ditandai dengan reaksi

-25-

Arjuna. Lebih lanjut Slamet (1994) melaporkan bahwa varietas jagung Suwan-2,

Malang Sintetik-12, Pool-2 (FSI)C3, Acer, Acer (S1)C4, Muneng 8331 dan P31D

(S1)C2 mempunyai hasil stabil, artinya mempunyai tingkat hasil dan umur panen

yang sama dengan varietas Arjuna. Lamuru merupakan varietas yang toleran

kekeringan (Tabel 3).

Gambar 2 Hubungan antara hasil (g/tanaman) dengan waktu keluarnya rambut padakondisi lingkungan cekaman kekeringan (Grant et al. 1989)

Varietas jagung unggul bersari bebas (komposit) yang banyak berkembang

dan/atau mulai populer di petani adalah Arjuna, Bisma, Lamuru, dan Sukmaraga.

Varietas Lamuru populer di kawasan timur Indonesia seperti Gorontalo, Nusa

Tenggara, dan Sulawesi Selatan karena selain produksinya tinggi (6–8 t ha-1) juga

agak toleran kekeringan dan bijinya berwarna oranye sangat sesuai sebagai bahan

baku pembuatan pakan ternak terutama pakan ternak unggas.

Tabel 3 Varietas umur genjah dan toleran kekeringan yang telah dilepas oleh BadanLitbang Pertanian

Varietas Tahundilepas

Potensi hasil(t ha-1)

Umurpanen(hari)

Ketahananpenyakit

bulai

Keunggulanspesifik

WisanggeniGumarangLamuru

199620002000

8,08,07,6

908295

ToleranAgak ToleranAgak Toleran

Toleran kekeringanUmur genjah

Toleran kekeringan

Waktu keluarnya bunga betina (hari)

Bob

otbi

ji(g

/tan

aman

)