bab ii tinjauan pustaka a. fast disintegrating tablet (fdt) 1.repository.setiabudi.ac.id/4088/4/bab...
TRANSCRIPT
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Fast Disintegrating Tablet (FDT)
1. Pengertian
Tablet terdisintegrasi cepat (FDT) dikenal sebagai tablet larut mulut, tablet
yang meleleh di mulut, tablet orodispersibel, rapid melt, tablet berpori, melarut
cepat, dan lain-lain. FDT merupakan bentuk sediaan padat yang terdisintegrasi
dengan sangat cepat saat kontak dengan air liur atau saliva (Pahwa and Gupta
2011). Semakin cepat obat terlarut maka semakin cepat absorpsi dan onset efek
terapi. Beberapa obat di absorpsi dari mulut, faring, dan esofagus ketika saliva
turun menuju perut. Pada beberapa kasus, bioavaibilitas obat lebih besar
dibanding dengan sediaan tablet konvensional. Keuntungan yang dimiliki tablet
terdisintegrasi cepat dikenal dalam industri maupun akademik (Bhowmik et al.
2009).
Menurut (FDA) Food and Drug Administration (2000) mendefinisikan
FDT sebagai bentuk sediaan padat mengandung zat obat atau bahan aktif yang
hancur dengan cepat biasanya dalam hitungan detik ketika ditempatkan pada
lidah. FDT mengalami desintegrasi dengan sedikit atau tanpa meminum air dan
dimaksudkan untuk melarut dengan air ludah pasien. Waktu disintegrasi FDT
pada umumnya dianggap kurang dari satu menit (Siddiqui et al. 2010).
2. Karakteristik FDT
FDT memiliki beberapa kriteria ideal yang dapat membedakannya dengan
tablet konvensional. Kriteria tersebut meliputi tidak memerlukan tambahan air
untuk tujuan membantu menelan obat, memberikan rasa yang enak di dalam
mulut, tidak meninggalkan atau memberi residu minimal di dalam mulut setelah
pemberian, dan memperlihatkan sensitivitas yang rendah terhadap perubahan
lingkungan (Kumar et al. 2011).
Tablet terdisintegrasi cepat berisi bahan untuk meningkatkan tingkat
kehancuran tablet dalam rongga mulut dan dapat berlangsung hingga satu menit
6
untuk menghancurkan sepenuhnya (Bhowmik et al. 2009). Jenis tablet ini
dirancang agar segera hancur di dalam rongga mulut dalam waktu 75 detik atau
kurang. Karakteristik tablet terdisintegrasi cepat adalah hancur dalam air liur
tanpa perlu air, stabilitas bagus dalam air liur, sangat ringan dan rapuh, ukuran
molekul kecil sampai sedang, perlu penanganan khusus dalam masalah kemasan
blister, di mulut terasa nyaman dan rasa halus, rentan terhadap suhu dan
kelembapan, kerapatan rendah, porositas tinggi, dan kekerasan rendah (Bhowmik
et al. 2009).
3. Kelebihan dan kekurangan FDT
FDT memiliki beberapa kelebihan diantaranya dapat digunakan untuk
pasien yang sulit atau tidak dapat menelan, seperti orang tua, pasien terbaring di
tempat tidur, pasien pediatrik, dan pasien gangguan jiwa. FDT membantu untuk
mengubah persepsi tablet yang pahit dan sulit ditelan. Metabolisme lintas pertama
pada tablet FDT berkurang sehingga bioavailabilitasnya meningkat akan
mengurangi jumlah dosis dan efek samping. Keuntungan lainnya karena
menghasilkan penyerapan obat yang cepat, waktu onset cepat, nyaman dan mudah
digunakan dengan tidak memerlukan air untuk administrasi oral, tanpa residu di
mulut setelah disintegrasi, risiko sesak napas selama pemberian oral pada
formulasi konvensional karena obstruksi fisik dapat dihindari, sehingga
memberikan keamanan dalam pemakaian (Sehgal et al. 2012).
Sediaan FDT memiliki kekurangan dalam hal menahan guncangan karena
tidak memiliki kekuatan mekanik yang cukup, sehingga diperlukan penanganan
secara hati-hati. FDT dapat memberikan rasa yang tidak menyenangkan dan
meninggalkan residu di mulut jika tidak diformulasikan dengan baik. Obat dengan
dosis besar sulit diformulasi ke dalam bentuk FDT (Kumar dan Yadav 2014).
Bentuk sediaan FDT yang rapuh, diperlukan pengemasan khusus sehingga akan
meningkatkan biaya produksi.
4. Metode pembuatan FDT
Sejumlah teknik atau metode telah diterapkan untuk pembuatan FDT,
mulai dari teknik konvensional hingga yang modern. Beberapa teknik antara lain :
7
4.1 Freeze drying. Freeze drying merupakan proses di mana air
disublimasi dari produk setelah dibekukan. Bahan aktif dilarutkan atau
didispersikan dalam suatu larutan sebagai carrier/polimer. Campuran ditimbang
lalu dituang pada dinding kemasan blister. Kemasan blister dilewatkan pada
saluran pembeku nitrogen cair untuk membekukan larutan obat atau dispersi.
Kemasan blister beku diletakkan pada lemari pembeku untuk melanjutkan
pengeringan beku. Proses pengeringan beku selesai maka aluminium foil
digunakan pada mesin penyegelan blister. Blister selanjutnya dikemas dan
didistribusikan (Renon dan Corveleyn 2000). Teknik kering beku menunjukkan
peningkatan absorpsi dan meningkatkan bioavailabilitas. Kekurangan utama dari
teknik ini adalah mahal dan membutuhkan waktu lama, kerapuhan membuat
kemasan konvensional tidak sesuai untuk produk ini dan stabilitas buruk pada
kondisi di bawah tekanan (Bhowmik et al. 2009).
4.2 Tablet moulding. Proses pencetakan terdiri dari dua tipe, yaitu
metode pelarutan dan metode pemanasan. Metode pelarutan termasuk serbuk yang
dibasahi dengan pelarut hidroalcohol yang diikuti dengan kompresi dengan
tekanan yang rendah pada piringan pencetak untuk mendapatkan masa yang
terbasahi. Pelarut kemudian dihilangkan dengan pengeringan udara. Tablet yang
dibuat dengan cara ini kurang padat dibandingkan dengan tablet kompresi dan
memiliki struktur pori di dalamnya. Proses pencetakan panas dibuat dari suspensi
yang mengandung obat, agar dan gula (seperti manitol dan laktosa) dan suspensi
dituang pada sumuran kemasan blister, pemadatan agar pada temperatur kamar
hingga membentuk gel dan pengeringan pada suhu 30ْC di bawah kondisi
vakum. Kekuatan mekanik dari tablet cetak menjadi perhatian utama. Bahan
pengikat yang dapat meningkatkan kekuatan mekanis dari tablet perlu untuk
ditambahkan. Penutupan rasa adalah masalah utama dari teknologi ini partikel
penutup rasa dari obat yang dibuat dengan cara penyemprotan suatu campuran
dari minyak biji kapas terhidrogenasi, natrium karbonat, lesitin, dan polietilen
glikol. Perbandingan dengan teknik liofilisasi, tablet yang diproduksi dengan
teknik pencetakan lebih mudah untuk di scale-up pada pembuatan skala industri
(Bhowmik et al. 2009).
8
4.3 Spray drying. Pada teknik ini, gelatin dapat digunakan sebagai
bahan pengisi. Sodium starch glycolate atau crosscarmellose atau crosspovidone
digunakan sebagai superdisintegran. Tablet yang dibuat dari serbuk semprot
kering telah dilaporkan dapat terintegrasi dalam waktu kurang dari 20 detik pada
medium berair. Formulasi yang mengandung bahan pengisi seperti manitol dan
laktosa, suatu superdisintegran seperti sodium starch glycolate dan
crosscarmellose dan bahan pengasam seperti asam sitrat dan/atau bahan alkalin
seperti natrium bikarbonat. Serbuk semprot kering ini yang dikompresi menjadi
tablet menunjukkan disintegrasi secara cepat dan meningkatkan disolusi
(Bhowmik et al. 2009).
4.4 Sublimation (sublimasi). Proses untuk mendapatkan matriks
berpori, bahan-bahan volatil ditambahkan pada formulasi yang kemudian akan
diproses menjadi sublimasi. Bahan yang sangat mudah menguap seperti
ammonium bikarbonat, ammonium karbonat, asam benzoat, kampora, naftalen,
urea dan ftalat anhidrat dapat dikompresi bersama eksipien lainnya hingga
terbentuk tablet. Bahan volatil ini kemudian dihilangkan dengan sublimasi dan
akan menghasilkan matriks yang berpori. Tablet yang dihasilkan dengan teknik
ini dilaporkan biasanya terdisintegrasi dalam waktu 10-20 detik. Bahan pelarut
seperti sikloheksan dan heksan dapat digunakan sebagai bahan pembentuk pori
disolusi (Bhowmik et al. 2009).
4.5 Direct compression (kempa langsung). Metode kempa langsung
merupakan metode pembuatan tablet yang banyak digunakan dan disenangi
karena kemudahan dan prosesnya yang sederhana serta tidak terlalu banyak
membutuhkan peralatan. Metode kempa langsung ini didefinisikan sebagai proses
pembuatan tablet dengan langsung mengempa campuran serbuk dan tidak ada
proses sebelumnya kecuali penimbangan dan pencampuran (Sulaiman 2007).
Persyaratan dasar fungsional bahan tambahan yang digunakan pada metode
kempa langsung adalah dapat dikempa (kompaktibilitas tinggi), sifat aliran baik,
lubrikasi, serta dapat meningkatkan disintegrasi dan disolusi obat (Agoes 2006).
Metode ini mengharuskan bahan-bahan yang digunakan memiliki sifat alir dan
kompresibilitas yang tinggi agar dapat dihasilkan tablet yang baik.
9
4.6 Mass extrusion. Metode ini melibatkan campuran aktif (campuran
tablet) menggunakan campuran solven yang larut air polietilen glikol dengan
metanol dan mengeluarkan massa campuran melalui extruder atau alat semprot
untuk mendapatkan produk bentuk silinder, kemudian dipotong dengan bantuan
pisau yang dipanaskan membentuk tablet. Silinder yang kering bisa juga
digunakan untuk melapisi granul dengan cara menutupi rasa pahit dari bahan aktif
(Nagar et al. 2015).
B. Superdisintegrant
1. Pengertian
Superdisintegrant adalah eksipien yang ditambahkkan pada sediaan tablet
atau kapsul untuk menginisiasi pecahnya sediaan menjadi partikel yang lebih kecil
dalam media air dengan meningkatkan luas permukaan sehingga mengarah
kepada pelepasan zat aktif obat dengan sangat cepat (Dass and Shakir 2013).
Superdisintegrant digunakan untuk meningkatkan efikasi dari sebuah sediaan.
Terdapat 2 tipe superdisintegrant, yaitu superdisintegrant alami dan
superdisintegrant sintetik atau buatan. Superdisintegrant alami diperoleh dari
bahan-bahan alam yang telah dimodifikasi dan dianjurkan karena lebih murah,
bersifat tidak iritatif, dan berasal dari bahan yang tidak berbahaya. Contoh dari
superdisintegrant alami adalah muccilago, guar gum, dan gum karaya. Tipe
kedua dari superdisintegrant adalah sintetik atau buatan. Beberapa contoh
superdisintegrant sintetik adalah sodium starch glycolate, croscarmellose sodium,
dan crospovidone. Beberapa keuntungan dari superdisintegrant sintetik adalah
dapat digunakan pada konsentrasi yang lebih rendah dibandingkan dengan alami
serta mempunyai sifat alir dan kompresibilitas yang baik (Mangal et al. 2012).
2. Mekanisme superdisintegrant
Terdapat beberapa mekanisme superdisintegrant dalam sebuah sediaan,
yaitu swelling, wicking, deformation, dan particle repulsive force.
2.1 Pengembangan (swelling). Mekanisme pengembangan, bahan
penghancur di dalam sediaan akan mengembang dan mendesak bahan lain dan
akan menyebabkan tablet menjadi pecah. Hal ini terjadi saat sediaan kontak
10
dengan air. Contohnya adalah SSG dan plantagoovata (Mangal et al. 2012).
Tablet dengan porositas yang lebih rendah memiliki waktu hancur yang lebih baik
(Panwar et al. 2011).
Granul dengan superdisintegrant pembekakan granul akibat
di dalam media berair superdisintegrant
Gambar 1. Mekanisme Swelling (Parashar et al. 2012)
2.2 Penyerapan air (wicking). Mekanisme penyerapan air, bahan
penghancur akan menarik air masuk ke dalam pori-pori kapiler dan mengurangi
kekuatan ikatan fisik antara partikel dan tablet akan cepat terdisintegrasi dan
menyebabkan tablet pecah. Contohnya adalah sodium starch glycolate,
crospovidone, dan crosscarmellose (Mangal et al. 2012).
Disintegrant menarik air ke dalam pori-pori dan
mengurangi kekuatan ikatan fisik antar partikel
Gambar 2. Mekanisme Wicking (Parashar et al. 2012)
2.3 Perubahan bentuk (deformation). Mekanisme perubahan bentuk,
partikel akan berubah bentuk setelah mengalami pengempaan. Bentuk ini akan
bertahan sampai tablet terkena oleh air (Mangal et al. 2012). Tablet yang terkena
11
air, superdisintegrant akan merubah bentuk menjadi bentuk asalnya dan
menyebabkan tablet terdisintegrasi karena partikel penyusun lainnya menjadi
berdesakan (Gandhi 2012).
Partikel membengkak dan memecah matriks
Gambar 3. Mekanisme Deformation (Parashar et al, 2012)
2.4 Perenggangan (particle repulsive force). Mekanisme perenggangan,
dijelaskan bahwa bahan penghancur tidak mengalami pengembangan atau
swelling, namun ketika terdapat air, partikel dengan muatan yang sama akan tolak
menolak dan memisahkan diri satu sama lain sehingga akan menyebabkan tablet
dapat terdisintegrasi (Mangal et al. 2012). Air masuk ke dalam tablet melalui pori
hidrofil yang terus menerus dilewati air menimbulkan tekanan hidrostatik yang
signifikan akan memecah ikatan hidrogen sehingga tablet akan pecah (Pahwa et
12
al. 2010).
Air tertarik ke dalam pori-pori menyebabkan partikel saling
berjauhan akibat resultan gaya listrik
Gambar 4. Mekanisme particle repulsive force (Parashar et al. 2012)
C. Filler-Binder
Filler-binder atau pengisi-pengikat merupakan bahan tambahan yang telah
dimodifikasi secara kimia selama proses produksi untuk memberikan sifat alir dan
ketermampatan yang lebih besar pada bahan awal tersebut. Filler-binder dibuat
berdasarkan metode co-process. Co-processing merupakan suatu proses
pengembangan bahan baku kempa langsung yang didasarkan pada konsep baru
dari dua atau lebih eksipien yang berinteraksi pada tingkat sub-partikel dengan
tujuan untuk menunjukkan fungsi yang lebih baik (Ravel et al. 2014).
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan pengisi-pengikat
sebaiknya memperhatikan beberapa hal seperti sifat utama serbuk (ukuran
partikel, bentuk bobot jenis ruah, kelarutan) hingga karakteristik yang diperlukan
untuk membuatan padatan yang dapat mengalir dan memiliki sifat kompresibilitas
yang sesuai persyaratan. Bahan filler-binder yang baik sebaiknya memenuhi
beberapa persyaratan antara lain kompaktibilitas yang tinggi, memiliki sifat alir
yang baik, sifat pencampuran yang baik, stabilitas yang baik, inert, dan
meningkatkan kecepatan hancur tablet (Siregar dan Wikarsa 2010).
D. Pemeriksaan Sifat Fisik Mutu Serbuk
Sifat aliran serbuk yang baik merupakan hal penting untuk pengisian yang
seragam ke dalam lubang cetak mesin tablet dan untuk memudahkan gerakan
bahan di sekitar fasilitas produksi. Sifat aliran dipengaruhi oleh ukuran partikel,
bentuk partikel, bobot jenis, muatan elektrostatik, dan kelembaban. Beberapa
metode untuk mengevaluasi aliran serbuk antara lain metode sudut istirahat atau
sudut diam, metode pipel, metode carr, metode hausner, metode corong, dan
metode meter aliran (Siregar dan Wikarsa 2010).
13
Tablet yang baik dan berkualitas perlu dilakukan pemeriksaan kualitas
massa serbuk atau granul sebelum dibuat tablet. Pemeriksaan tersebut meliputi
metode :
1. Sudut diam
Metode sudut diam atau sudut istirahat adalah satu cara menentukan
kemampuan mengalir satu serbuk massa tablet secara tidak langsung, dikarenakan
hubungannya dengan kohesi antipartikel. Metode ini menggunakan corong
sebagai alat ujinya, yaitu dengan memasukkan sejumlah serbuk massa tablet ke
dalam corong yang kemudian dialirkan ke permukaan yang rata sehingga
membentuk onggokan kerucut serbuk. Sudut diam dapat diukur dari onggokan
kerucut yang terbentuk. Suatu serbuk massa tablet dianggap memiliki sifat alir
yang baik bila sudut yang terbentuk semakin kecil, karena dianggap dengan
mudahnya partikel mengalir akan memperkecil sudut diam (Siregar dan Wikarsa
2010).
2. Bulk density dan tapped density
Bulk density (berat jenis ruah) adalah massa partikel yang menempati
suatu unit volume tertentu. Bulk density merupakan parameter terpenting untuk
proses pengembangan dan pembuatan sediaan padat, karena digunakan dalam
menentukan jumlah serbuk yang dapat masuk dalam ruang kompresi. Tapped
density (berat jenis mampat) adalah massa partikel yang menempati suatu unit
volume tertentu setelah adanya hentakan dalam periode waktu tertentu. Nilai
tapped density umumnya lebih tinggi untuk partikel yang bentuknya teratur,
dibandingkan dengan partikel berbentuk tidak teratur. Distribusi ukuran partikel
mempengaruhi sifat alir serbuk halus. Bulk density dan tapped density granul
menggambarkan porositas kompresibilitas dan sifat alir dari granul (Zhang et al.
2009).
3. Hausner ratio
Hausner ratio merupakan angka yang berhubungan dengan kemampuan
alir dari serbuk dan tidak bernilai mutlak untuk suatu bahan tertentu, tergantung
dari metode yang digunakan untuk menentukannya. Hausner ratio didapat dari
perbandingan antara nilai bulk density dan tapped density, di mana nilai semakin
14
kecil menunjukkan bahwa kompresibilitas semakin baik (Arulkumaran dan
Padmapreetha 2014).
4. Carr’s index
Carr’s index atau indeks kompresibilitas adalah ukuran tidak langsung
dari berbagai karakteristik serbuk yaitu: bulk density, ukuran dan bentuk, luas
permukaan kadar air dan kepaduan material (Singh dan Kumar 2012). Parameter
nilai dari angle of repose, carr’s index dan hausner ratio terdapat pada Tabel.1
Tabel 1. Parameter Nilai Angle of Repose, Carr’s Index dan Hausner Ratio
(Arulkumaran dan Padmapreetha 2014)
Karakteristik
Aliran
Angle of Repose
(°ْ)
Carr’s index
(%)
Hausner ratio
(%)
Excellent
Good
Fair
Passable
Poor
Very poor
Very very poor
25-30
31-35
36-40
41-45
46-55
56-65
>66
≤10
11-15
16-20
21-25
26-31
31-37
>38
1,00-1,11
1,12-1,18
1,19-1,25
1,26-1,34
1,35-1,45
1,46-1,59
>1,60
E. Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet
1. Kekerasan tablet
Parameter kekerasan tablet penting diketahui untuk menjamin kualitas dan
stabilitas sediaan tablet terhadap pengaruh mekanik seperti guncangan ataupun
tekanan saat proses produksi, pengemasan, dan distribusi. Pengujian kekerasan
tablet menggunakan alat hardness tester. Faktor yang mempengaruhi kekerasan
tablet menggunakan tablet salah satunya adalah tekanan kompresi (Siregar &
Wikarsa 2010). Kekerasan tablet FDT yang dipersyaratkan untuk FDT adalah 3-5
kg/cm2 (Parigrahi dan Behera 2010).
2. Kerapuhan tablet
Kerapuhan dinyatakan sebagai massa partikel yang dilepaskan atau
terkikis dari tablet akibat adanya getaran mekanik atau gesekan. Kerapuhan tablet
diukur dengan mengggunakan alat friabilator. Nilai kerapuhan dihitung dengan
15
membandingkan selisih bobot yang hilang setelah dan sebelum diuji dengan bobot
awal (sebelum diuji) dengan satuan %. Perhitungan % kerapuhan sediaan FDT
yang baik adalah kurang dari 1 % (Satpute and Tour 2013).
3. Waktu hancur
3.1 Waktu hancur in vitro. Uji waktu hancur dimaksudkan untuk
menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing
monografi, kecuali pada etiket dinyatakan bahwa tablet atau kapsul digunakan
sebagai tabet isap atau dikunyah atau dirancang untuk pelepasan kandungan obat
secara bertahap dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua
periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di antara periode
pelepasan tersebut (Kemenkes 2014). Faktor yang mempengaruhi waktu hancur
yaitu sifat fisika kimia granul dan kekerasan tablet. Pengujian waktu hancur tablet
secara in vitro menggunakan alat disintegration tester. Waktu hancur sediaan
FDT umumnya kurang dari 1 menit (Velmurugan & Vinushitha 2010).
3.2 Waktu hancur in vivo. Pengujian waktu hancur in vivo dilakukan
untuk mengetahui waktu hancur sediaan fast disintegrating tablet metoklopramid
HCl dalam mulut. Sifat fisika kimia, volume cairan (saliva) dalam mulut, waktu
pembasahan dan kekerasan tablet mempengaruhi waktu hancur tablet. Pengujian
dilakukan bersamaan dengan uji tanggapan rasa yang dilakukan pada 20
responden. Waktu yang diperlukan sampai tablet hancur di mulut ditetapkan
sebagai waktu hancur in vivo.
4. Waktu pembasahan
Uji waktu pembasahan sangat berkaitan dengan struktur dalam suatu tablet
dan hidofilisitas dari eksipien. Waktu pembasahan tablet dilihat seberapa cepat
tablet FDT dapat menyerap air, di mana kecepatan penyerapan air akan
mempengaruhi kemampuan dan kecepatan disintegrasi dari tablet. Semakin cepat
waktu pembasahan, maka suatu tablet akan memiliki kemampuan disintegrasi
yang semakin cepat pula (Niraj et al. 2013).
5. Tanggap rasa
Uji tanggap rasa dilakukan dengan teknik sampling acak (random
sampling) dengan menggunakan 20 responden. Responden memberikan pendapat
16
terhadap rasa manis, agak pahit, dan pahit terhadap setiap formula dengan mengisi
angket untuk verifikasi. Responden berkumur dengan air untuk menetralkan
keadaan dalam mulut (Pramono 2010).
6. Disolusi
Disolusi adalah proses melarutnya zat aktif dalam sediaan obat ke dalam
suatu medium tertentu. Tablet akan mengalami proses hancur saat kontak dengan
cairan tubuh, yaitu tablet hancur menjadi granul, kemudian granul hancur menjadi
partikel-partikel penyusun tablet (Fudholi 2013). Kecepatan disolusi di dalam
tubuh berpengaruh terhadap kecepatan efek farmakologis yang diinginkan,
semakin cepat laju disolusi maka diharapkan efek lebih cepat dicapai. Obat
dengan kelarutan yang baik maka laju disolusinya akan lebih cepat dibandingkan
obat yang memiliki kelarutan lebih buruk (Siregar dan Wikarsa 2010). Kecepatan
disolusi obat dari partikel-partikel tablet merupakan faktor penting untuk absorpsi.
Uji disolusi FDT sama seperti pada tablet konvensional (Sahu et al 2015).
7. Keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah
zat aktif dalam suatu sediaan. Persyaratan yang ditetapkan berlaku untuk masing-
masing zat aktif yang terkandung dalam satuan sediaan yang mengandung satu
atau lebih zat aktif, kecuali dinyatakan lain dalam FI (Kemenkes 2014).
Keseragaman kandungan memenuhi syarat jika nilai penerimaan 10 unit
sediaan pertama tidak kurang atau sama dengan L1%. Nilai penerimaan jika lebih
dari L1%, lakukan pengujian pada 20 unit sediaan tambahan dan hitung nilai
penerimaan. Memenuhi syarat jika nilai penerimaan akhir dari 30 unit sediaan
lebih kecil atau sama dengan L1% dan tidak ada satu unit pun kurang dari [1-
(0,01)(L2]M atau tidak satu unitpun lebih dari [1+(0,01)(L2)]M seperti yang
tertera pada perhitungan nilai penerimaan. Nilai penerimaan maksimum yang
diperbolehkan yaitu L1=15,0 kecuali dinyatakan lain pada masing-masing
monografi (Kemenkes 2014).
Perhitungan nilai penerimaan dengan rumus :
NP = [ M-Xrata-rata] + ks ......................................................................................(1)
Keterangan :
17
NP = Nilai penerimaan
Xrata-rata = Rata-rata kandungan dari masing-masing kandungan
k = Konstanta penerimaan, jika n=10 makaa k=2,4 dan n=30 maka k=2,0
s = Simpangan baku sampel
M = Jika 98,5% ≤ Xrata-rata ≤ 101,5% maka M = Xrata-rata
Jika Xrata-rata < 98,5% maka M = 98,5%
Jika Xrata-rata < 101,5% maka M = 101,5%
F. Validasi metode
Validasi metode dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat,
spesifik, reproduksibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan di analisis
(Harmita 2014). Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan
verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi
masalah analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi ketika sebelum
diterapkan atau diberlakukan untuk penggunaan rutin, jika kondisi berubah dilihat
dari tujuan metode tersebut divalidasi, jika metode tersebut berubah dan
perubahan tersebut di luar lingkup awal metode tersebut, jika kontrol kualitas
mengindikasikan bahwa metode baku tersebut berubah dengan berubahnya waktu,
dan ada maksud untuk membuktikan kesetaraan antara dua metode (metode baru
dan metode lama).
Langkah-langkah validasi metode analisis berdasarkan United State
Pharmacopeia yaitu :
1. Accuracy (ketepatan)
Accuracy merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterima, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau
nilai rujukan. Akurasi ditentukan sebagai % perolehan kembali (% recovery).
Untuk pengujian senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil
pengukuran dengan bahan rujukan standar (Gandjar dan Rohman 2007).
Penetapan akurasi minimal menggunakan 9 kali penetapan dengan 3 tingkatan
yang berbeda, yang mencakup rentang yang telah ditentukan. Sebagai contoh, 3
konsentrasi dan 3 kali replikasi untuk masing-masing konsentrasi (ICH 2005).
18
2. Precision (keseksamaan)
Precision merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian antar
hasil uji individual dengan cara diukur melalui penyebaran hasil individual rata-
rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil
dari campuran yang homogen (Harmita 2014). Pengujian dengan KCKT, nilai
RSD (simpangan baku relatif) antara 1-2%, sedangkan untuk senyawa-senyawa
dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5-15% (Gandjar dan Rohman 2007).
Tabel 2. Perbandingan Konsentrasi Analit dengan Akurasi dan Presisi (Hube 2003)
Analit pada
matriks sampel
(%)
Rasio analit Unit Rata-rata
perolehan
kembali (%)
RSD (%)
100
≤10
≤1
≤0,1
0,01
0,001
0,0001
0,00001
0,000001
1
10-1
10-2
10-3
10-4
10-5
10-6
10-7
10-8
100%
10%
1%
0,1%
100ppm
10ppm
1ppm
100ppb
10ppb
98-102
98-102
97-103
95-105
90-107
80-110
80-110
80-110
60-115
<1,3
<1,8
<2,7
<3,7
<5,3
<7,3
<11
<15
<21
3. Batas deteksi (limit of detection, LOD)
Batas deteksi parameter uji didefinisikan sebagai jumlah terkecil analit
sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon berarti (signifikan)
dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi didefinisikan sebagai banyaknya
analit sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama. Batas
kuantitasi merupakan parameter yang digunakan pada analisis renik (Harmita
2014).
4. Batas kuantifikasi (limit of quantification, LOQ).
Batas kuantifikasi adalah jumlah terkecil analit sampel yang dapat
ditetapkan dengan akurasi dan presisi yang bisa diterima pada kondisi operasional
19
metode yang digunakan sebagai batas deteksi terkecil (Gandjar dan Rohman
2007). Batas kuantifikasi sering dinyatakan sebagai 10 kali standar deviasi relatif
pada metode (Moffat et al. 2011).
5. Linieritas dan rentang
Linieritas menyatakan kemampuan metode analisis memberikan respon
secara langsung atau dengan bantuan perubahan matematik yang baik, berbanding
lurus terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode menyatakan
bahwa batas terendah dan batas tertinggi analit yang ditunjukkan dapat ditetapkan
dengan keseksamaan, kecermatan, dan linieritas yang dapat diterima (Harmita
2014).
6. Keregasan (ruggedness)
Keregasan merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di
bawah kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar
deviasi relative (% RSD). Kondisi-kondisi ini antara lain laboratorium, alat,
analisis, reagen, dan waktu percobaan (Harmita 2014). Kekasaran suatu metode
mungkin tidak akan diketahui jika suatu metode dikembangkan pertama kali, akan
tetapi kekasaran suatu metode akan terlihat jika digunakan berulang kali.
G. Simplex Lattice Design
Simplex lattice design (SLD) merupakan design untuk optimasi campuran
pada berbagai perbedaan jumlah dan komposisi bahan yang dinyatakan dalam
beberapa bagian jumlah totalnya dibuat tetap yaitu sama dengan satu bagian
(Bolton 1997). Penerapan metode ini diharapkan dapat mengurangi faktor trial
and error dalam mendesain formula dan metode ini juga dapat memprediksi sifat-
sifat campuran pada semua perbandingan (Bolton 1997).
Prosedur dari simplex lattice design meliputi penyiapan kombinasi dari
bahan tambahan yang akan dioptimasi. Hasil kombinasi dari simplex lattice
design dapat digunakan untuk menetapkan respon yang optimal dari variasi
kombinasi bahan tambahan, sehingga dapat digunakan untuk memproduksi suatu
sediaan yang memenuhi persyaratan.
Persamaan yang digunakan adalah :
20
Y = a(A) + b(B) +ab(A)(B) ...............................................................................(2)
Keterangan :
Y = respon (hasil percobaaan)
A = kadar proporsi komponen A
B = kadar proporsi komponen B
a, b, ab = koefisien yang dihitung dari pengamatan penelitian
H. Monografi Bahan
1. Metoklopramid HCl
Rumus molekul : C14H22CIN3O2HCl.H2O
Nama kimia : 4 – Amino – 5 – kloro – N -[2-(dietilamino)etil-o-
ansamida monohidroklorida, monohidrat [54143 57-6].
Berat molekul : 354,28 g/mol.
Pemerian : serbuk hablur, putih atau praktis putih; tidak berbau atau
praktis tidak berbau.
Kelarutan : sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol;
agak sukar larut dalam kloroform; praktis tidak larut
dalam eter.
(Kemenkes 2014)
Metoklopramid HCl telah digunakan secara luas sebagai obat anti emetik
yang merupakan antagonis reseptor dopamine (Tripathi 2008). Metoklopramid
HCl berkhasiat anti emetik kuat berdasar blokade reseptor dopamine di CTZ
(chemoreceptor trigger zone). Muntah dikoordinasi pada vomiting center (VC) di
medulla yang menerima impuls dari tempat lainnya terutama CTZ di area
postrema. CTZ tidak dilindungi blood-brain barrier sehingga dapat dirangsang
oleh obat yang ada di dalam darah. CTZ memiliki banyak reseptor dopamine D2,
sehingga antagonis reseptor dopamine D2 poten sebagai anti nausea dan anti
emetik.
Pada pemberian oral, obat ini diabsorpsi secara cepat dengan kadar puncak
plasma tercapai 1-2 jam setelah pemberian dosis oral. Bioavailabilitas absolut
21
metoklopramid HCl per oral mencapai 80%. Terikat plasma sebanyak 13-30%.
Metoklopramid HCl di eliminasi dengan cepat dari tubuh dengan waktu paruh
eliminasi terminal 4-6 jam. Obat ini 5% diekskresikan ke dalam feses dan 85% ke
dalam urin. Metabolisme metoklopramid secara konjugasi dengan glukorinida
atau sulfat dalam hati (Ganiswara et al. 2005; Sweetman 2009).
Metoklopramid HCl efektif pada semua jenis muntah, termasuk akibat
kemoterapi dan mual pasca operasi, namun pada mabuk darat kurang ampuh.
Metoklopramid dapat memberikan perbaikan simtom untuk beberapa pasien
gastrophageal reflux disease GERD (Mc Avoy 2008).
Gambar 5. Rumus bangun metoclopramide hydrochloridum (Kemenkes 2014).
2. Sodium starch glycolate (SSG)
Sodium starch glycolate merupakan disintegran yang biasa digunakan
dalam rentang konsentrasi 2-8%. SSG merupakan garam natrium dari eter
karboksil metil amilum. Karakteristik SSG adalah serbuk putih atau putih pucat,
tidak berbau, tidak berasa, serbuk yang mudah mengalir, dan berbentuk granul
sferis dengan diameter 30-10 μm. Larut dalam air dan sangat higroskopis.
Sinonim dari SSG yaitu garam sodium, explosol, explotab, gycolys, primogel, pati
karboksi metil, tablo, dan vivastar. Sodium starch glycolate harus disimpan pada
wadah tertutup untuk menghindari penggumpalan karena kelembaban dari
temperatur (Rowe et al. 2009).
Mekanisme sodium starch glycolate adalah penyerapan air (wicking),
kemudian diikuti proses pengembangan (swelling) dengan cepat dan dalam
jumlah yang besar. Kemampuan swelling SSG pada air adalah 300 kali volumnya
(Rowe et al. 2009). Sumber lain juga mengatakan bahwa kemampuan swelling
SSG adalah 200-300% di dalam air, sedangkan pati alami memiliki kemampuan
swelling 10-20% di dalam air. Mekanisme penghancuran atau pemecahan tablet
dengan cara swelling terjadi saat partikel disintegran bersentuhan langsung
22
dengan media yang sesuai sehingga kekuatan disintegran untuk menggembung
meningkat, jika hal ini terus terjadi maka tablet akan pecah dan zat aktif obat akan
terlepas dari tablet (Pahwa and Nisha 2011).
Gambar 6. Struktur Sodium starch glycolate (Handbook of Pharmaceutical
Excipients 6th
Edition 2009)
3. Ludipress®
Menurut Fussnegger (2009) ludipress® terdiri dari bahan pengikat dan
bahan pengancur yang mengandung 93,4% α-laktosa monohidrat; 3,2%
polivonilpirolidon (Kollidon 30); 3,4% crospovidone (Kolidon CL). Ludipress®
merupakan serbuk dengan sifat alir yang baik, yang dihasilkan dengan cara
menyalut serbuk laktosa dengan polivonilpirolidon dan crospovidone. Kelebihan
ludipress diantaranya higroskopisitas yang rendah, kemampuan mengalir yang
baik, dan kekerasan tablet yang tidak bergantung oleh kecepatan mesin (Gohel et
al. 2007). Ludipress® juga memiliki kelemahan yaitu walaupun mengandung
bahan penghancur, namun tablet dengan kandungan ludipress® memiliki waktu
hancur lebih lama dibandingkan dengan tablet yang mengandung α-laktosa
monohidrat, β-laktosa anhidrat atau laktosa spray-dried. Waktu hancur tablet yang
lebih lama disebabkan oleh polivonilpirolidon yang terkandung dalam ludipress®.
Ludipress® dapat digunakan dalam rentang 12 sampai 48% dari bobot total tablet
(Gohel & Jogani 2005).
4. Manitol
Manitol secara luas digunakan dalam formulasi obat dan makanan.
Manitol biasa digunakan sebagai bahan pengisi dalam formulasi obat (10-90%)
serta bersifat tidak higroskopis sehingga dapat melindungi zat aktif yang sensitive
23
terhadap kelembaban. Manitol memiliki kelebihan memiliki rasa manis dan rasa
dingin di mulut karena memiliki suhu yang larut negatif (Rowe et al. 2009).
Gambar 7. Rumus truktur manitol (Rowe et al. 2009)
5. Magnesium stearat
Magnesium stearat merupakan serbuk halus berwarna putih berbau khas
asam stearat dan memiliki rasa yang khas. Magnesium stearat secara luas
digunakan dalam kosmetik, makanan maupun formulasi obat. Pemakaian
magnesium stearat dalam formulasi obat adalah sebagai lubrikan atau pelicin
sewaktu proses pengempaan obat. Penggunaan magnesium stearat berkisar antara
0,25-5%. Penggunaan magnesium stearat dalam konsentrasi tinggi sebaiknya
dihindari dikarenakan sifatnya yang hidrofobik sehingga akan membuat air sulit
berpenetrasi ke dalam tablet sehingga memperburuk waktu hancur tablet, serta
waktu pencampuran juga disarankan sesingkat mungkin (Rowe et al. 2009).
6. Stevia
Menurut Geuns (2003), Stevia rebaudiana Bertoni adalah tanaman semak
yang berasal dari daerah Amerika Selatan (daerah perbatasan antara Paraguay dan
Brasil). Daun stevia mengandung steviosida yang merupakan komponen utama
pemberi rasa manis. Kandungannya antara 4-20% dari berat kering daun stevia,
tergantung dari kondisi penanaman dan pertumbuhannya. Komponen lain pemberi
rasa manis pada daun stevia tetapi dalam kadar yang lebih rendah, yaitu
steviolbiosida, rebaudiosida A, B, C, D, E, F, dan dulcosida A.
Stevioside dan rebaudisode-A adalah dua macam komponen utama
glikosida dalam stevia yang mempunyai rasa manis 200-300 kali sukrosa
(Agarwal et al. 2009). Daun stevia mengandung pemanis glycoside (steviosida,
rebauside, dan dulcoside) juga mengandung protein, fiber, karbohidrat, fosfor,
kalium, kalsium, magnesium, natrium, besi, vitamin A, vitamin C, dan juga
24
minyak (Buchori 2007). Pemanis daun stevia lebih stabil pada suhu tinggi dan
dalam larutan (Figlewicz et al. 2009)
I. Landasan Teori
Metoklopramid merupakan obat anti emetik yang telah digunakan secara
luas dan merupakan antagonis reseptor dopamine (Tripathi 2008). Metoklopramid
HCl efektif pada semua jenis muntah, termasuk akibat kemoterapi dan mual pasca
operasi, namun pada mabuk darat kurang ampuh. Metoklopramid dapat
memberikan perbaikan simtom untuk beberapa pasien gastrophageal reflux
disease GERD (Mc Avoy 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Matok et al
(2009), penggunaan metoklopramid HCl aman dikonsumsi oleh ibu hamil.
Sediaan metoklopramid yang beredar dalam bentuk konvensional biasa
mempengaruhi penggunaannya yaitu dapat menimbulkan masalah untuk anak-
anak dan orang tua yang kesulitan menelan. Kondisi penderita mual dan muntah
juga terkadang dalam keadaan kesulitan untuk mencari air dalam penggunaannya.
Dampaknya pasien menjadi tidak patuh dalam mengonsumsi obat dan
menyebabkan efek terapi obat tidak tercapai. Sediaan FDT dapat menjadi solusi
untuk mengatasi masalah tersebut. FDT sebagai bentuk sediaan padat
mengandung zat obat atau bahan aktif yang hancur dengan cepat biasanya dalam
hitungan detik ketika ditempatkan pada lidah (FDA 2000).
Metode yang digunakan dalam pembuatan FDT adalah metode kempa
langsung. Metode kempa langsung merupakan metode yang sederhana dengan
tahap produksi yang singkat. Superdisintegrant merupakan bahan yang
menyebabkan tablet hancur dengan cepat. Superdisintegrant yang digunakan
adalah sodium starch glycolate. SSG dipilih karena bekerja dengan cara
mengembang dan hancur dengan cepat dalam air. SSG dalam formulasi tablet
banyak digunakan sebagai penghancur dengan konsentrasi antara 2-8%. Bentuk
struktur sodium starch glycolate memiliki bentuk partikel berupa spheris sehingga
dapat meningkatkan laju alir (Desai 2016).
Proses pembuatan tablet FDT selain menggunakan bahan penghancur
dalam pembuatannya dibutuhkan zat lain yaitu sebagai bahan pengisi dan
25
pengikat. Ludipress® merupakan bahan filler-binder yang tergolong eksipien co-
process, artinya bahan pengisi-pengikat yang di proses berdasar pengembangan
bahan baku kempa langsung yang didasarkan pada konsep baru dari dua atau lebih
eksipien yang berinteraksi pada tingkat sub-partikel dengan tujuan untuk
menunjukkan fungsi yang lebih baik (Ravel et al. 2014). Ludipress® dipilih karena
memiliki higroskopisitas yang rendah, kemampuan mengalir yang baik, dan
kekerasan tablet yang tidak bergantung oleh kecepatan mesin.
Metode simplex lattice design (SLD) merupakan metode dengan
mempersiapkan formula dengan jumlah total bahan adalah konstan. Metode SLD
digunakan untuk menentukan proporsi perbandingan dari kombinasi sodium
starch glycolate sebagai superdisintegrant dan ludipress® sebagai filler-binder
sehingga didapatkan hasil formula FDT metoklopramid HCl yang optimum.
J. Hipotesis
1. Penggunaan kombinasi antara sodium starch glycolate dan ludipress® akan
memberikan pengaruh terhadap sifat fisik FDT metoklopramid HCl seperti
kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, waktu pembasahan, dan disolusi tablet.
2. Perbandingan dengan proporsi tertentu sodium starch glycolate dan
ludipress® dapat menghasilkan FDT metoklopramid HCl dengan parameter
kritis kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, dan disolusi yang optimal
menggunakan simplex lattice design.