bab ii tinjauan pustaka 2.1 program pendidikan inklusi...

31
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi 2.1.1 Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan ABK belajar di sekolah terdekat bersama teman seusianya, sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di sekolah yang sama, sekolah menyediakan program pendidikan yang dapat mengakomodasi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid, keberhasilan anak dibantu dengan adanya dukungan dari para guru (Wathoni, 2005: 101). Hal ini juga diungkapkan oleh Kustawan (2012: 7) pendidikan inklusi adalah sistem pendidikan yang terbuka bagi semua individu serta mengakomodasi semua kebutuhan sesuai dengan kondisi masing-masing individu. Didukung juga dengan pendapat Ilahi (2013: 23) yang menjelaskan bahwa pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental.

Upload: lamdan

Post on 28-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program Pendidikan Inklusi

2.1.1 Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi adalah sistem layanan

pendidikan yang mensyaratkan ABK belajar di

sekolah terdekat bersama teman seusianya, sekolah

penyelenggara pendidikan inklusi adalah sekolah

yang menampung semua murid di sekolah yang

sama, sekolah menyediakan program pendidikan

yang dapat mengakomodasi sesuai dengan

kemampuan dan kebutuhan setiap murid,

keberhasilan anak dibantu dengan adanya dukungan

dari para guru (Wathoni, 2005: 101). Hal ini juga

diungkapkan oleh Kustawan (2012: 7) pendidikan

inklusi adalah sistem pendidikan yang terbuka bagi

semua individu serta mengakomodasi semua

kebutuhan sesuai dengan kondisi masing-masing

individu. Didukung juga dengan pendapat Ilahi

(2013: 23) yang menjelaskan bahwa pendidikan

inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak

membeda-bedakan latar belakang kehidupan anak

karena keterbatasan fisik maupun mental.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

15

Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan

inklusi juga dapat dimaknai sebagai satu bentuk

reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti

diskriminasi, perjuangan persamaan hak, keadilan

dan perluasan akses pendidikan, meningkatkan

mutu pendidikan, sebuah upaya strategis

penuntasan wajib belajar 9 tahun, serta sebagai

upaya mengubah sikap masyarakat terhadap ABK

(Ilahi, 2013: 25). Permendiknas No. 70 tahun 2009

didefinisikan sebagai sistem penyelenggaraan

pendidikan yang memberikan kesempatan kepada

semua peserta didik yang memiliki keterbatasan,

memiliki cerdas dan bakat istimewa untuk

mendapatkan pendidikan secara bersama-sama

dengan peserta didik pada umumnya.

Sejalan dengan hal tersebut, Ahsan (2014)

mendefinisikan dalam terjemahan bahasa Indonesia,

bahwa “pendidikan inklusif sekarang dianggap

sebagai strategi yang layak untuk menciptakan

pembelajaran lingkungan yang ramah untuk anak-

anak/ penyandang cacat, anak-anak dari etnis yang

berbeda dan keragaman bahasa, anak-anak yang

berasal dari latar belakang yang kurang beruntung

secara sosial dan juga isu-isu gender”. Hal ini juga di

dukung oleh pernyataan dari Direktorat Pembinaan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

16

PKLK Dikdas dalam Sartika dan Ismanto (2016: 51)

menyebutkan bahwa pendidikan inklusif diberikan

kepada “semua anak terlepas dari kemampuan

ataupun ketidakmampuan mereka, jenis kelamin,

status sosial-ekonomi, suku, latar belakang budaya

atau bahasa dan agama menyatu dalam komunitas

sekolah yang sama”.

Dari uraian diatas, pendidikan inklusi merujuk

pada suatu sistem layanan pendidikan yang

mensyaratkan anak berkebutuhan khusus untuk

belajar di sekolah-sekolah terdekat, konsep terbuka

bagi semua serta tidak membeda-bedakan latar

belakang kehidupan anak. Sekolah penyelenggara

pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung

semua murid yang sama, mengakomodasi semua

kebutuhan kondisi masing-masing individu karena

keterbatasan fisik maupun mental, serta sekolah

juga menyediakan program pendidikan yang layak

dan menantang, tetapi disesuaikan dengan

kemampuan dan kebutuhan setiap murid, dengan

dukungan yang diberikan oleh guru dapat membantu

agar anak-anak berhasil.

Dalam konteks yang lebih luas, pendidikan

inklusi merupakan satu bentuk reformasi pendidikan

dan dianggap sebagai sebuah strategi yang layak

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

17

untuk menciptakan pembelajaran lingkungan ramah

untuk anak, penyandang cacat, serta semua anak

dapat terlepas dari kemampuan dan

ketidakmampuan mereka kemudian menyatu dalam

satu komunitas sekolah yang sama, tanpa

memandang adanya perbedaan diantara satu sama

lainnya.

Pendidikan inklusi dalam penelitian ini,

peneliti memberikan batasan penelitian yaitu

terkhusus pada ABK yang ada di SMP Negeri 7

Salatiga. ABK yang dimaksud yaitu anak-anak yang

mengalami hambatan keterbatasan fisik maupun

mental.

2.2 Tujuan dan Manfaat Program Pendidikan

Inklusi

Menurut Alfian (2013: 75) program pendidikan

inklusi di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan:

a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya

kepada semua anak (termasuk anak

berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan

yang layak sesuai dengan kebutuhannya

b. Membantu mempercepat program wajib belajar

pendidikan dasar

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

18

c. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar

dan menengah dengan menekan angka tinggal

kelas dan putus sekolah.

d. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai

keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah

terhadap pembelajaran

e. Memenuhi amanat konstitusi/ peraturan

perundang-undangan:

1) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1)

2) Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (2);

3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003;

4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002;

5) Permendiknas No 70 tahun 2009

Manfaat program pendidikan inklusi menurut

Lab PAUD Inklusi Fakultas Psikologi UGM

menerapkan prinsip pendidikan inklusi yang

melibatkan anak dari berbagai latar belakang

kemampuan belajar dan kondisi jasmani, yaitu:

a. Bagi anak berkebutuhan khusus: 1) memiliki

perasaan bersatu dengan anak-anak lain dan

terhindar dari label negatif akibat pemisahan

pendidikan; 2) mempunyai kesempatan belajar

menyesuaikan diri dengan teman sebaya; 3)

mendapat pengalaman hidup yang nyata dan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

19

realistis sebagai persiapan kehidupan di

masyarakat; 4) Dapat belajar langsung dari teman

sebaya tentang berbagai macam kemampuan.

b. Bagi anak tidak berkebutuhan khusus: 1) dapat

mengembangkan kecerdasan emosional dengan

berkembangnya rasa empati dan solidaritas; 2)

memiliki kesempatan belajar secara

langsung,nyata, serta objektif mengenai berbagai

karakteristik teman sebaya; 3) menyadari bahwa

setiap individu adalah unik dengan ciri

karakteristik yang khas dan kemampuan yang

berbeda-beda.

2.3 Implikasi Manajerial Program Pendidikan

Inklusi

Direktorat PPK-LK (2011: 11) untuk

mengoptimalkan layanan pendidikan di sekolah

penyelenggara pendidikan inklusif, dalam

pengelolaannya perlu memperhatikan hal-hal

berikut:

1. Sekolah menerapkan sistem manajemen berbasis

sekolah dalam perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengoordinasian, pengawasan dan

pengevaluasian, baik yang berkaitan dengan

peserta didik, kurikulum, ketenagaan, sarana dan

prasarana serta penataan lingkungan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

20

2. Sekolah menyiapkan sistem pengelolaan kelas

yang mampu mengakomodasi heterogenitas

kebutuhan khusus peserta didik

3. Sekolah menyediakan kondisi kelas yang hangat,

ramah, menerima keanekaragaman dan

menghargai perbedaan

4. Guru memiliki kompetensi pembelajaran bagi

semua peserta didik termasuk kompetensi

pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan

khusus

5. Guru memiliki kemampuan dalam

mengoptimalkan peran orang tua, tenaga

professional, organisasi profesi, lembaga swadaya

masyarakat (LSM) dan komite sekolah dalam

kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran di sekolah.

2.4 Karakteristik Pendidikan Inklusi

Zakia (2015: 111-112) menyatakan Pendidikan

Inklusi memiliki karakteristik, yaitu:

(1) Pendidikan Inklusi adalah proses yang berjalan

terus dalam usahanya menemukan cara-cara

merespon keragaman individu anak;

(2) Pendidikan inklusi berarti memperoleh cara-cara

untuk mengatasi hambatan-hambatan anak

dalam belajar;

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

21

(3) Pendidikan inklusi membawa makna bahwa anak

mendapat kesempatan untuk hadir (di sekolah),

berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar

yang bermakna dalam hidupnya; dan

(4) Pendidikan inklusi diperuntukkan bagi anak-anak

yang tergolong marginal, esklusif dan

membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam

belajar.

Direktorat PPK-LK (2011: 10-11) menyatakan

penyelenggaraan pendidikan inklusif didasarkan

pada beberapa prinsip sebagai berikut: 1)

Pemerataan dan peningkatan mutu (Pendidikan

inklusi memungkinkan pemerataan layanan

pendidikan dan pemberian akses pada semua anak);

2) Keberagaman (Pendidikan diupayakan

menyesuaikan kebutuhan dan karakteristik siswa

yang berbeda); 3) Kebermaknaan (Pendidikan

menciptakan kelas yang ramah, menerima,

keragaman dan menghargai perbedaan, serta

bermakna bagi kemandirian peserta didik); 4)

Keberlanjutan (Diselenggarakan secara berkelanjutan

pada semua jenis, jalur dan jenjang pendidikan); 5)

Keterlibatan (Penyelenggaraan pendidikan inklusi

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

22

harus melibatkan seluruh komponen pendidikan

terkait).

Kualitas pendidikan inklusi sangat berpengaruh

pada mutu pendidikan, maka dari itu komponen

dalam berbagai bidang harus diperhatikan,

komponen-komponen tersebut antara lain:

1. Kurikulum

Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan

pendidikan, karena kurikulum merupakan acuan

untuk berjalannya suatu pendidikan. Kurikulum

yang digunakan untuk program pendidikan

inklusi berdasarkan pada standar nasional

pendidikan. Untuk pelaksanaannya, kurikulum

yang telah ditentukan harus dimodifikasi sesuai

dengan kebutuhan, perkembangan dan

karakteristik peserta didik. Modifikasi dilakukan

untuk menyederhanakan kurikulum pada

realitas yang komplek, selain itu modifikasi

dilakukan untuk memfokuskan pada praktek

pembelajaran. Adapun tim pengembang

kurikulum terdiri dari kepala sekolah, guru

kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan

khusus, konselor, psikolog, dan ahli lain yang

terkait (Ilahi, 2013; 171, Kemendikbud, 2012: 42,

Tarmansyah, 2007: 145).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

23

2. Tenaga Pendidik (Guru)

Sekolah yang menyelenggarakan program

pendidikan inklusi harus memenuhi standar

kualifikasi yang telah ditentukan dan guru harus

memiliki kompetensi dalam menangani anak

berkebutuhan khusus. Guru yang yang berperan

dalam pelaksanaan program pendidikan meliputi

guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru

pembimbing khusus (GPK) (Kemendikbud, 2012:

43, Kustawan, 2012: 73)

3. Peserta Didik

Tujuan pendidikan inklusi agar setiap peserta

didik yang memiliki kelainan fisik, emosional,

mental, sosial dan memiliki bakat istimewa atau

potensi kecerdasan mendapatkan hak belajar

yang sama dengan anak normal lainnya

(Kemendikbud, 2012: 40).

4. Pendekatan Pembelajaran

Guru berperan untuk menciptakan lingkungan

belajar yang menarik dan menyenangkan bagi

semua anak. Kelas yang inklusi dapat diartikan

sebagai suatu tempat belajar yang menyenangkan

dan merangsang anak untuk belajar (Maftuhatin,

2014: 208).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

24

5. Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran yang ramah esensinya pada

seorang guru yang memahami setiap anak

didiknya sebagai individu yang memiliki

keunikan, kemampuan, minat, kebutuhan, dan

karakteristik yang berbeda-beda, pemahaman

tersebut sangat penting dalam menciptakan

lingkungan belajar yang kondusif. Kompetensi

dan materi pelajaran disesuaikan dengan potensi

atau kebutuhan individu yang bersangkutan.

Terlaksananya proses pembelajaran yang ramah

didasarkan oleh pelaksanaan observasi dan

asesmen yang terencana (Maftuhatin, 2014: 208).

6. Sistem Evaluasi

Setting pendidikan inklusif, sistem penilaian yang

diharapkan di sekolah yaitu sistem penilaian yang

fleksibel. Penilaian yang disesuaikan dengan

kompetensi semua anak termasuk anak

berkebutuhan khusus. Penilaian dapat berupa

data kuantitatif dan kualitatif. Penerapan sistem

evaluasi di sekolah penyelenggara pendidikan

inklusif tergantung terhadap kurikulum yang

dipakai disekolah itu, artinya jika sekolah

memakai kurikulum duplikasi, maka sistem

evaluasinya pun disamakan dengan yang

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

25

diberlakukan anak pada umumnya. Dan jika,

sekolah itu memakai kurikulum modifikasi

tentunya sistem evaluasinya pun harus

dimodifikasi sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan siswa berkebutuhan khusus.

Perubahan tersebut bisa berkaitan dengan soal

ujian, perubahan dalam waktu evaluasi, tehnik

cara evaluasi, atau tempat evaluasi dan lain-lain.

Termasuk juga bagian dari modifikasi evaluasi

adalah perubahan dalam kriteria kelulusan,

sistem kenaikan kelas, bentuk raport, ijazah dan

lain-lain (Maftuhatin, 2014: 209).

7. Sarana dan Prasarana

Sekolah yang melaksanakan program pendidikan

inklusi hendaknya menyediakan sarana dan

prasarana yang memadai dan dapat menjamin

kebutuhan peserta didik, sehingga proses

pembelajaran dapat dilakukan dengan baik

khususnya bagi anak berkebutuhan khusus

(Kustawan, 2012: 80).

8. Keuangan

Keuangan merupakan salah satu faktor penting

bagi terlaksana program pendidikan inklusi di

sekolah, karena pemenuhan sarana dan

prasarana, untuk proses pelaksanaan program,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

26

kegiatan identifikasi input siswa, modifikasi

kurikulum, pemberdayaan peran masyarakat, dan

pemberian insentif tenaga pendidik membutuhkan

biaya (Kartikha, 2016).

2.5 Evaluasi Program

2.5.1 Konsep Evaluasi Program

Ada beberapa pendapat tentang evaluasi

program antara lain: Menurut Widoyoko (2013: 10)

menyatakan evaluasi program merupakan rangkaian

kegiatan yang dilakukan dengan sengaja dan secara

cermat untuk mengetahui tingkat keterlaksanaan

atau keberhasilan suatu program dengan cara

mengetahui efektifitas masing-masing komponennya,

baik terhadap program yang sedang berjalan

maupun program yang telah berlalu. Sejalan dengan

hal ini Suharsimi (2010: 18) menjelaskan Evaluasi

program adalah upaya untuk mengetahui tingkat

keterlaksanaan suatu kebijaksanaan secara cermat

dengan cara mengetahui efektivitas masing-masing

komponennya. Selanjutnya Tayibnapis (2008)

menambahkan suatu evaluasi program harus

mengumpulkan informasi yang valid, informasi yang

dapat dipercaya, informasi yang berguna untuk

program yang dievaluasi. Informasi dari program

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

27

yang ingin dievaluasi haruslah jelas dan berdasarkan

kondisi nyata sehingga evaluasi dapat berjalan

sesuai dengan tujuan dan mendapatkan hasil yang

maksimal.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat di

pahami bahwa evaluasi program adalah rangkaian

kegiatan dalam upaya untuk mengumpulkan

informasi yang dilakukan dengan sengaja dalam

tingkat keterlaksanaan secara cermat, valid dan

dapat dipercaya serta berguna untuk di evaluasi,

untuk mengetahui tingkat keberhasilan kebijakan

suatu program dengan cara mengetahui efektivitas

dari masing-masing komponen terhadap program

yang sedang berjalan maupun program yang berlalu

sehingga evaluasi dapat berjalan sesuai tujuan dan

mendapat hasil yang maksimal.

Berkaitan dengan evaluasi program Pendidikan

Inklusi, penelitian ini berupaya untuk

mengumpulkan dan menganalisis informasi

mengenai pelaksanaan program Pendidikan Inklusi

sehingga dapat diketahui faktor-faktor penghambat

program Pendidikan Inklusi, dirumuskan

rekomendasi mengenai cara-cara mengatasi

hambatan yang pada akhirnya dapat bermanfaat

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

28

dalam mengambil keputusan tentang keberlanjutan

dan perbaikan Program Pendidikan Inklusi.

2.5.2 Tujuan Evaluasi Program

Suharsimi (2010) menjelaskan bahwa tujuan

diadakannya evaluasi adalah untuk mengetahui

keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator

program ingin mengetahui bagian mana dari

komponen dan subkomponen program yang belum

terlaksana dan apa sebabnya. Secara umum

penelitian evaluasi diperlukan untuk merancang,

menyempurnakan, dan menguji pelaksanaan suatu

praktik pendidikan (Sukmadinata, 2010: 121).

Sejalan dengan pendapat tersebut Wirawan (2012:

22) menyatakan bahwa evaluasi dilaksanakan untuk

mencapai berbagai tujuan sesuai dengan objek

evaluasinya, tujuan melaksanakan evaluasi yaitu: a)

mengukur pengaruh program terhadap masyarakat,

b) menilai apakah program telah dilaksanakan sesuai

dengan rencana, c) mengukur apakah pelaksanaan

program sesuai dengan standar, d) evaluasi program

dapat mengidentifikasi dan menemukan mana

dimensi program yang jalan dan mana yang tidak

berjalan.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat

dipahami bahwa tujuan Evaluasi program adalah

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

29

untuk mengetahui, merancang keterlaksanaan

berbagai tujuan kegiatan program untuk

menyempurnakan sesuai dengan objek evaluasinya.

Evaluator ingin mengetahui dan menguji tujuan dari

pelaksanaan evaluasi dengan melihat bagaimana

komponen dan subkomponen dalam suatu praktik

yang belum terlaksana dalam bidang pendidikan

dengan mengukur, menilai, megidentifikasi dan

menemukan mana dimensi program yang jalan dan

mana yang tidak berjalan.

Taylor-Powell, dkk (Arikunto dan Jabar, 2009:

86) mengidentifikasi beberapa dimensi umum yang

biasanya ingin digali dalam tujuan evaluasi suatu

program, yaitu:

1. Dampak/ pengaruh program. Dalam dimensi ini,

evaluator akan mengkaji seberapa jauh program

yang akan, sedang atau telah dijalankan memiliki

konsekuensi terhadap konteks, partisipan dan

subjek, sistem atau lainnya

2. Implementasi program. Evaluator melakukan

kajian terhadap seberapa jauh pelaksanaan

program ini akan dan sedang dijalankan

3. Konteks program. Evaluator mengamati dan

mengkaji kondisi konteks (lingkungan) dari

program yang akan, sedang dan telah dijalankan,

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

30

seberapa jauh keterkaitannya dan apa saja

konteksnya

4. Kebutuhan program. Evaluator mrnkaji tentang

faktor-faktor penentu keberhasilan program dan

keberlanjutan program dan keberlanjutannya di

masa yang akan datang

2.5.3 Manfaat Evaluasi Program

Evaluasi program sangat penting dan

bermanfaat untuk memberikan sebuah rekomendasi

dari evaluator kepada pengambil keputusan untuk

menentukan tindak lanjut dari program yang sedang

berjalan atau telah dilaksanakan. Menurut Arifin

(2009: 4) menguraikan manfaat evaluasi program

yaitu dapat memberikan informasi yang akurat dan

objektif bagi pembuat kebijakan untuk mengambil

keputusan. Keputusan yang diambil yaitu: a)

menghentikan program, b) merevisi program, c)

melanjutkan program, d) menyebarluaskan program.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Arikunto

dan Jabar (2009: 22) hasil dari evaluasi program

bermanfaat untuk memutuskan: 1) menghentikan

program, karena dipandang bahwa program tidak

ada manfaatnya, atau tidak dapat terlaksana

sebagaimana yang diharapkan; 2) merevisi program,

karena terdapat bagian-bagian yang kurang sesuai

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

31

dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya

sedikit); 3) melanjutkan program, karena

pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala

sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan dan

memberikan hasil yang bermanfaat; 4)

menyebarluaskan program, karena program tersebut

berhasil dengan baik jika dilaksanakan lagi di tempat

dan waktu yang lain.

Dari penjelasan diatas, manfaat evaluasi

program adalah memberikan informasi yang akurat

dan objektif bagi pembuat kebijakan untuk

mengambil keputusan, dengan keputusan yang

dapat diambil ialah menghentikan program, merevisi

program, melanjutkan program dan menyebarluas

program.

Ada beberapa model evaluasi yang dikenal dan

digunakan untuk mengevaluasi di bidang

pendidikan. Model evaluasi muncul karena adanya

usaha eksplanasi secara kontinu yang diturunkan

dari perkembangan pengukuran dan keinginan

manusia untuk berusaha menerapkan prinsip-

prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih abstrak

pada bidang ilmu pendidikan, perilaku dan seni

(Sukardi, 2010). Model-model evaluasi menurut

Arikunto dan Jabar (2009: 40-41) yang banyak

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

32

digunakan yaitu Goal Oriented Evaluation Model

dikembangkan oleh Tyler, Goal Free Evaluation Model

dikembangkan oleh Scriven, Formatif Sumatif

Evaluation Model dikembangkan oleh Michael

Schiven, Countenance Evaluation Model and

Responsive Evaluation Model dikembangkan oleh

Stake, CSE-UCLA Evaluation Model menekankan

pada “kapan” evaluasi dilakukan, CIPP Evaluation

Model dikembangkan Stufflebeam dan Discrepancy

Model dikembangkan oleh Malcolm Provus.

2.6 Model Evaluasi Kesenjangan (Discrepancy

Evaluation Model)

Evaluasi terhadap Program Pendidikan Inklusi

pada dasarnya membutuhkan jenis model yang

sesuai. Dilihat dari substansinya bahwa evaluasi ini

berupaya untuk melihat rancangan, pengoperasian,

hasil sementara dan hasil akhir dari program yang

dijalankan. Pada bagian akhir evaluasi yang

dilakukan akan memberikan rekomendasi terhadap

program yang dijalankan. Jika dilihat dari setiap

substansi yang ada, tidak semua model evaluasi yang

sama dapat digunakan pada evaluasi program.

Berdasarkan atas pertimbangan tersebut,

evaluasi pelaksanaan Program Pendidikan Inklusi

menggunakan Model Kesenjangan (Discrepancy

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

33

Model) yang dikembangkan oleh Malcolm Provus

(1971) dalam bukunya berjudul Discrepancy

Evaluation. Provus percaya bahwa evaluasi

merupakan suatu seni (arts) melukiskan

ketimpangan antara standar kinerja dengan kinerja

yang terjadi (Wirawan, 2012: 106).

Kata discrepancy adalah istilah bahasa inggris,

yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

menjadi “kesenjangan”. Model yang dikembangkan

oleh Malcolm Provus ini merupakan model yang

menekankan pada pandangan adanya kesenjangan

di dalam pelaksanaan program, evaluasi program

yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya

kesenjangan yang ada di setiap komponen. Evaluasi

yang menekankan pada kesenjangan yang

sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi

semua kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya

perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan

yang sudah rill di capai (Arikunto & Jabar, 2009: 48).

Malcolm Provus memandang evaluasi ini

sebagai proses yang mencakup (a) Kesepakatan

tentang standar tertentu; (b) menentukan ada/ tidak

ada kesenjangan yang muncul antara performasi dan

aspek program dengan perangkat standar tertentu;

(c) menggunakan informasi tersebut sebagai dasar

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

34

membuat keputusan untuk mengembangkan,

melanjutkan, atau menghentikan program tersebut

(Fitzpatrick, Sanders & Worthen dalam Wahyu, 2015:

182). Berdasarkan pemahaman tersebut, peneliti

memandang bahwa Model Evaluasi Kesenjangan

(Discrepancy Evaluation Model) memiliki beberapa

keunggulan, yaitu: 1) model ini merupakan prosedur

dari problem solving, 2) dapat melakukan

perbandingan pada pencapaian program, 3) dapat

membuat pertimbangan atas kekurangan dan

kelebihan suatu program berdasarkan standar yang

telah ditetapkan, 4) dapat mengidentifikasi standar

yang akan digunakan selanjutnya.

Komponen yang perlu diperhatikan pada

evaluasi model kesenjangan menurut Malcolm

Provus adalah sebagai berikut: 1) desain merupakan

kegiatan dalam merumuskan program yang

didalamnya melibatkan siswa, staff dan sumber daya

yang ada untuk melakukan suatu aktivitas dalam

mencapai tujuan. 2) instalasi merupakan rancangan

yang menentukan sebuah program sebagai standar

untuk mempertimbangkan langkah-langkah proses

pelaksanaan program. 3) proses merupakan kegiatan

evaluasi yang mengupayakan memperoleh data

tentang sejauh mana program telah berjalan dalam

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

35

mencapai tujuan yang diharapkan. 4) produk

merupakan hasil dari tujuan program yang telah

dicapai. 5) analisis biaya dan manfaat merupakan

suatu kegiatan membandingkan penggunaan biaya

yang dikeluarkan dengan hasil yang dicapai (Clare

Rose & Glenn F Nyre, 1977: 15, Wirawan, 2012).

Pada penelitian ini, peneliti memberikan batasan

evaluasi pada tahap desain, instalasi, proses dan

produk.

Menurut Suharsimi (2010) Tujuan dari

evaluasi kesenjangan adalah (1) untuk menentukan

apakah program perlu diperbaiki, dipertahankan

atau dihentikan, (2) untuk mengidentifikasi

kelemahan (sesuai dengan standar yang dipilih) dan

untuk mengambil tindakan perbaikan dengan

penghentian program sebagai pilihan terakhir, (3)

langkah-langkah dalam evaluasi kesenjangan.

2.7 Penelitian Yang Relevan

Berikut ini beberapa hasil penelitian yang

relevan dengan penelitian evaluasi Program

Pendidikan Inklusi dan dapat dijadikan sebagai

bahan referensi, antara lain:

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Mitiku et

all (2014) dengan judul “Challenges and Opportunities

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

36

to Implement Inclusive Education”. Hasil penelitian

menemukan bahwa walaupun ada beberapa peluang

yang mendukung pendidikan inklusi, hal itu tidak

dapat dianggap sebagai jaminan karena kurangnya

kesadaran, komitmen, dan kerjasama. Serta ada

tantangan nyata yang menghambat implementasi

penuh dari pendidikan inklusif. Secara umum dapat

disimpulkan bahwa tantangan lebih besar daripada

kesempatan pada implementasi penuh dari

pendidikan inklusif dan harus ada kerjasama yang

kuat antar pemangku kepentingan, LSM, dan badan-

badan yang bersangkutan untuk mewujudkan

perjalanan menuju pendidikan inklusi.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Sunardi,

dkk (2011) dengan judul “The Implementation of

Inclusive Education for Students with Special Needs in

Indonesia”. Hasil penelitian menunjukkan,

kebanyakan sekolah-sekolah telah mengembangkan

rencana strategis (untuk program inklusif), namun

masih banyak sekolah yang belum menata ulang

struktur organisasi mereka.

Selain penelitian diatas, Sari (2012),

menghasilkan pelaksanaan inklusi di SD Negeri 14

Pakan Sinayan Payakumbuh tidak berjalan sebagai

mana mestinya. Dalam mengidentifikasi, asesmen,

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

37

RPP, PPI, tanggung jawab dan peranan guru, sarana

dan prasarana penting dilakukan serta menjadi

penentu keberhasilan program inklusi di SD Negeri

14 pakan Sinayan Payakumbuh. Sebaiknya para

guru, GPK, kepala sekolah memang benar-benar

melakukan tanggung jawabnya dan tahu tugasnya

sebagai penyelenggaraan sekolah inklusi.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Sartika dan

Ismanto (2016), dengan hasil penelitian bahwa

program pendidikan inklusi sudah memenuhi

kebutuhan siswa, fasilitias khusus tidak mencukupi

bagi anak berkebutuhan khusus, kompetensi guru

cukup baik, belajar secara umum dengan

memperhatikan setiap individu, prestasi akademik

dan non akademik adalah siswa dengan kebutuhan

khusus yang cukup baik.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Maftuhatin

(2014) dengan judul “Evaluasi Pembelajaran ABK di

Kelas Inklusif di SD Plus Darul ‘Ulum Jombang”.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa evaluasi

pembelajaran sudah cukup bagus karena guru

sudah menerapkan dua metode dalam evaluasi yaitu

dengan soal yang disamakan dengan reguler dan

yang kedua dengan soal sesuai dengan kebutuhan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

38

mereka, disertai dengan portofolio yang mencatat

perkembangan mereka selama pembelajaran.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh

Sulistyadi (2014) dengan judul “Implementasi

Kebijakan Penyelenggaraan Layanan Pendidikan

Inklusif di Kabupaten Sidoarjo”. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa jalannya implementasi

kebijakan penyelenggaraan pendidikan inklusif di

Kabupaten Sidoarjo telah terlaksana sebagaimana

yang diharapkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Widyawati

(2013). Hasil penelitiannya menujukkan bahwa

sekolah sudah mendapat izin dan juga panduan

untuk melaksanakan program inklusif. Infrastruktur

khusus tidak memadai, kurikulum sudah

dimodifikasi, penelitian khusus belum tersebar

merata dan tidak ada asisten khusus di sekolah.

Kompetensi guru cukup memadai dalam menangani

anak dengan kebutuhan khusus, perlakuan

perorangan, keuangan hanya dengan dana BOS,

tidak ada pemantauan terus menerus dari

departemen pemerintah terkait. Anak berkebutuhan

khusus yang berprestasi dan tidak berprestasi sudah

dilayani dengan baik. Kemudian peneliti memberikan

rekomendasi untuk sekolah serta departemen

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

39

pemerintah terkait demi kelanjutan pelaksanaan

program.

Penelitian yang dilakukan oleh Lukitasari

(2017) dengan judul “Evaluasi Implementasi

Kebijakan Pendidikan Inklusi di Kota Salatiga”. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa implementasi

kebijakan pendidikan inklusif di Salatiga ini dinilai

baik, yaitu dengan pencapaian 65%. Komunikasi

merupakan aspek yang paling baik adalah sumber

daya. Dampak kebijakan ini terlihat dari

meningkatnya jumlah peserta didik ABK di sekolah

regular dari tahun ke tahun dan berkurangnya

diskriminasi yang dialami siswa ABK oleh teman

sebaya, guru dan masyarakat.

Berdasarkan penelitian Mitiku et al (2014)

Memandang kurangnya kesadaran, komitmen, dan

kerjasama. Serta ada tantangan nyata yang

menghambat implementasi penuh dari pendidikan

inklusif. Sunardi, dkk (2011) menunjukkan, dalam

hal manajemen institusi, kebanyakan sekolah-

sekolah ini telah mengembangkan rencana strategis

(untuk program inklusif), secara resmi mengangkat

para koordinator, melibatkan beberapa kelompok

terkait, dan menyelenggarakan serangkaian rapat

kegiatan rutin. Sari (2012), dalam penelitiannya

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

40

menyimpulkan pelaksanaan inklusi di SD Negeri 14

Pakan Sinayan Payakumbuh tidak berjalan sebagai

mana mestinya. Sartika dan Ismanto (2016)

menunjukkan hasil konteks evaluasi menunjukkan

bahwa program telah memenuhi kebutuhan PI dan

orang tua siswa dengan kebutuhan khusus, hasil

input evaluasi menunjukkan bahwa fasilitas khusus

tidak mencukupi, hasil proses evaluasi menunjukkan

bahwa Departemen Pendidikan Palangka Raya baru

memantau dan mengevaluasi, evaluasi produk

menunjukkan bahwa prestasi akademik dan non

akademik adalah siswa dengan kebutuhan khusus

yang cukup baik. Maftuhatin (2014) menunjukkan

bahwa evaluasi pembelajaran sudah cukup bagus.

Sulistyadi (2014) hasil penelitian menyimpulkan

bahwa jalannya impelementasi kebijakan

penyelenggaraan pendidikan telah terlaksana

sebagaimana yang diharapkan. Widyawati (2016)

hasil penelitian menyimpulkan infrastruktur khusus

tidak memadai, kurikulum sudah di modifikasi,

pelatihan khusus belum tersebar merata, kompetensi

guru sudah cukup memadai namun tidak ada

asisten khusus disekolah, tidak ada pemantauan

dari pemerintah terkait dan pembiayaan hanya dari

dana BOS, sehingga perlu adanya perbaikkan demi

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

41

keberlanjutan program. Lukitasari (2017) hasil

penelitian menunjukkan bahwa impelementasi

kebijakan pendidikan inklusi di kota Salatiga dinilai

baik dengan pencapaian 65%, terlihat dari

meningkatnya jumlah peserta didik ABK dan

kurangnya diskriminasi terhadap siswa ABK.

Penelitian diatas menyatakan bahwa sekolah

yang menyelenggara program pendidikan inklusi

telah mengembangkan rencana strategis untuk

program inklusi dengan memodifikasi berbagai

komponen seperti kurikulum dan pembelajaran.

Namun dalam pelaksanaannya banyak mengalami

kendala. Sekolah belum mampu menyediakan tenaga

pendidik yang terampil sesuai dengan kebutuhan

siswa ABK. Tidak ada atau kurangnya Guru

Pembimbing Khusus (GPK) bagi sekolah inklusi

dalam proses pembelajaran bagi siswa. Sarana dan

prasarana sekolah tidak dapat menyediakan

pelayanan kepada semua siswa yang memiliki

kebutuhan khusus.

Dari penelitian diatas maka peneliti tertarik

untuk meneliti tentang pendidikan inklusi. Penelitian

yang dilakukan oleh peneliti memiliki persamaan

penelitian dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya

adalah mengevaluasi Program Pendidikan Inklusi.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

42

Perbedaan dengan penelitian yang terdapat di atas.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan

model evaluasi yang berbeda. Dimana penelitian ini

menggunakan Model Evaluasi Kesenjangan

(Discrepancy Evaluation Model).

Model Evaluasi Kesenjangan memiliki

kelebihan dalam tahap menganalisis berdasarkan

komponen-komponen yang ditentukan. Model

Evaluasi Kesenjangan dapat mengidentifikasi adanya

kesenjangan di dalam pelaksanaan program antara

yang seharusnya dicapai dengan yang sudah rill di

capai. Model evaluasi ksenjangan memiliki

karakteristik khusus disbandingkan dengan model-

model evaluasi yang lain. Model ksenjangan

merupakan model yang “luwes” karena dapat

digunakan pada semua jenis program, dapat

disimpulkan bahwa model kesejangan tepat dan

sesuai digunakan untuk mengevaluasi program

layanan (Arikunto & Jabar, 2008: 58-59).

Model Evaluasi Kesenjangan memiliki beberapa

keunggulan, yaitu: 1) model ini merupakan prosedur

dari problem solving, 2) dapat melakukan

perbandingan pada pencapaian program, 3) dapat

membuat pertimbangan atas kekurangan dan

kelebihan suatu program berdasarkan standar yang

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

43

telah ditetapkan, 4) dapat mengidentifikasi standar

yang akan digunakan selanjutnya. Oleh karena itu,

penyelenggaraan pendidikan inklusi di SMP Negeri 7

Salatiga dievaluasi dengan menggunakan Model

Evaluasi Kesenjangan.

2.8 Kerangka Berpikir

Evaluasi terhadap penyelenggaraan program

Pendidikan Inklusi di Sekolah SMP Negeri 7 Salatiga

bertujuan untuk mengukur sejauh mana efektivitas

program tersebut. Model evaluasi yang digunakan

dalam penelitian ini adalah model evaluasi

Kesenjangan (Discrepancy Evaluation Model).

Berdasarkan tujuan penelitian ini, kegiatan

evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan

inklusi berupaya untuk menganalisis keadaan rill

pelaksanaan program pendidikan inklusi di SMP

Negeri 7 Salatiga dengan standar yang telah

ditetapkan, berdasarkan Permendiknas No 70 Tahun

2009 tentang pendidikan inklusi melalui empat

komponen yaitu tahap desain, instalasi, proses dan

produk dalam model evaluasi kesenjangan.

Hasil dari analisis keempat komponen dalam

model tersebut, nanti akan menghasilkan sebuah

kesimpulan terhadap hasil evaluasi pelaksanaan

program pendidikan inklusi di SMP Negeri 7 Salatiga.

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Inklusi …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16478/2/T2_942016011_BAB II... · 2.1 Program Pendidikan Inklusi . 2.1.1 Pendidikan

44

Apabila hasil evaluasi tidak sesuai maka dilakukan

perbaikan. Apabila hasil evaluasi sesuai kriteria

maka dipertahankan. Kemudian, pada akhirnya

memberi kesimpulan untuk dapat dijadikan

rekomendasi dalam berkelanjutan program.

Berdasarkan uraian tersebut, kerangka berpikir

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir

Program Pendidikan Inklusi di SMP Negeri 7 Salatiga

Evaluasi Program Pendidikan Inklusi

Keadaan rill

Pelaksanaan program

pendidikan inklusi di

SMP Negeri 7 Salatiga

Permendiknas No 70

Tahun 2009 tentang

Pendidikan Inklusi

Model Evaluasi Kesenjangan

(Discrepancy Evaluation Model)

Hasil

Evaluasi

Program

Tidak Sesuai Sesuai Kriteria

Diperbaiki Dipertahankan

n

Kesimpulan sebagai rekomendasi/

perbaikan Program