bab ii tinjauan pustaka 2.1 pengertian bandar udaraeprints.umm.ac.id/68577/3/bab ii.pdfberlebihan...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Bandar Udara
Menurut Warsito, bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau
perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara,
disamping itu untuk mendarat dan lepas landas, juga sebagai tempat naik turun
penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda
transportasi yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan
penerbangan, serta fasilitas pokok dan penunjang lainnya.
Bagian khusus yang terdapat pada bandar udara disebut aerodrome,
yang didefinisikan sebagai suatu kawasan (termasuk didalamnya terdapat
bangunan, instalasi dan peralatan), didaratan atau perairan, yang sebagian atau
seluruhnya disiapkan untuk digunakan oleh pesawat udara ketika melakukan
pendaratan, lepas landas, dan pergerakan didarat. Aerodrome yang berupa daratan
disebut dengan land aerodrome sedangkan aerodrome yang berupa perairan disebut
dengan water aerodrome. (Warsito, 2017)
Pada land aerodrome terdapat fasilitas pokok berupa kawasan yang
disebut dengan movement area (kawasan pergerakan), yang terdiri atas (Warsito,
2017)
1. Bagian untuk lepas landas dan pendaratan di aerodrome darat disebut dengan
landas pacu (runway).
2. Bagian untuk pergerakan didarat, disebut taxiway (landasan hubung).
3. Bagian untuk parkir, disebut apron (landasan parkir).
Landas pacu dan landas hubung disebut pula sebagai manoeuvring area
(kawasan manuver), sedangkan landasan parkir bukan bagian dari kawasan
manuver ini. (Warsito, 2017)
Menurut Wardhani, unsur-unsur yang ada pada bandar udara berfungsi
bukan hanya sebagai area untuk pesawat udara lepas landas namun dalam sistem
9
transportasi udara dapat meliputi aktivitas-aktivitas yang luas didalamnya terdapat
pergerakan penumpang dan barang. Adapun unsur-unsur dari stuktur tersebut yaitu
landas pacu (runway), landas hubung (taxiway), apron, gedung terminal
penumpang, gudang, tower/menara pengontrol, fasilitas keselamatan atau
pemadam kebakaran, serta utility (fasilitas listrik, telepon dan lain-lain).
Klasifikasi yang terdapat di bandar udara menurut ICAO (International
Civil Assosiation Organization), bandar udara dengan kode yang telah diberikan
oleh Aerodrome Reference Code dengan mengkategorikan dalam dua elemen. Kode
1 β 4 mengklasifikasikan panjang landas pacu minimum atau Aerodrome Reference
Field Length (ARFL), sedangkan untuk huruf A β F mengklasifikasikan lebar sayap
pesawat udara (wingspan) dan jarak terluar dari roda pendaratan dengan ujung
sayap pada pesawat udara.
2.2 Landas Pacu (Runway)
Menurut Sandhyavitri dan taufik landasan pacu (runway) merupakan
sisi darat (airside) dari bandar udara yang jalur perkerasannya memanjang
digunakan untuk melakukan pendaratan dan tinggal landas pesawat udara.
Menurut Horonjeff sistem landas pacu (runway) pada bandar udara
terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan (shouder), bantal hembusan (blast
pad), serta daerah aman landas pacu (runway and afety area).
Landas pacu (runway) yakni area permukaan bandar udara yang
digunakan untuk lepas landas (take off) dan mendarat (landing) pesawat udara yang
beroperasi di bandar udara, jumlah penerbangan tergantung dari volume lalu lintas
yang dilayani oleh lapangan terbang suatu bandar udara itu sendiri, dan situasi dari
landas pacu tersebut dalam keadaan aman dan efisien saat melakukan pendaratan
ataupun lepas landas. Landas pacu (runway) dapat dimiliki lebih dari satu oleh
setiap bandar udara dengan kriteria yang telah ditetapkan yaitu panjang landas pacu
bergantung pada suhu, kecepatan dan arah angin, tekanan udara disekitar bandar
udara, konfigurasi landas pacu yang dapat digunakan, kelandaian landas pacu, dan
10
tebal struktur perkerasan, maka saat mendesain dan merencanakan landas pacu
perlu dilihat dari aspek-aspek tersebut. (Basuki, 1986)
Setiap landas pacu dilengkapi dengan pencahayaan (lighting) sebagai
penerangan landas pacu untuk memberi tuntunan pada pesawat udara saat
melakukan pendaratan dan tinggal landas, sistem marka memberikan suatu
petunjuk dan batas-batas keselamatan penerbangan, dan rambu-rambu (signs) untuk
mengindetifikasi landas pacu serta memberikan panduan arah kepada pilot saat
pesawat udara berjalan saat akan tinggal landas (take off) dan pada saat akan
melakukan pendaratan (aprouch) hingga mendarat dengan mulus di landas pacu
(landing). (Horonjeff,1983)
Secara umum landas pacu dan landas hubung diatur untuk memberikan
ruang pemisah yang cukup dalam pergerakan arus lalu lintas pesawat udara,
mengurangi keterlambatan dan kemungkinan gangguan atau kendala saat pesawat
udara melakukan pendaratan, pesawat udara akan berjalan dari apron menuju landas
hubung sesaat sebelum tinggal landas di daerah landas pacu, memberikan jarak
landas hubung yang sesingkat mungkin dari daerah terminal penumpang menuju
landas pacu, serta saat pesawat udara melakukan pendaratan akan meninggalkan
landas pacu secepat mungkin dengan mengikuti rute yang paling pendek dan
menuju ke daerah terminal penumpang. (Horonjeff, 1983)
Apron tunggu (holding apron) merupakan jalur yang letaknya
berdekatan dengan landas pacu dan disediakan untuk pesawat udara untuk
pemeriksaan terkahir sesaat sebelum melakukan lepas landas (take off) ataupun
menunggu izin lepas landas dari menara ATC (Air Traffic Control). Pada bandar
udara yang sibuk apron tunggu dirancang untuk menampung 3 atau 4 pesawat udara
dengan ukuran maksimum yang diantisipasi akan melakukan pendaratan dengan
ruangan yang cukup sehingga antar pesawat udara dapat melewati pesawat udara
yang lain. (Horonjeff, 1983)
Adapun fungsi dari bagian-bagian yang ada pada landas pacu yaitu
sebagai berikut. (Sumber: Sandhyavitri dan Taufik, 2015)
11
a. Perkerasan pada landas pacu dirancang dengan spesifikasi yang telah ditetapkan
agar dapat menahan beban pesawat udara saat melakukan pendaratan maupun
tinggal landas, kemampuan manuver pesawat udara, pengendalian pesawat
udara saat mendarat dan tinggal landas, stabilitas dan kriteria dimensi dan
operasi lainnya.
b. Fungsi bahu landasan (shoulder) yang letaknya disamping kanan dan kiri landas
pacu yaitu untuk mengurangi kerusakan pesawat udara jika keluar dari landas
pacu dan saat melakukan pendaratan ataupun lepas landas, dan menahan erosi
hembusan jet serta menampung peralatan untuk pemeliharaan dan dalam
keadaan darurat.
c. Bantal hembusan (blast pad) kawasan yang didesain agar permukaan yang
berdekatan dengan ujung landas pacu tidak terjadi erosi karena menerima
hembusan jet yang terus-menerus dari pesawat udara saat melakukan
pendaratan ataupun lepas landas. Ketetapan yang dibuat oleh ICAO untuk
panjang bantal hembusan adalah 100 ft atau 30 m. Pada pesawat udara yang
berbadan lebar krtiteria bantal hembusan yang dibutuhkan adalah 400 ft atau
120 m. Lebar yang ditentukan untuk bantal hembusan dapat mencakup lebar
landas pacu maupun bahu landasan.
d. Daerah aman landas pacu (runway and safety area) merupakan daerah yang
dituntut untuk menahan pesawat udara dalam kondisi darurat misalnya saat
terjadi kebakaran, tumbukan, ataupun sebagai tempat yang aman untuk
penyelamatan apabila pesawat udara dibawah kondisi normal oleh karena itu
disediakan peralatan pemeliharaan yang mendukung. Daerah aman juga
merupakan daerah yang bersih dari benda-benda yang dapat mengganggu
pesawat udara saat melakukan pendaratan maupun lepas landas. Fungsi
drainase disisi landas pacu yaitu agar tidak adanya genangan air didaerah landas
pacu.
Setiap bandar udara memiliki implementasi konfigurasi pada landas
pacu (runway) yang berbeda karena hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
sebagai berikut. (Saputra, 2017)
a. Perbedaan kapasitas landas pacu maksimum pada bandar udara.
12
b. Perbedaan arah, temperatur, dan kecepatan angin yang melewati diatas
permukaan landas pacu di bandar udara tersebut.
c. Kompleksitas pengendalian arus lalu lintas udara.
d. Kelengkapan bantu navigasi yang terdapat di bandar udara.
2.3 Konfigurasi Landas Pacu (Runway)
Terdapat banyak konfigurasi landas pacu. Kebanyakan merupakan
kombinasi dari beberapa konfigurasi dasar. Konfigurasi dasar tersebut adalah
landas pacu tunggal, landasan pacu sejajar, landas pacu bersilang, dan landas pacu
V-terbuka. (Horonjeff, 1983)
2.3.1 Landas Pacu Tunggal
Pada landas pacu (runway) jenis ini merupakan landas pacu yang
sederhana, sebagian besar bandar udara di Indonesia menggunakan konfigurasi.
Kapasitas landas pacu tunggal dalam kondisi VFR (Visual Flight Rule) berkisar
antara 40 sampai 100 gerakan tiap jamnya, berarti secara umum kondisi VFR
pesawat udara dapat mempertahankan jarak pisah yang aman antar pesawat udara
yang lain dengan cara-cara visual. Saat dalam kondisi IFR (Instrumen Flight Rule)
kapasitasnya berkurang menjadi 40 sampai 50 gerakan, tergantung kepada
kompisisi campuran pesawat udara dan tersedianya alat-alat bantu navigasi yang
tersedia. (Horonjeff, 1983)
Gambar 2. 1 Konfigurasi Landas Pacu Tunggal
(Sumber: ICAO)
13
2.3.2 Landas Pacu Sejajar
Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah landas pacu
(runway), dan jarak di antaranya. Dua dan empat landas pacu sejajar adalah biasa.
Terdapat bandar udara dengan 3 landas pacu sejajar. Penjarakan landasan dibagi
menjadi tiga yaitu berdekatan (close), menengah (intermediate), dan jauh (far).
Semua itu tergantung pada tingkat kebebasan dari landas pacu dalam kondisi IFR.
(Horonjeff, 1983)
Landas pacu sejajar berdekatan (close) memiliki jarak sekitar 700 ft atau
213 m (dipergunakan untuk bandar udara yang melayani pesawat udara tansport).
Minimum 3500 ft atau 1067 m, dalam kondisi IFR operasi penerbangan pada satu
landas pacu tergantung pada operasi landas pacu lainnya. Landas pacu
sejajar/pararel menengah (intermediate) yang dipisahkan dengan jarak 3500 ft atau
1067 m sampai dengan 500 ft atau 1524 m, dalam kondisi IFR kedatangan pada
landas pacu tidak tergantung dengan keberangkatan pada landas pacu lainnya.
Landas pacu sejajar jauh (far) dipisahkan dengan jarak sekitar 4300 ft atau 1310 m
ataupun dapat lebih dari itu. Saat kondisi IFR kedua landasan pacu tersebut dapat
dioperasikan tanpa tergantung satu sama lainnya untuk pendaratan ataupun lepas
landas pesawat udara. (Horonjeff, 1983)
Gambar 2. 2 Konfigurasi Landas Pacu Sejajar
(Sumber: ICAO)
2.3.3 Landas Dua Jalur
Pada landas pacu tipe ini terdiri atas dua landas pacu yang sejajar
dipisahkan berdekatan (700 sampai 2499 kaki) dengan landas hubung keluar yang
memadai. Kedua landas pacu dapat digunakan untuk operasi penerbangan
14
campuran, maka landas pacu yang terletak paling jauh dari gedung terminal
digunakan untuk kedatangan, sedangkan landas pacu yang paling dekat dengan
gedung terminal digunakan untuk keberangkatan. Landas pacu dua jalur dapat
menampung lalu lintas paling sedikit 70% yang dimana lebih banyak dari landas
pacu tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60% lebih banyak dari landas pacu
tunggal dalam kondisi IFR. Jadi kapasitas pada landas pacu dua jalur tidak peka
terhadap jarak garis sumbu landasan-landasan pacu dari 1000 sampai 2499 kaki.
Oleh karena itu dianjurkan untuk jarak antara kedua landas pacu tidak boleh lebih
dari 1000 kaki apabila digunakan pesawat udara yang besar. Jarak ini juga
memberikan jarak runout yang cukup bagi pesawat udara yang mendarat untuk
berhenti diantara kedua landas pacu tersebut. Landas hubung yang sejajar di antara
landas pacu itu akan meningkatkan kapasitas, tetapi hal ini tidak menimbulkan
masalah. Keuntungan utama dari landas pacu dua jalur adalah meningkatkan
kapasitas dalam kondisi IFR dimana hanya membutuhkan sedikit lahan. (Horonjeff,
1983)
Gambar 2. 3 Konfigurasi Landas Pacu Dua Jalur
(Sumber: ICAO)
2.3.4 Landas Pacu yang Berpotongan
Beberapa bandar udara mempunyai dua atau lebih landas pacu yang
arahnya berbeda dan saling berpotongan satu sama lain. Pola tersebut dinamakan
pola berpotongan. Landas pacu yang berpotongan diperlukan jika terdapat angin
yang bertiup lebih keras dari satu arah, yang akan menghasilkan tiupan angin
berlebihan bila landas pacu mengarah ke satu arah mata angin. Jika angin bertiup
15
kencang hanya satu dari pasangan landas pacu yang berpotongan itu yang dapat
digunakan, sehingga kapsitas lapangan terbang sangat berkurang. Apabila tiupan
angin relativ lemah, kedua landas pacu dapat digunakan secara bersamaan.
(Horonjeff, 1983)
Kapasitas dua landas pacu yang berpotongan tergantung pada letak
perpotongannya (misalnya di tengah atau di dekat ujung) dan pada pengoperasian
landas pacu (runway) yang disebut strategi (lepas landas atau mendarat). Makin
jauh letak titik potong dari ujung lepas landas landasan pacu dan ambang
(threshold) pendaratan, maka kapasitasnya semakin rendah. Kapasitas tertinggi
dapat dicapai apabila titik potong terletak dekat dengan ujung lepas landas dan
ambang pendaratan. (Horonjeff, 1983)
Gambar 2. 4 Konfigurasi Landas Pacu Berpotongan
(Sumber: ICAO)
2.3.5 Landas V Terbuka
Merupakan landas pacu (runway) yang arahnya memancar (divergen)
tetapi tidak saling berpotongan. Landas V terbuka dibetuk karena arah angin
kencang dari banyak arah, sehingga harus membuat landasan dengan dua arah. Bila
angin bertiup kencang dari satu arah saja, sedangkan pada keadaran angin bertiup
pelan maka kedua landasan dapat dipakai bersama-sama. (Horonjeff, 1983)
Strategi yang menghasilkan kapasitas terbesar apabila operasi
penerbangan divergen. Dalam kondisi IFR kapasitas perjamnya antara 60 sampai
16
70 gerakan per jam, tergantung pada campuran pesawat udara dalam kondisi VFR
kapasitasnya antara 80 sampai 200 gerakan per jam. Apabila operasi penerbangan
mengarah konvergen, maka kapasitas per jam berkurang menjadi 50 atau 60 dalam
kondisi IFR (Instrument Flight Rules) dan 50 sampai 100 dalam kondisi VFR
(Visual Flight Rules). (Horonjeff, 1983)
Gambar 2. 5 Konfigurasi Landas Pacu V-Terbuka
(Sumber: ICAO)
2.3.6 Perbandingan Berbagai Konfigurasi Landas Pacu
Dari segi kapasitas dan pengendalian arus lalu lintas udara, konfigurasi
landas pacu satu arah adalah yang terbaik. Konfigurasi ini akan menghasilkan
kapasitas yang tertinggi dibandingkan dengan konfigurasi yang lain. Untuk
pengandalian lalu lintas udara, pengaturan rute pesawat udara dalam arah tunggal
adalah lebih sederhana daripada dalam banyak arah. (Horonjeff, 1993)
2.4 Kapasitas Landas Pacu (Runway)
Kapasitas landas pacu adalah dimensi penting untuk mengetahui
frekuensi penggunaan landas pacu baik saat melakukan pendarataan ataupun lepas
landas pesawat udara dalam kurun waktu tertentu serta untuk mengetahui tingkat
keefektifan dari suatu bandar udara tersebut. Jumlah operasi pesawat udara
dinyatakan dalam satuan waktu (dalam pergerakan pesawat udara per jam ataupun
17
per tahun). Kapasitas pada landas pacu bertujuan untuk mengetahui cara yang
efektif serta efisien dalam meningkatkan kapasitas di landas pacu dan mengurangi
penundaan pergerakan pesawat udara saat mendarat ataupun lepas landas.
(Horonjeff, 1983)
Dalam transportasi angkutan udara perhatian khusus diberikan pada
pergerakan pesawat udara, penumpang dan barang baik melalui bandar udara
maupun sistem penerbangan. Para penumpang makin terbiasa dengan penundaan
penerbangan, pemesanan tempat yang meleset, kemacetan di darat, kekurangan
tempat parkir dan antrian yang panjang selama waktu puncak perjalanan. Untuk
kebanyakan perjalanan lewat udara, keuntungan relatif dari kepesatan pesawat
udara sangat dikurangi oleh kemacetan didarat, sistem terminal dan penundaan
penerbangan. (Horonjeff, 1983)
Para perencanaan bandar udara dapat membandingkan kapasitas dengan
permintaan yang ada dan mempraktikkan permintaan serta memastikan apakah
diperlukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kapasitas. Membandingkan
kapasitas berbagai konfigurasi yang berbeda di lapangan udara (airfield) adalah
berguna untuk menentukan yang paling efisien. Kapasitas yang tidak cukup
mengakibatkan bertambahnya penundaan di bandar udara. (Horonjeff, 1983)
Dalam menentukan kategori untuk konfigurasi landas pacu (runway)
maka terlebih dahulu menghitung kapasitas landas pacu sehingga pergerakan
pesawat udara yang beroperasi dapat diketuhui. Jumlah pesawat udara ditentukan
dengan cara menghitung jumlah penumpang pada jam atau waktu tersibuk yang
dibagi dengan kapasitas pesawat udara. Berdasarkan adanya pesawat campuran
yang beroperasi menurut tingkat kelas pesawat udara.(Horonjeff, 1983)
Tabel 2. 1 Persentase Kelas Tertentu Landas Pacu
Mix Persentase Kelas Tertentu
A B C D + E
1 0 0 10 90
2 0 30 30 40
3 20 40 20 20
4 60 20 20 0
(Sumber : Horonjeff R, 1993)
18
Tabel 2. 2 Penggolongan Pesawat Udara untuk Cara-cara Kapasitas Praktis
Kelas Jenis Pesawat
A B-707, B-747, B-720, DC-8, DC-10, L-1011
B B-727, B-737, DC-9, BAC-11
Semua pesawat terbang bermesin piston dan tuprop yang besar
C Pesawat terbang kecil yang digerakkan propeller untuk perusahaan
penerbangan, seperti F-27 dan pesawat jet bisnis
D Pesawat penerbangan umum yang digerakan propeller bermesin ganda dan
beberapa pesawat dengan mesin tunggal yang lebih besar
E Pesawat penerbangan umum yang digerakkan propeller bermesin tunggal
(Sumber : Horonjeff R,1983)
Analisis pada landas pacu (runway) dilakukan untuk memenuhi
beberapa kriteria yaitu sebagai berikut. (Marshall, 2019)
1. Mengukur secara faktual kemampuan dari komponen-komponen yang ada pada
bandar udara untuk penanganan arus lalu lintas pesawat udara.
2. Meminimalisir keterlambatan dalam sistem penerbangan pesawat udara untuk
mempersiapkan kenaikan penerbangan pesawat udara yang sekarang dan yang
akan datang.
Kebutuhan pada kapasitas landas pacu (runway) dapat direncanakan dan
dihitung berdasarkan pola untuk menunjang operasi campuran (mix operation),
pola operasi ini harus didasarkan pada pengaturan operasi yang terdiri dari:
(Marshall, 2019)
1. Kedatangan selalu diprioritaskan terlebih dahulu dibandingkan dengan
kedatangan.
2. Diizinkan hanya satu pesawat udara yang dapat berada di landas pacu (runway)
pada satu waktu saat lepas landas maupun melakukan pendaratan.
3. Keberangkatan pesawat udara tidak dapat dilaksanakan jika pesawat udara yang
berikutnya tidak berada pada jarak yang sudah ditentukan saat kondisi IFR
(Intsrumen Fligth Rules).
19
2.4.1 Campuran Pesawat Udara yang Beroperasi
Mix Index merupakan fungsi matematis yang digunakan dalam
menghitung kapasitas pada landas pacu (runway) untuk mengetahui tingkat
pengaruh terhadap pesawat udara berbadan lebar dengan sistem landas pacu
(runway). Hal tersebut berkaitan dengan perbedaan kecepatan pesawat udara saat
melakukan pendekatan (approach) sehingga waktu yang dibutuhkan berbeda untuk
setiap tipe kelas pesawat udara, selain adanya pengaruh udara yang berputar di
belakang mesin pesawat udara (wake turbulence), terutama pada saat berada di
belakang pesawat udara berbadan lebar maka harus ada jarak yang aman antar
pesawat udara tersebut. Semakin besar perbedaan tipe kelas pesawat udara yang
beroperasi, maka semakin besar juga jarak aman yang diperlukan dan itu artinya
semakin sedikit kapasitas operasi yang dihasilkan. Adapun perhitungan mix index
menggunakan rumus sebagai berikut. (Ronaldo, 2019)
ππΌ = πΆ +
3π·β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(2.1)
Di mana:
MI = Mix index
C = Persentase pesawat udara jenis C yang memakai runway
D = Persentase pesawat udara jenis D yang memakai runway
2.4.2 Persentase Kedatangan
Percent Arrivals merupakan perbandingan antara jumlah pendaratan
dengan seluruh operasi pesawat udara, persentase kedatangan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus persamaan sebagai berikut. (Ronaldo, 2019)
%Arrivals = A+
1
2 (T&G)
A+DA+T&G Γ 100 β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦..(2.2)
Di mana:
A = Jumlah kedatangan pesawat udara dalam 1 jam
DA = Jumlah keberangkatan pesawat udara dalam 1 jam
20
T&G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam
Apabila persentase kedatangan pesawat udara semakin besar, maka
kapasitas yang dihasilkan akan semakin kecil. Hal ini disebabkan adanya kebijakan
dari kedatangan pesawat udara yang membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan
saat keberangkatan atau saat pesawat udara lepas landas terkait jara aman yang telah
ditetapkan untuk pesawat udara. (Ronaldo, 2019)
Semakin besar persentase kedatangan, maka akan semakin kecil
kapasitas yang dapat dihasilkan. Hal ini dikarenakan kebijakan dari kedatangan
memerlukan waktu yang lebih lama daripada keberangkatan atau lepas landas
pesawat udara terkait dengan separasi atau jarak pisah aman yang disediakan untuk
pesawat udara. (Ronaldo, 2019)
2.4.3 Persentase Touch and Go
Touch and Go merupakan operasi pesawat udara yang hanya menyentuh
landasan tanpa berhenti. Percent Touch and Go adalah perbandingan antara jumlah
Touch and Go dengan seluruh operasi pesawat udara, dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut. (Ronaldo,2019)
%T&G = T&G
A+DA+T&G Γ 100 β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(2.3)
Di mana:
A = Jumlah kedatangan pesawat dalam 1 jam
DA = Jumlah keberangkatan pesawat dalam 1 jam
T&G = Jumlah Touch and Go dalam 1 jam
2.4.4 Konfigurasi Exit Taxiway
Perencanaan exit taxiway pada bandar udara sangat penting untuk sistem
di landas pacu, sehingga landas pacu dan exit taxiway diatur dengan sedemikian
rupa. Untuk mengatasi pergerakan maksimum yang terjadi dalam kondisi jam sibuk
(peak hour), menghasilkan seminimum mungkin hambatan dan delay pada saat
proses mendarat (landing), taxiing dan lepas landas (take off), serta menyediakan
landas hubung yang memadai, sehingga saat pesawat udara mendarat dapat
21
meninggal landas pacu dengan secepat mungkin dan sedapat mungkin menuju
daerah apron atau terminal penumpang. Kapasitas per jam landas pacu (runway)
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (Marshall,2019)
C = CbETβ¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(2.4)
Di mana :
C = Kapasitas landas pacu per jam
Cb = Kapasitas landas pacu ideal
E = Exit adjustment faktor untuk jumlah dan lokasi runway exit
T = Touch and Go adjustment faktor
2.5 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Panjang Landas Pacu
(Runway)
Panjang pada landas pacu akan menentukan jenis pesawat udara apa saja
yang dapat mendarat dan lepas landas di bandar udara tersebut, atau jenis pesawat
udara calon pengguna landasan pacu akan menentukan rancangan panjang suatu
landasan pacu. Adapun faktor yang memengaruhi panjang landas pacu baik karena
faktor internal maupun faktor eksternal. ICAO (International Civil Aviation
Organization) menyebutkan untuk menghitung kebutuhan panjang landas pacu
pada suatu bandar udara akan disesuaikan dengan kondisi lokal pada lokasi bandar
udara tersebut. Metode yang digunakan ialah metode AFRL (Aeraplane Reference
Field Lenght) yaitu panjang landas pacu minimum yang diperlukan pesawat udara
saat lepas landas (take-off) ataupun mendarat (landing). (Saputra,2017)
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi panjang
landas pacu (runway) menurut (Basuki 1986):
a. Koreksi Ketinggian
Setiap elevasi di atas permukaan laut naik 300 m, basic length dikoreksi
dengan penambahan sebesar 7%. Koreksi pada elevasi ini berlaku terhadap basic
length baik saat pesawat udara melakukan pendaratan atapun lepas landas. Koreksi
elevasi ini dihitung dari ketinggian di atas permukaan laut. Maka dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
22
Fe = 1 + 0,07β
3000
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(2.5)
Di mana:
Fe = Faktor evaluasi
H = Elevasi di atas permukaan laut (m)
(Sumber: Basuki, 1986)
b. Koreksi Suhu Standar
Kenaikan pada suhu menyebabkan pengaruh yang sama dengan
kenaikan pada elevasi. Koreksi pada temperatur yakni kenaikan 1% setiap 1ΛC suhu
di bandar udara akan dibandingkan dengan suhu pada atmosfer standar (15ΛC)
untuk suatu elevasi. Pada 1000 m kenaikan elevasi bandar udara di atas permukaan
air laut, maka suhu berkurang menjadi 6,5ΛC. Untuk mengoreksi suhu dapat
menggunakan rumus sebagai berikut:
Ft = 1 + 0,01 {π β (15 β 0,0065 Γ β)} metric...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(2.6)
Ft = 1 + 0,0056 {T β (59 β 0,0036 Γ h)} imperial..β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦..(2.7)
Di mana:
Ft = Faktor koreksi temperatur
T = Temperatur di bandar udara (ΛC)
(Sumber: Basuki, 1986)
c. Kemiringan Landas Pacu (Runway Gradient)
Kemiringan ke atas membutuhkan landas pacu (runway) yang lebih
panjang dibanding landas pacu (runway) yang datar atau menurun. Hubungan
antara kemiringan seragam dengan perpanjangan atau pengurangan pada panjang
landas pacu (runway) mendekati linier. Untuk pesawat udara bermesin turbin faktor
koreksi yaitu antara 7% hingga 10% setiap kemiringan 1% untuk menyeragamkan
dengan pesawat udara bermesin piston, Fs ini disamakan sebesar 10%.
Pada saat merencanakan lapangan terbang untuk membatasi kemiringan
landas pacu (runway) yaitu sebesar 1Β½%. Tujuan dari perencanaan lapangan
23
terbang, FAA (Federal Aviation Administrasion) memperkenalkan βEfektif
Gradienβ yakni perbedaaan tinggi antara titik paling inggi serta titik paling rendah
dari penampang memanjang pada landas pacu (runway) dibagi dengan panjang
landas pacu yang ada.
Setiap koreksi kemiringan pada landas pacu adalah 10% dan setiap
kemiringan 1% berlaku untuk kondisi saat lepas landas bagi landasan dengan nomor
kode 2,3 atau 4 pesawat udara yang bermesin turbo jet, sedangkan pada pesawat
udara bermesin piston dan mesin turbo koreksinya yakni 20%. Untuk menghitung
koreksi kemiringan landas pacu (runway gradient) dapat menggunakan rumus
sebagai berikut:
Fs = 1 + (0,1 s) (metric atau imperial)β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦.(2.8)
Di mana:
Fs = Faktor koreksi kemiringan landas pacu
Kemiringan runway (%)
(Sumber: Basuki, 1986)
d. Angin Permukaan (Surface Wind)
Tidak selalu arah angin akan bertiup sejajar dengan arah pada landas
pacu. Angin yang bertiup saat pesawat udara lepas landas ataupun mendarat harus
diuaraikan menjadi komponen yang sejajar dengan pergerakan arah pesawat udara
dan komponen yang tegak lurus arah gerak pesawat udara. Landas pacu (runway)
yang dibutuhkan lebih pendek seumpama angin haluan (headwind), sedangkan jika
yang bertiup adalah angin buritan (tail wind), maka landas pacu (runway) yang
dibutuhkan akan lebih panjang. Angin buritan maksimum yang diizinkan bertiup
dengan kekuatan 10 knots. Pada tabel 2.3 adalah perkiraan pengaruh angin terhadap
panjang landas pacu (runway).
Tabel 2. 3 Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway
Kekuatan Angin Persentase Pertambahan / Pengurangan Runway
+5 -3
+10 -5
-5 +7 (Sumber : Basuki, 1986)
24
e. Kondisi Permukaan Landas Pacu (Runway)
Adanya genangan air pada permukaan landas pacu akan menyebabkan
landas pacu lebih panjang karena pada saat lepas landas pesawat udara mengalami
hambatan-hambatan dengan adanya genangan air di landas pacu. Selain itu adanya
genangan air di landas pacu dapat membahayakan aktivitas pesawat udara kerena
genangan air tersebut dapat mengakibatkan permukaan landas pacu menjadi licin
bagi roda pesawat udara saat melakukan pengereman menjadi tidak mulus.
Jika terdapat genangan air di permukaan landas pacu maka dibersihkan
terlebih dahulu sebelum roda pesawat menyentuh perkerasan, hal ini dapat
menunda, memperlambat, serta mengurangi traksi terutama pada saat pesawat
udara akan lepas landas. Penundaan pada gaya traksi begitu besar sehingga
kecapatanpesawat udara untuk lepas landas belum didapatkan padahal titik ujung
landasan hampir tercapai mengingat adanya genangan air di permukaan landas
pacu.
Menurut NASA dan FAA (Amerika) dari hasil penelitian, operasi
pesawat jet dibatasi dengan maksimum tinggi genangan air adalah 1,27 cm. Untuk
menghindari kecelakaan, pesawat jet mengurangi berat saat lepas landas jika tinggi
genangan air pada permukaan landas pacu setinggi 0,6 β 1,27 cm. Fungsi drainase
di bandar udara harus baik agar dapat membuang air di permukaan landas pacu
secepat mungkin. Rumus yang digunakan untuk memperoleh perencanaan panjang
landas pacu yaitu sebagai berikut:
Lr = AFRL Γ Ft Γ Fe Γ Fs + Faβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(2.9)
Di mana:
Lr = Panjang rencana landas pacu (runway)
AFRL = Landas pacu (Runway) minimum yang dibutuhkan
Ft = Faktor koreksi elevasi
Fs = Faktor koreksi slope
Fa = Faktor koreksi angin permukaan
25
2.6 Daerah Pelataran Pesawat Udara (Apron)
Daerah pelataran pesawat udara (Apron) merupakan area bandar udara
didarat yang telah ditentukan untuk mengakomodasi pesawat udara dengan tujuan
untuk naik turun penumpang, bongkar muat kargo, pengisian bahan bakar, parkir,
atau pemeliharaan pesawat udara). Faktor yang perlu diperhatikan dalam
menentukan ukuran apron antara lain yaitu jumlah gerbang pesawat udara (aircraft
gate), dimensi gate, luas area yang dibutuhkan untuk bermaneuver (radius putar)
pesawat udara di gate, serta sistem tipe parkir pesawat udara yang digunakan pada
saat pesawat udara melakukan bongkar muat, selain itu beberapa faktor lain yang
juga perlu diperhatikan yakni harus mempertimbangkan lebar sayap dan panjang
dari suatu pesawat udara, serta semburan jet (jet blast) yang dihasilkan dari suatu
mesi pesawat udara. (Peraturan Direktur Jendral Perhubungan Udara Nomor : KP
24 Tahun 2014)
Menurut Horronjef apron merupakan suatu bagian tertentu yang berada
di bandar udara untuk menghubungkan bangunan terminal dengan sisi udara
(airside) pada bandar udara yang mencakup tempat parkir pesawat udara yang
disebut ramp. Menurut fungsinya daerah apron terbagi menjadi beberapa bagian,
yaitu sebagai berikut:
a. Traffic area merupakan wilayah yang dipergunakan untuk menaikkan serta
menurunkan penumpang, muatan bagasi dan kargo, pengisian bahan bakar,
aircraft servicing dan preparation for flight.
b. Parking area merupakan wilayah yang telah disiapkan untuk parkir pesawat
udara.
c. Maintenance Area yaitu daerah yang disediakan untuk pemeliharaan pesawat
udara.
Apron merupakan pelataran pesawat udara dan jalur khusus untuk
perputaran pada pesawat udara masuk ataupun keluar dari tempat parkir (taxiline).
Untuk menjamin keselamatan pesawat udara saat didaratan, ICAO telah
menetapkan persyaratan untuk jarak minimum antara pesawat udara yang sedang
parkir di apron satu sama lainnya dengan bangunan, serta objek-objek tetap lainnya
26
yang berada di apron berdasarkan jarak sayap pesawat udara (wing tip clearance),
dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2. 4 Wing Tip Clearance
Code Later Aircraft Wing Span Clearance
A Up to but including 15 m (49 ft) 3,0 m (10 ft)
B 15 m (49 ft) Up to but including 24 m (79 ft) 3,0 m (10 ft)
C 24 m (79 ft) Up to but including 36m (118 ft) 4,5 m (15 ft)
D 36 m (118 ft) Up to but including 52m (171 ft) 7,5 m (25 ft)
E 52 m (171 ft) Up to but including 60m (197 ft) 7,5 m (25 ft)
(Sumber : Basuki, 1986)
2.7 Jenis Apron
Pengelompokan jenis-jenis apron adalah berdasarkan fungsi utama atau
rancangan peruntukannya. Sekalipun demikian, pada dasarnya semua jenis apron
dapat digunakan untuk kepentingan-kepentingan sesuai dengan fungsi dan
rancangannya. (Warsito, 2017)
2.7.1 Apron terminal
Apron terminal merupakan areal yang diperuntukan untuk suatu pesawat
udara agar dapat bermanuver dan juga sebagai tempat parking stand dalam
melayani pergerakan naik dan turunnya penumpang dari suatu pesawat udara.
Selain digunakan sebagai fasilitas penumpang, apron terminal juga dilengkapi
dengan pengisian bahan bakar ataupun dapat diguakan sebagai fasilitas dalam
perawatan pesawat udara dalam skala yang kecil. (Warsito, 2017)
2.7.2 Apron Kargo
Apron kargo merupakan areal yang diperuntukkan untuk pesawat udara
yang khusus digunakan untuk aktivitas bongkar muat kargo dan terletak berdekatan
dengan gedung terminal kargo yang berjarak agak jauh dari aktifitas penumpang
lainnya. (Warsito, 2017)
27
2.7.3 Apron Parkir
Apron parkir sering digunakan untuk perawatan ataupun perbaikan
pesawat udara,. Pengaturan letak dari jenis apron ini terpisah tidak jauh dari apron
terminal dan apron untuk menimalisir waktu dalam bongkar muat pesawat udara.
(Warsito, 2017)
2.7.4 Apron Servis dan Apron Hanggar
Apron servis merupakan areal yang digunakan untuk perawatan ringan
dari suatu pesawat uudara dimana letak dari apron ini berdekatan dengan area
hanggar. Apron hangar merupakan tempat yang digunakan untuk pesawat udara
masuk dan keluar dari penyimpanan hanggar. (Warsito, 2017)
2.8 Ukuran Apron
Secara umum ukuran apron sangat penting dalam perencanaan bandar
udara, di mana ukuran apron dipengaruhi dengan jumlah parking stand, dimensi
parking stand, luas area yang dibutuhkan suatu pesawat udara untuk bermanuver
sesuai dengan tipe dan jenis pesawat udara yang beroperasi seperti panjang pesawat
udara, lebar badan pesawat udara dan radius putar pada pesawat udara. (Aditya,
2019)
Federal Aviation Administrasion (FAA) dan International Civil
Aviation Organization (ICAO) menentukan standar keamanan yang
direkomendasikan dengan menetapkan persyaratan keamanan pada perencanaan
jarak minium antar pesawat udara yang sedang parkir pada apron, benda atau objek
tertentu, dan jarak antar pesawat udara serta jarak antar bangunan berdasarkan jarak
sayap (wing tip cleanser). (Aditya, 2019)
Tabel 2. 5 Minimum Clearance
Airplane design group or aerodrome code Minimum Clearance
Ft M
I A 10 3,0
II B 10 3,0
III C 15 4,5
IV D 25 7,5
28
Airplane design group or aerodrome code Minimum Clearance
Ft M
V E 25 7,5
VI F 25 7,5
(Sumber: Federal Aviation Administration)
2.8.1 Kapasitas Apron
Kapasitas apron merupakan kondisi dimana kemampuan parking stand
dapat menampung pergerakan pesawat udara dalam jumlah dan jangka waktu
tertentu. Sebagai salah satu faktor yang penting pada fasilitas sisi udara (airside).
Kapasitas apron erat kaitannya dengan kondisi eksisting dan pengembangan dari
suatu bandar udara. (Sumber: Aditya, 2019)
Menghitung kapasitas apron dapat dilakukan dengan memperhatikan
faktor-faktor berikut ini: (Sumber: Horonjeff, 1983)
a. Jumlah operasi pesawat udara per-jam pada parking stand
b. Waktu tambat pesawat udara sesuai dengan jenis dan ukuran dari pesawat udara
itu sendiri
c. Ukuran dan jumlah parking stand yag dipengaruhi dari persentase pesawat
udara berdasarkan kategori ukuran (wide body atau narrow body).
Sebelum mencari kapasitas perjam dari apron, maka terlebih dahulu
mencari nilai rasio (R). Rumus yang digunakan adalah:
R = π΄π£πππππ πΊππ‘π ππππ’πππππ¦ ππππ πππ ππππππππ¦ π΄ππππππ‘
π΄π£πππππ πΊππ‘π ππππ’πππππ¦ ππππ πππ πππ β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(2.10)
Di mana:
Average Gate Occupancy Time for Widebody Aircaft = Waktu pesawat udara
dengan widebody bertambat (black on)
Average Gate Occupancy Time for Non = Waktu pesawat udara selain jenis
widebody bertambat (black on)
29
Menurut FAA (Federal Aviation Administrasion) seperti yang tertulis
pada buku Airport Capacity and Delay, mencari nilai rasio (R) diperlukan guna
mengetahui nilai G* (Gate Hourtly Base Capacity) dan S (Gate Size Factor). Waktu
pesawat udara selain jenis widebody bertambat pada bandar udara yaitu 80% untuk
pesawat udara dengan tipe narrow body dan 20% untuk pesawat udara dengan tipe
small body. Setelah mendapatkan nilai rasio yang digunakan, maka rumus yang
dapat digunakan dalam perhitungan kapasitas apron yaitu: (Horonjeff, 1983)
Cha = Gβ Γ S Γ N β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(2.10)
Di mana:
Cha = Hourly Capacity (kapasitas perjam)
G* = Gate Hourly Base Capacity (operasi perjam)
S = Gate Size Factor
N = Number of Gate
30
Gambar 2. 6 Grafik FAA Hourly Capacity
(Sumber: Airport Capacity and Delay)
31
2.8.2 Mix Index
Mix index merupakan fungsi matematis yang digunakan dalam
menentukan perhitungan kapasitas landas pacu (runway) untuk mengetahui tingkat
pengaruh pesawat udara berbadan lebar (wide body) terhadap sistem landas pacu
(runway). Mix index berkaitan erat dengan runway dan apron, di mana berkaitan
dengan perbedaan kecepatan waktu yang diperlukan berbeda tergantung klasifikasi
jenis pesawat udara. Berikut ini rumus yang digunakan dalam menentukan mix
index yaitu sebagai berikut: (Aditya, 2019)
MI = % (C β 3D)β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦β¦β¦β¦(2.11)
Dimana:
MI = Mix Index
C = Persentase pesawat udara jenis C yang menggunakan landas pacu
D = Persentase pesawat udara jenis D yang menggunakan landas pacu
2.9 Tipe Parkir Pesawat Udara
Tipe parkir pesawat udara merupakan faktor yang penting karena
mempengaruhi ukuran posisi parkir pesawat udara pada saat parkir menghadap
gedung terminal penumpang dan cara pesawat udara tersebut ketika akan bergerak
jalan masuk ataupun keluar. Terdapat 2 (dua) cara yang dapat dilakukan oleh
pesawat udara saat berjalan masuk ataupun keluar ke pelataran tempat parkir,
pertama yaitu dengan cara menggunakan tenaga dari pesawat udara itu sendiri dan
yang kedua yaitu dengan bantuan alat penarik atau pendorong. Menetapkan tipe
parkir pesawat udara dapat disesuaikan dengan mempertimbangkan kenyamanan
pada penumpang terhadap kebisingan yang tinggi, semburan jet (jet blast) serta
pengaruh cuaca setempat pada saat pesawat udara akan menaikkan atau
menurunkan penumpang, disamping itu mempertimbangkan hal-hal seperti biaya
pemeliharaan dan operasi dari peralatan darat yang dibutuhkan. (Pattiiha, 2005)
32
2.9.1 Parking Hidung ke Dalam (Nose-in)
Tipe parkir hidung ke dalam menggunakan sistem parkir pesawat udara
dengan hidung pesawat udara tegak lurus sedekat mungkin dengan gedung
terminal. Pada tipe ini, pesawat udara akan bergerak masuk ke tempat parkir
menggunakan tenaga dari pesawat itu sendiri sedangkan untuk meninggalkan
tempat parkir, maka pesawat udara harus dibantu dengan alat pendorong. (Saputra,
2017)
Tipe parkir hidung kedalam memiliki keuntungan yaitu memerlukan
luas area yang minimum, tingkat kebisingan dari mesin pesawat udara yang lebih
rendah, tidak memancarkan semburan jet dari mesin pesawat udara secara langsung
ke gedung terminal, dan memudahkan untuk keluar masuknya penumpang kedalam
pesawat udara karena hidung pesawat udara terletak dekat dengan gedung terminal.
Kerugian dari tipe parkir hidung kedalam yaitu memerlukan peralatan khusus untuk
mendorong pesawat udara keluar dari pelataran tempat parkir, serta pintu belakang
pesawat udara tidak dapat digunakan secara efektif oleh penumpang sehingga
mempengaruhi kenyamanan. (Saputra, 2017)
Gambar 2. 7 Nose-in parking
(Sumber: Mashuri, 2015)
33
2.9.2 Tipe Parking Hidung ke Dalam Bersudut (Angled Nose-in Parking)
Tipe parkir ini serupa dengan tipe parkir hidung kedalam (nose-in)
hanya saja posisi dari pesawat udara yang parkir membentuk sebuah sudut
menghadap gedung terminal. Keunggulan dari tipe parkir ini pesawat udara baik
yang masuk ataupun keluar dari tempat parkir dapat menggunakan tenaga dari
pesawat udara itu sendiri tanpa dibantu oleh alat bantu, akan tetapi tipe parkir ini
membutuhkan area parkir yang lebih luas dan juga menimbulkan tingkat kebisingan
yang lebih pada saat melakukan maneuver. (Saputra, 2017)
Gambar 2. 8 Angled nose in parking
(Sumber: Mashuri, 2015)
2.9.3 Tipe Parking Hidung ke Luar Bersudut (Angled Nose Out Parking)
Pada tipe parkir hidung ke luar bersudut (angled nose out parking)
pesawat udara diparkir membentuk sebuah sudut dengan keadaan hidung pesawat
udara menjauhi gedung terminal penumpang. Kelebihan dari tipe parkir ini yakni
pesawat udara dapat melakukan manuver saat masuk ataupun keluar dari area parkir
dengan kekuatan dari pesawat udara itu sendiri, dan membutuhkan luasan area
parkir yang lebih kecil dibandingkan dengan tipe parkir hidung ke dalam (nose-in),
akan tetapi kerugian dari tipe parkir ini yaitu efek semburan jet dari mesin pesawat
udara yang mengarah langsung ke gedung terminal, sehingga menimbulkan
kebisingan yang berlebih. (Saputra, 2017)
34
Gambar 2. 9 Angled nose out parking
(Sumber: Mashuri, 2015)
2.9.4 Tipe Parkir Sejajar (Parallel Parking)
Tipe parkir ini menggunakan sistem parkir pesawat udara dengan posisi
pesawat udara sejajar dengan gedung terminal dan semua gerakan masuk dan keluar
dari tempat parkir dilakukan oleh pesawat udara itu sendiri. Ditinjau dari sudut saat
maneuver pesawat udara, tipe parkir sejajar merupakan cara parkir yang mudah
untuk dilakukan meskipun membutuhkan luas area yang lebih besar. (Sumber:
Saputra, 2017)
Gambar 2. 10 Parallel parking
(Sumber: Mashuri, 2015)
35
2.10 Jumlah Parking Stand
Penggunaan parking stand diperlukan dalam meramalkan ukuran
gerbang landas parkir dari apron yang akan dikembangkan. Faktor yang dapat
mempengaruhi jumlah parking stand yaitu jumlah pergerakan pesawat udara pada
jam sibuk, jenis dan persentase ukuran pesawat udara, lamanya penggunaan
parking stand oleh pesawat udara (gate occupancy time) rumus yang digunakan
untuk menentukan jumlah parking stand yaitu sebagai berikut. (Mashuri, 2015)
G = VT
U β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦... (2.12)
Di mana:
G = Jumlah parking stand
V = Volume rencana keberangkatan dan kedatangan pesawat udara
T = Rata-rata gate occupancy time (jam)
U = Faktor penggunaan
2.11 Dimensi Parking Stand
Jumlah parking stand yang telah didapatkan atau direncanakan, maka
dimensi atau ukuran dari parking stand dapat ditentukan. Dimensi atau ukuran dari
parking stand dapat ditentukan oleh turning radius yang tergantung dari ukuran dan
jenis pesawat udara kritis yang akan digunakan. Radius putar merupakan gerakan
pesawat udara yang membelok, baik ke kiri ataupun ke kanan. Rumus yang
digunakan untuk menghitung turning radius adalah: (Aditya, 2019)
r = Β½ (π€πππ π πππ + π€βπππ πππ π) + ππππ€πππ ππππ
β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(2.13)
Di mana:
r = radius putar
wingspan = berdasarkan tabel
36
wheel base = berdasarkan tabel
forward roll = 3,048 m (10 ft) dalam keadaan standart
Setelah mengetahui nilai turning radius, maka luas dari gate position
dapat ditentukan menggunakan rumus:
Luas = Ο rΒ² β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(2.14)
Dimana:
r = Radius Putar
Gambaran ukuran pesawat udara juga perlu diperhatikan karena erat
kaitannya dengan perancanaan maupun pengembangan suatu bandar udara.
Gambaran umum tentang dimensi pesawat udara dan gambaran umum radius putar
dapat dilihat pada Gambar 2.10
Gambar 2. 11 Gambaran umum pesawat dan radius putar
(Sumber: Basuki, 1986)
37
2.12 Luasan Apron
Luasan apron dapat diketahui jika jumlah dan dimensi parking stand
didapatkan, sehingga luasan apron yang akan direncanakan dapat diketahui. Rumus
yang dapat digunakan dalam menentukan luasan apron yaitu sebagai berikut:
(Tulungen, 2016)
a. Panjang Apron
P = G Γ π + (πΊ β 1) πΆ + 2 ππ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦. (2.15)
b. Depth Apron (Lebar Apron)
L = 2 Pb + 3 C β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(2.16)
c. Luasan Apron
A = P Γ L β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(2.17)
Di mana:
P = Panjang apron (m)
L = Depth apron
G = Jumlah parking stand
W = Wingpan (m)
Pb = Panjang badan pesawat udara (m)
C = Wingtip clearance (m)
2.13 Forecasting
2.13.1 Definisi dan Tujuan Forcasting
Menurut Sudjana forecasting adalah proses perkiraan (pengukuran)
besarnya atau jumlah sesuatu pada waktu yang akan datang berdasarkan data pada
masa lampau yang dianalisis secara ilmiah khususnya menggunakan metode
statistika. Perkiraan atau pengukuran dapat dilakukan secara kualitatif maupun
kuantitatif. Perkiraan secara kualitatif biasanya menggunakan pendapat dari para
ahli pada bidangnya, sedangkan perkiraan secara kuantitatif menggunakan metode
statistik dan matematik.
38
Peramalan digunakan untuk mengetahui kapan suatu peristiwa akan
terjadi atau timbul, sehingga tindakan yang tepat dapat dilakukan. Peramalan
merupakan alat bantu yang penting dalam suatu perencanaan yang efektif dan
efisien (Makridakis, 1993).
2.13.2 Metode Forecasting
Teori forecasting erat kaitannya dengan perencanaan dan
pengembangan dari suatu bandar udara. Teori forecasting digunakan untuk
memprediksi atau memperkirakan kondisi dari bandar udara dalam jangka waktu
yang akan mendatang, misalnya pada suatu runway dan apron. Untuk meramalkan
perkembangan arus lalu lintas pesawat udara untuk masa yang akan datang, ramalan
tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu: (Tulungen, 2016)
a. Forecasting jangka pendek sekitar 5 tahun
b. Forecasting jangka menengah sekitar 10 tahun
c. Forecasting jangka panjang 20 tahun
Pada penelitian ini menggunakan metode persamaan regresi linier yang
digunakan untuk menentukan perkiraan dengan manganalisa jumlah pergerakan
pesawat udara dari kapasitas runway dan apron untuk jangka waktu hingga 20 tahun
yang akan mendatang. Persamaan regresi linier merupakan keadaan dimana
variabel yang tergantung pada yang lain, serta memperhatikan suatu laju
pertumbuhan yang konstan.
a. Regresi liniear
Bentuk persamaan trend linear sebagai berikut:
Y = a + bx
β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(2.18)
Dimana:
Y = Pergerakan tahunan (variable dependent)
x = Tahun (variable independent)
a&b = Koefisien regresi
Rumus untuk menghitung a dan b:
39
a =(β Y)(β XΒ²)β(β X)(β X.Y)
n(β XΒ²)(β X)Β² β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦...(2.19)
b =n[β(X.Y)]β(β X)(β Y)
n(β XΒ²)(β X)Β² β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(2.20)
Rumus untuk menghitung korelasi:
r =n[β(X.Y)]β(β X)(β Y)
β[n β XΒ²β(β X)Β²][n β Y2β(β Y)Β²] β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..(2.21)
Di mana : β1 β€ r β€ 1
b. Regresi Eksponensial
Bentuk persamaan trend eskponensial sebagai berikut:
Y = a. kxβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦.(2.22)
Di mana:
a dan k = bilangan tetap, maka persamaan tersebut dapat diubah menjadi
Y = a . ebxβ¦β¦..β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦..β¦(2.23)
Di mana:
e = Konstanta dengan nilai tetap 2,718
Y = Hasil ramalan
X = Tahun yang akan ditinjau
a&b = Koefisien regresi
Persamaan ini diubah menjadi:
LogY = LogB + (LogB)Xβ¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(2.24)
Rumus untuk menghitung nilai a dan b:
Log a = β(LogY)
nβ¦β¦.β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.(2.25)
Log b = β(LogY)
xΒ² β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦(2.26)
40
Menghitung nilai r:
r =
n.β(xlogY)β(β x)(β logY)
β[n.β X2β(β X)Β²][n.β(logY)2β(β logY)Β²]β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦.β¦β¦β¦β¦(2.27)
Di mana : β1 β€ r β€ 1
2.14 Karakteristik pada Pesawat Udara
Sebelum mempertimbangkan perancangan pengembangan lapangan
terbang, terlebih dahulu mengetahui karakteristik pada pesawat udara secara
keseluruhan dalam merencanakan fasilitas-fasilitas yang akan digunakan oleh
pesawat udara. Karakteristik pada pesawat udara yakni sebagai berikut (Basuki,
1986)
a. Berat Pesawat Udara
Berat serta komponen-komponen yang pada pesawat udara dibutuhkan
untuk merancanakan dan menghitung panjang lands pacu, tebal perkerasan dan
kekuatan landas pacu (runway), landas hubung (taxiway), dan apron. Berikut ini
merupakan berat pesawat udara yang berkaitan dengan pengoperasian penerbangan
yaitu sebagai berikut:
β’ Operating Weight Empty ialah berat dasar pada pesawat udara, terhitung
didalamnya awak pesawat udara serta peralatan yang berada didalam pesawat
udara yang biasa disebut βNo Go Itemβ namun bahan bakar dan penumpang
atau barang yang dibawah penumpang serta kargo tidak termasuk didalamnya.
OWE (Operating Weight Empty) tidak tetap untuk pesawat komersil, besarnya
tergantung konfigurasi tempat duduk.
β’ Pay Load merupakan produksi muatan (barang dan penumpang) yang berbayar
dimana hasil dari pendepatan tersebut untuk perusahaan. Termasuk didalamnya
penumpang, barang, pos, kargo, dan excess bagasi. Maximum Structural Pay
Load merupakan muatan maksimum yang telah diizinkan untuk tipe pesawat
udara oleh Direktorat Jendral Perhubungan Udara, dalam tecamtum izin dalam
41
sertifikat yang telah dikeluarkan yaitu muatan maksimum biasa untuk
penumpang serta barang campuran keduanya.
β’ ZFW (Zero Fuel Weight) merupakan batasan berat (baik itu penumpang, kargo
serta barang lainnya namun tidak termasuk bahan bakar), spesifik pada tiap jenis
pesawat, di atas batassan berat itu tambahan berat harus berupa bahan bakar
sehingga ketika pesawat udara sedang terbang, tidak akan terjadi momen lentur
yang berlebihan pada sambungan. Pesawat udara memiliki sayap yang berupa
rongga-rongga yang saling berhubungan seperti bejana berhubungan, namun
saat pesawat sedang miring ke samping cairan bahan bakar tidak berkumpul
pada satu sisi tetapi tetap terbagi sama rata.
β’ Maximum Ramp Weight merupakan berat maksimum pesawat udara yang
diizinkan untuk berjalan di atas taxiway termasuk semua bahan bakar saat
pesawat udara dalam keadaan terbang.
β’ Maximum Structural Landing Weight merupakan structural pesawat udara pada
saat melakukan pendaratan. Roda utama yang strukturnya telah direncanakan
untuk menyerap gaya yang lebih besar tentu harus dengan gear yang lebih kuat.
Selama penerbangan pesawat udara akan kehilangan berat dengan
berkurangnya bahan bakar karena proses pembakaran terlebih saat pesawat
udara tersebut menerbangi rute-rute yang jauh.
β’ Maximum Take Off Weight yaitu berat maksimum pada pesawat udara termasuk
awak pesawat udara, berat saat pesawat kosong, bahan bakar, pay load yang
diizinkan oleh pabrik yang membuat pesawat udara, sehingga momen tekuk
yang terjadi pada badan pesawat udara, rata-rata masih dalam batas kemampuan
material pembentuk pesawat. Tidak ekonomis merencanakan roda pendaratan
(main gear) pesawat udara untuk menahan maximum structural take off weight,
saat mendarat sangat jarang terjadi pesawat mendarat dengan berat maximum
structural take off weight. Jika itu terjadi ketika pesawat udara baru saja lepas
landas, maka pesawat udara harus kembali karena adanya kerusakan, pilot
pesawat harus terbang berputar-putar untuk membakar bahan bakar hingga
berat tidak lagi melebihi makximum landing weight.
42
b. Ukuran atau Dimensi
Menurut Basuki ukuran atau dimensi pesawat udara sangat
memengaruhi ukuran landas pacu (runway), pelataran tempat parkir pesawat udara
(apron), landas hubung (taxiway), dan konfigurasi terminal, karena jarak antara
keduanya dapat ditentukan oleh ukuran pesawat udara. Berikut merupakan
penjelasan mengenai ukuran atau dimensi pesawat udara meliputi:
β’ Wingspan (panjang sayap) pesawat udara yang jaraknya diukur dari ujung
sayap kanan sampai dengan ujung sayap kiri, pengukuran dilakukan untuk
menentukan lebar serta sparasi (jarak pemisah) pada landas pacu (runway) dan
landas hubung (taxiway) di bandar udara.
β’ Length (panjang) badan pesawat udara yang dapat diukur mulai dari ujung
depan badan pesawat udara (fuselage) atau hidung pesawat udara (nose) hingga
ujung belakang ekor pesawat udara (empennage).
β’ Maximum Height (tinggi maksimum) yaitu jarak yang diukur dari lantai dasar
atau lapisan permukaan perkerasan sampai dengan puncak tertinggi bagian ekor
pada pesawat udara.
β’ Wheelbase yaitu jarak antara as roda pendaratan utama (main landing gear)
pesawat udara sampai dengan as roda depan (nose gear) atau roda ekor (tail-
wheel)
β’ Wheel track yaitu jarak antara as roda terluar dari as ronda pendaratan pesawat
udara. Digunakan untuk menetapkan radius putar (turning radius) minimum,
yang berperan besar dalam berbeloknya pesawat udara.
β’ Turning radius yaitu jari-jari minimum yang dapat dicapai pesawat udara pada
saat berbelok diatas permukaan lapisan perkerasan.
c. Kapasitas Penumpang
Pengaruh kapasitas penumpang terhadap perhitungan yaitu untuk
perancangan dan perencanaan terminal penumpang dan sarana lainnya yang
terdapat di bandar udara.
43
d. Panjang Landas Pacu (Runway)
Panjang landas pacu (Runway) akan menentukan jenis pesawat udara
apa saja yang dapat menggunakannya ataupun sebaliknya jenis pesawat udara calon
pengguna landas pacu yang akan menentukan rancangan panjang suatu landas pacu.
Panjang landas pacu juga berpengaruh terhadap luas tanah yang dibutuhkan pada
saat merencanakan bandar udara dan untuk melayani pesawat udara yang akan
beroperasi di kota tersebut.
Tabel 2. 6 Karakteristik Pesawat Udara Berdasarkan Kelas
Tipe Pesawat
Udara
Ukuran Kelas
Panjang (m) Wingspan (m) Wheel Base (m)
A319 33,84 33,91 11,80 B
A320 37,57 34,09 11,76 B
A330 β 300 59,00 60,30 16,83 A
A330 β 300 63,69 60,30 16,83 A
AB6 54,08 44,84 16,62 B
ATR72 22,67 24,57 7,59 D
B737 β 200 30,53 28,35 11,29 B
B737 β 300 33,40 28,88 11,13 B
B737 β 400 36,45 28,88 11,13 B
B737 β 500 31,01 28,88 11,13 B
B737 β 800 39,47 34,31 12,55 B
B737 β 900ER 42,11 34,31 12,55 B
B747 β 300 70,67 59,64 19,33 A
B747 β 400 70,67 64,44 19,41 A
B767 β 300 54,94 47,57 15,85 A
B777 β 200 63,73 60,93 18,51 A
B777 β 300 73,86 60,93 18,51 A
EMB170 29,90 26,00 9,67 C
ERJ170 29,90 26,00 9,67 C
F50 25,25 29,00 8,50 D
F100 35,53 28,08 8,50 C
MA60 24,71 29,20 8,85 C
MD82 45,06 32,87 9,02 B
(Sumber: Dirjen Perhubungan Udara, 2015)
44
Tabel 2. 7 Wingtip Clearance
Aircaft Wingspan (m) Wingtip Clearance (m)
< 15 3
15 β 24 3
24 β 36 4,5
36 β 52 7,5
52 β 50 7,5
(Sumber: Haronjeff, 1993)