bab ii tinjauan pustaka 2.1. pengembangan...
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengembangan Wilayah
Pengembangan wilayah merupakan strategi memanfaatkan dan
mengkombinasikan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang
dan tantangan) yang ada sebagai potensi dan peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan produksi wilayah akan barang dan jasa yang merupakan fungsi dari
kebutuhan baik secara internal maupun eksternal wilayah. Faktor internal ini berupa
sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya teknologi, sedangkan
faktor eksternal dapat berupa peluang dan ancaman yang muncul seiring dengan
interaksinya dengan wilayah lain.
Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang
terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional. Menurut Rustiadi, et al. (2011) wilayah
dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu di
mana komponen-komponen wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara
fungsional. Sehingga batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi
seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen
biofisik alam, sumberdaya buatan (infrastruktur), manusia serta bentuk-bentuk
7
Universitas Sumatera Utara
kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia
dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit
geografis tertentu.
Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam
Rustiadi et al., 2011) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah
ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2)
wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau
programming region). Sejalan dengan klasifikasi tersebut, (Glason, 1974 dalam
Tarigan, 2010) berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan
region/wilayah menjadi: 1) fase pertama yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan
keseragaman/homogenitas. Wilayah formal adalah suatu wilayah geografik yang
seragam menurut kriteria tertentu, seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan
politik. 2) fase kedua yaitu wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan
interdependensi fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah
tersebut. Kadang juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari
satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling
berkaitan. 3) fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi
atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Menurut Saefulhakim, dkk (2002) wilayah adalah satu kesatuan unit geografis
yang antar bagiannya mempunyai keterkaitan secara fungsional. Oleh karena itu,
yang dimaksud dengan pewilayahan (penyusunan wilayah) adalah pendelineasian
unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional
Universitas Sumatera Utara
(tolong menolong, bantu membantu, lindung melindungi) antara bagian yang satu
dengan bagian yang lainnya. Wilayah Pengembangan adalah pewilayahan untuk
tujuan pengembangan/pembangunan/development. Tujuan-tujuan pembangunan
terkait dengan lima kata kunci, yaitu: (1) pertumbuhan; (2) penguatan keterkaitan;
(3) keberimbangan; (4) kemandirian; dan (5) keberlanjutan. Sedangkan konsep
wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat
tertentu pada wilayah tersebut yang bisa bersifat alamiah maupun non alamiah yang
sedemikian rupa sehingga perlu direncanakan dalam kesatuan wilayah perencanaan.
Pembangunan merupakan upaya yang sistematik dan berkesinambungan
untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah
bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik. Sedangkan menurut
Anwar (2005), pembangunan wilayah dilakukan untuk mencapai tujuan
pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan, pemerataan dan
keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan dengan aspek sosial
ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah dan strateginya telah
mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi pembangunan yang menekankan
kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian pertumbuhan dan kesempatan kerja,
pertumbuhan dan pemerataan, penekanan kepada kebutuhan dasar (basic need
approach), pertumbuhan dan lingkungan hidup, dan pembangunan yang
berkelanjutan (suistainable development).
Pendekatan yang diterapkan dalam pengembangan wilayah di Indonesia
sangat beragam karena dipengaruhi oleh perkembangan teori dan model
Universitas Sumatera Utara
pengembangan wilayah serta tatanan sosial-ekonomi, sistim pemerintahan dan
administrasi pembangunan. Pendekatan yang mengutamakan pertumbuhan tanpa
memperhatikan lingkungan, bahkan akan menghambat pertumbuhan itu sendiri
(Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2003). Pengembangan wilayah dengan
memperhatikan potensi pertumbuhan akan membantu meningkatkan pertumbuhan
ekonomi berkelanjutan melalui penyebaran penduduk lebih rasional, meningkatkan
kesempatan kerja dan produktifitas (Mercado, 2002).
Menurut Alkadri (2001) pengembangan adalah kemampuan yang ditentukan
oleh apa yang dapat dilakukan dengan apa yang dimiliki untuk meningkatkan kualitas
hidup. Kata pengembangan identik dengan keinginan menuju perbaikan kondisi
disertai kemampuan untuk mewujudkannya. Pendapat lain bahwa pengembangan
adalah suatu proses untuk mengubah potensi yang terbatas sehingga mempengaruhi
timbulnya potensi yang baru, dalam hal ini termasuk mencari peluang yang ada dalam
kelompok-kelompok yang berbeda yang tidak semuanya mempunyai potensi yang
sama (Budiharsono, 2002).
Prod’homme dalam Alkadri (2001) mendefinisikan pengembangan wilayah
sebagai program yang menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan
memperhitungkan sumber daya yang ada dan kontribusinya pada pembangunan suatu
wilayah. Pendapat lain menyebutkan pengembangan wilayah adalah upaya untuk
memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan
menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan wilayah
sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Pada dasarnya pengembangan wilayah
harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah yang
bersangkutan (Riyadi dalam Ambardi dan Socia, 2002).
Lebih jelas Zen dalam Alkadri (2001) menggambarkan tentang
pengembangan wilayah sebagai hubungan yang harmonis antara sumber daya alam,
manusia, dan teknologi dengan memperhitungkan daya tampung lingkungan dalam
memberdayakan masyarakat, seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Sumber: Zen, 1999.
Gambar 2.1. Hubungan Antar Elemen Pembangunan
Pada umumnya pengembangan wilayah mengacu pada perubahan
produktivitas wilayah, yang diukur dengan peningkatan populasi penduduk,
kesempatan kerja, tingkat pendapatan, dan nilai tambah industri pengolahan. Selain
definisi ekonomi, pengembangan wilayah mengacu pada pengembangan sosial,
berupa aktivitas kesehatan, pendidikan, kualitas lingkungan, kesejahteraan dan
Sumber Daya Alam
Teknologi
Pengembangan Wil h
Sumber Daya Manusia
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Pengembangan wilayah lebih menekankan pada adanya perbaikan wilayah
secara bertahap dari kondisi yang kurang berkembang menjadi berkembang, dalam
hal ini pengembangan wilayah tidak berkaitan dengan eksploitasi wilayah.
Tujuan pengembangan wilayah mengandung 2 (dua) sisi yang saling berkaitan
yaitu sisi sosial dan ekonomis. Dengan kata lain pengembangan wilayah adalah
merupakan upaya memberikan kesejahteraan dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat produksi, memberikan kemudahan
prasarana dan pelayanan logistik dan sebagainya (Triutomo, 2001).
Pengembangan wilayah dalam jangka panjang lebih ditekankan pada
pengenalan potensi sumber daya alam dan potensi pengembangan lokal wilayah yang
mampu mendukung (menghasilkan) pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan sosial
masyarakat, termasuk pengentasan kemiskinan, serta upaya mengatasi kendala
pembangunan yang ada di daerah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam rencana pembangunan nasional,
pengembangan wilayah lebih ditekankan pada penyusunan paket pengembangan
wilayah terpadu dengan mengenali sektor strategis (potensial) yang perlu
dikembangkan di suatu wilayah (Friedmann & Allonso, 2008).
Sedangkan pengembangan wilayah sangat dipengaruhi oleh komponen-
komponen tertentu seperti (Friedman and Allonso, 2008):
a) Sumber daya lokal. Merupakan kekuatan alam yang dimiliki wilayah tersebut
seperti lahan pertanian, hutan, bahan galian, tambang dan sebagainya. Sumber
Universitas Sumatera Utara
daya lokal harus dikembangkan untuk dapat meningkatkan daya saing wilayah
tersebut.
b) Pasar. Merupakan tempat memasarkan produk yang dihasilkan suatu wilayah
sehingga wilayah dapat berkembang.
c) Tenaga kerja. Tenaga kerja berperan dalam pengembangan wilayah sebagai
pengolah sumber daya yang ada.
d) Investasi. Semua kegiatan dalam pengembangan wilayah tidak terlepas dari
adanya investasi modal. Investasi akan masuk ke dalam suatu wilayah yang
memiliki kondisi kondusif bagi penanaman modal.
e) Kemampuan pemerintah. Pemerintah merupakan elemen pengarah
pengembangan wilayah. Pemerintah yang berkapasitas akan dapat mewujudkan
pengembangan wilayah yang efisien karena sifatnya sebagai katalisator
pembangunan.
f) Transportasi dan Komunikasi. Transportasi dan komunikasi berperan sebagai
media pendukung yang menghubungkan wilayah satu dengan wilayah lainnya.
Interaksi antara wilayah seperti aliran barang, jasa dan informasi akan sangat
berpengaruh bagi tumbuh kembangnya suatu wilayah.
g) Teknologi. Kemampuan teknologi berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber
daya wilayah melalui peningkatan output produksi dan keefektifan kinerja
sektor-sektor perekonomian wilayah.
Universitas Sumatera Utara
Pengembangan wilayah adalah upaya pembangunan dalam suatu wilayah
administratif atau kawasan tertentu agar tercapai kesejahteraaan (people property)
melalui pemanfaatan peluang-peluang dan pemanfaatan sumber daya secara optimal,
efisien, sinergi dan berkelanjutan dengan cara menggerakkan kegiatan-kegiatan
ekonomi, penciptaan iklim kondusif, perlindungan lingkungan dan penyediaan
prasarana dan sarana. Pada dasarnya komponen utama untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat dalam suatu wilayah adalah kemajuan ekonomi wilayah bersangkutan.
2.1.1. Pengembangan Wilayah Sistem Top Down
Sistem pengembangan wilayah di Indonesia sebelum otonomi daerah
dilaksanakan secara top down, baik kebijakan perluasan wilayah administratif
maupun pembentukan wilayah kawasan ekonomi. Hal yang sama juga dilakukan
dalam pembentukan kawasan khusus yang mengutamakan landasan kepentingan
nasional yang mencerminkan karakteristik pendekatan regionalisasi sentralistik.
Dalam hal ini aspek pengambilan keputusan dilaksanankan secara top down
(Abdurrahman, 2005).
Rondinelli dalam Rustiadi (2006) mengidentifikasikan tiga konsep
pengembangan kawasan, yakni (1) konsep kutup pertumbuhan (growth pole), (2)
integrasi (keterpaduan) fungsional-spasial, dan (3) pendekatan decentralized
territorial. Di Indonesia konsep growth pole dirintis mulai tahun delapan puluhan
yaitu dengan menekankan investasi massif pada industri-industri padat modal di
pusat-pusat urban terutama di Jawa di mana banyak tenaga kerja, dengan harapan
Universitas Sumatera Utara
dapat menciptakan penyebaran pertumbuhan (spread effect) atau efek tetesan ke
bawah (trickle down effect) dan berdampak luas terhadap pembangunan ekonomi
wilayah. Indikator ekonomi nasional sangat bagus hingga tahun 1997, namun
dampaknya bagi pembangunan daerah lain sangat terbatas. Kenyataannya teori ini
gagal menjadi pendorong utama (prime over) pertumbuhan ekonomi wilayah.
Sebaliknya kecenderungan yang terjadi adalah penyerapan daerah sekelilingnya
dalam hal bahan mentah, modal, tenaga kerja dan bakat-bakat enterpreneur. Hal ini
menyebabkan kesenjangan antar daerah.
Perencanaan dan aplikasi pembangunan dengan paradigma top down
(sentralistik) tidak dapat membuat perubahan sehingga mulai dievaluasi dan secara
bertahap berubaah menjadi sistem bottom up, dimulai sejak tahun 1998 dengan
diundangkannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah pada tahun 1999 yang
baru diaplikasikan pada tahun 2001. Perubahan dari paradigma sentralistik pasca
otonomi daerah tidak serta merta hilang, namun secara berangsur-angsur mulai
beralih pola ke arah bottom up. Peluang pembangunan wilayah secara nonstruktural,
berdasarkan inisiatif lokal dan dikelola tanpa memiliki keterikatan struktural
administratif terhadap hirarki yang diatasnya.
2.1.2. Pengembangan Wilayah Sistem Bottom Up
Pendekatan teknis kewilayahan melalui pendekatan homogenitas atau sistem
fungsional mengalami proses yang lebih kompleks karena pelaksanaannya meliputi
aspek kesepakatan atau komitmen para aktor regional dalam memadukan kekuatan
Universitas Sumatera Utara
endogen (Abdurrahman, 2005). Kemudian Rustiadi (2006) menambahkan bahwa
konsep integrasi fungsional-spasial seperti yang pernah dicetuskan oleh Rondinelli
berupa pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dengan berbagai ukuran dan
karakteristik fungsional secara terpadu perlu dikembangkan untuk memfasilitasi dan
memberi pelayanan regional secara lebih luas.
Salah satu bentuk konsep ini adalah wilayah agropolitan yang dirancang
pertama kali oleh Friedman, Mc Dauglas, 1978 yang merupakan rancangan
pembangunan dari bawah (development from below) sebagai reaksi dari
pembangunan top down (development from above). Agropolitan merupakan distrik
atau region selektif yang dirancang agar pembangunan digali dari jaringan kekuatan
lokal ke dalam yang kuat baru terbuka keluar (Sugiono, 2002).
Namun dimensi ruang (spatial) memiliki arti yang penting dalam konteks
pengembangan wilayah, karena ruang dapat menciptakan konflik dan pemicu
kemajuan bagi individu dan masyarakat. Secara kuantitas ruang adalah terbatas dan
secara kualitas ruang memiliki karakteristik dan potensi yang berbeda-beda. Maka
dari itu intervensi terhadap kekuatan pasar (planning) yang berwawasan keruangan
memegang peranan yang sangat penting dalam formulasi kebijakan pengembangan
wilayah. Sehingga keserasian berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah
dapat diwujudkan, dengan memanfaatan ruang dan sumber daya yang ada didalamnya
guna mendukung kegiatan kehidupan masyarakat (Riyadi dalam Ambardi, 2002).
Sebagai suatu sistem yang kompleks perlu intervensi isolasi dalam proses
integrasi kedalam dengan kontrol dan subsidi yang mencegah proses infiltrasi dari
Universitas Sumatera Utara
luar (Sugiono, 2002). Namun karena penerapan program agropolitan yang berjalan
seiring dengan proses globalisasi maka proteksi wilayah sulit dilakukan.
Jadi ada dua sisi yang saling tarik menarik dan keduanya juga saling bertolak
belakang. Di mana satu sisi dibutuhkan kemandirian dalam pengembangkan wilayah
sementara disisi lainnya dibutuhkan proteksi atau kekuatan central agar satu dan lain
hal dapat dikondisikan untuk mencapai tujuan yang ideal. Sementara itu hal lain yang
juga berpengaruh besar adalah adanya kekuatan globalisasi yang tidak
memungkinkan bagi pemerintah untuk mengatur segala sesatunya sesuai dengan
konsep yang dicanangkan. Ada beberapa perubahan yang terjadi sesuai dengan
berjalannya proses pembangunan itu sendiri.
2.2. Konsep Pendekatan Pembangunan Desa
Pendekatan pembangunan dapat dilihat dari dua sisi, pertama Pembangunan
yang bertitik tolak pada pembangunan manusia (people centerred development),
konsep pembangunan ini menekankan bahwa manusia adalah subjek pembangunan,
sehingga memandang manusia bukan hanya sebagai faktor produksi namun
memandang manusia sebagai individu yang harus ditingkatkan kapabilitasnya agar
dapat menentukan pilihan-pilihan hidupnya (Indratno, 2006).
Kedua, pendekatan pembangunan yang berorientasi pada produksi (fisik) atau
production centered development, konsep pembangunan ini menekankan bahwa
keberhasilan pembangunan hanya diukur seberapa besar peningkatan produksi setiap
periode dan memandang bahwa manusia sebagai objek pembangunan artinya manusia
Universitas Sumatera Utara
hanya dipandang sebagai faktor produksi, sehingga peningkatan keterampilan atau
keahlian manusia hanya dipandang salah satu peningkatan faktor produksi agar
output yang dihasilkan meningkat (Dirjen Cipta Karya, 2007).
Oleh karena itu ukuran keberhasilan pembangunan yang didasarkan pada
peningkatan produksi atau yang biasa disebut peningkatan pertumbuhan ekonomi
hanya merupakan necessery condition namun bukan sufficient condition. Dengan kata
lain pembangunan secara utuh harus mencakup pembangunan secara fisik yang
diindikasikan sebagai peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sumber
daya manusia (SDM) yang diindikasikan sebagai peningkatan derajat kesehatan dan
pendidikannya.
Upaya pembangunan desa antara lain diwujudkan dengan dilakukannya
pemilihan Kawasan Terpilih Pusat Pengembangan Desa (KTP2D) (cek image 020).
KTP2D adalah satu satuan kawasan perdesaan sebagaimana tercantum dalam UU No.
24/1992, yang terdiri dari desa pusat dan desa-desa lain sebagai desa pendukungnya,
yang memiliki keunggulan strategis berupa:
a. Peran kawasan ini bagi pertumbuhan dan pengembangan potensi kawasan
perdesaan lain di sekitamya,
b. Keuntungan ekonomis (economic scale) guna mengembangkan potensi
andalannya,
c. Memiliki fasilitas pelayanan sosial ekonomi serta tingkat aksesibilitas yang relatif
lebih baik di bandingkan dengan kawasan perdesaan disekitarnya.
Universitas Sumatera Utara
Minat yang makin besar pada pusat wilayah perdesan adalah akibat dari
strategi ‘kebutuhan pokok” yang memberikan perhatian yang besar pada pemerataan
dalam pembagian hasil usaha pembangunan nasional. Strategi “kebutuhan pokok” itu
bukan hanya meliputi kebutuhan sosial seperti pendidikan dan kesehatan saja, tetapi
mengusahakan juga perbaikan pendapatan bagi penduduk miskin di wilayah
perdesaan (Dirjen Cipta Karya, 2007).
Rural Centre Planning (Perencanaan Pusat Wilayah Perdesaan) bertujuan
untuk mengadakan perbaikan dalam hal sosial-ekonomi. Titik berat pada Perencanaan
Pusat Wilayah Perdesaan adalah: perencanaan dan penyebaran, yang harus
diperhatikan adalah (Jayadinata, 1999):
1. Pengembangan wilayah perdesaan dapat berjalan lancar, jika fasilitas dan
pelayanan yang mendorong produksi berlokasi di pusat wilayah perdesaan.
2. Pengembangan perdesaan macam ini, didasarkan akan hirarki pusat perdesaan,
misalnya: ibukota propinsi, ibukota kabupaten, ibukota kecamatan dan pusat
wilayah perdesaan.
3. Perencanaan dilakukan untuk tiap satuan wilayah (yang mungkin dapat dibagi-
bagi lagi) yang ditentukan dengan batas menurut keadaan faktor geografis atau
faktor administratif atau faktor ekonomi.
Pusat-pusat perdesaan (rural centres) direncanakan dengan hubungan hirarki
permukiman dari sistem perkotaan, menurut teori tempat memusat, atau “centre
place”. Pusat-pusat wilayah perdesaan dibentuk di tempat-tempat tertentu (kota,
kecamatan atau beberapa pusat dalam satu kecamatan atau satu pusat untuk dua
Universitas Sumatera Utara
kecamatan). Dengan pembentukan pusat-pusat antara wilayah perdesaan dan wilayah
perkotaan akan terdapat interaksi yang lebih baik. Karena model pusat wilayah
perdesaan itu berfungsi untuk memperbaiki ketidak seimbangan, maka perencana
cenderung untuk menyebar pusat-pusat sebanyak mungkin. Dengan sistem “central
place” dalam wilayah perdesaan terdapat pemusatan dari usaha pengembangan.
Menurut keterangan Rodinelli dan Ruddl (1979) dalam Indratno (2006):
1. Penempatan kegiatan sosial-ekonomi yang terpusat dalam suatu pusat wilayah
perdesaan tertentu, keuntungannya lebih tinggi dan penjalaran pembangunan
berlaku lebih baik.
2. Pusat wilayah perdesaan yang menghubungkan dengan perekonomian di wilayah
hinterland, seperti: pasar, kantor pesanan, dan sebagainya, menambah kesempatan
kerja.
3. Pusat wilayah perdesaan yang mempunyai prasarana yang lengkap dapat menarik
orang-orang yang ingin maju dan wiraswasta yang berbobot, sehingga dapat
terciptakan lingkungan yang baik bagi investasi baru.
4. Keuntungan dari investasi yang dari waktu dahulu, dapat membentuk modal baru
dan memungkinkan pertumbuhan.
5. Investasi dalam prasarana dan utilitas dapat menarik kegiatan ekonomi baru.
6. Pemusatan prasarana sosial-ekonomi mendorong pembuatan jalan-jalan baru dan
hal ini menarik kegiatan sosial ekonomi baru.
7. Lokasi kegiatan ekonomi, fasilitas sosial dan bermacam-macam prasarana yang
terdapat dalam suatu pusat wilayah pedesaan mendorong terbentuknya pemasaran
Universitas Sumatera Utara
baru bagi bahan mentah serta barang setengah jadi, dan memberikan keuntungan
bagi para produsen.
Terkait dengan pemenuhan kebutuhan terhadap “basic need” bagi masyarakat
perdesaan, baik secara ekonomi maupun social, maka fungsi dan peranan rural center
planning tersebut meliputi:
1. Pemasaran/koleksi dari surplus produksi pertanian (sebagai kebalikan dari
distribusi).
2. Penyediaan/distribusi input-input pertanian yang penting, seperti pupuk,
perlengkapan peralatan, kredit, fasilitas reparasi.
3. Penyediaan fasilitas pengolahan hasil pertanian baik untuk kebutuhan subsisten
maupun untuk tujuan pemasaran.
4. Penyediaan pelayanan sosial
2.3. PNPM-PISEW
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan Infrastruktur
Sosial Ekonomi Wilayah PNPM-PISEW adalah salah satu program inti dari PNPM
yang memiliki kriteria berorientasi pada konsep "Community Driven Development
(CDD)" dan "Labor Intensive Activities (LIA)". Sebagai bagian dari PNPM, PISEW
memiliki 3 (tiga) tujuan utama, yaitu pertama, mengurangi kesenjangan antarwilayah
dengan cara membentuk dan membangun Kawasan Strategis Kabupaten (KSK),
kedua, memperkuat lembaga Pemerintah Daerah dan institusi lokal di tingkat desa,
yang akan dilaksanakan melalui pelaksanaan diseminasi, sosialisasi dan pelatihan di
Universitas Sumatera Utara
berbagai tingkatan pemerintahan serta pelaksanaan musyarawarah, forum-forum
konsultasi dan pendampingan yang melibatkan masyarakat, dari tingkat desa sampai
kecamatan, dan ketiga, sebagai tujuan akhir adalah mengurangi tingkat kemiskinan
dan angka pengangguran. Kesemua tujuan tersebut akan diupayakan melalui
pendekatan percepatan pembangunan ekonomi masyarakat yang berbasis sumberdaya
lokal melalui pembangunan sarana prasarana sosial dan ekonomi dasar di perdesaan
(Dirjen Cipta Karya, 2008).
Tujuan kegiatan PNPM-PISEW terdiri dari dua komponen, yaitu kegiatan
penyediaan infrastruktur dasar perdesaan skala kecil, dan penyelenggaraan pelatihan
dan pendampingan masyarakat dan aparat pemerintah daerah. Infrastruktur dasar
perdesaan skala kecil mencakup 6 (enam) kategori, yaitu: (i) transportasi; (ii)
peningkatan produksi pertanian; (iii) peningkatan pemasaran pertanian; (iv) air bersih
dan sanitasi lingkungan; (v) pendidikan; dan (vi) kesehatan.
Pembentukan dan penguatan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) diarahkan
sebagai pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten, sehingga PNPM-
PISEW juga diharapkan dapat menjadi bagian dari pelaksanaan UU No.26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang. Pada akhirnya, kegiatan PNPM-PISEW diharapkan
dapat membuka dan mengembangkan potensi lokal, sehingga kegiatan ekonomi dan
sosial perdesaan yang terbangun dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Dengan demikian diharapkan tingkat kemiskinan dan angka pengangguran,
khususnya di wilayah perdesaan, dapat menurun sejalan dengan meningkatnya
kesejahteraan masyarakat perdesaan setempat.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pelaksanaan program, proses perencanaan PNPM-PISEW yang
dilakukan secara partisipatif, diarahkan sebagai wujud pelaksanaan Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) sebagaimana tertuang dalam UU No. 25
Tahun 2004 tentang SPPN. Usulan kegiatan partisipatif PNPM-PISEW akan dapat
mengisi dan merupakan bagian dari pelaksanaan Rencana Strategis Daerah
(Renstrada) dari masing-masing kecamatan dan kabupaten peserta. Dengan demikian
diharapkan kegiatan PNPM-PISEW dapat bersinergi dengan kegiatan lainnya dari
program pembagunan daerah terkait, dan memiliki kontribusi dalam pelaksanaan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan
penjabaran dari RPJM Nasional.
Dari sisi penyelenggaraan pemerintahan daerah, penguatan proses penyusunan
renstrada kecamatan dan kabupaten oleh PNPM-PISEW ini diharapkan dapat
memperkuat proses Otonomi Daerah dan Desentralisasi sebagaimana diamanatkan
oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana perihal renstrada
kecamatan secara khusus tertuang dalam PP No.19 Tahun 2008 tentang Kecamatan.
2.4. Transportasi dan Interaksi antar Wilayah
Suatu wilayah tertentu bergantung pada wilayah lain. Demikian juga wilayah
lain memiliki ketergantungan pada wilayah tertentu. Diantara wilayah-wilayah
tersebut, terdapat wilayah-wilayah tertentu yang memiliki kelebihan dibanding yang
lain sehingga wilayah tersebut memiliki beberapa fasilitas yang mampu melayani
kebutuhan penduduk dalam radius yang lebih luas, sehingga penduduk pada radius
Universitas Sumatera Utara
tertentu akan mendatangi wilayah tersebut untuk memperoleh kebutuhan yang
diperlukan.
Morlok (2005) mengemukakan bahwa akibat adanya perbedaan tingkat
pemilikan sumberdaya dan keterbatasan kemampuan wilayah dalam mendukung
kebutuhan penduduk suatu wilayah menyebabkan terjadinya pertukaran barang,
orang dan jasa antar wilayah. Pertukaran ini diawali dengan proses penawaran dan
permintaan. Sebagai alat bantu proses penawaran dan permintaan yang perlu
dihantarkan menuju wilayah lain diperlukan sarana transportasi. Sarana transportasi
yang memungkinkan untuk membantu mobilitas berupa angkutan umum.
Dalam menyelenggarakan kehidupannya, manusia mempergunakan ruang
tempat tinggal yang disebut permukiman yang terbentuk dari unsur-unsur working,
opportunities, circulation, housing, recreation, and other living facilities (Coley,
1994). Unsur circulation adalah jaringan transportasi dan komunikasi yang ada
dalam permukiman. Sistem transportasi dan komunikasi meliputi sistem internal dan
eksternal. Jenis yang pertama membahas sistem jaringan yang ada dalam kesatuan
permukiman itu sendiri. Jenis yang kedua membahas keadaan kualitas dan kuantitas
jaringan yang menghubungkan permukiman satu dengan permukiman lainnya di
dalam satu kesatuan permukiman.
Perpindahan manusia dan barang dari satu tempat ke tempat lain selalu
melalui jalur-jalur tertentu. Tempat asal dan tempat tujuan dihubungkan satu sama
lain dengan suatu jaringan (network) dalam ruang. Jaringan tersebut dapat berupa
jaringan jalan, yang merupakan bagian dari sistem transportasi. Transportasi
Universitas Sumatera Utara
merupakan hal yang penting dalam suatu sistem, karena tanpa transportasi
perhubungan antara satu tempat dengan tempat lain tidak terwujud secara baik
(Schipper, 2002).
Hurst (1974) dalam Rustiadi, dkk (2011) mengemukakan bahwa interaksi
antar wilayah tercermin pada keadaan fasilitas transportasi serta aliran orang,
barang, maupun jasa. Transportasi merupakan tolok ukur dalam interaksi keruangan
antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses
perkembangan suatu wilayah. Wilayah dengan kondisi geografis yang beragam
memerlukan keterpaduan antar jenis transportasi dalam melayani kebutuhan
masyarakat. Pada dasarnya, sistem transportasi dikembangkan untuk
menghubungkan dua lokasi guna lahan yang mungkin berbeda. Transportasi
digunakan untuk memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain
sehingga mempunyai nilai ekonomi yang lebih meningkat.
Dengan transportasi yang baik, akan memudahkan terjadinya interaksi antara
penduduk lokal dengan dunia luar. Keterisolasian merupakan masalah pertama yang
harus ditangani. Transportasi berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan
produsen dengan konsumen dan meniadakan jarak diantara keduanya. Jarak tersebut
dapat dinyatakan sebagai jarak waktu maupun jarak geografis. Jarak waktu timbul
karena barang yang dihasilkan hari ini mungkin belum dipergunakan sampai besok.
Jarak atau kesenjangan ini dijembatani melalui proses penggudangan dengan teknik
tertentu untuk mencegah kerusakan barang yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Transportasi erat sekali dengan penggudangan atau penyimpanan karena
keduanya meningkatkan manfaat barang. Angkutan menyebabkan barang dapat
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga bisa dipergunakan di tempat
barang itu tidak didapatkan. Dengan demikian menciptakan manfaat tempat.
Penyimpanan atau penggudangan juga memungkinakan barang disimpan sampai
dengan waktu dibutuhkan dan ini berarti memberi manfaat waktu (Coley, 1994).
Pembangunan suatu jalur transportasi maka akan mendorong tumbuhnya fasilitas-
fasilitas lain yang tentunya bernilai ekonomis.
Perbedaan sumberdaya yang ada di suatu daerah dengan daerah lain
mendorong masyarakat untuk melakukan mobilitas sehingga dapat memenuhi
kebutuhannya. Dalam proses mobilitas inilah transportasi memiliki peranan yang
penting untuk memudahkan dan memperlancar proses mobilitas tersebut. Proses
mobilitas ini tidak hanya sebatas oleh manusia saja, tetapi juga barang dan jasa.
Dengan demikian nantinya interaksi antar daerah akan lebih mudah dan dapat
mengurangi tingkat kesenjangan antar daerah.
Kebutuhan akan pergerakan bersifat kebutuhan turunan. Pergerakan terjadi
karena adanya proses pemenuhan kebutuhan. Pergerakan tidak akan terjadi
seandainya semua kebutuhan tersebut menyatu dengan permukiman. Namun pada
kenyataannya semua kebutuhan manusia tidak tersedia di satu tempat. Atau dengan
kata lain lokasi kegiatan tersebar secara heterogen di dalam ruang. Dengan demikian
perlu adanya pergerakan dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam melakukan pergerakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut,
penduduk mempunyai dua pilihan yaitu bergerak dengan moda transportasi dan
tanpa moda transpotasi (berjalan kaki). Pergerakan tanpa moda tranportasi biasanya
berjarak pendek, sedangkan pergerakan dengan moda transportasi berjarak sedang
atau jauh. Transportasi merupakan penghubung utama antara dua daerah yang
sedang berinteraksi dalam pembangunan. Tanpa adanya jaringan transportasi tidak
mungkin pembangunan dapat diperkenalkan ke luar daerah. Jalan merupakan akses
transportasi dari suatu wilayah menuju ke wilayah.
Aktivitas penduduk yang meningkat perlu dijadikan perhatian dalam
merumuskan kebijakan di bidang transportasi karena manusia senantiasa
memerlukan transportasi. Hal ini merupakan sesuatu hal yang merupakan
ketergantungan sumberdaya antar tempat. Hal ini menyebabkan proses interaksi
antar wilayah yang tercermin pada fasilitas transportasi. Transportasi merupakan
tolok ukur interaksi antar wilayah.
Salah satu hal yang penting tentang transportasi dengan perkembangan
wilayah adalah aksesibilitas. Yang dimaksud aksesibilitas adalah kemampuan atau
keadaan suatu wilayah, region, ruang untuk dapat diakses oleh pihak luar baik secara
langsung atau tidak langsung. Pembangunan perdesaanpun menjadi kian lambat dan
terhambat hanya karena minimnya sarana transportasi yang ada (Margaretta, 2000).
Dengan adanya transportasi dapat membuka jalan komunikasi antar daerah sehingga
terjadi aliran barang, jasa, manusia, dan ide-ide sebagai modal bagi suatu daerah
untuk maju dan berkembang.
Universitas Sumatera Utara
Transportasi dapat menjadi fasilitator bagi suatu daerah untuk maju dan
berkembang karena transportasi meningkatkan aksesibilitas suatu daerah.
Transportasi sering dikaitkan dengan aksesibilitas suatu wilayah. Dalam
pembangunan perdesaan keberadaan prasarana dan sarana transportasi tidak dapat
diabaikan dalam suatu rangkaian program pembangunan. Terjadinya proses produksi
yang efisien, selalu didukung oleh sistem transportasi yang baik, investasi dan
teknologi yang memadai sehingga tercipta pasar dan nilai.
Aksesibilitas yang baik juga akan mendorong minat swasta dan masyarakat
untuk menanamkan modalnya dalam rangka pengembangan wilayah. Dengan
demikian akan memajukan kegiatan perekonomian masyarakat, dan dapat
mengentaskan atau setidaknya dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar
wilayah yang memiliki potensi sama atau berbeda .
Menurut Santosa (2005) agar perencanaan aksesibilitas berjalan dengan baik
dan dapat dimanfaatkan secara optimal maka dapat dipakai pedoman antara lain:
(a) Perencanaan tersebut diintegrasikan dengan mempertimbangkan semua aspek
kebutuhan rumah tangga, baik kebutuhan hidup sehari-hari, ekonomi, maupun
kebutuhan sosial.
(b) Perencanaan tersebut berdasarkan pada sistem pengumpulan data yang cermat
(c) Menggunakan rumah tangga sebagai fokus dalam proses perencanaan
(d) Mengembangkan seperangkat set informasi yang komprehensif pada semua
aspek infrastruktur perdesaan
Universitas Sumatera Utara
(e) Mengidentifikasi intervensi-intervensi antara perbaikan sistem transportasi lokal
(jalan dan pelayanan transportasi lokal) dan untuk lokasi pelayanan yang paling
cocok
(f) Perencanaan tersebut mudah diaplikasikan
(g) Perencanaan tersebut murni menggunakan perencanaan pendekatan sistem
bottom-up.
2.5. Pendapatan Mayarakat
Dalam mengukur kondisi ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu
konsep yang paling sering digunakan adalah tingkat pendapatan. Pendapatan
menunjukkan seluruh uang atau hasil material lainnya yang dicapai dari penggunaan
kekayaan atau jasa yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka
waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi (Winardi, 1998). Dengan kata lain
pendapatan dapat juga diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima
pekerja, buruh atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia
melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan instansi atau pendapatan selama ia
bekerja atau berusaha. Setiap orang yang bekerja akan berusaha untuk memperoleh
pendapatan dengan jumlah yang maksimum agar bisa memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Pendapatan masyarakat dapat berasal dari bermacam-macam sumber, yaitu:
dari sektor formal, maupun informal. Masyarakat pedesaan pada umumnya adalah
petani. Petani sebagai pihak yang mengusahakan pertanian memperoleh pendapatan
Universitas Sumatera Utara
dari hasil usahataninya, yaitu berupa hasil penjualan dari produk-produk pertanian
yang dihasilkannya.
Dalam hal ini pendapatan petani dipengaruhi oleh jumlah produksi yang
dihasilkan serta harga jual hasil produksi setelah dikurangi dengan biaya-biaya
produksi. Biaya produksi usahatani timbul dari penggunaan sejumlah faktor produksi,
diantaranya tenaga kerja, bibit, pupuk, pestisida dan teknologi pengolahan. Oleh
karena itu tingkat pendapatan petani tergantung dari efisiensi penggunaan faktor-
faktor produksi tersebut, termasuk juga dalam hal harga dari faktor-faktor produksi
tersebut (Mubyarto, 2007).
Dalam hubungannya dengan penelitian ini, bahwa pembangunan infrastruktur
jalan dan kegiatan penunjang pertanian akan meningkatkan pendapatan masyarakat,
karena pada umumnya sumber mata pencaharian masyarakat adalah sebagai petani.
Pembangunan infrastruksut jalan akan memperlancar akses masyarakat terhadap
sumber faktor produksi sehingga dapat mengurangi harga faktor produksi tersebut, di
mana selain dipengaruhi oleh jarak, harga juga dapat dipengaruhi kondisi sarana dan
prasaran jalan untuk sampai di tingkat petani. Demikian juga halnya dengan
penjualan hasil produksi pertanian akan dipengaruhi kelancaran aksesibilitas transaksi
antara petani dengan pedagang. Oleh karena itu dalam upaya pembangunan
pedesaan, pemerintah berusaha untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur fisik
diantaranya jalan desa, selain peningkatan kualitas sumber daya manusia petani
melalui pemberdayaan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Penelitian Sebelumnya
Indratno (2006) melakukan kajian Pengembangan Pusat Pertumbuhan Dalam
Rangka Pengembangan Kawasan Perdesaan: Studi Kasus Kawasan Terpilih Pusat
Pertumbuhan Desa (KTP2D) di Bandung. Hasil analisis menunjukkan bahwa
perkembangan desa dipengaruhi oleh infrastruktur desa, salah satu diantaranya adalah
jalan desa. Kondisi jalan desa mempengaruhi pertumbuhan desa, di mana semakin
baik kondisi jalan desa maka pertumbuhan desa cenderung semakin meningkat.
Panggabean (2008), melakukan studi tentang Peranan Pertanian Dalam
Ekonomi Pedesaan. Hasil studi menunjukkan bahwa pertanian memiliki peran yang
sangat penting dalam pembangunan ekonomi, di mana pembangunan pertanian
merupakan prasyarat adanya kemajuan dalam tahapan-tahapan pembangunan
selanjutnya. Pembangunan pertanian merupakan penentu utama dalam pertumbuhan
ekonomi pedesaan, di mana salah satu kendala dalam pertumbuhan ekonomi pedesaan
adalah kurang infrastruktur yang memada di pedesaan.
Setiawan (2008) melakukan penelitian dengan judul Pembangunan
Infrastruktur Perdesaan Dengan Partisipasi Masyarakat di Kabupaten Indragiri Hulu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat cukup tinggi dalam
pembangunan infrastruktur pedesaan. Hal ini berhubungan dengan harapan
masyarakat desa agar aksesibilitas dari dan ke desa menjadi lancar sehingga akan
memperlancar pemasaran hasil-hasil produksi pertanian, yang pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan masyarakat desa, yang pada umumnya adalah petani.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa pertanian
Universitas Sumatera Utara
memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat desa.
Perkembangan desa dipengaruhi oleh infrastruktur desa, salah satunya adalah jalan
desa. Sehubungan dengan penelitian, maka pembangunan jalan desa di Desa Kuta
Rayat diharapkan akan meningkatkan pembangunan ekonomi masyarakat desa.
2.7. Kerangka Berpikir
Dalam rangka meningkatkan percepatan pembangunan pedesaan, maka
pemerintah melakukan PNPM PISEW yang bertujuan untuk meningkatkan
infrastruktur sosial ekonomi wilayah pedesaan. Program ini terdiri dari tiga kelompok
kegiatan utama, yaitu investasi untuk pengembangan infrastruktur desa, investasi
untuk kegiatan penunjang produksi pertanian, serta investasi untuk peningkatan saran
pendukung. Infrastruktur desa (terutama jalan) yang memadai dapat meningkatkan
aksesibilitas masyarakat desa, yang dapat dilihat dari kelancaran pengangkutan
barang dan orang, waktu tempuh, penurunan biaya angkut hasil pertanian, serta
manfaat jalan bagi masyarakat sehari-hari. Pembangunan kegiatan penunjang
peningkatan produksi pertanian berarti juga membangun ekonomi pedesaan sehingga
pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan masyarakat di desa, baik dari segi
harga produksi maupun dari segi ketersediaan sarana produksi. Selain itu masyarakat
desa juga membutuhkan prasarana pendukung lainnya, seperti air bersih dan sanitasi
lingkungan, prarsana pendukung pendidikan maupun kesehatan. Di mana
pembangunan prasarana pendukung ini akan meningkatkan kualitas lingkungan dan
sumber daya manusia pendesaan.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan pendapatan masyarakat desa dengan ketersediaan aksesibilitas
desa yang memadai akan meningkatkan pengembangan wilayah. Hubungan ini
diperlihatkan dalam skema pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Program Pembangunan Pedesaan
Peningkatan Jalan Desa melalui PNPM PISEW
Pengembangan Wilayah
Pendapatan Masyarakat
Aksesibilitas Masyarakat - Kelancaran pengangkutan - Waktu tempuh - Penurunan biaya angkut
Peningkatan harga lahan
Universitas Sumatera Utara
2.8. Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Peningkatan jalan desa memberikan dampak positif terhadap peningkatan
aksesibilitas masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten
Karo.
2. Peningkatan jalan desa memberikan dampak positif terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten
Karo.
3. Peningkatan jalan desa memberikan dampak positif terhadap peningkatan harga
lahan di Desa Kuta Rayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.
4. Peningkatan jalan berkorelasi positif terhadap pengembangan wilayah di
Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo.
Universitas Sumatera Utara