bab ii tinjauan pustaka 2.1. 2.1.1.1. definisi skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan...

26
Universitas Esa Unggul 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Skizofrenia 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006). Skizofrenia merupakan gangguan psikiatris serius yang dicirikan melalui kelemahan komunikasi akibat kehilangan kontak dengan realita dan kemunduran tingkat fungsi dalam bekerja, hubungan sosial atau pemeliharaan diri dari sebelumnya (Aprilistyawati, 2013). Diagnosis skizofrenia mensyaratkan setidaknya satu gejala diantara delusi, halusinasi, atau ucapan yang tidak terorganisir (Mahan dan Raymon, 2017). 2.1.1.2. Tipe-Tipe Skizofrenia Dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia tahun 2015, bentuk-bentuk skizofrenia meliputi : a. Skizofrenia Paranoid Gangguan skizofrenia yang didominasi oleh waham paranoid yang relatif stabil, biasanya disertai dengan halusinasi, terutama berbagai variasi halusinasi dengar dan gangguan persepsi lainnya. Tanda gangguan berlangsung terus-menerus sedikitnya selama 6 bulan (Stuart, 2006 ; WHO, 2004). b. Skizofrenia Hebefrenik (Skizofrenia disorganisasi) Gangguan skizofrenia yang biasanya timbul pada usia remaja atau dewasa awal, dengan perubahan afektif yang menonjol, waham dan halusinasi yang singkat dan terpecah, perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan serta seringkali disertai dengan manerisme. Ditandai dengan ketidaklogisan (proses berpikir tidak terorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan inkoheren serta cenderung menarik diri secara sosial. Prognosisnya cenderung buruk karena perkembangan gejala negatif terjadi dengan cepat, terutama afek datar atau tumpul dan kehilangan minat dalam semua hal (WHO, 2004). c. Skizofrenia Katatonik Gangguan skizofrenia yang didominasi oleh menonjolnya gangguan psikomotor seperti hiperkinesis dan

Upload: dinhquynh

Post on 08-Jun-2019

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Skizofrenia

2.1.1.1. Definisi Skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan

serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran

konkret, dan kesulitan dalam memproses informasi, hubungan

interpersonal, serta memecahkan masalah (Stuart, 2006).

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatris serius yang dicirikan

melalui kelemahan komunikasi akibat kehilangan kontak dengan

realita dan kemunduran tingkat fungsi dalam bekerja, hubungan

sosial atau pemeliharaan diri dari sebelumnya (Aprilistyawati,

2013). Diagnosis skizofrenia mensyaratkan setidaknya satu

gejala diantara delusi, halusinasi, atau ucapan yang tidak

terorganisir (Mahan dan Raymon, 2017).

2.1.1.2. Tipe-Tipe Skizofrenia

Dalam Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia tahun

2015, bentuk-bentuk skizofrenia meliputi :

a. Skizofrenia Paranoid

Gangguan skizofrenia yang didominasi oleh waham

paranoid yang relatif stabil, biasanya disertai dengan

halusinasi, terutama berbagai variasi halusinasi dengar dan

gangguan persepsi lainnya. Tanda gangguan berlangsung

terus-menerus sedikitnya selama 6 bulan (Stuart, 2006 ;

WHO, 2004).

b. Skizofrenia Hebefrenik (Skizofrenia disorganisasi)

Gangguan skizofrenia yang biasanya timbul pada usia

remaja atau dewasa awal, dengan perubahan afektif yang

menonjol, waham dan halusinasi yang singkat dan terpecah,

perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat

diramalkan serta seringkali disertai dengan manerisme.

Ditandai dengan ketidaklogisan (proses berpikir tidak

terorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan

inkoheren serta cenderung menarik diri secara sosial.

Prognosisnya cenderung buruk karena perkembangan gejala

negatif terjadi dengan cepat, terutama afek datar atau tumpul

dan kehilangan minat dalam semua hal (WHO, 2004).

c. Skizofrenia Katatonik

Gangguan skizofrenia yang didominasi oleh

menonjolnya gangguan psikomotor seperti hiperkinesis dan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

12

stupor, atau kepatuhan otomatik dan negatifisme. Sikap dan

posisi tubuh yang terbatas mungkin dipertahankan dalam

periode yang cukup lama. Gambaran klinis yang menonjol

dapat berupa episode kesenangan terhadap kekerasan (WHO,

2004).

d. Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated Type)

Merupakan kondisi yang memenuhi kriteria diagnostik

umum untuk skizofrenia, tetapi tidak memenuhi salah satu

dari subtipe skizofrenia lain (WHO, 2004).

e. Skizofrenia Residual

Stadium kronik dalam perkembangan penyakit

skizofrenia, yang progresivitasnya jelas dimulai dari stadium

awal, terdiri dari satu atau lebih episode ke stadium lebih

lanjut, ditandai oleh adanya gejala negatif jangka panjang

yang kadang-kadang ireversibel serta adanya perburukan

seperti keterlambatan psikomotor, aktivitas rendah, afek

tumpul, pasif, kurang inisiatif, kuantitas dan isi pembicaraan

buruk, serta rendahnya perawatan diri, penampilan sosial dan

komunikasi non verbal (WHO, 2004).

f. Skizofrenia Simpleks (Skizofrenia Sederhana)

Suatu gangguan munculnya perilaku aneh, tidak

mampu memenuhi tuntutan masyarakat, kehilangan ambisi,

minat, dan inisiatif yang tersembunyi dan membahayakan

secara berangsur, melakukan penarikan diri secara sosial, dan

mengalami penurunan penampilan total, yang terjadi secara

mendadak tetapi progresif (Aprilistyawati, 2013; WHO,

2004).

2.1.1.3. Gejala Skizofrenia

Skizofrenia adalah gangguan mental yang ditandai

dengan beberapa domain gejala, terutama gejala positif

(halusinasi dan delusi), dan gejala negatif (afek tumpul,

rendahnya kemampuan berbicara, kehilangan minat, dan

penarikan sosial), serta gangguan kognitif dengan penurunan

fungsional yang lambat namun progresif (Lasevoli et al., 2014).

Menurut National Institute of Mental Health (2007), gejala

skizofrenia terbagi dalam tiga kategori umum:

a. Gejala Positif

Meliputi pemikiran atau persepsi yang tidak biasa,

termasuk halusinasi, delusi, gangguan pikiran, dan gangguan

gerakan. Gejala positif skizofrenia berhubungan dengan

gangguan sirkuit mesolimbik yang merupakan bagian dari

sistem limbik otak yang dianggap terlibat dalam banyak

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

13

perilaku seperti sensasi yang menyenangkan, serta delusi dan

halusinasi. Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal

mesolimbik termasuk dopamin, yang memainkan peran

pengatur yang dominan, serta beberapa neurotransmitter lain

yang memainkan peran regulasi yang penting tetapi mungkin

lebih sedikit, seperti serotonin, asam gamma-aminobutirik

(GABA), dan glutamat (glu). Secara khusus, gejala positif

sering terjadi berkaitan dengan gejala agresif seperti

penyerangan dan umpatan (Stahl, 2008).

b. Gejala Negatif

Meliputi penurunan kemampuan untuk memulai

rencana, berbicara, mengekspresikan emosi, atau menemukan

kesenangan dalam kehidupan sehari-hari. Gejala ini lebih

sulit dikenali sebagai bagian dari gangguan skizofrenia dan

bisa disalah artikan sebagai bentuk kemalasan atau depresi.

Gejala negatif secara hipotetis terkait dengan gangguan

sirkuit mesokortikal dan mungkin juga melibatkan daerah

mesolimbik seperti nukleus akumbens, yang merupakan

bagian dari sirkuit penghargaan (reward circuit) otak dan

dengan demikian memainkan peran dalam motivasi. Nukleus

akumbens juga dapat terlibat dalam peningkatan tingkat

penggunaan zat dan penyalahgunaan yang terlihat pada

pasien dengan skizofrenia. Gejala negatif dapat terjadi dan

tumpang tindih bersama dengan gejala kognitif dan gejala

afektif seperti kehilangan minat (Stahl, 2008).

c. Gejala Kognitif

Merupakan gangguan yang mempengaruhi atensi, jenis

memori tertentu, dan fungsi eksekutif. Defisit kognitif juga

sulit dikenali sebagai bagian dari gangguan skizofrenia

namun merupakan gangguan yang paling melumpuhkan

dalam menjalani kehidupan normal. Gejala kognitif

skizofrenia secara hipotesis terkait dengan pemrosesan

informasi abnormal di korteks prefrontal dorsolateral.

Korteks prefrontal dorsolateral dihipotesiskan berperan

dalam mengatur kognisi dan fungsi eksekutif (Stahl, 2008).

2.1.1.4. Patofisiologi

Asal-usul dan penyebab skizofrenia belum sepenuhnya

diketahui. Namun, sebagian besar diasumsikan sebagai kelainan

heterogen yang kemungkinan diakibatkan oleh kombinasi faktor

biokimia, genetik dan lingkungan, gizi, serta infeksi (Mahan dan

Raymon, 2017).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

14

a. Faktor Biokimia

Kemungkinan ketidakseimbangan sistem kimia otak

yang saling terkait dan melibatkan neurotransmiter dopamin

dan glutamat, berperan dalam skizofrenia (Bennasir et al.,

2010). Dopamin adalah neurotransmiter yang terlibat dalam

patologi skizofrenia (Brisch et al., 2014). Hipotesis dopamin

klasik tentang skizofrenia menyatakan adanya hiperaktivitas

transmisi dopaminergik pada reseptor dopamin D2 dalam

proyeksi mesensefalik ke striatum limbik terutama pada

etiologi gejala positif. Selain itu, gejala negatif dan gejala

ekstrapiramidal (EPS) telah dipostulasikan berkaitan dengan

defisit dalam aktivitas dopaminergik pada sistem

mesokortikal dan nigrostriatal (Gaur et al., 2008). Sementara

itu, hipotesis dopamin yang direvisi menyatakan bahwa

terdapat kelainan dopamin di daerah otak mesolimbik dan

prefrontal pada skizofrenia (Brisch et al., 2014).

Adapun gagasan teori glutamat berakar dari

pengamatan bahwa ketika phensiklidin hidroklorida (PCP)

diberikan kepada orang normal, maka dapat memicu gejala-

gejala psikosis yang sangat menyerupai skizofrenia. Peran

utama PCP adalah mengurangi aktivitas glutamat pada

reseptor NMDA yang merupakan reseptor glutamat didalam

otak yang berperan dalam mengendalikan kecepatan kerja

neurotransmiter di sinaps dan fungsi memori. Teori ini

mendapatkan dukungan kuat ketika diketahui bahwa aktivitas

NMDA (N-methyl-D-aspartate) yang meningkat dapat

mengurangi gejala-gejala skizofrenia secara efektif (Walsh,

2015).

b. Faktor Genetik dan Lingkungan

Terdapat kecenderungan skizofrenia dapat ditularkan

secara genetis (Fadhli, 2010). Risiko skizofrenia meningkat

sekitar 9% pada seseorang yang mempunyai hubungan

keluarga tingkat satu (seperti orang tua, saudara laki-laki atau

perempuan) dengan gangguan skizofrenia, atau, pada kasus

anak-anak dari dua orang tua yang terkena dampak, sekitar

27%. Sedangkan, pada anak angkat dengan orang tua biologis

penderita skizofrenia berisiko mengalami skizofrenia sekitar

6-10 kali lebih tinggi daripada populasi umum (Giegling et

al., 2017).

Gen berada pada 23 pasang kromosom yang ditemukan

di setiap sel. Setiap individu mewarisi dua salinan dari setiap

gen, satu dari setiap induknya. Beberapa gen ini dianggap

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

15

terkait dengan peningkatan risiko skizofrenia, namun para

ilmuwan meyakini bahwa setiap gen memiliki efek yang

sangat kecil terhadap kejadian skizofrenia. Beberapa faktor

lingkungan telah diperkirakan sebagai faktor risiko, seperti

paparan virus atau kekurangan gizi di dalam rahim, masalah

saat lahir, dan faktor psikososial, seperti kondisi lingkungan

yang penuh tekanan (National Institute of Mental Health,

2007).

Interaksi antara risiko genetik dan stresor lingkungan

mempengaruhi metilasi DNA, memproduksi perubahan

ekspresi gen melalui epimutasi. Mekanisme penting dimana

efek samping dari faktor risiko lingkungan dapat

mempengaruhi ekspresi gen merupakan faktor epigenetik

(Moran et al., 2016). Modulasi epigenetik aktivitas DNA

berlanjut sepanjang umur, sebagai respons terhadap

perubahan atau lingkungan patologis, bahkan pada sel

somatik dan neuron yang terdiferensiasi sepenuhnya.

Kerentanan seumur hidup terhadap pengaruh lingkungan ini

memberi mekanisme adaptasi genom terhadap lingkungan.

Namun, hal itu juga memungkinkan patogen lingkungan

mencapai inti sel dan mempengaruhi genom dengan

menciptakan keadaan epigenetik abnormal yang dapat

menginduksi disregulasi perkembangan dan atau fungsi serta

meningkatkan risiko penyakit kompleks, termasuk kanker

dan skizofrenia (Svrakic et al., 2013).

c. Faktor Gizi

Asupan zat gizi merupakan faktor penting yang

mempengaruhi kesehatan mental dan perkembangan

gangguan kejiwaan seperti skizofrenia. Selain itu, zat gizi

yang tepat selama kehamilan sangat penting untuk

perkembangan otak janin yang optimal. Hal ini

dimungkinkan karena insufisiensi gizi (misalnya, asam folat,

asam lemak esensial, zat besi, vitamin A, vitamin D)

meningkatkan risiko spontan mutasi genetik dan atau

mengganggu perkembangan saraf yang tepat, sehingga

meningkatkan risiko skizofrenia (King et al., 2010; Opler et

al., 2013; Lim et al., 2016).

Salah satu faktor gizi penting yang dapat berkontribusi

pada perkembangan skizofrenia sebelum konsepsi adalah

berkurangnya kadar folat pada ibu, suatu mikronutrien yang

diperlukan untuk pembelahan sel. Selama kehamilan,

kebutuhan tubuh akan folat meningkat (Opler et al., 2013).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

16

Kadar folat ibu yang rendah dan kadar homosistein yang

meningkat pada trimester ketiga dapat menjadi faktor risiko

untuk skizofrenia melalui efek perkembangan pada struktur

dan fungsi otak dan atau melalui kerusakan halus pada

pembuluh darah plasenta yang membahayakan pengiriman

oksigen ke janin (Ramachandran dan Thirunavakarasu,

2012).

d. Faktor Infeksi

Infeksi bakteri maternal dianggap sebagai salah satu

faktor yang berkaitan dengan risiko berkembangnya psikosis.

Sebuah studi menggunakan data kohort perinatal Kopenhagen

telah mengidentifikasi 85 kasus skizofrenia. Dalam kasus ini,

paparan trimester pertama terhadap infeksi bakteri dikaitkan

dengan peningkatan risiko skizofrenia, yang menunjukkan

adanya hubungan antara infeksi bakteri ibu selama kehamilan

dan keturunan berisiko skizofrenia. Asosiasi antara risiko

skizofrenia dan paparan pra lahir terhadap infeksi (baik virus

maupun bakteri) dapat dimediasi melalui saluran sitokin

trans-plasenta yang diproduksi oleh ibu sebagai respons

terhadap infeksi. Misalnya, Interleukin-8 (IL-8) melintasi

penghalang plasenta dan telah terlibat dalam perkembangan

otak awal (Mufaddel et al., 2014). Peningkatan kadar IL-8 ibu

hamil terkait secara signifikan dengan penurunan volume

otak, yaitu volume yang lebih rendah dari cingulum posterior

kanan dan korteks entorhinal kiri serta volume ventrikel yang

lebih tinggi pada keturunan skizofrenia (Muller et al., 2015).

Selain itu, beberapa virus dan patogen lain yang berimplikasi

pada perkembangan skizofrenia yakni :

1) Rubella

Rubella pada masa prenatal adalah teratogen sistem

saraf yang dikenal luas dan mungkin merupakan penyebab

beberapa gangguan kejiwaan masa kanak-kanak. Sebuah

penelitian yang memeriksa risiko skizofrenia pada peserta

kohort di kota New York yang terlahir dari ibu dengan

rubella klinis, menemukan bahwa 20 % dari subyek yang

terkena rubella pra lahir didiagnosis dengan skizofrenia

dewasa dan menunjukkan peningkatan risiko 10 hingga 20

kali lipat (Duggal et al., 2008).

2) Influenza

Di antara infeksi in utero yang merupakan faktor

risiko yang mungkin untuk skizofrenia, influenza telah

paling sering diperiksa. Sebuah studi dari Denmark

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

17

menggunakan database registri longitudinal nasional pada

catatan kesehatan, menunjukkan peningkatan risiko

skizofrenia yang terkait dengan influenza ibu selama

kehamilan (Duggal et al., 2008).

3) Cytomegalovirus (CMV)

CMV mungkin memainkan peran penting dalam

etiologi skizofrenia. Penelitian telah melaporkan bahwa

beberapa pasien yang mengalami episode awal skizofrenia

memiliki peningkatan kadar antibodi IgG terhadap CMV

dalam serum dan cairan serebrospinal. Argumen yang

paling kuat terhadap peran CMV pada skizofrenia adalah

tidak adanya perubahan neuropatologis yang biasa pada

otak individu dengan skizofrenia (Duggal et al., 2008).

2.1.1.5. Skor PANSS

PANSS (Positive and Negative Syndrome Scale) adalah salah

satu instrumen paling penting yang digunakan untuk mengevaluasi

gejala kejiwaan. Instrumen ini dikembangkan untuk mengkaji

keparahan gejala, mengukur psikopatologi umum dan perubahan terkait

obat. PANSS telah menjadi instrumen penting dalam penelitian

skizofrenia dan sering digunakan untuk mengkaji kemanjuran obat

antipsikotik. PANSS telah divalidasi dalam beberapa bahasa (Higuchi et

al., 2014).

Uji reliabilitas, validitas, dan uji sensitivitas PANSS telah

dilakukan oleh A. Kusumawardhani serta tim dari Fakultas Kedokteran

UI pada tahun 1994 untuk dapat digunakan terhadap pasien skizofrenia

Indonesia (Kusumawardhani, 1994 dalam Yulianti, 2015). Reliabilitas

internal diuji dengan rumus koefisien alfa dari Cronbach terhadap 140

pasien skizofrenia. Untuk gejala positif didapat alfa 0,725, untuk gejala

negatif didapat 0,838, dan untuk gejala psikopatologi umum didapat

0,684. Realibilitas interater oleh tiga orang psikiater untuk masing-

masing skala meliputi 0,923 untuk gejala positif, 0,921 untuk gejala

negatif, 0,912 untuk indeks komposit, dan 0,838 untuk gejala

psikopatologi umum. Reliabilitas test-retest juga dilakukan, dengan

hasil 0,604 untuk gejala positif, 0,802 untuk gejala negatif, 0,884 untuk

indeks komposit, dan 0,565 untuk gejala psikopatologi umum

(Kusumawardhani, 1994 dalam Ambarwati, 2009).

PANSS terdiri dari 33 butir antara lain: 7 butir skala positif, 7

butir skala negatif, 16 butir psikopatologi umum dan terdapat 3 butir

tambahan untuk menilai adanya risiko agresi. PANSS dinilai oleh

klinisi yang telah terlatih dan dinilai pada skala 1-7. Nilai 1 (tidak ada),

2 (minimal), 3 (ringan), 4 (sedang), 5 (agak berat), 6 (berat), 7 (sangat

berat) sehingga rentang skala positif dan negatif dari 7-49 dan rentang

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

18

skala psikopatologi umum dari 16 sampai 112 (Ambarwati, 2009;

Lestari, 2018).

a. Skala Positif

Meliputi waham (delusi), kekacauan proses pikir, perilaku

halusinasi, gaduh gelisah (excitement), waham kebesaran,

kecurigaan/kejaran dan permusuhan (Lestari, 2018).

b. Skala Negatif

Meliputi afek tumpul, penarikan emosional, kemiskinan

rapport, penarikan diri dari hubungan sosial secara pasif/apatis,

kesulitan dalam pemikiran abstrak, kurangnya spontanitas dan arus,

pemikiran stereotipik (Lestari, 2018).

c. Skala Psikopatologi Umum

Skala psikopatologi umum dimasukkan sebagai tambahan

penting untuk penilaian positif-negatif karena skala ini dapat

berfungsi sebagai titik acuan, atau ukuran kontrol, untuk menafsirkan

skor sindrom. Skala ini tidak diasumsikan secara statistik atau

konseptual berbeda dari penilaian positif-negatif, tetapi hanya dapat

digunakan sebagai tolak ukur dari gejala nonspesifik tertentu untuk

menilai keparahan manifestasi positif dan negatif yang berbeda (Kay

et al., 1967).

2.1.1.6. Penatalaksanaan Skizofrenia

Berdasarkan The Nice Guideline on Treatment and Management

tahun 2014 tentang panduan tata laksana terhadap psikosis dan

skizofrenia pada orang dewasa. Intervensi yang diberikan untuk

memperbaiki skor gejala yang dapat dinilai dari skor PANSS (Positive

and Negative Syndrome Scale) meliputi intervensi farmakologi

(pemberian obat antipsikotik), intervensi psikologis (terapi perilaku

kognitif, terapi remediasi kognitif, dukungan psikoterapi dan konseling,

intervensi keluarga, psikoterapi psikodinamik dan psikoanalisis,

pendidikan psikososial, pelatihan keterampilan sosial serta terapi seni)

dan intervensi diet atau gizi.

Saat ini, pengobatan antipsikotik (dengan atau tanpa

psikoterapi) merupakan pengobatan utama bagi individu dengan

skizofrenia. Pengobatan optimal dan efektif dalam mengelola gejala

positif itu terbatas dalam hal mengobati gejala negatif. Selain

kekurangan pengobatan ini, terapi jenis ini hanya berdasarkan

simptomatologi dan dosisnya sering ditentukan oleh proses trial and

error. Pada mereka yang merespons obat antipsikotik, efek sampingnya

bisa menyusahkan dan sering tak tertahankan, termasuk gerakan tak

disengaja seperti tremor dan kekakuan, tardive dyskinesia, hipersaliva,

peningkatan denyut jantung, sindrom metabolik dan penambahan berat

badan. Seringkali efek sampingnya sendiri memerlukan perawatan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

19

farmakologis lebih lanjut dan atau mengakibatkan penghentian

pengobatan yang berakhir pada kekambuhan. Selain itu, kira-kira

sepertiga penderita skizofrenia tidak menanggapi pengobatan

antipsikotik, baik sendiri atau bersamaan dengan konseling

psikodinamik dan farmakoterapi lainnya (Arroll et al., 2014).

Di lain sisi, faktor gizi yang dapat diberikan melalui intervensi

gizi atau diet mampu memperbaiki skor gejala dan perkembangan

kelainan meski bukan merupakan etiologi utama. Faktor gizi yang

memiliki efek menguntungkan pada kesehatan mental adalah

polyunsaturated fatty acids atau asam lemak esensial tak jenuh ganda,

terutama omega-3, fosfolipid, kolesterol, niasin, vitamin B9 (folat, asam

folat), vitamin B6, vitamin B12 dan vitamin D (Lim et al., 2016).

2.1.2. Polyunsaturated Fatty Acids (Asam Lemak Tak Jenuh Ganda)

Polyunsaturated fatty acids (PUFA) memainkan peran penting

dalam pemeliharaan kondisi fisiologis normal. PUFA meliputi dua kelompok

penting yaitu asam lemak omega-3 dan omega-6 yang merupakan asam lemak

esensial sehingga tidak dapat disintesis dalam tubuh dan harus diperoleh dari

diet atau asupan makanan (Medic et al., 2013). PUFA adalah komponen utama

fosfolipid membran sel dan terlibat dalam peran biologis penting yang berbeda

seperti pengikatan reseptor, neurotransmisi dopaminergik, serotonergik dan

glutamatergik, transduksi sinyal, dan sintesis eikosanoid (Schlogelhofer et al.,

2014).

2.1.2.1. Asam Lemak Omega-3

Asam lemak omega-3 merupakan salah satu asam lemak yang

memiliki ikatan tak jenuh ganda. Asam lemak omega-3 meliputi asam

α-linolenat (ALA) yang bersumber dari nabati, serta asam

eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA) yang

bersumber dari hewani. Induk dari asam lemak omega-3 adalah asam α-

linolenat (ALA). Di dalam tubuh, asam α-linolenat (ALA) akan diubah

menjadi asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat

(DHA) dengan bantuan enzim desaturase dan elongase. ALA (asam α-

linolenat) (C18:3, n-3) adalah 18 karbon panjang dengan tiga ikatan

rangkap. Sedangkan EPA (asam eikosapentanoat) (C20:5, n- 3) adalah

20 karbon panjang dengan lima ikatan rangkap, dan DHA (asam

dokosaheksaenoat) (C22:6, n-3) adalah 22 karbon panjang dengan enam

ikatan rangkap (Akter et al.,, 2012; Lingga, 2012; Diana, 2012).

a. Fungsi

Omega-3 adalah asam lemak esensial anti inflamasi yang

berperan penting dalam fungsi otak, serta pertumbuhan dan

perkembangan normal. DHA adalah komponen struktural utama

membran neuronal dan perubahan komposisi asam lemak membran

neuronal yang menyebabkan perubahan fungsional pada aktivitas

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

20

reseptor dan protein lainnya yang tertanam dalam membran

fosfolipid. Sedangkan EPA memiliki fungsi fisiologis penting yang

dapat mempengaruhi fungsi saraf karena merupakan prekursor

penting dari eikosanoid dan modulator sitokin yang memiliki

neurotransmiter dan efek neuromodulator (Bozzatello et al., 2016;

Peet, 2008; Balasubramanian, 2013).

Asam lemak omega-3 berfungsi memperkaya membran sel

otak dengan menjaga lembaran mielin untuk membantu memperbaiki

kerusakan sel saraf di otak dengan mempromosikan pertumbuhan sel

saraf di otak. Pada korteks prefrontal (PFC) otak, asam lemak

omega-3 yang rendah dianggap dapat menurunkan neurotransmisi

dopaminergik, yang mungkin berkontribusi terhadap gejala negatif

dan neurokognitif pada skizofrenia. Penurunan fungsi sistem

dopamin di PFC dapat menyebabkan aktivitas yang berlebihan dalam

fungsi dopaminergik pada sistem limbik otak, yang dikontrol oleh

sistem dopamin PFC, sehingga dapat menyebabkan gejala positif

skizofrenia (Balasubramanian, 2013).

b. Absorpsi dan Metabolisme

Sifat fisis dan sifat kimia metabolisme, pencernaan, absorpsi

dan sekresi omega-3 sama dengan lemak (Diana, 2012). Pencernaan

lemak tidak terjadi di mulut dan lambung, melainkan di dalam usus

karena usus mengandung enzim lipase. Adapun absorpsi lemak

terutama terjadi dalam jejunum, dan hasil pencernaan lemak

diabsorpsi ke dalam mukosa usus halus dengan cara difusi pasif

(Doloksaribu, 2016).

c. Defisiensi

Gejala kekurangan asam lemak omega-3 meliputi kelelahan,

kekurangan memori, kulit kering, masalah jantung, mood swings atau

depresi dan sirkulasi yang buruk (Balasubramanian, 2013).

d. Sumber Makanan

Sumber makanan utama asam α-linolenat (ALA) adalah

minyak nabati (seperti minyak biji rami, minyak sayur dan walnut),

sayuran hijau, biji gandum, kedelai, kenari, kacang-kacangan,

alpukat, ganggang laut. Sedangkan satu-satunya sumber asam

eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA) adalah

ikan dan makanan laut lainnya (Akter et al., 2012; Lingga, 2012).

2.1.2.2. Asam Lemak Omega-6

Asam lemak omega-6 berasal dari asam linoleat (LA), yang

dapat dikonversi menjadi asam gamma linolenat 18 karbon (GLA), dan

asam arakidonat 20 karbon (AA) serta dihomogamma-asam linolenat

(DGLA). Peran omega-6 menjadi penting karena sifatnya yang

mendukung fungsi omega-3 (Diana, 2012).

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

21

a. Fungsi

Didalam tubuh termasuk sistem saraf, asam linoleat (LA)

melalui reaksi enzimatis yang melibatkan enzim desaturase dan

elongase, akan diubah menjadi asam arakidonat (AA), yang

merupakan prekursor kunci dalam sintesis prostaglandin dan

leukotrien (Muchtadi, 2015; Lingga, 2012). Asam arakidonat sangat

penting untuk pertumbuhan otak, dan kekurangan ringan dikaitkan

dengan berat lahir rendah. Selain itu, asam arakidonat juga

memainkan peran kunci dalam proses seluler yang mendasari

pembelajaran dan ingatan (Richardson, 2004; Grosso et al., 2014).

b. Absorpsi dan Metabolisme

Sifat fisis dan sifat kimia, metabolisme, pencernaan dan

absorpsi serta sekresi sama dengan lemak (Diana, 2012). Pencernaan

lemak tidak terjadi di mulut dan lambung, melainkan di dalam usus

karena usus mengandung enzim lipase. Adapun absorpsi lemak

terutama terjadi dalam jejunum, dan hasil pencernaan lemak

diabsorpsi ke dalam mukosa usus halus dengan cara difusi pasif

(Doloksaribu, 2016).

c. Defisiensi

Kekurangan omega-6 dapat menyebabkan perubahan perilaku,

rambut rontok, gangguan kulit, penurunan kekebalan tubuh, kelainan

detak jantung, kulit tipis dan kering, rambut kering, serta kuku rapuh,

mata kering, kerusakan ginjal dan infiltrasi lemak hati (Diana, 2012).

d. Interaksi dengan Omega-3

Asam lemak omega-6 dan omega-3 berperan sebagai

prekursor atau bahan baku senyawa eikosanoid yaitu senyawa yang

sangat reaktif (Diana, 2012). Secara umum, eikosanoid yang berasal

dari asam lemak omega-6 adalah pro inflamasi sedangkan eikosanoid

yang berasal dari asam lemak omega-3 adalah anti inflamasi (Grosso

et al., 2014). Ketika rasio omega-6 terhadap omega-3 terlalu tinggi,

maka ketersediaan omega-3 akan ditekan oleh omega-6 yang

memicu peningkatan eikosanoid buruk dan memicu stres oksidatif

(Lingga, 2012).

Stres oksidatif mengacu pada ketidakseimbangan radikal

bebas. Kegagalan pertahanan antioksidan untuk melindungi terhadap

radikal bebas akan merusak membran sel dengan akibat disfungsi

yang dapat berdampak pada transmisi neurotransmiter dan simptom

pada skizofrenia (Flatow et al., 2013). Gangguan pada keseimbangan

oksidatif sejalan dan konsisten dengan peningkatan keparahan gejala

(simptom) negatif pada penderita skizofrenia (Gunes et al., 2017).

Asam lemak omega-6 lebih sering ditemukan dan dikonsumsi,

karena asam linoleat (LA) terdapat pada kebanyakan minyak nabati

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

22

sedangkan asam arakidonat (AA) ditemukan secara langsung pada

produk daging dan susu (Richardson, 2004).

e. Sumber Makanan

Asam linoleat ditemukan di sebagian besar minyak nabati,

kacang-kacangan, serealia. Sedangkan sumber makanan asam

arakidonat dapat berasal dari lemak hewani, produk daging dan susu,

hati, telur dan ikan (Akter et al., 2012; Lingga, 2012).

2.1.3. Rasio Omega-6/Omega-3

Di dalam tubuh, terdapat lebih dari 300 jenis lemak, dan otak

memiliki kandungan lemak yang sangat tinggi (kurang lebih 65 %). Asam

lemak tak jenuh khususnya penting karena dapat menjadi pelumas membran

sel dan membantu komunikasi antar sel-sel otak. Kegiatan ini terjadi di sinaps.

Lebih dari 90 % kandungan lipid di dalam sinaps berasal dari empat jenis

asam lemak, yang meliputi asam dokosaheksaenoat (DHA), asam

eikosapentanoat (EPA), asam arakidonat (AA), asam dihomo-gamma-

linolenat (DGLA). Proporsi ideal asam lemak esensial dalam asupan makanan

antara 3-6 gram omega-6 untuk setiap gram omega-3 (Walsh, 2015).

Rasio asam linoleat terhadap asam α-linolenat yang tinggi dalam

diet cenderung mengurangi jumlah asam α-linolenat yang diubah menjadi

asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA), dengan

menghambat kinerja enzim desaturase dan elongase. Peningkatan omega-6

akan meningkatkan pembentukan prostaglandin, tromboksan, leukotrien, asam

lemak hidroksil, lipoksin. Sedangkan EPA dan DHA bertindak sebagai

penghambat kompetitif asam lemak omega-6 yang menyebabkan penurunan

sintesis mediator pro inflamasi (Junaidi, 2010; Mann dan Truswell, 2014;

Lingga, 2012).

2.1.4. Vitamin

Vitamin merupakan nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah

kecil untuk berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya tidak disintesis

oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan (Triana, 2006). Vitamin

memainkan peran utama dalam sejumlah fungsi vital. Kekurangan vitamin

mengarah pada kerusakan oksidatif, defisit metilasi, serta mempengaruhi

mekanisme perkembangan otak dan neurodegenerasi. Sebagian besar

defisiensi vitamin menghasilkan gejala psikiatri, terutama defisiensi vitamin D

dan vitamin B kompleks (vitamin B6, B9 dan B12) yang terlibat dalam

gangguan skizofrenia (Ramachandran dan Thirunavakarasu, 2012).

2.1.4.1. Vitamin D

Vitamin D merupakan nama generik dari dua molekul, antara

lain ergokalsiferol (vitamin D2) dan kolekalsiferol (vitamin D3).

Vitamin D2 dan D3 tersedia dalam makanan tetapi hanya vitamin D3

yang disintesis di kulit oleh radiasi ultraviolet B (UVB) dari sinar

matahari (Yuksel et al., 2014).

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

23

a. Fungsi

Vitamin D dikenal luas karena perannya yang penting dalam

penyerapan kalsium dan kesehatan tulang. Selain berperan dalam

kesehatan tulang, Vitamin D tampak berperan aktif dalam

perkembangan dan fungsi normal dari beberapa sistem organ tubuh

termasuk otak. Telah ditemukan bahwa pasien dengan penyakit

kejiwaan khususnya skizofrenia memiliki kemungkinan mengalami

defisiensi vitamin D dibandingkan dengan populasi umum (Chiang

et al., 2016).

b. Absorpsi dan Metabolisme

Ergokalsiferol (D2) dan kolekalsiferol (D3) dalam diet atau

makanan bersifat non-aktif secara biologis dan diaktivasi menjadi

25-hidroksivitamin D di hati (bentuk ini memiliki jumlah aktivitas

biologis yang terbatas) (Webster-Gandy et al., 2014). Vitamin D2

dan D3 diabsorpsi dalam usus halus bersama lipida dengan bantuan

cairan empedu. Vitamin D2 dan D3 dari bagian atas usus halus

diangkut oleh D-plasma binding protein (DBP) ke hati dimana

keduanya dihidroksilasi untuk membentuk vitamin D (25-OH),

yaitu, 25-hidroksivitamin D (Yuksel et al., 2014 dan Almatsier,

2009).

25(OH)D masih belum berupa metabolit aktif. 25(OH)D

harus mempunyai gugus hidroksil ketiga (OH) yang berada pada

atom karbon 1. Reaksi penambahan gugus hidroksil ini dilakukan

oleh enzim, 1-α-hidroksilase, di dalam ginjal (dalam mitokondria

tubulus kontortus proksimal) untuk memproduksi 1,25-

dihidroksivitamin D atau 1,25(OH)2D yang disebut kalsitriol

(Mann dan Truswell, 2014).

c. Defisiensi

McGrath mengemukakan bahwa defisiensi prenatal vitamin

D mungkin merupakan faktor risiko skizofrenia (Azar et al., 2017).

Dalam sebuah penelitian laboratorium, perkembangan otak dinilai

pada tikus neonatal yang ibunya kekurangan vitamin D dengan

menghilangkan vitamin D dari makanan dan menghilangkan

radiasi UVB (Ultraviolet B) dari pencahayaan di ruang

penyimpanan hewan. Efek pada otak keturunannya sangat

dramatis. Kekurangan vitamin D mengubah ukuran dan bentuk

otak neonatal, mengubah ekspresi faktor pertumbuhan, dan

mengubah proliferasi sel. Data ini mengkonfirmasi bahwa

defisiensi vitamin D dapat mempengaruhi struktur otak, seperti

pembesaran ventrikel dan penipisan kortikal yang berhubungan

dengan skizofrenia (Yuksel et al., 2014).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

24

d. Interaksi dengan Obat-Obatan

Penggunaan obat antikonvulsan seperti barbiturat dapat

menyebabkan penurunan absorpsi vitamin D (Webster-Gandy et

al., 2014).

e. Sumber Makanan

Makanan hewani merupakan sumber utama vitamin D,

dalam kolekalsiferol, yaitu kuning telur, hati, beberapa ikan, krim,

mentega, daging merah, dan minyak hati-ikan. Vitamin D juga

didapat melalui sumber makanan seperti ikan berlemak, jamur dan

telur yang secara alami mengandung kadar vitamin D tinggi.

Vitamin D relatif stabil dan tidak rusak bila makanan dipanaskan

atau disimpan untuk jangka waktu yang lama (Almatsier, 2009;

Mann dan Truswell, 2014).

2.1.4.2. Vitamin B6

Vitamin B6 merupakan salah satu vitamin B kompleks

yang berfungsi dalam metabolisme protein dan asam amino,

biosintesis beberapa neurotransmiter terutama serotonin, dopamin

dan GABA (asam γ-amino butirat), metabolisme homosistein,

sintesis asam nukleat dan protein. Konsentrasi vitamin B6 di dalam

otak kurang lebih 100 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam darah.

Zat gizi ini berperan penting dalam proses kognitif dan mental

(Grober, 2012 ; Walsh, 2015).

a. Fungsi

Bentuk koenzim yang utama di dalam tubuh adalah PLP

(Piridoksal Fosfat). Vitamin B6 di dalam makanan dihidrolisis

oleh enzim fosfatase di dalam usus halus. Di dalam hati, ginjal,

dan otak, vitamin B6 difosforilasi kembali untuk kemudian diubah

menjadi bentuk PLP (Piridoksal Fosfat) oleh enzim oksidase.

Senyawa ini berfungsi dalam semua reaksi yang terlibat di dalam

metabolisme asam amino termasuk transaminasi dan sintesis asam

amino non esensial; deaminasi serin dan treonin; metabolisme

asam amino yang mengandung sulfur termasuk homosistein;

dekarboksilasi yang meliputi pembentukan neurotransmiter

adrenalin, noradrenalin, dopamin, serotonin, dan asam γ-amino

butirat (GABA); serta pembentukan asam δ-aminolevulinat yang

merupakan langkah pertama dalam sintesis porfirin untuk

membuat hemoglobin. Selain itu, pembentukan sfingolipida yang

diperlukan dalam pembentukan lapisan mielin yang menyarungi

sel-sel saraf juga memerlukan PLP (Piridoksal Fosfat). (Mann dan

Truswell, 2014; Almatsier, 2009; Walsh, 2015).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

25

b. Absorpsi dan Metabolisme

Sebelum diabsorpsi, vitamin B6 di dalam makanan yang

terutama terdapat dalam bentuk fosforilasi, dihidrolisis oleh enzim

fosfatase di dalam usus halus. Di dalam hati, ginjal dan otak,

vitamin B6 difosforilasi kembali untuk diubah menjadi bentuk

PLP (Piridoksal Fosfat) oleh enzim oksidase. Fosforilasi dan

perubahan oksidatif vitamin B6 juga dapat terjadi di dalam sel

darah merah dimana PLP (Piridoksal Fosfat) terikat pada

hemoglobin. PLP (Piridoksal Fosfat) di dalam hati diikat oleh

apoenzim dan beredar di dalam darah dalam keadaan terikat

dengan albumin. PLP (Piridoksal Fosfat) yang tidak terikat diubah

menjadi asam piridoksat oleh enzim oksidase di dalam hati dan

ginjal, yaitu metabolit utama yang dikeluarkan melalui urin

(Almatsier, 2009).

c. Defisiensi

Gejala defisiensi vitamin B6 meliputi kelemahan umum,

sulit tidur, neuropati perifer, perubahan personalitas, dermatitis,

keilosis dan glositis, anemia serta gangguan imunitas (Mann dan

Truswell, 2014). Defisiensi vitamin B6 yang berat berkaitan

dengan perilaku mudah marah dan tersinggung, depresi, memori

jangka pendek yang buruk dan psikosis (Grober, 2012).

d. Interaksi dengan Zat Gizi Lain dan Obat

Asupan protein yang tinggi meningkatkan kebutuhan

vitamin B6 (Mann dan Truswell, 2014). Sedangkan, obat-obatan

tertentu dapat mengganggu metabolisme vitamin B6. Salah

satunya, isoniazida (Asam Iso Nikotenat Hidroksida/INH) yang

merupakan antagonis vitamin B6 karena membentuk kompleks

dengan Piridoksal Fosfat (PLP) yang tidak aktif. Penisillamin

yang digunakan dalam artritis reumatoid juga merupakan

antagonis vitamin B6. Selain itu, obat-obat kontraseptif juga

mampu mengakibatkan gangguan metabolisme triptofan yang

dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 (Almatsier, 2009).

e. Sumber Makanan

Sumber vitamin B6 dapat meliputi daging, produk biji-

bijian yang utuh, hati, ayam, telur, ikan, pisang, kentang, kacang,

sayur-sayuran seperti bayam, wortel, kembang kol, brokoli

(Junaidi, 2010; Mann dan Truswell, 2014).

2.1.4.3. Vitamin B9

Asam folat merupakan bentuk sintetik vitamin dan

merupakan molekul induk bagi sejumlah derivat yang dikenal

sebagai folat. Asam folat merupakan molekul yang sangat stabil

dengan aktivitas biologis yang tinggi. Asam folat digunakan dalam

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

26

fortifikasi makanan dan dalam suplemen. Sedangkan, folat

merupakan bentuk yang terdapat secara alamiah dalam makanan.

Bentuk aktifnya secara biologis adalah tetrahidrofolat (Webster-

Gandy et al., 2014; Grober, 2012).

Tetrahidrofolat (THF) memiliki komponen 1-karbon (metil

atau formil) yang terikat dengan atom nitrogen 5 atau 10, atau

menjadi jembatan di antara kedua atom tersebut (5, 10-metilen THF).

Serta memiliki hingga tujuh buah residu asam glutamat dalam bentuk

barisan (Mann dan Truswell, 2014).

a. Fungsi

Folat berperan dalam remetilasi homosistein menjadi

metionin dalam kombinasi dengan vitamin B12. Senyawa 5-metil

--THF bekerja sama dengan vitamin B12 dalam kerja enzim

metionin sintase yang menambahkan gugus metil pada

homosistein dan membentuk metionin serta THF (Tetrahidrofolat)

(Mann dan Truswell, 2014).

Tetrahidrofolat juga memainkan peran penting dalam

transfer 1–karbon di dalam tubuh. Senyawa ini menerima gugus

1–karbon dari asam amino, seperti serin, glisin, histidin, dan

triptofan, kemudian mendonasikannya pada dua tahap dalam

sintesis purin serta satu tahap yang penting dalam sintesis

pirimidin (Mann dan Truswell, 2014).

b. Absorpsi dan Metabolisme

Folat dalam makanan terdapat sebagai poliglutamat yang

harus terlebih dahulu dihidrolisis menjadi bentuk monoglutamat di

dalam mukosa usus halus, sebelum ditransportasi secara aktif ke

dalam sel usus halus. Pencernaan ini dilakukan oleh enzim

hidrolase, terutama conjugase pada mukosa bagian atas usus

halus. Hidrolisis poliglutamat folat dibantu oleh seng. Setelah

dihidrolisis, monoglutamat folat diikat oleh reseptor folat khusus

pada mikrovili dinding usus halus yang kemungkinan juga

merupakan alat angkut vitamin tersebut. Folat di dalam sel

kemudian diubah menjadi 5-metil tetrahidrofolat dan dibawa ke

hati melalui sirkulasi darah portal untuk disimpan. Di dalam hati,

asam metil tetrahidrofolat diubah menjadi asam tetrahidrofolat

dan gugus metil disumbangkan ke metionin. Tetrahidrofolat

kemudian bereaksi dengan enzim poliglutamat sintetase untuk

membentuk kembali poliglutamil folat yang kemudian berikatan

dengan berbagai macam enzim dan melakukan sebagian besar

fungsi metabolik vitamin tersebut. Folat yang dihidrolisis

meninggalkan hati dan bersirkulasi di dalam plasma dan empedu

sebagai 5-metil tetrahidrofolat. Setelah diambil dan digunakan

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

27

oleh sumsum tulang, folat bersirkulasi sebagai poliglutamat di

dalam simpanan sel darah merah. Folat dikeluarkan melalui feses

dan urin sebagai 5-metil tetrahidrofolat. Jumlah total folat tubuh

diperkirakan sekitar 10 mg yang separuhnya berada di dalam hati.

Folat yang diekskresikan ke dalam urin sangat sedikit. Lebih

banyak folat diekskresikan ke dalam getah empedu dan sekitar

separuhnya akan diserap kembali (Almatsier, 2009; Mann dan

Truswell, 2014).

c. Defisiensi

Tanda dan gejala defisiensi umum meliputi anoreksia,

mudah tersinggung, depresi, penurunan kemampuan untuk

berkonsentrasi, penurunan berat badan, napas pendek (Grober,

2012).

d. Interaksi dengan Zat Gizi Lain dan Obat

Folat berinteraksi dengan vitamin B12. Vitamin C dalam

makanan akan mengurangi kehilangan folat dalam proses

memasak makanan. Beberapa obat mengganggu metabolisme

folat yang sebagian besar diantaranya terjadi melalui sifat

antagonis dihidrofolat reduktase (yang mengubah 2H folat

menjadi 4H folat, yaitu THF (tetrahidrofolat)) meliputi

metotreksat, aminopterin, ametopterin, pirimetamin dan

kotrimoksazol. Beberapa obat yang mempunyai struktur kimia

yang sama dengan folat dan dapat menggantikan vitamin ini pada

enzim-enzim, sehingga menutup alur metabolisme folat, meliputi

obat-obatan antikanker, aspirin dan antasid. Obat-obatan diuretik

(misalnya tiazida dan furosemida) dapat meningkatkan ekskresi

melalui ginjal (Grober, 2012; Almatsier, 2009; Mann dan

Truswell, 2014).

e. Sumber Makanan

Sumber folat antara lain hati, daging tanpa lemak, serealia

utuh, biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran hijau. Vitamin C yang

ada dalam jeruk dapat menghambat kerusakan folat. Bahan

makanan yang tidak banyak mengandung folat adalah susu, telur,

umi-umbian, dan buah, kecuali jeruk (Almatsier, 2009).

2.1.4.4. Vitamin B12

Bentuk koenzim vitamin B12 meliputi metilkobalamin dan

dioksiadenosilkobalamin. Hanya ada dua enzim tergantung-B12

yang ditemukan pada setiap individu, yaitu metilmalonil-CoA

mutase (yang memerlukan dioksiadenosilkobalamin) dan metionin

sintase (yang memerlukan metilkobalamin) (Mann dan Truswell,

2014).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

28

a. Fungsi

Vitamin B12 diperlukan untuk mengubah folat menjadi

bentuk aktif, dan dalam fungsi normal metabolisme semua sel,

terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang dan jaringan saraf.

Vitamin B12 merupakan kofaktor dua jenis enzim, yaitu metionin

sintase dan metilmalonil-CoA mutase. Reaksi metionin sintase

melibatkan asam folat. Gugus metil 5-metil tetrahidrofolat (5-

metil THF) dipindahkan ke kobalamin untuk membentuk

metilkobalamin yang kemudian memberikan gugus metil ke

homosistein (Almatsier, 2009).

Sedangkan, reaksi metilmalonil-CoA mutase terjadi dalam

mitokondria sel dan menggunakan dioksiadenosilkobalamin

sebagai kofaktor. Reaksi ini mengubah metilmalonil-CoA menjadi

suksinil-CoA. Reaksi-reaksi ini diperlukan untuk degradasi asam

propionat dan asam lemak rantai ganjil terutama dalam sistem

saraf. Diduga gangguan saraf pada kekurangan vitamin B12

disebabkan oleh gangguan aktivitas enzim ini (Almatsier, 2009).

b. Absorpsi dan Metabolisme

Sejumlah bakteri anaerob dalam usus besar mensintesis

vitamin B12. Akan tetapi, vitamin ini dibentuk di bawah lokasi

reseptor ileum sehingga kecil kemungkinannya akan terserap.

Adapun absorpsi vitamin B12 dari makanan terjadi melalui

mekanisme yang sangat spesifik. Pertama-tama vitamin ini harus

dilepas terlebih dahulu dari ikatan dengan protein hewani dalam

makanan. Pelepasan ini memerlukan pepsin dan asam lambung.

Ketika asam lambung disekresikan sesudah makan, sel-sel parietal

pada saat yang sama akan melepas glikoprotein yang spesifik,

yaitu faktor intrinsik (IF). Glikoprotein ini tidak terikat dengan

vitamin B12, hingga keduanya berada dalam duodenum. (Ketika

di dalam lambung, vitamin B12 terikat dengan R-binder

[haptocorrin] dari dalam saliva yang dicerna dalam duodenum).

Kompleks B12/IF melintasi usus halus dan di dalam ileum

terminalis terdapat reseptor yang spesifik untuk IF. Kompleks

B12/IF akan diserap dan setelah 2-3 jam akan terlihat vitamin B12

di dalam aliran darah yang dibawa oleh transkobalamin II (TCII),

yaitu protein pengangkut B12 yang utama (Mann dan Truswell,

2014).

Vitamin B12 kemudian dipekatkan, dan disimpan dalam

hati. Vitamin B12 akan diekskresikan melalui getah empedu ke

dalam duodenum tempat sebagian besar vitamin tersebut

bergabung dengan IF (yang disekresikan sesudah makan) dan juga

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

29

diserap dalam ileum terminalis. Siklus enterohepatik ini

membantu menyimpan vitamin B12 (Mann dan Truswell, 2014).

c. Defisiensi

Tanda dan gejala defisiensi meliputi kehilangan nafsu

makan, sulit berkonsentrasi, demensia, suasana hati yang depresif,

halusinasi, psikosis (Grober, 2012).

d. Interaksi dengan Zat Gizi Lain dan Obat

Vitamin B12 dibutuhkan untuk mengubah folat menjadi

bentuk aktif. Vitamin B12 memiliki potensi untuk berinteraksi

dengan beberapa obat tertentu yang dapat menurunkan keefektifan

kerja dari vitamin B12, meliputi kloramfenikol, Proton Pump

Inhibitors (PPI) (misalnya omeprazole dan lansoprazole) yang

dapat mengganggu penyerapan vitamin B12 dari makanan dengan

cara memperlambat pelepasan asam klorida ke dalam saluran

pencernaan, serta antagonis reseptor H2 dan metformin (Hidayati,

2016; Mann dan Truswell, 2014).

e. Sumber Makanan

Sumber yang paling kaya berasal dari hati, ikan dan

makanan laut lainnya, daging, telur, susu, keju, yoghurt (Mann

dan Truswell, 2014).

2.1.5. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan berdasarkan Angka

Kecukupan Gizi (2013) untuk orang Indonesia dalam keadaan tidak sakit,

adalah:

Tabel 2.1.

Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan

Kelompok

Umur

Omega-3

Omega-6 Vitamin

D

Vitamin

B6

Vitamin

B9

Vitamin

B12

(g) (g) (mcg) (mg) (mcg) (mcg)

Laki-Laki

16-18 tahun 1,6 16 15 1,3 400 2,4

19-29 tahun 1,6 17 15 1,3 400 2,4

30-39 tahun 1,6 17 15 1,3 400 2,4

50-54 tahun 1,6 14 15 1,7 400 2,4

Perempuan

16-18 tahun 1,1 11 15 1,2 400 2,4

19-29 tahun 1,1 12 15 1,3 400 2,4

30-39 tahun 1,1 12 15 1,3 400 2,4

50-54 tahun 1,1 11 15 1,5 400 2,4

Sumber : Angka Kecukupan Gizi (AKG), 2013.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

30

2.1.6. Metode Penimbangan Makanan (Food Weighing)

Menurut Kusharto dan Supariasa (2014), metode penimbangan

makanan merupakan salah satu metode survei konsumsi kuantitatif yang

bertujuan untuk mengukur asupan makanan dan zat gizi secara aktual dari

responden atau subyek penelitian dimana pertugas menimbang dan

mencatat seluruh makanan dan minuman yang dikonsumsi responden

selama 1 hari.

2.1.6.1. Karakteristik Metode Penimbangan:

a. Makanan dan sisanya ditimbang menggunakan alat timbangan.

b. Metode yang paling tepat untuk memperkirakan asupan

makanan dan zat gizi yang biasa dikonsumsi oleh seorang

individu.

c. Lebih disarankan oleh beberapa peneliti untuk mengumpulkan

data pada individu.

d. Biaya timbangan sangat mahal dalam beberapa kasus.

e. Tingkat ketepatan lebih tinggi dibanding Catatan Perkiraan

Makanan karena ukuran porsinya ditimbang dengan mengurangi

kontribusi terhadap keragaman dari kesalahan pengukuran.

Penimbangan makanan ini sangat bergantung pada tujuan survei,

tersedianya tenaga, peralatan dan dana. Idealnya dilaksanakan selama 7

hari. Namun waktu survei dapat dilaksanakan minimal 3 hari dalam

seminggu yang terdiri dari hari pertama dan kedua tidak dilaksanakan

secara berturut-turut, dan hari ketiga dilaksanakan saat libur atau week end

agar mewakili siklus menu atau hari selama satu minggu. Adapun kelebihan

metode penimbangan dan kelemahan meliputi:

2.1.6.2. Kelebihan metode penimbangan :

a. Data yang diperoleh lebih akurat atau teliti.

b. Tidak tergantung pada daya ingat.

c. Dapat mendukung interpretasi data laboratorium, data

antropometri dan data klinis.

2.1.6.3. Kelemahan metode penimbangan :

a. Memerlukan waktu yang lama.

b. Cukup mahal karena memerlukan peralatan.

c. Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil.

2.1.7. Hubungan Asupan PUFA, Rasio Omega-6/Omega-3 dan Skor PANSS

Polyunsaturated fatty acids yang meliputi asam lemak omega-3

dan omega-6 adalah konstituen utama dari membran neuronal dan mielin

serta berperan penting dalam migrasi neuronal, pruning dan plastisitas

sinaptik (Kim et al., 2016). DHA (asam dokosaheksaenoat), khususnya,

memainkan peran penting dalam kadar serotonin dan asetilkolin di otak dan

dalam menetralisir radikal bebas oksigen (Akter et al., 2012). Pada korteks

prefrontal (PFC) otak, kadar asam lemak omega-3 yang rendah dianggap

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

31

dapat menurunkan neurotransmisi dopaminergik, yang mungkin

berkontribusi terhadap gejala negatif dan neurokognitif pada skizofrenia.

Sementara itu, penurunan fungsi sistem dopamin di PFC dapat

menyebabkan aktivitas yang berlebihan dalam fungsi dopaminergik pada

sistem limbik otak, yang dikontrol oleh sistem dopamin korteks prefrontal

(PFC), sehingga dapat menyebabkan gejala positif pada skizofrenia

(Balasubramanian, 2013).

Sedangkan rasio omega-6 terhadap omega-3 yang terlalu tinggi,

akan menekan ketersediaan omega-3, yang menyebabkan peningkatan

eikosanoid buruk dan memicu stres oksidatif (Lingga, 2012). Stres oksidatif

merupakan gangguan keseimbangan mekanisme oksidatif akibat kenaikan

kadar oksidan (radikal bebas) dan penurunan kadar antioksidan, yang

dikaitkan dengan gejala positif atau gejala negatif dalam skor subskala

positif atau skor subskala negatif PANSS (Positive and Negative Syndrome

Scale), prognosis dan perkembangan penyakit (Huang dan Liu, 2017).

Peningkatan keparahan gejala negatif pada penderita skizofrenia sejalan

dan konsisten dengan gangguan pada keseimbangan oksidatif (Gunes et al.,

2017). Radikal bebas oksidatif menguras glutation (GSH), sehingga GSH

yang rendah mengurangi aktivitas glutamat pada reseptor-reseptor NMDA

(N-methyl-D-aspartate). Reseptor NMDA merupakan reseptor glutamat di

dalam otak yang berperan dalam mengendalikan kecepatan kerja

neurotransmiter di sinaps dan berperan dalam proses memori. Kondisi ini

dapat mengakibatkan gejala positif seperti halusinasi, delusi, dan gejala-

gejala klasik skizofrenia lainnya (Walsh, 2015).

Sebuah studi oleh Jamilian et al (2014), mendapatkan hasil bahwa

efikasi omega-3 mampu mengurangi skor total pada hasil pengukuran

PANSS (Positive and Negative Syndrome Scale) secara signifikan.

Sedangkan, studi lain yang dilakukan oleh Kim et al (2016) mendapatkan

hasil bahwa rasio omega-6/omega-3 secara signifikan mempunyai

hubungan yang positif dengan skor total PANSS.

2.1.8. Hubungan Asupan Vitamin D dan Skor PANSS

Defisiensi vitamin D sejauh ini dikaitkan dengan depresi,

skizofrenia, dan gangguan-gangguan mental lainnya. Namun, telah

ditemukan bahwa pasien dengan skizofrenia memiliki kadar vitamin D

yang lebih rendah dibandingkan dengan subyek sehat atau mereka yang

mengalami depresi. Selain itu, terdapat kemungkinan bahwa pasien

skizofrenia dengan gejala negatif dan kognitif yang lebih parah memiliki

gaya hidup yang mengarah pada status vitamin D yang lebih rendah.

Gejala-gejala yang meliputi isolasi sosial dan amotivasi, akan berpotensi

pada asupan yang lebih buruk, serta lebih sedikit waktu yang dihabiskan di

luar ruangan karena lebih memilih untuk berdiam di dalam ruangan, dan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

32

akhirnya kurang mendapatkan paparan sinar matahari, sehingga

meningkatkan risiko kadar vitamin D yang rendah (Graham et al., 2015).

Vitamin D memiliki peran dalam fungsi otak yang sehat. Reseptor

vitamin D dan enzim yang dibutuhkan untuk hidroksilasi molekul prekursor

25OHD ke bentuk aktif, 1-α-hidroksilase, memiliki ekspresi luas di otak

manusia dewasa. Banyak dari daerah otak ini terlibat dalam skizofrenia,

termasuk hipokampus, talamus, hipotalamus, amigdala, korteks prefrontal,

cingulate gyrus dan cuping temporal (Graham et al., 2015). Vitamin D yang

defisit menurunkan transmisi N-methyl-D-aspartate (NMDA) di korteks

prefrontal yang dianggap dapat memicu hiperaktivitas jalur dopamin

mesolimbik sehingga menyebabkan gejala positif, serta memicu

hipoaktivitas di jalur dopamin mesokortikal yang menyebabkan gejala

negatif pada penderita skizofrenia (Johnsen, 2011).

Sebuah penelitian retrospektif penting yang dilakukan pada

kelahiran Finlandia menemukan bahwa suplementasi vitamin D3 selama

tahun pertama kehidupan mengurangi risiko skizofrenia sebesar 77% pada

laki-laki. Studi lain menunjukkan bahwa vitamin D yang rendah pada

neonatal secara bermakna dikaitkan dengan skizofrenia pada populasi

Denmark (Amaral et al., 2014). Selain itu, berdasarkan studi yang

dilakukan oleh Yuksel et al (2014) pada pasien-pasien skizofrenia,

mendapatkan hasil yang signifikan bahwa kadar vitamin D berkorelasi

secara negatif dengan skor total PANSS (Positive and Negative Syndrome

Scale).

2.1.9. Hubungan Asupan Vitamin B6, B9, B12 dan Skor PANSS

Vitamin B6, B9 dan B12 memainkan peran penting pada donasi

kelompok metil. Dalam sel, vitamin B12 dan folat adalah bagian dari

kompleks methionine synthase (MS) yang mengurangi homosistein menjadi

metionin, dan kemudian diubah menjadi S-adenosylmethionine (SAM),

yang terlibat dalam reaksi metilasi yang diperlukan untuk produksi

neurotransmiter. Ada dua jalur untuk degradasi homosistein meliputi jalur

remetilasi dan jalur transulfurasi, yang membutuhkan jumlah vitamin B12,

vitamin B6 dan folat yang cukup (Mitchell et al., 2014; Kaur et al., 2014;

Upasna et al., 2014).

Dalam jalur remetilasi dari homosistein, folat bertindak sebagai

donor metil sedangkan vitamin B12 bertindak sebagai kofaktor untuk

metilen tetrahidrofolat reduktase (MTHFR) yang mengubah 5,10 metilen

tetrahidrofolat menjadi 5-metil tetrahidrofolat. 5,10 metilen tetrahidrofolat

sebelumnya dihasilkan dari tetrahidrofolat oleh enzim serin hidroksi metil

transferase (SHMT), yang juga menggunakan vitamin B6 sebagai kofaktor.

Melalui siklus remetilasi, homosistein memperoleh donor metil dari 5-metil

tetrahidrofolat menjadi metionin (Mitchell et al., 2014; Upasna et al., 2014;

Gugun, 2008).

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

33

Sedangkan dalam jalur transulfurasi, vitamin B6 diperlukan sebagai

kofaktor yang dibutuhkan dalam mengkatalisis homosistein untuk

menghasilkan cystathionine dengan bantuan enzim cystathionine β-

synthase (CβS). Cystathionine dengan bantuan enzim γ-cystathionase

dihidrolisis untuk membentuk sistein dan α-ketobutirat, yang dioksidasi

lebih lanjut untuk membentuk taurin atau sulfat dan diekskresikan melalui

urin. Homosistein juga dapat diubah menjadi glutation, antioksidan penting,

melalui serangkaian langkah menengah yang membutuhkan vitamin B6

sebagai kofaktor dan enzim cystathionine β-synthase (C𝛽S) (Mitchell et al.,

2014; Upasna et al., 2014; Gugun, 2008).

Kekurangan vitamin atau cacat pada enzim yang terlibat dalam

siklus ini dapat menyebabkan kadar homosistein meningkat. Peningkatan

kadar homosistein dilaporkan berhubungan dengan gejala negatif pada

skizofrenia. Semakin tinggi kadar homosistein, maka semakin tinggi tingkat

keparahan gejala negatif pada penderita skizofrenia yang diukur melalui

skor PANSS (Positive and Negative Syndrome Scale) (Ramachandran dan

Thirunavakarasu, 2012; Misiak et al., 2014).

Misiak et al (2014) dalam penelitiannya melaporkan bahwa gejala

negatif yang lebih parah pada penderita skizofrenia berhubungan dengan

kadar homosistein yang lebih tinggi dengan kadar vitamin B12 yang lebih

rendah. Hasil ini sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Goff et

al (2004) yang melaporkan bahwa kadar homosistein yang lebih tinggi dan

folat yang lebih rendah terkait dengan tingkat keparahan gejala negatif.

Sedangkan Kulaksizoglu et al (2016) dalam penelitiannya mendapatkan

hasil bahwa vitamin B12 juga ditemukan berkorelasi secara negatif dengan

skor total PANSS dan skor gejala positif pada penderita skizofrenia.

Sementara itu, berdasarkan studi meta analisis oleh Firth et al

(2017) yang menggunakan pencarian database elektronik pada Juli 2016,

berhasil mengidentifikasi 18 uji acak terkontrol dengan data hasil untuk 832

pasien, yang menunjukkan bahwa suplementasi vitamin B (B6, B8 dan

B12) mengurangi gejala psikiatri pada penderita skizofrenia secara

signifikan.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

34

2.2. Kerangka Teori

Gambar 2.1

Kerangka Teori

Sumber :

Modifikasi dari Balasubramanian (2013), Lim et al (2016), Lingga (2012), Mahan dan Raymon (2017), Mitchell et al (2014), Johnsen,

2011) dan The Nice Guideline on Treatment and Management (2014).

Faktor Genetik dan

Lingkungan

Faktor Biokimia Faktor Infeksi

Intervensi

Farmakologi

Skor Gejala

(PANSS)

Penatalaksanaan

Skizofrenia

Intervensi

Psikologis

Intervensi Gizi

atau Diet

Faktor Gizi

Rasio Omega-

6/Omega-3

PUFA (Asam lemak

omega-3 dan omega-6)

Vitamin D

Vitamin B6, B9

dan B12 Homosistein

Stress

Oksidatif

Efikasi obat

Aktivitas

Dopamin

Reseptor

NMDA Vitamin

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

35

2.3. Kerangka Konsep

Gambar 2.2.

Kerangka Konsep

2.4. Hipotesis

2.4.1. Ho : Tidak ada hubungan antara asupan asam lemak omega-3 terhadap

skor PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

Ha : Ada hubungan antara asupan asam lemak omega-3 terhadap skor

PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

2.4.2. Ho : Tidak ada hubungan antara asupan asam lemak omega-6 terhadap

skor PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

Ha : Ada hubungan antara asupan asam lemak omega-6 terhadap skor

PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

2.4.3. Ho : Tidak ada hubungan antara rasio omega-6/omega-3 terhadap skor

PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

Asupan Polyunsaturated

fatty acids :

1. Asam lemak omega-3

2. Asam lemak omega-6

Skor PANSS

Rasio Omega-6/Omega-3

Asupan Vitamin :

1. Vitamin D

2. Vitamin B6

3. Vitamin B9

4. Vitamin B12

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.1.1.1. Definisi Skizofrenia fileterorganisasi), mood dangkal dan tidak sesuai, pembicaraan ... Neurotransmiter yang mengatur fungsi neuronal mesolimbik

Universitas Esa Unggul

36

Ha : Ada hubungan antara rasio omega-6/omega-3 terhadap skor

PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

2.4.4. Ho : Tidak ada hubungan antara asupan vitamin D terhadap skor

PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

Ha : Ada hubungan antara asupan vitamin D terhadap skor PANSS

pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi

Sumatera Selatan.

2.4.5. Ho : Tidak ada hubungan antara asupan vitamin B6 terhadap skor

PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

Ha : Ada hubungan antara asupan vitamin B6 terhadap skor PANSS

pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi

Sumatera Selatan.

2.4.6. Ho : Tidak ada hubungan antara asupan vitamin B9 terhadap skor

PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

Ha : Ada hubungan antara asupan vitamin B9 terhadap skor PANSS

pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi

Sumatera Selatan.

2.4.7. Ho : Tidak ada hubungan antara asupan vitamin B12 terhadap skor

PANSS pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar

Provinsi Sumatera Selatan.

2.4.8. Ha : Ada hubungan antara asupan vitamin B12 terhadap skor PANSS

pada penderita skizofrenia di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi

Sumatera Selatan.