dari masa ke masa · 2019-02-06 · dekolonisasi hingga demokrasi terpimpin” dan bersambung terus...

186
Land Reform Dari Masa Ke Masa

Upload: others

Post on 18-Jan-2020

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

Land ReformDari Masa Ke Masa

Page 2: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

Noer Fauzi Rachman

Pengantar: Ahmad Sodiki

Land ReformDari Masa Ke Masa

Page 3: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

Katalog Perpustakaan Nasional Dalam Terbitan (KTD)Rachman, Noer FauziLand Reform Dari Masa Ke Masa

xviii+170 Halaman, 14 x 21 cmISBN: 978-602-18099-0-7

Penul is : Noer Fauzi RachmanAlih Bahasa : Dewi Kartika, Ahmad Nashih Luthfi, S. Rahma H.Tata Letak : Sugeng RiyadiL u k i s a n C o v e r : K u r n i a n t o

Cetakan Pertama, 2012

diterbitkan pertama kali 2012 oleh:

Sekolah Tinggi Pertanahan NasionalJl. Tata Bumi No. 5 Po.Box 1216 Kodepos 55293Y o g y a k a r t aTlp. 0274-587239

Bekerjasama dengan

Sajogyo Institute (SAINS)Jl. Malabar 22 Bogor1 6 1 5 1

Page 4: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

Saya abdikan buku ini untukpara pejuang keadilan agraria

yang menempuh jalan sunyimaupun yang hiruk-pikuk

Page 5: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

vii

Pengantar

Ahmad Sodiki

Sebagai negara yang kehidupan rakyatnya terbesarbersumber dari pertanian, maka sudah selayaknya

bila kebijakan negara memprioritaskan kepadakepentingan rakyat yang jumlahnya terbesar tersebut.Membaca buku Noer Fauzi Rachman, Land Reformdari Masa ke Masa, mengantar kita untuk mengetahuibenang merah cita-cita bangsa yang ingin melepaskandiri dari belenggu kemiskinan, terutama petaninya, yangoleh pemimpin bangsa ini sejak lama telah dihayati dandikristalisasi dengan program land reform atau namalain yang semakna. Setelah “Pendahuluan”, tulisan inikemudian disambung dengan “Land Reform: DariDekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” danbersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraantentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009 danditutup dengan “Ringkasan”.

Sejarah berulang kembali, jika pada masa kolonialrakyat kecewa karena begitu banyak konsesi perkebunanyang diberikan oleh negara pada pemilik modal dan telahmendesak kepentingan rakyat yang berbasis hukumadat, yakni hak ulayat, maka pada masa kini rakyat juga

Page 6: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

viii Land Reform Dari Masa Ke Masa

dihadapkan pada hal yang serupa. Hak-hak asli rakyatyang berdasarkan hukum adat semakin terdesak dansekarang dalam posisi defensif melawan hak-hak baruberdasarkan ketentuan hukum tertulis yang diberikanoleh negara, yang tercermin dalam berbagai konflikagraria di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini sangatironis dengan Penjelasan Undang-undang Pokok Agraria(UUPA) 1960 yang telah mengecam peraturanperundang-undangan kolonial karena mengandungdualisme hukum yang tidak sesuai dengan cita-citapersatuan bangsa dan tidak menjamin kepastian hukumbagi rakyat asli. Pengulangan kembali itu berwujudkonflik hukum agraria nasional (dalam arti luastermasuk hukum kehutanan, perairan dan pesisir pantai,mineral dan gas bumi) yang dibuat oleh negaraberhadap-hadapan dengan hukum-hukum rakyat (adat)yang secara formal dilindungi oleh UUPA. Ini berartitelah muncul “dualisme hukum” dalam bentuk baru“state-law” dan “adat laws”.

Dalam buku ini terungkap terjadinya pengabaianterhadap hak-hak agraria yang berbasis hukum adatserta hak-hak baru yang berdasarkan perundang-undangan agraria dalam rangka pelaksanaan land re-form. Sebaliknya negara dengan kelengkapan penegakhukumnya lebih mementingkan hak-hak baru yangmendukung kepentingan pemilik modal besar. Hal initelah melestarikan konflik yang berkepanjangan,mengoyak persatuan bangsa, tidak menjamin kepastianhukum yang tak pernah jeda antara negara, pemilikmodal dan rakyat sepanjang sejarah agraria Indonesia.

Berbagai program land reform dan sejenisnya layusebelum berkembang. Berbagai peraturan hukum yangbermaksud mengatur lebih lanjut land reform yangmemihak pada kepentingan terbesar rakyat (petani)tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan, sementara

Page 7: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

ixPengantar Ahmad Sodiki

hutan, lautan, sumberdaya mineral mulai ditebang dandikuras habis. Lalu apakah yang tersisa untuk anak cucukita? Noer Fauzi Rachman dalam buku ini telahmengungkap kebenaran sejarah walaupun pahitdirasakan untuk rakyat tani tak bertanah, namunkebenaran itu tetap ada gunanya agar para pengambilkebijakan pertanahan tidak menambah dan mengulangkesalahan sejarah serta dosa-dosa baru. Im Gebirge derWahrheit kletterst du nie Umsonst demikian kataNietzsche, terjemahan bebasnya: Engkau tidak akan sia-sia dalam menanjaki gunung Kebenaran.

Ahmad SodikiGuru Besar Hukum Agraria padaUniversitas Brawijaya, Malang,dan Hakim pada MahkamahKonstitusi Republik Indonesia

Page 8: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

x Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 9: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

xi

Daftar Isi

Pengantar Ahmad Sodiki ......................................Daftar Isi ..............................................................Daftar Tabel .........................................................Pengantar Penulis dan Ucapan Terima Kasih .....I . Pendahuluan .............................................II. Land Reform: Dari Dekolonisasi Hingga

Demokrasi Terpimpin ................................III. Penghapusan Azas Domain Negara ..........IV. Kebijakan Awal untuk Mengatasi

Ketidakadilan Agraria ................................V. Bagaimana Perkebunan Kolonal Tidak

Menjadi Program Redistribusi Tanah,1960-1965 ? ................................................

VI. Bagaimana Hutan Dipisahkan DariTanah Pertanian dan Tanah KehutananTidak Menjadi Target Program LandReform, 1960-1965 ? ................................

VII. Kebangkitan dan Kejatuhan Land Reform,1960-1965 ..................................................

VIII. Rejim Otoriter Suharto dan Paradigma-paradigma Ekonomi yang Bersaing ..........

IX. Tanah untuk Pembangunan .....................X. Pembentukan Kebijakan, Manajemen dan

Administrasi Pertanahan Pro-Pasar ..........XI. Kampanye Mempromosikan Land Reform

Setelah Jatuhnya Suharto .........................

viixi

xiiixv1

715

21

25

33

47

5763

73

81

Page 10: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

xii Land Reform Dari Masa Ke Masa

XII. Yang disebut “Reforma Agraria”, 2005-2009 ...........................................................

XIII. Akhir Dari “Reforma Agraria”, 2009-2012 ...........................................................

XIV. Ringkasan ..................................................Epilog: Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat.....Daftar Pustaka ......................................................Indeks ....................................................................Biodata Singkat Penulis .........................................

101

115121127147165169

Page 11: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

xiii

Daftar Tabel

Tabel 1. Peringkat 10 kelompok besar usahaperkayuan menurut pemegang HPH1994/95 dan 1997/98 ........................

Tabel 2. Wilayah hutan yang dikuasai olehPerhutani ............................................

Tabel 3. Batas-batas maksimum ataskepemilikan tanah menurut UUNo.56/1960 .........................................

Tabel 4. Redistribusi tanah diJawa (1962-1968) ...................................................

Tabel 5. Jenis-jenis utama hak tanah yangdiberikan untuk proyekpembangunan di Indonesia (1969-1982) ...................................................

Tabel 6. Jumlah dan luas ijin lokasi yangdikeluarkan oleh BPN (sampaiJanuari 1998) untuk lima provinsi diJawa ...................................................

Tabel 7. Jumlah sertifikat tanah yangdikeluarkan oleh Indonesian LandAdministration Project 1995-2001 dilima provinsi di Jawa..........................

Tabel 8. Perbandingan arah kebijakan untukPembaruan Agraria dan arahkebijakan Pengelolaan Sumber DayaAlam (PSDA) Sebagaimana

43

46

49

55

67

72

77

Page 12: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

xiv Land Reform Dari Masa Ke Masa

tercantum dalam Ketetapan MajelisPermusyawaratan Rakyat RI NoIX/2001.............................................

Tabel 9. Identifikasi tanah-tanah terlantar disemua provinsi sebagaimana didataoleh BPN tahun 2008.......................

Tabel 10. jumlah sertifikat tanah yangdihasilkan 2005-2008 ......................

96

110

114

Page 13: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

xv

Pengantar Penulis danUcapan Terimakasih

Di tahun 1999, penulis menerbitkan buku Petani danPenguasa, Perjalanan Politik Agraria Indonesia

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan InsistPress dan Konsorsium Pembaruan Agraria), yang saat inisudah tidak tersedia lagi di penerbit maupun toko buku.Dalam berbagai kesempatan, penulis memperolehinformasi yang menggembirakan hati, baik secaralangsung dari sejumlah dosen maupun melalui silabus-silabus yang penulis temukan melalui penelusuran atassitus-situs maya berbagai perguruan tinggi, bahwa bukuitu pernah, dan sebagian masih, dipakai sebagai bukupegangan/rujukan pada mata kuliah yang berkenaandengan hukum/kebijakan/politik/studi agraria di InstitutPertanian Bogor (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM),Universitas Diponegoro (UNDIP), Universitas Brawijaya(UB), dan lainnya. Tema dan kandungan buku Petanidan Penguasa yang menyajikan uraian politik agrariaIndonesia sejak masa kolonial, sejalan dengan buku kecil

Page 14: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

xvi Land Reform Dari Masa Ke Masa

Land Reform dari Masa ke Masa ini. Namun, topik danrentang waktu dari buku kecil ini lebih fokus pada proses-proses kebijakan land reform 1945-2009. Kecuali bagianEpilog, keseluruhan isi buku kecil ini bersumber dari bab 2,3 dan 4 dari disertasi penulis “Resurgence of Land ReformPolicy and Agrarian Movement in Indonesia” yangdisajikan sebagai bagian dari syarat untuk memperolehgelar PhD dalam bidang Environmental Science, Policy,and Management (ESPM) di University of California, Ber-keley, 2011.

Pendidikan doktoral telah memungkinan penulismemiliki pandangan yang lebih luas dan mendalammengenai topik ini, termasuk melalui penelusuran atassumber-sumber informasi baru, dan lebih dari itu adalahmengembangkan pemahaman yang lebih mumpunimelalui kuliah-kuliah dan kesempatan diskusi-diskusidengan para profesor pembimbing dan teman-temansesama mahasiswa. Tidak mungkin rasanya menyebut satupersatu mereka yang telah berjasa sehingga memungkinkanpenulis dapat menjalani program doktoral hinggamenyelesaikan disertasi tersebut. Namun, dalamkesempatan ini perlu menyebutkan bahwa pendidikandoktoral ini tidak mungkin terwujud tanpa kebaikan hatidari Nancy Peluso, profesor di bidang ekologi politik di Uni-versity of California, Berkeley. Beliau bersama-samapembimbing lainnya, yakni Prof. Gillian Hart, Prof. MichaelWatts, Prof. Kate O’Neil dan Prof. Louise Fortmann, secaraistimewa membimbing penulis untuk menjadi ilmuan yangmumpuni pada bidang ekologi politik, studi-studipembangunan, gerakan sosial pedesaan, dan khususnyadebat-debat klasik dan kontemporer tentang land reformdan persoalan agraria. Mereka bagaikan “lampumercusuar” bagi penulis yang tengah berlayar di duniaakademik, yang pada berbagai kesempatan mengarungitopan badai yang dapat saja membawa kapal kandas pada

Page 15: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

xviiPengantar Penulis dan Ucapan Terimakasih

wilayah yang tak diinginkan. Penulis berencana mengolahkeseluruhan disertasi itu untuk menjadi buku tersendiri dikemudian hari.

Penulis menyegerakan untuk mempublikasikanbagian-bagian tertentu dari disertasi itu menjadi buku kecilini karena, selain untuk mengisi “kekosongan” bacaanbermutu yang ringkas mengenai rute perjalanan land re-form sejak Indonesia merdeka, juga dikarenakanpermintaan teman-teman di organisasi-organisasi yangmensponsori penerbitan buku ini, yang hendakmenggunakan buku ini sebagai bahan bacaan, termasukdalam kegiatan-kegiatan kursus dan pelatihan yang merekaselenggarakan. Penerbitan buku ini dimungkinkan atasdukungan organisasi-organisasi di mana saya berkiprah,yakni: Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA),Perhimpunan untuk Pembaruan Hukum berbasiskanMasyarakat dan Ekologis (HuMa), Lingkar PembaruanDesa dan Agraria (Karsa), Sajogyo Institute (Sains), danSekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN).

Buku kecil ini tidak mungkin hadir tanpa andil dariberbagai pihak. Soegianto dan Ahmad Nashih Luthfi telahmenerjemahkan sebagian dari bab-bab original disertasiitu. Selanjutnya Dewi Kartika dan Siti Rahma MaryHerawati telah membaca dan mengusulkan sejumlahperubahan versi awal atas terjemahan bahasa Indonesiaitu, untuk kemudian penulis sendiri memeriksa kembalinaskah itu, mengedit dan menuliskan ulang sebagiannaskahnya. Secara utuh, naskah buku ini telah dilengkapipenulis dengan tambahan-tambahan informasi yangdiperlukan, dan lebih penting lagi telah dikerangkakankembali agar bisa dinikmati sebagai buku tersendiri.Secara khusus penulis perlu juga menyampaikan terimakasih untuk teman-teman penerbit baru Tanah Air Beta,Usep Setiawan, yang mengusulkan judul “Land Reformdari Masa ke Masa”, dan kepada Prof. Dr. Ahmad Sodiki,

Page 16: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

xviii Land Reform Dari Masa Ke Masa

SH, yang berkenan memberi kata pengantar bagi bukuini. Last but not least, penulis ingin menyebut andil tulusdari istri, Budi Prawitasari, dan dua putra kami, TirtaWening Rachman dan Lintang Pradipta Rachman, yangmemungkinkan saya mempunyai ruang dan waktupenyelesaian buku ini.

Jakarta, 12 Januari 2012,

saat setelah ribuan petaniberbondong-bondongmendatangi Istana PresidenRepublik Indonesia, dan gedungDewan Perwakilan RakyatRepublik Indonesia, di Jakarta,untuk menuntut pelaksanaanreforma agraria, penghentianperampasan tanah, dankekerasan terhadap para petani.

Page 17: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

1

- I -Pendahuluan

Kekuatan-kekuatan sosial yang bekerja dalamsuatu konjungtur tertentu bukanlah bersifat acak.Mereka dibentuk dari dan oleh sejarah. Sejatinya

mereka itu khusus dan spesifik, dan kamu harusmengerti apa dan siapakah mereka, bagaimana

mereka bekerja, apa batas-batas dankemungkinan-kemungkinan mereka, apa dan yang

mereka dapat dan tidak dapat tunaikan.…Maka, apa yang menjadi hasil dari pertarungan

antara hubungan-hubungan atau kekuatan-kekuatan yang saling bertanding satu sama lain

bukanlah merupakan ‘takdir’, sudah diketahuisebelumnya, dan dapat diramalkan. Segala

sesuatunya bergantung pada praktek sosial,dengan mana pertarungan atau perjuangan

tertentu berlangsung.(Stuart Hall 2007:280)1

1 Kalimat aslinya adalah sebagai berikut: The social forces atwork in any particular conjuncture are not random. They are formedout of history. They’re quite particular and specific, and you have tounderstand what they are, how they work, what their limits andpossibilities are, what they can and cannot accomplish. … But whatis the outcome of the struggle between those different contendingrelations or forces is not ‘given’, known, predictable. It has every-thing to do with social practice, with how a particular contest orstruggle is conducted (Hall 2007:280).

Buku kecil ini berangkat dari pengamatan MichaelLipton bahwa debat tentang land reform di Negara-

negara berkembang tetaplah merupakan isu yang hidupdan sering kali merupakan “isu yang panas membaradalam kurun waktu dua puluhan tahun setelah perang

Page 18: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

2 Land Reform Dari Masa Ke Masa

dingin berlalu di tahun 1990-an. Debat tentang land re-form sekarang ini sungguh hidup dan baik. Demikian pulaland reform itu sendiri. Dan memang seharusnya demikian”(Lipton 2009: 322).2 Dalam karya masterpiece terbaru itu,Land Reform in Developing Countries. Property Rights andProperty Wrong, Lipton menteorisasi dan membuattaksonomi praktek land reform di seantero negara yangsedang berkembang. Ia mendefinisikan land reformsebagai “perundang-undangan (legislasi) yang diniatkandan benar-benar diperuntukkan meredistribusi kepemilikan,(mewujudkan) klaim-klaim, atau hak-hak atas tanahpertanian, dan dijalankan untuk memberi manfaat padakaum miskin dengan cara meningkatkan status, kekuasaan,dan pendapatan absolut maupun relatif mereka,berbanding dengan situasi tanpa perundang-undangantersebut”3 (Lipton, 2009:328). Suatu program land reformbukan sekedar memerlukan political will yang diwujudkanoleh badan-badan pemerintah. Agar mampu mencapaitujuannya, program land reform sangat memerlukankekuatan pemerintah yang sanggup memaksa (govern-ment compulsion) (Thai 1974:15). Land reform bukanhanya kebijakan pemberdayaan (empowerment) bagi parapetani pekerja pedesaan, melainkan juga adalah kebijakanpenidakberdayaan (disempowerement) para penguasa,pemilik, pengguna, dan pemanfaaat tanah, kekayaan alamdan wilayah, yang nyata jelas melanggar perundang-

2 Kalimat aslinya adalah sebagai berikut: In many developingcountries, land reform is a live, often burning, issue twenty yearsafter the end of the cold war. The debate about land reform is aliveand well. So is land reform itself. And they should be (Lipton,2009:322).

3 Kalimat aslinya adalah sebagai berikut: legislation intendedand likely to directly redistribute ownership of, claims on, or rightsto farmland, and thus to benefit the poor by raising their absoluteand relative status, power, and income, compared with likely situa-tions without the legislation” (Lipton, 2009:328).

Page 19: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

3Pendahuluan

undangan (legislasi) land reform. Jadi pemerintahdipersyaratkan menggunakan kekuatan paksaan yang sahdari birokrasi pemerintahan dan hukum untukmenegakkan perundang-undangan land reform itu.

Dengan mendasarkan diri pada pengertian demikianitu, penulis memahami land reform sebagai suatu operasipemerintah yang dijalankan untuk mengubah strukturpenguasaan tanah dan kekayaan alam yang timpanguntuk mewujudkan cita-cita konstitusional mewujudkankeadilan sosial bagi mayoritas kaum miskin pedesaan.Pada sisi lain, land reform adalah bagian dari pengakuanNegara atas kedudukan kaum miskin pedesaan tersebutsebagai warga negara, dan sekaligus merupakanpemenuhan kewajiban Negara melalui badan-badanpemerintah untuk memenuhi hak-hak warga negaranya.

Land reform di masa Indonesia merdeka telahberulang kali keluar-masuk dan tampil ke dalam arenakebijakan pertanahan nasional. Naskah ini memusatkanperhatian pada penjelasan cara bagaimana land reformkeluar-masuk arena kebijakan nasional itu berubah-ubahdari waktu ke waktu, termasuk dalam periode setelahjatuhnya rejim otoriter Suharto pada tahun 1998. Meskikerangka umumnya adalah proses kebijakan pada skalanasional, namun penulis, di sini, hanya akan fokus padapengalaman implementasinya di pulau Jawa.

Buku kecil ini sekedar menggambarkan ruteperjalanan kebijakan land reform Indonesia paskakolonial (1945-2009), yang tentunya melintasi berbagaikonjungtur politik yang berbeda-beda. Untuk memahamimasuk dan keluarnya land reform dalam arena kebijakannasional Indonesia, penulis akan menunjukkan berbagaikekuatan sosial yang berhubungan dengan kebijakan landreform atau anti land reform. Akan dianalisis bagaimanakekuatan-kekuatan tersebut muncul atau tenggelam.Kekuatan-kekuatan itu, dan juga kondisi-kondisi yang

Page 20: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

4 Land Reform Dari Masa Ke Masa

memungkinkannya bekerja, tentu bukanlah sesuatu yangstatis, melainkan bergerak dalam ruang politik tertentu,dan berubah dari waktu ke waktu.4

Buku kecil ini secara berurutan akan dimulai denganbabak dekolonisasi yang dimulai dengan proklamasikemerdekaan Republik Indonesia 1945 hingga disahkannyaUUPA 1960. Pada mulanya program redistribusi tanah yangdimandatkan UUPA diinspirasikan oleh visi PresidenSukarno untuk merombak struktur agraria feodal dankolonial secara radikal, dan menciptakan jalan menuju apayang disebut oleh dokumen Manifesto Politik 1960 sebagai“masyarakat sosialis Indonesia.” Program redistribusiterutama ditargetkan pada tanah-tanah pertanian yangmelebihi batas maksimum, tanah absente, tanah swapraja,dan “tanah negara” lainnya.

Bab selanjutnya akan menguraikan kebijakan antiland reform setelah kudeta atas Sukarno berhasilditunaikan.5 Setelah kejatuhan Sukarno yang dramatis ditahun 1966, Presiden Jenderal Suharto yang baru naik,dengan bantuan para teknokrat didikan Barat yang

4 Penulis menggunakan pendekatan konjungtural yangdipelopori oleh Antonio Gramsci, melalui panduan dari StuartHall (1996). Konsep konjungtur, merujuk pada uraian StuartHall, adalah “ranah yang kompleks, spesifik secara historis, atassebuah krisis yang mempengaruhi —dengan cara-cara yangberbeda-beda— sebuah formasi sosio-nasional yang unik secarakeseluruhan” (1988, hal. 127). Jadi, istilah konjungtur(conjucture) adalah istilah yang digunakan untuk menunjukpada konfigurasi dan interaksi yang dinamis antar kekuatanpada masa kini, di dalam mana ragam taktik politik dilancarkanoleh masing-masing kekuatan yang bertarung. Sebagaimanadikemukakan oleh Grossberg, perlu digaris-bawahi arti pentingdari analisa kapan, bagaimana dan dalam situasi bagaimanakonjungtur tersebut bergerak atau mandeg dari satu babak kebabak berikutnya, dan mencapai “keseimbangan antara yanglama dengan yang baru” (2006:5).

5 Peralihan kekuasaan dari Presiden Sukarno diiringi olehgelombang kekerasan di seluruh penjuru negeri. Jenderal

Page 21: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

5Pendahuluan

terkenal dengan sebutan “Mafia Berkeley,” melucuti visisosialis Sukarno, termasuk agenda land reform. Sejak awalkekuasaan Suharto, para teknokrat itu berperan besarmengintegrasikan (kembali) ekonomi Indonesia ke dalamsistem kapitalis dunia (Simpson 2008, 2009), termasukdengan menjadikan Indonesia sebagai negara penghutang,kelompok sasaran dari badan-badan keuangan danpembangunan dunia, termasuk International MonetaryFund (IMF), Bank Dunia, dan negara-negara Baratpemberi hutang internasional. Pemerintah kemudianmeluaskan konsesi-konsesi pertambangan, penguasaannegara atas tanah-tanah kehutanan, merevitalisasiperkebunan, dan kemudian mengembangkan proyek-proyek kawasan industri dan permukiman real-estate.Dengan dana hutang dan asistensi teknis internasional,Pemerintah pusat melancarkan program “revolusi hijau”,yang bertujuan untuk memacu produksi beras.

Babak selanjutnya adalah kebijakan “tanah-untuk-pembangunan”, yang berpokokkan pembebasan tanahyang disponsori pemerintah untuk melayani proyek-proyek milik pemerintah maupun swasta di sektorpertanian, agro-industri, industri, dan perumahan.Pemerintah pusat memanipulasi pengertian “fungsi sosialatas tanah” sebagai legitimasi mendukung kebijakan“tanah-untuk-pembangunan” ini. Setelah itu, di tengahtahun 1990-an Badan Pertanahan Nasional (BPN)menginisiasi program “mempercepat pembentukan pasar

Suharto merebut posisi Presiden untuk berkuasa selama tigapuluh dua tahun sejak tahun 1967 di Sumatera, Jawa, Bali danNusatenggara. Ratusan ribu orang telah dibantai danpuluhanribu lainnya disiksa dalam penjara tanpa putusanpengadilan. Hal itu membentuk trauma yang mendalam danmelekat di ingatan penduduk di pedesaan Jawa selama puluhantahun, dan berhasil mencegah munculnya aspirasi dan protesagraris (Cribb 1990, 2001, 2002).

Page 22: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

6 Land Reform Dari Masa Ke Masa

tanah” yang pertama kali diperkenalkan oleh Bank Duniamelalui “proyek administrasi pertanahan”. Selanjutnya,setelah rejim otoritarian Suharto jatuh di tahun 1998, kitamenyaksikan bagaimana kebijakan land reform masuk(kembali) ke dalam proses kebijakan nasional melaluiandil dari kelompok-kelompok gerakan agraria, aktivis-aktivis LSM, akademisi yang kritis, dan pejabatpemerintah yang berniat reformis. Tulisan ini ditutupdengan suatu sketsa singkat cara bagaimana JoyoWinoto, Kepala BPN yang diangkat oleh Presiden SusiloBambang Yudhoyono pada tahun 2005, merancang danmempromosikan apa yang disebut “Reforma Agraria”,termasuk dengan meletakkannya sebagai “mandat politik,konstitusi dan hukum untuk mencapai cita-cita keadilansosial” (Winoto, 2007b). Lebih lanjut, secara skematikditampilkan proses-proses kebijakan land reform padatingkat nasional sehubungan dengan “sektoralisme yangkeras” dalam perundang-undangan dan kelembagaanpemerintahan.

Page 23: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

7

- II -Land Reform: Dari DekolonisasiHingga Demokrasi Terpimpin

Sukarno, Muhamad Hatta, dan para founding fathersRepublik Indonesia lainnya, sangat fasih menjelaskan

kebijakan agraria kolonial dan akibat-akibatnya yangmerugikan masyarakat petani dan wilayah pedesaan.Mereka memahami signifikasi historis dari UU Agrariatahun 1870 (Agrarische Wet) sebagai suatu warisankolonial Belanda yang telah meletakkan dasar-dasarhukum bagi para penguasa kolonial dalam memfasilitasiakumulasi modal perusahaan-perusahaan Eropa yangberinvestasi di Hindia Belanda dengan membentukperkebunan-perkebunan kapitalis untuk memproduksikomoditi-komoditi ekspor. Dari tahun 1870 sampai 1942formasi sosial kapitalisme kolonial Hindia Belandadicirikan terutama oleh lahan produksi komoditi ekspor– sebagian besar gula, karet, dan kopi – untuk melayanikepentingan negara kolonial dan kelas kapitalis Belanda,sehingga surplus kolonial mengalir deras dari Hindia-Belanda ke Belanda.6

Sistem agraria perkebunan kolonial ditandai terutamadengan paksaan-paksaan ekstra-ekonomi khususnyadalam rangka pengadaan tanah dan penyediaan buruh

6 Penelitian-penelitian terbaru dari Mark (2001), Eng (2002),Kano (2009), dan Gordon (2010) memuat keterangan kuantitatifdari surplus kolonial tersebut.

Page 24: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

8 Land Reform Dari Masa Ke Masa

yang murah (Gordon 1982, 2001). Berdasarkan UUAgraria 1870 berbagai hak konsesi perkebunan diberikankepada perusahaan asing untuk memanfaatkan tanah-tanah milik negara. Para pekerja dimobilisasi dandipekerjakan secara paksa oleh pihak perkebunan. Setiapgerakan protes yang mencoba untuk melawan praktekini - sebagian besar dari mereka mengambil jalanradikalisme millenarianistik – direpresi dengan kekerasanoleh rejim kolonial Belanda di Jawa pada abad sembilanbelas dan awal dua puluh (Kartodirdjo 1972, 1973, 1984).7

Singgih Praptodihardjo (salah satu perumus UUPA1960) berpendapat bahwa sifat dari sistem hukumagraria di jaman kolonial adalah untuk melayani modalasing dengan segala cara. Mengutip pendapat Eric Jacobyyang ditulisnya di Agrarian Unrest in Southeast Asia,8

Praptodihardjo berpendapat:

“(p)erkembangan modal-asing, sekali lagi:perkembangan modal asing, yang menjadi pokoktujuannya. Perlindungan kepentingan rakyat tidaklepas dari maksud untuk kepentingan mereka juga.Di dalam prakteknya perlindungan itu tidakmembawa manfaat, bahkan merugikan karena usahamemperkuat perekonomian rakyat yang menjaditugas tiap-tiap pemerintah nasional, tidak dijalankansemestinya oleh pemerintah kolonial” (1953:54).

Persepsi semacam itu tersebar di kalangan pemimpinrevolusioner yang berjuang untuk kemerdekaan politikIndonesia, termasuk Sukarno, yang memahami

7 Pada abad sembilan belas dan awal dua puluh berbagai bentukgerakan protes petani melawan kuasa kolonial tidak hanyaberlangsung di Jawa, tapi juga di negare-negari terjajah lain diAsia Tenggara. Lihat Jacoby (1961) dan Adas (1979).

8 Jacoby menulis “meskipun kebijakan kolonial Belanda telahmenjamin keberadaan rakyat pribumi sampai batas tertentu,kebijakan tersebut telah menyudutkannya ke dalam suatu sektoryang sangat terbatas dalam perekonomian Hindia Belanda” (Jacoby1949:46; juga dikutip oleh Praptodihardjo 1953:54).

Page 25: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

9Land Reform: Dari Dekolonisasi Hingga Demokrasi Terpimpin

kemerdekaan sebagai “jembatan emas“ dimana “(D)iseberang jembatan, jembatan emas, inilah, baru kitaleluasa menyusun masyarakat Indonesia merdeka yanggagah, kuat, sehat, kekal dan abadi” (Pidato Sukarno diBPUPKI, 1 Juni 1945 dalam Bahar, dkk. 1995).

Jepang menduduki Indonesia di tahun 1942,memenjarakan dan membunuh banyak pegawai kolonialBelanda dalam proses ketika mereka mendirikanpemerintahan militer yang fasis. Kebijakan politik agrariapemerintahan Jepang dicirikan oleh upaya mereka untukmemobilisasi dan mengendalikan rakyat, termasuk dalamusaha produksi pertanian, untuk keperluan ekonomi danpolitik perang. Pemerintah memobilisasi rakyat pedesaandi banyak desa-desa Jawa untuk menduduki tanah-tanahpartikelir, perkebunan milik asing, dan tanah hutan, dankemudian menggarap tanah-tanah tersebut menjadi lahanpertanian. Sebagian besar rakyat desa Jawa pada awalnyamendukung kebijakan ini, yang dianggap sebagai sebuahawal balas dendam terhadap perampasan tanah danpenindasan kolonial Belanda, namun kemudian merekamenyadari bahwa hal ini adalah bentuk penindasan lainnyakarena mereka dipaksa harus bekerja dan menyerahkanhasil kerja, makanan dan produk pertanian lain kepadapemerintahan fasis militer Jepang (Tauchid 1952, Kurasawa1988, 1993, Sato 1994, Eng 2008).

Jepang menyerah kepada tentara Sekutu pada 14Agustus 1945. Sejumlah pemuda revolusioner memaksaSukarno dan Muhamad Hatta memproklamasikankemerdekaan Indonesia.9 Belanda mempertahankanklaimnya bahwa Indonesia masih menjadi wilayahjajahan Belanda. Perang revolusioner melawan tentara

9 Sebuah penjelasan klasik mengenai dinamika politik di sekitarnasionalisme dan revolusi Indonesia, lihat Kahin (1951). Untukperanan pemuda dalam revolusi, lihat Anderson (1972).

Page 26: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

10 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Sekutu berlangsung sampai perundingan denganBelanda dilakukan pada tahun 1949 di Hague, Belanda,dimana Konferensi Meja Bundar (KMB) menghasilkansuatu perjanjian (lihat selanjutnya uraian pada bab V).

Selama dekade pertama setelah revolusi dari tahun1949-1959, Indonesia menganut sistem politik demokrasiliberal multi-partai. Manuver-manuver partai-partaipolitik dan berbagai pemberontakan daerah membuatpemerintahan nasional tidak stabil. Selama sembilantahun sistem parlementer Indonesia memiliki sembilanperdana menteri dengan kabinet yang berbeda-beda.Kepala Staf AD, Jenderal Nasution, menyimpulkan ditahun 1959 bahwa sistem demokrasi liberal multi-partaidi Indonesia “hanya melahirkan kekacauan.” Sukarnomengandalkan dukungan tentara untuk meredampemberontakan daerah di Jawa dan pulau-pulau luar,untuk kampanye militer melawan Belanda untukmerebut Papua Barat, dan “konfrontasi” dengan Malay-sia. Setelah Sukarno memberlakukan keadaan daruratperang (SOB, staat van oorlog) pada tahun 1957 danmemulai apa yang disebut Lev (1996) sebagai sebuahbabak Transisi Menuju Demokrasi Terpimpin (Transi-tion to Guided Democracy). Enam tahun di bawahkeadaan darurat militer (1957-1963) memungkinkantentara untuk menjadi sebuah kekuatan politik danekonomi, termasuk memperoleh kendali atas semuaperkebunan-perkebunan yang sebelumnya milikBelanda (Lev 1963, Sundhausen 1982).

Pada tahun 1959 dengan dukungan penuh dari elittentara, Sukarno membubarkan Konstituante, sebuahkomite nasional yang terdiri dari perwakilan partai politikyang bekerja selama hampir empat tahun (1956-1959)untuk menyusun konstitusi Republik Indonesia yangbaru. Namun, setelah konstituante mengalami suatukemelut politik, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit

Page 27: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

11Land Reform: Dari Dekolonisasi Hingga Demokrasi Terpimpin

pada 5 Juli 1959 menyatakan pemerintahan kembali keUUD 1945 yang pada dasarnya memberi kekuasaan yangsangat besar pada Presiden (Nasution 1992). Sukarnomendeklarasikan “Demokrasi Terpimpin”, sebuahbangunan politik di mana partai-partai politik tundukpada kekuasaan Presiden dalam hubungan yangterkordinasi, dan bukan suatu hubungan yangkonfrontatif dengan dan antar partai-partai politik(Sukarno 1959 dirujuk oleh Caldwell dan Utrecht1979:167).10 Kemudian, Sukarno membentuk MajelisPermusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yangkemudian memutuskan Sukarno sebagai PemimpinBesar Revolusi Indonesia.11

Sukarno mengabdikan Demokrasi Terpimpin-nyauntuk mewujudkan apa yang ia sebut dengan “SosialismeIndonesia”, di mana ia menghadirkan (kembali) gagasan“Revolusi” untuk mereorganisasi negara danmasyarakat, sebagaimana dikemukakannya secaraeksplisit dalam pidato yang berjudul Manifesto Politik,Penemuan Kembali Revolusi Kita. Melalui pidato iniSukarno menjelaskan prinsip-prinsip dan tujuan-tujuandari revolusi yang berjalan secara bersama-sama dalamsetiap bagian masyarakat Indonesia (dalam strukturpolitik, struktur ekonomi, hubungan sosial, budaya, danbahkan di dalam kehidupan rakyat). Sukarno berkatabahwa cita-cita dari Revolusi adalah (a) untukmendirikan sebuah kesatuan negara yang demokratisdan menyatukan semua warga negara Indonesia ke

10 Herbert Feith menyimpulkan bahwa Demokrasi Terpimpinmerupakan sebuah produk interaksi antara Presiden dan elittentara, “dengan Presiden menyediakan ideologi dan tentaramenyediakan mesin otoritas yang koersif” (1962:602).

11 Ketetapan MPRS Nomor III/MPRS/1963 tentangPengangkatan Pemimpin Besar Revolusi Indonesia Bung Karnomenjadi Presiden Republik Indonesia Seumur Hidup.

Page 28: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

12 Land Reform Dari Masa Ke Masa

dalam wilayah Indonesia dari Sabang (di pulau Wee,bagian utara Sumatra) sampai Merauke (di Pulau Papua,dekat dengan perbatasan Papua Nugini); (b) untukmenciptakan sebuah masyarakat yang adil dan makmuryang menyediakan ruang bagi setiap warga negaranyauntuk mencapai kebutuhan spiritual mereka; and (c)untuk mendirikan persahabatan antara Indonesia dengansemua negara di dunia, khususnya dengan negara-negaraAsia-Afrika, dengan tujuan membangun sebuah duniabaru yang bebas dari imperialisme dan kolonialisme,sebagai sebuah persyaratan dari perdamaian dunia yanglengkap (Sukarno 1959 sebagaimana dirujuk olehCaldwell dan Utrecht 1979:108).

Sukarno telah berusaha keras memobilisasi“semua kekuatan-kekuatan revolusioner” di bawah“satu kepemimpinan pusat yang efektif,” yaitu dirinyasendiri. Kekuatan revolusioner paling penting saat ituadalah Partai Komunis Indonesia (PKI), yang sejakDipa Nusantara Aidit mengambil alih kepemimpinanpartai ini di tahun 1951, PKI telah mengembangkansebuah strategi perjuangan parlementer untukmemenangkan pemilu, dan berakar luas dalamorganisasi-organisasi massa, terutama di pedesaan.Keberhasilan PKI di bawah Aidit itu bisa dijelaskandalam tiga faktor yang terkait:(1) penekanan pada mobilisasi petani dan perjuangan

untuk land reform dalam mengembangkan teori danprogram partai;

(2) teknik organisasi yang diterapkan untuk merekrutpendukung partai di daerah pedesaan;

(3) penelitian mengenai kondisi-kondisi petani dankepemilikan tanah yang dilaksanakan oleh kader-kader partai (van der Kroef 1963:54).PKI dan berbagai organisasi massanya, termasuk

Page 29: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

13Land Reform: Dari Dekolonisasi Hingga Demokrasi Terpimpin

Barisan Tani Indonesia (BTI), bisa memperluaskeanggotannya secara cepat. Sebagaimana dijelaskan olehKarl Pelzer, “BTI mengklaim memiliki jumlah keanggotaansebanyak 800.000 pada Maret 1954 dan sekitar 2.000.000pada April 1955. Pada waktu pemilu di akhir tahun 1955sekretariat BTI melaporkan jumlah keanggotaan mencapaisekitar 3.300.000” (1982:45). Pada Pemilu 1955 PKImemperoleh 16,4 persen suara dengan 6.117.000 suara.Posisi pertama ditempati oleh Partai Nasional Indonesia(PNI) dengan 22,3 persen suara (8.435.000); posisi keduadiduduki oleh Masyumi (partai Islam modern) dengan 20,9persen suara (7.904.000); dan posisi ketiga adalah NU (partaiIslam tradisional) dengan 18,4 persen suara (6,955.000).

Setelah “Transisi menuju Demokrasi Terpimpin”(1957-1959) PKI menjadi lebih tergantung padaSukarno. Sukarno membantu PKI untuk melawanmusuh politik partai tersebut, khususnya Angkatan Darat(AD) dan partai-partai Islam. PKI secara sistematis telahmemobilisasi petani melalui kampanye “tanah untukpenggarap.”12 Sebagaimana dilaporkan oleh van derKroef (1960), Kongres Nasional PKI yang keenam padatahun 1959 secara resmi mengakui buruh tani sebagai“kekuatan pokok dari revolusi Indonesia” bersama-samadengan kelas buruh.13 Di sisi lain, Sukarno adalahpemimpin revolusioner nasionalis yang menganggap PKIsebagai partai terdepan untuk gagasan-gagasan politik

12 Untuk penjelasan yang lebih jauh, lihat Mortimer (1972);Edelman (1987:96-93); Huizer (1974, 1980:64-127).

13 Meskipun buruh tani digambarkan sebagai kekuatan dasardari revolusi Indonesia,” PKI berpegang teguh bahwa “kelas buruhharus memimpin perjuangan rakyat keseluruhan,” khususnyabahwa “kelas pekerja harus membantu perjuangan buruh taniuntuk mendapat tanah” (dikutip dalam van der Kroef 1960:6).Untuk penjelasan yang lebih panjang mengenai hubunganantara PKI, buruh tani, dan land reform, lihat van der Kroef(1963) dan Mortimer (1972).

Page 30: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

14 Land Reform Dari Masa Ke Masa

dan ambisinya untuk radikalisasi massa Indonesia,machtsvorming (pembentukan kekuatan), menuju revolusi(Gunawan 1973).

Pada 17 Agustus 1960, sebulan sebelum UUPAdisahkan, Sukarno membuat sebuah pidato yang berjudul“Laksana Malaekat yang Menyerbu dari Langit. JalanRevolusi Kita.” Ia menyebutkan sebuah rencana untukmengesahkan UUPA 1960, yang dianggap sebagai“kemajuan paling penting dalam revolusi Indonesia.” Iamendefinisikan UUPA sebagai sebuah basis hukum untukperubahan revolusioner dalam hubungan-hubungan agrariakolonial dan feodal. Ia menempatkan golongan petani,bersama-sama dengan buruh, sebagai sokoguru revolusi.Slogan-slogannya yang terkenal antara lain adalah “tanah tidakboleh menjadi alat penghisapan”, “tanah untuk penggarap”,“tanah untuk mereka yang benar-benar menggarap tanah”,dan “Revolusi Indonesia tanpa land reform adalah sama saja… omong besar tanpa isi.” Sukarno pun mengutip laporanFAO tahun 1951 mengenai land reform bahwa “kerusakan-kerusakan dalam struktur agraria, dan khususnya dalamsistem kepemilikan tanah, menghalangi peningkatan standarhidup dari petani gurem dan buruh tani, dan menghalangipembangunan ekonomi” (FAO 1951 sebagaimana dikutipoleh Sukarno 1960:460-461).

Pemerintahan Sukarno percaya bahwa UUPA 1960 akanmemecahkan masalah-masalah agraria yang berasal darikebijakan kolonial dan sisa sisa feodalisme, dan akanmeletakkan fondasi bagi ekonomi nasional. Mereka percaya –menggunakan kata-kata dari pakar land reform, Eric Jacoby:

... solusi dari permasalahan tanah adalah sebuahpersyaratan untuk perwujudan yang penuh atasaspirasi-aspirasi nasional ... dan, sampai batastertentu, merupakan kunci untuk pembangunanekonomi dan sebuah re-organisasi masyarakat yangbermakna (Jacoby 1961:253).

Page 31: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

15

- III -Penghapusan Azas

Domein Negara

Azas domein negara, sebagaimana tercantum dalam UUAgraria 1870 dan juga dalam UU Kehutanan 1874,

1875 dan 1897, menyatakan bahwa semua tanah yang tidakmempunyai status kepemilikan sesuai dengan hukum Baratakan dianggap sebagai milik negara. Sebagai akibatnya,semua tanah yang ditelantarkan atau tidak dipakai(tergolong yang disebut woeste gronden), dan tanah yangtidak mempunyai hak kepemilikan pribadi (eigendom)akan diberlakukan sebagai milik negara. UU Agraria 1870disahkan dengan sebuah gagasan bahwa pemerintahBelanda harus membuka Hindia Belanda terhadapinvestasi asing, dan bahwa Belanda dan kelas kapitalisEropa memiliki hak-hak untuk berinvestasi danmemperoleh surplus-surplus kolonial dari Hindia Belanda.Selama lebih dari tujuh puluh tahun (1870-1942) “domeinnegara” telah menjadi sebuah konsep legal-politis yanghegemonik melayani pemerintah kolonial untukmemfasilitasi perusahaan-perusahaan kapitalis Eropadengan hak-hak untuk menggunakan tanah(erfpachtrecht) selama tujuh puluh lima tahun.

UUPA 1960 mengganti azas domein negara dengansebuah konsep politico-legal baru yang disebut “HakMenguasai dari Negara” (HMN). UUPA itu merupakanhukum agraria nasional pertama berdasarkan Pancasila,

Page 32: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

16 Land Reform Dari Masa Ke Masa

dasar negara Republik Indonesia,14 dan pasal 33 ayat 3UUD 1945 yang berbunyi “(b)umi, air, dan kekayaanalam yang terkandung di dalamnya dikuasai olehNegara dan dipergunakan sebesar-besarnya untukkemakmuran rakyat.”

Hak Menguasai dari Negara (HMN) merupakanwewenang pemerintah pusat untuk:

(a) mengatur, merencanakan dan menata alokasi,penggunaan, penyediaan, dan pemeliharaan daribumi, air, dan udara; (b) menentukan dan mengaturhubungan-hubungan hukum antara rakyat denganbumi, air, dan udara; dan (c) menentukan danmengatur hubungan-hubungan hukum di antararakyat dan juga tindakan-tindakan hukum yang terkaitdengan bumi, air, dan udara (pasal 2 UUPA 1960).

Dengan konsep (HMN) ini pemerintah pusatmemiliki kekuasaan untuk merencanakan, mengatur danmenataguna tanah dan kekayaan alam, menentukanhubungan-hubungan kepemilikan, dan menentukantindakan mana yang legal dan ilegal terkait denganpenguasaan, pemilikan, penatagunaan, dan pemanfaatantanah dan kekayaan alam. Juga disebutkan bahwa

Undang-Undang Pokok Agraria berpangkal padapendirian, bahwa untuk mencapai apa yangditentukan dalam pasal 33 ayat 3 Undang-UndangDasar tidak perlu dan tidaklah pula pada tempatnya,bahwa bangsa Indonesia atau pun Negara bertindaksebagai pemilik tanah. Adalah lebih tepat jika Negara,sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat(bangsa) bertindak selaku Badan Penguasa.

14 Sukarno, Presiden pertama Republik Indonesia, menyusunPancasila di tahun 1945. Istilah Pancasila berasal dari dua kataSansekerta, ‘panca’ berarti lima, dan ‘sila’ berarti makna. Pancasilaterdiri dari lima prinsip yang tidak terpisahkan dan saling terkait,yaitu (i) Ketuhanan yang Maha Esa; (ii) Kemanusiaan yang adildan beradab; (iii) Persatuan Indonesia; (iv) Kerakyatan yangdipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan perwakilan; (v) Keadilansosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Page 33: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

17Penghapusan Azas Domein Negara

UUPA menyatakan bahwa

Azas domein yang dipergunakan sebagai dasar daripada perundang-undangan agraria yang berasal dariPemerintah jajahan … ditinggalkan dan pernyataan-pernyataan domein itu dicabut kembali.

Para perumus UUPA memandang azas domeinnegara, beserta hak-hak kepemilikan dan pemanfaatantanah yang merupakan turunan daripadanya sebagaisumber ketidakadilan terhadap penduduk pribumi Indone-sia. Hukum agraria kolonial berjalan berdasarkan padaprinsip domein negara,15 sebagaimana juga praktek feodaldari kerajaan-kerajaan (swapraja) yang diperkuat olehstrategi memerintah secara tidak langsung (indirect rule)dari negara kolonial. Azas domein ini menurut UUPA“adalah bertentangan dengan kesadaran hukum rakyatIndonesia dan azas dari pada Negara yang merdeka danmodern” (Penjelasan, bagian II: Dasar-dasar dari hukumagraria nasional).

Tokoh-tokoh revolusi nasional Indonesia (sepertiSupomo) akrab dengan gagasan “satu abad ketidakadilan”dari Cornellis van Vollenhoven, yang mengungkapkan akibatdari pelaksanaan azas domein negara (van Vollenhoven1931, 1975; Supomo 1951, 1953).16 Berulang kali diangkatoleh para penyusun UUPA dampak-dampak yangmenghancurkan dari azas domein negara yang ditetapkandalam undang-undang agraria kolonial 1870 (e.g.Notonagoro 1972:70-107). Notonagoro, profesor hukum dariUniversitas Gadjah Mada Yogyakarta dan salah satu

15 UUPA menyebutkan bahwa azas domein terdapat dalamberbagai undang-undang agraria, e.g. Pasal 1 dari AgrarischeBesluit (S. 1870-118), S. 1875-119a, S. 1874-94f, dan S. 1877-55, dan S. 1888-58.

16 De Indonesiër en zijn Grond (Orang Indonesia dan Tanahnya)karya Van Vollenhoven ditujukan pada kebijakan agrariapemerintah kolonial. Dalam sebuah bab yang berjudul “satu

Page 34: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

18 Land Reform Dari Masa Ke Masa

perancang UUPA, menjelaskan bagaimana caranyadomein negara merusak sendi-sendi kehidupan rakyatIndonesia:

Azas domein berkedudukan di atas hak rakyat atastanah; Azas domein memungkinkan tanah yang dihakioleh rakyat dapat dioper oleh orang asing (InlandscheGemente Ordonanti), yang sebenarnya dilarang olehpemerintah Hindia Belanda sendiri untuk mencegah… jangan sampai rakyat itu kehilangan tanahnya(Sehingga mereka) harus dilindungi; Azas domeinjuga di atas hak desa terhadap tanah, sehingga jugamengenai tanah yang tidak dihaki oleh perseorangan,seperti tanah hutan (Hal ini) memperkosa hak tanahyang asli (Notonagoro 1972:71).

Para perumus UUPA 1960 juga berpandanganbahwa dualisme antara hukum yang dipaksakan olehBarat dengan hukum adat “menimbulkan pelbagaimasalah antar golongan yang serba sulit, juga tidaksesuai dengan cita-cita persatuan Bangsa; karenanya bagirakyat asli hukum agraria penjajahan itu tidakmenjamin kepastian hukum.” (UUPA 1960, bagianPenjelasan Umum; lihat juga Notonagoro 1972:108-123). Supomo, satu tokoh sarjana hukum Indonesia yangpertama-tama, menyatakan bahwa dalam lapanganagraria, negara republik yang baru tidak membutuhkan

abad ketidak-adilan,” ia menuliskan bahwa jika alienasi hak-haktanah dengan tingkatan yang sama yang terjadi di Jawamenimpa para petani Belanda, pemerintah secara keseluruhanakan bangkit untuk melawan. Van Vollenhoven (1932, 1975)berpendapat bahwa hukum adat, khususnya yang ia sebut“besckicking recht” (hak untuk menguasai dan mengalokasikantanah-tanah adat di antara para anggota komunitas) yangdimiliki oleh masyarakat adat harus diperhitungkan olehpemerintah bila pemerintah ini benar-benar berniat untukmerancang kebijakan yang praktis dan adil. Untuk perdebatanmengenai peran Van Vollenhoven dalam penemuan hukum adat,lihat Burn (1989, 2004) dan Benda Beckman (2008, 2011).

Page 35: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

19Penghapusan Azas Domein Negara

dualisme hukum, yakni pengaturan dengan hukumbarat dan pengaturan dengan hukum-hukum adat.“Kepentingan negara menghendaki pembentukanundang-undang yang hanya mengenai satu sistemhukum tanah untuk segala warga negara, dari bangsaapapun” (Supomo 1953 seperti dikutip dalamPraptodihardjo 1953:79).

Sejak awal mulanya UUPA ditujukan untukmenempatkan Negara Indonesia sebagai ekspresikekuasaan yang sah dari rakyat Indonesia. MelaluiUUPA, pemerintah nasional Indonesia berkomitmenuntuk memodernisasi hukum adat, dan untukmembuatnya lebih cocok dengan kebutuhan-kebutuhanNegara Kesatuan Republik Indonesia yang baru sebagaisalah satu anggota bangsa-bangsa yang merdeka didunia. Hal ini dinyatakan secara jelas bahwa “hukumagraria yang berlaku untuk bumi, air, dan udara adalahhukum adat namun pelaksanaan dari hukum adattersebut harus tidak bertentangan dengan kepentinganumum bangsa yang didasarkan pada prinsip kesatuanrepublik, dengan prinsip sosialisme Indonesia, dan prinsipyang tercantum dalam UUPA dan peraturan di masamendatang, sebagaimana juga dengan persyaratanhukum agama” (Pasal 5 UUPA 1960). Dengandemikian, maka UUPA

... mengadaptasi prinsip-prinsip modern danbekerja dengan gagasan-gagasan barat modernmengenai kepemilikan tanah, misalnya sepertipembedaan antara hak-hak publik dan pribadidikombinasikan dengan sebuah sistem pendaftarantanah untuk memenuhi persyaratan publisitas ...Pendaftaran ini memungkinkan untuk menggadaikantanah, dan dengan demikian menyediakan suatudasar rasional untuk sistem kredit yang dibutuhkanuntuk kesejahteraan ekonomi negara ini (Gouwgioksiong1961:547-548).

Page 36: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

20 Land Reform Dari Masa Ke Masa

UUPA juga berperan penting dalam memajukanapa yang Gouwgioksiong (1961:549) sebut sebagai azasnasionalisme yang kuat yang memungkinkan warganegara Indonesia untuk mendapat hak-hak kepemilikandan penggunaan yang penuh atas tanah (pasal 21, 30,36). Dalam kategori warga negara Indonesia, UUPAmembuat suatu pembedaan antara kelompok yangsecara ekonomi lemah dan kuat, dan menyatakankomitmen untuk melindungi kelompok yang secaraekonomi lemah yang dipandang sebagai korban darifeodalisme dan kolonialisme baru. Menggunakankewenangan-kewenangan yang dijabarkan dalamUUPA, pemerintah Indonesia menjalankan programland reform (1962 – 1965).

Dasar hukum untuk land reform itu dituangkandalam pasal 10 UUPA, berbunyi:

“setiap orang dan badan hukum yang mempunyaisesuatu hak atas tanah pertanian pada Azasnyadiwajibkan mengerjakan dan mengusahakannyasendiri secara aktif, dengan mencegah cara-carapemerasan.”17

17 Penjelasan UUPA butir 7 memberi informasi bahwa land re-form Indonesia diinspirasikan juga oleh gelombang land reformdi negara-negara paska-kolonial lainnya. Dalam pasal 10 ayat(1) dan (2) dirumuskan suatu azas yang dewasa ini sedangmenjadi dasar bagi perubahan-perubahan dalam strukturagraria hampir di seluruh dunia, yaitu di negara-negara yangtelah/sedang menyelenggarakan apa yang disebut dengan “landreform” atau “agrarian reform” yaitu “tanah pertanian harusdikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh pemiliknya sendiri.”

Page 37: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

21

- IV -Kebijakan Awal untuk Mengatasi

Ketidakadilan Agraria

Beberapa program land reform yang dijalankan olehpemerintah Indonesia sebelum pengesahan UUPA

di tahun 1960:

A. Penghapusan hak-hak istimewa desa perdikan diwilayah Banyumas di Jawa Tengah.

Sebagaimana dijelaskan oleh Soemardjan (1962),desa-desa perdikan memiliki hak istimewa berupapengecualian pajak tanah sebagai tanda pengakuanterhadap jasa pengabdian yang pernah diberikanpara pendiri desa kepada raja sebelum atau selamamasa-masa awal kolonial. Sebagai tambahan, sipendiri desa diangkat sebagai kepala desa di desanyatersebut, dan posisinya dinyatakan berlaku turun-temurun pada generasi turunannya dengan waktuyang tidak terbatas. Berdasarkan UU No. 13/1946Menteri Dalam Negeri membatalkan status desa-desa tersebut dan hak-hak istimewa tradisional darikeluarga penguasa desa tersebut. Setengah daritanah yang relatif luas, yang dikuasai oleh hak-hakturunan oleh kepala desa dan keluarganya sebagaisumber pendapatan pribadi, diambil-alih olehpemerintah dan dibagi-bagi kepemilikannya kepadapara petani yang sebelumnya menggarap tanah

Page 38: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

22 Land Reform Dari Masa Ke Masa

tersebut sebagai buruh tani atau buruh panen.Kompensasi finansial bulanan selama seumur hidupdiberikan kepada mantan keluarga-keluargapenguasa desa tersebut yang mengalami kerugianakibat kehilangan tanah sebagai konsekuensi dariprogram land reform skala kecil ini.

B. Penghapusan “hak-hak konversi” dalam wilayahpemerintahan otonom di Yogyakarta dan Surakarta.

Bekas Kewilayahan Yogyakarta dan Surakartamemiliki hukum agraria yang berbeda denganwilayah-wilayah lainnya di Jawa karena statuskeduanya sebagai dua swapraja yang mempunyai langecontracten (kontrak panjang) khusus dengan negarakolonial. “Hak-hak konversi” ini, sebagaimana dijelaskanoleh Gautama dan Harsono (1972:3-4) danGouwgioksiong (1960:35-38), merupakan sekumpulanhak untuk menggunakan tanah, buruh dan air yangdiberikan oleh sultan Yogyakarta atau Surakartakepada perkebunan-perkebunan milik orang Eropa.Untuk berbagai konsesi berjangka waktu lima puluhtahun ini, pihak perkebunan membayar uang sewatahunan kepada para Sultan. Setelah diterbitkannyaperaturan sewa tanah tahun 1884 dan 1906, pihakperkebunan bisa mendaftarkan kesepakatan konsesimereka kepada kantor pencatatan pemerintah, dankemudian menggunakan dokumen tersebut sebagaijaminan untuk mendapatkan pinjaman dari bank.Setelah Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945, sistemtanah feodal, yang berdasarkan pada prinsip bahwa sul-tan menguasai baik tanah dan rakyat (tenaga kerja)yang hidup di wilayahnya, menjadi tak dapatditerima. Melalui UU No. 5/1950, yangmengamandir UU No. 13/1948, semua hak-hak

Page 39: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

23Kebijakan Awal untuk Mengatasi Ketidakadilan Agraria

konversi, yang di tahun 1940 mencakup 42.544 hektar18

dihapuskan. Kemudian, hak milik tanah yangbersangkutan diserahkan pada petani lokal yang hidupdi tanah tersebut.

C. Likuidasi “tanah-tanah partikelir”

Pada tahun-tahun awal setelah kemerdekaan Indo-nesia, pemerintah Indonesia mengambil alih semua“tanah-tanah partikelir” sampai seluas 1.150.000hektar19 , yang sebelumnya dijual oleh pemerintahkolonial Belanda kepada individu-individu pribadidari Inggris, Belanda, Arab, dan Cina pada masatekanan finansial yang besar sebelum abadkesembilan belas (Soemardjan 1962:24). “Tanah-tanah partikelir” ini berbeda dengan tanah yangdimiliki secara pribadi lainnya, bukan hanya karenaukurannya yang sangat luas, namun juga karenahak-hak istimewanya, landheerlijke rechten (hak-hak tuan tanah), yang memberikan para tuan tanahtersebut hak untuk memerintah orang-orang yanghidup di dalam wilayah yang dikuasainya. “Tanah-tanah partikelir” adalah suatu bentuk hak atas tanahyang disertai oleh kewenangan untuk membentuksistem pemerintahan tersendiri di dalam wilayahtanah yang sangat luas itu, karenanya ia dijulukidengan “negara dalam negara”. Selama abadkesembilan belas, sebagaimana dijelaskan olehGautama dan Harsono (1972:5-6) dan Gouwgioksiong(1960:19-24), pemerintah kolonial telah mencobauntuk mengatur “tanah-tanah partikelir” ini, seperti

18 Jumlah ini bersumber dari Indisch Verslag 1941, II, hal. 270-273 sebagaimana dikutip oleh Shutter (1959: 1267).

19 Sebagaimana dikutip oleh Soemardjan (1962: 24); jumlahini mencakup “tanah-tanah partikelir” di Jawa dan Sulawesi.

Page 40: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

24 Land Reform Dari Masa Ke Masa

pada tahun 1854 ketika Gubernur Jenderalmemutuskan untuk menghentikan pemberian hak-hak tanah partikelir; kemudian di tahun 1911pemerintah kolonial mulai membeli kembali “tanah-tanah partikelir” tersebut. Antara tahun 1921 sampai1931, sekitar 456.709 hektar dari “tanah-tanahpartikelir” telah dibeli kembali oleh pemerintahkolonial. Pada tahun 1950, pemerintah Indonesiamengumumkan perkiraan jumlah total area “tanah-tanah partikelir” di Hindia Belanda (Jawa) sebesarsekitar 598.829 hektar (Tauchid1953: 35-37).

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1945, “tanah-tanah partikelir” dianggap bertentangan dengan prinsipkeadilan sosial, salah satu lima pilar dari prinsip NegaraIndonesia, Pancasila. Pada tahun 1958 pemerintahmenetapkan sebuah UU baru terkait penghapusan“tanah-tanah partikelir” (UU No. 1/1958), yangmenyatakan bahwa semua hak dan keistimewaan yangsebelumnya dimiliki oleh tuan tanah partikelir akandihapuskan oleh pemerintah. Para tuan tanah tersebutdiberikan pilihan antara menjual tanah mereka secaralangsung ke para petani, atau menyerahkan tanahnyake pemerintah untuk diredistribusikan kepada parapetani yang tinggal di bekas “tanah-tanah partikelir”tersebut. Dalam kedua kasus tersebut, harga tanahditetapkan oleh pemerintah, dan bisa dibayarkan secaradicicil dengan maksimal waktu lima tahun. Para tuantanah bisa memperoleh hak atas tanah dari pemerintahuntuk menjalankan usaha pertanian mereka di bekas“tanah-tanah partikelir”nya itu dengan pembatasan yangsesuai dengan peraturan perundang-undangan agraria.Ketika UUPA ditetapkan di tahun 1960, prosespenghapusan “tanah-tanah partikelir” secara resmihampir selesai (Soemardjan 1962:24-25).

Page 41: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

25

- V -Bagaimana Perkebunan KolonialTidak Menjadi Target Program

Land Reform 1960-1965?

Perkebunan-perkebunan kolonial, sebuah bentukkhusus dari sistem agraria kapitalis, berhasil lolos

dari likuidasi oleh gelombang revolusi, 1945-1965. Tidakdimasukkannya perkebunan sebagai target programland reform 1960-1965 telah menyebabkan sistemagraria perkebunan kolonial tetap berlanjut hidup dizaman paska-kolonial.

UUPA 1960 menetapkan keberlanjutan hidupperkebunan-perkebunan kolonial dengan mengkoversihak-hak erpacht menjadi “hak guna usaha.”20 Duakekuatan yang membuat perkebunan-perkebunankolonial21 berada di luar program land reform adalah:(a) “Konferensi Meja Bundar” sebuah negosiasi politikantara Belanda dan pemerintah Republik Indonesia diDen Hag, Belanda. Dalam perundingan tersebut Belandamenetapkan syarat-syarat mengenai pengembalian

20 Makna dari erfpacht adalah hak erfpacht yang dipunyaiperusahaan-perusahaan perkebunan selama 75 tahun. sebangundengan yang sekarang dikenal dengan Hak Guna Usaha.

21 Area total tanah perkebunan di tahun 1940 mencapai sekitar395.180 hektar di Jawa dan 150.517 hektar di pulau-pulau luar.Jumlah ini berdasar pada Indisch Verslag 1941, II, hal. 270-273sebagaimana dikutip oleh Shutter (1959:1267).

Page 42: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

26 Land Reform Dari Masa Ke Masa

harta benda milik Belanda sebagai persyaratan untukpengakuan Kemerdekaan Indonesia; (b) kelaspengusaha dari tentara yang muncul dari hukumdarurat perang (1957) yang dilanjutkan kebijakanpemerintah menasionalisasi perkebunan-perkebunanmilik Belanda.

Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia,proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, dan tetap menolakmemberikan kemerdekaan Indonesia sampaikepentingan-kepentingan ekonomi Belanda dilindungimelalui negosiasi di Konferensi Meja Bundar yangberakhir pada Desember 1949 di Den Hag. Selama masaperalihan empat tahun tersebut, Belanda menggunakanaksi-aksi militer, negosiasi politik, dan tekanan di arenainternasional sebagai upaya untuk rekolonisasikepulauan Indonesia.22 Melalui Konferensi Meja Bundar,Belanda menyetujui untuk mengakui kedaulatan politikIndonesia pada Desember 1949 dengan pendirianRepublik Indonesia Serikat (RIS). RIS ini merupakansebuah sistem federasi yang terdiri dari enam belasnegara bagian merdeka tanpa memasukkan PapuaBarat.23 Pada saat yang sama, Belanda menetapkanpersyaratan-persyaratan dalam perjanjian tersebut yangdirancang diantaranya untuk memelihara kepentingan-kepentingan ekonominya di kepulauan nusantara,termasuk pengembalian semua aset-aset milik Belanda,termasuk perkebunan-perkebunan.

Berikut ini adalah bagian yang relevan darikesepakatan yang dicapai dalam Konferensi MejaBundar:

22 Untuk penjelasan klasik mengenai perjuangan revolusioneruntuk mencapai kemerdekaan politik, lihat Kahin (1952).

23 Papua Barat masih dianggap sebagai koloni Belanda di luarwilayah kepulauan Indonesia sampai tahun 1969 ketika wilayahtersebut menjadi propinsi Indonesia yang ke-26.

Page 43: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

27Bagaimana Perkebunan Kolonial Tidak Menjadi Target Program Land Reform 1960-1965?

Bagian A

Pasal 1Terhadap pengakuan dan pemulihan hak, konsesi danizin, yang diberikan dengan syah menurut hukumHindia-Belanda (Indonesia) dan yang pada waktupenyerahan kedaulatan masih berlaku, makaRepublik Indonesia Serikat berpangkal pada pendirianbahwa hak, konsesi dan izin itu diakui dan bahwayang berhak –sekedar ini belum terlangsung—akandipulihkan ke dalam pelaksanaan haknya denganperbuatan, segala-galanya dengan mengindahkanyang tersebut pada ayat-ayat ini yang berikut.

Pasal 2Hak, konsesi dan izin termasuk pada pasal 1 ayat 1hanya akan dapat dikurangi untuk keperluan umum,termasuk kepentingan rakyat, dengan jalanperdamaian dengan yang berhak, dan seandainyaperdamaian tidak tercapai, dengan pencabutan hakuntuk kepentingan umum, menurut yang ditetapkanpada pasal 3.Hak, konsesi, dan lisensi yang dirujuk dalam Pasal 1,paragraf 1, bisa diabaikan hanya untuk kepentinganumum, termasuk kesejahteraan rakyat, dan melaluiganti rugi yang layak dengan pihak yang berhak, danjika pihak yang berhak tersebut tidak bisa dicapai,dengan pengambil alihan demi kepentingan umum,sebagaima diatur dalam peraturan-peraturan dariPasal 3.

Pasal 3Tindakan mencabut hak, menasionalisir,menghapuskan, menyuruh melepaskan ataumemindahkan secara paksa benda atau hak, hanya

Page 44: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

28 Land Reform Dari Masa Ke Masa

akan dijalankan untuk keperluan umum menurut acarayang ditetapkan dengan peraturan undang-undang danjika tidak dapat persetujuan antara pihak-pihak yangberkepentingan dengan pengganti kerugian yangditerimakan atau dijamin lebih dahulu dan yangditetapkan hakim menurut harga sebenarnya benda atauhak yang diambil itu, segala-galanya itu menurut aturan-aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Syaratbahwa pengganti kerugian itu harus diterimakan ataudijamin lebih dahulu tidak berlaku jika benda atau hakitu perlu diambil dengan sesegeranya karena keadaanperang, bahaya perang, pemberontakan, kebakaran,banjir, gempa bumi, gunung meletus atau lain-lainkejadian yang mendesak. (Tauchid1952b:255-256; ).

Sebagai konsekuensi dari Konferensi Meja Bundar sejak17 Desember 1949, Republik Indonesia Serikat mengadopsikonsepsi kolonial mengenai “pendudukan tanah ilegal” yangsebelumnya ditetapkan oleh Belanda dalam Staatsblad No.111/1948.24 Komitmen untuk mengembalikan aset-asetBelanda menyebabkan kesulitan bagi Republik IndonesiaSerikat untuk mengikuti aspirasi-aspirasi dan tuntutan-tuntuan revolusioner untuk menghapus perkebunan-perkebunan kolonial, termasuk yang dilancarkan olehsebagian kekuatan-kekuatan revolusioner termasuk BarisanTani Indonesia (BTI) dan Serikat Buruh Perkebunan Indo-nesia (Sarbupri) yang kemudian menjadi dua organisasimassa pedesaan terbesar di bawah Partai Komunis Indone-sia (PKI).25

24 Untuk kebijakan-kebijakan mengenai “pendudukan ilegal,”lihat Gouwgioksiong 1960:25-29; Tauchid1952:10-39; Gautamadan Harsono (1972:12-15). Teks lengkap dari peraturan tersebut ada didalam Gouwgioksiong (1960:101-106).

25 Untuk penjelasan lengkap mengenai peranan ini, lihatAprianto (2005).

Page 45: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

29Bagaimana Perkebunan Kolonial Tidak Menjadi Target Program Land Reform 1960-1965?

Republik Indonesia Serikat pada kenyataannyatidak bisa berfungsi karena sebagian besar dari parapemimpin politik dari negara-negara bagian menolakbentuk negara federal. Di tahun 1950 para pemimpinmulai meluncurkan manuver-manuver politik untukmenanggalkan federalisme. Perlawanan terbesarterhadap kecenderungan unitaris dari para pemimpinpolitik ini berasal dari Sumatera Timur dan negara-negara bagian Indonesia Timur. Sebagaimana dijelaskanoleh Ricklefs (2001:285), pertarungan politik mengenaipermasalahan tersebut berakhir pada peringatanproklamasi kemerdekaan yang kelima, pada Agustus1950. Republik Indonesia Serikat, dan negara-negaradari Sumatera Timur dan Indonesia Timur digantikanoleh sebuah Republik Indonesia baru dengan sebuahkonstitusi baru, yakni Undang-undang Dasar Sementara1950. Republik Indonesia ditegakkan kembali, dansebuah sistem demokrasi parlementer liberal/multi partaididirikan.26

Organisasi-organisasi pergerakan pedesaan yangbesar seperti BTI dan Sarpubri berjuang di berbagaiwilayah perkebunan di Jawa mendorong pemerintahpusat untuk mengurus masalah pendudukan tanah. Ditahun 1954 pemerintah Indonesia mengambil langkahyang lebih jauh yang dimulai dengan Undang-undangDarurat No. 8/1954 mengenai penyelesaian daripendudukan tanah-tanah perkebunan oleh rakyat.27

Secara resmi undang-undang darurat tersebut bertujuan

26 Kesepakatan Meja Bundar secara resmi dan sepihak dibatalkandengan UU No. 13/1956.

27 Sebagian besar perjuangan di beberapa wilayah perkebunan diSumatra Timur juga mendorong pemerintah untuk menyelesaikanpersoalan pendudukan tanah. Lihat Pelzer (1978) untuk pergeseranhubungan antara perkebunan kolonial dan petani di SumateraTimur. Untuk kasus Jawa Timur lihat Aprianto (2005).

Page 46: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

30 Land Reform Dari Masa Ke Masa

untuk mencapai penyelesaian damai atas ketegangan-ketegangan yang berdasarkan pada penyelesaian dengancara perundingan antara pihak-pihak yang berkonflik.Pemerintah berupaya: (a) menyediakan sebuah statushukum yang pasti mengenai tanah-tanah bekasperkebunan yang diduduki selama pihak yangmenduduki mematuhi persyaratan-persyaratan yangsudah ditetapkan; dan (b) membuka peluang bagiperkebunan-perkebunan tersebut yang secara strategispenting bagi negara dan masyarakat untuk melanjutkanusahanya. Peraturan tersebut mencatat sekitar 80.000hektar, dari sekitar 200.000 hektar tanah perkebunandi Jawa, diduduki rakyat, dan para petani yangmenduduki tersebut mengubah tanah perkebunantersebut menjadi lahan pertanian setelah pendudukanJepang (1942-1945).28

Sebelum pemerintah Indonesia bisa mengambillangkah-langkah hukum untuk melegalisasipendudukan tanah ini, tentara Indonesia mengambil alihkendali atas semua perkebunan milik Belanda ketikaSukarno mendeklarasikan hukum darurat perang yangterutama disebabkan oleh pemberontakan-pemberontakan daerah. Di bawah hukum darurat,tentara memperoleh kekuasaan yang besar dalamwewenang politik, pemerintahan, dan administrasi.Lebih dari lima ratus perkebunan Belanda, sekitar tiga-perempat dari semua perkebunan di Indonesia (juga padasejumlah besar perusahaan-perusahaan Belanda)dimasukkan dalam pengawasan militer bekerja samadengan Menteri Urusan Pertanian. Pihak kementerian

28 Untuk teks yang asli, lihat Gautama (1962:272-284). Pelzer(1982) membuat sebuah penjelasan historis bernilai tinggimengenai perjuangan agraria di Sumatera Timur, termasukpersoalan okupasi tanah “ilegal” ini.

Page 47: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

31Bagaimana Perkebunan Kolonial Tidak Menjadi Target Program Land Reform 1960-1965?

meninjau kembali dan merencanakan untukmenghentikan semua hak-hak erpacht kolonial, dimanasetiap perkebunan mendapat konsesi selama tujuh puluhlima tahun berdasarkan UU Agraria 1870 (Gautama danHarsono 1972:12-15).

Kemudian pada bulan Desember 1957, setelahkegagalan perundingan di PBB untuk mendapatkanPapua dari Belanda, Sukarno membuat sebuahkeputusan politik menasionalisasi semua perusahaan-perusahaan Belanda. Sebagaimana dirumuskan dalamUU No. 86/1958, kebijakan ini bertujuan untukmemperkuat dasar potensi ekonomi nasional, danmelikuidasi kekuasaan ekonomi kolonial.29 Sebuahperusahaan milik negara yang dinamai P.P.N Baru30

telah menjadi sebuah perusahaan milik negara terbesar,sebuah arena baru dimana elit-elit manajerial baru daritentara meneguhkan posisi dan peranannya danmemenuhi kepentingan-kepentingan mereka melaluikendali atas sektor dan perusahaan-perusahaanperkebunan (Mackie 1961:340).

Posisi, peranan dan kepentingan strategis daritentara dalam menguasai semua perkebunan-perkebunan yang telah dinasionalisasikan itumenyebabkan perkebunan-perkebunan kolonial selamat.Lebih dari itu, “nasionalisasi kepemilikan Belandamenciptakan sebuah kelas sosial baru, para tentarapengusaha” (Caldwell dan Utrecht 1979:124). Tentaramenghalangi aspirasi masyarakat untuk menghapus

29 Untuk teks aslinya, lihat Ismet (1970), dan Soedargo(1962:582-585). Lihat juga peraturan pemerintah lainnya yangmenjalankan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belandadalam Soedargo (1962:586-647).

30 Pusat Perkebunan Negara-Baru. P.P.N. yang “lama”, yangkemudian digabung dengan P.P.N. Baru, merupakan kantor dariMenteri Pertanian yang mengelola 35 perkebunan.

Page 48: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

32 Land Reform Dari Masa Ke Masa

sistem agraria perkebunan kolonial. Para petani yangmenduduki perkebunan dimasukkan ke dalam kategori“pendudukan ilegal”, yang harus berurusan langsungdengan tentara yang seringkali mengambil tindakanrespresif atas nama “ketertiban umum.”

Kemudian, hal yang menjamin keberlangsungansistem agraria perkebunan kolonial adalah pengaturankonversi dari hak erfpacht kolonial menjadi Hak GunaUsaha (HGU) paska-kolonial sebagaimana tercantumdalam UUPA 1960, pasal III (Aturan-aturan mengenaikonversi tanah).31 Hak erfpacht dan Hak Guna Usahatersebut merupakan hak untuk menggunakan tanahyang diberikan pemerintah untuk perusahaan-perusahaan perkebunan. Perbedaan utama keduanyaadalah jangka waktunya dimana hak menggunakantanah itu berlaku, dan status kewarganegaraan dariperusahaan yang memegang hak tersebut. Hak erfpachtdiberikan pada perusahaan-perusahaan asing untukjangka waktu selama tujuh puluh lima tahun. Hak GunaUsaha diberikan untuk perusahaan dalam negeri denganjangka waktu dua puluh lima tahun, atau jikaperkebunan tersebut membutuhkan jangka waktu yanglebih lama seperti perkebunan kelapa sawit, MenteriUrusan Agraria bisa memberikan hak menggunakantanah itu selama tiga puluh lima tahun. UUPA tidakmengijinkan perusahaan-perusahaan asing untukmemiliki Hak Guna Usaha.

31 Berikut ini adalah bagian yang relevan dari UUPA, pasal IIIKetentuan-ketentuan Konversi: “Hak erfpacht untuk perusahaankebun besar yang ada pada mulai berlakunya Undang-undangini, sejak saat tersebut menjadi hak guna usaha tersebut dalampasal 28 ayat 1 yang akan berlangsung selama sisa waktu hakerpacht tersebut, tetapi selama-lamanya 20 tahun”

Page 49: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

33

- VI -Bagaimana Hutan Dipisahkan

Dari Tanah Pertanian, Dan TanahKehutanan Tidak Menjadi Target

Program Land Reform1960-1965 ?

Bersama dengan tanah perkebunan, tanah-tanahkehutanan di Jawa juga dikecualikan dari program

land reform (1960 – 1965). Pengelolaan hutan di Jawa telahdiatur oleh perundang-undangan khusus sejak jamankolonial, di pertengahan abad kesembilan belas sampai awalabad kedua puluh. Tonggak bersejarah pada awalnyadimulai lima tahun sebelum UU Agraria 1870 disahkan,yaitu ketika pemerintahan kolonial mengumumkan UUKehutanan tahun 1865. UU Kehutanan 1865 inimemperdalam praktek yang dijalankan pemerintahankolonial selama lebih dari setengah abad sejak GubernurJenderal Daendels mengorganisasi penggunaan hutan jatipada tahun 180832 melalui dinas kehutanan pemerintah

32 Louis Napoleon yang memerintah Belanda dari tahun 1808sampai 1811 menunjuk Marsekal Daendels sebagai gubernur jenderaluntuk Hindia Belanda. Peluso menulis, “beberapa elemen-elemenutama dari sistem Daendels tetap penting setidaknya secara filosofissampai dua abad berikutnya: Semua hutan ditetapkan sebagai lahanmilik negara (landsdomein), untuk dikelola demi keuntungan negara;Pengelolaan hutan diserahkan pada Dinas Kehutanan yang didirikansecara langsung untuk tujuan tersebut; Hutan dibagi ke dalamparsel (perceel) untuk ditebang dan ditanami kembali dengan suatubasis rotasi; Akses penduduk desa pada pohon jati dilarang, danhanya pengambilan kayu mati dan hasil-hasil hutan non-kayuyang diperbolehkan” (Peluso 1992:68).

Page 50: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

34 Land Reform Dari Masa Ke Masa

yang pertama, Dienst van Boswezen, dengan hak-hakuntuk menguasai tanah, pohon, dan tenaga kerja.33

Undang-undang tersebut kemudian direvisi dengan UUtahun 1874, 1875, 1897, dan 1913. Semua itu adalahundang-undang kehutanan pertama-tama, yangmenerapkan lebih lanjut prinsip Domeinverklaring yangmenyatakan bahwa semua tanah hutan dan tanah yangtidak dimiliki, adalah tanah milik negara. Tidak semuapetani Jawa membiarkan begitu saja negara kolonial danbadan penguasa hutan mengurangi, menghapuskanatau mengkriminalisasikan akses mereka pada tanah,hutan dan sumber daya hutan. Beberapa petanimelancarkan protes terang-terangan, misalkan sepertigerakan Samin di Jawa Tengah (1890-1915) (Benda danCastle 1969, Peluso 1992:69-78).

Perubahan besar yang ditimbulkan sebagai akibatdari UU Kehutanan termasuk pendirian DinasKehutanan, Het Boswezen van Netherland Indie pada 1Juli 1897, pembagian beberapa wilayah hutan menjadibagian-bagian yang lebih kecil. UU hutan tersebut jugamemasukkan Dinas Kehutanan di bawah DepartemenPertanian, Industri dan Perdagangan, dan memindahkan

33 Peluso menulis “UU Hutan 1865 dianggap sebagai undang-undang hutan yang pertama kalinya di Jawa. Bersama dengandomeinverklaring tahun 1870, yang menyatakan bahwa semualahan yang tidak diklaim dan lahan hutan sebagai lahan negara,undang-undang ini meletakkan dasar untuk “hutan saintifik”sebagaimana dipraktekkan sekarang. Meskipun prinsip-prinsipfilosofis dari manajemen hutan negara telah dipelihara selamaratusan tahun atau lebih di Hindia, dan di tempat-tempat lain selamamilenia . . . , ada sebuah perbedaan antara peraturan saintifik yangbaru dan deklarasi dan perjanjian di tahun-tahun sebelumnya.Penguasaan tanah mendahului penguasaan spesies dan tenaga kerjasebagai kunci untuk kebijakan negara terhadap hutan. Negara tidakmelepaskan bentuk-bentuk kendali lama ini, tapi seiring denganwaktu dan watak negara kolonial yang berubah, berganti pula cara-cara pengendalian hutan (Peluso 1992:50).”

Page 51: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

35Bagaimana Hutan Dipisahkan Dari Tanah Pertanian

polisi hutan ke dalam yurisdiksi langsung DinasKehutanan (Soepardi 1974b:60-63; DepartemenKehutanan 1986b:73-88; Peluso 1992:44-55).

UU Kehutanan 1865 kemudian digantikan olehUndang-undang Kehutanan untuk Jawa dan Madura tahun1927 dan 1932, yang kemudian menjadi dasar yang lebihkuat untuk menetapkan kawasan hutan negara danmemisahkan tanah-tanah hutan negara dengan lainnyamelalui proses-proses pencatatan dan pemetaan yangresmi.34 Walhasil, komposisi wilayah-wilayah yang beradadi dalam eksploitasi negara dan swasta atas hutan-hutanjati di Jawa berubah dari tahun 1900 sampai 1930. Furnivalmelaporkan pada tahun 1900 bahwa semua lahan hutanyang dieksploitasi oleh pihak-pihak swasta jumlahnyamencapai 655 ribu hektar. Tanah-tanah hutan ini memilikikategori yang berbeda dengan lahan-lahan hutan yangberada dalam penguasaan langsung Dinas Kehutanan.

34 Untuk terjemahan Indonesia lengkap dari Bosordonansi JawaMadura 1927, Bosverordering Jawa Madura 1932, lihat: PerumPerhutani (1984). Sebagaimana ditulis oleh Peluso, UU tahun 1927dan 1932 mendefinisikan kawasan hutan negara di Jawa dan Madurasebagai berikut:a . tanah-tanah yang dimiliki negara, yang orang atau pihak lain

tidak memiliki hak atau penguasaan, dan dimana tumbuh:√ spesies pohon berkayu yang tumbuh secara alamiah dan bambu,√ spesies pohon berkayu yang ditanam oleh Dinas Kehutanan,√ spesies pohon berkayu yang tidak ditanam oleh Dinas Kehutanan

tapi ditanam oleh negara dan diserahkan kepada DinasKehutanan untuk pengelolaannya,

√ spesies pohon berkayu yang ditanam dari perintah negara/pemerintah, spesies pohon non-kayu yang ditanam oleh DinasKehutanan;

b. semua tanah-tanah yang mengelilingi tanah-tanah yangdisebutkan dalam paragraf di atas (a) dimana tanaman-tanamanberkayu tidak tumbuh; selama tanah-tanah tersebut tidakdigunakan untuk tujuan lain di luar kewenangan Dinas Kehutanan;

c. semua tanah-tanah yang dilindungi oleh negara untukmemelihara atau memperluas hutan;

Page 52: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

36 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Pada tahun 1930, setelah melalui proses restrukturisasipanjang yang pada dasarnya bertujuan untuk memasukkansemua wilayah hutan ke dalam kendali pemerintah,perusahaan-perusahaan swasta hanya mengendalikan 97ribu hektar. Wilayah-wilayah hutan di bawah eksploitasinegara mencapai 698 ribu hektar (Furnival 1944:325dikutip dalam Boomgard 1994:130-131). Setelahpembentukan Dienstvak: Dienst der Bossen op Java andMadura di tahun 1938, yang menyatukan Djatibedrijf(Perusahaan Jati] dan Dinas Kehutanan yang mengurusikayu rimba, semua eksploitasi hutan oleh perusahaan-perusahaan swasta diakhiri (Departemen Kehutanan1986a:115, Peluso 1992:67).

Sampai akhir era kolonial Belanda di tahun 1940,Dinas Kehutanan melaporkan sudah mengelola 757.648hektar hutan jati. Jumlah tersebut mencakup sekitar 92persen dari jumlah keseluruhan hutan jati di Jawa danMadura. Dinas Kehutanan tersebut mengelola sekitar819.749 hektar dari hutan kayu belantara, setara dengan30 persen dari jumlah keseluruhan hutan kayu belantaradi Jawa dan Madura (Soepardi 1974:121).

Di bawah pendudukan Jepang (1942-1945), baikmanajemen maupun institusi kehutanan berada dalamkondisi kacau. Ringyoo Tyuoo Zimusyo dibentuk untukmenggantikan kewenangan Boswezen, namun sebagianbesar pengelola hutan berkebangsaan Belanda menolakuntuk bergabung. Sebagian besar dari kawasan hutantidak berhasil dikelola. Pihak Jepang mengambil kayu

d. semua tanah-tanah termasuk tanah hutan [negara] disaatbatasan-batasan hutan ditetapkan (Peluso 1992:66).Peraturan yang sama mendefinisikan hutan jati sebagai

“tanah atau bidang tanah (a) di semua atau sebagian dimanapohon-pohon jati tumbuh; dan (b) yang dirancang oleh negarauntuk perluasan hutan jati, baik tanah tersebut sudah ditanamipohon ataupun belum ditanami” (Peluso 1992:66).

Page 53: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

37Bagaimana Hutan Dipisahkan Dari Tanah Pertanian

untuk tujuan perang tanpa memperhatikan masalahreforestasi, dan memerintahkan masyarakat untukmengubah tanah hutan menjadi tanah pertanian minyakuntuk bahan bakar (Jatropha) dan makanan, termasukuntuk bala tentara Jepang (Soepardi 1974:1-40;Departement Kehutanan RI 1986b:1-21; Peluso 1992:93-97; Simon 1999:39-41). Sebagaimana disebutkan di bagianawal, para petani pada mulanya menyambut perintahJepang untuk mengolah lahan hutan yang dulunyaterlarang, namun tidak terlalu lama sebelum para petanimelawan bentuk pemaksaan kerja pertanian ini.

Dengan proklamasi kemerdekaan 1945, elit-elitpolitik mendorong pengelola hutan Indonesia untukmenemukan cara-cara baru pengaturan hutan untukmenjalankan prinsip-prinsip yang ditetapkan dalamUndang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, terutamapasal 33 yang menyatakan bahwa “bumi, air, dankekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasainegara dan dipergunakan untuk sebesar-besarkemakmuran rakyat” (Poerwokoesoemo 1956:218;Soepardi 1974:41-83). Sementara itu, perang kemerdekaanmembuat kendali kolonial terhadap hutan menjadimengendor, dan para penduduk desa bertindak secaraleluasa memanfaatkan hutan, termasuk mengambil kayudi wilayah yang sejak lama dilarang. Berbagai keteganganmulai bermunculan. Namun, Jawatan Kehutanan yangmewarisi sekitar tiga juta hektar tanah hutan di Jawa telahgagal untuk mendirikan sebuah tatanan kelembagaan danpengaturan yang baru. Para pengelola hutan bersikukuhuntuk melanjutkan apa yang telah dilakukan oleh Boswezenpada masa kolonial terdahulu.

Setelah pemberlakuan UUPA 1960, dua organisasigerakan pedesaan beraliaran kiri, Barisan Tani Indonesia(BTI) dan Serikat Buruh Kehutanan Indonesia (SABUKSI),melancarkan sebuah kampanye untuk memasukkan

Page 54: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

38 Land Reform Dari Masa Ke Masa

sebagian dari tanah hutan yang berada dalam kendali DinasKehutanan ke dalam program land reform. Para pengelolahutan mengartikan kampanye tersebut secara berbeda-beda.Salah satu faksi dari rimbawan memandang gerakantersebut sebagai sebuah ancaman terhadap hutan,kehutanan dan pengelolaan hutan. Mereka berpendapatbahwa tanah kehutanan harus dikecualikan dari programland reform karena Jawatan Kehutanan berdasar pada UU1927 dan 1932, dan bukannya UUPA 1960. Sedangkankelompok rimbawan yang lain bersikap simpatik terhadapgerakan pedesaan tersebut dan mendukung segala upayamerombak Jawatan Kehutanan untuk mengakomodasituntutan redistribusi tanah hutan untuk dijadikan tanahpertanian.

UU kehutanan dan UU agraria merupakan duaperangkat UU yang secara keseluruhan memiliki rute,kewenangan dan daerah jurisdiksi yang berbeda. Pararimbawan yang anti land reform memprakarsaikesepakatan dengan Presiden Sukarno untukmempromosikan status Jawatan Kehutanan menjadiperusahaan milik negara tingkat propinsi denganmenjanjikan pendapatan tahunan untuk anggarannegara dari perusahaan-perusahaan tersebut. Di tahun1961 Sukarno menandatangani seperangkat peraturanpemerintah (No. 17 sampai No. 30) untuk mendirikanperusahaan-perusahaan kehutanan milik negara di tigabelas propinsi termasuk Jawa Timur, Jawa Tengah, danJawa Barat. Kemudian, Sukarno menandatanganiperaturan pemerintah yang lain (No. 35/1963) yangmengatur prinsip dan mekanisme pengelolaanperusahaan-perusahaan kehutanan tersebut. Sebelumpengaturan ini berjalan, ketegangan antara kalanganbirokrat kehutanan di Jawatan Kehutanan yang proversus anti-land reform meningkat sehubungan denganbanyaknya “aksi pendudukan tanah sepihak” pada

Page 55: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

39Bagaimana Hutan Dipisahkan Dari Tanah Pertanian

beberapa bagian tanah kehutanan di Jawa, seperti jugayang berlangsung pada tanah-tanah perkebunannegara dan swasta, serta tanah-tanah pertanian pribadiyang luas.

Pemimpin PKI – dan ormas-ormas pedesaan yangberada di bawah pengaruhnya – berpendapat bahwasebagian besar dari para penguasa tanah-tanah luastersebut telah melanggar UUPA dan bersiasat sedemikianrupa untuk mencegah tanah-tanah mereka untukdijadikan target/sasaran program redistribusi tanah.35

Ketegangan semakin meningkat ketika kelompok-kelompok politik anti-komunis beraksi dan bereaksi balikterhadap menguatnya kekuatan PKI dan pendukungnyadi dalam dan di luar birokrasi kehutanan.

Kemudian di tahun 1965, sebuah upaya kudeta yangdirancang oleh para tentara dan elite pemimpin PKI untukmenculik dan membunuh beberapa jenderal angkatan darat

35 Peluso (1992:119) menggambarkan pendudukan lahantersebut sebagai berikut: Sekelompok petani, berjumlah sekitarratusan atau ribuan dan dikabarkan digerakkan oleh BTI ataukelompok pemuda PKI, Pemuda Rakyat, memasuki lahan hutan.Mereka kemudian akan membagi lahan hutan tersebut di antarapara petani.Seringkali, kelompok-kelompok ini berhadapandengan pekerja perusahaan kehutanan yang biasanyadikabarkan berusaha untuk menghentikan para petani tersebut.Terkadang, pengelola hutan yang simpatik dengan para petanitersebut berusaha untuk menjauh dari konflik. Insiden-insidenseringkali menimbulkan korban luka dari petani maupunpekerja perusahaan kehutanan. Dalam banyak kasus, rumahmandor hutan atau rumah pihak yang terkait atau kantor-kantor diserang dan dijarah dan uangnya dicuri. Dalambeberapa kasus, faksi-faksi komunis membela tindakan merekadengan berkata bahwa mandor hutan setempat memprovokasiokupasi tanah hutan melalui penyalahgunaan wewenangsebelum kejadian tersebut (Harian Benteng, October 21, 1964).Para mandor hutan terkadang bereaksi dengan cara konfrontatifpula, seperti mengganti para petani hutan BTI begitu saja denganpekerja hutan yang berasal dari luar desa. Dalam contoh lainnya,

Page 56: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

40 Land Reform Dari Masa Ke Masa

dan memproklamasikan Dewan Revolusi, memprovokasigerakan kontra-manuver yang masif dari Angkatan Daratdan kekuatan-kekuatan anti-komunis lainnya, yang secaraefektif menghabisi kekuatan komunis: ideologi, organisasi,hingga orang-orangnya (lihat uraian selanjutnya tentanghal ini di bagian akhir “Kebangkitan dan Kejatuhan LandReform 1960-1965”). Digulingkannya Sukarno, dandiangkatnya Suharto sebagai presiden baru RepublikIndonesia di tahun 1966, merupakan awal dari babakbaru yang mengakhiri program land reform secarakeseluruhan, termasuk untuk meredistribusikan bagian-bagian tanah kehutanan Jawa kepada para petani yangtidak memiliki lahan. Peluso menjelaskan:

Setelah upaya kudeta, yang kemudian dikenal dengansebutan Gerakan 30 September (G30S), banyak or-ang yang memiliki masalah dengan JawatanKehutanan – yakni para penggarap tanah kehutanan,buruh kehutanan dari organisasi yang berafiliasidengan partai komunis, dan para pedagang gelap kayujati – telah dibunuh atau dipenjara sebagai tahananpolitik. Kelompok-kelompok Islam, tentara, dankelompok pemuda telah digerakkan oleh kekuatankontra-revolusi untuk menemukan dan membunuhsetiap orang yang diketahui atau diyakini sebagaikomunis, termasuk setiap orang yang berafiliasidengan organisasi komunis. Anggota-anggotaSARBUKSI yang tidak dibunuh atau dipenjarakan,dipecat secara permanen dari Jawatan Kehutanan(Peluso 1992:120-121).

seorang petani menuntut hak tanah berdasarkan alasanpendudukan tanah yang dilakukan sejak zaman Jepang.Dilaporkan beberapa mandor hutan setempat menerima uangsuap dari pekerja reforestasi agar membolehkan merekamenggarap plot-plot tanah di dalam hutan (DepartemenKehutanan 1986, 2:109). BTI membela klaim-klaim para petanidengan alasan kebijakan pemerintah untuk menaikkan produksimakanan. Kelaparan, menurut mereka, sedang melanda daerahpedesaan (Mortimer, 1974).

Page 57: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

41Bagaimana Hutan Dipisahkan Dari Tanah Pertanian

Bahkan, lebih dari itu, kekerasan yang sistematis danmeluas sepanjang tahun 1965-1966 menyisakan traumayang mendalam bagi mayoritas rakyat pedesaan selamapuluhan tahun berikutnya.

Pemisahan kehutanan dari wilayah agraria diperlebarsetelah Presiden Suharto menandatangani Undang-undang Kehutanan (UU No. 5/1967) sebagai bagian darisebuah paket untuk memfasilitasi investasi modal dari luarnegeri dan dalam negeri dalam sektor ekstraktif. Selain dariUU Kehutanan 1967, paket hukum tersebut terdiri dari tigaUU lain, yaitu UU No. 1/1967 tentang Penanaman ModalAsing, UU No.8/1967 tentang Penanaman Modal DalamNegeri, dan UU No. 11/1967 tentang Pertambangan. UUKehutanan 1967 ini sama sekali tidak menyinggungkeberadaan UUPA 1960. Lebih parah lagi, UU Kehutanan1967 ini menghidupkan kembali prinsip domain negarayang menyatakan bahwa negara adalah pemilik lahanhutan, dan Menteri Kehutanan memiliki kewenanganuntuk menentukan kawasan mana saja yang termasukdalam “kawasan hutan” (Pasal 1 dari UU Kehutanan 1967).Berdasarkan pernyataan ini Menteri memiliki kewenanganuntuk memberikan konsesi penebangan hutan kepadaperusahaan-perusahaan swasta dari dalam dan luar negeri(Pasal 14 dari UU Kehutanan 1967, dan PeraturanPemerintah No. 21/1970).36 Pada tahun 1983, PresidenSuharto memutuskan untuk memisahkan DirektoratJenderal Kehutanan dari Departemen Pertanian, danmenaikkan statusnya menjadi Departemen Kehutanandengan yurisdiksi sekitar lebih dari 140 juta hektar lahanhutan di seluruh Indonesia. Luas lahan hutan tersebut

36 Antara 1967 sampai 1975 empat belas konsesi penebanganhutan diberikan kepada perusahaan-perusahaan asing yangmendapat 2,948 juta hektar hutan primer, dan tujuh puluh duakonsesi diberikan kepada perusahaan-perusahaan join-venture yangmendapat 7,6215 juta hektar (Ruzika 1978:10).

Page 58: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

42 Land Reform Dari Masa Ke Masa

mencakup 70 persen dari luas lahan seluruh Indonesia. Dengandemikian, sektor kehutanan menjadi salah satu sektorekstraktif yang strategis. Dari sektor kehutanan ini, rejimSuharto dan perusahaan-perusahaan penebangan hutan daridalam dan luar negeri mengakumulasi kekayaan merekadengan mengeksploitasi hutan primer untuk kayu dikepulauan Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya(Barr 1998, Dauvergne 1994, Gellert 2010) (lihat tabel 1).

Untuk wilayah Jawa dan Madura, pemerintahanSuharto secara resmi mendirikan kembali PerusahaanHutan Negara (Perhutani) pada tahun 1972 dalam bentukperusahaan milik negara untuk mengelola lahan hutan diJawa Tengah dan Jawa Timur (Peraturan Pemerintah No.2/1972). Tujuan utama dari Perhutani ini adalah untukmenghasilkan keuntungan dari produksi kayu jati. Lebihdari 80 persen dari hutan di Jawa Tengah dan Jawa Timurberada di bawah kendali Perhutani. Berdasarkan PeraturanPemerintah No. 64/1957, Pemerintah Propinsi Jawa Barattetap mempertahankan kewenangannya atas lahan hutanJawa Barat. Kawsan hutan Jawa Barat dinilai berbedadengan kawasan hutan di Jawa Tengah dan Jawa Timurkarena perbedaan nilai dan keuntungan yang dihasilkanmelalui karakter-karakter hutan yang berbeda. Hanya 7persen (sekitar 67.861,70 dari 968.100 hektar) dari hutanJawa Barat yang merupakan hutan jati. Dan karenaperbedaan ciri-ciri ekologi tanah dan iklim di hutan jati JawaBarat, pohon jati tersebut belum pernah tumbuh sebegitubaik dibandingkan dengan di Jawa Tengah dan JawaTimur. Selanjutnya, dengan tujuan untuk membuatpengelolaan hutan Jawa Barat menjadi menguntungkandan tidak tergantung sepenuhnya pada anggaran negara,pemerintahan Suharto di tahun 1978 memutuskan untukmemasukkan hutan Jawa Barat dalam kendali Perhutani(Peraturan Pemerintah No. 2/1978) (Hidayat et al 1980,Peluso 1992:285 fn 5).

Page 59: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

43Bagaimana Hutan Dipisahkan Dari Tanah Pertanian

Page 60: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

44 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Walhasil, setelah memasukkan hutan Jawa Barat,kawasan yang dikuasai oleh Perhutani sekarang inisama dan sebangun dengan kawasan yang dikendalikandan dikuasai oleh Jawatan Kehutanan Belanda di Jawa,kecuali untuk enclave-enclave tanah yang diduduki olehpara petani, baik yang dimulai pendudukannya padamasa Indonesia di bawah pemerintah pendudukanJepang (1942-1945) atau menduduki dan memanfaatkantanah tersebut sejak revolusi (Peluso 1992:125). Bukanhanya wilayahnya yang sama dan sebangun denganpendahulu kolonialnya, lebih dari itu, Perhutani jugamelanjutkan bentuk-bentuk kolonial dari penguasaanhutan, teritorialisasi, dan pengelolaan hutan yangdilegitimasi oleh tiga prinsip ideologi utama:

(a) bahwa kehutanan negara dilangsungkan berdasarprinsip utilitarian, segala sesuatu untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (the greatest good of thegreatest number of people); (b) bahwa kehutananilmiah (scientific forestry) adalah suatu bentukpenggunaan sumberdaya yang paling efisien danrasional; dan (c) bahwa mempromosikanpertumbuhan ekonomi melalui usaha produksikehutanan adalah orientasi utama (Peluso 1992:125).

Peluso menulis “ideologi-ideologi ini tidak cocok denganpandangan masyarakat lokal mengenai hutan, jugatidak berkontribusi pada perkembangan petani hutan”(Ibid).

Berbagai karya tulis telah mendokumentasikanbagaimana rakyat petani di desa-desa sekitar hutandikriminalisasi dan berjuang, sehubungan dengan aksesmereka atas hutan di Jawa (Peluso 1992, Lindayanti2003, Suprapto 2003, Santoso 2004, Mary et al 2007).Hegemoni Perhutani menguasai kawasan hutan – apayang diistilahkan Vandergeest dan Peluso (2001, 2006a,

Page 61: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

45Bagaimana Hutan Dipisahkan Dari Tanah Pertanian

2006b) sebagai political forest (hutan yang didefinisikansecara politis)37 telah dipertahankan melalui berbagaibentuk penindasan mempergunakan kekerasan danpenaklukan melalui kesepakatan. Hegemoni ini jauh daristabil. Perhutani merancang dan menjalankan berbagaibentuk program perhutanan sosial untuk mengatasikonflik penguasaan dan pemanfaatan hutan.Perhutanan sosial di Jawa mempunyai rutenya sendirisejak tahun 1970-an yang berakar dalam pertarungandan perundingan yang panjang antara Perhutani danpenduduk desa dalam akses atas tanah dan sumberdayahutan.38 Produksi berbagai bentuk perhutanan sosialdapat dipahami sebagai siasat untuk melanjutkanhegemoni Perhutani terhadap masyarakat desa yangtinggal di sekitar kawasan hutan. Siasat tersebutdijalankan dengan menyediakan dan memodifikasi akseske kawasan hutan tertentu, termasuk untukdipergunakan rakyat untuk kegiatan-kegiatan wana-tani(agroforestry). Berbagai siasat tersebut telah jugadipergunakan untuk menandingi gerakan sosial yangmenuntut pengakuan hak tanah dan redistribusi tanah-tanah yang dikuasai Perhutani. Dengan menggunakanberbagai siasat tersebut, Perhutani berhasil dalammenyampaikan sebuah pesan ke pendukung land reformbahwa tanah hutan di Jawa harus dikeluarkan dari pro-gram land reform.

37 Cara-cara Perhutani melanjutkan penguasaan hutan, penerapanhutan ilmiah, teritorialisasi, dan pengelolaan model hutan kolonial,memungkinkan Vandergeest dan Peluso (2001, 2006a, 2006b)untuk menteorikan apa yang mereka sebut political forest (hutanyang didefinisikan secara politik).

38 Untuk penjelasan yang lebih lengkap mengenai perjalanankebijakan kehutanan sosial di Jawa, lihat: Barber (1989), Peluso danPoffenberger (1989), Peluso (1992), Sunderlind (1993), Bratamihardjaet al (1995), Lindayati (2000, 2003), dan Awang (2004).

Page 62: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

46 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 63: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

47

- VII -Kebangkitan Dan Kejatuhan

Land Reform 1960-1965

Presiden Sukarno mengesahkan UUPA pada tanggal24 September 1960. Proses ini membutuhkan waktu

dua belas tahun. Pemerintahan Sukarno bermaksud untukmenggunakan UUPA 1960 sebagai alat untukperombakan revolusioner terhadap struktur agraria feodaldan kolonial melalui lima jenis program. Kelima programtersebut yaitu:

(1) Pembaruan hukum agraria, (2)Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah, (3)Mengakhiri penghisapan feudal secara berangsur-angsur, (4) Perombakan mengenai pemilikan danpenguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukumyang bersangkutan dengan pengusahaan tanah, dan(5) Perencanaan persediaan, peruntukan danpenggunaan bumi, air dan kekayaan alam yangterkandung di dalamnya itu secara berencana sesuaidengan daya kesanggupan dan kemampuannya(sebagaimana dikutip oleh Harsono 1970:2-3).

Tujuan akhir dari program-program ini adalahuntuk mencapai “masyarakat sosialis Indonesia, sebuahmasyarakat yang adil dan sejahtera berdasarkanPancasila” (dikutip dalam Harsono 1970:2-3). Sebelumpengesahan UUPA tersebut, pada sesi pertama di DewanPertimbangan Agung yang mengadakan pertemuansecara khusus untuk mendiskusikan kebijakan reformaagraria, sebagaimana dilaporkan oleh Utrecht.

Page 64: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

48 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Sukarno mengemukakan sebuah teori bahwa “landreform merupakan bagian tidak terpisahkan dariRevolusi Indonesia” . . . Banyak tanah yang bisa diolahyang ditelantarkan para tuan tanah bisa diubahmenjadi tanah-tanah yang produktif. Para tuan tanahwajib menyerahkan kepemilikan mereka yangmelebihi batas tapi mendapatkan ganti rugi yanglayak, asalkan peraturan yang efisien dibuat, danmereka bisa tumbuh menjadi pengusaha manufakturyang sukses. Land reform yang dijalankan secara tepatbisa menghasilkan, demikian dinyatakan Sukarno,distribusi pendapatan yang lebih adil di antara warganegara dan menciptakan sebuah struktur sosial baruyang akan membuka jalan bagi produksi nasional yanglebih tinggi (1969:72).

Jadi, program land reform bertujuan untukmenghapus kelas tuan tanah yang tanahnya digarapoleh buruh tani, dan mengurangi jumlah petani tanpatanah dengan cara memberikan tanah milik atas dasarprinsip tanah untuk mereka yang menggarap di atasnya(Utrecht 1969:72).

UU No. 56/1960 menentukan batas maksimumdari kepemilikan tanah berdasarkan pada jenis-jenistanah (sawah, atau lahan kering) dan kepadatanpenduduk (lihat tabel 3). UU tersebut juga menyatakanbahwa setiap orang yang memiliki “tanah kelebihan”(tanah yang jumlahnya melebihi batas kepemilikanmaksimum) harus melaporkannya kepada kepala kantoragraria setempat dalam waktu tiga bulan setelahpengesahan UU tersebut. Lebih lanjut, UU tersebutmelarang pemindahan kepemilikan atas “tanahkelebihan” kepada pihak lain tanpa persetujuan darikepala kantor agraria setempat. Kemudian MenteriUrusan Agraria memperpanjang batas waktunyaberdasarkan kategori wilayah yaitu 30 April 1961, 31 Mei1961, dan 30 Juni 1961 (Lihat Harsono 1997:296).

Page 65: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

49Kebangkitan dan Kejatuhan Land Reform 1960-1965

Terlepas dari “tanah kelebihan,” land reform jugamentargetkan “tanah absentee” (diartikan sebagai tanahyang dimiliki oleh mereka yang tinggal di luar wilayahkecamatan dimana tanah tersebut terletak), tanahswaparaja (tanah bekas kerajaan), dan tanah negaralainnya yang akan diputuskan kemudian hari olehMenteri Urusan Agraria. Peraturan Pemerintah No. 224/1961 menugaskan pembentukan panitia land reform ditingkat kabupaten untuk mengidentifikasi tanah-tanahyang akan ditargetkan, dan mereka yang berhakmendapat bagian dari redistribusi tanah.

Kompensasi finansial untuk “tanah kelebihan” dan“tanah absentee” ditentukan oleh panitia land reformkabupaten berdasarkan pada jumlah rata-ratapendapatan bersih dalam lima tahun terakhir perhektarnya. Untuk lima hektar pertama, kompensasitersebut akan sebesar sepuluh kali dari pendapatan bersihtotal rata-rata; dan untuk selanjutnya, kompensasinyaakan sebesar tujuh kali dari pendapatan bersih total rata-rata.39

Sukarno juga mengesahkan UU No. 2/1960tentang bagi hasil. Tujuan dari UU tersebut adalah (a)

39 Lihat Peraturan Pemerintah No. 5/1963 yang kemudian menjadiUU No. 6/1964.

Page 66: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

50 Land Reform Dari Masa Ke Masa

untuk menyetarakan bagian keuntungan antara pemiliktanah dengan petani penggarap; (b) untuk memperkuathak-hak hukum dan kewajiban dari kedua belah pihak,khususnya untuk melindungi penggarap yang beradadalam posisi rentan; dan (c) melalui penyetaraan bagiankeuntungan dan melindungi petani penggarap, hal inidiharapkan akan meningkatkan produktivitas dari tanahtersebut. UU tersebut menyatakan bahwa setiapperjanjian panen harus dalam bentuk perjanjian tertulisuntuk masa minimal tiga tahun untuk lahan sawah danlima tahun untuk lahan basah. Perjanjian tertulistersebut harus dibuat di depan kepala desa dan dua saksi,dan harus diratifikasi oleh camat. UU tersebutmemberikan panduan sebagai berikut:

si pemilik lahan mendapat bagian 50% dan buruhpanen mendapat 50% jika lahan tersebut adalahsawah; si pemilik lahan mendapat bagian 33,33% danburuh panen mendapat 66,66% jika lahan tersebutadalah tanah kering atau tanah basah dengan tanamantunai;

jika kesepakatan yang ada untuk pembagian hasilpanen lebih baik untuk buruh panen ketimbangpanduan di atas, kedua pihak harus menggunakankesepakatan yang sudah ada.40

Untuk memajukan agenda land reform, pada tahun1963 – tahun ketika Majelis Permusyawaratan RakyatSementara (MPRS) menetapkan Sukarno sebagaiPemimpin Besar Revolusi Indonesia dan presiden seumurhidup – Sukarno menetapkan 24 September sebagai HariPetani yang harus dirayakan dengan kegiatan upacara,diikuti dengan rencana kerja untuk meningkatkankehidupan petani untuk mencapai suatu masyarakat yangadil dan sejahtera. Pertimbangan dari Keputusan Presiden

40 Rincian lebih lanjut mengenai UU No. 2/1960 tentangPerjanjian Bagi Hasil, lihat Parlindungan (1991).

Page 67: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

51Kebangkitan dan Kejatuhan Land Reform 1960-1965

No. 169/1963 menyebutkan bahwa 24 September, kelahirandari UUPA adalah hari kemenangan bagi petani Indonesia,dengan mendirikan dasar-dasar untuk menjalankan landreform untuk menghapus imperialisme di sektor agraria, danmembebaskan petani dari berbagai bentuk eksploitasiterhadap manusia oleh manusia melalui hubungan-hubungan agraria, dengan tujuan untuk mencapai suatumasyarakat yang adil dan sejahtera (Harsono 1970:4).

Pada tahun 1964 Partai Komunis Indonesia (PKI) danorganisasi massa petani terbesarnya (BTI) melancarkan “aksisepihak” untuk mengambil alih dan menduduki tanah-tanahyang dianggap akan diredistribusikan kepada para petani.Mereka menyatakan bahwa penerapan peraturan redistribusitanah dan bagi hasil berjalan lambat, karena tuan tanah,yang sebagian besar berafiliasi dengan partai-partai Islamdan nasionalis, menghalang-halangi penerapan peraturantersebut. Aksi-aksi ini dipandang oleh PKI sebagai sebuahsikap politik resmi untuk melawan para tuan tanah yangmenolak untuk melaporkan “tanah kelebihan”merekakepada panitia land reform, atau menghindarinya dengancara membagi-bagi tanahnya ke dalam bagian-bagian lebihkecil dengan diatas-namakan anggota-anggota keluargamereka.41 Aksi-aski sepihak tersebut memunculkanketegangan dan kontroversi lokal dan nasional42, termasukperdebatan sengit mengenai “aksi sepihak” antara editorHarian Rakyat (mewakili PKI) dan editor Merdeka (mewakiliPartai Nasional Indonesia) di tahun 1964.43

41 Pada faktanya terdapat beberapa jenis “aksi sepihak” sepertidijelaskan oleh Utrecht (1969), Lyon (1970), dan Mortimer (1972).

42 Mengenai “aksi sepihak” di dalam konteks reforma agraria danpertarungan politik 1960-1965 di Jawa Timur dan Jawa Tengah,lihat Hefner (1990), Pratikto (2000), Sulistyo (2000), Padmo (2000),Sanit (2000), dan Kasdi (2001). Cf. Aprianto (2006).

43 Polemik tersebut dikumpulkan dan diterbitkan dalam sebuah bukuPolemik H.R. dan Merdeka (Djakarta, Merdeka Press 1965).

Page 68: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

52 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Sukarno lebih memihak PKI dan BTI, mendukungaksi sepihak, dan mengecam pihak-pihak yang merintangiland reform. Dalam Pidato Peringatan ProklamasiKemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus1964 Sukarno menegaskan pandangan dan sikapnyamengenai petani sebagai sokoguru revolusi, bersamadengan para buruh. Kemudian, Sukarno memerintahkanMenteri Urusan Agraria untuk menyelesaikan dengansegera dan sukses – sebelum akhir tahun 1964 ataupertengahan tahun 1965 paling lambat - program redistribusi“tanah kelebihan” di Jawa (dan juga di Madura dan Bali),dan dalam waktu satu atau dua tahun lagi. Ia jugamemerintahkan Menteri Kehakiman untuk mendirikanpengadilan land reform secepat mungkin, sebagaimana telahdijanjikan, dan memperingatkan panitia-panitia land reformuntuk mengakhiri “praktek-praktek tidak benar” mereka,membiarkan para petani mengambil tindakan sendiri untukmenuntut hak-hak mereka (Sukarno 1964 [1965]:662-623).

Pada bulan Januari 1965 Menteri Urusan Agrariamelaporkan bahwa pelaksanaan land reform padakenyataannya bermasalah. Seperti dilaporkan oleh Utrecht,masalah-masalah utamanya tersebut adalah:√ Kurang lancarnya inventarisasi tanah sehingga

menyulitkan penetapan “tanah-tanah kelebihan”,dan membuka peluang terjadinya penyelewengan.

√ Kurangnya pengertian mengenai arti perlunya landreform sebagai sarana perubahan sosial untuk rakyatbanyak membuat para tuan tanah mudahmenghalang-halangi program tersebut.

√ Kurangnya kerjasama di kalangan anggota panitialand reform, sebagian karena merangkap tugas-tugaslain, sehingga mencegah sebagian mereka untukmeluangkan perhatian penuh melaksanakan tugas-tugas dari panitia land reform tersebut, dan sebagianlagi karena banyak dari kalangan anggota panitia land

Page 69: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

53Kebangkitan dan Kejatuhan Land Reform 1960-1965

reform itu sendiri berniat menggagalkan land reform;dalam banyak kasus “tanah kelebihan” bahkanberhasil secara resmi dikeluarkan dari keharusansebagai objek land reform.

√ Organisasi-organisasi petani pendukung terbesar landreform dicegah dalam memerankan bagian pentingpada panitia land reform.

√ Para petani menjadi sasaran intimidasi psikologis danekonomis dari para tuan tanah. Para tuan tanah inimencegah para petani untuk mendorong penerapanland reform secara lebih efisien.

√ Kesulitan membuat suatu urutan prioritas dalamredistribusi tanah baik karena banyak tuan tanahtidak memiliki buruh maupun karena, denganperubahan dalam pendaftaran, para buruh tanitersebut tercatat sebagai orang yang diluarkecamatan. Kasus-kasus semacam itu memunculkanpertentangan sengit antara tuan tanah dengan buruhtani atau di antara sesama buruh tani sendiri, yangkemudian, seringkali berujung pada pertengkaran diantara berbagai organisasi politik (dikutip dalamUtrecht 1969:79).

Land reform menjadi kerangka pertarungan kelas dipedesaan Jawa, Bali, dan sejumlah tempat di Sumatera,termasuk melalui apa yang disebut “aksi-aksi sepihak”, danpara tuan tanah yang bertindak mempertahankan dirisecara politik karena posisi kelas mereka yang terancam(Wertheim 1969:14; untuk beberapa contoh konkret darikonflik antara tuan tanah dan petani, lihat Utrecht 1969;Lyon 1970).

Hingga akhirnya program land reform secaramengejutkan berhenti di akhir tahun 1965. Sebuahmanuver yang diorganisir oleh sejumlah elite militer danelite PKI yang dimulai dengan menculik dan membunuh

Page 70: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

54 Land Reform Dari Masa Ke Masa

sejumlah jenderal angkatan darat pada tanggal 30 Sep-tember 1965, ternyata telah menyediakan momentumuntuk pimpinan angkatan darat yang dipimpin oleh MayorJenderal Suharto untuk menyatukan kekuatan-kekuatananti-komunis hingga berhasil melarang keberadaan PKIdan organisasi onderbouwnya, ajarannya, termasukmemusnahkan orang-orang komunis, dan yang dituduhkomunis, dengan cara pembunuhan sistematis terhadaplebih dari lima ratus ribu hingga sejuta orang komunis dipedesaan Jawa, dan juga di Bali serta beberapa bagianSumatera dan Nusa Tenggara (Cribb 1990, 2001, 2002).Pembantaian ini merupakan gerakan puncak dariketegangan-ketegangan kelas di pedesaan, yangsebagaimana disebut sebelumnya telah diintensifkandengan penerapan program land reform. Hal inikemudian dilanjutkan dengan penahanan dan penyiksaanratusan ribu pemimpin komunis tanpa proses pengadilan.

Hantaman terakhir adalah untuk menyingkirkanSukarno melalui sebuah keputusan resmi dari MajelisPermusyawarakatan Rakyat Sementara (MPRS) di tahun1967,44 dan penunjukkan Jenderal Suharto sebagai PresidenIndonesia.45 Seorang sejarawan Indonesia baru-baru iniberpendapat bahwa proses-proses ini merupakan bagian dari

44 Kemudian Sukarno ditahan oleh rejim Suharto sampai iameninggal di tahun 1970.

45 Kudeta dan pembunuhan tersebut merupakan dua kejadianpolitik yang paling misterius di Indonesia. Selama kediktatoranSuharto (1967- 1998) pembicaraan dan penelitian terbuka mengenaikudeta dan pembunuhan tersebut dilarang. Rejim hanyamengijinkan sebuah versi sejarah resmi. Buku bacaan, film,monumen, museum, dan upacara tahunan menyebar- luaskan versiresmi secara berulang-ulang

Penelitian akademis dan penerbitan dari ilmuwan kritis asingdisensor. Adam (2005) dan McGregor (2007) memberikanpenjelasan kritis terbaru mengenai cara-cara militer untuk membuatdan menyebarkan versi resmi yang terbukti menyesatkan.

Page 71: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

55Kebangkitan dan Kejatuhan Land Reform 1960-1965

“kudeta merangkak” yang didukung oleh Central InteligenceAgency (CIA), Dinas Rahasia Amerika Serikat (Wardaya2007a, 2007b).

Di bawah pemerintahan Jenderal Suharto, MenteriUrusan Agraria diperkecil menjadi sebuah direktoratjenderal di bawah Menteri Dalam Negeri. Di tahun 1968,unit penelitian dari Direktorat Jenderal Agraria menerbitkansebuah data mengenai hasil program redistribusi tanahsampai Juni 1968 dalam majalah resmi mereka, PenyuluhLand Reform dan Agraria seperti yang ditampilkan dalamTabel 4 (Lihat juga Utrecht 1969:87). Dalam tabel tersebutdiperlihatkan bahwa lebih dari 450 ribu hektar tanah telahdiredistribusikan kepada lebih dari 500 ribu keluarga diJawa. Petani penerima dari reforma agraria biasanyamendapat kurang dari satu hektar. Menurut Utrecht angka-angka ini “tidak bisa diandalkan karena angka-angkatersebut tidak memperhitungkan jumlah tanah yang telahdiredistribusikan dan telah diambil alih kembali oleh pemiliklama secara terbuka dan tersembunyi” (1969:87, fn 28).White dan Wiradi (1979a:51) yang mempelajari daerahaliran sungai Cimanuk, Jawa Barat, dan Adiwilaga(1975:10-11) yang mempelajari desa Cipamongkolan,dataran tinggi Bandung, Jawa Barat, mengkonfirmasibahwa tanah-tanah yang telah diredistribusikan diambilalih kembali oleh pemilik tanah yang lama.

Page 72: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

56 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Apa yang terjadi kemudian adalah apa yang disebutoleh Wertheim dengan suatu “kontra-revolusi” dipedesaan, yang berarti:

para tuan tanah yang kaya telah mengambil kembalitanah mereka, dan para pemimpin militer ikut sertadalam suatu penindasan yang tak kenal ampunterhadap mereka yang berniat membangkitkankembali gerakan agraria. Tentara berpangkatrendahan tak jarang ditunjuk dimana-mana menjadikepala desa. Ketika perjuangan kelas dari petanimiskin gagal, untuk waktu selanjutnya, adalah parapemilik tanah yang luas, yang didukung oleh kekuatanmiliter, secara terbuka mengobarkan perjuangankelas untuk mengukuhkan kepentingan mereka(Wertheim 1969:15).

Page 73: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

57

- VIII -Rejim Otoriter Suharto, Dan

Paradigma-Paradigma EkonomiYang Bersaing

Kudeta atas kepemimpinan Presiden Sukarno yangmenggelorakan revolusi Indonesia menjadi awal

kemunculan Suharto sebagai pimpinan tertinggi dari rejimotoriter pembangunan yang membekukan land reform“seperti dimasukkan ke dalam lemari es” (Wertheim1969:15). Partai-partai politik diciutkan menjadi tiga saja:Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk golonganIslam, dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) untukgolongan Nasionalis, Kristen dan Katolik, dan GolonganKarya (Golkar) adalah partai penguasa, yang anehnya tidakboleh kita menyebutnya sebagai partai politik. DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) dikendalikansepenuhnya. Semua partai dan organisasi kemasyarakatharus berAzaskan tunggal, yakni Pancasila.

Dibuatlah sebuah struktur pemerintahan eksekutif dipemerintahan nasional yang terkendali sepenuhnya.Demikian pula untuk pemerintahan daerah. DenganUndang-undang Pemerintahan Daerah no. 5 tahun 1974,DPRD bukan ditempatkan sebagai parlemen, melainkan“alat kelengkapan” pemerintah daerah. Pengendalian menjadilengkap dengan penyeragaman desa dengan mengkuti modeldesa di Jawa melalui pemberlakukan Undang-undangPemerintah Desa No. 5 tahun 1979. Struktur militer teritorialyang pararel dengan struktur administrasi-pemerintahan

Page 74: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

58 Land Reform Dari Masa Ke Masa

dibuat dan diefektifkan dari tingkat propinsi sampai ke desa,untuk memastikan dihentikannya setiap kecenderunganmempromosikan pandangan-pandangan ideologis“sosialisme Indonesia,” kebijakan-kebijakan yang mengubahstruktur sosial secara mendasar seperti land reform, hinggamobilisasi petani untuk protes, dan memastikan pulasemuanya terkendali secara tersentral. Bagi mereka yangmelawan, perlakuan aparat negara yang represif akanmenghukum mereka, termasuk dengan mempergunakankekerasan secara langsung (Southwood dan Flanagan 1979).

Rejim militer otoriter ini mengembangkan kebijakanekonomi nasional yang secara sadar mengganti seluruhnyaapa yang dicoba jalankan oleh Sukarno. Sejak Suharto naikke kekuasaan di tahun 1966, kebijakan ekonomi Indonesiadibentuk oleh empat paradigma besar yang saling bertandingsatu sama lain, yaitu nasionalisme, populisme, birokratismepredatoris, dan liberalisme (Robison 1997:29-30).Karakteristik-karakteristik dasar dari masing-masingparadigma perlu dijelaskan secara ringkas di bawah ini.

Setelah dominasi investasi asing di awal masa rejimSuharto, kemunculan nasionalisme ekonomi sebagai agendanasional dimungkinkan oleh kenaikan mendadak anggarannegara dari pendapatan minyak di awal 1970-an.Nasionalisme ekonomi ini secara emblematik ditandaidengan munculnya Pertamina, perusahan minyak raksasamilik negara, yang menjadi sumber devisa asing besar sekali(Robison 1997:33). Harga minyak internasional naik secaradramatis antara 1973 dan 1974 sebesar lebih dari tiga kalilipat. Dampak dari kenaikan ini, nilai ekspor minyak dangas Indonesia melonjak dari $ US 1,6 milyar, atau 50,1 persendari total ekspor, di tahun 1973. Begitu juga denganpendapatan minyak dan gas pemerintah yang naikmencapai Rp 382 milyar, atau 39,5 persen dari pendapatantotal pemerintah di 1973/74 (Rosser 2003:270). Uangminyak tersebut memperkuat kewenangan dan kekuasaan

Page 75: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

59Rejim Otoriter Suharto dan Paradigma-Paradigma Ekonomi Yang Bersaing

negara dan aparatnya sehubungan dengan akses yang besaratas anggaran negara, khususnya dalam mengarahkanserangkaian investasi besar dalam proyek-proyek industrihulu, seperti petrokimia, produk besi dan baja, semen, danpupuk.

Semua investasi yang diarahkan nasionalisme ekonomiini telah berakibat pada penciptaan sebuah kebijakanpengambilalihan tanah untuk proyek-proyek pembangunan.Menurut Robison (1997:29) agenda nasionalisme ekonomidimotivasi oleh dorongan untuk mengubah ekonomi dariyang berfokus pada produksi komoditas bernilai rendah kearah suatu ekonomi industri yang berteknologi maju dengankapasitas untuk produksi modal dan barang-barang setengahjadi dan dengan sektor jasa yang canggih. Uang minyakjuga membuat agenda ekonomi kerakyatan menjadimungkin, termasuk mensubsidi bahan kebutuhan pokok,pembangunan infrastruktur pembangunan, kredit untukindustri kecil dan kegiatan pertanian, dan juga berbagaibentuk program pembangunan berorientasi pemenuhankebutuhan dasar. Agenda tersebut didorong oleh alasanpolitik, yang tidak hanya untuk mencegah keresahan sosialdengan mensubsidi harga-harga barang pokok namun jugamenghasilkan legitimasi yang penting untuk popularitasrejim.

Apa yang disebut Robison (1997) sebagai “birokratismepredatoris” dipraktekkan oleh pejabat sipil dan militer yangmengambil keuntungan pribadi dan politik melalui posisimereka dalam kekuasaan pemerintahan, termasuk dalamkebijakan pengadaan tanah untuk pembangunan. Robison(1983) menyebut kelompok ini sebagai birokrat-politik.Posisi resmi otoritas mereka di kantor-kantor pemerintahmerupakan sumber dari kekuasaan mereka, termasukpenggunaan (dan penyalahgunaan) kewenangan merekauntuk memberikan berbagai konsesi atas tanah, hutan danpertambangan terutama kepada perusahaan-perusahaan

Page 76: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

60 Land Reform Dari Masa Ke Masa

domestik, begitu juga dengan mengijinkan pengadaantanah untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur.Para pemburu-rente ini pada intinya mempunyaikewenangan dalam memberi berbagai ijin dan fasilitaspemerintah kepada kelompok-kelompok pengusaha, sepertilisensi ekspor dan impor, konsesi pertambangan, minyak,kehutanan, dan perkebunan, kredit bank yang disubsidi,dan kontrak penyediaan dan konstruksi pemerintahan.Untuk tujuan ini, Rosser berpendapat “birokrat politik …dengan bersemangat mempertahankan peranan negaradalam ekonomi, berpendapat bahwa intervensi negara…diperlukan untuk mendorong pembangunan ekonominasional ... mengakhiri dominasi ekonomi asing danmendorong perkembangan dari usaha-usaha bisnis dalamnegeri” (2002:33-34).

Kebijakan perdagangan dan industri strategismendukung tujuan-tujuan mereka dan memungkinkanmereka untuk mensubsidi kredit dan menyediakan bentuk-bentuk lain dari pembiayaan murah kepada sektor-sektorprioritas dan peminjam dan terutama melindungi“keterlibatan langsung negara dalam produksi melaluipendirian dan pembangunan perusahaan-perusahaan miliknegara” (2002:33-34).

Salah satu aktor penting lainnya dalam prosespembuatan kebijakan adalah kelompok konglomerat. Miripseperti birokrat-politik, konglomerat Indonesia telah begitudiuntungkan dari campur tangan negara dalam wilayahekonomi. Rosser membedakan empat jenis konglomerat,yaitu, konglomerasi besar Cina, konglomerasi yang dimilikioleh anggota keluarga Suharto, konglomerasi kelompokpribumi, dan kelompok bisnis yang dimiliki militer (Rosser2002:35). Sebagai kelas kapitalis paling atas di negara ini,mereka memiliki hubungan saling menguntungkan denganbirokrat-politik dan telah diuntungkan dari proteksi negaradalam bentuk tarif dan non-tarif untuk berdagang dan

Page 77: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

61Rejim Otoriter Suharto dan Paradigma-Paradigma Ekonomi Yang Bersaing

restriksi terhadap investasi asing. Konglomerasi ini jugamenikmati akses pada kewenangan dan fasilitas pemerintahuntuk mendapat konsesi lahan untuk eksploitasi minyak dangas, penambangan, penebangan hutan, mengembangkanperkebunan, membangun daerah-daerah industri,perumahan, dan fasilitas pariwisata, dan lain-lain.

Pada pertengahan 1980-an, dengan turunnyapendapatan minyak, dan dengan perubahan-perubahanstruktural penting dalam ekonomi dunia, Indonesiadihadapkan pada kekuatan-kekuatan liberalisme yangmendorong industri Indonesia ke dalam posisi globalkeuntungan komparatif dan menciptakan tekanan untukkebijakan-kebijakan deregulasi di saat Indonesiamereposisikan diri ke dalam pasar global. Sejak pertengahan1980-an teknokrat Indonesia secara terbuka menentang apayang mereka sebut ekonomi pemburu-rente yang dinilaisebagai suatu ekonomi yang irasional, disfungsional, daninefisien. Karena itu, Robison menyimpulkan,

anasir konglomerat dan keluarga-keluarga bisnis-politik sekarang ini mencoba mereorganisasi perananekonomi negara dan posisi mereka sendiri di dalamekonomi, secara selektif mempertahankan kerangka-kerangka dirigiste [serba intervensi negara] daneksistensi pemburu-rente yang menjaminperlindungan dan akses istimewa mereka, sementaradi saat yang sama membuka kesempatan untuk aliansibisnis internasional dan masuk ke dalam sektor-sektorekonomi yang secara potensial menguntungkan yangdipegang oleh monopoli negara (1997:31).

Tekanan lain untuk agenda liberal berasal darilembaga-lembaga keuangan internasional, terutama BankDunia. Pada tahun 1991 Bank Dunia menerbitkan sebuahdokumen yang mengkritik kebijakan tanah di Indonesiadan mendorong administrasi dan pengelolaan tanah yangberorientasi pasar. Sebagaimana penulis akan jelaskan

Page 78: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

62 Land Reform Dari Masa Ke Masa

kemudian, kekuatan ini telah secara konsisten, menyeluruh,dan terus-menerus membentuk proyek administrasi tanahyang diancangkan selama dua puluh lima tahun, dimulaisemenjak tahun 1995.

Page 79: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

63

- IX -Tanah Untuk Pembangunan

Kebijakan Tanah untuk Pembangunan dimulai dariawal-awal tahun kekuasaan Suharto ketika Direktorat

Jenderal Agraria ditempatkan di bawah Departemen DalamNegeri yang dipimpin oleh seorang jenderal angkatandarat.46 Petugas-petugas agraria mencoba untukmempertahankan tugas pokok dan fungsi dari kantoragraria termasuk tata guna tanah, redistribusi tanah,pengadaan tanah, pendaftaran tanah, dan pengembanganhukum dan peraturan pertanahan untuk pembangunan.Meskipun begitu, pemerintah melucuti rejim kebijakan landreform untuk perubahan struktur agraria secararevolusioner. Mochtar Masoed (1989:60-61) berpendapatbahwa land reform dan program-program redistributiflainnya, jika dijalankan, akan memecah para pendukungpolitik utama Orde Baru. Para tuan tanah di pedesaan,sebagian besar anti-komunis dan menguasai tanah yangcukup besar, merupakan sekutu politik angkatan daratyang paling penting dalam melawan Sukarno dan massayang diorganisasi komunis.

46 Selama 32 tahun Suharto selalu menunjuk jenderal-jenderaldari angkatan darat (AD) untuk posisi Menteri Departemen DalamNegeri.

Page 80: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

64 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Pendaftaran tanah dari desa ke desa yangdiwajibkan oleh Peraturan Pemerintah No. 10/1961dihentikan oleh rejim Suharto. UU No. 7/1970 secararesmi membubarkan Pengadilan Land Reform, dansemua kasus sengketa kepemilikan tanah diserahkan kepengadilan negeri. Direktorat Jenderal Agraria dalamDepartemen Dalam Negeri mempertahankan redistribusitanah sebagai sebuah kategori administrasi untuk satujenis khusus dari skema pendaftaran tanah yang statusawalnya adalah tanah negara. Kemudian, peraturanbaru mengenai panitia land reform yakni KeputusanPresiden No. 55/1980 dikeluarkan pada tahun 1980 yangsecara resmi memasukkan kebijakan redistribusi tanahsecara keseluruhan ke dalam kendali birokrasi47

(Departemen Penerangan RI 1982:42-49; Hutagalung1985; Fauzi 1999:157-163).

Suharto menyatakan bahwa Orde Baru akanmenjalankan Pancasila dan UUD 1945 “secara murni dankonsekuen”, menghapuskan Demokrasi Terpimpin Sukarno.Rejim Orde Baru menolak segala agenda untuk mencapaiapa yang disebut dengan “Sosialisme Indonesia.” Kerangkautama dari kebijakan pemerintah berubah secara drastis dari“Revolusi” menjadi “Akselerasi dan Modernisasi” sebuahkerangka utama yang dikampanyekan oleh Ali Moertopo(1973).48 Menurut kerangka ini kebijakan agraria dariDepartemen Dalam Negeri – Direktorat Jenderal Agraria

47 Keputusan Presiden No. 55/1980 tentang organisasi danmekanisme redistribusi tanah menggantikan KeputusanPresiden No 263/1964.

48 Jenderal Ali Moertopo, asisten pribadi Presiden Suharto untukurusan politik. Ia bersama tokoh-tokoh Orde Baru yang laintermasuk jenderal Sujono Humar Dani yang juga asisten pribadiPresiden Suharto mendirikan CSIS (Centre for Strategic and Inter-national Studies), terkenal sebagai sebuah lembaga think tank yangmemberikan masukan kepada Suharto mengenai kebijakan-kebijakan politik dan ekonomi.

Page 81: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

65Tanah Untuk Pembangunan

diabdikan:

[u]ntuk menjalankan peranan yang lebih aktif padasetiap tahap pembangunan baik di bidang ekonomi,sosial budaya, politik maupun hankamnas yangditentukan dalam Era Pembangunan 1970-2000 …Berhubungan dengan itu maka segala potensikeagrariaan yang berada dalam lingkungan tugasDirektorat Jenderal Agraria perlu digali dandikembangkan serta dimanfaatkan secara maksimaluntuk mencapai tujuan yang dimaksud” (DepartemenPenerangan RI 1982:135).

Kebijakan emblematik yang baru adalah pengambilalihantanah untuk proyek-proyek pembangunan termasuk“pemberian hak baru, perpanjangan/pembaharuan hak yangsudah habis waktunya, pencabutan/pembatalan hak sertapengawasan terhadap pemindahan hak, baik atas tanah-tanah untuk bangunan (pemukiman, industri) maupununtuk diusahakan (pertanian, perkebunan, peternakan danperikanan)” (Departemen Penerangan RI 1982:137). Selamadua belas tahun (1969-1982) Direktorat Jenderal Agrariamenerbitkan 682 unit “hak guna usaha”49 sebesar lebih dari

49 Menurut UUPA, “Hak Guna Usaha” merupakan sebuah hakuntuk memanfaatkan tanah yang khusus pada tanah negara untuktujuan-tujuan pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.“Hak Guna Usaha” mengijinkan pemegang hak tersebut untukmengolah suatu bidang tanah tertentu selama jangka waktutertentu dan dengan tujuan yang dimaksudkan dalam ketetapanpemberian hak tersebut. Pemegang hak tersebut juga berhak untukmendirikan bangunan di tanah tersebut dengan persyaratan tertentuyang terkait dengan bidang aktivitasnya. Untuk pertama kalinyaHak Guna Usaha bisa diberikan dengan jangka waktu 25 tahun.Jangka waktunya bisa mencapai 35 tahun untuk perkebunandengan komoditas khusus seperti kelapa sawit. Hak Guna Usaha inibisa diperpanjang sampai 20 tahun. “Hak Guna Usaha” bisa diberikankepada warga negara dan perusahaan yang didirikan di dalam dalamhukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Perusahaan-perusahaan asing tidak boleh memperoleh hak ini. Untuk rincianlebih lanjut, lihat:Gautama dan Budi Harsono (1972:64-77), danParlindungan (1990:126-160).

Page 82: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

66 Land Reform Dari Masa Ke Masa

938 ribu hektar; 4.736 unit “hak guna bangunan”50 sebesarlebih dari 24 ribu hektar; 3.119 unit “hak pakai”51 sebesarlebih dari 80 ribu hektar; dan 161 unit “hak pengelolaan”52

sebesar lebih dari 522 ribu hektar (lihat Tabel 5). Masing-masing hak memiliki cakupan, jangka waktu dan subyek

50 “Hak Guna Bangunan” merupakan sebuah hak penggunaankhusus pada tanah yang memperbolehkan si pemilik hak untukmendirikan dan memiliki, selama jangka waktu yang sudahditetapkan, sebuah bangunan yang terletak di tanah pihak lain.“Hak Guna Bangunan” bisa diberikan untuk tanah negara atauswasta. Tidak ada pembatasan wilayah mengenai ukuran lahanyang digunakan. Hak guna bangunan bisa diberikan denganjangka waktu maksimum selama 30 tahun, dan jangka waktuini bisa diperpanjang sampai 20 tahun. Seperti “Hak GunaUsaha,” “Hak Guna Bangunan” ini bisa diberikan kepada warganegara Indonesia dan perusahaan yang didirikan di bawahhukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia. Perusahaan-perusahaan asing tidak diperbolehkan memiliki hak ini. Untukrincian lebih lanjut, lihat: Gautama dan Budi Harsono (1972:64-77), dan Parlindungan (1990:126-160).

51 Hak pakai adalah sebuah hak penggunaan tanah yangmemperbolehkan si pemegang hak untuk menggunakan danmengambil produk hasil dari suatu bidang tanah tertentu. Tanahyang dimiliki dengan hak pakai bisa merupakan tanah negara atautanah pribadi. Tanah yang digunakan untuk hak pakai bisadiperuntukkan untuk membuat bangunan atau untuk pertanian.Tidak ada pembatasan luas wilayah menurut hukum terkecualiuntuk tanah yang dimiliki oleh pribadi yang diperuntukkan untuktujuan pertanian. Dalam kasus ini batas waktu maksimummenurut UU No. 56/1960 diterapkan. Hak pakai bisa diberikankepada warga negara Indonesia, warga asing yang berdomisili diIndonesia, perusahaan yang didirikan di bawah hukum Indonesiadan berdomisili di Indonesia, dan perusahaan-perusahaan asingdengan perwakilan di Indonesia. Untuk rincian lebih lanjut, lihat:Gautama dan Budi Harsono (1972:64-77), dan Parlindungan(1990:126-160)

52 Hak Pengelolaan merupakan suatu hak khusus untukpengembangan lahan, yang diberikan hanya untuk wilayah-wilayah otonom, atau agen-agen pemerintah/publik. HakPengelolaan mengijinkan si pemilik hak untuk menyerahkansebagian dari tanah yang dikembangkan kepada pihak lainmelalui kesepakatan yang spesifik. Untuk kasus agen yang

Page 83: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

67Tanah Untuk Pembangunan

Page 84: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

68 Land Reform Dari Masa Ke Masa

yang memegang hak tersebut sendiri-sendiri (untukpenjelasan yang rinci mengenai penggunaan hak-hakini, lihat: Gautama and Harsono 1972:64-77; danParlindungan 1990:126-160).53

Setelah Suharto dipilih kembali oleh MPR RI untukkelima kalinya di tahun 1988 ia membuat sebuahkeputusan untuk meninjau ulang status, tugas, danfungsi dari Direktorat Jenderal Agraria, DepartemenDalam Negeri, dan meningkatkan Direktorat Jenderaltersebut menjadi sebuah badan yang menangani sektorpertanahan secara nasional. Alasan resmi mengenaikeputusan untuk membuat apa yang disebut BadanPertanahan Nasional (BPN), adalah (a) “bahwa dalampelaksanaan pembangunan nasional, adanya kebutuhan,penguasaan, dan penggunaan tanah pada umumnyatermasuk untuk kepentingan pembangunan dirasakanmakin meningkat;” dan (b) “bahwa denganmeningkatnya kebutuhan, penguasaan, danpenggunaan tanah terutama untuk kepentinganpembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a,meningkat pula permasalahan yang timbul di bidangpertanahan” (bagian Pertimbangan dari Keputusan

berencana membangun perumahan, unit-unit perumahanindividu tersebut bisa diberikan dengan hak guna bangunanatau hak pakai yang baru. Hukum terkait tidak menyebutkanbatas waktu yang pasti untuk hak pakai. Hak Pengelolaan hanyabisa diberikan kepada sebuah badan hukum yang memiliki tugasstrategis-fundamental dan fungsinya berjalan bersama denganhak tanah. Untuk rincian lebih lanjut, lihat: Gautama dan BudiHarsono (1972:64-77), dan Parlindungan (1990:126-160).

53 Ada juga sebuah jenis khusus dalam kebijakanpengambilalihan tanah yang digunakan Direktorat JenderalAgraria untuk program pemindahan penduduk dari pemerintah,yang secara resmi disebut program transmigrasi, tapi kebijakantersebut berdampak pada lahan-lahan di Sumatera, Kalimantan,Sulawesi, dan Papua yang disebut pulau-pulau luar yang dibukauntuk merelokasi penduduk desa dari Jawa, Bali, dan Kepulauan

Page 85: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

69Tanah Untuk Pembangunan

Presiden No. 26/1988 tentang Badan PetanahanNasional). Moerdiono, Menteri Sekretaris Kabinet, padasaat pengangkatan pimpinan pertama Badan PertanahanNasional, menjelaskan bahwa:

Agar melalui peningkatan status ini, badan ini lebihoperasional dalam geraknya menangani tugas yangamat penting dalam bidang pertanahan secarakomprehensif, terencana dan terpadu. Tugas yangdemikian luas jangkauannya itu terlalu besar untuksuatu instansi setingkat Direktorat Jenderal.Diperlukan suatu badan yang lebih tinggi, yangberada di bawah kendali Presiden agar dapatmelaksanakan tugasnya dengan otoritas yangseimbang (Moerdiono seperti dikutip dalam BadanPertanahan Nasional 1998:23).

Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden No. 26/1988 pasal 3 Badan Pertanahan Nasional menyediakanlayanan-layanan dalam kebijakan penggunaan tanah terkaitdengan perencanaan ruang, mengatur survei, pemetaan danpendaftaran tanah untuk menjamin kepastian hukum,memberikan berbagai hak tanah, dan mengembangkanhukum dan regulasi tanah; Kepala BPN memiliki beberapadeputi untuk masing-masing layanan.54

Kebijakan paling penting yang dihasilkan BPN dalam

Lombok. Program tersebut mendapat dukungan politik dan finansialyang besar dari pemerintah Orde Baru dan Bank Dunia. Sebagianbesar dari program transmigrasi melibatkan distribusi lahan, rumahhunian dan fasilitas-fasilitas lainnya. Dalam rancangannya masing-masing individu memperoleh dua hektar lahan pertanian ditambahsetengah hektar untuk rumah dan pekarangan mereka. Dari tahun1965 sampai 1984 hampir sekitar setengah juta keluarga, setaradengan dua juta dan dua ratus ribu orang. Untuk rincian lebih lanjutmengenai program transmigrasi, lihat juga Hardjono (1977), Oey(1982), Swasono dan Singarimbun (1985), dan Tjondronegoro (2004).

54 Menurut Keputusan Presiden No. 26/1988 pasal 3 BPN memilikibeberapa fungsi berikut:a . merumuskan kebijaksanaan dan perencanaan penguasaan dan

penggunaan tanah;b. merumuskan kebijaksanaan dan perencanaan pengaturan pemilikan

Page 86: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

70 Land Reform Dari Masa Ke Masa

konteks memperdalam rejim kebijakan tanah-untuk-pembangunan adalah ijin lokasi. Ijin lokasi diberikan untukmenyederhanakan prosedur-prosedur bagi investasi asingdan domestik (diatur melalui Keputusan Presiden No. 97/1993 mengenai tatacara penanaman modal). Ijin lokasisecara resmi dimaksudkan untuk menjalankan tiga fungsi:(i) instrumen pengambilalihan tanah sebelum hak-hak

tanah yang lebih permanen diberikan oleh BPN;(ii) ijin untuk menggunakan tanah yang cocok untuk

perencanaan ruang dengan detail yang sudah ada; dan(iii) ijin untuk memindah hak-hak tanah yang melekat

dengan tanah yang sudah ada dan tercakup dalamijin (Badan Pertanahan Nasional 1998:156).

Tujuan dari kebijakan ijin lokasi adalah untukmelayani para investor untuk mendapatkan tanah,meskipun tanah-tanah tersebut dimiliki oleh penduduklokal. Jika sebuah ijin lokasi diberikan BPN kepada satubadan usaha perumahan (developer), pihak-pihak laintidak diperbolehkan untuk membeli atau membanguntanah yang tercakup dalam ijin area, terkecuali bila merekamendapatkan ijin dari si pemegang hak ijin lokasi yangresmi.55 Selama lima tahun, dari tahun 1993 sampai 1998,

tanah dengan prinsip-prinsip bahwa tanah mempunyai fungsi sosialsebagaimana diatur dalam Undang-undang Pokok Agraria;

c . melaksanakan pengukuran dan pemetaan serta pendaftaran tanahdalam upaya memberikan kepastian hak di bidang pertanahan;

d. melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangkamemelihara tertib administrasi di bidang pertanahan;

e. melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidangpertanahan serta pendidikan dan pelatihan tenaga-tenagayang diperlukan dibidang administrasi pertanahan;

f. lain-lain yang ditetapkan oleh Presiden.55 Sebuah laporan resmi BPN menyebutkan bahwa waktu rata-

rata yang diperlukan BPN untuk memproses ijin lokasi adalahselama dua belas hari (Badan Pertanahan Nasional 1998:160).

Page 87: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

71Tanah Untuk Pembangunan

jumlah total ijin lokasi yang dikeluarkan oleh BPNsebanyak 13.036 ijin lokasi untuk seluas 9.673.456,15 hektartanah untuk tujuan kawasan industri, perumahan,pertanian, jasa, dan berbagai jenis proyek lainnya. Sepertiyang ditampilkan dalam Tabel 6 jumlah keseluruhan dariijin lokasi yang dikeluarkan untuk Jawa (1993-1998)adalah sebanyak 7.978 ijin lokasi untuk seluas 202.190,14hektar.

Page 88: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

72 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 89: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

73

- X -Pembentukan Kebijakan,

Manajemen dan AdministrasiPertanahan Pro-Pasar

Sebuah tahap baru dalam kebijakan pertanahan di Indonesia adalah mempercepat pembentukan pasar tanah

melalui reformasi manajemen dan administrasipertanahan. Kebijakan baru tersebut dimulai ketika BankDunia membuat sebuah studi yang berjudul “Indonesia:Land Resource Management and Planning” (1991).56 Studiini merekomendasikan serangkaian rencana aksi, yangdibagi ke dalam agenda jangka pendek, jangka menengah,dan jangka panjang. Studi tersebut secara jelasmenyebutkan revisi terhadap UUPA 1960 dalam agendajangka panjangnya.

Laporan Bank Dunia tahun 1994 “Indonesia: Envi-ronment and Development” mengulang perhatian utamadari studi Bank Dunia tahun 1991 itu, yaitu kurangnyakejelasan kerangka hukum untuk kepemilikan tanah

56 Laporan tersebut tidak pernah diterbitkan. Gershon Feder, KepalaDivisi Operasi Pertanian, Departemen Negara III-Wilayah PasifikAsia Timur, dalam sebuah surat kepada Noer Fauzi, Ketua BadanPelaksana Konsorsium Pembaruan Agraria, 6 September 1996,menyatakan “... Pemerintah Indonesia menilai draft ini belumlengkap ketika kami mengakhiri tugas kami di tahun 1991. Kamimemutuskan pada waktu itu bahwa studi tersebut seharusnya tetapmenjadi sebuah draft. ... Kami juga mengindikasikan bahwa laporandraft tersebut tidak memberi perhatian yang seimbang mengenaibeberapa isu pengelolaan tanah, misalkan saja ijin lokasi, yangpenting di masa tersebut.” (Dikutip dalam Fauzi 1999:228-229, fn9).

Page 90: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

74 Land Reform Dari Masa Ke Masa

sebagian karena prosedur birokratik yang rumit, tidaktransparan dan cenderung koruptif. Laporan tersebut jugamengangkat isu bahwa “pasar tanah belum berkembangdengan baik,” dan hal ini menghambat “alokasi tanahuntuk penggunaannya yang paling baik dan bernilai”(World Bank 1994:207).57 Dengan demikian, laporantersebut mengisyaratkan kebutuhan untuk menghapusrintangan-rintangan yang menghambat pertumbuhanpasar tanah.

Strategi awal dari Bank Dunia dalam meletakkanfondasi dasar untuk menerapkan agenda-agenda tersebutadalah dengan menawarkan kepada Pemerintah Indone-sia sebuah bantuan Bank Dunia yang disertai dengansebuah hibah dari Australian Aid for InternationalDevelopement (AUSAID). Gagasan ini muncul darikesuksesan Thailand Land Titling Project, yang dimulai ditahun 1984.58 Sebagai sebuah langkah lanjut, IndonesianLand Administration Project (ILAP) 1995-1999 dirancangsebagai tahap lima tahun pertama dalam sebuah programrencana dua puluh lima tahun dengan tujuan jangka

57 Pada tahun yang sama, Sutanu Behuria (1994) membuatsebuah analisis kebijakan untuk Asian Development Bank dan jugaditerbitkan oleh ADB, yang menjelaskan bahwa “penerapansejumlah besar proyek-proyek yang dibiayai oleh Bank (ADB) danBank Dunia di berbagai sektor secara serius dipengaruhi oleh …kesulitan-kesulitan dalam pengambil alihan tanah” dan “Bankharus menyediakan bantuan finansial kepada Indonesia untukmempercepat proses registrasi dan kepemilikan tanah dan jugamenyediakan bantuan teknis untuk kodifikasi dan penyederhanaanhukum dan prosedur terkait pemindahan pemilikan danpenggunaan tanah” (Behuria 1994: 10).

58 Untuk pertama kalinya Bank Dunia dan AusAID mendanaibersama sebuah proyek Thailand Land Titling Project. Proyek inimendapat penghargaan World Bank Award for Excellence di tahun1997. Dua orang staf Bank Dunia menyatakan bahwa ThailandLand Titling Project ini”… telah menjadi standard bagi Bank Duniadan beberapa donor bilateral termasuk misalkan USAID”

Page 91: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

75Pembentukan Kebijakan Manajemen dan Administrasi Pertanahan Pro-Pasar

panjang sebagai berikut:√ Untuk mempercepat pendaftaran hak-hak tanah dan

penerbitan sertifikat tanah, sehingga pada akhir 25tahun proyek ini semua pemilik tanah akan memilikisertifikat;

√ Untuk meninjau ulang perundang-undangan,peraturan, dan prosedur administrasi pertanahan yangmelayani kebutuhan masyarakat Indonesia dan dalamsuatu bentuk yang bisa diterapkan oleh BadanPertanahan Nasional (BPN), bisa dimengerti danditerima oleh publik, selaras dengan kebijakanPemerintah, dan cukuk pleksibel untuk merespon padasaat yang tepat terhadap kondisi-kondisi yang berubah;

√ Untuk memperkuat BPN sebagai sebuah lembagapemerintah sehingga lembaga ini diakui bisamemberikan layanan yang bernilai dan efektif untukpemerintah dan publik;

√ Untuk menyesuaikan biaya-biaya layanan BPN yangcukup tinggi untuk bisa membiayai diri sendiri secaramandiri, dan cukup murah sehingga bisa dijangkauseluruh rakyat Indonesia;

√ Untuk membuat BPN sebagai partisipan aktif dalampeninjauan kembali yang sedang berlangsung terhadapkebijakan administrasi tanah.

Kemudian di tahun 1995 BPN mulai menjalankanIndonesian Land Administration Project (ILAP), yang di-Indonesia-kan menjadi Proyek Administrasi Pertanahan.

(Holstein dan Munro, “International Impact of the Thailand LandTitling Programme”, Department of Lands, Ministry of Interior, 2003,seperti dikutip oleh William 2003:12). Lihat juga berbagai paperyang mempromosikan Thailand Land Titling Project sebagai sebuahcerita sukses luar biasa yangberfungsi sebagai standard kualitas(benchmark) bagi administrasi dan manajemen tanah dan jugauntuk kerjasama inter-agensi (Rattanabirabongse et.al. 1998, Federdan Nishio 1999, AusAID 2000, 2001, Bowman 2004, Burn 2004).

Page 92: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

76 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Proyek ini yang didanai oleh dana APBN PemerintahIndonesia (US $ 44,9 juta), dana hibah dari AusAID(US $ 15,2 juta), dan hutang dari Bank Dunia (US $80,0 juta). Proyek tersebut berusaha menjadi sebagaiacuan baru untuk mereformasi kebijakan, manajemendan administrasi pertanahan. Proyek ini bertujuan (i)“untuk mempercepat pasar tanah yang wajar danefisien, dan untuk meredakan konflik sosial atas tanah,melalui percepatan pendaftaran tanah … dan melaluiperbaikan kerangka kelembagaan untuk administrasipertanahan yang diperlukan untuk mendukung pro-gram tersebut”; (ii) “untuk mendukung upayaPemerintah Indonesia untuk mengembangkankebijakan-kebijakan manajemen pertanahan jangkapanjang” (World-Bank 1994:ii).

Melalui proyek ini, BPN mengganti PeraturanPemerintah No. 10/1962 tentang Pendaftaran Tanah,yang dibuat dalam konteks untuk menjalankan landreform yang didasarkan atas mandat UUPA 1960.Sebuah peraturan pemerintah yang baru mengenaipendaftaran tanah (No. 24/1997) dibuat untukmeletakkan dasar bagi apa yang disebut dalamdokumen proyek sebagai “prosedur yang lebih praktisdan efisien dalam pendaftaran tanah.” Denganprosedur pendaftaran yang baru itu, proyekpercontohan mereka (1995-2001) berhasilmengeluarkan sertifikat-sertifikat tanah untuk lebihdari 1,85 juta keluarga di Jawa (lihat tabel 7)59

59 Proyek Administrasi Pertanahan mensasar wilayah-wilayahdi empat puluh tujuh kabupaten/kota di Jawa yang mengeluaransejumlah 1.862.968 sertifikat, plus dua kabupaten proyekpercobaan di Sumatera Selatan dan Sumatera Utara, yangmenghasilkan secara berturut-turut 11.028 dan 4.934 sertifikat.

Page 93: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

77Pembentukan Kebijakan Manajemen dan Administrasi Pertanahan Pro-Pasar

Sebagai tambahan, berdasarkan pada uraian duapejabat pendukung Indonesian Land AdministrationProject, yakni seorang pejabat tinggi BPN dan seorangkonsultan AusAID, ILAP juga menghasilkan

(P)eningkatan tata pemerintahan melalui suatupergeseran bertahap dalam BPN dari sebuah badanyang tertutup, otokratis, dan melayani diri sendiriberubah menjadi suatu organisasi yang lebih terbuka,inklusif dan berorientasi menyajikan layanan.

“(P)emantapan industri survei kadastral, yang didukungoleh pendidikan dan pelatihan tingkat lanjutan, yangmemperkuat tujuan untuk memaksimalkan keterlibatansektor swasta dalam membangun dan menjaga sistemadministrasi pertanahan di Indonesia. (Heryani danGrant 2004:7-8)

Proyek tahap kedua dinamai dengan Land Manage-ment and Policy Development Program (LMPDP) (2004-2009). Rancangan proyek tersebut menekankanpencapaian-pencapaian dalam perubahan kebijakan,penguatan kelembagaan, dan pensertifikatan tanah (WorldBank 2004:3).60 Dalam menanggapi berbagai tuntutan

60 Jumlah total biaya dari proyek tersebut adalah US $ 87,62 juta

Page 94: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

78 Land Reform Dari Masa Ke Masa

land reform yang disampaikan oleh LSM, laporanpersiapan LMPDP - World Bank menuliskan “(s)ementarakebijakan land reform (distribusi tanah dan re-distribusi)akan berkontribusi secara berarti pada pengurangankemiskinan, tim yang bertugas memilih menentangdukungan langsung terhadap tuntutan land reform padasaat ini.” Kemudian, laporan itu berpendapat:

“kebijakan agraria seringkali sangat bersifat politis,dan pada saat ini, tidak ada konsensus nasionalmengenai land reform. Sebagai hasilnya, proyek iniakan lebih mendukung studi-studi kebijakanketimbang pada menilai kemungkinan dan cakupandari land reform ini, dan mencoba untukmengembangkan sebuah konsensus nasionalmengenai isu ini. Jika sebuah konsensus nasionaldicapai, dan pemerintah mengambil sebuahpendekatan yang bisa diterima oleh masyarakat sipil,dan organisasi-organisasi masyarakat sipil, barulahkemudian World Bank akan mempertimbangkanuntuk menyediakan dana dalam sebuah mekanismepeminjaman terpisah untuk memulai skema yangdisepakati.” (World Bank, 2004: 12). 61

World Bank pada kenyataannya tidak memiliki suatuproyek terkait land reform di Indonesia. Inisiatifbelakangan untuk menghadirkan kembali land reform kepanggung kebijakan bukanlah produk dari intervensiWorld Bank. World Bank menyusun suatu visi jangkapanjang mengenai kebijakan tanah, pengelolaan, dan

(US $ 22,2 juta dari Pemerintah Indonesia, US $ 32,80 daripinjaman World Bank, dan US $ 32,80 juta dari pinjaman ID).

61 Perlu dicatat bahwa pandangani World Bank mengenai landreform juga juga berubah seiring waktu. Pandangan sekarangini berasal dari cara pandang neoliberal bahwa tanah itu lebihmerupakan sebuah komoditas yang perlu dirasionalisasiketimbang sebuah sarana produksi yang perlu diredistribusikanuntuk pengurangan kemiskinan (Untuk penjelasan dari orangdalam, lihat Deininger dan Binswanger 1999. Untuk penjelasanyang kritis, lihat Borras 2005, Wolford 2007).

Page 95: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

79Pembentukan Kebijakan Manajemen dan Administrasi Pertanahan Pro-Pasar

administrasi untuk BPN, yang terdiri dari komponen-komponen berikut: (i) mengklarifikasi basis legal dalamkepemilikan tanah; (ii) membuat sistem pertanahan lebihcocok dengan berbagai kebutuhan dari ekonomi modern;(iii) meningkatkan kualitas dan reliabilitas dari pencatatandan pendaftaran tanah; (iv) perencanaan penggunaantanah yang partisipatoris dan transparan; (v) pengelolaantanah di wilayah kehutanan secara berkelanjutan; dan(vi) memperkuat lembaga-lembaga independen daninsentif fiskal untuk pelaksanaan legalisasi aset tanah(World Bank 2005:1-4).

Page 96: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

80 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 97: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

81

- XI -Kampanye Mempromosikan

Land Reform Setelah JatuhnyaSuharto

Suharto lengser pada bulan Mei 1998 setelah berkuasaselama lebih dari tiga dekade karena oposisi massif

kelompok-kelompok masyarakat sipil di tengah-tengahkrisis moneter dan finansial yang akut, yang berresonansidengan tekanan-tekanan internasional yang begitu kuatdari IMF, perpecahan di kalangan tentara dan elit politik,dan yang terpenting, kehilangan dukungan politik darikabinetnya dan parlemen (Sharma 2002, Anwar 2005,Aspinal 2005).62 Suharto menyerahkan kekuasaankepresidenannya kepada Wakil Presiden Habibie, yangkemudian memimpin suatu pemerintahan transisi hinggaNovember 1999.

Berbagai kelompok gerakan rakyat pedesaan diJawa memanfaatkan kesempatan politik dari periodetransisi politik selama delapan belas bulan (Mei 1998 sampaiNovember 1999) yang berlanjut dengan upayamelancarkan aksi-aksi pendudukan atas tanah-tanah yangsebelumnya berada di bawah kendali perkebunan-perkebunan milik pemerintah dan swasta, juga Perhutani.63

Beberapa istilah baru seperti reclaiming, okupasi tanah,

62 Untuk kejadian-kejadian yang rinci dan kronologis mengenaikejatuhan Suharto, lihat van Dijk (2001).

63 Kasus Tapos di distrik Bogor, Jawa Barat, merupakan tonggakdari kasus pendudukan tanah dimana sekitar 300 keluargamengambil alih bagian dari 751 hektar dari lahan perkebunan yang

Page 98: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

82 Land Reform Dari Masa Ke Masa

gerakan petani, land reform, pembaruan agraria, reformaagraria, segera menjadi begitu populer di kalangan aktivisgerakan agraria. Mereka juga menggunakan periodetransisi politik ini untuk mendirikan organisasi-organisasipetani lokal, yang dilanjutkan dengan pengembanganjaringan, federasi-federasi dari organisasi-organisasipetani lokal, dan organisasi-organisasi non-pemerintah(LSM). Sebuah koalisi LSM, Konsorsium PembaruanAgraria (KPA), didirikan di tahun 1995 pada era Suharto,mengembangkan studi-studi mengenai kritik ataskebijakan-kebijakan agraria Orde Baru, menerbitkanbuku-buku dan paper-paper posisi, dan melaksanakanpelatihan dan lokakarya untuk meningkatkan kesadarandan suatu pandangan baru atas apa yang Powelson danStock (1987) sebut land reform by leverage. GunawanWiradi, seorang pakar agraria dari Institut PertanianBogor (IPB), yang juga merupakan pendiri KPA,mengenalkan gagasan Powelson dan Stock mengenai“land reform by leverage” yang berbeda dengan “landreform by grace” kepada KPA setelah mempelajari bahwasebagian besar elit politik di negara-negara paska-kolonialmenerapkan reforma agraria yang dijalankan negara padaakhirnya mengkhianati petani karena kepentingan politikmereka (Wiradi 1997, 2001).64 KPA juga meluncurkansebuah kampanye terkoordinasi dengan anggota-anggotaLSM-nya dan ilmuwan-ilmuwan terkait untuk

dikuasai oleh PT. Rejosari Bumi yang dimiliki keluarga Suharto.Aktivitas organisasi untuk melancarkan pendudukan tanah dimulailangsung setelah Suharto mengumumkan pengunduran dirinya dariposisi presiden (Bachriadi dan Lucas 2001).

61 Wiradi menulis, “(h)ampir semua pembaruan agraria sudahdilaksanakan di bawah kebaikan pemerintah, sehingga setelah kesadaranpemerintah (mengenai arti pentingnya) berubah, kemudian semua hal-hal positif yang diciptakan oleh pembaruan agraria terhapus. Bahkan, tidakada satu pemerintahan yang menjalankan pembaruan agraria secara adil

Page 99: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

83Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto

melancarkan kritik atas kebijakan agraria sekarang yangmenghasilkan konflik tanah dan kesenjangan. Terinspirasidari argumen Cristodolou (1990:112) bahwa“(p)embaruan agraria merupakan anak keturunan darikonflik agraria,” kritik tersebut menjadi basis bagi KPAuntuk mempromosikan kebutuhan akan kebijakan landreform.65

Rujukan resmi satu-satunya yang tersedia bagi KPAuntuk mempromosikan land reform adalah UUPA 1960.KPA memandang UU tersebut sebagai sebuah hukumnasional yang mengusung prinsip “fungsi sosial atas tanah”,dan mewujudkan upaya penciptaan keadilan sosial melaluirestrukturisasi penguasaan, kepemilikan dan penggunaantanah. KPA menyadari bahwa dalam upaya itu posisi rakyatdikalahkan oleh kepentingan nasional yang dipegang olehpemerintah sebagai badan penguasa (KonsorsiumPembaruan Agraria 1998:2). Rejim Suharto membuatperundang-undangan agraria dan sumber daya alam yangbaru, seperti UU 2/1967 mengenai Penanaman ModalAsing, UU no. 5/1967 tentang Pokok-pokok Kehutanan,UU No. 8 1976 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri,

dan jujur demi kepentingan banyak orang. Meskipun demikian,setelah pemerintahan tersebut berubah, elit kekuasaan yang barubisa mengubah arah dan membalikkan situasi. Hal ini bisa terjadibahkan ketika pembaruan dilahirkan dari sebuah revolusi,sebagaimana yang terjadi di Meksiko, sebagai contohnya. Kebaikanpolitik tersebut adalah apa yang Powelson dan Stock sebut “reformby-grace.“ Karenanya, apa yang diperlukan adalah sebuahpembaruan yang didasarkan pada penguatan rakyat. Atau apa yangPowelson dan Stock sebut, “land reform by leverage.” Sehingga dalamsuatu “pasar politik” ketika para petani/rakyat kecil tidak beradadalam posisi tawar yang kuat, hasil dari pembaruan sebelumnyatidak akan begitu mudah untuk dibalikkan.” (Wiradi 1997:41)

65 Untuk contohnya, lihat: Suhendar dan Kasim 1995, Bachriadi et al1997, Fauzi 1997, Suhendar dan Winarni 1998, Hardijanto 1998,Ruwiastuti et al 1998. Semua paper posisi KPA (1997-1998) diterbitkanulang dalam Konsorsium Pembaruan Agraria (1998).

Page 100: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

84 Land Reform Dari Masa Ke Masa

UU No. 11/67 tentang Pokok-pokok Pertambangan, dan lain-lain perundang-undangan yang bertentangan dengan prinsip“fungsi-fungsi sosial atas tanah” dari UUPA 1960. MenurutKPA, posisi dominan negara dimanfaatkan secara efektif olehrejim Suharto untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tanpamenyediakan bagi rakyat miskin pedesaan – petani subsisten,buruh dan penggarap, kaum miskin kota, dan kelompokterpinggirkan lainnya – kesempatan untuk berpartisipasidalam menguasai, menggunakan, memiliki dan mengambilmanfaat dari tanah. Untuk menarik perhatian publikmengenai relevansi UUPA 1960, KPA mengusulkan untukmenyempurnakan UU tersebut dengan empat tujuan utama,yaitu (a) untuk membatasi kecenderungan pemegang kekuasaannegara untuk menggunakan dan menyalahgunakankekuasaan mereka untuk mengalokasikan tanah dan sumberdaya alam lainnya; (b) untuk memajukan hak rakyat untukmengendalikan, menggunakan, dan memiliki dan mengambilmanfaat dari tanah dan sumber daya alam lainnya, danberpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan; (c) untukmengajukan revisi atas kebijakan-kebijakan agraria OrdeBaru, termasuk review komprehensif terhadap berbagaihukum yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dalamUUPA 1960; dan (d) untuk menyiapkan strategi untukmencapai keadilan agraria melalui sebuah kebijakanpembaruan agraria nasional yang menyeluruh (KonsorsiumPembaruan Agraria 1998:2-7).

Pengaruh kampanye untuk land reform selamaperiode “transisi demokrasi” Indonesia (Mei 1998 sampaiNovember 1999) berada di luar imaginasi para pemrakarsayang memulai kampanye itu semasa Indonesia berada dibawah rejim Suharto. Hasan Basri Durin, Menteri NegaraAgraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional mengambilsebuah pendekatan baru. Berlawanan dengan posisikonfrontatif dari para pendahulunya, Durin memutuskanuntuk menciptakan ruang untuk mendengar kritik dan

Page 101: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

85Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto

masukan yang disampaikan oleh para pemimpin gerakanagraria, aktivis LSM, dan ilmuwan kritis. Dalam sebuahpertemuan pejabat tinggi BPN ia menyampaikan pidato yangmengajukan UUPA 1960 sebagai acuan utama untukmengkritik kebijakan tanah yang dihasilkan oleh rejim Suhartoseperti berikut:

Undang-undang Pokok Agraria yang menjadi landasanutama kebijakan pertanahan sesungguhnya saratdengan watak dan semangat kerakyatan serta amanatuntuk menciptakan keadilan di bidang pertanahandengan melindungi pihak ekonomi lemah. Namundalam beberapa tahun belakangan ini kita telahterbawa oleh arus kebijakan yang lebih mementingkanpertumbuhan ekonomi, sehingga semakin jauhmeninggalkan fungsi sosialnya serta peranannya untukmencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sebagaiakibatnya, rakyat pada umumnya, dan masyarakatekonomi lemah pada khususnya, merasa diperlakukantidak adil dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah(Durin 1998:32).

Lebih lanjut ia mengajukan masih relevannya UUPA1960.

Pada era reformasi sekarang ini, tuntutan terhadapperbaikan kebijakan di bidang pertanahan merupakansalah satu tuntutan pokok yang disuarakan olehmasyarakat. Masyarakat berharap agar kebijaksanaanpertanahan tetap mengacu kepada Undang-undangPokok Agraria uang mengandung nilai-nilai kerakyatandan nilai-nilai kehidupan yang berkeadilan sosial (Durin1998:32).

Dalam menanggapi permasalahan agraria yangmeluas dan tuntutan masyarakat sipil untuk pelaksanaankebijakan land reform Presiden Habibie menerbitkanKeputusan Presiden No. 48/199966 yang memandatkan

66 Keputusan Presiden Nomor 48 tahun 1999 tentang TimPengkajian Kebijakan dan Perundangan dalam rangka

Page 102: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

86 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Menteri Kehakiman dan Menteri Negara Agraria untukmemimpin sebuah tim untuk mempelajari kebijakan danaspek-aspek legal dari pelaksanaan land reform berdasarkanUUPA 1960. Menteri Kehakiman, Muladi, merupakanprofesor hukum dari Universitas Diponegoro, Semarang. Iamenunjuk Maria Sumardjono, seorang profesor hukumtanah dari Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, sebagaiketua tim pelaksana untuk melaksanakan (a) sebuah studimengenai hukum dan peraturan yang terkait dengan landreform; (b) studi penerapan kebijakan dan perundang-undangan terkait land reform; (c) untuk menyusun danmemformulasikan kebijakan dan peraturan yang diperlukanuntuk menerapkan land reform.

Penegasan kembali pemberlakuan UUPA 1960adalah pertama kalinya dan satu-satunya PresidenHabibie menyebutkan land reform dalam dokumen resmi.Pada gilirannya, Sumardjono menghasilkan rekomendasiuntuk meninjau kembali perundang-undangan yangberkaitan dengan pengelolaan sumber-sumber agraria/

Pelaksanaan Land Reform. Pertimbangan dari KeputusanPresiden itu adalah:

Bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok-pokok Agraria mengamanatkansemua hak atas tanah berfungsi sosial, dan agar tidakmerugikan kepentingan umum maka pemilikan/penguasaantanah yang melampaui batas dilarang;Bahwa kebijaksanaan dan perundang-undangan di bidangpertanahan yang berlaku saat ini belum sepenuhnya seiringdengan amanat Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 danbelum mendukung terciptanya penguasaan dan pemanfaatantanah yang sesuai dengan nilai-nilai kerakyatan dan norma-norma yang berkeadilan sosial sehingga dipandang perlumengambil langkah-langkah bagi terwujudnya amanatUndang-undang tersebut;Bahwa sehubungan dengan itu dipandang perlu membentukTim Pengkajian Kebijaksanaan dan Peraturan Perundang-undangan Dalam Rangka Pelaksanaan Land Reform(Pertimbangan dari Keputusan Presiden No. 48/1999).

Page 103: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

87Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto

sumber daya alam yang dihasilkan oleh rezim Orde BaruSuharto dan menyelesaikan berbagai kontradiksi dantumpang tindih antara hukum-hukum tersebut denganUUPA 1960 (lihat Soemardjono 2005:226-232). Hal inimenguatkan pendapat yang digencarkan oleh parasarjana dan aktivis agraria, termasuk yang bergabungdalam KPA. Namun, pada bulan November 1999,sebelum rekomendasi bisa dijalankan, Presiden Habibiedan kabinetnya berakhir.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indo-nesia (MPR RI) pada pertemuan pada bulan November1999 menolak laporan pertanggungjawaban Habibie keMPR RI tentang apa yang telah dicapai selamakepresidenannya. Presiden Habibie gagal mendapatkansuara mayoritas yang dibutuhkan dari anggota MPR RI,67

yang sebagian besar merupakan konsekuensi dariperubahan susunan anggota MPR setelah pemilu Juni1999.68 Abdurahman Wahid (seorang ulama Islam, KetuaTanfidziah Nadhatul Ulama, organisasi Islam moderatterbesar di Indonesia) dan Megawati Sukarnoputri (putridari Sukarno dan pemimpin sebuah partai politik oposisi,PDI Perjuangan) terpilih masing-masing sebagai

67 Dalam sistem politik Indonesia, Majelis PermusyawaratanRepublik Indonesia (MPR RI) terdiri dari anggota DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Utusan Daerah daripropinsi dan kelompok-kelompok fungsional (militer, petani,pekerja, pemuda, profesi, kelompok etnis, perempuan, dll).

68 Meskipun Presiden Habibie berhasil melakukan pemilihanumum yang bebas bagi anggota parlemen (nasional, propinsi dankabupaten) dengan empat puluh delapan partai politik, keputusankontroversial yang dibuat adalah untuk mendirikan sebuah ref-erendum di Propinsi Timor Timur yang membuka jalan menujukemerdekaan Timor Timur. Untuk acara rinci selama enam bulankepresidenannya, lihat van Dijk (2001). Partai oposisi (PDIPerjuangan) mendapat mayoritas kursi parlemen (30,8%). Partaiyang berkuasa sebelumnya (disebut “Golkar”) mendapat 22,5%dari kursi. Lihat selebihnya dalam Sulistyo (2002).

Page 104: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

88 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Selamaperiode ini, kampanye land reform menghebat. Melaluiberbagai taktik kampanye publik, termasuk menggunakanposter, pamflet, dengar pendapat publik, demonstrasi, petisi,konferensi pers, seminar, mogok makan, dan lobi - dibawah kepemimpinan KPA, aktivis agraria dan organisasigerakan massa lainnya menyerukan perlunya reformaagraria yang komprehensif.

Kampanye land reform dari kalangan gerakan sosialmenghadapi kondisi-kondisi khusus, sebagian digerakkanoleh kejadian-kejadian yang mengejutkan yangmemungkinkan agenda land reform masuk ke dalam proseskebijakan resmi pemerintah, termasuk di Badan PertanahanNasional (BPN). Salah satu kejadian adalah ketika WakilPresiden Megawati mengumumkan nama-nama paramenteri dan pejabat tinggi lainnya di pemerintah pusat, sta-tus Menteri Negara Urusan Agraria/Kepala BadanPertanahan Nasional tidak diumumkan. Hal inimenimbulkan pertanyaan dan kegelisahan bagi pejabat danpegawai negeri BPN mengenai eksistensi BPN, sebagiandihantui oleh dibubarkannya Departemen Sosial. Kegelisahanitu semakin menjadi dengan maraknya tuntutandesentralisasi kewenangan pertanahan yang selama inidipegang oleh pemerintah pusat, dalam hal ini adalah BPN.Tuntutan untuk desentralisasi berfokus pada upaya untukmemindahkan kelembagaan dan kewenangan pertanahandan karyawan BPN untuk berada di bawah pemerintah-pemerintah kabupaten. Salah satu konseptor utamakebijakan desentralisasi, Ryaas Rasyid, yang juga menjadiMenteri Negara Otonomi Daerah, gencar menyuarakankeharusan adanya kerangka pelaksanaaan desentralisasi, dansecara khusus mengusulkan rencana melikuidasi BadanPertanahan Nasional beserta kewenangan dalam bidangpertanahan yang dipegang pemerintah pusat.

Page 105: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

89Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto

Seminggu setelah pengumuman Kabinet danpernyataan Ryaas Rasyid bahwa BPN sebaiknya dibubarkandan kelembagaan dan kewenangannya itu diserahkankepada pemerintah daerah kabupaten, ribuan pegawainegeri sipil dari BPN memobilisasi diri berbondong-bondongdatang ke DPR RI untuk memprotes pernyataan usulan dariMenteri Negara Otonomi Daerah, Ryaas Rasyid, dan untukmendesak Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik In-donesia (DPRRI) untuk menolak usulan tersebut.69

Selanjutnya muncullah Surat Terbuka dari KeluargaBesar Badan Pertanahan Nasional kepada Presiden danWakil Presiden Republik Indonesia yang menyatakanbahwa keberadaan BPN musti dilanjutkan karenakeperluan untuk melaksanakan land reform.

Kepada Bapak Presiden RI & Wakil Presiden RI, untukmewujudkan rasa keadilan dan kesejahteraanmasyarakat, reformasi agraria merupakan langkahyang harus diambil. Pelaksanaaan reformasi agrariapada dasarnya merupakan proses yang berdirisendiri, khususnya sektor ekonomi. Sehinggadiperlukan instansi yang menangani bidangpertanahan yang mandiri agar bisa melayani semuasektor. (Republika 1999/11/04).

Bersamaan dengan Surat Terbuka di atas, disertaipula suatu uraian panjang yang keduanya kemudiandimuat sepenuhnya di koran nasional Republikaberisikan argumen-argumen yang selama inidikampanyekan oleh Konsorsium Pembaruan Agraria(KPA) bahwa BPN perlu mengagendakan danmenjalankan kebijakan land reform.70 “Inilah yangmengejutkan para pemikir dan pemimpin aktivis di

69 Lihat “BPN, Lembaga Yang Menyisakan ‘seabrek’ PekerjaanRumah” Republika 1999/11/05.

70 Badan Pertanahan Nasional Instansi Penyelenggara TugasPemerintahan di Bidang Pertanahan”Republika 11/4/1999

Page 106: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

90 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) bahwa argumendan usulan itu diadopsi dengan cara dan pada situasi yangtidak diduga-duga.

Sebulan setelah itu, Presiden Wahid mengeluarkankeputusan untuk melanjutkan keberadaan BPN sebagailembaga pemerintah pusat, dan mendudukkan MenteriDalam Negeri sebagai Kepala BPN ex-oficio. Meskipundibuat sejumlah forum konsultatif bersama aktivis LSM danpemikir akademisi yang mempromosikan land reform,namun BPN gagal untuk membuat agenda yang konklusifuntuk membuat kebijakan land reform yang baru.Kepemimpinan BPN banyak mengerahkan energi untukmelawan pemerintahan daerah yang menuntutpelaksanaan desentralisasi kewenangan pertanahanberdasarkan UU No 22/1999 pasal 11(2) yang secara jelasmencantumkan bahwa pemerintah kabupaten/kotamemiliki kewenangan dalam bidang pertanahan.Ketegangan berlanjut terus karena BPN menolak tuntutandesentralisasi kewenangan pertanahan itu, maka ketegangandalam pembuatan pedoman pembagian kewenangan yangjelas antara pemerintah kabupaten/kota, pemerintahpropinsi, dan BPN sebagai lembaga pemerintah pusat. Padatahun 2007 ketegangan itu diselesaikan oleh PeraturanPemerintah Nomor 38/2007 yang mengklarifikasi DivisiKewenangan Pemerintah antara Pemerintah Pusat,Pemerintah Propinsi, dan kabupaten/kota Pemerintah (lihatHutagalung dan Gunawan 2008).

Kesempatan politik untuk menjalankan land reformberubah ketika Presiden Wahid digantikan oleh MegawatiSukarno Putri pada bulan Juli 2001. MPR RI memecatPresiden Abdurahman Wahid karena dekrit untukmembekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat RepublikIndoensia (MPR RI) dan Dewan Perwakilan RakyatRepublik Indonesia (DPR RI), dan perintah untuk militer

Page 107: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

91Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto

dan polisi untuk membubarkan MPR dan DPR.71

Perubahan dramatis dalam kepemimpinan nasional,yang menegaskan kembali peran sentral MPR dalampolitik nasional, memperkuat gairah aktivis agraria yangdipimpin oleh Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)yang, sejak tahun 1999, mengusulkan Panitia Ad hocMPR-RI yang memiliki tugas untuk mempersiapkanrancangan ketetapan-ketetapan MPR untuk dibahasdalam Sidang MPR mengagendakan ketetapan khususuntuk melaksanakan pembaruan agraria (KonsorsiumPembaruan Agraria 1999, 2000).72

71 Pada awal Juli 2001, konfrontasi politik antara Gus Dur dan partaipolitiknya (PKB) di satu sisi melawan partai politik lain di sisi lainmemuncak dengan perintahnya untuk menetapkan keadaan darurat,mengarahkan militer Indonesia dan polisi untuk membubarkan MPR.Jenderal tentara dan perwira polisi senior menolak dan malahanmengerahkan tentara dan tank untuk melindungi gedung MPR RI diJakarta. Untuk detail lebih lanjut lihat Sulistyo (2002).

72 Dengan mendefinisikan reforma agraria sebagai “prosesreformasi dan pembangunan kembali struktur sosial, terutamadi daerah pedesaan, dalam rangka menciptakan pertanian mod-ern yang sehat, kepemilikan lahan sebagai dasar bagi matapencaharian yang berkelanjutan, kesejahteraan sosial dansistem keamanan untuk masyarakat pedesaan, dan penggunaansumber daya yang optimal untuk kesejahteraan rakyat,” KPAmengusulkan sebelas arah kebijakan untuk Keputusan Majelistentang reforma agraria, yaitu: (i) untuk merevisi undang-undang agraria yang ada dan responsif terhadap tuntutanmasyarakat, (ii) meninjau konsep hak Negara untukmengendalikan semua sumber daya yang rentandisalahgunakan oleh pejabat pemerintah; (iii) untuk merevisi“sektoralisme” hukum dan kelembagaan; (iv) untuk merevisiprinsip sentralisme hukum; (v) untuk mengatur batasmaksimum untuk mengontrol tanah untuk korporasi; (vi) untukmelindungi keamanan tenurial untuk petani tanpa tanah, buruhpedesaan, dan petani kecil; (vii) untuk mengembalikankebebasan dan hak-hak berkumpul dan berserikat bagimasyarakat pedesaan; (viii) untuk menyelesaikan semua konflikagraria; (ix) untuk menghidupkan kembali produksi pertanian(x) untuk mengatur pengadilan agraria yang independen; (xi)

Page 108: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

92 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Inisiatif KPA untuk mengusulkan ketetapan MPRitu kemudian diperkuat oleh Maria S.W. Sumardjono,profesor hukum tanah dari Universitas Gajah Mada,Yogyakarta, yang kemudian membuat sebuah kelompokyang terdiri dari kombinasi para akademisi73 dan pemimpinaktivis agraria74 bernama KSPA (Kelompok Studi PembaruanAgraria). Status hukum dari Keputusan MPR dalam sistemhukum Indonesia hanya di bawah Undang-undang Dasar.Karenanya, anggota KSPA memperdebatkan apakah UUPA1960 harus menjadi acuan dasar untuk meninjau semuaundang-undang agraria yang ada atau apakah UUPA harusmenjadi bagian dari hukum agraria yang ada untuk ditinjau.Dari pada memilih satu dari dua argumen itu, Sumardjonomemutuskan KSPA harus mengusulkan “seperangkat prinsip-prinsip pembaruan agraria “ yang seharusnya menjadi dasaruntuk meninjau semua undang-undang agraria yang ada(Kelompok Studi Pembaruan Agraria 2001; Sumardjono2008:69-77). Peran Sumardjono adalah kunci dalammembuat ide ini mengalir ke dalam proses kebijakan resmi didalam MPR karena posisinya pada tahun 2001 adalah stafahli MPR untuk Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan(PDIP), yang memiliki suara mayoritas di Sidang MPR 2001.

Tanpa disadari oleh para pengusul rancangan TAP MPRRI tentang Pembaruan Agraria, Panitia Ad hoc MPR-RImengagendakan pembentukan TAP MPR RI tentangPengelolaan Sumber Daya Alam. Hal ini ikut mendorongKelompok Kerja untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam (Pokja

untuk mendirikan sebuah lembaga pemerintah khusus untukmelaksanakan agenda reforma agraria (Konsorsium PembaruanAgraria 2000:5-11)

73 Para ilmuwan antara lain adalah Maria Sumardjono, dan NurhasanIsmail dari Universitas Gajah Mada, S.M.P. Tjondronegoro danGunawan Wiradi dari Institut Pertanian Bogor.

74 Antara lain Noer Fauzi Rachman, Dianto Bacriadi, DadangJuliantara, Ifdhal Kasim, dan Sandra Moniaga.

Page 109: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

93Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto

PSDA)75, yang didirikan sebelumnya untuk mengkoordinasikanaktivis lingkungan dan akademisi untuk mempromosikanprinsip-prinsip baru pengelolaan sumber daya alam,membentuk sebuah kelompok kerja gabungan bersama KPAdan KSPA, yakni yang disebut Kelompok Kerja untukPembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam(Pokja PA-PSDA). Pokja gabungan ini menolak pemisahankeduanya.

Selama proses penyusunan dua ketetapan MPR RItersebut, panitia ad hock MPR RI memprakarsai beberapaseminar dan lokakarya, dan menyambut beberapademonstrasi, delegasi, dan petisi dari berbagai kelompokmasyarakat sipil.76 Perkembangan selanjutnya, Panitia Adhoc MPR RI pun memutuskan untuk menggabungkankedua draft itu menjadi satu draft ketetapan MPR RI tentangPembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alamsetelah mereka melakukan konsultasi intensif, termasukdengan kelompok kerja PAPSDA itu.77

75 LSM lingkungan di bawah koordinasi Pokja PSDA antara lainWALHI, AMAN, Yayasan Kehati, WWF Indonesia, ICEL, HuMA,JATAM, Jaring Pela, RACA Institute, Yayasan Lembaga EkolabelIndonesia, dll. Sebagian besar LSM lingkungan telah didorongoleh keterlibatan mereka dengan perjuangan lingkungansetempat, kebijakan lingkungan nasional, dan jaringan gerakanlingkungan internasional.

76 Mereka antara lain Konsorsium Pembaruan Agraria,Kelompok Studi Pembaruan Agraria, Serikat Petani Pasundan,Federasi Serikat Petani Indonesia, Aliansi Masyarakat AdatNusantara.

77 Kelompok kerja gabungan ini membentuk fase baru dalamtrajektori hubungan antara gerakan agraria dan gerakanlingkungan di Indonesia (Peluso et al 2008). Salah satu isu kunciyang diperdebatkan antara dua kubu itu adalah UUPA.Sebagian besar pemimpin aktivis agraria dan ahli, termasukSediono Tjondronegoro SMP, profesor sosiologi pembangunanpedesaan dari Institut Pertanian Bogor, bersikeras bahwa UUPA,setidaknya artikel # 1 sampai 14, sangat relevan untukdipertahankan, dan harus diposisikan sebagai dasar Prinsip

Page 110: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

94 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Pada November 2001 Sidang Umum MajelisPermusyawaratan Rakyat menetapkan Ketetapan No IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan PengelolaanSumberdaya Alam, dengan mana Presiden Indonesia danDPR RI diberi mandat untuk melaksanakan seperangkatarah kebijakan pembauan agraria dan kebijakanpengelolaan sumber daya alam (lihat Tabel 8). TAP MPRRI No. IX/2001 ini mendefinisikan pembaruan agrariasebagai suatu proses yang berkesinambungan yangberkaitan dengan penataan kembali penguasaan,penggunaan, kepemilikan, dan pemanfaatan sumber-sumber agraria yang dilaksanakan untuk mencapaikepastian hukum dan perlindungan serta keadilan dankemakmuran bagi semua rakyat Indonesia (pasal 2), danmembedakannya dengan pengelolaan sumber daya alam.78

Setelah lebih dari dua dekade aktivisme, pemerintahIndonesia mengagendakan “land reform”, bersamaan denganagenda “pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan”.Dua perangkat arah kebijakan ini mencerminkan ketegangantak terselesaikan antara para promotor “pembaruan agraria”dan “pengelolaan sumber daya alam”, yang tidak hanya dalam

hukum (undang-undang payung) yang mencakup hukumsumber daya alam “sektoral” seperti kehutanan, pertambangan,dan hukum tanah (Tjondronegoro 2008:155-160). Di kubu lain,sebagian besar pemimpin aktivis lingkungan dan para ahliberpendapat bahwa sistem hukum Indonesia tidak memilikikategori tersebut; dan mendukung inisiatif untuk merancangundang-undang yang komprehensif tentang PengelolaanSumberdaya Alam (Undang-undang Pengelolaan Sumber DayaAlam) yang dimaksudkan untuk merevisi semua hukum danperaturan yang ada yang berhubungan dengan tanah dansumber daya alam, termasuk UUPA.

78 Ketetapan Nomor IX tidak memberikan definisi pengelolaansumber daya alam kecuali pernyataan umum dan samar-samarbahwa “(P)engelolaan sumberdaya alam yang terkandung didaratan, laut dan angkasa dilakukan secara optimal, adil,berkelanjutan dan ramah lingkungan” (pasal 3).

Page 111: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

95Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto

hal isi, tetapi juga kekuatan-kekuatan sosial dalam negaradan di antara kelompok masyarakat sipil yangmempromosikan setiap perangkat arah kebijakan. TAP MPRRI tersebut adalah salah satu contoh yang fenomenal, yangmerupakan hasil kerja kekuatan-kekuatan reformis di alamdemokrasi dalam mengubah perundang-undangan nasional(Rosser et al 2005).

Di kalangan aktivis agraria berkembang debat yangberpusat pada pertanyaan apakah ketetapan ini bermanfaatatau berbahaya bagi kemajuan gerakan sosial pedesaan. Duakubu terpisah dalam menjawabnya: Para pemimpinKonsorsium Pembaruan Agraria (KPA) memandang bahwaTAP MPR ini dapat digunakan sebagai alat untuk mendorongpemerintah untuk memprogramkan land reform. Sementaraitu, para aktivis yang berada di dalam dan seputar FederasiSerikat Petani Indonesia (FSPI) memandang Ketetapan itusebagai keputusan berbahaya, pintu masuk potensial untukagenda neo-liberal dan imperialis melalui “prinsip-prinsip barupengelolaan sumber daya alam”, dengan implikasi yangberpotensi negatif dalam membatalkan UUPA 1960 yangsampai sekarang adalah satu-satunya dasar hukum untukmenjalankan land reform.79

Pada pihak lainnya, para aktivis dan pakarlingkungan pengusung tema “pengelolaan sumber dayaalam berkelanjutan” menyambut dengan antusias TAPMPR tersebut. Mereka mengintensifkan kerja bersama-sama dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidupdan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(Bappenas) untuk merancang Undang-undangPengelolaan Sumber Daya Alam (RUU PSDA), yangmereka ajukan sebagai “payung hukum” yang

79 Untuk debat lebih detil lihat: Fauzi 2001, Bey, 2002; 2003;Bachriadi, 2002; lihat juga Bey 2004, Setiawan 2004, Ya’kub,2004.

Page 112: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

96 Land Reform Dari Masa Ke Masa

menyuratkan revisi semua perundang-undangan yangmengatur sumber daya alam, termasuk UUPA 1960.Namun inisiatif ini kandas karena DepartemenKehutanan dan Departemen Pertambangan dan Energienggan untuk berpartisipasi dalam penyusunan, dan

. Perbandingan arah Kebijakan untuk Pembaruan Agraria dan Arah Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) Sebagaimana

Tercantum Dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No IX/2001.

Enam Arah KebijakanPembaruan Agraria

Enam Arah Kebijakan PSDA

1 Untuk meninjau perundang-undangan agraria yang bertentangan dalam rangka sinkronisasi kebijakan lembaga pemerintah yang berbeda

1 Untuk meninjau undang-undang dan peraturan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan lembaga pemerintah yang berbeda

2 Untuk melaksanakan pembaruan agraria redistributif dengan prioritas untuk menyediakan lahan bagi rakyat miskin

2 Untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas dan potensi untuk pembangunan nasional

3 Untuk melakukan survei tanah yang komprehensif dan sistematis dan pendaftaran dalam rangka untuk melaksanakan reforma agraria

3 Untuk memperhatikan jenis dan karakteristik sumber daya alam dan melaksanakan berbagai upaya untuk menambah nilai sumber daya alam.

4 Untuk menyelesaikan konflik pertanahan dan mengantisipasi konflik pertanahan yang potensial di masa depan

4 Untuk menyelesaikan konflik penggunaan sumber daya alam dan mengantisipasi potensi konflik di masa depan

5 Untuk memperkuat kelembagaan pertanahan dan kewenangannya untuk melaksanakan program reformasi agraria dan menyelesaikan konflik tanah.

5 Untuk memperluas akses publik terhadap informasi tentang potensi sumber daya alam di daerah mereka dan mendorong pembentukan tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional

6 Untuk menjamin ketersediaan dana untuk program pembaruan agraria dan untuk menyelesaikan konflik lahan

6 Untuk mengembangkan strategi untuk menggunakan sumber daya alam yang didasarkan pada penggunaan yang optimal dengan memperhatikan kondisi dan kepentingan daerah dan nasional.

Page 113: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

97Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto

pada gilirannya mereka memblokir otorisasi dari drafttersebut untuk diproses menjadi draft pemerintah(Suwarno 2003, 2006).

TAP MPR RI No. IX/2001 tersebut memiliki pengaruhpada proses kebijakan di Badan Pertanahan Nasional (BPN),dan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM).Interaksi antara para aktivis dan pakar agraria dan pejabattinggi BPN menjadi lebih mudah karena Maria Sumardjono– profesor hukum tanah dari Universitas Gajah Mada yangmemimpin Kelompok Studi Pembaruan Agraria (KSPA) danbersama-sama para aktivis dan akademisi lain untukmempromosikan TAP MPR RI tentang Pembaruan Agraria– diangkat oleh Presiden Megawati sebagai Wakil KepalaBPN. Dengan posisi barunya ini, dan sebagai orang yangsangat terlibat dalam pembuatan Ketetapan MPR,Sumardjono memiliki posisi untuk menggerakkankewenangan BPN menindaklanjutinya. Dia mendorong BPNuntuk menyesuaikan rencana strategis yang ada danmengusulkan serangkaian kegiatan kunci melaksanakan“arah kebijakan pembaruan agraria” (Sumardjono 2006:88-99). Namun hal ini tidak berbuah. Yang berbuah justru usahaKepala BPN, Lutfi Nasution, yang berhasil meyakinkanPresiden Megawati untuk mengeluarkan Keputusan PresidenNo. 34/2003 yang mengarahkan kembali pelaksanaanKetetapan MPR ini menjadi hanya dua kegiatan, yaitu:(1) untuk menyusun revisi UUPA 1960 dan menggantinya

dengan rancangan undang-undang pertanahan yangbaru;

(2) untuk memantapkan manajemen pertanahan dansistem informasi dalam kaitannya dengan pendaftarantanah.80

80 Keputusan Presiden Nomor 34/2003 juga Presiden Megawatimemutuskan untuk mendesentralisasi sebagian kewenang BPN

Page 114: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

98 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Kedua agenda itu – yang sangat cocok dengan visikebijakan, manajemen dan administrasi pertanahan pro-pasar yang dipromosikan oleh Proyek AdministrasiPertanahan Bank Dunia – secara signifikan menggembosisemangat antusiasme aktivis dan pakar agraria yangsebelumnya mulai berpartisipasi dalam proses pembuatankebijakan land reform di BPN; Dan sebaliknya, hal itumemprovokasi aktivis dan pakar agraria untuk menolakdan menjegal upaya merevisi UUPA 1960, yang dipercayaisebagai satu-satunya undang-undang Republik Indonesiayang mempertahankan semangat dan jiwa sosialis dariUndang-undang Dasar Republik Indonesia.

Sementara itu di luar BPN, Ketetapan tersebutmenginspirasi aktivis dan pakar agraria untuk bekerjasamadengan Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (KomnasHAM) untuk mengembangkan sebuah usulan kebijakanuntuk membentuk lembaga khusus, bernama KomisiNasional untuk Penyelesaian Konflik Agraria (KNuPKA),untuk memproses klaim yang berhubungan denganperampasan tanah di bawah rezim Soeharto (Bachriadi2004; Tim Kerja KNuPKA, 2004). Sejak tahun 2000,Komnas HAM telah mengadopsi sebuah pendekatan“keadilan transisional” (transisional justice) untuk

ke pemerintah kabupaten/kota sebagai berikut: (a) untukmengeluarkan ijin lokasi; (b) untuk melakukan pembebasantanah dari proyek pembangunan; (c) untuk menyelesaikansengketa tanah agraria; (d) untuk menyelesaikan kompensasipembebasan tanah untuk proyek pembangunan; (e) untukmenentukan penerima manfaat dan objek tanah yangditargetkan oleh program redistribusi tanah; juga kompensasibagi pemilik tanah yang tanahnya diredistribusi; (f) untukmenyelesaikan sengketa perihal tanah-tanah adat; (g) untukmenentukan alokasi dan penggunaan “tanah-tanah terlantar”,(h) untuk memberikan izin pembukaan tanah pertanian yangbaru;, dan (i) untuk mengatur rencana penggunaan untuk tanahdi kabupaten/kota.

Page 115: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

99Kampanye Mempromosikan Land Reform Setelah Jatuhnya Suharto

menangani “pelanggaran HAM masa lalu,” termasukperampasan tanah (Komnas HAM 2001a, 2001b).Pendekatan ini terdiri dari empat elemen kunci yangberbasiskan klaim-klaim para korban, yaitu upayapencarian kebenaran, reparasi, peghukuman bagi pelakupelanggaran, dan reformasi kelembagaan. Commissionon Restitution of Land Rights (CRLR) dan Land ClaimCourt di Afrika Selatan merupakan dua acuan utamayang menginspirasi untuk para pemimpin pakar danaktivis agraria, komisioner Komnas HAM dan parapejabat pemerintah. Namun, dalam pertemuan khususdengan para promotor KNuPKA itu pada bulan Juli2004, Presiden Megawati secara eksplisit menolaknyahanya karena, ia berpendapat, bahwa sebuah lembaganegara baru tambahan akan menciptakan komplikasipolitik dan keuangan bagi pemerintah. Dia menekankanbahwa dia sudah mengalami ketegangan dengan komisinegara yang ada seperti Komisi Hak Azasi Manusia,Komisi Ombudsman, Komisi Yudisial, Komisi HukumNasional, Komisi Pemberantasan Korupsi, dll. Usulan itukembali diserahkan ke Presiden Susilo BambangYudhyono (SBY) yang baru terpilih pada akhir tahun2004, namun Presiden SBY memilih menyelesaikankonflik agraria dengan tidak dengan mendirikanlembaga baru; Ia memutuskan untuk memperkuat danmempeluas kewenangan Badan Pertanahan Nasional(BPN), dengan sebuah kedeputian baru, yakni DeputiPenanganan Konflik, Sengketa dan Perkara.

Page 116: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

100 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 117: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

101

- XII -Yang Disebut “Reforma Agraria”

2005-2009

Setelah dilantik menjadi Presiden, Susilo BambangYudhyono (SBY) mengagetkan para aktivis dan

akademisi yang mempromosikan land reform, sertapublik Indonesia secara umum, dengan mengeluarkanPeraturan Presiden No. 36/2005 tentang PengadaanTanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum.Alih-alih hal ini menuai gelombang protes dari kalanganyang luas mulai dari aktivis gerakan sosial, komisionerKomnas HAM, tokoh organisasi kemasyarakatan sepertiNadhatul Ulama dan Muhamadiyah, aktivis mahasiswa,hingga akademisi perguruan tinggi.81 Joyo Winoto, yangbaru diangkat menjadi Kepala Badan PertanahanNasional (BPN) menghadapi tekanan dari protes-protesini. Di awal masa kepemimpinannya di BPN, ia berhasilmendorong terbitnya Peraturan Presiden Perubahan atasPerpres No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagiPelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum(Perpres No 65/2006) yang terbit tanggal 5 Juni 2006.Selain berhasil menunjukkan prestasinya itu, iakemudian maju dengan mengagendakan “ReformaAgraria”. Winoto lah yang mempengaruhi bagaimanaPresiden SBY menyatakan ke publik komitmen

81 Perpres ini kemudian berhasil diubahnya menjadi Perpres 65/2006tentang Perubahan atas Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untukKepentingan Umum.

Page 118: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

102 Land Reform Dari Masa Ke Masa

pemerintah untuk melaksanakan redistribusi tanah,melalui pidato tahunan pada 31 Januari 2007. Beberapabulan sebelumnya Presiden menyelenggarakanpertemuan khusus antara Presiden SBY dengan KepalaBadan Pertanahan Nasional (BPN) yang baru diangkat,Joyo Winoto, Menteri Kehutanan M.S. Ka’ban danMenteri Pertanian Anton Apriyantono mengenai usaha-usaha mengurangi pengangguran dan mengatasikemiskinan melalui apa yang kemudian disebut “ReformaAgraria”.82 Presiden telah pula menyelenggarakan RapatKabinet Terbatas khusus membahas “Reforma Agraria”itu.83 Kemudian, BPN berhasil memasukan komponen-komponen kebijakan land reform ke dalam RencanaPembangunan Jangka Panjang 2005-2025 (Undang-undang No 17/2007).

Sebagai Kepala BPN, Winoto melakukan berbagai usahayang penting sebagai berikut (lihat Winoto 2005 a,b, 2006,2007a,b,c, 2008, 2009):(a) Membuat dasar hukum baru untuk eksistensi dan tugas

pokok dan fungsi Badan pertanahan Nasional;84 menetapanprinsip-prinsip baru kerja BPN85, pembaruan kelembagaan

82 “SBY Terima Mentan, Menhut dan Kepala BPN. AkanDikembangkan, Program Reforma Agraria”. 28 September 2006.Website resmi Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo BambangYudhoyono. http://www.presidensby.info/index.php/fokus/2006/09/28/1077.html. Last downloaded on 3 April 2012.

83 “Rapat Terbatas Bahas Reforma Agraria.” 23 Mei 2007. WebsiteResmi Sekretariat Negara Republik Indonesia. http://www.setneg.go.idindex.php?option=com_content&task=view&id=402&Itemid=55.Last downloaded on 3 April 2012.

84 Melalui Peraturan Presiden No. 10/2006 tentang BadanPertanahan Nasional (BPN).

85 Apa yang dahulu disebut “catur tertib pertanahan” digantimenjadi empat prinsip baru yakni: bahwa Pertanahan harusberkontribusi secara nyata untuk: 1) meningkatkankesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber-sumber barukemakmuran rakyat; 2) tatanan kehidupan bersama yang lebih

Page 119: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

103Yang Disebut “Reforma Agraia” 2005-2009

atas organisasi BPN, termasuk memperbarui strukturorganisasi BPN baru dengan mengembangkan deskripsikerja yang baru untuk tiap posisi; menyelenggarakan“fit and property tests” untuk semua pejabat BPN (level1, 2 &3) di BPN Pusat, Kanwil BPN, dan KantorPertanahan; dan kemudian pda tahun 2006memindahkan 6.338 dari 22.684 pejabat BPN ke posisibaru, atau sekitar 28 % seluruh pejabat BPN;

(b) Menyetop upaya revisi UUPA 1960, dan sebaliknyamempergunakan UUPA 1960 sebagai dasar untukmengagendakan legislasi baru reforma agraria,termasuk Peraturan Pemerintah tentang ReformaAgraria, dan Peraturan Pemerintah tentang Penertibandan Pendayagunaan Tanah Terlantar;

(c) Mendesensitisasi kalangan pejabat pemerintahan danlembaga negara (militer, polisi, birokrasi hukum dankementrian) terhadap land reform, agar tidakmemperoleh asosiasi politik yang negatif, misalnya“reforma agraria” dipersepsi sebagai agenda komunisyang berbahaya, dan sebaliknya menanam danmengembangkan pemahaman bahwa “ReformaAgraria sebagai Mandat Konstitusi, Hukum danPolitik”;

(d) Mempopulerkan rumus “Reforma Agraria = Asset Re-form + Access Reform”, yang berarti redistribusi tanahyang disertai dengan segala macam asistensi danfasilitasi untuk meningkatkan akses penerima tanah

berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan,penguasaan dan pemilikan tanah; 3) menjamin keberlanjutansistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesiadengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi akandatang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat-tanah; dan 4)menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonisdengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan diseluruh tanah air dan menata sistem pengelolaan yang tidak lagimelahirkan sengketa dan konflik di kemudian hari.

Page 120: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

104 Land Reform Dari Masa Ke Masa

redistribusi pada input-input pertanian, kredit, teknologitata-guna tanah dan pertanian, pemasaran, danberbagai asistensi teknis lain, agar membuat tanah yangdiredistribusikan menjadi produktif, menguntungkan,dan dapat dikelola secara berkelanjutan.

(e) merancang dan menjalankan Program PembaruanAgraria Nasional (PPAN), yang mengagendakanredistribusi tanah pada tiga jenis objek, yakni

(i) 1,1 juta hektar dari berbagai tipe “tanah negara” yangsecara langsung berada di bawah jurisdiksi BPN;

(ii) 8,15 juta hektar tanah dalam kategori ”hutankonversi”, bagian dari kawasan hutan yang dapatdikeluarkan dari kawasan hutan untuk tujuan non-kehutanan, di bawah Jurisdiksi DepartemenKehutanan; dan

(iii) lebih dari 7 juta hektar “tanah-tanah terlantar” yangberada di bawah jurisdiksi BPN (Winoto 2008:52).

“Reforma Agraria” yang diagendakan di atas tidakakan berhasil hanya dengan mengandalkan kerja BPNsaja. Misalnya: pengadaan tanah seluas 8,15 juta hektaryang berasal dari kawasan hutan yang dapat dikonversiitu memerlukan keputusan Menteri Kehutanan; asistensiteknis dan inovasi pertanian bagi para petani penerima objekland reform tentu memerlukan kerjasama erat dariDepartemen Pertanian; demikian pula halnya dengankerjasama dengan pemerintah daerah dalam memberikanpertimbangan mana-mana tanah yang perludiredistribusikan dan siapa-siapa yang diusulkan menjadipenerima tanah yang diredistribusikan.

Pada kenyataanya sepanjang 2005-2009,kerjasama badan pemerintahan lintas sektoral itu tidakterjadi secara sinergis untuk mewujudkan land reform yangberhasil. Masing-masing badan pemerintahan memilikidan terus memelihara apa yang dikenal di kalangan pejabat

Page 121: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

105Yang Disebut “Reforma Agraia” 2005-2009

pemerintah Indonesia sebagai “ego sektoral”, suatukecenderungan dari suatu badan pemerintah untuk hanyamemenuhi kepentingan lembaga/sektornya sendiri-sendiritanpa peduli dengan kepentingan lembaga/sektor lainnya.Yang juga tidak terjadi adalah upaya yang serius danberhasil dalam mengkoordinasikan dan mensinkronkankepentingan yang berbeda-beda dari badan-badanpemerintahan pusat. Yang terjadi adalah Presidenmembiarkan tiap badan pemerintahan pusat melanjutkankepentingan sektoralnya. Ketiadaan kepemimpinanlangsung SBY dalam kebijakan land reform membuka jalanbagi berlanjutnya sektoralisme badan-badan pemerintahitu, terutama hubungan kelembagaan antara BPN,Departemen Kehutanan, dan Departemen Pertanian.

Karena kepentingan sektoralnya lah, maka agendaredistribusi tanah 8,15 juta hektar – berupa tanah-tanahnegara yang berada dalam “Kawasan Hutan” yangtergolong Hutan Produksi Konversi (HPK) yang terletak di474 lokasi di 17 propinsi – tak berjalan. Menurut buku JoyoWinoto 2008 Tanah untuk Rakyat merujuk pada LaporanPersiapan Pelaksanaan PPAN BPN 2007, dari keseluruhanHutan Produksi Konversi (HPK) yang berjumlah 22.140.199ha, didalamnya telah dikuasai masyarakat lokal seluas13.411.025 hektar, lebih dari 60 persen (Winoto 2008:56).86

86 BPN membuat asesment tentang tanah-tanah yang secarapotensial akan menjadi sasaran PPAN (lihat Winoto 2008:51-57).Dalam menanggapi permintaan yang dikemukakan oleh sekelompokaktivis LSM, dan juga dalam ceramah yang disampaikan di BalaiSenat Universitas, Universitas Gajah Mada, pada 22/11/2007,Kepala BPN menyebutkan bahwa detil data dan peta 8.15 juta hektartanah hutan konversi itu tidak akan diedarkan untuk mencegahkontroversi. Winoto meyakinkan para aktivis bahwa BPN memilikidata dan peta digital masing-masing lokasi. (Keterangan Winotodalam pertemuan dengan para aktivis LSM di Jakarta, 2/5/2008).Seorang pejabat BPN memperlihatkan penulis sebuah buku tebal,

Page 122: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

106 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Namun, Kementerian Kehutanan sebagai pihak yangberwenang menguasai kawasan itu menolak.87

Kehutanan tetap mempertahankan diri sebagai ‘tuantanah negara’ terbesar, melalui penguasaan sekitar 70wilayah Republik Indonesia atas “Kawasan Hutan.88

Di dalam Kementerian Kehutanan masalah hak-hakrakyat atas tanah di wilayah yang ditetapkan oleh MenteriKehutanan sebagai bagian dari “Kawasan Hutan” menjadimasalah yang kronis sebagai akibat dari terusdipergunakannya semacam prinsip “domein verklaring”yang diperluas, dimana ditetapkan bahwa di dalam wilayahyang ditetapkan sebagai “kawasan hutan” hanya ada satukepemilikan tunggal, yakni milik Negara. Hal ini didasarkanpada UU Kehutanan No. 5/1967, yang dilanjutkan denganUU Kehutanan No. 41/1999. Konsep politik hukum“Kawasan Hutan”, dimana hutan ditentukan bukanberdasarkan fungsi ekologisnya, melainkan berdasarkanpenetapan suatu wilayah sebagai “kawasan hutan” olehMenteri Kehutanan. Masalah ini berlanjut menjadi konflik

sekitar 100 halaman, di dalamnya terkandung versi cetak dari datadan peta-peta termaksud (wawancara di bulan November 2007).

87 Dalam suatu diskusi di Pusat Kajian Agraria - IPB, pada tanggal19 Mei 2008, pejabat Badan Planologi Departemen Kehutananmempersoalkan cara bagaimana BPN menghasilkan danmenggunakan data itu. Keterangan yang diberikan oleh seorangpejabat tinggi BPN pun, dalam wawancara dengan penulis pada19 Juni 2009 mengkonfirmasi bahwa belum ada perubahanyang berarti dalam hubungan komunikasi dan kordinasi denganDepartemen Kehutanan mengenai agenda tersebut.

88 Kita mengetahui dari studi Arnoldo Contreras-Hermosilla danChip Fay (2005), bahwa tidak semua klaim itu telah absah secarahukum administrasi. Menurut studi itu klaim DepartmenKehutanan dalam menguasai kawasan hutan seluruh Indonesiaseluas 120,353,104 hektar didasarkan pada penunjukan oleh MenteriKehutanan, dan hingga awal tahun 2005 hanya 12 juta hektaratau 10 persen saja yang telah dikukuhkan dengan memiliki BeritaAcara Tata Batas (Contreras-Hermosilla dan Cip Fay 2005:11.

Page 123: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

107Yang Disebut “Reforma Agraia” 2005-2009

tatkala kriminalisasi atas akses rakyat yang hidup di dalamatau sekitar kawasan hutan diaktualkan melalui tindakan-tindakan represif oleh aparatur negara, atau juga melaluipengerahan paramiliter.

Berbagai ragam bentuk kebijakan perhutanan sosial(Social Forestry), seperti Hutan Kemasyarakatan (HKM),Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), HutanDesa, Hutan Tanaman Rakyat, dan Hutan Adat, adalahsuatu pengaturan hak dan kewajiban pemanfaatan suatubidang dalam “kawasan hutan” tertentu pada periode waktutertentu saja. Hak milik atas bidang dalam “kawasan hutan”itu tetap berada di Kementerian Kehutanan. Bentuk-bentukperhutanan sosial ini tidak menyelesaikan masalah tenurialdalam kawasan hutan. Dengan mengemukakan agendapengakuan kedaulatan masyarakat adat, berbagai organisasigerakan sosial pedesaan, seperti Aliansi Masyarakat AdatNusantara (AMAN) dan ornop-ornop agraria danlingkungan hidup menantang klaim Departemen Kehutananini. Mereka menolak wilayah masyarakat adat dimasukkandalam “Kawasan Hutan”, baik itu Hutan Produksi danProduksi Terbatas, Hutan Lindung, maupun HutanKonservasi. Baru-baru ini dilansir oleh suatu koalisi organsiasimasyarakat sipil, sebuah dokumen “Menuju Kepastian danKeadilan Tenurial, Pandangan Kelompok Masyarakat SipilIndonesia Tentang Prinsip, Prasyarat dan LangkahMereformasi Kebijakan Penguasaan Tanah dan KawasanHutan di Indonesia”, yang di antaranya mengusulkan untukmenyelesaikan status hukum 31.957 desa yang berada didalam, atau tumpang tindih dengan, kawasan hutan; danmenurut sumber BPS dan Departemen Kehutanan (2007),71,06% dari desa desa tersebut menggantungkan hidupnyadari sumber daya hutan (hal 6-7).89

89 31.957 desa dari 72.816 desa seluruh Indonesia sama dengan

Page 124: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

108 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Kementerian Pertanian pun memisahkan diri darikerangka “Reforma Agraria” tersebut. Alih-alihmenyokong segala upaya asistensi teknis pertanian dankredit untuk para penerima tanah-tanah yangdiredistribusi (land reform beneficiaries), KementerianPertanian memfasilitasi perusahaan-perusahaanraksasa bekerja mengembangkan food estate disejumlah tempat, termasuk yang paling luas dikabupaten Merauke (pada mulanya diharapkan sekitar1,2 juta hektar, tapi kemudian pemerintah propinsiMerauke menyetujui 500,000 hektar) (lihatPemerintah Republik Indonesia 2010). Hal ini tak lainadalah bagian dari global land grabbing yang melayanikepentingan perusahaan-perusahaan raksasamelakukan akumulasi modal melalui penciptaankeuntungan (Lihat Zakaria et al 2010, Ito et al 2011).Tanpa mengaitkan dengan kerangka Reforma Agraria,Kementerian Pertanian c.q. Dirjen Pengelolaan Lahandan Air, memprogramkan pembuatan RancanganUndang-udang Perlindungan Lahan Pertanian PanganBerkelanjutan, bekerja bersama Badan Legislasi DPRRI, yang diajukan antara lain untuk mengendalikanlaju alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.Menurut Naskah Akademik RUU itu, selama periode1979-1999, konversi lahan sawah di Indonesiamencapai 1.627.514 Ha atau 81.376 ha/tahun. Khususuntuk konversi lahan sawah, 1.002.005 Ha (61,57 %)atau 50.100 Ha/tahun terjadi di Jawa, sedangkan diluar Jawa mencapai sekitar 625.459 Ha (38,43 %) atau31.273 Ha/tahun.

43,88%. Dari jumlah ini, ada 19.410 di antaranya atau 26,656% dari seluruh desa di Indonesia. Sumber datanya adalahDepartement Kehutanan dan Badan Pusat Statistik (2007). Lihatpula Departement Kehutanan dan Badan Pusat Statistik (2009).

Page 125: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

109Yang Disebut “Reforma Agraia” 2005-2009

Jadi, dilihat dari proses kebijakan land reform 2006-2009 nyata jelas bahwa BPN, Kementerian Kehutanan,dan Kementerian Pertanian adalah badan-badanpemerintah tidak ter(di)kordinasi dan ter(di)sinkronisasisatu sama lainnya. Mereka masih merupakan aktor-aktoryang bertindak dengan aturan kelembagaannya sendiri-sendiri, untuk kepentingan sektornya sendiri-sendiri, ataumelayani kepentingan pihak lainnya, dan jugamemerankan diri sebagai arena dimana berbagaikekuatan sosial saling memperjuangkan kepentingannyamasing-masing.

Selain dari Kementerian Kehutanan dan Pertanian,hambatan utama lainnya adalah tidak disetujuinyausulan BPN untuk membentuk Lembaga PengelolaReforma Agraria, suatu badan otorita khusus yangmengurus segala sesuatu berkenaan dengan upayamerencanakan hingga memberdayakan para penerimatanah objek land reform dan menjamin tanah-tanahyang diredistribusikan itu produktif dan dikelola secaraberlanjutan. Namun, pembentukan Badan yangdiancangkan berbentuk “Badan Layanan Umum” ini,yakni suatu jenis badan usaha pemerintah yang tidakditujukan untuk kepentingan profit, tidak berhasilmemperoleh otorisasi dari Departemen Keuangansehubungan dengan keharusan untuk menunjukkanbahwa badan ini tidak akan terus-menerus bergantungpada dana APBN, melainkan sanggup secara terus-menerus hidup dari perputaran uang yang bermuladari modal awal yang diberikan pemerintah.

BPN di bawah kepemimpinan Joyo Winotomemastikan tersedianya sumber tanah baru untukdiredistribusikan, yakni apa yang tergolong “tanah-tanahterlantar”, yakni tanah yang sudah diberikan hak olehNegara berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak GunaBangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasar

Page 126: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

110 Land Reform Dari Masa Ke Masa

penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidakdipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengankeadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak ataudasar penguasaannya. Hasil identifikasi BPN luasan “tanahterlantar” tersebut mencapai 7.386.289 hektar” (lihat table9). Untuk melakukan pengambilalihan keseluruhan “tanah

terlantar” ini, diperlukan suatu peraturan pemerintah baru,yang pada gilirannya menjadi PP No. 11/2010 tentangPenertiban dan Pendayaguaan Tanah Terlantar.

Yang kemudian secara praktis diandalkan oleh BPN205-2009 adalah melakukan legalisasi aset tanah yangtelah dikuasai, dipergunakan dan dimanfaatkan rakyat,namun status hukum dari tanah tersebut adalah “TanahNegara”. Jenis legalisasi ini disebut secara resmi dalamkategori kerja BPN sebagai “Distribusi Tanah”. Luasan“Tanah Negara” ini yang disasar oleh legalisasi asset tanahmelalui jalur redistribusi ini adalah 1,1 juta hektar. Jumlahsertifikat tanah yang dihasikan melalui jalur redistribusitanah ini sepanjang tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008,secara berturut-turut adalah 5.000, 4.700, 74.900, dan332.935 sertifikat.

Page 127: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

111Yang Disebut “Reforma Agraia” 2005-2009

Selain jalur “redistribusi tanah”, BPN memiliki jalur-jalur lain dalam legalisasi asset tanah, yakni PRONA (ProyekNasional Agraria), dan P4T (Penguasaan, Pemilikan,Penggunaan dan. Pemanfaatan Tanah). Dalam legalisasiaset tanah, BPN di bawah kepemimpinan Joyo Winoto, telahmenunjukkan prestasinya yang mengagumkan. Jumlahbidang tanah yang dilayaninya melalui berbagai jenislayanan meningkat sangat tajam (lihat tabel 10). Masasebelum kepemimpinannya di tahun 2004, jumlahbidang tanah yang dilegalisasi hanyalah 269.902bidang. Di tahun 2008 jumlahnya mencapai 2.172.507,lebih dari 800 persen dibanding tahun 2004 itu. Biladitambah dengan bidang yang dibiayai sendiri olehperorangan, kelompok maupun badan usaha makajumlahnya mencapai 4.627.039 bidang. Sepanjang limatahun belakangan, BPN telah melakukan penataankelembagaan, perampingan prosedur, peningkatanalokasi APBN hingga lebih dari 500%, danmemperbanyak bidang tanah yag disertifikatkanmelalui berbagai skema yang secara administrasi diberinama PRONA (Proyek Nasional Agraria), redistribusitanah, dan P4T (Penguasaan, Pemilikan, Penggunaandan. Pemanfaatan Tanah). Selain itu, BPN jugamembuat terobosan baru yang diberinama Larasita(Layanan Rakyat Untuk Sertifikasi Tanah) berupaperluasan daya jangkau pelayanan kantor pertanahanmelalui kantor bergerak (mobile land service), denganmobil, sepeda motor maupun perahu, serta teknologiinformatika dan komunikasi. Hingga tahun 2009, BPNmengklaim sudah 60 persen wilayah Indonesia telahdapat dijangkau oleh kantor bergerak ini. Berbagaiperubahan itu berujung pada percepatan layananpemerintah sedemikian rupa sehingga diperkirakanhanya diperlukan waktu delapan belas tahun sajauntuk melegalisasi seluruh bidang tanah di Indonesia,

Page 128: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

112 Land Reform Dari Masa Ke Masa

sementara itu tanpa kesemuanya diperlukan waktuseratus sepuluh tahun!90

Klaim-klaim keberhasilan yang diutarakan ke publikitu menjadi bahan debat para aktivis dan akademisi yangmengikuti musyawarah nasional kelima KonsorsiumPembaruan Agraria (KPA), di Bogor untukpertanggungjawaban mandat yang diberikan padakepemimpinan KPA tiga tahun sebelumnya, untukmenetapkan sasaran dan program strategis, dansekaligus untuk menetapkan kepemimpinan tiga tahunyang akan datang91.

Dalam siaran persnya tanggal 3 Juli 2009, SekretarisJenderal KPA yang baru terpilih, Idham Arshad menilai“adalah keliru jika Pemerintahan SBY menganggap dirinyatelah menjalankan program pertanahan untuk rakyat,apalagi menjalankan Reforma Agraria (PembaruanAgraria)”. Selanjutnya ia menekankan,

“(K)enyataannya, program ini telah menyeret petaniyang bertanah kecil semakin cepat kehilangantanahnya, karena tanah tersebut semakin mudahdijual atau diagunkan kepada perbankan. Dalamkeadaan bertanah sempit dan situasi makro ekonomiyang tidak berpihak kepada petani, maka sertifikasi

90 Klaim-klaim keberhasilan yang spektakuler itu adalah bagianutama dari iklan satu halaman “Pertanahan untuk Rakyat. BukanOmong Kosong” dari Tim Sukses pasangan Calon Presiden SusiloBambang Yudoyono (SBY) di Koran Media Indonesia tanggal 24 Juni2009, dan sajian Kepala BPN dalam acara Save Our Nation di MetroTVpada Rabu, 15 Juli 2009, pukul 22.00–23.00 WIB dan disiarkanulang pada Senin, 20 Juli 2009, pukul 16.00–17.00 WIB.

91 Klaim keberhasilan itu ditanggapi secara kritis oleh eksponenKPA, jaringan nasional organisasi non-pemerintah yang sejaktahun 1995 secara lantang menyampaikan kritik terhadap LandAdministration Project yang dibiayai oleh dana hutang BankDunia dan hibah dari AUSAID (lihat bab X “PembentukanKebijakan, Pengelolaan dan Administrasi Pertanahan Pro-Pasar”).

Page 129: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

113Yang Disebut “Reforma Agraia” 2005-2009

pertanahan … tanpa didahului oleh PembaruanAgraria adalah alat sistematis yang justrumenjerumuskan tanah petani semakin cepat terjualdan jatuh kepada pemodal besar, sehinggaketimpangan tanah pun semakin lebar. Itulahsebabnya tanah pertanian sekarang ini semakinbanyak dimiliki oleh kelompok non petani yangtinggal di kota, sementara petani gurem telah menjadiburuh tani.”

Perlu ditegaskan disini bahwa sejatinya, legalisasi asettanah yang dipromosikan oleh BPN ini, bukan hanyabersesuaian dengan yang dirancang oleh reformasikebijakan, manajemen, dan administrasi pertanahan yangdilancarkan oleh Bank Dunia dalam rangka mempercepatpembentukan pasar tanah. Lebih dari itu, keberhasilanmengkerangkakan “redistribusi tanah” sebagai satu skemadari legalisasi aset tanah menunjukkan dukungan atasrejim kebijakan (policy regime) yang bertujuan untukmempercepat pembentukan pasar tanah, yangdipromosikan oleh Bank Dunia sejak 1995 melalui LandAdministration Project. Pergeseran dari agenda redistributifmenjadi agenda legalisasi aset tanah ini lah yangmemprovokasi sejumlah kalangan aktivis agraria untukmeluncurkan kritik yang tajam bahwa yang dijalankan olehBPN itu adalah suatu bentuk “Reforma Agraria Palsu”(lihat: Konsorsium Pembaruan Agraria 2009, FederasiSerikat Petani Indonesia 2009. Lihat pula: Bachriadi 2007).

Page 130: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

114 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 131: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

115

- XIII -Akhir Dari “Reforma Agraria”

2009-2012

Pada perayaan Hari Tani 24 September 2012 kemarin,lebih dari sepuluh ribu petani dan aktivis

berdemonstrasi, termasuk di depan kantor BadanPertanahan Nasional (BPN), Jakarta, menuntut BPN dibawah kepemimpinan Hendarman Supandji untuktanggap terhadap masalah yang dihadapi oleh petani,khususnya yang hidup dalam konflik-konflik agraria.Lebih dari itu, para demonstran menuntut BPNmenjalankan reforma agraria sebagai jawaban atasstruktur penguasaan tanah yang semakin hari semakintimpang saja. Menurut penulis, demonstrasi semacamini akan terus menerus berlangsung karena tidak adanyapenyelesaian yang adekuat, menyeluruh dan tuntasterhadap kasus-kasus konflik-konflik agraria yangbersifat struktural, kronis dan berdampak luas.

Bab ini hendak menunjukkan bahwa apa yangdisebut Reforma Agraria telah diagendakan dandijalankan oleh BPN di bawah kepemimpinan JoyoWinoto (2005-2012), namun tidak memperolehdukungan yang memadai dari kementerian lainnya, danjuga dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.“Reforma Agraria” yang dirancang oleh BPN terdahulu

Page 132: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

116 Land Reform Dari Masa Ke Masa

mensyaratkan kerjasama lintas kementerian, setidaknyaKementrian Kehutanan dan Kementrian Pertanian.Namun, kerjasama ini tidak berjalan karena masing-masing badan pemerintahan memiliki dan terusmemelihara “ego sektoral”, suatu kecenderungan darisuatu badan pemerintah untuk hanya memenuhikepentingan lembaga/sektornya sendiri-sendiri tanpaperduli dengan kepentingan lembaga/sektor lainnya.Yang juga tidak terjadi adalah upaya Presiden SBY untukmengkordinasikan dan mensinkronkan kepentinganyang berbeda-beda dari badan-badan pemerintah untukmenjalankan Reforma Agraria tersebut.

Agenda redistribusi tanah 8,15 juta hektar tanah-tanah negara yang berada dalam “kawasan hutannegara” yang tergolong hutan produksi Konversi (HPK)yang terletak di 474 lokasi di 17 provinsi – tak berjalansama sekali. Menurut Laporan Persiapan PelaksanaanPPAN BPN 2007, dari keseluruhan Hutan ProduksiKonversi (HPK) yang berjumlah 22.140.199 ha,didalamnya telah dikuasai masyarakat lokal seluas13.411.025 hektar, lebih dari 60 persen (BadanPertanahan Nasional 2007:56). BPN memiliki detil datadan peta tanah seluas 8.15 juta hektar itu. Sayangnya,komunikasi dan koordinasi BPN dengan KementerianKehutanan mengenai agenda tersebut sama sekali tidakmemadai. Kementerian Kehutanan tidak bersediamemenuhi agenda ini, dan tetap mempertahankan dirisebagai ‘tuan tanah negara’ terbesar, melaluipenguasaan sekitar 70 persen wilayah Republik Indo-nesia dalam “Kawasan Hutan Negara”.

Kementerian Pertanian pun tidak mendukung pro-gram Reforma Agraria yang diinisiasi BPN tersebut.Alih-alih menyokong segala upaya memberdayakanpetani penerima tanah-tanah yang diredistribusi olehBPN dengan segala fasilitas, asistensi, kredit, dan bentuk-

Page 133: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

117Akhir Dari “Reforma Agraria” 2009-2012

bentuk “access reform” lainnya untuk membuattanahnya produktif, efisien dan berkelanjutan,Kementerian Pertanian menjalankan skema-skema baruuntuk menggenjot produksi pangan, terutama beras,dalam program food security, mengagendakan RUUPerlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutanyang kemudian menjadi UU No. 41/2009, hinggamemfasilitasi perusahaan-perusahaan raksasa untukmembuat perkebunan-perkebunan baru untuk produksimakanan dan energi, termasuk yang paling luas:Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE).

Selain dari Kementerian Kehutanan dan Pertanian,hambatan utama lainnya adalah tidak disetujuinyausulan BPN untuk membentuk Lembaga PengelolaReforma Agraria, suatu badan otorita khusus yangdirancang mengurus segala sesuatu berkenaan denganupaya merencanakan hingga memberdayakan parapenerima tanah objek land reform dan membuat tanah-tanah yang diredistribusikan itu produktif dan bisadikelola secara berlanjutan. Namun, pembentukanBadan yang diancangkan berbentuk “Badan LayananUmum” (BLU) ini, yakni suatu jenis badan usahapemerintah yang tidak ditujukan untuk kepentinganprofit, tidak berhasil memperoleh otorisasi dariDepartemen Keuangan sehubungan dengan keharusanuntuk menunjukkan bahwa badan ini tidak akan terus-menerus bergantung pada dana APBN, melainkansanggup secara terus-menerus hidup dari perputaranuang yang bermula dari modal awal yang akan diberikanpemerintah. Walhasil, ide Lembaga Pengelola ReformaAgraria ini kemudian dihilangkan dari draft RPPReforma Agraria, yang juga belum tuntas dijadipertauran pemerintah hingga Joyo Winoto diganti olehHendarman Supandji.

Page 134: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

118 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Dengan keterbatasan ini, pada prakteknya apa yangdisebut Reforma Agraria oleh Joyo Winoto adalah suatuskema legalisasi hak atas tanah melalui jalur “pemberianhak di atas tanah negara”, dimana diagendakan sekitar1,1 juta hektar tanah Negara yang berada di bawahjurisdiksi BPN. Sumber lain untuk “redistribusi tanah”adalah “tanah-tanah terlantar”. “Tanah-tanah terlantar”adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh Negaraberupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak GunaBangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, atau dasarpenguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidakdipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengankeadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak ataudasar penguasaannya. Hasil identifikasi BPN luasan“tanah terlantar” tersebut mencapai 7.386.289 hektar”terdiri dari Hak Guna Usaha 1.925.326 ha, Hak GunaBangunan 49.030 ha, Hak Pengelolaan 535.682 ha, dantanah dengan ijin lokasi dan lainnya 4.475.172 ha(Sumber Data: Deputi Pengendalian Tanah danPemberdayaan Masyarakat, BPN 2009).

Untuk melakukan pengambilalihan keseluruhan“tanah terlantar” ini, BPN membuat PP No. 11/2010tentang Penertiban dan Pendayaguaan Tanah Terlantar.Sebagai pasangannya BPN memprakarsai RPP tentangReforma Agraria yang memuat ketentuan kategori asaltanah yang akan diredistrribusikan, yang disebut sebagaiTanah Objek Reforma Agraria (TORA), kriterianpenerima TORA, dan mekanisme distribusinya, hinggapemberdayaan subjek yang menerima TORA. Namun,berbeda dengan RPP tentang Tanah terlantar yangberhasil selesai menjadi PP No 41/2009, RPP RA tidakberhasil menjadi PP.

Penulis kerap bertanya pada pejabat-pejabat di BPNmengenai mengapa RPP ini tidak kunjung dibahas diRapat Kabinet dan disetujui? Dari waktu ke waktu saya

Page 135: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

119Akhir Dari “Reforma Agraria” 2009-2012

mendapatkan jawaban bahwa dukungan politik atasReforma Agraria kurang memadai, danmenggantungkan pada hubungan antara Joyo Winotodengan Presiden. Presiden pun tidak menggunakankewenangannya untuk membuat RPP itu terwujudmenjadi PP.

Quo vadis Reforma Agraria?

Page 136: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

120 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 137: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

121

- XIV -Ringkasan

Dalam mendemontrasikan dan menganalisis bagaimanaberbagai hubungan sosial atau kekuatan saling bertarung

satu sama lain dalam babakan/periodisasi kebijakan land re-form Indonesia, penulis mempergunakan pendekatan analisiskonjungtural yang secara padat ditampilkan oleh Stuart Hall(2007:280) dalam kutipan di awal bab pendahuluan. Penulistelah mempertunjukkan secara ringkas, rute (trajektori) yangditempuh oleh land reform dalam perjalanan kebijakanpertanahan Indonesia sejak 1945, saat proklamasikemerdekaan Republik Indonesia.

UUPA 1960 menetapkan seperangkat kewenanganpemerintah pusat yang disebut sebagai “Hak Menguasai dariNegara”, yang memungkinkan berbagai rezim politik yangberbeda (a) mengatur, mengelola dan mengalokasikantanah dan sumber daya alam, (b) menentukan hubungankepemilikan, dan (c) menentukan mana tindakan yangsesuai dengan hukum (legal) dan melanggar hukum (ille-gal) dalam tindakan hukum mengenai tanah dan kekayaanalam. Penulis telah menunjukkan bagaimana rezim politikyang berbeda membentuk kebijakan land reform, atau antiland reform, yang berbeda-beda walau di bawah naunganUndang-undang Dasar 1945 dan UUPA 1960 yang sama.Perundang-undangan agraria secara strategis dibentuk,disiasati, dan dimanfaatkan oleh para penguasa politik yangberbeda-beda untuk memenuhi kepentingan dan visi

Page 138: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

122 Land Reform Dari Masa Ke Masa

ideologis yang berbeda pula. Telah diuraikan sejarahkelembagaan, pengaturan hukum, dan perjuangan politiktertentu mengeluarkan tanah-tanah perkebunan dankawasan hutan di Jawa dari program redistribusi tanah1960-1965, meskipun organisasi-organisasi gerakanpedesaan menuntut pemerintah menargetkan kedua sistemagraria warisan kolonial tersebut.

Meskipun semua partai politik di parlemen nasionalsepakat untuk memberlakukan UUPA, sifat khas dari pro-gram land reform yang “bertekad untuk menjalankanperubahan tenurial yang memaksa, drastis, dan cepat” (Tai1974:19), telah menghasilkan resistensi dari kaum tuan tanahyang tanahnya disasar untuk diredistribusi. “Aksi-aksi sepihak”untuk menandingi resistensi tuan tanah itu bergaung luasdalam pertarungan politik elite di tingkat nasional. Kudetamiliter secara drastis dan dramatis mengakhiri DemokrasiTerpimpin (1957-1965), dan semua agenda politik dan visiSukarno tentang sosialisme Indonesia. Selanjutnya, setelahmemberantas gerakan komunis, melarang PKI danorganisasi-organisasi yang diasosiasikan dengannya, danmembunuhi dan memenjarakan orang-orang yang diberi capkomunis, dan melarang ajaran-ajaran komunisme, rezimmiliter Suharto yang disebut “Orde Baru” membalikkannya,menempatkan Indonesia di bawah visi ideologis yang samasekali berbeda dengan yang diusung oleh DemokrasiTerpimpin Sukarno. Di Jawa, dua penguasa tanah negaraterluas (Perhutani dan perkebunan-perkebunan-perkebunanmilik pemerintah maupun swasta), mendapatkan jalanmelanjutkan hegemoni mereka atas penduduk desa secarakeseluruhan, terutama memanfaatkan trauma danketakutan penduduk desa yang meluas setelah pemberantasankomunisme yang berlangsung secara brutal itu.

Pada tahun 1978 Pemerintah membuat DepartemenKehutanan (sebelumnya adalah Direktorat JenderalKehutanan dalam Departemen Pertanian), dan selanjutnya

Page 139: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

123Ringkasan

melalui kebijakan Tata Guna Hutan Kesepakatan padatahun 1984 Menteri Kehutanan menunjuk apa yangdiistilahkan “kawasan hutan”, seluas 120 juta hektar, 62persen dari wilayah daratan Republik Indonesia (Contreras-Hemolisa dan Fay 2005). Selanjutnya, terbentuklah sistemganda penguasaan dan pengelolaan pertanahan di RepublikIndonesia ini, yakni pada “kawasan hutan” yang berada dibawah jurisdiksi Departemen Kehutanan berdasarkanUndang-undang Kehutanan (UU no 5/1967 yang kemudiandirevisi menjadi UU no 41/1999) dan tanah-tanah non-kawasan hutan yang berada di bawah jurisdiksi BPN berdasarpada UUPA dan perundang-undangan agraria (Fay danSirait 2004, Moniaga 2007).

Di wilayah non-hutan, pemerintahan Orde Barumembentuk rejim kebijakan “tanah untuk pembangunan”dengan mengandalkan apa yang secara formal diistilahkansebagai “pengadaan tanah”. Badan Pertanahan Nasional(BPN) dibentuk pada mulanya untuk meningkatkankapasitas pemerintah dalam melayani kepentinganpengadaan tanah untuk proyek-proyek pembangunan itu.Protes-protes rakyat secara sporadis meletap-letup di sana-sini. Sejak tahun 1980an para aktivis bantuan hukum danhak Azasi manusia bekerja membela korban-korbanperampasan tanah, mengkritik kebijakan pertanahan OrdeBaru, dan mulai mempromosikan (kembali) land reform.

Sejak tahun 1991, Bank Dunia mulai merencanakanintervensi pada hukum, lembaga, dan manajemen tanahIndonesia yang dianggap menghambat munculnya pasartanah yang efisien dan wajar. Penulis telah menjelaskanbagaimana proyek tanah Bank Dunia diarahkan padalegalisasi aset tanah yang kemudian menjadi ortodoksi barudalam BPN.

Tumbangnya rezim militer-otoriter Suharto pada tahun1998 memungkinkan aktivis agraria dan akademisi untukmengartikulasikan kritik terhadap penggunaan dan

Page 140: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

124 Land Reform Dari Masa Ke Masa

penyalahgunaan kewenangan pemerintahan oleh Rejim OrdeBaru, khususnya kebijakan-kebijakan pemberian konsesi.UUPA 1960 memainkan peran penting sebagai acuan resmidan inspirasi bagi kalangan aktivis dan akademisi agraria untukmengingat kembali visi “Sosialisme Indonesia” dan agendaland reform. Penulis telah menunjukkan bagaimana dinamikapolitik setelah jatuhnya Suharto membuka kemungkinan baruuntuk membawa land reform kembali ke arena kebijakanformal di tingkat nasional, termasuk yang disuarakan olehaktivis dan akademisi agraria melalui seminar dan konferensi,buku, artikel jurnal, advokasi kebijakan dan kampanye,demonstrasi dan bentuk lain dari mobilisasi rakyat, danlainnya. Satu puncak pencapaian kampanye promosi landreform adalah dihasilkannya TAP MPR RI No.IX/2001 yangmengakui bahwa sepanjang orde baru 1967-1998 kebijakanagraria dan pengelolaan sumber daya alam dijalankan olehperundang-undangan yang saling tumpang tindih danbertentangan satu sama lain, dan menghasilkan konflikagraria dan kerusakan lingkungan yang kronis. Presiden danDPR RI dimandatkan mengkaji ulang perundang-undanganyang bertumpang tindih dan bertentangan satu sama lainitu, dan menjalankan kebijakan pembaruan agraria danpengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Namun, meski dalam hirarki sistem perundang-undangan Indonesia TAP MPR RI No IX/2001 ini beradasatu tingkat dibawah UUD, dan setingkat di atas UU, namunefektifitas pelaksanaannya bergantung pada kekuatan-kekuatan yang bekerja efektif dalam proses-proses kebijakandi DPR RI dan badan-badan pemerintahan pusat. Padakenyataannya, TAP MPR itu adalah instrumennya paraaktivis dan akademisi agraria menagih badan-badanpemerintah pusat agar mereka menjalankannya.

Bab akhir dari buku kecil ini diisi oleh yang disebut“Reforma Agraria” oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).Kepala BPN yang baru yang diangkat oleh Presiden Susilo

Page 141: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

125Ringkasan

Bambang Yudhoyono pada tahun 2005, Joyo Winoto,merombak organisasi BPN, peran dan fungsinya, menjadikan“Reforma Agraria” menjadi orientasi utama dari BPN, dansecara gencar mempromosikan “Reforma Agraria” sebagai“mandat politik, konstitusi dan hukum” untuk mengatasikemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan penguasaantanah, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial. Namun,usaha menciptakan legislasi yang mengatur pelaksanaan landreform yang menyeluruh, membentuk kelembagaanpelaksana yang kuat, dan menjalankan program-programredistribusi tanah tidak memperoleh dukungan yang memadaidari pimpinan tertinggi pemerintahan, yakni PresidenYudhoyono, koalisi partai politik yang berkuasa dipemerintahan dan DPR RI. Dalam jaman demokrasi liberalsaat ini, dijalankan atau tidak dijalankannya land reform, tidakmengganggu bagi keberlangsungan dan reproduksi elitepenguasa politik di DPR RI maupun pemerintahan melaluipemilu Presiden/Wk.Presiden, DPR/DPRD, maupun pilkada.Walhasil, walau konflik agraria meletus disana-sini dan protesagraria tak henti-hentinya diartikulasikan, land reform dalampengertian sebagaimana Michael Lipton (2009) maksudkantidak menjadi agenda utama pemerintahan nasional. Lebihjauh dari itu, sektoralisme hukum dan kelembagaanpemerintahan yang terus dilanjutkan pada akhirnyamembuat yang disebut “Reforma Agraria” menjadi urusanBPN saja.

Quo vadis kebijakan land reform yang pada mulanyadiniatkan untuk pencapaian keadilan sosial?

Page 142: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

126 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 143: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

127

- Epilog -

Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat92

Epilog ini berangkat dengan suatu pendirian bahwacita-cita keadilan sosial yang menjadi tujuan

pendirian Negara Republik Indonesia dapat terus hidupmelalui perjuangan agraris mengubah posisi rakyatmiskin pedesaan dari “penduduk” menjadi “wargaNegara”. Kerangka “perjuangan kewarganegaraan” disini sengaja dimunculkan bukan sama sekali dalampengertian yang sempit dalam administrasi formalpemerintahan. Warga negara di sini bukan pula diartikansebagai kelompok sasaran atau dalam versi lain adalah“stakeholder” suatu program pembangunan atau

Sebagian orang hidup di dalam kegelapan; segelintir saja yang hidup di tempat yang terang;

dan mereka yang hidup di kegelapan tetap tak terlihat(Bertold Brecht 1928)93

92 Bagian Epilog ini bersumber dari “Epilog: Birokrasi Agrariasebagai Pewujud Keadilan Sosial?” yang dimuat dalam Tauchid(2010).

93 Sangat menarik Wertheim (1984) menggunakan petikanpuisi ini untuk menunjukkan tak dapat terlihatnya hidup danperjuangan hidup buruh tani dan petani yang tidak bertanahsebagai lapis terendah dalam struktur agraria di pedesaan Jawa.Kenyataan ini tidak-mau-dilihat dan diabaikan oleh golonganyang elite terdidik dan pengambil kebijakan di pemerintahan.Buku Wertheim ini telah diterjemahkan oleh Herwinarko kedalam bahasa Indonesia (Wertheim 2009).

Page 144: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

128 Land Reform Dari Masa Ke Masa

rekayasa sosial tertentu yang dijalankan pemerintah.Pengertian kewarganegaraan di sini secara luasdimaksudkan sebagai sebundel hak-hak dasar rakyatyang memberdayakan diri dan bertindak sebagai agen-agen perubahan yang diekspresikannya dalam beragamarena politik tertentu (Lister 1998:228, sebagaimanadirujuk oleh Jones and Gaventa 2002:6; lihat pulaGaventa 2010:59-69). Dalam konteks ini, perjuangankewarganegaraan dari rakyat miskin pedesaan adalahpertama-tama perjuangan untuk menjadi subjek yangmemiliki kesadaran kritis dan kekuatan mengubahnasibnya sebagai objek eksploitasi, penindasan danpenaklukan (Tauchid 1952, 1953, dan Fauzi 1999).

Lebih jauh, Epilog ini mengajak pembaca untukmemikirkan bagaimana cara menjadikan pemerintahan(khususnya birokrasi agraria) sebagai kekuatan sosialyang mengurus perwujudan keadilan sosial bagi petanimiskin di pedesaan dan pedalaman. Perlu benar dipahamibahwa menjadikan “Pemerintah” sebagai “Pengurus”sama sekali bukan perkara mudah. Kebiasaanmemerintah telah menyatu dalam kedudukannya, dansudah diterima sebagai sesuatu yang lazim dan alamiah.Kata “pemerintah” berasal dari kata dasar “perintah”yang diberi imbuhan “em” sehingga menjadi “p-em-erintah”, alias pemberi perintah. Hendro Sangkoyo(2001:1) pernah menulis dengan gamblang sebagaiberikut:

“Pemerintahan” sebagai mitos yang harus diterimasebagai ketentuan bagi rakyat, yang nyaris diterimabegitu saja dan dianggap bersifat alami. Dalam mitosyang sekarang masih melekat sebagai wacana publikitu, pemerintahan merupakan sebuah pertunjukantentang bagaimana mengelola sumber-sumber alam,orang, barang, dan uang, dengan para pengelolanegara sebagai pemain panggungnya, dan rakyatsebagai pengamat dan pembayar karcis pertunjukan.

Page 145: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

129Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat

Partisipasi rakyat, paling jauh, adalah sebagaikomentator atau kritikus pertunjukan. Ajakanpembaruan cara dan agenda pemerintahan dengandemikian bersifat mudah-mudahan, penuh harappada para pengelola negara yang baru serta padaketentuan-ketentuan yang dihasilkannya; sebuahkoor nyaring dari bawah panggung tentang reformasi,yang tetap takzim pada akar kata itu: perintah.

Pengurusan merupakan suatu konsep tandingan yangsangat akrab bagi penutur bahasa Indonesia, danmengacu kepada konsep pokok yang lebih jitu: urus.Setelah sejarah membuktikan kegagalan daripengelolaan perubahan tanpa-rakyat selama tigapuluh tahun, penggantian orang, perombakandekorasi panggung dan atau skenario baru sajamengandung resiko kegagalan yang sama, selamarakyat sendiri tidak aktif dan tidak berkesungguhanmengurus apa yang menjadi persyaratankehidupannya.

Jadi argumen utama dari tulisan reflektif ini adalahbahwa transformasi birokrasi dari ‘pemerintah’ menjadi‘pengurus’, yang mewujudkan keadilan sosial bagi rakyatbanyak di pedesaan dan pedalaman, dan transformasiposisi rakyat miskin pedesaan dari “penduduk” menjadi“warga negara”, adalah dua proses yang salingmembentuk satu sama lain.

Kemiskinan Agraria Sebagai Akibat

Kemiskinan agraris itu bukanlah suatu kondisi,melainkan suatu akibat yang ternyata berpangkal padapolitik agraria, yang memiliki sejarah panjang melebihipanjangnya umur Republik Indonesia. Memahamikemiskinan sebagai akibat,94 akan membimbing kita

94 Baru-baru ini pembedaan antar memperlakukan“kemiskinansebagai kondisi” dan “kemiskinan sebagai akibat” dikemukakan olehDavid Mosse (2007), seorang antropolog kritis dari School of Africanand Oriental Studies (SOAS), University of London.

Page 146: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

130 Land Reform Dari Masa Ke Masa

pada upaya menelusuri rantai penjelas sebab-sebab darikemiskinan dan kesengsaraan rakyat.

Lebih sepuluh tahun yang lalu, penulis menerbitkanbuku Petani dan Penguasa, Perjalanan Politik AgrariaIndonesia yang menelaah bagaimana masalah agrariadiatur oleh penguasa negara dari waktu-ke-waktusemenjak jaman feodalisme, kolonialisme, awal masakemerdekaan, masa pelaksanaan UUPA 1960, OrdeBaru hingga masa Indonesia di era Reformasi (Fauzi1999). Buku Petani dan Penguasa itu menunjukkanpengaruh berbagai politik agraria sejak jaman kolonialdalam hubungannya dengan cara tanah (dan kekayaanalam) dimasukkan secara paksa menjadi modal dalamsistem produksi kapitalistik. Secara khusus penulismenelaah dan merenungkan bagaimana nasib dantanggapan petani atas politik agraria yang secarastruktural mempengaruhi hilangnya akses dan kontrolatas tanah yang menjadi sandaran keberlanjutanhidupnya. Penulis mendapat inspirasi dari Tauchid(1952, 1953)95 yang menguraikan detail-detil yangmengagumkan mengenai masalah agraria, kebijakanagraria dan perubahan hubungan keduanya dari waktu-ke-waktu semenjak masa kerajaan, masa kolonialhingga saat awal masa kemerdekaan saat buku itu ditulisawal tahun 1950-an.

Tauchid menulis dalam “Kata Pengantar” dari bukuMasalah Agraria sebagai Masalah Penghidupan danKemakmuran Rakyat Indonesia jilid 1 bahwa

95 Buku yang pada mulanya terbit lebih setengah abad yang lalu,merupakan buku klasik yang penting, tidak boleh diabaikan begitusaja oleh para pelajar perubahan agraria, para pejabat birokrasiagraria, hingga pejuang-pejuang petani. Buku ini telah diterbitkanulang oleh tiga penerbit berbeda-beda (Tauchid 2009, 2010, 2011).

Page 147: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

131Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat

“rakyat langsung merasakan akibat politik agrariakolonial Belanda berupa kemiskinan dankesengsaraannya … buku ini bukan sekedar kupasantentang politik yang terdapat dalam Hukum AgrariaPemerintah Hindia Belanda, bagaimana prakteknyadengan segala akibatnya. Juga hak-hak tanahmenurut hukum adat dengan segala peraturan yangmengikutinya. … (A)gar dalam usaha kitamenyelesaikan soal ini mempunyai gambaran,mengetahui pangkal yang menimbulkan keadaansemacam ini.” (huruf miring dari penulis, NF)

Lebih lanjut, Tauchid menegaskan bahwa pangkaldari kesulitan untuk memakmurkan rakyat petani di In-donesia di awal masa kemerdekaan adalah warisanhukum agraria kolonial.

Hukum Agraria yang kita pusakai sekarang, pokoknyabertujuan: menjamin kepentingan modal besarpartikelir di atas kepentingan Rakyat Indonesiasendiri, dengan memberikan hak-hak istemewakepada orang asing akan tanah, di balik itumengabaikan hak rakyat. Kecuali itu terdapat macam-macam hak tanah menurut adat yang berlaku dikalangan masyarakat Indonesia sendiri. Keadaansemacam ini tidak sepantasnya ada dalam negarayang akan menjamin kemakmuran bagi Rakyat(Tauchid 1953:51).

Menelusuri pangkal persoalan kemiskinan danpenderitaan rakyat akan menghindarkan diri kita darisikap menyalahkan korban: Rakyat yang sudah menjadikorban, dipersalahkan pula. Di lain pihak, jugamenghindarkan diri kita dari sikap mengasihani korban.96

Sebaliknya kita akan mengakui keutamaan dari cara

96 Paulo Freire, pemikir pendidikan di abad 20 yang berasal dari Brazil,mengemukakan bahwa sikap menyalahkan korban ini dan mengasihanikorban menjadi hambatan utama bagi pembebasan kaum tertindasdari hubungan penindasan yang melingkupi dan membentuk korban.Baca: Paulo Freire (1972, 1973). Kedua buku ini telah diterjemahkandalam bahasa Indonesia, masing-masing dalam Freire (1985, 1984).

Page 148: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

132 Land Reform Dari Masa Ke Masa

mengatasi persoalan dengan menyediakan kondisi yangmemadai agar korban dapat menjadi agen perubahan,pelaku utama dari perubahan nasib mereka sendiri,sambil terus tetap menyadari kompleksitas dari rantaipenyebab penderitaan mereka. Tauchid menunjukkanbahwa aspirasi kerakyatan dan kebangsaan dapatbertemu dalam upaya Negara Republik Indonesiamemecahkan “masalah agraria” yang sesungguhnyamerupakan “masalah penghidupan dan kemakmuranrakjat Indonesia”.

Dari Birokrasi Negara Budiman ke BirokrasiPemburu Rente

Politik agraria di masa awal kemerdekaan diisi olehgelora kebangsaan yang revolusioner untukmendayagunakan kekuasaan negara untuk mengubahpolitik agraria dan hubungan-hubungan sosial agrariawarisan-warisan kolonialisme dan feodalisme. Hal inimemang merupakan zeitgeist, semangat zaman, padawaktu itu yang dihayati oleh elite terdidik zaman revolusi.Kesenjangan yang kontras antara kemiskinan dankesengsaraan petani dengan kekayaan dan kejayaan elitekolonial merupakan sebagian kondisi yang ikutmembentuk semangat revolusioner itu. Kondisikemiskinan agraria dan kesengsaraan petani yangdisebabkan oleh cara pemerintahan kolonial membentukdan menjalankan politik agraria, termasuk melaluisistem penguasaan tidak langsung (indirect rule) denganmenggunakan elit elit feudal, benar-benar telahmempengaruhi pemikiran para pemimpin pejuangkemerdekaan Indonesia.

Pada saat itu, ketetapan “untuk membentukpemerintah negara Indonesia untuk melindungi segenapbangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

Page 149: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

133Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat

… dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia”97 telah mendasari “perjuanganperombakan hukum agraria nasional (yang) berjalanerat dengan sejarah perjuangan bangsa melepaskan diridari cengkaraman, pengaruh dan sisa-sisa penjajahan;khususnya perjuangan rakyat tani untuk membebaskandiri dari kekangan-kekangan sistem feodal atas tanahdan pemerasan kaum modal asing.”98 Tak heran bilaseorang peneliti agraria ternama tahun 1960-an, EricJacoby dalam buku klasiknya Agrarian Unrest in South-east Asia (1961) mengemukakan bahwa

… dapat dinyatakan dengan jelas bahwasesungguhnya struktur agraria yang bersifat merusaklah yang memberi jalan bagi gagasan kebangsaan, danperjuangan-perjuangan politik (selanjutnya)dikuatkan oleh identitas rasa perjuangankemerdekaan melalui perjuangan tanah (Jacoby1961:50).99

Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA 1960)telah mendasarkan diri pada konsepsi politik hukum HakMenguasai dari Negara (HMN). Dalam bab III bukukecil ini, penulis telah menunjukkan bahwa sifat negarabudiman ini lah yang mendasari konsepsi HMN itu.

97 Kalimat dalam Pembukaan UUD 1945.98 Pidato Pengantar Menteri Agraria (Mr. Sadjarwo) di dalam

sidang DPR-GR tanggal 12 September 1960 (dimuat dalamHarsono, 1994:53).

99 Kalimat aslinya, “…it can be asserted that it was the defectiveagrarian structure which paved the way for the national idea, andpolitical developments have confirmed the emotional identity of thefight for freedom with the cry for land“ (Jacoby 1961:50). Secaraberbeda-beda, di awal masa kemerdekaannya banyak elit negarayang baru merdeka, benar-benar dipengaruhi oleh naskah resmibadan Persatuan Bangsa-Bangsa, FAO (Food and Agricultural Or-ganization) Land Reform - Defects in Agrarian Structure as Obstaclesto Economic Development yang diterbitkan pada 1951.

Page 150: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

134 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Berbagai pemikir dan pemikiran agraria di awal masakemerdekaan tidak pernah membayangkan bahwapemerintah pusat sebagai pemegang kewenangan HMNitu akan menggunakan (dan menyalahgunakan)kewenangan yang besar itu sedemikian rupa sehinggamengkhianati sifat budiman yang telah dilekatkan dalamkewenangan yang besar sekali itu.

Namun mereka salah terka. Seperti ditunjukkandalam buku kecil ini pada bab VII, VIII dan IX, praktekdari rejim penguasa Negara Orde Baru memaksimalisasiperan negara sebagai alat pembangunan Kapitalisme.Kewenangan yang digenggam pemerintah pusat melaluikonsep HMN itu berakibat bencana bagi rakyat petaniyang menjadi korban perampasan tanah. UUPA tidakditempatkan sebagai induk dari perundang-udanganagraria. Masing-asing sektor diatur oleh perundang-udangan tersendiri, misalnya Undang-undang No. 5tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan PokokKehutanan No. 5/1967 dan Undang-undang No. 11tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan PokokPertambangan. HMN yang telah disektoralisasikan itumenjadi sumber kewenangan yang luar biasa bagi rejimpenguasa, dengan menyingkirkan sifat budiman yangdahulu telah dilekatkan padanya. Kita menyaksikan takhenti-hentinya bagaimana perampasan tanah itudibenarkan melalui proses yang saya istilahkannegaraisasi tanah-tanah rakyat, yakni tanah rakyatdimasukkan dalam kategori sebagai “tanah negara”, laluatas dasar definisi “tanah negara” itu, pemerintah pusat– baik itu Departemen Kehutanan, Badan PertanahanNasional, maupun Departemen Pertambangan –memberi hak-hak baru untuk badan-badan usahaproduksi maupun konservasi. Jadi sebagian badan-badan usaha produksi dan konservasi raksasa itu berdiridi atas proses penyingkiran rakyat petani dari tanah dan

Page 151: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

135Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat

sumber daya alam yang menjadi sandaran keberlangsunganhidupnya (Fauzi , 2002).

Dalam posisi negara Orde Baru yang sangatbirokratik dan otoritarian, seperti banyak dianalisis olehilmuan sosial Indonesia tahun 1980an dan 1990an(misalnya Bulkin 1984a, 1984b, Mas’oed 1989, Tornquist1990, Budiman 1991)100, pengadaan tanah untuk usahaproduksi pertambangan, kehutanan, perkebunan,perumahan, maupun kawasan industri memberikankemungkinan luas bagi para birokrat pemburu renteuntuk berkiprah. Maksudnya, korupsi menyertaipenggunaan (dan penyalahgunaan) kewenangan untukmembuat keputusan publik tertentu, yakni berupapemberian konsesi-konsesi untuk penguasaan tanah/pengusahaan hutan/pengerukan barang tambang/eksploitasi gas dan minyak bumi/dan lain-lainnya.

Pejabat birokrasi menyusun peraturan danmekanisme untuk memperoleh rente ekonomi bagikeuangan Negara berupa pendapatan pajak, royalti,maupun pungutan-pungutan berbagai bentuk.

Prosedur yang rumit (dan yang diperumit) menjadiarena sekaligus kekuasaan yang dapat diandalkan parabirokrat pemburu rente untuk menghadapi para pelakubisnis yang menjadi sasarannya. Para birokrat pembururente senantiasa tahu, bila perlu memonopoli informasidan kewenangan dalam menjalankan prosedur-proseduritu. Misalnya saja Kepala Badan Pertanahan Nasional(BPN) membuat surat keputusan Izin Lokasi untukproyek-proyek kawasan industri atau kawasanperumahan real estate tertentu. Birokrasi yang bersifatpemburu rente juga bersifat otoritarian karena

100 Untuk kajian teori-teori negara paska kolonial secara ringkas,lihat: Budiman (1996) dan Hadiz (1999).

Page 152: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

136 Land Reform Dari Masa Ke Masa

keputusannya tidak ada yang bisa melakukan kontroladministrasi maupun kontrol publik atas kemungkinanpenyalahgunaannya. Birokrasi itu bersekongkol denganpemodal asing dan domestik menggerogoti kekayaanpublik. Sifat lain dari birokrasi pemburu rente adalahpredatoris. Proyek pembukaan hutan tropis untukpembalakan kayu secara besar-besaran dengan hak-hakpengusahaan hutan, atau pemberian konsesipertambangan merupakan contoh lain yang gamblang.Sifat predatoris itu bisa juga dilakukan atas anggarannegara, seperti terang-benderang terjadi dalam skandalmega-proyek “pencetakan sawah satu juta hektar” dihutan gambut Kalimantan Tengah-Kalimantan Selatanyang berlangsung menjelang kejatuhan rejim Suhartotahun 1997.

Birokrasi otoritarian pemburu rente itu tetapmemerlukan justifikasi dari suatu ide besar mengenaipembangunan. Mereka tetap saja birokrasipembangunan yang mengaku mengabdikan diri padatujuan-tujuan the greatest good for the greatest num-ber of people, yang merupakan moto utama dari pahamutilitarianisme. Mereka menjadi alat teknokratik darikekuatan ekonomi-politik yang mendominasi negara danmasyarakat. Mereka memerlukan justifikasi atasperbuatan maupun akibat negatif yang ditimbulkannya.Segala korban dapat dibenarkan asal demiPembangunan. Pembangunan menjadi ideologi yangmembenarkan korban yang bergelimpangan.Pembangunanisme berusaha menyediakan justifikasidan menghindarkan mereka dari rasa bersalah.

Pada masa Indonesia di bawah rejim Orde Baru,birokrasi otoritarian pemburu rente semacam ini lahyang ikut andil memasukkan tanah-tanah rakyat dankekayaan publik lainnya secara paksa ke dalam sirkuitproduksi kapitalis yang dimiliki perusahaan-perusahaan

Page 153: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

137Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat

raksasa nasional maupun transnasional, dan padagilirannya memberi jalan bagi akumulasi kekayaan eliteoligarki yang mendominasi ekonomi politik Indonesia.Menurut penelitian dari Robison and Hadiz (2004),Hadiz dan Robison (2005) dan Hadiz (2001, 2004a,2004b, 2006) dan Winter (2011:139-192) kebanyakanoligark Indonesia ini berhasil melewati badai krisisfinansial dan perubahan politik di masa transisi demokrasi(1998-1999), bahkan kemudian dapat bekerja lebih baiklagi dalam tatanan politik yang demokratis. Mereka telahberhasil membentuk kembali diri mereka menjadi aktor-aktor demokratik melalui partai-partai politik danparlemen yang mereka mainkan. Dengan demikianlembaga-lembaga demokrasi itu telah dipakai dandibajak oleh oligarki lama yang merupakan eksponenutama dari rejim yang terdahulu.

Ketika kebijakan desentralisasi diterapkan mulaitahun 2001, para oligarki pun berhasil menyesuaikandiri dan memanfaatkannya dengan mendesentralisasikanpula kekuatan oligarkinya dan membangun jaring-jaringbaru dengan kekuatan lokal, termasuk pula dengan para“bandit-bandit dan preman politik dalam kepemimpinanpartai-partai, parlemen-parlemen dan lembaga-lembagaeksekutif yang kesemuanya mengendalikan agendadesentralisasi”.101 Dengan kebijakan desentralisasi, yangberlangsung semenjak tahun 2000, kewenanganpemerintah kabupaten/kota untuk memberikan konsesi-konsesi berupa ijin lokasi, pengusahaan hutan skala kecil,konsesi eksplotasi tambang batu bara, dan lainnya, telahmembuat para pemburu rente berlipat ganda begitucepat, membanyak, dan meluas di badan-badanpemerintahan daerah.

101 Hadiz mengistilahkannya sebagai “newly decentralized, preda-tory networks of patronage” (Hadiz 2004a:699).

Page 154: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

138 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Penutup: Birokrasi sebagai Pewujud KeadilanSosial?

Bagaimana birokrasi saat ini, baik di BadanPertanahan Nasional, Kementerian Pertanian,Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertambangan,maupun mereka yang berada di badan-badanpemerintahan daerah, dapat mengatasi warisan, posisi, dankebiasaan sebagai birokrasi-otoritarian-rente. Selalu sajaada tarikan kuat untuk menjalankan kebiasaan-kebiasaanitu. Inilah bagian dari tirani status quo. Memang diperlukanpengetahuan yang memadai mengenai apa yang terjadi,apa saja yang menyebabkannya, dan bagaimana prosespembentukannya. Tapi, lebih dari itu seperti telah diberikantauladan oleh buku Mochammad Tauchid (1952, 1953)adalah mengembangkan aspirasi kebangsaan dankerakyatan sekaligus. Aspirasi ini dapat membimbingkomitmen yang kuat dan kepemimpinan yang teguh untukmengubah birokrasi otoritarian pemburu rente menjadibirokasi agraria yang mewujudkan keadilan sosial.

Haluan reformasi birokrasi, yakni menciptakan apayang diistilahkan dengan good governance, yang seringditerjemahkan menjadi “tata kepemerintahan yangbaik”, bisa salah arah. Birokrasi pemerintahan yangramping, efisien, transparan dan akuntabel dalam danproses penggunaan kewenangan, termasuk pengelolaankeuangan, jauh dari perilaku korupsi, dan senantiasakonsultasi dengan stakeholder, tidak cukup memadai.Penulis berargumen bahwa kita perlu mengerjakankembali secara serius dan terus-menerus mengerjakanreformasi birokrasi pada berbagai arena pemerintahandengan mengkerangkakannya sebagai bagian dari upayamewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indo-nesia, lebih khusus lagi, untuk mewujudkan keadilanagraria.

Page 155: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

139Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat

Akumulasi dan sirkulasi modal skala dunia padajaman globalisasi102 saat ini telah sampai pada strategipembentukan-pembentukan kawasan-kawasan pasarbebas (free-trade zone) dimana andil pemerintah begitupenting dalam mengukuhkan hak-hak kepemilikanpribadi (property rights), mengatur arus transaksibarang dan jasa, pembangunan infrastruktur, danmendisiplinkan masyarakat pekerja dan pelaku bisnis.Dalam konteks ini, perlu dipahami benar konsekuensidari penyebaran paham neoliberalisme yang memujapasar dan perdagangan bebas (free market and trade)terhadap konsentrasi penguasaan, pemilikan,penggunaan dan pemanfaatan tanah, kekayaan alam,dan wilayah.

Kita perlu secara seksama mempelajari bagaimanacara pemerintahan Indonesia bekerja, secara terus-menerus dibentuk oleh apa yang Karl Polanyi sebutsebagai “gerakan pasar” ini. Ekonomi pasar kapitalistikbekerja sama sekali berbeda dengan ekonomi pasarsederhana dimana terjadi tukar-menukar barang melaluitindakan belanja dan membeli yang diperantarai olehuang. Perbedaan itu dijelaskan dengan sangat baik olehKarl Polanyi dalam bab 5 “Evolusi Sistem Pasar” dalamkarya klasiknya The Great Transformation (1944/1957).Dalam kalimat yang lugas, untuk memahami

102 Mengikuti David Harvey (1990), penulis membedakanglobalisasi sebagai proses saling berhubungannya berbagai bagiandunia yang utamanya ditandai oleh “semakin mengkerutnyaruang dan waktu” (time-space compressions) akibatperkembangankekuatan produktif (modal, teknologi, komunikasi, dll);dan neoliberalisme sebagai suatu proyek ideologi dan politik yangmenomor satukan prinsip-prinsip kebebasan berusaha, kepemilikanpribadi yang mutlak, pasar bebas, dan akumulasi modal skala dunia.Untuk uraian mengenai pengaruh neoliberalisme ini bisa dilihat padakarya-karya Fauzi (2001); Wibowo dan Wahono (2003), Setiawan(2003), Khudori (2004), Ya’kub (2004), dan Herry-Priyono (2006).

Page 156: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

140 Land Reform Dari Masa Ke Masa

bagaimana sistem ekonomi pasar kapitalis bekerja, iamembalikkan prinsip resiprositas dari ekonomi pasarsederhana. Dalam ekonomi pasar kapitalis, “bukanlahekonomi yang melekat ke dalam hubungan-hubungansosial, melainkan hubungan-hubungan sosial lah yangmelekat ke dalam sistem ekonomi kapitalis itu” (Polanyi1944/1957:57).

Dalam konteks ini sangat penting untukmemahami apa yang Karl Marx (1867/1967: 713-764)kemukakan mengenai “the so-called primitive accumu-lation”, yang mendudukkan proses perampasan tanahrakyat petani sebagai satu sisi dari mata uang, dankemudian memasangkannya dengan sisi lainnya, yaitupenciptaan tenaga kerja bebas.103 Para pelajar sejarahperubahan agraria Indonesia, lebih-lebih mereka yangmempelajari sejarah agraria negera-negara kolonial danpaska-kolonial di Asia, Amerika Latin hingga Afrika,akan banyak menemukan contoh-contoh dimanapemberlakukan hukum agraria baru, termasuk didalamnya hukum-hukum yang mengatur usaha-usahaperkebunan, kehutanan, dan pertambangan, merupakansuatu cara agar perusahaan-perusahaan kapitalis darinegara-negara penjajah di Eropa dapat memperolehakses eksklusif atas tanah dan kekayaan alam, untukmodal perusahaan-perusahaan itu. Badan-badanpemerintahan dan perusahaan-perusahaan itu telahmemagarinya, dan mengeluarkan penduduk bumiputera dari wilayah itu. Hubungan dan cara merekamenikmati hasil dari tanah dan alam telah diputusmelalui pemberlakuan hukum, penggunaan kekerasan,

103 Uraian menarik mengenai konsep “original accumulation”dari Adam Smith dan “primitive accumulation” dari Karl Marx,dan relevansinya untuk memahami perkembangan kapitalismedewasa ini, dapat ditemukan dalam Perelman (2000) dan DeAngelis (2007).

Page 157: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

141Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat

pemagaran wilayah secara fisik, hingga penggunaansimbol-simbol baru yang menunjukkan statuskepemilikan yang bukan lagi milik mereka. Bila sajasekelompok rakyat melakukan protes dan perlawananuntuk menguasai dan menikmati kembali tanah danwilayah yang telah diambil alih pemerintah danperusahaan-perusahaan itu, akibatnya sangat nyata,yakni mereka dapat dikriminalisasi, dikenai sanksi olehbirokrasi hukum, atau tindakan kekerasan lainnya yangdapat saja dibenarkan secara hukum.

Pemutusan hubungan itu pada intinya adalahpenghentian secara paksa akses petani atas tanah dankekayaan alam tertentu. Tanah dan kekayaan alam itukemudian masuk ke dalam modal perusahaan-perusahaan kapitalistik. Jadi, perubahan dari alammenjadi sumber daya alam ini berakibat sangat pahitbagi rakyat bumi putera yang harus tersingkir dari tanahasalnya dan sebagian dipaksa berubah menjadi tenagakerja bebas (buruh upahan).

Proses dasar ini masih terus berlangsung sekarangini dalam bentuk konkrit yang jauh lebih kompleks, 104

104 Michael Perelman lah yang pertama kali bertanya mengapaMarx tidak lebih lugas mengemukakan sifat keberlangsunganakumulasi primitif. Ia menganggap bahwa cara Marxmerumuskan akumulasi primitif sebagai kenyataan masalampau sungguh dapat dimengerti, karena “Marx mengabdikanketerangannya mengenai akumulasi primitif sebagai kritikyang meyakinkan terhadap kapitalisme, yakni sekali kapitalismememegang kendali, kaum kapitalis belajar bahwa tekanan-tekanan pasar sungguh lebih efektif dalam mengeksploitasitenaga kerja ketimbang tindakan brutal akumulasi primitif”(Perelman 2000:30). Perelman juga yang memecahkan misteri“primitif” dalam “akumulasi primitif”. Seperti yang secara tegastercantum dalam tulisan Marx, kata primitif dari istilahnyaAdam Smith previous accumulation. Dalam karyanya, Perelmanmenunjukkan kalimat lengkap dimana Marx mengambil dariAdam Smith, yakni “the accumulation of stock must, in the nature

Page 158: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

142 Land Reform Dari Masa Ke Masa

sebagaimana dikemukakan oleh David Harvey (2003,2005). Harvey menunjukkan bahwa sekarang iniberlangsung apa yang diistilahkan accumulation by dis-possession (akumulasi dengan cara perampasan) yangdibedakan dengan accumulation by exploitation, yakniakumulasi modal secara meluas melalui eksploitasitenaga kerja dalam proses produksi dan sirkulasi barangdagangan.105 Dalam proses akumulasi dengan caraperampasan ia menekankan pentingnya ”produksiruang, organisasi pembagian kerja yang secarakeseluruhannya baru dalam wilayah yang baru pula,pembukaan berbagai macam cara perolehan sumber daya

of things, be previous to the division of labour”. Marx yang menulisdalam bahasa Jerman menerjemahkan kata ’previousdari karyaAdam Smith menjadi “ursprunglich“, dimana penerjemah bahasaInggris Marx kemudian menerjemahkannya mejadi “primitive“(Perelman 2000:25).

105 Accumulation by dispossession merupakan reformulasiHarvey atas ”akumulasi primitif” setelah ia mengolah teoriunderconsumption dari Rosa Luxemberg dalam karyanya The Ac-cumulation of Capital (1968). Menurutnya, banyak teori-teoriMarxist mengenai akumulasi ”mengabaikan proses akumulasiyang terbentuk melalui berbagai macam tindakan perampasan,penipuan, dan kekerasan yang diperlakukan atas berbagai hal di”keadaan awal” yang dianggap tidak lagi relevan atau – di sini iakemudian merujuk pada Rosa Luxemberg – yang diperlakukanterhadap yang berada ”di luar dari” kapitalisme yang berlakubagaikan suatu sistem tertutup. Selanjutnya, ”mengevaluasikembali peran yang menetap dan terus berkelanjutan daripraktek-praktek buas dari ”akumulasi primitif” atau ”akumulasiawal-mula” dalam sebuah geografi sejarah akumulasi modal,sungguh merupakan tugas yang mendesak sebagaimana akhir-akhir ini disampaikan oleh para komentator”. Harvey merujukpada Parelman (2000), de Angelis (2000) dan perdebatan besar-besaran dalam The Commoner. Harvey memutuskan untukmeluaskan dan menamakannya accumulation by disposession(akumulasi dengan cara perampasan kepemilikan), karena iamerasa ”adalah janggal untuk menyebut suatu proses yangberkelanjutan dari ”akumulasi primitif” atau ”akumulasi awal-mula” (Harvey 2003:144). Dalam karyanya Comment in

Page 159: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

143Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat

baru yang jauh lebih murah, pembukaan wilayah-wilayah baru sebagai bagian dari dinamika ruang-ruangakumulasi modal, dan penetrasi terhadap formasi sosialyang ada oleh hubungan-hubungan sosial kapitalis dantatanan kelembagaannya(Harvey 2003:116). Re-organisasi dan rekonstruksi geografis sebagai akibat daripembukaan ruang-ruang baru bagi kapitalisme ini seringmenjadi ancaman bagi keberlanjutan hidup nilai-nilai dansegala unsur kebudayaan yang memelihara keberadaannilai-nilai yang telah menancap dalam dan terikat secarasosial pada tempat-tempat itu.

Harvey menampilkan beragam contoh kontemporerdari apa yang disebutnya sebagai ’ The cutting edge ofaccumulation by dispossession’. Menurutnya, ”apa yangdilakukan melalui accumulation by disposessionsesungguhnya adalah melepaskan serangkaian aset(termasuk tenaga kerja) dengan biaya yang sangat rendah(dan dalam banyak hal sungguh tanpa biaya). Modal yangtelah terakumulasi secara berlebihan dapat dipakai untukmerampas rangkaian aset tersebut dan segeramemasukkannya ke dalam suatu usaha baru pelipatgandaankeuntungan” (Harvey 2003: 149).106

Commentaries (Harvey 2006), yang ditulisnya sebagaitanggapan atas sejumlah komentar serta kritik dari kaum Marx-ist lain atas New Imperialism (Ashman dan Calinicos 2006;Brenner 2006; Brenner 2006. Castree 2006; Fine 2006; Suteliffe2006; Wood 2006), ia berkeras bahwa:

praktek-praktek kanibalistik dan kebuasaan yang terjaditerus di negara-negara kapitalis maju dengan kedokprivatisasi, reformasi pasar, pengetatan anggarankesejahteraan dan neoliberalisasi lebih cocok bila ditampilkansebagai ”accumulation by disposession. Accumulation bydisposession secara kualititaf dan teoritis berbeda dengan apayang terjadi di masa awal kapitalisme (Harvey 2006:158

106 Secara khusus di jaman neoliberal sekarang ini bentuk-bentuk baru accumulation by dispossession berlangsung melaluiproses privatisasi badan-badan usaha milik negara dan publik,

Page 160: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

144 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Kesemua itu, seperti yang terjadi pada masa kolonialdahulu berujung pada proses paksa menciptakan orang-orang yang tidak lagi bekerja terikat pada tanah danalam. Orang-orang ini pada gilirannya hidup hanyadengan mengandalkan tenaga yang melekat padadirinya saja, lalu menjadi para pekerja bebas. Sebagianmereka pergi dari tanah mereka di desa-desa ke kota-kota untuk mendapatkan pekerjaan. Namun hanyasebagian kecil saja yang bias terserap dalam duniapekerjaan industrial. Selebihnya hidup dalam ekonomiinformal, setengah penganggur, dan penganggur dalamkantung-kantung kemiskinan di kota-kota (Davis 2006).

Rakyat, tanah, kekayaan alam dan wilayahpedesaan saat ini akan terus dibentuk menjadi produsenbahan mentah bagi industri, dan bahan makan bagikebanyakan orang-orang lainnya, termasuk merekayang hidup di kota, dan reservoir tenaga kerja murahbagi proyek-proyek pembangunan di perkotaan.Perubahan agraria dan lingkungan yang drastis dandramatis demikian inilah sesungguhnya yang ditantangsecara sungguh-sungguh oleh banyak gerakan-gerakanrakyat pedesaan di seantero wilayah Nusantara,sebagaimana yang juga terjadi di berbagai negarapaskakolonial lainnya (lihat Fauzi 2005a, 2005b).

Lalu bagaimana?

Penulis merindukan upaya-upaya untukmenghadirkan Pancasila, konstitusi dan pahamkonstusionalisme yang sanggup memberi arah dan

komodifikasi tanah dan sumber daya alam lain, finansialisasiyang dilakukan berbagai macam badan keuangan internasionaldan nasional, pengelolaan dan proses manipulasi atas (?) krisis-krisis finansial, ekonomi, politik, sosial, bahkan bencana alam,dan redistribusi asset milik negara (Harvey 2005: 157-158).

Page 161: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

145Epilog : Pemerintah Sebagai Pengurus Rakyat

inspirasi bagi usaha-usaha mewujudkan keadilanagraria, yakni kondisi dimana tidak terdapat konsentrasiyang berarti dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan,dan pemanfaatan tanah, kekayaan alam, dan wilayahhidup rakyat pedesaan dan pedalaman, dan terjaminnyahak-hak petani dan pekerja pertanian lainnya atas aksesdan kontrol terhadap tanah, kekayaan alam, dan wilayahhidupnya. Penulis menutup Epilog ini dengan seruanbahwa kesemua ini selayaknya dijadikan alas bagikehadiran upaya sungguh-sungguh mengerjakan danmembentuk kembali birokrasi agraria dalam rangkamewujudkan keadilan sosial, yang harus ditempatkanseiring sejalan dengan upaya sungguh-sungguhmengubah posisi rakyat miskin pedesaan dari pendudukmenjadi warga negara. ***)

Page 162: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

146 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 163: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

147

Daftar Pustaka

Adam, Asvi Warman. 2005. “History, Nationalism, and Power”.Dalam Social Science and Power in Indonesia, diedit olehVedi R. Hadiz and Daniel Dhakidae. Jakarta: EquinoxBooks. Pp. 247-274.

Adas, Michael. 1979. Prophets of Rebellion: Millenarian ProtestMovements against European Colonial Order. Chapel Hill:University of North Carolina Press.

Adi, N. Juni, Felicianus Arganata, M. Chehafudin, Faisal H. Fuad,Sandi C. A. Nugraheni, Rohni Sanyoto, Rowena Soriaga,dan Peter Walpole. 2005. Communities Transforming For-estlands, Java, Indonesia. A Collaborative Study byLembaga Arupa, Yayasan Koling, and Asia Forest Network.Bohol, Phillipines: Asia Forest Network.

Adiwilaga. 1975. ”Laporan tentang Cipamongkolan”. LembagaPenelitian Kemasyarakatan, Universitas Padjadjaran.Bandung.

Anderson, Ben. 1972. Java in a Time of Revolution: Occupationand Resistance, 1944-1946. Ithaca, N.Y.: Cornell Univer-sity Press.

Anonimous. 1965. Polemik H.R. dan Merdeka. Djakarta, MerdekaPress.

Anwar, Dewi Fortuna. 2005. “The Fall of Suharto: Understand-ing the Politics of the Global.” In Francis Loh Kok Wah andJoakim Öjendal. (eds.), Southeast Asian Responses to Glo-balization: Restructuring Governance and Deepening Democ-racy. Copenhagen: Niass Press. Pp. 201-232.

Aprianto, Tri Chandra. 2005. ”Petani dan Proses NasionalisasiPerusahaan Perkebunan di Jember”. Laporan tidakditerbitkan. Pusat Penelitian Kemasyarakatan danKebudayaan (PMB) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indone-sia (LIPI) Indonesia, and Nederlands Instituut voorOorlogsdocumentatie (NIOD) Belanda.

____. 2006. Tafsir(an) Land Reform dalam Alur Sejarah Indone-sia: Tinjauan Kritis atas Tafsir(an) yang Ada. Yogyakarta:KARSA

Arndt, Heinz. 1967. ”Economic Disorder and the Task Ahead”.Sukarno’s Guided Indonesia. Edited by In T. Tan. Brisbane:Jacaranda. Pp. 129-140.

Page 164: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

148 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Aspinal, Edward. 2005, Opposing Suharto: Compromise, Resis-tance and Regime Change in Indonesia, Stanford, StanfordUniversity Press.

Awang, S. Afri, W.T.Widayati, B. Himmah, A. Astuti, dan W.Wardhana. 2006. “Collective Action on State Forest Com-pany in Java.” A paper delivered at the eleventh bien-nial conference of the International Association for theStudy of Common Property (IASCP), Denpasar, Bali.

Bachriadi, Dianto, 2002. “Lonceng Kematian atau TembakanTanda Start? Kontroversi seputar Ketetapan MPR RINo.IX/MPR/2001 - Komentar untuk Idham SamudraBey”, Kompas, 11 Januari 2002.

____. 2004. “Tendensi dalam Penyelesaian Konflik Agraria diIndonesia: Menunggu Lahirnya Komisi Nasional untukPenyelesaian Konflik Agraria (KNUPKA)”, dalam JurnalDinamika Masyarakat Vol. III, No. 3, November 2004, pp.497-521.

____. 2007. “Reforma Agraria untuk Indonesia: PandanganKritis tentang Program Pembaruan Agraria Nasional(PPAN) atau Redistribusi Tanah ala Pemerintahan SBY”.Makalah yang disajikan pada suatu lokakarya organisasi-organisasi gerakan agraria 6-7 Juni 2007 di Magelang,Jawa Tengah. http://agrarianrc.multiply.com/journal/item/19/Reforma_Agraria_untuk_Indonesia [last ac-cessed on 04/11/2011].

Bachriadi, Dianto, Erpan Faryadi dan Bonnie Setiawan (eds.),1997, Reformasi Agraria: Perubahan Politik, Sengketa danAgenda Pembaruan Agraria di Indonesia. Jakarta: LP-FEUniversitas Indonesia dan KPA.

Bahar, Saafroedin, Ananda B. Kusuma, dan Nanie Hudawati(Eds). 1995. Risalah Sidang Penyelidik Usaha-usahaPersiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), PanitiaPersiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 28 Mei 1945-22Agustus 1945. Edisi Ketiga. Jakarta: Sekretariat NegaraRepublik Indonesia.

Barr, C. 1999. Discipline and Accumulate: State Practices and EliteConsolidation in Indonesia’s Timber Sector, 1967-1998.M.Sc Thesis, Cornell University, Ithaca, New York.

Benda, Harry, dan Lance Castles. 1969. The Samin Movement.Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 125(2): 207-240.

Benda-Beckman, Keebet dan Franz. 2008. “Traditional Law in aGlobalising World. Myths, Stereotypes, and Transform-ing Traditions.” Van Vollenhoven Lecture. Leiden, May16, 2008.

____. 2011. “Myths and Stereotypes about Adat Law. A reas-

Page 165: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

149Daftar Pustaka

sessment of Van Vollenhoven in the light of currentstruggles over adat law in Indonesia”. Bijdragen tot deTaal-, Land- en Volkenkunde 167(2-3):167-195.

Bey, Idham Samudera. 2002. “Lonceng Kematian UUPA 1960Berdentang Kembali - Menyoal TAP MPR No IX/MPR/2001”, Kompas, 10 January 2002.

____. 2003. “UUPA 1960 Lebih Baik Dibandingkan RUUPengelolaan Sumber Daya Alam”, Kompas, 10 May 2003.

____. 2004. “Hentikan Revisi UUPA 1960 untukNeoimperalisme”. Jurnal Analisis Sosial 9(1):85-96.Bandung: Yayasan Akatiga.

Boileau, Julian M. 1983. GOLKAR: Functional Group Politics inIndonesia. Jakarta: CSIS.

Boomgard, Peter. 1994. “Colonial Forest Policy in Java in Tran-sition, 1865–1916”, in The Late Colonial State in Indone-sia: Political and Economic Foundations of the NetherlandsIndies, 1880-1942. Leiden, KITLV Press. Pp. 117-138.

Borras, Saturnino Jr. 2006. “The Underlying Assumptions,Theory, and Practice of Neoliberal Land Policies” in P.Rosset, R. Patel and M. Courville (eds), Promised Land:Competing Visions of Agrarian Reform. Oakland: Food FirstBooks. Pp. 99-128.

Burns, Peter J. 1989 ”The Myth of Adat.” Journal of Legal Plural-ism 28:1-127.

____. 2004. The Leiden Legacy: Concepts of Law in Indonesia.Leiden, KITLV.

Brata, Roby Arya. 2010. “Why did anticorruption policy fail?Implementation of the anticorruption policy of the au-thoritarian new order regime in Indonesia, 1971–1998.”In The Many Faces of Public Management Reform in theAsia-Pacific Region, edited by Lawrence R. Jones. Oxford,UK:Emerald Group Publishing Limited. Pp. 123-153.

Bratamihardja, Mulyadi, Satyawan Sunito, dan J. Kartasubrata,J. 2005. Forest Management in Java 1975-1999: TowardsCollaborative Forest Management. ICRAF Southeast Asiaworking paper no. 2005_1. Bogor: World AgroforestryCentre (ICRAF).

Budiman, Arief. 1991. Negara dan Pembangunan: Studi tentangIndonesia dan Korea Selatan.Jakarta, Yayasan Padi danKapas.

____ 1996. Teori Negara: Negara, kekuasaan dan Ideologi.Jakarta: Gramedia.

Bulkin, Farchan. 1984a. “Kapitalisme, Golongan Menengah dannegara: Sebuah Catatan Penelitian”. Prisma 2 :3-22.

____ 1984b. “Negara, Masyarakat dan Ekonomi”, Prisma 13(8):3-17.

Page 166: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

150 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Burns, Peter J. 1989. “The Myth of Adat”. Journal of Legal Plural-ism 28:1-127.

____. 2004. The Leiden Legacy: Concepts of Law in Indonesia.Leiden: KITLV.

Caldwell, Malcolm dan Ernst Utrecht, 1979. Indonesia: an Alter-native History. Sydney: Alternative Publishing Coopera-tive.

Contreras-Hermosilla, Arnoldo, dan Chip Fay. 2005. Strengthen-ing Forest Management in Indonesia through Land TenureReform: Issues and Framework for Action. Washington:Forest Trends and World Agroforestry Centre.

Cribb, Robert. 1990. Introduction: Problems in the Historiogra-phy of the Killings in Indonesia.’ In R. Cribb (Ed) The Indo-nesian Killings: 1965-1966 (pp.1-44) Clayton: Centre forSoutheast Asian Studies, Monash University

____. 2001. ‘Genocide in Indonesia, 1965-1966’, Journal of Geno-cide Research 3(2):219-239

____. 2002. “Unresolved Problems in the Indonesian Killings of1965-1966”. Asian Survey 42 (4): 550–563.

Christodoulou, Demetrios. 1990. The Unpromised Land: AgrarianReform and Conflict Worldwide. London: Zed Books.

Crouch, Harold, 1978, The Army and Politics in Indonesia. Ithaca,Cornell University Press.

Dauvergne, Peter. 1994. “Politics of Deforestration in Indonesia”,Pacific Affairs 66 (4):497-518.

Deininger, Klaus dan Hans Binswanger. 1999. “The Evolution ofthe World Bank’s Land Policy: Principles, Experience andFuture Challenges”. The World Bank Research Observer,14(2): 247–276.

Departemen Penerangan RI. 1982. Pertanahan dalam EraPembangunan Indonesia. Jakarta, Departemen PeneranganRepublik Indonesia.

Departemen Kehutanan dan Badan Pusat Statistik 2007 IdentifikasiDesa Dalam Kawasan Hutan 2007. Jakarta: DepartemenKehutanan dan Badan Pusat Statistik.

Departemen Kehutanan dan Badan Pusat Statistik 2009 IdentifikasiDesa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan 2009. Jakarta:Departemen Kehutanan dan Badan Pusat Statistik.

Departemen Kehutanan RI. 1986. Sejarah Kehutanan Indonesia.Volume I, II, dan III. Jakarta: Departemen Kehutanan RI.Kehutanan Indonesia. Volume III. Jakarta: DepartemenKehutanan RI.

Durin, Hasan Basri. 1998. Himpunan Pidato 1998 Kepala BadanPertanahan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: PusatHukum dan Hubungan Masyarakat. Badan PertanahanNasional Repupblik Indonesia.

Page 167: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

151Daftar Pustaka

Eng, van der P. 2002. “Halting Progress: Indonesia’s EconomicDevelopment since 1880.” Itinerario, 26(1):1-12.

____. 2008. “Food Supply in Java during War andDecolonisation, 1940-1950”. MPRA Paper No. 8852.Online at http://mpra.ub.uni-muenchen.de/8852/. Lastaccessed on 08/07/2010.

Fay, Chip dan Martua Sirait. 2004. “Kerangka Hukum Negaradalam Mengatur Agraria dan Kehutanan Indonesia:Mempertanyakan Sistem Ganda Kewenangan atasPenguasaan Tanah “.Paper dipresentasikan dalam TheInternational Conference on Land Tenure, Jakarta, 11-13October 2004.

Fauzi, Noer (Ed). 1997. Tanah dan Pembangunan: Risalah dariKonferensi INFID. Jakarta: Sinar Harapan.

____. 1999. Petani dan Penguasa, Perjalanan Politik Agraria In-donesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasamadengan Insist Press.

____. 2002. “Konflik Tenurial: yang Diciptakan Tapi TakHendak Diselesaikan”. dalam Berebut Tanah: BeberapaKajian Berspektif Kampus dan Kampung. Edited by AnuLounela and R. Yando Zakaria. Yogyakarta: KARSA.

____. 2001. “Revisi UUPA Perlu Dipikirkan.” Kompas, 27 Sep-tember 2001.

____. 2003, Bersaksi untuk Pembaruan Agraria, Yogyakarta:Karsa.

Feith, Herbert. 1962. The Decline of Constitutional Democracy inIndonesia. Ithaca, Cornell University Press.

____. 1963. “Dynamics of Guided Democracy”. In Indonesia,edited by Ruth T. McVey (ed.). New Haven, SoutheastAsia Studies, Yale University. Pp. 309-409.

____. 1980 .“Repressive-Developmentalist Regimes in Asia: Oldstrengths, New Vulnerabilities’, Prisma, 19: 39-55.

Freire, Paulo. 1984. Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan.Jakarta: Gramedia.

____. 1985. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES.Gautama, Soedargo dan Boedhi Harsono. 1972. Survey of Indo-

nesian Law: Agrarian Law. Bandung, Padjadjaran Uni-versity Law School.

Gautama, Sudargo, dan Budi Harsono. 1972. Survey of Indone-sian Economic Law: Agrarian Law. Bandung, LembagaPenelitian Hukum dan Kriminologi, Fakultas HukumUniversitas Padjadjaran.

Gaventa, John. 2010. “Seeing Like a Citizen: Reclaiming Citi-zenship in a Neoliberal World”. In A. Fowler & C. Malunga(Eds.), NGO management: The Earthscan companion. Lon-don: Earthscan.

Page 168: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

152 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Gallent, Paul, K. 2010.ment.” Rural Sociology 75 (1): 28-57.Glassburner, Bruce. 1962. “Economic Policy-Making in Indone-

sia 1950-57.” Economic Development and Cultural Change10(2):113-133.

Gordon, Alec. 1982. “Indonesia, Plantations and the Post-Colo-nial Mode of Production”. Journal of Contemporary Indo-nesia 12(2):168-187.

____. 1986. “Colonial Mode of Production and the Indonesia Revo-lution,” Economic and Political Weekly XXI(32): 1417-1 4 2 6 .

____. 2010. “Netherlands East Indies: The Large Colonial Sur-plus of Indonesia, 1878-1939.” Journal of ContemporaryAsia 40(3):425-443.

Gouwgioksiong. 1960. Masalah Agraria berikut Peraturan danTjontoh-tjontoh. Djakarta Keng Po.

____. 1961. “Land Reform in Indonesia.” Rabels Zeitschrift fürausländisches und internationales Privatrecht 26:535-553.

____. 1967. Tafsiran Undang-undang Pokok Agraria. Djakarta,Kinta.

Gunawan, B. 1973. “Political Mobilization in Indonesia: Nation-alists against Communists.” Modern Asian Studies 7:707-7 1 5 .

Hadiz, Vedi. 2001. “Capitalism, Oligarchis Power and the Statein Indonesia.” Historical Materialism. 8:119-151.

____ 2004a. “Decentralisation and Democracy in Indonesia: ACritique of Neo-Institutionalist Perpectives.” Developmentand Change 35:697-718.

____ 2004b. “Indonesian Local Party Politics: A Site of Resis-tance to Neo-Liberal Reform.” Critical Asian Studies 36:615-6 3 6 .

____ 1999. Politik Pembebasan. Teori-teori Negara Pasca Kolonial.Jakarta: Pustaka Pelajar.

____ 2006. “Corruption and Neo-liberal Reform: Market andPredatory Power in Indonesia and Southeast Asia”. In TheNeo-liberal Revolution, Forging the Market State. Edited byRichard Robison. New York: Pagrave Mcmillan. Halaman70-97.

Harman, Benny K., Paskah Irianto, dan Noer Fauzi (eds.), 1995,Pluralisme Hukum Pertanahan dan Kumpulan KasusPertanahan, Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan HukumIndonesia (YLBHI).

Harsono, Boedi. 1970. Undang-undang Pokok Agraria. SejarahPenyusunan, Isi dan Pelaksanaan Hukum Agraria Indone-sia. Jakarta: Penerbit Jambatan.

____. 1994. Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-peraturan Hukum Tanah. Jakarta: Penerbit Jambatan.

Page 169: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

153Daftar Pustaka

____. 1997. Hukum Agraria Indonesia: Sejarah PembentukanUndang-undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya.Jakarta, Pradya Paramita.

Hardijanto, Andik. 1998. Agenda Land Reform di Indonesia.Bandung, Konsorsium Pembaruan Agraria bekerjasamadengan INPI-PACT.

Hardjono, Joan M. 1977. Transmigration in Indonesia. KualaLumpur/London: Oxford University Press.

Harman, Benny K., Paskah Irianto, dan Noer Fauzi (eds.), 1995,Pluralisme Hukum Pertanahan dan Kumpulan KasusPertanahan, Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan HukumIndonesia (YLBHI).

Hefner, Robert. 1990. The Political Economy of Mountain Java.Berkeley: University of California Press.

Heryani, Erna dan Christ Grant. 2004. “Land Administrationin Indonesia.” A paper presented at the 3rd FIG RegionalConference. Jakarta, Indonesia. www.fig.net/pub/jakarta/papers/ps_04/ps_04_3_heryani_grant.pdf(last accessed on 09/24/2010).

Hidayat, Ahmad, Sambas Nadiar, Dedi Bratawijaya, SudrajatTirta W, dan Tjardana. 1980. Mengenal Hutan JawaBarat. Bandung: Perum Perhutani Unit III Jawa Barat.

Hill, Hal. 1996. The Indonesian Economy since 1966: SoutheastAsia’s Emerging Giant. Cambridge: Cambridge UniversityPress.

Hutagalung, Arie Sukanti. 1985. Program Redistribusi Tanah diIndonesia: Suatu Sarana ke Arah Pemecahan. MasalahPenguasaan Tanah dan Pemilikan Tanah. Jakarta: RajawaliPress.

Hutagalung, Arie Sukanti, dan Markus Gunawan. 2008.Kewenangan Pemerintah Bidang Pertanahan. Jakarta:Rajawali Press.

Ito, Takeshi., Noer Fauzi Rachman, dan Laksmi Savitri. 2011.“Naturalizing Land. Dispossession: A Policy DiscourseAnalysis of the Merauke Integrated Food and Energy Es-tate.” Paper presented at the International Conference onGlobal Land Grabbing 6-8 April 2011.

Ismail, Nurhasan. 2007. Perkembangan Hukum Pertanahan:Pendekatan Ekonomi Politik, Perubahan Pilihan Kepentingan,Nilai Sosial dan Kelompok yang DiuntungkanI. Jakarta:HuMA bekerja sama dengan Magister Hukum, Universi-tas Gajah Mada.

Jacoby, Erich. 1949. Agrarian Unrest in Southeast Asia. New York,Columbia University Press.

____ 1961. Agrarian Unrest in Southeast Asia, 2nd ed. London:Asia Publishing House.

Page 170: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

154 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Jones, Emma dan John Gaventa. 2002. “Concept of Citizenship:A Review”, IDS Development Bibliography No. 19.

Jenkins, David. 1984. Suharto and His Generals: Indonesian Mili-tary Politics, 1975-1983. Ithaca: Cornell University, Mod-ern Indonesia Project.

Jochim, Ashley E. and Peter J. May. 2010. “Beyond Subsystems:Policy Regimes and Governance”. Policy Studies Journal38(2):303–327.

Kahin, George McTurnan. 1951. Nationalism and Revolution inIndonesia, Ithaca, NY, Cornell University Press.

Kartodirdjo, Sartono. 1972. “Agrarian Radicalism in Java: ItsSetting and Development”. In Culture and Politics in Indo-nesia. Claire Holt (ed.). Ithaca: Cornel University Press.Pp. 71-125.

____. 1973. Protest Movements in Rural Java: A Study of AgrarianUnrest in the Nineteenth and Early Twentieth Centuries.Oxford: Oxford University Pres.

____. 1984. Ratu Adil. Jakarta: Sinar Harapan.Kasdi, Aminuddin. 2001 . Kaum Merah Menjarah, Aksi Sepihak

PKI/BTI di Jawa Timur 1960-1965. Yogyakarta: PenerbitJendela, 2001.

Kelompok Studi Pembaruan Agraria. 2001. “Ketetapan MPR RITentang Pembaharuan Agraria sebagai KomitmenNegara Menggerakkan Perubahan Menuju Indonesiayang Lebih baik”. A manuscript for Ad-Hock PreparatoryCommittee of People Consultative Assembly of Republic ofIndonesia (MPR) submitted on 21 May 2001.

Kurasawa, Aika. 1988. “Mobilization and Control. A Study ofSocial Change in Rural Java, 1942-1945”. UnpublishedPhD-thesis, Cornell University, Ithaca.

____. 1993. Mobilisasi dan Kontrol: Studi Tentang Perubahan Sosialdi Pedesaan Jawa, 1942-1945. Jakarta: Grasindo.

Komnas Ham. 2001a. “Transitional Justice. MenentukanKualitas Demokrasi di Masa Indonesia Masa Depan”. A,unpublished working paper. Jakarta : Komisi NasionalHak Asasi Manusia,

____. 2001b. Keadilan di Masa Transisi. Jakarta : Komisi NasionalHak Asasi Manusia,

Konsorsium Pembaruan Agraria. 1996a. Land Disputes: Straw-berries of Development. KPA’s first Memorandum on LandAdministration Project. Bandung: KPA (Consortium forAgrarian Reform).

____ 1996b. Our Land is Not for Sale. KPA’s Second Memorandumon Land Administration Project. Bandung: KPA (Consor-tium for Agrarian Reform).

____ 1997a. To Ignore or to Engange NGO’s? KPA’s Third Memo-

Page 171: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

155Daftar Pustaka

randum on Land Administration. Bandung: KPA (Consor-tium for Agrarian Reform).

____1997b. No! for Communal Land Registration. KPA’s ThirdMemorandum on Land Administration. Bandung: KPA (Con-sortium for Agrarian Reform).

____. 1998. Usulan Revisi Undang-Undang Pokok Agraria : MenujuPenegakan Hak-hak Rakyat atas Sumber-sumber Agraria.Jakarta : Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN)dan Konsortium Pembaruan Agraria (KPA).

____. 1999. Usulan Ketetapan MPR Republik Indonesia tentangPembaruan Agraria (Reforma Agraria). Bandung:Konsorsium Pembaruan Agraria.

_____. 2000. Usulan Ketetapan MPR Republik Indoesia tentangPembaruan Agraria (Reforma Agraria). Bandung:Konsorsium Pembaruan Agraria.

____. 2009. “Keliru Jika SBY Dianggap Telah MelakukanPembaruan Agraria” Siaran Pers KPA 3 Juli 2009.Website resmi KPA.

http://www.kpa.or.id/index. php?option =com_content&task=view&id=300&Itemid=1. (diunduh terakhir pada28 Juli 2009).

Lev, Daniel S. 1963. “The Political Role of the Army in Indone-sia”. Pacific Affairs 36(4): 349-364.

____. 1966. The Transition to Guided Democracy: Indonesian Poli-tics 1957–1959. Ithaca: Cornell. Modern Indonesia Project.

Li, Tania. 2000. “Articulating Indigenous Identity in Indonesia:Resource Politics and the Tribal Slot.” Comparative Stud-ies in Society and History 42(1):149-179.

____. 2001 “Masyarakat Adat, Difference, and the Limits ofRecognition in Indonesia’s Forest Zone” Modern Asian Stud-ies 35(3):645-676.

Liddle, R. William. 1999. “Indonesia’s Democratic Opening”.Government and Oppositions. 34(1): 94-116.

Lipton, Michael. 2009. Land Reform in Developing Countries. Prop-erty Rights and Property Wrongs. London, Routledege.

Lister, Ruth. 1998. “Citizen in Action: Citizenship and Commu-nity Development in a Northern Ireland Context”, Com-munity Development Journal, 33(3):226-235.

Lyon, Margo. 1970. Bases of Conflict in Rural Java. Berkeley: Cen-ter for Southeast Asia Studies, Univercity of California Ber-keley.

Mahfud, Moh. MD. 1998. Politik Hukum di Indonesia. Jakarta:LP3ES.

Mackie, J.A.C. 1961. “Indonesia’s Government Estates and TheirMasters”, Pacific Affairs 34(4):337-360.

Mack, Andrew. 2001. Rethinking the Dynamics of Capital Accu-

Page 172: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

156 Land Reform Dari Masa Ke Masa

mulation in Colonial and Post-Colonial Indonesia: Produc-tion Regulation. Unpublished dissertation: Sydney Uni-versity.

Marr, Caroly. 1993. Digging Deep: The Hidden Costs of Mining inIndonesia. London, Down to Earth and Minewatch.

____. 2008. “Forest and Mining Legislation in Indonesia”. InLaw and Society in Indonesia 2ed. Edited by T. Lindsey.Sydney Federation Press.

Mas’oed, Mochtar. 1989. Ekonomi dan Struktur Politik: Order Baru,1966-1971. Jakarta: LP3ES.

Mcgregor, Katharine E. 2007. Indonesia History in Uniform: Mili-tary Ideology and the Construction of Indonesia’s Past.Singapore: National University of Singapore Press.

Moertopo, Ali. 1973. Some Basic Thoughts on the Acceleration andModernization of 25 Years’ Development. Jakarta: YayasanProklamasi, Center for Strategic and International Stud-ies.

Moniaga, Sandra dan Stephanus Djueng. 1994. Konvensi ILO169 mengenai Bangsa Pribumi dan Masyarakat Adat dinegara Negera Merdeka, Jakarta: Elsam-LBBT.

Morfit, Michael. 1981. “Pancasila: The Indonesian State IdeologyAccording to the New Order Government”. Asian Survey21(8):838–51.

Morteimer, Rex. 1972. “The Indonesian Communist Party andLand Reform 1959-1965”, Monash Papers on SoutheastAsia, No. 1.

Mosse, David. 2007. “Power and the durability of poverty: a criti-cal exploration of the links between culture, marginalityand chronic poverty”. CPRC Working Paper 107. http://www.chronicpoverty.org/publications/details/power-and-the-durability-of-poverty-a-critical-exploration-of-the-links-between-culture-marginality-and-chronic-pov-erty (last downloaded on 09/11/2009).

Mubyarto dkk, 1992. Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan KajianSosial Ekonomi, Yogyakarta: Penerbit Aditya Media.

____. 1974. Indonesian Communism under Soekarno, ideologyand politics, 1959-1965, Ithaca and London, Cornell Uni-versity.

Nasution, Adnan Buyung. 1992. The Aspiration for ConstitutionalGovernment in Indonesia: A Socio-legal Study of the Indo-nesian Konstituante 1956-1959. Jakarta: Sinar Harapan.

Nonet, Philippe dan Selznick, Philip. 1978. Law and Society inTransition: Toward Responsive Law. New York: Harper &Row.

Notonagoro. 1972. Politik Hukum dan Pembangunan Agraria diIndonesia. Jakarta, Pantjuran Tudjuh.

Page 173: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

157Daftar Pustaka

Oey, Mailing. 1982. “The Transmigration Programme in Indo-nesia.” In Population Resettlement Programmes in South-east Asia, edited by C. W. Jones and H.V. Richter.Canberra: ANU Development Studies Centre, 1982.

Padmo, Soegijanto. 2000. Landreform dan Gerakan Protes PetaniKlaten 19591965. Yogyakarta: Media Pressindobekerjasama dengan Konsorsium Pembaruan Agraria.

Palmer, Ingrid. 1978. The Indonesian Economy since 1965: A CaseStudy of. Political Economy. London: Frank Cass, Ltd.

Parlindungan, A.P. 1990. Komentar atas Undang-udang PokokAgraria. Bandung: Penerbit Alumni.

____. 1991. Undang-undang bagi hasil di Indonesia. Suatu StudiKomparatif. Bandung: Mandar Maju.

Peluso, Nancy Lee. 1992. Rich Forests, Poor People: Resource Con-trol and Resistance in Java. Berkeley, CA: University ofCalifornia Press.

Pelzer, Karl J. 1982. Planters against Peasants: The AgrarianStruggle in East Sumatra, 1947–1958. The Hague: MartinusNijhoff.

Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Grand DesignPengembangan Pangan dan Energi Skala Luas (Food andEnergy Estate) di Merauke. Jakarta: Kantor MenteriKordinator Bidang Perekonomian dan KemeterianPertanian.

Posthumus, G. A. 1971. The Inter-Governmental Group on Indo-nesia. Rotterdam: Rotterdam Unieversity Press.

____. 1972. The Inter-Governmental Group on Indonesia”, Bul-letin of Indonesian Economic Studies 8(2):55-66.

Poerwokoesoemo, Soepardi. 1956. Jati Jawa. Djakarta: DjawatanKehutanan.

Praptodiharjo, Singgih. 1951. Sendi-sendi Hukum Tanah di MasaDepan. Yayasan Pembangunan, Jakarta.

Pratikto, Fadjar. 2000. Gerakan Rakyat Kelaparan: GagalnyaPolitik Radikalisasi Petani Yogyakarta, Penerbit MediaPressindo.

Reeve, David. 1985. GOLKAR of Indonesia: An Alternative to theParty System. Singapore, Oxford University Press.

Ricklefs, M.C. 2001. A History of Modern Indonesia since c.1200.3rd Edition. Hampshire, Palgrave.

Robison, Richard. 1986. Indonesia: The Rise of Capital. Sydney:Unwin and Hyman.

____. 1992. “The Transformation of the State in. Indonesia’”.Bulletin of Concerned Asian Scholars. 14(1):48-60.

____. 1997. “Politics and Markets in Indonesia’s Post-oil Era”, inThe Political Economy of Southeast Asia: An Introduction.Edited by Garry Rodan, Kevin Hewison and Richard

Page 174: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

158 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Robison. Pp. 29-63.Roger, Simon. 1981. Gramsci’s Political Thought. London:

Lawrence & Wishart.Rosser, Andrew. 2002. The Politics of Economic Liberalisation in

Indonesia: State, Market, and. Power. Richmond, Surrey:Curzon Press.

____2003. “Governance, Market and Power: The PoliticalEconomy of Accounting Reform in Indonesia”. In Interna-tional Financial Governance under Stress: Global Structuresversus National Imperatives. Edited by Geoffrey R. D.Underhill and Xiaoke Zhang. Cambridge: Cambridge Uni-versity. Pp. 263-282.

Rosser, Andrew, Kurnya Roesad, dan Donni Edwin. 2005. “Indo-nesia: The Politics of Inclusion”. Journal of ContemporaryAsia, 35(1), pp. 53–77.

Ruwiastuti, Maria. 2000. ‘Sesat Pikir’ Politik Hukum Agraria.Membongkar Alas Penguasaan Negara atas Hak-hak Adat.Yogyakarta, Insist Press.

Ruzika, I. 1978. “Forest Exploitation in Indonesia: Past andPresent”. Indonesia and the Malay World. 6(16):10.

Sanit, Arbi. 2000 Badai Revolusi: Sketsa Kekuatan Politik PKI diJawa Tengah dan Jawa Timur. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Sangkoyo, Hendro. 2001. “Pembaruan Agraria dan PemenuhanSyarat-syarat Sosial dan Ekologis Pengurusan Daerah.”Kertas Posisi Konsorsium Pembaruan Agraria No. 8

Sato, Shigeru. 1994. War, Nationalism and Peasants: Java underthe Japanese Occupation 1942-1945. Sydney: Allen andUnwin.

Setiawan, Usep. 2004. “Menemukan Pintu Masuk untuk Keluar:Relevansi Tap MPR No IX/MPR/2001, UUPA No 5 Tahun1960, dan Keppres No 34/2003 bagi PelaksanaanPembaruan Agraria di Indonesia,” Jurnal Analisis Sosial9(1):65-84. Bandung: Yayasan Akatiga.

Sharma, Shalendra D. 2002 “Beyond Crony Capitalism: FromBanking Crisis to Financial Crisis in Indonesia,” Journalof Social Science 30:384-419.

Simon, Hasanu. 1999. Pengelolaan Hutan Bersama Rakyat. TeoriDan Aplikasi Pada Hutan Jati Di Jawa. Yogyakarta: BIGRAFPublishing.

Sivaramakrishnan, Khrisna. 1999. Modern Forests: Statemakingand Environmental Change in Colonial Eastern India.Stanford: Stanford University Press.

Simpson, Bradley. Economists with Guns: Authoritarian Develop-ment and U.S.- Indonesian. Relations, 1960-1968. Stanford,California: Stanford University

Page 175: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

159Daftar Pustaka

____2009. “Indonesia’s “Accelerated Modernization” and theGlobal Discourse of Development, 1960–1975. DiplomaticHistory 33:467–486.

Southwood, Julie and Patrick Flanagan. 1983. Indonesia: Law,Propaganda and Terror. London: Zed Press.

Soedomo. 1979. “Operasi Tertib dan Masalah Pertanahan Dewasaini”, Mimbar Departemen Dalam Negeri No IX/1979. Pp.15-17.

Soemardjan. 1962. “Land Reform in Indonesia”. Asian Survey1(12):23–30.

Soepardi 1974. Hutan dan Kehutanan Dalam Tiga Jaman. Volume1-3. Jakarta, Perum Perhutani.

Soepomo, Raden. 1951. Kedudukan Hukum Adat di Kemudian Hari.Djakarta, Penerbit Kebangsaan Pustaka Rakyat NV

____. 1953. “The Future of Adat Law in the Reconstruction ofIndonesia”. In Southeast Asia in the Coming World. Editedby P. W. Taylor. Baltimore: The John Hopkin UniversityPress. Pp. 217-235..

Suhendar, Endang and Ifdhal Kasim 1995. Tanah SebagaiKomoditas : Kajian Kritis Atas Kebijakan Pertanahan OrdeBaru. Jakarta: Elsam

Suhendar, Endang dan Yohana Budi Winarni. 1998. Petani danKonflik Agraria, Bandung: Akatiga.

Sumarjono, Maria. S.W. 2005. Kebijakan Pertanahan antaraRegulasi Implementasi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Sukarno. 1965. Dari Proklamasi sampai Takari. Terbitan berisiPidato Proklamasi diutjampkan oleh P.J.M. Presiden republikIndonesia pada tiap tanggal 17 Agustus sedjak tahun 1945sampai 1965. Djakarta: B.P. Prapantja.

Sulistyo, Hermawan 2000. Palu Arit di Ladang Tebu: SejarahPembantaian Massal yang Terlupakan. Jakarta: Gramedia.

____. 2002. “Electoral Politics in Indonesia: A Hard Way to De-mocracy.” In Electoral Politics in Southeast and East Asia.Edited by A. Croissant, G. Bruns & M. John (eds).Singapore: ISEAS. Pp. 75-99.

Sudhaussen. 1980. “The Military: Structure, Procedures, andEffects on Indonesian Society”. In Political Power and Com-munications in Indonesia. Edited by Karl D. Jackson andLucian W. Pye. University of California Press, Berkeley.Pp. 45-81.

____. 1982. The Road to Power Indonesian Military Politics, 1945-1967. Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Sutter, John O. 1959. Indonesianisasi: Politic in Chancing inEconomy, 1940-1955, Ithaca: Cornell University, ModernIndonesia Project.

Page 176: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

160 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Suwarno, R. Simarmata dan R. Ahmad (eds). 2003. Di BawahSatu Payung: Hasil Konsultasi Publik RUU PengelolaanSumberdaya Alam, Jakarta: Tim Konsultasi Publik RUUPSDA.

____(eds). 2006. Merangkai Keberagaman: Petikan PelajaranHasil Konsultasi Publik RUU Pengelolaan SDA. Jakarta:Yayasan Kehati.

Swasono, Sri Edi dan M. Singarimbun, (eds.) 1985. Transmigrasidi Indonesia 1905-1985. Jakarta: Universitas IndonesiaPress.

____. 1987 Proses Terjadinya UUPA: Peranserta Seksi AgrariaUniversitas Gadjah Mada. Yogyakarta, Gadjah Mada Uni-versity Press.

Tai, Hung-Chao. 1974. Land Reform and Politics. A ComparativeAnalysis. Berkeley: University of California Press.

Tauchid, Mochammad. 1952. Masalah Agraria Sebagai MasalahPenghidupan dan Kemakmuran Rakjat Indonesia BagianPertama, Jakarta, Penerbit Tjakrawala.

____. 1953. Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan danKemakmuran Rakjat Indonesia Bagian Kedua. Jakarta,Penerbit Tjakrawala.

Tauchid, Mochammad. 1952. Masalah Agraria sebagai MasalahPenghidupan dan Kemakmuran Rakyat

____. Tt. Agraria. Lima jilid (Jilid I, II, III, IV, IV, V). Bogor:Sekretariat Pimpinan PusatGerakan Tani Indonesia.

____. 2009. Masalah Agraria sebagai Masalah Penghidupan danKemakmuran Rakyat Indonesia. Yogyakarta: Pawarta.

____. 2010. Masalah Agraria sebagai Masalah Penghidupan danKemakmuran Rakyat Indonesia. Yogyakarta: SekolahTinggi Pertanahan.

____. 2011. Masalah Agraria sebagai Masalah Penghidupan danKemakmuran Rakyat Indonesia. Jakarta: Bina Desa SadarJiwa.

Thee Kian Wee. 1977. Plantation Agriculture and Export Growth:An Economic History of East Sumatra 1863-1942. Jakarta:Leknas LIPI.

Tim Kerja KNuPKA. 2004. “Pokok-Pokok Pikiran mengenaiPenyelesaian Konflik Agraria”. Lokakarya PersiapanMenuju Pembentukan Komisi Nasional untukPenyelesaian Konflik Agraria (KNuPKA), Maret 2004,Jakarta: Komnas Ham, KPA, HuMa, WALHI, Bina Desa.

Tirtosudarmo, Riwanto. 2004. “A National Project That Failed:A Tale of Population Resettlement Policy in Indonesia”. InEcological Destruction, Health, and Development: Advanc-ing Asian Paradigms. Edited by Furukawa Hisao,Nishibuchi Mitsuaki, Kono Yasuyuki, and Kaida Yoshihiro.

Page 177: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

161Daftar Pustaka

Kyoto: Kyoto University Press.Tjondronegoro, Sediono M. P. 1999. Sosiologi Agraria: Kumpulan

Tulisan Terpilih. AKATIGA. Bandung.____. 2008. Negara Agraris Ingkari Agraria: Pembangunan Desa

dan Kemiskinan di Indonesia. Bandung: Akatiga.____. 2009. “A Brief Quarter Century Overview of Indonesia’s

Agrarian Policies.” In Land and Household Economy 1970-2005: Changing Road for Poverty Reduction. Edited by I.Wayan Rusastra, Sahat M. Pasaribu, and YusmichadYusdja. Jakarta: Indonesian Center for Agriculture SocioEconomic and Policy Studies (ICASEPS). Pp. 21–35.

United Nations. 1951. Land Reforms. Defects in Agrarian Struc-ture as Obstacles to Economic. Development. New York:United Nations, Department of Economic Development.New York: United Nation.

Utrecht, Ernst. 1969. “Land Reform in Indonesia.” Bulletin of In-donesian Economic Studies 5(3):71-88.

___. 1973. “Land Reform and Bimas in Indonesia”. Journal ofContemporary Asia 3(2):149-164.

___. 1976. “Political Mobilizations of Peasants in Indonesia”. Jour-nal of Contemporary Asia 6(3):269-288.

van der Kroef, Justus M. 1960. “Agarian Reform and the Indone-sian Communist Party”. Far Eastern Survey 29(1):5–13.

____. 1963. “Peasant and Land Reform in Indonesian Commu-nism”. Journal of Southeast Asian History, 4:31-67.

Van Dijk, Kees. 2001 A Country in Despair: Indonesia between1997 and 2000. Leiden: KITLV Press

Vickers, Adrian. 2010. “Where are the Bodies: The Haunting ofIndonesia.” The Public Historian 32(1):45-58.

Vollenhoven, C. van. 1932. De Indonesiër en zijn Grond. Leiden,Boekandel en Drukkerij v/h E.J.Brill.

____. 1975. Orang Indonesia dan Tanahnya.Translated by: R.Soewargono. Jakarta: Pusat Pendidikan DepartemenDalam negeri, 1975.

Ward, Kenneth E. 1974. The 1971 Election in Indonesia: An EastJava Case Study. Clayton, VIC: Centre of Southeast AsianStudies, Monash University.

____. 2010. “Soeharto’s Javanese Pancasila”, in Soeharto’s NewOrder and its Legacy. Essays in Honour of Harold Crouch.Canberra: ANU e-Press. Pp.27-38.

Wardaya, Baskara T. 2007a. Cold War Shadow: United StatesPolicy toward Indonesia, 1953-1963. Yogyakarta : PUSDEP(Pusat Sejarah dan Etika Politik/ Center for History andPolitical Ethics) bekerjasama dengan Galangpress.

____. 2007b Membongkar Supersemar: Dari CIA hingga kudetamerangkak melawan Bung Karno. Yogyakarta,

Page 178: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

162 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Galangpress.Wertheim, Willem F. 1969. “From Aliran to Class Struggle in

the Countryside of Java”. Pacific Viewpoint 10(2):1-17.____. 2009. Elite vs Massa. Yogyakarta: Libra bekerjasama

dengan ResistBook.White, Benjamin and Gunawan Wiradi. 1979a. “Pola-pola

Penguasaan Tanah di DAS Cimanuk. Dulu dan Sekarang:Beberapa Catatan Sementara” . Prisma. No. 9/1979. Pp.44-56.

____. 1979b. “Patterns of Land Tenure in the Cimanuk RiverBasin: Some Preliminary Notes.” Rural Dynamic Series No.8. Bogor: Agro Economic Survey.

Winoto, Joyo. 2005a. “Kebijakan Pertanahan Nasional”,pengantar pada pertemuan konsultasi BPN dengan KomisiII DPR RI, 1 September 2005.

____. 2005b. “Sambutan Kepala Badan Pertanahan Nasionalpada Upacara Bendera dalam rangka Bulan BhaktiAgraria ke 45, 24 September 2005.” Jakarta, September24, 2005. In Sambutan Kepala Badan Pertanahan Nasionaldan BPN dalam Sorotan Media. Jakarta, BadanPertanahan Nasional. Pp. 3-6.

____. 2006. “De Soto and Ekonomi Politik Kita” Tempo. InfoTempo edisi 10 September 2006. Pp 79-80.

____. 2007a. “Reforma Agraria dan Keadilan Sosial”. Orasi 1September 2007. Kepala Badan Pertanahan NasionalRepublik Indonesia. Bogor: Institute Pertanian Bogor.

____. 2007b. “Reforma Agraria: Mandat Politik, Konstitusi danHukum dalam rangka Mewujudkan Tanah untukKeadilan dan Kesejahteraan Rakyat”. Kuliah Umum BalaiSenat Universitas Gajah Mada, Bulaksumur, Yogyakarta,22 November 2007.

____. 2007c. “Pengarahan dan Pembekalan Kepala BadanPertanahan Nasional Republik Indonesia kepada PejabatEselon I, Eselon II Pusat dan Daerah, Jakarta, 21 Juni,2007.” In Himpunan Pidato 2007 Kepala Badan PertanahanNasional Republik Indonesia. Jakarta: Pusat Hukum danHubungan Masyarakat, BPN RI. Pp.292-334.

____. 2008. Tanah untuk Rakyat: Risalah Reforma graria sebagaiAgenda Bangsa. Unpublished manuscript.

____ 2009. “Taking Land Policy and Administration in Indone-sia to the Next Stage and National Land Agencie’s Strate-gic Plan”, Conference on “Land Governance in Support ofthe Millenium Development Goals: Responding to NewChallenges.” A paper in FIG-World Bank Conference, Wash-ington D.C. USA 9-10 March 2009.

Page 179: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

163Daftar Pustaka

____2010a. “Laporan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI padaAcara Peresmian Program-program Strategis Pertanahanuntuk Keadilan dan Kesejahteraan Rakyat”, Jakarta,Maruya, January 15, 2010.

____2010b. “Pengarahan Kepala Badan Pertanahan NasionalRepublik Indonesia pada Acara Rapat Kerja Nasional BPNRI tahun 2010”. Jakarta, February 21, 2009.

Winters, Jeffrey. 2011. Oligarchy: Cambridge: Cambridge Uni-versity Press.

Wiradi, Gunawan. 1997. “Pembaruan Agraria: Masalah yangTimbul Tenggelam”. In Reformasi Agraria. PerubahanPolitik, Snegketa, dan Agenda Pembaruan Agraria di Indone-sia. Jakarta: Konsorsium Pembaruan Agraria bekerjasamadengan Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UniversitasIndonesia. Pp. 38-44.

____2001. Reforma Agraria: Perjalanan yang Belum Berakhir, NoerFauzi (Ed.), Yogyakarta: Insist Press and Pustaka Pelajar.

____. 2002 “Tantangan Gerakan Pembaruan Agraria ‘Post’ TAP-MPR No. IX/2001”, Jurnal Analisis Sosial 7(3):1-10,Bandung: Yayasan Akatiga.

Ya’kub, Ahmad. 2004. “Agenda Neoliberal menyusup MelaluiKebijakan Agraria di Indonesia”, dalam Jurnal AnalisisSosial 9(1):47-64, Bandung: Yayasan Akatiga.

Wilson, Carter A. 2010. “Policy Regimes and Policy Change”. Jour-nal of Public Policy. 20(3): 247-274.

World Bank. 1988. Indonesia: The Transmigration Program in Per-spective World Bank. Washington, D.C.: World Bank.

____. 1994. Indonesia Land Administration Project, Staff AppraisalReport. Washington. World Bank, Agriculture OperationsDivision, Country Department III, East Asia and PacificRegion: 67 pages.

____. 1994. Indonesia, Environment and Development. Wash-ington. The World Bank.

____. 2004. Project Appraisal Document on A Proposed Loan inthe Amount of US$ 32.8 Million and A Credit in the Amountof SDR 21.9 (US$ 32.8 Million Equivalent) to The Govern-ment of Republic of Indonesia for A Land Management andPolicy Development Project. Washington. The World Bank.Rural Development and Natural Resources Sector UnitEast Asia and Pacific Region. Report No: 28 178-IND

____. 2004. Regional Study on Land Administration, Land Mar-kets, and Collateralized Lending. Washington: The WorldBank, East Asia and Pacific Region Office.

____. “Indonesia Policy Brief: Ideas for the Future. Land Policy,Management and Administration”. http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/

Page 180: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

164 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Publication/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769045002/LandPolicy.pdf. (Accessed on De-cember 6, 2006)

Wendy Wolford. 2007. “Land Reform in the Time of Neo-Liberal-ism: A Many Splendored Thing,” Antipode 39(3): 550-5 7 2 .

Wright, Warren L. 1999. Final Report on The Review of the BasicAgrarian Law 1960. Jakarta: Indonesian Land Adminis-tration Project (ILAP) Part C.

Zakaria, Yando., Emil O. Kleden, dan F. Samperante. 2010. Be-yond Malind Imagination: Beberapa Catatan atas UpayaPercepatan Pembangunan cq. Merauke Integrated Food andEstate (MIFEE) di Kabupaten Merauke, Papua, danKesiapan Masyarakat Adat Setempat dalamMenghadapinya. Jakarta: Pusat Studi dan Advokasi Hak-hak Masyarakat Adat (PUSAKA).

Page 181: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

165

Indeks

A

Accumulation bydisposession136, 137

Aidit 12akumulasi modal 7, 108APBN 76, 109, 111Azas domein 15, 17

B

Bank Dunia 5, 6, 61, 69, 73, 74, 76, 98, 112, 113, 117

Belanda 7, 8, 9, 10, 15, 18, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30,31, 33, 36, 44

BPN68, 69, 70, 71, 75, 76, 77, 79, 85, 88, 89, 90, 97, 98 99, 101, 102, 103, 104, 105106, 109, 110, 111, 112, 113,117, 118, 119, 129

BTI 13, 28, 29, 37, 39, 40, 51, 52

Buruh tani13, 14, 22, 48, 53, 113, 121

D

Demokrasi Terpimpin 7, 10, 11, 13, 64, 116

Dinas Kehutanan33, 34, 35, 36, 38

Dinas kehutanan 33Distribusi tanah 78Domeinverklaring 34

F

FAO 14, 127Fauzi, Rachman

64, 73, 83, 92, 95

Feodal4, 14, 17, 20, 22, 47

Furnival 35, 36

G

Gramsci 4

H

Hadiz, Vedi R 129, 131Hak erpacht 25, 31, 32Hak Guna Bangunan

66, 68, 109

Hak Guna Usaha25, 32, 65, 66, 109

Hak Menguasai15, 16, 115, 127

Page 182: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

166 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Hall, Stuart 1, 4, 115Harsono

22, 23, 28, 47, 48, 51,65, 66, 68, 127

Harvey, David 133, 136, 137, 138

Hutan Adat 107Hutan Desa 107Hutan jati 33, 35, 36, 42Hutan Konservasi 107Hutan Lindung 107Hutan Produksi 105, 107Hutan Tanaman Rakyat 107Hutang 5, 76, 112

I

Ijin lokasi 70, 71, 73, 98

J

Jacoby, Erick 8, 14, 127Jawa Barat 38, 42, 44, 81Jawa Timur 29, 38, 42, 51Jawatan Kehutanan 37, 38,

40, 44Joyo Winoto

6, 101, 102, 105, 109, 111, 119

K

Karl Pelzer 13Kawasan Hutan 35, 36, 41,

42, 44, 45, 104, 105, 106, 107, 116, 117

Kelas buruh 13Kolonialisme 12, 20Komoditi ekspor 7Konfrensi Meja Bundar 10,

25, 26, 28, 29

Konsesi 5, 8, 22, 27, 31, 41, 4759, 60, 61

KPA 82, 83, 84, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 95, 112

L

Larasita 111Liberal 10, 29, 78, 95, 119

M

Madura 35, 36, 42, 52Manifesto Politik 11Marx, Karl 134, 135, 136, 137

N

Notonagoro 17, 18

P

PDI Perjuangan 87Peluso, Nancy 33, 34, 35, 36,

37, 39, 40, 42, 44, 45, 93Pemberontakan 10, 28, 30Pemerintah kolonial 8, 17, 23,

24Pendaftaran Tanah 19, 63,

64, 69, 70, 76, 79, 97Pengambil alihan 27, 59, 74Pengambilalihan tanah 65,

68, 70Pengelolaan Hutan Bersama

Masyarakat 107Perdikan 21Perhutani 35, 42, 44, 45, 81,

116Pertambangan 5, 41, 59, 60,

84, 94, 96PKI 9, 12, 13, 28, 39, 51, 52,

53, 54, 116

Page 183: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

167Indeks

PRONA 111

R

Redistribusi Tanah 4, 38, 39, 45, 49, 51, 53, 55, 63, 64, 98, 102, 103, 104, 105, 110111, 113, 116, 119

Revolusi 5, 9, 10, 11, 13, 14, 17, 25, 40, 44, 48, 52, 56, 57, 64, 83

S

Samin 34Serikat Buruh Kehutanan

Indonesia 37Serikat Buruh Perkebunan

Indonesia 28Sertifikasi Tanah 111Singgih Praptodihardjo 8Suharto 3, 4, 5, 6, 40, 41, 42,

54, 57, 58, 60, 63, 64, 68, 81, 82, 83, 84, 85, 87, 116, 117, 118

Sukarno 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 30, 31, 38, 40, 47, 48, 49, 50, 52, 54,57, 58, 63, 64, 87, 116

Supomo 17, 18, 19Swapraja 17, 22

T

Tanah absentee 49Tanah adat 18, 98Tanah Negara 4, 64, 65, 66,

104, 105, 106, 110, 116Tanah partikelir 9, 23, 24Tanah Pertanian 2, 4, 20, 33,

37, 38, 39, 98, 113Tanah swapraja 4

Tanah Terlantar 98, 103,104, 109, 110

Tauchid 9, 24, 28, 121, 122, 124, 125, 126, 132

Tauhid 28Tuan tanah 23, 24, 48, 51, 52, 53, 56, 63, 106, 116

U

Undang-undang kehutanan34

Utrecht 11, 12, 31, 51UUPA

4, 8, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 24, 25, 32, 37, 38, 39, 41, 47, 51, 65, 73, 76, 83, 84, 85, 86, 87, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 103115, 116, 117, 118, 124, 127, 128

V

Vollenhoven 17, 18

W

Wertheim 53, 56Wiradi 55, 82, 83, 92

Z

Zakaria, Yando 108

Page 184: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

168 Land Reform Dari Masa Ke Masa

Page 185: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

169

Biodata Singkat Penulis

Noer Fauzi Rachman, yang dalamkarya-kayanya terdahulu menggunakannama Noer Fauzi saja, memperoleh PhDdalam bidang Environmental Science,Policy and Management dari Universityof California, Berkeley, pada tahun 2011.Saat ini mengajar Politik dan GerakanAgraria di Departemen Ilmu Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat (KPM), Fakultas EkologiManusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia jugaaktif sebagai guru, peneliti utama, dan kepala Studio StudiAgraria Indonesia, Sajogyo Institute.

Sebelum bergabung ke dalam program doktoral diUC Berkeley pada tahun 2005, ia mulai aktif bekerjadalam organisasi non-pemerintah di tingkat nasionalsebagai pendiri dan sekaligus Ketua Badan PelaksanaKonsorsium Pembaruan Agraria (KPA) periode 1995-1998.Selanjutnya, selain melanjutkan kepemimpinan secarakolektif (bersama dua orang ketua lainnya) di KPA untukperiode 1998-2002, dia juga aktif sebagai anggota, pelatih,fasilitator, peneliti, dan penulis, di antaranya, padaPerhimpunan Lingkar Belajar untuk Pembaruan Agrariadan Desa (KARSA), Indonesian Society for Social Trans-

Page 186: Dari Masa Ke Masa · 2019-02-06 · Dekolonisasi hingga Demokrasi Terpimpin” dan bersambung terus hingga diakhiri dengan pembicaraan tentang Kebijakan Reforma Agraria, 2005-2009

170 Land Reform Dari Masa Ke Masa

formation (INSIST), dan Perkumpulan untuk PembaruanHukum dan Masyarakat (HuMa). Sepanjang masa lebihdari dua puluh tahun sebagai scholar activist dia sangatproduktif menghasilkan karya tulis berupa buku, panduanlatihan, bab dalam buku, maupun artikel dalam jurnal, yangmencakup tema politik dan gerakan agraria, kebijakan danhukum pertanahan dan kehutanan, pengelolaan sumberdaya alam, gerakan sosial pedesaan, desentralisasidemokratik, dan pemberdayaan rakyat, pendidikan popu-lar dan advokasi kebijakan. Buku utamanya yang terbitlebih dari sepuluh tahun yang lalu, dan juga telah menjadibahan rujukan bagi banyak kalangan di dunia akademik,adalah Petani dan Penguasa, Dinamika Perjalanan PolitikAgraria Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Insist Press dan Konsorsium PembaruanAgraria, 1999). Buku terakhirnya adalah MemahamiGerakan-gerakan Rakyat Dunia Ketiga (Yogyakarta: In-sist Press 2005).