bab ii tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/41276/3/bab ii.pdfteradsorpsi sesuai dengan muatan ion-ion...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inhibitor
Inhibitor adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan dalam jumlah
tertentu ke dalam suatu zat koroden ( lingkungan yang korosif ), dapat secara
efektif memperlambat atau mengurangi laju korosi yang terjadi. Terdapat
beberapa jenis inhibitor, antara lain :
Passivating Inhibitor ( Inhibitor Pemasif )
Cathodic Inhibitor ( Inhibitor Katodik )
Green Inhibitor ( Inhibitor Alam )
Vapor Phase Inhibitor ( Inhibitor Uap )
1. Passivating Inhibitor
Passivating Inhibitor adalah jenis inhibitor yang paling efektif dari seluruh
inhibitor lainnya karena dapat melumpuhkan pengkaratan hampir secara
menyeluruh, namun jenis inhibitor ini disebut sebagai inhibitor yang berbahaya,
karena dalam kondisi tertentu justru akan mempercepat pengkaratan. Mekanisme
dari inhibitor ini misalnya pada zat kromat, proses proteksi kromat pada
permukaan baja terhadap serangan korosi adalah melalui terbentuknya formasi
kombinasi antara adsorpsi ( pengumpulan gas atau cairan di permukaan ) dengan
formasi oksida. Adsorpsi membantu polarisasi anoda sehingga memiliki potensial
yang cukup untuk membentuk selapis tipis oksida ferrik yang terhidrasi dan
9
melindungi baja. Karena film oksida tersebut tidak tampak pada permukaan baja,
peralatan yang dilapisi kromat tampak mengkilat walaupun berada dalam
lingkungan yang agresif. Passivating inhibitor juga merupakan unsur pemercepat
proses korosi apabila dalam keadaan konsentrasi rendah.
2. Cathodic Inhibitor ( Inhibitor Katodik )
Cathodic inhibitor adalah pelambatan reaksi korosi dengan mempolarisasi
reaksi katodik atau dengan cara menghambat salah satu tahap dari proses katodik,
misalnya penangkapan gas oksigen ( oxygen scavenger ) atau pengikatan ion-ion
hidrogen. contoh dari inhibitor katodik adalah hidrazin, tannin, dan garam sulfit.
3. Green Inhibitor ( Inhibitor Alam )
Penelitian mendalam tentang green inhibitor atau inhibitor alam sangatlah
penting untuk dilakukan. Jenis nhibitor ini memberikan keuntungan bagi dunia
industri dikarenakan harganya yang relatif murah dan pengaplikasiannya yang
ramah lingkungan. Efektifitas inhibitor ini sangat bergantung pada komposisi
kimia yang dimilikinya, struktur, molekul, dan afinitasnya terhadap permukaan
logam. Karena pembentukan lapisan merupakan proses adsorpsi, maka temperatur
dan tekanan dalam sistem memegang peranan penting. Inhibitor organik akan
teradsorpsi sesuai dengan muatan ion-ion inhibitor dan muatan permukaan (
Nugroho, 2011 ).
Reaksi yang terjadi pada green inhibitor contohnya adalah terjadi antara
logam dengan media korosif air laut yang mengandung ion-ion klorida yang
10
terurai dari NaCl, MgCl, KCl akan bereaksi dengan Fe dan diperkirakan
menghasilkan . Jika ion klorida yang bereaksi semakin besar, maka
yang dihasilkan akan semakin besar juga. Ion klorida pada reaksi tersebut akan
menyerang besi (Fe) yang menyebabkan besi terkorosi menjadi : +
dan reaksi antara dengan inhibitor ekstrak bahan alam menghasilkan
senyawa kompleks. Pada umumnya senyawa-senyawa organik yang dapat
digunakan adalah senyawa-senyawa yang mampu membentuk senyawa kompleks
baik kompleks yang terlarut maupun kompleks yang mengendap. Oleh karena itu
diperlukan adanya gugus-gugus fungsi yang mengandung atom-atom yang
mampu membentuk ikatan kovalen koordinasi, misalnya atom nitrogen, belerang,
pada suatu senyawa tertentu. Produk yang terbentuk di atas mempunyai kestabilan
yang tinggi dibanding dengan Fe saja, sehingga sampel besi atau baja yang
diberikan inhibitor ekstrak bahan alam akan lebih tahan ( terproteksi ) terhadap
korosi.
4. Vapor Phase Inhibitor ( Inhibitor Uap )
Inhibitor bentuk uap adalah senyawa yang dialirkan di dalam sistem
tertutup ke bagian yang terkena korosi dengan penguapan dari asalnya. Di dalam
ketel uap, dasar senyawa yang mudah menguap ( Volatil ) seperti morpholine atau
ethyline diamine dicampur dengan uap air untuk mencegah karat di dalam tube
kondenser dengan menetralisir karbon dioksida yang bersifat asam. Senyawa jenis
ini menghambat proses korosi dengan menciptakan suasana yang alkalin. Di
dalam ruang uap yang tertutup seperti kontainer kapal, zat padat yang volatil
seperti garam nitrit, karbonat dan benzoat dari dicyclohexilamine,
11
cyclohexilamine dan hexylamethylene amine dipergunakan sebagai penghambat
sarana proses korosi. mekanisme penghambatan korosinya tidak jelas namun yang
pasti adalah bahwa bagian organik dari molekulnya sajalah yang memberi sifat
volatilitas.
Dalam penelitian ini digunakan inhibitor jenis Green Inhibitor dengan
memanfaatkan ekstrak kopi sebagai bahan utamanya, kandungan senyawa organik
yang terkandung dalam ekstrak kopi sangat baik digunakan dalam menghambat
laju reaksi korosi. Alasan lain dipilihnya Green Inhibitor adalah sifatnya yang
ramah lingkungan tanpa menimbulkan efek negatif dalam pengaplikasiannya
sehingga tidak mencemari lingkungan maupun meberikan dampak buruk kepada
manusia yang berinteraksi langsung dengan baja St 37.
2.1.1 Aplikasi Inhibitor
Ada berbagai cara pengaplikasian inhibitor untuk meredam laju reaksi
korosi yang terjadi, yaitu dengan cara perendaman spesimen uji ke dalam larutan
inhibitor selama beberapa waktu sehingga inhibitor membentuk lapisan di
permukaan spesimen, yang nantinya lapisan tersebut akan melindungi spesimen
uji dari reaksi korosi yang terjadi, atau dengan cara pencampuran inhibitor ke
dalam media korosi dengan takaran tertentu untuk menguji inhibitor tersebut
dalam media korosif untuk menghambat terjadinya reaksi korosi yang diakibatkan
oleh lingkungan korosif, misalnya pada lingkungan seperti natrium klorida dan
asam klorida. kemampuan inhibisi korosi dari setiap inhibitor berbeda-beda,
tergantung pada kandungan senyawa yang terkandung dalam inhibitor itu sendiri.
12
Dalam pengujian ini akan digunakan inhibitor ekstrak kopi yang mengandung
senyawa-senyawa organik penting untuk menghambat laju reaksi korosi misalnya
kandungan unsur nitrogen yang berfungsi sebagai pendonor elektron terhadap
logam dan juga kandungan kafein yang merupakan alkaloid yang sangat baik
untuk meredam laju reaksi korosi, dengan pengaplikasian pencampuran larutan
inhibitor ke dalam media korosif asam klorida dan natrium klorida dengan jumlah
takaran tertentu, yang nantinya kemampuan inhibitor ekstrak kopi dalam meredam
laju reaksi korosi yang terjadi, akan dihitung menggunakan metode pengurangan
berat ( weight loss ) .
2.1.2 Penelitian Sebelumnya Penggunaan Green Inhibitor Korosi
Dalam berbagai penelitian sebelumnya yang telah di lakukan untuk
meredam dampak negatif dari reaksi korosi menggunakan inhibitor berbahan
alami atau green inhibitor, telah membuktikan bahwa kandungan senyawa-
senyawa organik yang terkandung dalam bahan-bahan alami tersebut efektif
dalam meredam atau menghambat laju reaksi korosi yang terjadi. Berbagai
penelitian tersebut antara lain :
1. “Pengendalian laju korosi baja st 37 dalam medium asam klorida dan natrium
klorida menggunakan inhibitor ekstrak daun teh”. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Desi Mitra Sari, 2014. ini menggunakan inhibitor ekstrak daun
teh yang termasuk dalam golongan green inhibitor. Kesimpulan dari pengujian
ini membuktikan bahwa dengan perendaman selama 4 hari di dapatkan
penurunan nilai laju korosi seiring dengan kenaikan konsentrasi inhibitor yang
13
diberikan baik pada media korosi asam klorida 3% maupun natrium klorida 3%
dengan nilai efektifitas tertinggi mencapai 92%. Terjadi kenaikan nilai efisiensi
inhibisi seiring dengan penambahan ekstrak daun teh 1% hingga 10% dan dari
analisis potensiodinamik memperlihatkan adanya penurunan nilai laju korosi.
2. “Pengaruh konsentrasi inhibitor ekstrak daun kakao (Theobroma cacao)
terhadap laju korosi baja hardox 450”. Penelitian tersebut telah dilakukan oleh
Anike Malfinora, 2014. yang menggunakan ekstrak daun kakao untuk
meredam laju korosi pada baja hardox 450. Dalam pengujian ini menggunakan
media korosi 3% dan 3% dengan perendaman selama 5 hari,
disimpulkan bahwa ekstrak daun kakao dapat digunakan sebagai inhibitor
korosi baja Hardox 450. Berdasarkan metode weight loss dengan variasi
konsentrasi inhibitor ekstrak daun kakao yang diberikan 1% sampai dengan
10%, nilai efisiensi inhibisi tertinggi pada media 3% terjadi saat
pemberian konsentrasi inhibitor sebesar 10% yaitu 63,89%. Sedangkan pada
media 3% efisiensi inhibisi tertinggi juga terjadi saat pemberian
inhibitor ekstrak daun kakao dengan konsentrasi sebesar 10% yaitu 56,61% .
3. “Pengaruh inhibitor ekstrak daun pepaya terhadap korosi baja karbon
SCHEDULE 40 GRADE B ERW dalam media air laut dan air tawar”.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Handani, 2014. Memiliki kesimpulan
bahwa laju korosi pada baja schedule 40 grade B ERW yang telah dilapisi
ekstrak daun pepaya baik dalam media air tawar maupun air laut pada semua
variasi waktu perendaman mengalami penurunan yang signifikan. Efisiensi
inhibisi ekstrak daun pepaya meningkat seiring bertambahnya waktu
14
perendaman, dan mencapai nilai optimum pada hari ke 4 dengan efisiensi
sebesar 78,49% dalam media air tawar dan 78,63% dalam media air laut.
4. “Pengaruh waktu perendaman dan konsentrasi ekstrak daun jambu biji (
Psidiumguajava, Linn ) sebagai inhibitor terhadap laju korosi baja SS 304
dalam larutan garam dan asam”. Penelitian yang telah dilakukan oleh Farida
Ali, 2014. Digunakan ekstrak daun jambu biji untuk meredam laju reaksi
korosi pada baja SS 304 dengan konsentrasi campuran inhibitor 0 ml, 2,5 ml,
7,5 ml dan 10 ml pada kedua media korosi larutan garam dan asam dengan
lama perendaman 1 hari, 2 hari, 4 hari dan 6 hari dan di dapatkan nilai
efektifitas inhibitor ekstrak daun jambu biji tertinggi pada larutan asam dengan
inhibitor 1000 ppm perendaman selama 4 hari menunjukan nilai efektifitas
sebesar 56,29%.
5. “Laju korosi dan struktur permukaan baja ST 42 pada variasi larutan asam
klorida (HCl) dengan inhibitor organik ekstrak ubi ungu”. Penelitian yang telah
dilakukan oleh Rozi AS, 2017. Digunakan inhibitor ekstrak ubi ungu untuk
meredam laju reaksi korosi pada baja ST 42 dengan konsentrasi penambahan
inhibitor pada larutan media korosi sebanyak 0 ml, 25 ml dan 50 ml dengan
lama perendaman spesimen selama 6 hari, 12 hari dan 18 hari. Memiliki
kesimpulan bahwa konsentrasi inhibitor ekstrak ubi ungu semakin banyak
maka laju korosinya semakin lambat, pada konsentasi inhibitor 50 ml dengan
lama perendaman 18 hari menunjukan penurunan laju reaksi korosi yang paling
maksimal. Jenis korosi yang terjadi pada penelitian adalah jenis korosi merata.
15
Penelitian yang saya lakukan untuk menguji ekstrak kopi dalam
kemampuannya menghambat laju korosi ini menggunakan media korosi asam
klorida dan natrium klorida dimana media ini sangat efektif untuk menciptakan
lingkungan yang korosif, sehingga reaksi korosi akan mudah terjadi. Spesimen
yang digunakan adalah baja karbon St 37, baja karbon ini sering digunakan dalam
berbagai konstruksi, sehingga sangat rentan terhadap reaksi korosi yang terjadi
pada lingkungan-lingkungan korosif yang bervariasi. Lama perendaman dalam
pengujian ini adalah 18 hari dikarenakan reaksi korosi akan mudah dilihat mulai
pada hari ke 6 dan seterusnya. Penelitian ini akan membuktikan kemampuan
ekstrak kopi untuk menghibisi baja karbon St 37 pada reaksi korosi, dalam
lingkungan korosif yang ekstrim yaitu media asam klorida dan natrium klorida.
2.2 Kopi
Indonesia adalah negara penghasil kopi ke 3 terbesar di dunia, dengan
kondisi alam di indonesia sangat subur dan sangat cocok untuk pertumbuhan dari
kopi itu sendiri. Dalam pemanfaatannya kopi sering kali digunakan oleh
masyarakat indonesia sebagai minuman maupun bahan olahan makanan, dengan
kandungan kafeinnya yang sangat tinggi sering kali kopi dimanfaatkan sebagai
minuman pencegah kantuk. Dalam penelitian yang saya lakukan akan
memanfaatkan kopi sebagai inhibitor reaksi korosi dengan kandungan-kandungan
senyawa organik yang terkandung dalam kopi yang sangat baik menghambat laju
reaksi korosi, kopi memiliki unsur nitrogen yang berfungsi sebagai pendonor
elektron terhadap logam Fe2+ untuk membentuk senyawa kompleks dan juga
mengandung lignin yang nantinya melapisi logam dan memberikan perlindungan
16
terhadap reaksi korosi. kopi mengandung kafein yang merupakan alkaloid yang
mempunyai cincin purin dan termasuk derivate dari methil xanthine dengan BM
194,14 specific gravity 1,23. Rumus molekul dari kafein yang terkandung dalam
kopi adalah . Efektivitas ekstrak kopi sebagai inhibitor korosi tidak
terlepas dari kandungan nitrogen yang terdapat dalam senyawa kimianya. Ada
berbagai jenis kopi yang terdapat di indonesia antara lain :
Kopi Sumatera
Kopi Sulawesi
Kopi Aceh Gayo
Kopi Bali Kintamani
Kopi Papua Wamena
Kopi Flores Bajawa
Kopi Jawa
Dalam penelitian ini menggunakan kopi jenis kopi jawa, dikarenakan kopi
jawa mudah dicari dan kandungan dari berbagai jenis kopi tersebut memiliki
kandungan senyawa-senyawa organik yang hampir sama dan kandungan kafein
yang relatif sama juga, hanya berbeda dari bentuk biji kopinya dan aroma dari
setiap kopi yang memiliki sedikit perbedaan.
2.2.1 Ekstrak Kopi
Kandungan dari kopi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kandungan senyawa-senyawa organiknya, untuk mendapatkan senyawa-senyawa
organik tersebut maka perlu dilakukan pengekstrakkan untuk memisahkan
17
kandungan senyawa organik dengan ampas dari biji kopi itu sendiri. Cara yang
dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kopi adalah dengan menghaluskan biji kopi
menjadi serbuk kopi, yang kemudian dipersiapkan air dengan perbandingan 1:3 (
1 kopi : 3 air ) di padukan lalu direbus pada suhu antara 70°-80°C sambil sesekali
diaduk perlahan selama 12 menit. Setelah maksimal direbus selama 12 menit lalu
tuangkan dan saring untuk memisah antara ampas kopi dengan ekstrak kopi
sehingga di dapatkan ekstrak kopi murni tanpa tercampur ampas dari kopi.
Ekstrak kopi inilah yang nantinya akan digunakan dalam penelitian
dengan media korosi asam klorida dan natrium klorida, dengan takaran tertentu
untuk melihat kemampuannya dalam meredam reaksi korosi yang terjadi pada
baja St 37. Kandungan senyawa organik unsur nitrogen dan juga kafein yang
merupakan alkaloid diharapkan efisien dalam menghambat laju reaksi korosi yang
terjadi.
2.3 Korosi
Korosi adalah proses perusakan logam oleh reaksi kimia antara logam
dengan zat-zat yang berada di lingkungannya sehingga menimbulkan senyawa
yang tak di kehendaki dan mengakibatkan kerusakan struktur logam tersebut,
sehingga mempengaruhi kualitas dari logam menjadi semakin menurun dari
waktu ke waktu di karenakan korosi akan mengurangi massa dari logam.
Korosi dapat terjadi apabila ada reaksi kimia maupun elektrokimia antara
anoda dan katoda dan juga beberapa faktor utama harus terpenuhi agar korosi
dapat terjadi antara lain :
18
1. Material
Dalam peristiwa korosi material bersifat sebagai anoda. Anoda adalah
fariabel dalam suatu reaksi dimana anoda akan mengalami proses oksidasi
sehingga elektron-elektron dari gugusan atom material akan terlepas, oleh karena
itu senyawa-senyawa ion logam yang terkandung dalam material menjadi
senyawa ion bebas yang mengakibatkan berkurangnya massa dari logam.
Penelitian yang akan dilakukan akan menggunakan baja St 37 yang
tergolong dalam golongan baja karbon rendah dengan kandungan karbon yang
hanya 0,17%, dengan sifat ulet dan tangguh. baja St 37 sering digunakan sebagai
bahan konstruksi dan bahan pipa air, sehingga sangat diperlukan perlindungan
korosi yang ramah lingkungan dikarenakan seringnya baja St 37 berinteraksi
langsung dengan lingkungan maupun manusia.
2. Lingkungan
Lingkungan dalam reaksi korosi akan bersifat sebagai katoda. Katoda
adalah bagian dari reaksi korosi yang dimana akan mengalami reduksi atau
menerima elktron yang lepas dari proses oksidasi anoda.
Lingkungan korosif yang baik agar reaksi korosi cepat terjadi dibutuhkan
dalam penelitian, agar dalam waktu yang tidak lama reaksi korosi dapat dilihat
atau diamati. Oleh karena itu dipilih asam klorida dan natrium klorida yang
merupakan larutan media korosi yang baik, agar mempercepat reaksi korosi pada
spesimen uji yaitu baja St 37.
19
3.Reaksi material dengan lingkungan
Korosi dapat terjadi apabila terjadi kontak langsung antara material dan
lingkungan sehingga akan timbul reaksi oksidasi dan reduksi dimana material
sebagai anoda dan lingkungan sebagai katoda.
Dalam penelitian ini reaksi yang terjadi antara material yaitu baja St 37
dengan lingkungan korosif yaitu asam klorida dan natrium klorida, dimana
material baja St 37 berperan sebagai anoda yang akan mengalami proses oksidasi
atau proses pelepasan elektron, dan alektron yang lepas tersebut akan diserap oleh
lingkungan korosif yaitu asam klorida dan natrium klorida yang berperan sebagai
katoda atau penerima elektron, sehingga reaksi yang terjadi akan menimbulkan
dampak buruk berupa penurunan kualitas dan juga kehilangan massa yang dialami
oleh baja St 37. Reaksi yang terjadi antara material dengan lingkungan dan
menimbulkan dampak negatif, itulah yang disebut reaksi korosi, yang kemudian
akan di redam menggunakan larutan ekstrak kopi yang berperan sebagai inhibitor
korosi.
4. Elektrolit
Elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Senyawa
elektrolit adalah senyawa yang apabila dilarutkan dalam air akan mengalami
ionisasi. Umumnya senyawa elektrolit berupa senyawa asam, basa dan garam
yang terdiri dari ion positif dan ion negatif pada saat pembentukannya. Elektrolit
sangat berperan dalam terbentuknya raksi korosi dikarenakan mengandung ion-
20
ion yang mampu menghantarkan electroequivalen force sehingga dapat terjadi
reaksi korosi. Contoh : HCl, NaCl, NaOH.
Dalam penelitian ini digunakan larutan elektrolit yaitu asam klorida (HCl)
dan natrium klorida (NaCl). Tergolong dalam larutan elektrolit yang dapat
mengahantarkan arus listrik dengan baik agar tercipta reaksi redoks yaitu reaksi
reduksi dan oksidasi yang merupakan reaksi-reaksi yang diperlukan untuk
terjadinya reaksi korosi pada baja St 37.
2.3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Korosi
1. Temperatur
Kenaikan temperatur dapat berpengaruh pada reaksi korosi, dengan
naiknya temperatur akan membuat laju korosi ikut meningkat begitu juga
sebaliknya jika temperatur rendah maka laju korosi akan ikut melambat.
Temperatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah temperatur/suhu
kamar yang berkisar antara rentang kurang lebih antara 20 – 25 derajat celcius
(°C), dikarenakan pada rentang suhu tersebut laju korosi akan stabil tanpa
mengalami pengurangan laju maupun kenaikan laju.
2. Adanya Zat Pengotor
Zat pengotor yang terdapat pada permukaan logam mengakibatkan adanya
reaksi reduksi tambahan yang berpengaruh pada proses oksidasi logam sehingga
atom logam banyak yang teroksidasi. Contohnya pada pembakaran BBM
menghasilkan tumpukan debu karbon yang menutupi permukaan material
21
mengakibatkan bertambah cepatnya reaksi reduksi oksigen yang terjadi pada
permukaan material. Oleh karena itu reaksi korosi menjadi lebih cepat.
Dalam penelitian ini spesimen material uji akan dibersihkan agar terhindar
dari adanya zat-zat pengotor yang nantinya akan menimbulkan adanya reaksi
reduksi tambahan yang mengakibatkan logam lebih banyak mengalami proses
oksidasi sehingga reaksi korosi yang terjadi terpengaruh oleh adanya zat pengotor.
3. Oksigen ( )
Oksigen sangat berperan dalam proses korosi karena oksigen mengalami
reduksi pada bagian besi yang bertindak sebagai katoda. Berdasarkan hal tersebut
maka semakin banyak oksigen di suatu tempat akan semakin cepat korosi logam
di dalamnya terjadi.
Dalam penelitian ini kadar oksigen tidak akan mngalami perubahan, tanpa
ada pengurangan maupun penambahan. Kadar oksigen yang digunakan adalah
kadar oksigen yang terkandung dalam udara normal yaitu berkisar kurang lebih
20,95% dari kandungan gas-gas yang terkandung dalam udara yaitu 78,09%
nitrogen, 20,95% oksigen, 0,93% argon, 0,04% karbon dioksida dan gas-gas lain
yang terdiri dari neon, helium, metana, kripton, hidrogen, xenon, ozon, radon.
4. Air ( ) dan Kelembapan Udara
Sama seperti oksigen, air juga berpengaruh dalam proses korosi. semakin
sering logam terkena air maka akan semakin cepat logam tersebut mengalami
korosi. Selain itu keberadaan uap air di udara yang dinyatakan sebagai
22
kelembapan udara juga mempengaruhi korosi pada logam. Dalam hal ini udara
yang banyak mengandung uap air akan sangat mempengaruhi proses korosi.
Dalam penelitian ini air akan digunakan sebagai campuran larutan
elektrolit yang berupa asam klorida dan natrium klorida agar larutan elektrolit
dapat berionisasi dan menghantarkan elektron dengan baik sehingga reaksi redoks
pada proses korosi berjalan dengan baik. Takaran air akan di tentukan dan di
campur dengan larutan elektrolit yang berperan sebagai media korosi dan di
campur juga dengan larutan ekstrak kopi yang berperan sebagai inhibitor korosi.
5. Kontak Dengan Zat Elektrolit
Zat-zat elektrolit terutama asam dan garam merupakan zat yang dapat
mempercepat laju korosi logam. Contohnya pada peristiwa hujan asam dapat
memicu proses korosi pada peralatan yang terbuat dari logam, begitu juga dengan
air laut yang banyak mengandung garam dapat memicu terjadinya korosi pada
badan kapal yang terbuat dari logam.
Dalam penelitian ini kontak antara spesimen uji baja St 37 dengan zat
elektrolit akan mengalami kontak secara langsung dalam proses pencelupan
spesimen uji, yang akan menimbulkan reaksi reduksi pada larutan elektrolit yang
berperan sebagi lingkungan atau disebut sebagai katoda yang akan menerima
elektron yang terlepas oleh reaksi oksidasi yang terjadi pada spesimen uji atau
bisa disebut sebagai anoda. Reaksi-reaksi tersebut menimbulkan korosi yang
terjadi pada spesimen uji yang nantinya akan di redam oleh inhibitor ekstrak kopi.
23
6. Adanya Mikroba
Terdapatnya koloni mikroba pada permukaan logam akan berpengaruh
pada laju korosi, terdapatnya mikroba tersebut mempercepat laju korosi yang
terjadi, dikarenakan kemampuan mikroba mendegradasi logam untuk memperoleh
energi melalui reaksi redoks untuk menunjang hidup mikroba. Jenis-jenis mikroba
yang dapat menyebabkan korosi antara lain : bakteri oksidasi sulfur oksida,
bakteri besi mangan oksida, bakteri reduksi sulfat.
Dalam penelitian ini tanpa menggunakan mikroba dikarenakan mikroba
akan mendorong laju reaksi korosi yang terjadi sehingga reaksi korosi akan
berlangsung lebih cepat. proses reaksi korosi akan berlangsung secara normal
tanpa dipercepat dengan penambahan mikroba maupun dengan kenaikan suhu,
spesimen akan dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian korosi
pada larutan elektrolit.
Gambar 2.1 Korosi oleh mikroba
24
7. Ph
Pada kondisi pH < 7 yaitu pada lingkungan asam korosi yang terjadi akan
semakin besar, dikarenakan terjadinya reaksi reduksi tambahan pada daerah
katoda. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya atom logam yang teroksidasi yang
mengakibatkan laju korosi pada permukaan logam akan semakin meningkat.
Reaksi reduksi pada katoda yang terjadi yaitu :
2H+(aq) + 2e- → H2
Perhitungan Ph adalah untuk menentukan bahwa larutan yang digunakan
bersifat asam maupun basa, dalam penelitian ini larutan yang digunakan adalah
larutan yang tergolong kedalam larutan asam kuat yaitu asam klorida dan natrium
klorida dengan sifat yang sudah pasti bersifat asam. Perhitungan Ph akan sangat
diperlukan jika larutan yang digunakan belum teridentifikasi larutan tersebut
tergolong dalam basa maupun asam seperti pada air laut dan air hujan.
2.3.2 Bentuk-bentuk korosi
Korosi dibedakan menjadi berbagai macam bentuk berdasarkan penyebab
korosi, bentuk dari kerusakan yang dihasilkan, lingkungan dimana korosi terjadi
dan jenis material yang diserang, bentuk dari korosi tersebut diantaranya :
a. Pitting Corrosion ( korosi sumuran )
b. Crevice Corrosion ( korosi celah )
c. Galvanic Corrosion ( korosi galvanis )
25
d. Uniform Corrosion ( korosi merata )
e. Erosion Corrosionand Fretting ( korosi erosi )
f. Stress Corrosion Cracking ( korosi tegangan )
g. Intergranular Corrosion ( korosi batas butir )
1. Pitting Corrosion ( korosi sumuran )
Korosi sumuran adalah korosi lokal yang secara selektif menyerang bagian
permukaan logam yang selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan
mekanik maupun mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan
oleh tegangan tarik yang dialami, mempunyai komposisi heterogen, segregasi atau
presipitasi. Pencegahannya dapat dilakukan dengan penambahan inhibitor yang
sesuai dengan lingkungannya, atau dengan cara meletakkan material tegak berdiri
agar tidak ada genangan air pada permukaan logam. (J.Chamberlain, KR.
Trethewey / Korosi untuk mahasiswa dan rekayasawan : 141-142)
Gambar 2.2 Korosi sumuran yang terjadi akibat perlakuan mekanik
26
2. Crevice Corrosion ( korosi celah )
Korosi celah adalah korosi yang terjadi pada celah diantara dua
komponen. Mekanisme terjadinya diawali dengan terjadi korosi merata di luar dan
di dalam celah sehingga menimbulkan oksidasi logam dan reduksi oksigen.
Apabila oksigen di dalam celah telah hilang, sedangkan oksigen di luar celah
masih banyak maka akibatnya permukaan logam yang terhubung dengan bagian
luar menjadi katoda dan permukaan logam di dalam celah menjadi anoda
sehingga korosi celah terbentuk. Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara
menutup celah sambungan menggunakan pengelasan menerus atau dengan
soldering.
Gambar 2.3 Korosi celah pada paku
3. Galvanic Corrosion ( korosi galvanis )
Korosi galvanis adalah korosi yang terjadi apabila ada dua logam yang
tidak sama dihubungkan, dalam suatu larutan korosif . elektron akan mengalir dari
logam yang kurang mulia (anodik) menuju logam yang lebih mulia (katodik) yang
27
berakibat logam yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif dikarenakan
kehilangan elektron. Ion-ion positif logam bereaksi dengan ion negatif yang
berada di dalam elektrolit menjadi garam metal. Oleh karena peristiwa tersebut
permukaan anoda kehilangan massa sehingga terbentuklah sumur-sumur karat
atau jika merata disebut Surface Attack. Pencegahannya dapat dilakukan dengan
memilih logam dengan posisi deret sedekat mungkin ataupun dengan penambahan
inhibitor dengan cermat untuk mengurangi keagresifan logam dalam proses
korosi.
Gambar 2.4 Korosi galvanis antara baut dan mur
4. Uniform Corrosion ( korosi merata )
Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara menyeluruh pada
permukaan logam, oleh karena korosi yang terjadi secara menyeluruh pada
permukaan logam maka menimbulkan pengurangan dimensi per satuan waktu
yang cukup besar pada logam. Sehingga menimbulkan kerugian berupa
kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja diakibatkan material rapuh
terkena korosi dan juga pencemaran lingkungan di karenakan produk korosi
28
dalam bentuk senyawa dapat mencemari lingkungan. Pencegahannya dapat
dilakukan dengan melakukan pelapisan dengan cat atau dengan material yang
lebih anodik atau dengan melakukan inhibitas dan proteksi katodik.
Gambar 2.5 Korosi merata yang terjadi pada badan kapal
5. Erosion Corrosionand Fretting ( korosi erosi )
Korosi erosi adalah korosi di permukaan logam atau material yang terjadi
akibat gesekan logam dengan aliran fluida yang sangat cepat sehingga
mengakibatkan terkikisnya pemukaan logam atau dapat juga terjadi dikarenakan
gesekan mekanis yang terjadi antara dua komponen logam. Material yang
mengalami korosi erosi akan memiliki permukaan yang tajam dan kasar. Cara
mencegah korosi erosi dapat dilakukan dengan memilih material dengan
ketahanan erosi yang lebih baik atau dengan perubahan pada lingkungan dan
penambahan inhibitor.
29
Gambar 2.6 Korosi erosi yang terjadi akibat gesekan dengan aliran fliuda
6. Stress Corrosion Cracking ( korosi tegangan )
Korosi tegangan adalah korosi dimana material mengalami keretakan
diakibatkan oleh pengaruh dari lingkungannya terjadi pada paduan logam yang
mengalami tegangan tarik statis di lingkungan tertentu. Contohnya pada tembaga
rentan di larutan amonia, baja karbon rentan terhadap nitrat dan baja tahan karat
sangat rentan pada lingkungan klorida panas. Dalam lingkungan tertentu tersebut
logam-logam yang rentan mengalami tegangan tarik statis maupun mengalami
tekanan statis sehingga korosi tegangan terjadi pada logam tersebut.
Gambar 2.7 Korosi tegangan
30
7. Intergranular Corrosion ( korosi batas butir )
Korosi intergranular adalah korosi yang terjadi akibat reaksi yang terjadi
antar unsur logam pada batas butirnya, contohnya pada baja tahan karat austenitik
jika diberikan perlakuan panas.
Gambar 2.8 Korosi batas butir akibat perlakuan panas
2.3.3 Mekanisme Reaksi korosi
Mekanisme proses korosi terjadi melalui reaksi redoks, dimana logam
dalam reaksi ini mengalami oksidasi dan oksigen mengalami reduksi. Hasil dari
reaksi korosi atau disebut karat pada logam yaitu berupa karbonat atau oksida.
Karat yang terdapat pada besi berbentuk zat berwarna coklat dengan rumus kimia
. Oksida besi atau karat dapat mengelupas sehingga permukaan yang
baru terbuka mengalami korosi secara bertahap. Berbeda dengan reaksi korosi
yang terjadi pada aluminium, hasil korosi dari aluminium berupa yang
dapat membentuk suatu lapisan yang dapat melindungi logam dari reaksi korosi
selanjutnya. Oleh karena itu komponen-komponen yang terbuat dari aluminium
lebi awet dari komponen yang terbuat dari besi.
31
Gambar 2.9 Korosi pemukaan besi pada lingkungan yang berair.
Pada korosi besi, bagian tertentu pada besi berlaku sebagai anoda, dimana besi
mengalami reaksi oksidasi :
Fe (s) + (aq) + 2e E = +0,44V
(g) + (I) + 4e 4OH E = +0,40V
Ion besi (II) yang terbentuk pada anoda selanjutnya mengalami reaksi oksidasi
sehingga membentuk ion besi (III) yang kemudian membentuk senyawa oksida
terhidrasi .
2.3.4 Laju Korosi
Laju korosi adalah kecepatan merambat suatu reaksi atau kecepatan
turunnya kualitas material yang terkena korosi terhadap waktu. Menghitung laju
korosi dapat dilakukan dengan metode kehilangan berat yaitu perhitungan laju
korosi dengan menghitung berkurangnya berat suatu material terhadap reaksi
32
korosi yang terjadi. Metode ini membutuhkan waktu untuk melihat pengurangan
berat yang terjadi pada material yang terendam larutan elektrolit di karenakan
reaksi korosi yang terjadi. Untuk menghitung laju korosi dengan metode
kehilangan berat maka digunakan rumus sebagai berikut :
Dimana :
CR = Corrosion Rate / Laju Korosi (mpy)
W = Kehilangan Berat (gram)
K = Konstanta
D = Densitas Specimen (g/ )
= Surface Area ( )
T = Eksposur Time (jam)
Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek
yang ingin diketahui laju korosinya), kekurangan berat yang terjadi pada berat
awal merupakan kehilangan berat yang terjadi pada benda uji. Kekurangan berat
tersebut di kembalikan pada rumus untuk mengetahui laju kehilangan berat yang
telah terjadi. Metode ini jika dilakukan dalam waktu yang lama maka dapat
digunakan sebagai acuan dimana lingkungan benda uji tersebut diletakkan untuk
mengetahui seberapa korosif lingkungan tersebut dan untuk digunakan sebagai
33
referensi perlakuan seperti apa yang dibutuhkan untuk meredam laju reaksi korosi
yang terjadi di lingkungan tersebut.
Satuan Laju Korosi Konstanta (K)
Mils per year (mpy) 3,45 x 10 6
Inchies per year (ipy) 3,45 x 103
Inches per month (ipm) 2,87 x 10 2
Milimeters per year (mm/y) 8,76 x 10 7
Micrometers per year (m/y) 8,76 x 104
Picometers per second (pm/s) 2,87 x 10 6
Grams per square meter per hour (g/m2 h) 1,00 x 10
4 D
A
Miligrams per square decimeter per day (mdd) 2,40 x 106 D
A
Micrograms per square meter per second (g/m2 s) 2,78 x 10
6 D
A
Tabel 1. Konstanta Perhitungan Laju Reaksi Korosi Berdasarkan Satuannya
2.4 Baja St 37
Jenis baja ST 37 merupakan standard penamaan DIN yang berarti baja
dengan kekuatan tarik 37 , memiliki komposisi 0,17% C, 0,30% Si, 0,2-
0,5% Mn, 0,05% P, 0,05% S. ST 37 memiliki kekuatan tarik sampai dengan
123.82 HV termasuk kedalam golongan baja hypoeutectic yang memiliki
kandungan struktur mikro ferrite dan pearlite. Baja ST 37 termasuk kedalam
golongan baja karbon rendah dikarenakan kandungan karbonnya yang hanya
0,17%.
Baja karbon rendah ( low carbon steel ) memiliki kandungan karbon
kurang dari 0,30% sehingga memiliki sifat lunak dan juga memilki kekuatan yang
lemah dibandingkan dengan baja karbon menengah dan baja karbon tinggi akan
tetapi baja karbon rendah memiliki sifat ulet dan tangguh yang sangat baik. Baja
karbon rendah dengan kandungan karbon kurang dari 0,30% perlu perlakuan
tambahan jika ingin melakukan modifikasi material atau ingin dilakukan
34
pengerasan material. Pada umumnya baja dengan kandungan karbon diatas 0,30%
bisa langsung dikeraskan, namun untuk kandungan karbon dibawah 0,30% harus
melalui proses penambahan karbon terlebih dahulu. Dengan sifat-sifat yang
dimiliki baja karbon rendah, maka baja karbon rendah dapat dipergunakan sebagai
baja-baja plat atau sirip, untuk bahan body kendaraan, untuk konstruksi bangunan
jembatan, untuk dibuat sebagai baut, untuk bahan pipa.