bab ii tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/41276/3/bab ii.pdfteradsorpsi sesuai dengan muatan ion-ion...

27
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inhibitor Inhibitor adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan dalam jumlah tertentu ke dalam suatu zat koroden ( lingkungan yang korosif ), dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi laju korosi yang terjadi. Terdapat beberapa jenis inhibitor, antara lain : Passivating Inhibitor ( Inhibitor Pemasif ) Cathodic Inhibitor ( Inhibitor Katodik ) Green Inhibitor ( Inhibitor Alam ) Vapor Phase Inhibitor ( Inhibitor Uap ) 1. Passivating Inhibitor Passivating Inhibitor adalah jenis inhibitor yang paling efektif dari seluruh inhibitor lainnya karena dapat melumpuhkan pengkaratan hampir secara menyeluruh, namun jenis inhibitor ini disebut sebagai inhibitor yang berbahaya, karena dalam kondisi tertentu justru akan mempercepat pengkaratan. Mekanisme dari inhibitor ini misalnya pada zat kromat, proses proteksi kromat pada permukaan baja terhadap serangan korosi adalah melalui terbentuknya formasi kombinasi antara adsorpsi ( pengumpulan gas atau cairan di permukaan ) dengan formasi oksida. Adsorpsi membantu polarisasi anoda sehingga memiliki potensial yang cukup untuk membentuk selapis tipis oksida ferrik yang terhidrasi dan

Upload: dohanh

Post on 30-Jun-2019

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inhibitor

Inhibitor adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan dalam jumlah

tertentu ke dalam suatu zat koroden ( lingkungan yang korosif ), dapat secara

efektif memperlambat atau mengurangi laju korosi yang terjadi. Terdapat

beberapa jenis inhibitor, antara lain :

Passivating Inhibitor ( Inhibitor Pemasif )

Cathodic Inhibitor ( Inhibitor Katodik )

Green Inhibitor ( Inhibitor Alam )

Vapor Phase Inhibitor ( Inhibitor Uap )

1. Passivating Inhibitor

Passivating Inhibitor adalah jenis inhibitor yang paling efektif dari seluruh

inhibitor lainnya karena dapat melumpuhkan pengkaratan hampir secara

menyeluruh, namun jenis inhibitor ini disebut sebagai inhibitor yang berbahaya,

karena dalam kondisi tertentu justru akan mempercepat pengkaratan. Mekanisme

dari inhibitor ini misalnya pada zat kromat, proses proteksi kromat pada

permukaan baja terhadap serangan korosi adalah melalui terbentuknya formasi

kombinasi antara adsorpsi ( pengumpulan gas atau cairan di permukaan ) dengan

formasi oksida. Adsorpsi membantu polarisasi anoda sehingga memiliki potensial

yang cukup untuk membentuk selapis tipis oksida ferrik yang terhidrasi dan

9

melindungi baja. Karena film oksida tersebut tidak tampak pada permukaan baja,

peralatan yang dilapisi kromat tampak mengkilat walaupun berada dalam

lingkungan yang agresif. Passivating inhibitor juga merupakan unsur pemercepat

proses korosi apabila dalam keadaan konsentrasi rendah.

2. Cathodic Inhibitor ( Inhibitor Katodik )

Cathodic inhibitor adalah pelambatan reaksi korosi dengan mempolarisasi

reaksi katodik atau dengan cara menghambat salah satu tahap dari proses katodik,

misalnya penangkapan gas oksigen ( oxygen scavenger ) atau pengikatan ion-ion

hidrogen. contoh dari inhibitor katodik adalah hidrazin, tannin, dan garam sulfit.

3. Green Inhibitor ( Inhibitor Alam )

Penelitian mendalam tentang green inhibitor atau inhibitor alam sangatlah

penting untuk dilakukan. Jenis nhibitor ini memberikan keuntungan bagi dunia

industri dikarenakan harganya yang relatif murah dan pengaplikasiannya yang

ramah lingkungan. Efektifitas inhibitor ini sangat bergantung pada komposisi

kimia yang dimilikinya, struktur, molekul, dan afinitasnya terhadap permukaan

logam. Karena pembentukan lapisan merupakan proses adsorpsi, maka temperatur

dan tekanan dalam sistem memegang peranan penting. Inhibitor organik akan

teradsorpsi sesuai dengan muatan ion-ion inhibitor dan muatan permukaan (

Nugroho, 2011 ).

Reaksi yang terjadi pada green inhibitor contohnya adalah terjadi antara

logam dengan media korosif air laut yang mengandung ion-ion klorida yang

10

terurai dari NaCl, MgCl, KCl akan bereaksi dengan Fe dan diperkirakan

menghasilkan . Jika ion klorida yang bereaksi semakin besar, maka

yang dihasilkan akan semakin besar juga. Ion klorida pada reaksi tersebut akan

menyerang besi (Fe) yang menyebabkan besi terkorosi menjadi : +

dan reaksi antara dengan inhibitor ekstrak bahan alam menghasilkan

senyawa kompleks. Pada umumnya senyawa-senyawa organik yang dapat

digunakan adalah senyawa-senyawa yang mampu membentuk senyawa kompleks

baik kompleks yang terlarut maupun kompleks yang mengendap. Oleh karena itu

diperlukan adanya gugus-gugus fungsi yang mengandung atom-atom yang

mampu membentuk ikatan kovalen koordinasi, misalnya atom nitrogen, belerang,

pada suatu senyawa tertentu. Produk yang terbentuk di atas mempunyai kestabilan

yang tinggi dibanding dengan Fe saja, sehingga sampel besi atau baja yang

diberikan inhibitor ekstrak bahan alam akan lebih tahan ( terproteksi ) terhadap

korosi.

4. Vapor Phase Inhibitor ( Inhibitor Uap )

Inhibitor bentuk uap adalah senyawa yang dialirkan di dalam sistem

tertutup ke bagian yang terkena korosi dengan penguapan dari asalnya. Di dalam

ketel uap, dasar senyawa yang mudah menguap ( Volatil ) seperti morpholine atau

ethyline diamine dicampur dengan uap air untuk mencegah karat di dalam tube

kondenser dengan menetralisir karbon dioksida yang bersifat asam. Senyawa jenis

ini menghambat proses korosi dengan menciptakan suasana yang alkalin. Di

dalam ruang uap yang tertutup seperti kontainer kapal, zat padat yang volatil

seperti garam nitrit, karbonat dan benzoat dari dicyclohexilamine,

11

cyclohexilamine dan hexylamethylene amine dipergunakan sebagai penghambat

sarana proses korosi. mekanisme penghambatan korosinya tidak jelas namun yang

pasti adalah bahwa bagian organik dari molekulnya sajalah yang memberi sifat

volatilitas.

Dalam penelitian ini digunakan inhibitor jenis Green Inhibitor dengan

memanfaatkan ekstrak kopi sebagai bahan utamanya, kandungan senyawa organik

yang terkandung dalam ekstrak kopi sangat baik digunakan dalam menghambat

laju reaksi korosi. Alasan lain dipilihnya Green Inhibitor adalah sifatnya yang

ramah lingkungan tanpa menimbulkan efek negatif dalam pengaplikasiannya

sehingga tidak mencemari lingkungan maupun meberikan dampak buruk kepada

manusia yang berinteraksi langsung dengan baja St 37.

2.1.1 Aplikasi Inhibitor

Ada berbagai cara pengaplikasian inhibitor untuk meredam laju reaksi

korosi yang terjadi, yaitu dengan cara perendaman spesimen uji ke dalam larutan

inhibitor selama beberapa waktu sehingga inhibitor membentuk lapisan di

permukaan spesimen, yang nantinya lapisan tersebut akan melindungi spesimen

uji dari reaksi korosi yang terjadi, atau dengan cara pencampuran inhibitor ke

dalam media korosi dengan takaran tertentu untuk menguji inhibitor tersebut

dalam media korosif untuk menghambat terjadinya reaksi korosi yang diakibatkan

oleh lingkungan korosif, misalnya pada lingkungan seperti natrium klorida dan

asam klorida. kemampuan inhibisi korosi dari setiap inhibitor berbeda-beda,

tergantung pada kandungan senyawa yang terkandung dalam inhibitor itu sendiri.

12

Dalam pengujian ini akan digunakan inhibitor ekstrak kopi yang mengandung

senyawa-senyawa organik penting untuk menghambat laju reaksi korosi misalnya

kandungan unsur nitrogen yang berfungsi sebagai pendonor elektron terhadap

logam dan juga kandungan kafein yang merupakan alkaloid yang sangat baik

untuk meredam laju reaksi korosi, dengan pengaplikasian pencampuran larutan

inhibitor ke dalam media korosif asam klorida dan natrium klorida dengan jumlah

takaran tertentu, yang nantinya kemampuan inhibitor ekstrak kopi dalam meredam

laju reaksi korosi yang terjadi, akan dihitung menggunakan metode pengurangan

berat ( weight loss ) .

2.1.2 Penelitian Sebelumnya Penggunaan Green Inhibitor Korosi

Dalam berbagai penelitian sebelumnya yang telah di lakukan untuk

meredam dampak negatif dari reaksi korosi menggunakan inhibitor berbahan

alami atau green inhibitor, telah membuktikan bahwa kandungan senyawa-

senyawa organik yang terkandung dalam bahan-bahan alami tersebut efektif

dalam meredam atau menghambat laju reaksi korosi yang terjadi. Berbagai

penelitian tersebut antara lain :

1. “Pengendalian laju korosi baja st 37 dalam medium asam klorida dan natrium

klorida menggunakan inhibitor ekstrak daun teh”. Penelitian yang telah

dilakukan oleh Desi Mitra Sari, 2014. ini menggunakan inhibitor ekstrak daun

teh yang termasuk dalam golongan green inhibitor. Kesimpulan dari pengujian

ini membuktikan bahwa dengan perendaman selama 4 hari di dapatkan

penurunan nilai laju korosi seiring dengan kenaikan konsentrasi inhibitor yang

13

diberikan baik pada media korosi asam klorida 3% maupun natrium klorida 3%

dengan nilai efektifitas tertinggi mencapai 92%. Terjadi kenaikan nilai efisiensi

inhibisi seiring dengan penambahan ekstrak daun teh 1% hingga 10% dan dari

analisis potensiodinamik memperlihatkan adanya penurunan nilai laju korosi.

2. “Pengaruh konsentrasi inhibitor ekstrak daun kakao (Theobroma cacao)

terhadap laju korosi baja hardox 450”. Penelitian tersebut telah dilakukan oleh

Anike Malfinora, 2014. yang menggunakan ekstrak daun kakao untuk

meredam laju korosi pada baja hardox 450. Dalam pengujian ini menggunakan

media korosi 3% dan 3% dengan perendaman selama 5 hari,

disimpulkan bahwa ekstrak daun kakao dapat digunakan sebagai inhibitor

korosi baja Hardox 450. Berdasarkan metode weight loss dengan variasi

konsentrasi inhibitor ekstrak daun kakao yang diberikan 1% sampai dengan

10%, nilai efisiensi inhibisi tertinggi pada media 3% terjadi saat

pemberian konsentrasi inhibitor sebesar 10% yaitu 63,89%. Sedangkan pada

media 3% efisiensi inhibisi tertinggi juga terjadi saat pemberian

inhibitor ekstrak daun kakao dengan konsentrasi sebesar 10% yaitu 56,61% .

3. “Pengaruh inhibitor ekstrak daun pepaya terhadap korosi baja karbon

SCHEDULE 40 GRADE B ERW dalam media air laut dan air tawar”.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Sri Handani, 2014. Memiliki kesimpulan

bahwa laju korosi pada baja schedule 40 grade B ERW yang telah dilapisi

ekstrak daun pepaya baik dalam media air tawar maupun air laut pada semua

variasi waktu perendaman mengalami penurunan yang signifikan. Efisiensi

inhibisi ekstrak daun pepaya meningkat seiring bertambahnya waktu

14

perendaman, dan mencapai nilai optimum pada hari ke 4 dengan efisiensi

sebesar 78,49% dalam media air tawar dan 78,63% dalam media air laut.

4. “Pengaruh waktu perendaman dan konsentrasi ekstrak daun jambu biji (

Psidiumguajava, Linn ) sebagai inhibitor terhadap laju korosi baja SS 304

dalam larutan garam dan asam”. Penelitian yang telah dilakukan oleh Farida

Ali, 2014. Digunakan ekstrak daun jambu biji untuk meredam laju reaksi

korosi pada baja SS 304 dengan konsentrasi campuran inhibitor 0 ml, 2,5 ml,

7,5 ml dan 10 ml pada kedua media korosi larutan garam dan asam dengan

lama perendaman 1 hari, 2 hari, 4 hari dan 6 hari dan di dapatkan nilai

efektifitas inhibitor ekstrak daun jambu biji tertinggi pada larutan asam dengan

inhibitor 1000 ppm perendaman selama 4 hari menunjukan nilai efektifitas

sebesar 56,29%.

5. “Laju korosi dan struktur permukaan baja ST 42 pada variasi larutan asam

klorida (HCl) dengan inhibitor organik ekstrak ubi ungu”. Penelitian yang telah

dilakukan oleh Rozi AS, 2017. Digunakan inhibitor ekstrak ubi ungu untuk

meredam laju reaksi korosi pada baja ST 42 dengan konsentrasi penambahan

inhibitor pada larutan media korosi sebanyak 0 ml, 25 ml dan 50 ml dengan

lama perendaman spesimen selama 6 hari, 12 hari dan 18 hari. Memiliki

kesimpulan bahwa konsentrasi inhibitor ekstrak ubi ungu semakin banyak

maka laju korosinya semakin lambat, pada konsentasi inhibitor 50 ml dengan

lama perendaman 18 hari menunjukan penurunan laju reaksi korosi yang paling

maksimal. Jenis korosi yang terjadi pada penelitian adalah jenis korosi merata.

15

Penelitian yang saya lakukan untuk menguji ekstrak kopi dalam

kemampuannya menghambat laju korosi ini menggunakan media korosi asam

klorida dan natrium klorida dimana media ini sangat efektif untuk menciptakan

lingkungan yang korosif, sehingga reaksi korosi akan mudah terjadi. Spesimen

yang digunakan adalah baja karbon St 37, baja karbon ini sering digunakan dalam

berbagai konstruksi, sehingga sangat rentan terhadap reaksi korosi yang terjadi

pada lingkungan-lingkungan korosif yang bervariasi. Lama perendaman dalam

pengujian ini adalah 18 hari dikarenakan reaksi korosi akan mudah dilihat mulai

pada hari ke 6 dan seterusnya. Penelitian ini akan membuktikan kemampuan

ekstrak kopi untuk menghibisi baja karbon St 37 pada reaksi korosi, dalam

lingkungan korosif yang ekstrim yaitu media asam klorida dan natrium klorida.

2.2 Kopi

Indonesia adalah negara penghasil kopi ke 3 terbesar di dunia, dengan

kondisi alam di indonesia sangat subur dan sangat cocok untuk pertumbuhan dari

kopi itu sendiri. Dalam pemanfaatannya kopi sering kali digunakan oleh

masyarakat indonesia sebagai minuman maupun bahan olahan makanan, dengan

kandungan kafeinnya yang sangat tinggi sering kali kopi dimanfaatkan sebagai

minuman pencegah kantuk. Dalam penelitian yang saya lakukan akan

memanfaatkan kopi sebagai inhibitor reaksi korosi dengan kandungan-kandungan

senyawa organik yang terkandung dalam kopi yang sangat baik menghambat laju

reaksi korosi, kopi memiliki unsur nitrogen yang berfungsi sebagai pendonor

elektron terhadap logam Fe2+ untuk membentuk senyawa kompleks dan juga

mengandung lignin yang nantinya melapisi logam dan memberikan perlindungan

16

terhadap reaksi korosi. kopi mengandung kafein yang merupakan alkaloid yang

mempunyai cincin purin dan termasuk derivate dari methil xanthine dengan BM

194,14 specific gravity 1,23. Rumus molekul dari kafein yang terkandung dalam

kopi adalah . Efektivitas ekstrak kopi sebagai inhibitor korosi tidak

terlepas dari kandungan nitrogen yang terdapat dalam senyawa kimianya. Ada

berbagai jenis kopi yang terdapat di indonesia antara lain :

Kopi Sumatera

Kopi Sulawesi

Kopi Aceh Gayo

Kopi Bali Kintamani

Kopi Papua Wamena

Kopi Flores Bajawa

Kopi Jawa

Dalam penelitian ini menggunakan kopi jenis kopi jawa, dikarenakan kopi

jawa mudah dicari dan kandungan dari berbagai jenis kopi tersebut memiliki

kandungan senyawa-senyawa organik yang hampir sama dan kandungan kafein

yang relatif sama juga, hanya berbeda dari bentuk biji kopinya dan aroma dari

setiap kopi yang memiliki sedikit perbedaan.

2.2.1 Ekstrak Kopi

Kandungan dari kopi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kandungan senyawa-senyawa organiknya, untuk mendapatkan senyawa-senyawa

organik tersebut maka perlu dilakukan pengekstrakkan untuk memisahkan

17

kandungan senyawa organik dengan ampas dari biji kopi itu sendiri. Cara yang

dilakukan untuk mendapatkan ekstrak kopi adalah dengan menghaluskan biji kopi

menjadi serbuk kopi, yang kemudian dipersiapkan air dengan perbandingan 1:3 (

1 kopi : 3 air ) di padukan lalu direbus pada suhu antara 70°-80°C sambil sesekali

diaduk perlahan selama 12 menit. Setelah maksimal direbus selama 12 menit lalu

tuangkan dan saring untuk memisah antara ampas kopi dengan ekstrak kopi

sehingga di dapatkan ekstrak kopi murni tanpa tercampur ampas dari kopi.

Ekstrak kopi inilah yang nantinya akan digunakan dalam penelitian

dengan media korosi asam klorida dan natrium klorida, dengan takaran tertentu

untuk melihat kemampuannya dalam meredam reaksi korosi yang terjadi pada

baja St 37. Kandungan senyawa organik unsur nitrogen dan juga kafein yang

merupakan alkaloid diharapkan efisien dalam menghambat laju reaksi korosi yang

terjadi.

2.3 Korosi

Korosi adalah proses perusakan logam oleh reaksi kimia antara logam

dengan zat-zat yang berada di lingkungannya sehingga menimbulkan senyawa

yang tak di kehendaki dan mengakibatkan kerusakan struktur logam tersebut,

sehingga mempengaruhi kualitas dari logam menjadi semakin menurun dari

waktu ke waktu di karenakan korosi akan mengurangi massa dari logam.

Korosi dapat terjadi apabila ada reaksi kimia maupun elektrokimia antara

anoda dan katoda dan juga beberapa faktor utama harus terpenuhi agar korosi

dapat terjadi antara lain :

18

1. Material

Dalam peristiwa korosi material bersifat sebagai anoda. Anoda adalah

fariabel dalam suatu reaksi dimana anoda akan mengalami proses oksidasi

sehingga elektron-elektron dari gugusan atom material akan terlepas, oleh karena

itu senyawa-senyawa ion logam yang terkandung dalam material menjadi

senyawa ion bebas yang mengakibatkan berkurangnya massa dari logam.

Penelitian yang akan dilakukan akan menggunakan baja St 37 yang

tergolong dalam golongan baja karbon rendah dengan kandungan karbon yang

hanya 0,17%, dengan sifat ulet dan tangguh. baja St 37 sering digunakan sebagai

bahan konstruksi dan bahan pipa air, sehingga sangat diperlukan perlindungan

korosi yang ramah lingkungan dikarenakan seringnya baja St 37 berinteraksi

langsung dengan lingkungan maupun manusia.

2. Lingkungan

Lingkungan dalam reaksi korosi akan bersifat sebagai katoda. Katoda

adalah bagian dari reaksi korosi yang dimana akan mengalami reduksi atau

menerima elktron yang lepas dari proses oksidasi anoda.

Lingkungan korosif yang baik agar reaksi korosi cepat terjadi dibutuhkan

dalam penelitian, agar dalam waktu yang tidak lama reaksi korosi dapat dilihat

atau diamati. Oleh karena itu dipilih asam klorida dan natrium klorida yang

merupakan larutan media korosi yang baik, agar mempercepat reaksi korosi pada

spesimen uji yaitu baja St 37.

19

3.Reaksi material dengan lingkungan

Korosi dapat terjadi apabila terjadi kontak langsung antara material dan

lingkungan sehingga akan timbul reaksi oksidasi dan reduksi dimana material

sebagai anoda dan lingkungan sebagai katoda.

Dalam penelitian ini reaksi yang terjadi antara material yaitu baja St 37

dengan lingkungan korosif yaitu asam klorida dan natrium klorida, dimana

material baja St 37 berperan sebagai anoda yang akan mengalami proses oksidasi

atau proses pelepasan elektron, dan alektron yang lepas tersebut akan diserap oleh

lingkungan korosif yaitu asam klorida dan natrium klorida yang berperan sebagai

katoda atau penerima elektron, sehingga reaksi yang terjadi akan menimbulkan

dampak buruk berupa penurunan kualitas dan juga kehilangan massa yang dialami

oleh baja St 37. Reaksi yang terjadi antara material dengan lingkungan dan

menimbulkan dampak negatif, itulah yang disebut reaksi korosi, yang kemudian

akan di redam menggunakan larutan ekstrak kopi yang berperan sebagai inhibitor

korosi.

4. Elektrolit

Elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik. Senyawa

elektrolit adalah senyawa yang apabila dilarutkan dalam air akan mengalami

ionisasi. Umumnya senyawa elektrolit berupa senyawa asam, basa dan garam

yang terdiri dari ion positif dan ion negatif pada saat pembentukannya. Elektrolit

sangat berperan dalam terbentuknya raksi korosi dikarenakan mengandung ion-

20

ion yang mampu menghantarkan electroequivalen force sehingga dapat terjadi

reaksi korosi. Contoh : HCl, NaCl, NaOH.

Dalam penelitian ini digunakan larutan elektrolit yaitu asam klorida (HCl)

dan natrium klorida (NaCl). Tergolong dalam larutan elektrolit yang dapat

mengahantarkan arus listrik dengan baik agar tercipta reaksi redoks yaitu reaksi

reduksi dan oksidasi yang merupakan reaksi-reaksi yang diperlukan untuk

terjadinya reaksi korosi pada baja St 37.

2.3.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Korosi

1. Temperatur

Kenaikan temperatur dapat berpengaruh pada reaksi korosi, dengan

naiknya temperatur akan membuat laju korosi ikut meningkat begitu juga

sebaliknya jika temperatur rendah maka laju korosi akan ikut melambat.

Temperatur yang digunakan dalam penelitian ini adalah temperatur/suhu

kamar yang berkisar antara rentang kurang lebih antara 20 – 25 derajat celcius

(°C), dikarenakan pada rentang suhu tersebut laju korosi akan stabil tanpa

mengalami pengurangan laju maupun kenaikan laju.

2. Adanya Zat Pengotor

Zat pengotor yang terdapat pada permukaan logam mengakibatkan adanya

reaksi reduksi tambahan yang berpengaruh pada proses oksidasi logam sehingga

atom logam banyak yang teroksidasi. Contohnya pada pembakaran BBM

menghasilkan tumpukan debu karbon yang menutupi permukaan material

21

mengakibatkan bertambah cepatnya reaksi reduksi oksigen yang terjadi pada

permukaan material. Oleh karena itu reaksi korosi menjadi lebih cepat.

Dalam penelitian ini spesimen material uji akan dibersihkan agar terhindar

dari adanya zat-zat pengotor yang nantinya akan menimbulkan adanya reaksi

reduksi tambahan yang mengakibatkan logam lebih banyak mengalami proses

oksidasi sehingga reaksi korosi yang terjadi terpengaruh oleh adanya zat pengotor.

3. Oksigen ( )

Oksigen sangat berperan dalam proses korosi karena oksigen mengalami

reduksi pada bagian besi yang bertindak sebagai katoda. Berdasarkan hal tersebut

maka semakin banyak oksigen di suatu tempat akan semakin cepat korosi logam

di dalamnya terjadi.

Dalam penelitian ini kadar oksigen tidak akan mngalami perubahan, tanpa

ada pengurangan maupun penambahan. Kadar oksigen yang digunakan adalah

kadar oksigen yang terkandung dalam udara normal yaitu berkisar kurang lebih

20,95% dari kandungan gas-gas yang terkandung dalam udara yaitu 78,09%

nitrogen, 20,95% oksigen, 0,93% argon, 0,04% karbon dioksida dan gas-gas lain

yang terdiri dari neon, helium, metana, kripton, hidrogen, xenon, ozon, radon.

4. Air ( ) dan Kelembapan Udara

Sama seperti oksigen, air juga berpengaruh dalam proses korosi. semakin

sering logam terkena air maka akan semakin cepat logam tersebut mengalami

korosi. Selain itu keberadaan uap air di udara yang dinyatakan sebagai

22

kelembapan udara juga mempengaruhi korosi pada logam. Dalam hal ini udara

yang banyak mengandung uap air akan sangat mempengaruhi proses korosi.

Dalam penelitian ini air akan digunakan sebagai campuran larutan

elektrolit yang berupa asam klorida dan natrium klorida agar larutan elektrolit

dapat berionisasi dan menghantarkan elektron dengan baik sehingga reaksi redoks

pada proses korosi berjalan dengan baik. Takaran air akan di tentukan dan di

campur dengan larutan elektrolit yang berperan sebagai media korosi dan di

campur juga dengan larutan ekstrak kopi yang berperan sebagai inhibitor korosi.

5. Kontak Dengan Zat Elektrolit

Zat-zat elektrolit terutama asam dan garam merupakan zat yang dapat

mempercepat laju korosi logam. Contohnya pada peristiwa hujan asam dapat

memicu proses korosi pada peralatan yang terbuat dari logam, begitu juga dengan

air laut yang banyak mengandung garam dapat memicu terjadinya korosi pada

badan kapal yang terbuat dari logam.

Dalam penelitian ini kontak antara spesimen uji baja St 37 dengan zat

elektrolit akan mengalami kontak secara langsung dalam proses pencelupan

spesimen uji, yang akan menimbulkan reaksi reduksi pada larutan elektrolit yang

berperan sebagi lingkungan atau disebut sebagai katoda yang akan menerima

elektron yang terlepas oleh reaksi oksidasi yang terjadi pada spesimen uji atau

bisa disebut sebagai anoda. Reaksi-reaksi tersebut menimbulkan korosi yang

terjadi pada spesimen uji yang nantinya akan di redam oleh inhibitor ekstrak kopi.

23

6. Adanya Mikroba

Terdapatnya koloni mikroba pada permukaan logam akan berpengaruh

pada laju korosi, terdapatnya mikroba tersebut mempercepat laju korosi yang

terjadi, dikarenakan kemampuan mikroba mendegradasi logam untuk memperoleh

energi melalui reaksi redoks untuk menunjang hidup mikroba. Jenis-jenis mikroba

yang dapat menyebabkan korosi antara lain : bakteri oksidasi sulfur oksida,

bakteri besi mangan oksida, bakteri reduksi sulfat.

Dalam penelitian ini tanpa menggunakan mikroba dikarenakan mikroba

akan mendorong laju reaksi korosi yang terjadi sehingga reaksi korosi akan

berlangsung lebih cepat. proses reaksi korosi akan berlangsung secara normal

tanpa dipercepat dengan penambahan mikroba maupun dengan kenaikan suhu,

spesimen akan dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengujian korosi

pada larutan elektrolit.

Gambar 2.1 Korosi oleh mikroba

24

7. Ph

Pada kondisi pH < 7 yaitu pada lingkungan asam korosi yang terjadi akan

semakin besar, dikarenakan terjadinya reaksi reduksi tambahan pada daerah

katoda. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya atom logam yang teroksidasi yang

mengakibatkan laju korosi pada permukaan logam akan semakin meningkat.

Reaksi reduksi pada katoda yang terjadi yaitu :

2H+(aq) + 2e- → H2

Perhitungan Ph adalah untuk menentukan bahwa larutan yang digunakan

bersifat asam maupun basa, dalam penelitian ini larutan yang digunakan adalah

larutan yang tergolong kedalam larutan asam kuat yaitu asam klorida dan natrium

klorida dengan sifat yang sudah pasti bersifat asam. Perhitungan Ph akan sangat

diperlukan jika larutan yang digunakan belum teridentifikasi larutan tersebut

tergolong dalam basa maupun asam seperti pada air laut dan air hujan.

2.3.2 Bentuk-bentuk korosi

Korosi dibedakan menjadi berbagai macam bentuk berdasarkan penyebab

korosi, bentuk dari kerusakan yang dihasilkan, lingkungan dimana korosi terjadi

dan jenis material yang diserang, bentuk dari korosi tersebut diantaranya :

a. Pitting Corrosion ( korosi sumuran )

b. Crevice Corrosion ( korosi celah )

c. Galvanic Corrosion ( korosi galvanis )

25

d. Uniform Corrosion ( korosi merata )

e. Erosion Corrosionand Fretting ( korosi erosi )

f. Stress Corrosion Cracking ( korosi tegangan )

g. Intergranular Corrosion ( korosi batas butir )

1. Pitting Corrosion ( korosi sumuran )

Korosi sumuran adalah korosi lokal yang secara selektif menyerang bagian

permukaan logam yang selaput pelindungnya tergores atau retak akibat perlakuan

mekanik maupun mempunyai tonjolan akibat dislokasi atau slip yang disebabkan

oleh tegangan tarik yang dialami, mempunyai komposisi heterogen, segregasi atau

presipitasi. Pencegahannya dapat dilakukan dengan penambahan inhibitor yang

sesuai dengan lingkungannya, atau dengan cara meletakkan material tegak berdiri

agar tidak ada genangan air pada permukaan logam. (J.Chamberlain, KR.

Trethewey / Korosi untuk mahasiswa dan rekayasawan : 141-142)

Gambar 2.2 Korosi sumuran yang terjadi akibat perlakuan mekanik

26

2. Crevice Corrosion ( korosi celah )

Korosi celah adalah korosi yang terjadi pada celah diantara dua

komponen. Mekanisme terjadinya diawali dengan terjadi korosi merata di luar dan

di dalam celah sehingga menimbulkan oksidasi logam dan reduksi oksigen.

Apabila oksigen di dalam celah telah hilang, sedangkan oksigen di luar celah

masih banyak maka akibatnya permukaan logam yang terhubung dengan bagian

luar menjadi katoda dan permukaan logam di dalam celah menjadi anoda

sehingga korosi celah terbentuk. Pencegahannya dapat dilakukan dengan cara

menutup celah sambungan menggunakan pengelasan menerus atau dengan

soldering.

Gambar 2.3 Korosi celah pada paku

3. Galvanic Corrosion ( korosi galvanis )

Korosi galvanis adalah korosi yang terjadi apabila ada dua logam yang

tidak sama dihubungkan, dalam suatu larutan korosif . elektron akan mengalir dari

logam yang kurang mulia (anodik) menuju logam yang lebih mulia (katodik) yang

27

berakibat logam yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif dikarenakan

kehilangan elektron. Ion-ion positif logam bereaksi dengan ion negatif yang

berada di dalam elektrolit menjadi garam metal. Oleh karena peristiwa tersebut

permukaan anoda kehilangan massa sehingga terbentuklah sumur-sumur karat

atau jika merata disebut Surface Attack. Pencegahannya dapat dilakukan dengan

memilih logam dengan posisi deret sedekat mungkin ataupun dengan penambahan

inhibitor dengan cermat untuk mengurangi keagresifan logam dalam proses

korosi.

Gambar 2.4 Korosi galvanis antara baut dan mur

4. Uniform Corrosion ( korosi merata )

Korosi merata adalah korosi yang terjadi secara menyeluruh pada

permukaan logam, oleh karena korosi yang terjadi secara menyeluruh pada

permukaan logam maka menimbulkan pengurangan dimensi per satuan waktu

yang cukup besar pada logam. Sehingga menimbulkan kerugian berupa

kehilangan material konstruksi, keselamatan kerja diakibatkan material rapuh

terkena korosi dan juga pencemaran lingkungan di karenakan produk korosi

28

dalam bentuk senyawa dapat mencemari lingkungan. Pencegahannya dapat

dilakukan dengan melakukan pelapisan dengan cat atau dengan material yang

lebih anodik atau dengan melakukan inhibitas dan proteksi katodik.

Gambar 2.5 Korosi merata yang terjadi pada badan kapal

5. Erosion Corrosionand Fretting ( korosi erosi )

Korosi erosi adalah korosi di permukaan logam atau material yang terjadi

akibat gesekan logam dengan aliran fluida yang sangat cepat sehingga

mengakibatkan terkikisnya pemukaan logam atau dapat juga terjadi dikarenakan

gesekan mekanis yang terjadi antara dua komponen logam. Material yang

mengalami korosi erosi akan memiliki permukaan yang tajam dan kasar. Cara

mencegah korosi erosi dapat dilakukan dengan memilih material dengan

ketahanan erosi yang lebih baik atau dengan perubahan pada lingkungan dan

penambahan inhibitor.

29

Gambar 2.6 Korosi erosi yang terjadi akibat gesekan dengan aliran fliuda

6. Stress Corrosion Cracking ( korosi tegangan )

Korosi tegangan adalah korosi dimana material mengalami keretakan

diakibatkan oleh pengaruh dari lingkungannya terjadi pada paduan logam yang

mengalami tegangan tarik statis di lingkungan tertentu. Contohnya pada tembaga

rentan di larutan amonia, baja karbon rentan terhadap nitrat dan baja tahan karat

sangat rentan pada lingkungan klorida panas. Dalam lingkungan tertentu tersebut

logam-logam yang rentan mengalami tegangan tarik statis maupun mengalami

tekanan statis sehingga korosi tegangan terjadi pada logam tersebut.

Gambar 2.7 Korosi tegangan

30

7. Intergranular Corrosion ( korosi batas butir )

Korosi intergranular adalah korosi yang terjadi akibat reaksi yang terjadi

antar unsur logam pada batas butirnya, contohnya pada baja tahan karat austenitik

jika diberikan perlakuan panas.

Gambar 2.8 Korosi batas butir akibat perlakuan panas

2.3.3 Mekanisme Reaksi korosi

Mekanisme proses korosi terjadi melalui reaksi redoks, dimana logam

dalam reaksi ini mengalami oksidasi dan oksigen mengalami reduksi. Hasil dari

reaksi korosi atau disebut karat pada logam yaitu berupa karbonat atau oksida.

Karat yang terdapat pada besi berbentuk zat berwarna coklat dengan rumus kimia

. Oksida besi atau karat dapat mengelupas sehingga permukaan yang

baru terbuka mengalami korosi secara bertahap. Berbeda dengan reaksi korosi

yang terjadi pada aluminium, hasil korosi dari aluminium berupa yang

dapat membentuk suatu lapisan yang dapat melindungi logam dari reaksi korosi

selanjutnya. Oleh karena itu komponen-komponen yang terbuat dari aluminium

lebi awet dari komponen yang terbuat dari besi.

31

Gambar 2.9 Korosi pemukaan besi pada lingkungan yang berair.

Pada korosi besi, bagian tertentu pada besi berlaku sebagai anoda, dimana besi

mengalami reaksi oksidasi :

Fe (s) + (aq) + 2e E = +0,44V

(g) + (I) + 4e 4OH E = +0,40V

Ion besi (II) yang terbentuk pada anoda selanjutnya mengalami reaksi oksidasi

sehingga membentuk ion besi (III) yang kemudian membentuk senyawa oksida

terhidrasi .

2.3.4 Laju Korosi

Laju korosi adalah kecepatan merambat suatu reaksi atau kecepatan

turunnya kualitas material yang terkena korosi terhadap waktu. Menghitung laju

korosi dapat dilakukan dengan metode kehilangan berat yaitu perhitungan laju

korosi dengan menghitung berkurangnya berat suatu material terhadap reaksi

32

korosi yang terjadi. Metode ini membutuhkan waktu untuk melihat pengurangan

berat yang terjadi pada material yang terendam larutan elektrolit di karenakan

reaksi korosi yang terjadi. Untuk menghitung laju korosi dengan metode

kehilangan berat maka digunakan rumus sebagai berikut :

Dimana :

CR = Corrosion Rate / Laju Korosi (mpy)

W = Kehilangan Berat (gram)

K = Konstanta

D = Densitas Specimen (g/ )

= Surface Area ( )

T = Eksposur Time (jam)

Metode ini adalah mengukur kembali berat awal dari benda uji (objek

yang ingin diketahui laju korosinya), kekurangan berat yang terjadi pada berat

awal merupakan kehilangan berat yang terjadi pada benda uji. Kekurangan berat

tersebut di kembalikan pada rumus untuk mengetahui laju kehilangan berat yang

telah terjadi. Metode ini jika dilakukan dalam waktu yang lama maka dapat

digunakan sebagai acuan dimana lingkungan benda uji tersebut diletakkan untuk

mengetahui seberapa korosif lingkungan tersebut dan untuk digunakan sebagai

33

referensi perlakuan seperti apa yang dibutuhkan untuk meredam laju reaksi korosi

yang terjadi di lingkungan tersebut.

Satuan Laju Korosi Konstanta (K)

Mils per year (mpy) 3,45 x 10 6

Inchies per year (ipy) 3,45 x 103

Inches per month (ipm) 2,87 x 10 2

Milimeters per year (mm/y) 8,76 x 10 7

Micrometers per year (m/y) 8,76 x 104

Picometers per second (pm/s) 2,87 x 10 6

Grams per square meter per hour (g/m2 h) 1,00 x 10

4 D

A

Miligrams per square decimeter per day (mdd) 2,40 x 106 D

A

Micrograms per square meter per second (g/m2 s) 2,78 x 10

6 D

A

Tabel 1. Konstanta Perhitungan Laju Reaksi Korosi Berdasarkan Satuannya

2.4 Baja St 37

Jenis baja ST 37 merupakan standard penamaan DIN yang berarti baja

dengan kekuatan tarik 37 , memiliki komposisi 0,17% C, 0,30% Si, 0,2-

0,5% Mn, 0,05% P, 0,05% S. ST 37 memiliki kekuatan tarik sampai dengan

123.82 HV termasuk kedalam golongan baja hypoeutectic yang memiliki

kandungan struktur mikro ferrite dan pearlite. Baja ST 37 termasuk kedalam

golongan baja karbon rendah dikarenakan kandungan karbonnya yang hanya

0,17%.

Baja karbon rendah ( low carbon steel ) memiliki kandungan karbon

kurang dari 0,30% sehingga memiliki sifat lunak dan juga memilki kekuatan yang

lemah dibandingkan dengan baja karbon menengah dan baja karbon tinggi akan

tetapi baja karbon rendah memiliki sifat ulet dan tangguh yang sangat baik. Baja

karbon rendah dengan kandungan karbon kurang dari 0,30% perlu perlakuan

tambahan jika ingin melakukan modifikasi material atau ingin dilakukan

34

pengerasan material. Pada umumnya baja dengan kandungan karbon diatas 0,30%

bisa langsung dikeraskan, namun untuk kandungan karbon dibawah 0,30% harus

melalui proses penambahan karbon terlebih dahulu. Dengan sifat-sifat yang

dimiliki baja karbon rendah, maka baja karbon rendah dapat dipergunakan sebagai

baja-baja plat atau sirip, untuk bahan body kendaraan, untuk konstruksi bangunan

jembatan, untuk dibuat sebagai baut, untuk bahan pipa.