bab ii syarat-syarat mencari ilmu dalam syair...

Download BAB II SYARAT-SYARAT MENCARI ILMU DALAM SYAIR …library.walisongo.ac.id/...gdl-s1-2004-mohhanifni-1518-bab2_319-5.pdf · Beliau berkata, wahai Kumail, ilmu adalah lebih utama dari

If you can't read please download the document

Upload: danghuong

Post on 06-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 13

    BAB II

    SYARAT-SYARAT MENCARI ILMU DALAM SYAIR ALI BIN ABI THALIB

    A. Latar Belakang Kehidupan Ali Bin Thalib

    Ali bin Abi Thalib merupakan salah satu shahabat Nabi yang terkemuka,

    seseorang yang terkenal akan kealiman dan keberaniannya. Beliau merupakan

    putra dari paman Nabi yang bernama Abi Thalib, dengan demikian nasab beliau

    dengan Nabi bertemu pada tingkat ke-3 (Kakeknya yang bernama Abdul

    Muthalib).

    Ali bin Abi Thalib adalah sahabat yang paling dekat dengan Nabi, karena

    beliau selalu mengikuti Nabi sejak beliau masih kecil, pada waktu kecil

    seringkali beliau duduk dipangkuan Nabi dan berada dalam dekapan Nabi.1

    Beliaupun selalu mengikuti kemanapun Nabi pergi, bagai anak unta setia

    mengikuti ibunya, sehingga beliau selalu menerima tambahan pengetahuan dari

    Rasulullah2. Dengan demikian tidak diragukan lagi bahwasanya Ali bin Abi

    Thalib adalah orang yang paling banyak mengetahui apa yang diucapkan dan

    diperbuat oleh Rasulullah SAW3, dan hal ini membuatnya menjadi seorang

    pribadi yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan kealiman dan budi

    pekertinya sehingga membuatnya menjadi sangat layak untuk dijadikan panutan

    dan sandaran dalam menjalankan segala sesuatu.

    Semenjak kecil Ali bin Abi Thalib sudah menunjukkan tanda-tanda

    kecerdasannya dan beliaulah orang yang pertama masuk Islam dari golongan

    anak-anak, salah satu tanda kecerdasan beliau pada waktu itu adalah ketika beliau

    ditanya oleh Rasulullah : hai Ali, apakah engkau bersedia untuk masuk Islam .

    Ali menjawab. Aku akan pergi meminta pendapat ayahku. Ketika itu umur Ali

    sekitar tujuh tahun. Tidak lama kemudian datanglah Ali, lalu mengucapkan

    syahadat di depan Rasulullah saw. maka bertanyalah Nabi kepadanya, Wahai

    1 Muhammad Al-Baqir, Mutiara Nahjul Balaghah, Terj. Mizan, Bandung, 1991, hal. 30. 2 Ibid., hal. 30. 3 H.M.H. Al Hamid Al Husaini, Imamul Muhtadin, Yayasan Al Hamidy, Jakarta, 1992,

    hal.597

    13

  • 14

    Ali, apakah engkau telah meminta pendapat ayahmu ? Ali yang masih kanak-

    kanak itu menjawab dengan mantap.apakah ketika Allah menciptakan aku, ia

    meminta pendapat kepada ayahku ? Tidak, demi Allah. Karena itu aku tidak

    perlu meminta pendapat kepada ayahku dalam urusan menyembah Dzat yang

    telah menciptakan aku.4 Hal ini menunjukkan bahwa Ali bin Abi Thalib

    merupakan orang yang cerdas dan mampu berpikir dengan baik walaupun ketika

    itu baru usia tujuh tahun.

    Semenjak kecil beliau tidak pernah sedikitpun menyembah berhala, oleh

    karena itulah beliau mendapat julukan karramallahu wajhah, yang diartikan

    orang yang dimuliakan wajahnya oleh Allah. Disebut mulia karena beliau tidak

    pernah menundukkan wajahnya untuk menyembah berhala.

    Ali juga merupakan golongan dari sahabat Nabi yang kritis, beliau selalu

    bertanya kepada Rasulullah perihal segala persoalan yang melintas dalam

    pikirannya, sehingga beliau memahaminya dan menghafalkannya baik-baik.5

    Tidak bisa dipungkiri bahwa Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat cerdas

    yang sangat sulit untuk dicari tandingannya, hal ini dibuktikan dengan fakta

    bahwa hanya beliaulah satu-satunya orang yang berani berkata di depan beribu-

    ribu orang:Tanyakanlah kepadaku apa saja sebelum kalian kehilangan aku.6

    Orang yang berani mengatakan seperti itu berarti dia yakin akan sanggup untuk

    menjawab segala macam pertanyaan, dan yang lebih istimewa lagi adalah apabila

    diberi suatu pertanyaan betapapun sulitnya maka akan dijawabnya dengan tanpa

    membutuhkan waktu untuk berpikir terlebih dahulu dan akan langsung

    dijawabnya pada saat itu juga7.

    Ali bin Abi Thalib merupakan sahabat Nabi yang luas wawasan

    berpikirnya dan selalu menjunjung tinggi akan ilmu pengetahuan, beliau selalu

    mengutamakan ilmu di atas apapun yang ada di dunia ini, hal ini dapat dilihat

    dari kutipan salah satu nasehat beliau kepada sahabatnya, yaitu Kumail bin

    4 Muhammad Said Mursi, Melahirkan Anak Masya Allah, Terj. Ali Yahya, CV. Cendekia

    Centra Muslim, Jakarta, 2001, hal. 234. 5 Muhammad Al-Baqir, Op.Cit., hal. 33. 6 H.M.H. Al Hamid Al Husaini, Op. Cit., hal. 73. 7 Ibid.

  • 15

    Ziyad. Beliau berkata, wahai Kumail, ilmu adalah lebih utama dari pada harta.

    Ilmu menjagamu, sedangkan kau harus menjaga hartamu. Harta akan berkurang

    bila kau nafkahkan. Sedangkan ilmu bertambah subur bila kau nafkahkan.

    Demikianlah budi yang ditimbulkan dengan harta akan hilang dengan hilangnya

    harta.8

    Demikianlah sahabat Ali dalam mengagungkan ilmu pengetahuan, beliau

    selalu menyanjung ilmu setinggi-tingginya di atas semua hal yang bersifat materi

    di dunia ini, bahwa saya seorang yang mempunyai ilmu akan di jaga oleh

    ilmunya dari semua perkara yang sekiranya bisa membuat kemudlaratan bagi

    dirinya akan tetapi seseorang yang mempunyai harta malah dia yang berusaha

    untuk menjaga hartanya, oleh karena itu ilmu lebih utama dari harta, berapapun

    banyaknya harta tersebut.

    Selain terkenal akan keilmuannya, Ali bin Abi Thalib juga terkenal akan

    kesufiannya. Hal ini tercermin dari perkataan beliau, yaitu : 9

    - Tidak akan shalat (sempurna) tanpa jiwa yang khusu - Tidak ada puasa sempurna tanpa mencegah diri dari perbuatan yang sia-sia - Tidak ada kebaikan bagi yang berilmu tanpa sifat wara - Tidak ada kebaikan mengambil teman, tanpa saling menyayangi - Nikmat yang paling baik adalah nikmat yang kekal dimiliki - Doa yang paling sempurna, kalau dilandasi keikhlasan - Siapa yang banyak bicara maka banyak pula salahnya, siapa yang banyak

    salahnya, maka hilang harga dirinya, siapa yang hilang harga dirinya, berarti ia tidak wara, sedang orang yang tidak wara berarti hatinya mati.

    Perkataan Sayyidina Ali di atas mencerminkan dirinya yang selalu hidup

    dalam kesufian dan selalu menjalankan perintah Allah secara ikhlas dan

    sungguh-sungguh dengan segenap jiwa dan raganya disadari dengan adanya ilmu

    yang memadai bagi kehidupannya di dunia dan di akhirat. Beliau juga merupakan

    sahabat Nabi yang selalu menegakkan hukum dengan kokoh, hal ini seperti sabda

    Rasulullah tentang keistimewaan delapan sahabat Nabi yang saleh, salah satunya

    adalah Ali bin Abi Thalib, yaitu: Ali adalah penegak hukum yang paling kokoh.10

    8 Muhammad Al-Baqir, Op.Cit., hlm. 35-36. 9 Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantari, Nashaihul Ibad, Terj. H. Ahmad Abd. Majid, MA.,

    Mutiara Ilmu, Surabaya, hal. 81. 10 Ibid., hal. 88.

  • 16

    Melihat sekelumit contoh keteladanan Ali bin Abi Thalib di atas, maka

    amatlah pantas apabila beliau dijadikan teladan atau contoh bagaimana seorang

    muslim seharusnya bersikap dan juga patut unuk dipatuhi segala fatwa yang

    keluar dari lisan beliau. Seperti halnya syarat-syarat sukses yang diajukan oleh

    beliau kiranya patut untuk dijadikan pedoman apabila menginginkan

    kesukseskan dalam mencari ilmu. Berdasar kepada hal inilah maka kami

    mencoba mengupas secara mendalam salah satu dari fatwa Sayyidina Ali bin Abi

    Thalib yang terkenal, yaitu enam syarat sukses dalam mencari ilmu, relevansinya

    dengan prinsip-prinsip pendidikan modern.

    B. Syarat-syarat Mencari Ilmu Dalam Syair Ali bin Abi Thalib

    11

    Artinya: Tidak akan berhasil seseorang dalam mencari ilmu kecuali

    dengan enam syarat maka akan aku sampaikan kepadamu keseluruhan syarat-syarat tersebut dengan jelas cerdas, giat, sabar, mempunyai biaya adanya petunjuk dari seseorang guru dan dalam waktu yang lama.

    Syair ini dikemukakan oleh Ali bin Abi Thalib pada saat Islam sedang

    dalam masa perkembangannya, dimana orang Islam sedang dalam kondisi ingin

    memajukan Islam agar menjadi agama yang diakui oleh masyarakat luas di

    seluruh penjuru dunia. Pada saat itu agama Islam sudah mulai maju dan

    kekuasaan kekhalifahan Islam juga sudah makin luas sehingga pengembangan

    agama Islam sudah tidak begitu terfokus pada pengembangan dan perluasan

    wilayah Islam, akan tetapi lebih terfokus pada pengembangan sumber daya

    manusianya, hal ini bertujuan untuk lebih menguatkan Islam dari dalam supaya

    tidak mudah hancur apabila menghadapi serangan baik dari dalam maupun dari

    luar.

    11 Syekh Ibrahim bin Ismail Azzarnuji, Talimul Mutaallim, CV. Toha Putra, Semarang,

    t.th., hal. 15.

  • 17

    Dengan adanya situasi seperti ini, maka orang Islam berlomba-lomba

    untuk memperkaya ilmu pengetahuannya baik itu yang berupa ilmu syariyyah

    maupun ilmu umum, sehingga Islam menjadi agama yang maju baik dalam

    bidang kekuasaannya maupun keilmuannya sampai akhirnya Islam menjadi

    kiblat utama ilmu pengetahuan di dunia.

    Dalam hal ini yang dijadikan sebagai indikator sebuah kesuksesan

    (keberhasilan) mencari ilmu (belajar) adalah daya serap terhadap bahan

    pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tertinggi.12 Prestasi tertinggi disini

    yang telah dia pelajari atau diterima dari seorang guru, dengan demikian

    kesuksesan tidak dipandang dari segi material (material oriented), dimana

    seseorang baru dianggap berhasil dalam mencari ilmu apabila setelah menempuh

    suatu proses pendidikan maka dia dapat mengumpulkan banyak materi yang

    bersumber dari ilmu yang dia dapat.

    Sedangkan tingkatan-tingkatan ilmu adalah berdasarkan kadar

    kedekatannya dengan ilmu akhirat.13 Dalam hal ini ilmu-ilmu syariat lebih

    utama dari pada ilmu-ilmu lainnya, maka ilmu yang berkaitan dengan hakikat-

    hakikat syariat lebih utama dari pada ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum

    lahiriyah. Hal ini dikarenakan ilmu syariat mengedepankan hubungan manusia

    dengan Allah. Sedangkan ilmu umum lebih condong membahas hubungan

    manusia dengan sesamanya (lingkungan).

    Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, maka terjadi pula

    perubahan pola pikir masyarakat tentang masalah keilmuan. Pada zaman modern

    seperti sekarang ini justru ilmu yang menyangkut akan masalah keduniaan (ilmu

    umum) lebih banyak diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan ilmu yang

    membahas masalah syariat, hal ini bisa dilihat dari banyaknya orang tua yang

    lebih suka menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah umum dibandingkan

    menyekolahkan anaknya ke sekolah-sekolah agama. Ini menunjukkan bahwa

    12 Syaiful Bahri Djamarat, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Rineka Ciptra,

    Jakarta, 2000, hal. 96. 13 Abu Hamid Al-Ghozali, Mutiara Ihya Ulumuddin, Terj. Irwan Kurniawan, Mizan,

    Bandung, 1997, hal. 27.

  • 18

    telah terjadi pergeseran pola pemikiran masyarakat zaman dulu dengan pola

    pemikiran masyarakat modern.

    Walaupun pola pemikiran dan cara pandang akan nilai suatu ilmu sudah

    mengalami pergeseran, tetap saja syarat-syarat (sukses) dalam belajar (mencari

    ilmu) dalam syair Ali bin Abi Thalib masih bisa kita jadikan sebagai pedoman

    yang apabila betul-betul dipenuhi keenam syarat tersebut, maka seseorang akan

    mencapai kesuksesan dalam mencari ilmu, baik kesuksesan itu dipandang dari

    sudut pandang salafi (klasik) maupun sudut pandang khalafi (modern).

    Keenam syarat sukses dalam syair Ali bin Abi Thalib, antara lain :

    (cerdas) .1

    Cerdas bisa diartikan sebagai sempurna dalam perkembangan akal

    dan budi (Untuk berpikir, mengerti).14 Anak yang cerdas juga bisa diartikan

    sebagai anak yang tajam pikirannya. sehingga anak tersebut dapat

    mengingat, menghafal dan memahami segala sesuatu dengan cepat. Dalam

    definisi yang lain, kecerdasan (intellegensi) adalah kemampuan untuk

    memahami keterkaitan antara berbagai hal, kemampuan untuk mencipta,

    memperbaharui, mengajar, berpikir, memahami, mengingat, merasakan,

    dan berimajinasi, memecahkan permasalahan, dan kemampuan untuk

    mengerjakan berbagai pekerjaan dalam berbagai tingkat kesulitan.15 Oleh

    sebab itu maka kecerdasan menduduki urutan pertama dalam syarat

    kesuksesan mencari ilmu. Jika seorang anak memiliki suatu tingkat

    kecerdasan yang tinggi maka anak tersebut akan cepat untuk menyerap

    suatu ilmu yang diberikan padanya, dan apabila seorang anak memiliki

    tingkat kecerdasan yang rendah, maka anak tersebut akan mengalami

    kesulitan dalam menyerap suatu ilmu dan dia akan cenderung membutuhkan

    waktu yang lebih lama apabila ingin menguasai suatu ilmu.

    Pada umumnya anak-anak memiliki ingatan yang tajam dan

    otomatis. Hal ini dikarenakan ingatan seorang anak masih murni dan bersih,

    belum dikotori oleh anggapan-anggapan dan problem-problem. Karena itu,

    14 Hasan Sadily, dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Depdikbud, Jakarta, 1997, hal. 186. 15 Muhammad Said Mursi, Op.Cit., hal. 207.

  • 19

    ia mampu untuk banyak menghafal dengan tanpa pemahaman. Inilah yang

    dimaksud dengan otomatis disini.16 Oleh sebab inilah anak-anak mempunyai

    kecenderungan untuk dapat cepat menghafal dibandingkan dengan orang

    yang telah dewasa dan lagi hafalan mereka akan terus terekam dalam

    memori mereka sampai kapanpun dan tidak akan mudah untuk hilang.

    Akal yang cerdas adalah karunia dari Allah. Indikatornya ialah

    kecerdasan umum. Kecerdasan itu, selain ditentukan oleh Tuhan, juga

    berkaitan dengan keturunan kesehatan jiwa dan fisik jelas berkaitan pula

    dengan kecerdasan tersebut.17 Kecerdasan tumbuh selaras dengan

    peningkatan usia sampai umur dua puluh tahun.18

    Seorang anak yang cerdas memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 19

    a. Kemampuannya dalam menelaah dan memahami sesuatu lebih kuat dari pada anak lain.

    b. Kemampuannya dalam belajar dan menyerap berbagai pemikiran serta pengetahuan sangat cepat.

    c. Selalu dapat menyikapi dan memecahkan permasalahan dengan tepat. d. Memiliki kemampuan yang tinggi dalam memahami keterkaitan antara

    berbagai hal, angka-angka dan antara kalimat-kalimat. e. Kreatifitasnya tinggi, mampu untuk berbuat perencanaan dan upaya

    untuk mencapai suatu ujuan. f. Pandai beradaptasi dengan berbagai lingkungan yang berbeda dan

    berubah. g. Tingkat keberhasilannya tinggi dalam berbagai aktivitas yang bersifat

    ilmiah. h. Memiliki sifat dan kemauan yang keras. i. Bebas j. Percaya diri k. Hobi dan ketertarikannya banyak.

    Kecerdasan dapat ditingkatkan dengan beberapa cara seperti

    berikut : 20

    16 Muhammad Said Mursi, Op.Cit., hal. 9. 17Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, PT. Remaja Rosdakarya,,

    Bandung, 1994, hal. 44. 18 Muhammad Said Mursi, Op.Cit., hal. 207. 19 Ibid., hal. 207-208. 20 Ibid., hal. 208-211.

  • 20

    a. Belajar: seseorang yang belajar secara berkesinambungan dapat meningkatkan intelegensi lebih cepat dari pada yang tidak mengikuti pelajaran.

    b. Pemeliharaan kesehatan: ada keterkaitan antara pertumbuhan fisik dan intelektual. Apabila fisik seseorang anak dalam keadaan yang bagus, maka otomatis akan menunjang bagi perkembangan intelektualnya.

    c. Makanan: makanan yang sehat dan bergizi tinggi sangat baik bagi perkembangan kecerdasan seorang anak.

    d. Olah raga: anak yang gemar berolah raga akan lebih cerdas karena darah yang naik ke sistem syarafnya lebih banyak dari pada anak yang tidak suka berolahraga.

    e. Kondisi emosi: seorang anak yang dihindarkan dari kebisingan dan gangguan yang bisa mengganggu emosionalitasnya akan sangat membantu pada peningkatan kemampuan berpikir dan tingkat intelligensi mereka.

    f. Motivasi: untuk berkreasi dan berinovasi, apabila seorang anak diberi motivasi setiap kali dia melakukan suatu kreasi dan inovasi, maka hal ini akan memacu semangat si anak untuk terus berkreasi dengan lebih baik.

    g. Meningkatkan kemampuan berpikir: yaitu dengan cara melatih seorang anak untuk dapat mengerjakan suatu pekerjaan. Misalnya melatih anak untuk menghafal angka-angka dari urutan sebenarnya kemudian urutan tersebut dibalik, atau dengan permainan yang mengandung unsur konsentrasi.

    h. Tempat-tempat ibadah (seperti masjid dan lain-lain). Hal ini karena masjid merupakan tempat (pusat) penyebaran dan kebudayaan Islam, sehingga akan dapat memotivasi anak untuk lebih mengenal dan mencintai agamanya, apabila hal ini sudah terlaksana maka akan mempunyai dampak positif bagi perkembangan mental dan jiwa seorang anak.

    i. Permainan: pada usia anak, permainan merupakan sarana untuk belajar dan tumbuh berkembang, karena permainan bisa mendorong anak-anak untuk menjadi aktif.

    j. Membaca dan menelaah: dengan membaca dan merebah berbagai macam buku ilmiah, maka akan dapat menambah wawasan dan juga makin meningkatkan kecerdasan dan kreativitas seorang anak.

    k. Hobi dan relaksasi: hobi merupakan suatu hal yang baik dilakukan untuk mengisi waktu luang anak, hal ini sangat penting untuk perkembangan kepribadian mereka. Sedangkan kegiatan relaksasi bisa diisi dengan berbagai macam aktivitas yang bisa menambah pengalaman dan keahlian mereka. Misalnya dengan mengadakan kegiatan berkemah, tour, rekreasi, dan lain-lain.

    l. Membaca dan mengisi buku teka-teki: hal ini berguna untuk melatih kemampuan seorang anak dalam berpikir.

    m. Membaca buku-buku mengenai kisah orang-orang cerdas: hal ini baik untuk memotivasi anak agar mempunyai keinginan untuk menjadi seseorang seperti dalam buku yang mereka baca.

  • 21

    (giat) .2

    Giat dalam hal ini diartikan sebagai kegigihan dan keuletan dalam

    menghadapi problem-problem yang ada selama proses belajar. Dalam Islam

    dikenal kata jihad yang berarti sunguh-sungguh, apabila kata jihad ini

    dikaitkan dengan kata hirshin maka keduanya mempunyai persamaan yaitu

    dalam hal mengontrol hawa nafsu yang ada dalam diri tiap manusia. Giat

    dalam belajar berarti selalu berusaha untuk terus menerus menekuni

    pelajaran dan melawan hawa nafsu yang ada dalam diri yang selalu

    menginginkan untuk berhenti dalam berusaha (belajar), sedangkan jihad

    mempunyai pengertian untuk selalu melawan hawa nafsu yang ada dalam

    diri tiap-tiap manusia.21 Dalam hal ini jihad bisa juga dimasukkan dalam

    pengertian melawan sifat-sifat malas dan jenuh yang selalu menghinggapi

    pikiran orang yang sedang mencari ilmu. Dengan kata lain orang yang

    menuntut ilmu juga disebut orang yang berjihad di jalan Allah, disebut jihad

    fi sabilillah.22

    Giat mempunyai suatu unsur penunjang yang sangat penting dan

    sangat menentukan, yaitu kemauan. Kemauan disebut juga sebagai

    kekuatan, kehendak, dapat diartikan sebagai kekuatan untuk memilih dan

    merealisasi tujuan, dan untuk merealisasikan suatu tujuan memerlukan

    suatu kekuatan yang disebut kemauan.23 Kemauan disebut juga dengan

    istilah motivasi.

    Seseorang yang menginginkan kesuksesan dalam mencari ilmu

    haruslah memenuhi syarat (giat dalam belajar). Sedangkan

    seseorang baru bisa menjadi giat dalam belajar apabila mempunyai kemauan

    yang keras dan semangat pantang menyerah sebelum benar-benar bisa

    21 Azzumardi Azra, Islam Substantif Agar Umat Tidak Jadi Buih, Mizan, Bandung, 2000, hal.

    96. 22 Ibid., hal. 96. 23 Wasty Soemanto, Psikologi Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta,

    1998, hal. 40.

  • 22

    tercapai maksud dan tujuan yang diinginkan, yaitu kesuksesan dalam

    belajar.

    Pada dasarnya kemauan (motivasi) mempunyai dua elemen, yaitu

    elemen dalam (inner component) dan elemen luar (outer component). 24

    a. Elemen dalam (Inner component)

    Elemen ini berupa perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang,

    berupa keadaan tidak puas atau ketegangan psikologis. Rasa tidak puas

    ini bisa timbul karena kenginan-keinginan untuk memperoleh

    penghargaan, pengakuan serta berbagai macam kebutuhan lainnya.

    b. Elemen luar (outer component)

    Elemen luar dari motivasi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh

    seseorang. Tujuan itu sendiri berada di luar diri seseorang, namun

    mengarahkan tingkah laku orang itu untuk mencapainya. Seseorang

    yang diasumsikan mempunyai kebutuhan akan penghargaan dan

    pengakuan, maka timbullah tujuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

    Peristiwa terbentuknya elemen dalam dan luar daripada motivasi

    adalah serempak.25 Artinya elemen yang satu mendahului kemudian diikuti

    oleh elemen yang lain. Suatu contoh anak yang ingin menjadi anak yang

    pandai (inner component) dan kemudian dia dengan kepandaiannya akan

    disegani dalam kelasnya (outer component). Maka anak tersebut dengan

    gigihnya akan belajar dan akhirnya mendapat ranking satu, dengan dia

    memperoleh ranking satu maka teman-temannya di kelas akan hormat. Hal

    ini menunjukkan bahwa outer component akan segera menyusul setelah

    inner component terpenuhi.

    Seorang dengan kemauan (motivasi) yang kuat, maka dengan

    sendirinya akan giat dan gigih dalam belajar sampai tercapainya kesuksesan

    seperti yang diinginkan sejak awal mencari ilmu (niatnya), dengan adanya

    motivasi yang kuat maka dia akan berusaha untuk melawan hambatan dan

    rintangan yang selalu menghalangi langkah dalam mencari ilmu.

    24 Ibid., hal. 207. 25Ibid., hal. 207.

  • 23

    Hambatan dan rintangan yang dihadapi seseorang dalam belajar

    bisa berupa beberapa hal berikut, antara lain :

    a. Jenuh

    Jenuh dapat berarti jemu atau bosan. Menurut Reber, yang

    dikutip oleh Wasty Soemanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi

    Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, mendefinisikan jenuh sebagai

    rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak

    mendatangkan hasil.26 Seseorang yang mengalami kejenuhan belajar

    merasa seakan-akan pengetahuan dan kecakapan yang diperoleh dari

    belajar tidak mengalami kemajuan. Tidak adanya kemajuan belajar ini

    biasanya hanya berlangsung dalam rentang waktu tertentu (tidak

    selamanya). Namun tidak menutup kemungkinan seseorang mengalami

    kejenuhan selama berkali-kali dalam satu periode belajar.

    Seseorang yang mengalami peristiwa jenuh dalam proses

    belajar (kejenuhan belajar) dapat membuat siswa tersebut merasa telah

    memubazirkan usahanya, dengan adanya perasaan tersebut kemudian

    timbul suatu keinginan dalam dirinya untuk berhenti belajar. Apabila

    perasaan tersebut tidak cepat diantisipasi maka akan berakibat pada

    merosotnya prestasi belajar dan akhirnya menghambat laju kesuksesan

    dalam belajar.

    Kejenuhan identik dengan keletihan. Sedangkan menurut Cross,

    yang dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan

    Dengan Pendekatan Baru, menyatakan bahwa keletihan dapat

    dikategorikan menjadi tiga macam, yakni : 27

    1. Keletihan indera 2. Keletihan fisik 3. Keletihan mental

    Keletihan mental inilah yang dipandang sebagai faktor utama

    kejenuhan. Selanjutnya, kiat-kiat untuk mengatasi keletihan mental yang

    26 Ibid., hal. 165. 27 Ibid, hal. 166.

  • 24

    menyebabkan munculnya kejenuhan belajar itu, antara lain sebagai

    berikut : 28

    1. Melakukan istirahat dan mengkonsumsi makanan yang bergizi 2. Pengubahan atau penjadwalan kembali jam-jam belajar 3. Pengubahan atau penataan kembali lingkungan belajar 4. Memberikan motivasi atau stimulasi baru untuk merangsang semangat

    belajar 5. Langkah nyata (tidak menyerah atau tinggal diam) dengan cara

    mencoba belajar dan belajar lagi.

    Dengan adanya kelima cara tersebut maka diharapkan keletihan

    mental yang berakibat pada kejenuhan belajar bisa diatasi, tapi hal yang

    paling pokok dalam mengatasi kejenuhan belajar adalah sikap gigih, giat

    dan pantang menyerah yang ada dalam diri seseorang. Karena tanpa

    tindakan konkret tersebut maka ke-empat cara yang ada di atasnya tidak

    akan mempan untuk mengatasi persoalan tersebut.

    b. Frustasi

    Frustasi ialah keadaan batin seseorang, ketidakseimbangan

    dalam jiwa. Suatu perasaan tidak puas karena hasrat atau dorongan

    yang tidak dapat terpenuhi.29

    Woodworth dalam bukunya Psychology yang dikutip oleh

    Ngalim Purwanto dalam bukunya yang berjudul Ilmu Pendidikan

    Teoritis dan Praktis, mengemukakan bahwa rintangan-rintangan yang

    dapat menimbulkan frustasi dapat dibagi menjadi empat golongan besar

    yaitu :30

    1. Rintangan yang bukan manusia, bisa berupa lingkungan tempat belajar, atau kurangnya alat-alat yang dibutuhkan.

    2. Rintangan yang disebabkan orang lain, misalnya kita sedang belajar teman-teman dalam satu ruang sedang melakukan sesuatu yang membuat gaduh

    3. Pertentangan antara motif-motif positif yang terdapat dalam diri orang itu, misalnya ketika seorang anak akan berangkat sekolah tapi di rumah saudaranya sedang sakit padahal di sekolah sedang

    28 Ibid. 29 M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, PT. Remaja Rosdakarya,

    Bandung, 2000, hal. 113. 30 Ibid.

  • 25

    ulangan, dalam hati anak tersebut ingin berangkat sekolah tetapi disisi yang lain tidak tega melihat kondisi saudaranya yang sakit di rumah.

    4. Pertentangan antara motif positif dan motif negatif yang ada dalam dirinya, misal seorang anak akan belajar suatu macam pelajaran, akan tetapi di luar temannya sedang asik berkumpul dan bermain, dalam hati kemudian timbul pertentangan antara kebutuhan belajar dan keinginan untuk bermain bersama dengan teman-temannya, akhirnya dengan hati yang gelisah dia tetap belajar di rumahnya.

    c. Lupa

    Hambatan dalam belajar yang ke-tiga adalah lupa, lupa ialah

    hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-

    apa yang telah kita pelajari. Secara sederhana, Gulo (1982) dan Reber

    (1988) yang dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi

    Pendidikan Dengan Pendekatan Baru mendefinisikan lupa sebagai

    ketidakmampuan mengenal atau mengingat sesuatu yang dipelajari atau

    dialami.31 Dengan demikian, lupa bukanlah peristiwa hilangnya

    informasi dan pengetahuan dari akal kita, melainkan sebatas tidak

    dikenal atau diingatnya sesuatu yang telah dipelajari atau dialami.

    Adapun faktor yang menyebabkan kelupaan, antara lain :

    1. Karena gangguan konflik antara item-item informasi atau materi yang ada dalam memori. Peristiwa yang terjadi karena seseorang mempelajari sebuah materi yang baru yang mirip dengan materi hal yang lama telah dikuasai. Hal ini bisa mengakibatkan materi yang baru dipelajarinya menjadi sulit untuk diingat (proactive interference) atau bisa jadi materi yang sudah lama dipelajari menjadi sulit diingat karena ada penumpukan oleh materi yang baru (retroactive interference).

    2. Karena adanya tekanan oleh item yang telah ada, baik sengaja ataupun tidak. Peristiwa ini bisa disebabkan oleh kurang menariknya item informasi yang diterima, item informasi yang baru menekan item informasi yang lama, atau karena item informasi yang akan diingat kembali tertekan ke alam bawah sadarnya.

    3. Karena adanya perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar dengan waktu mengingat kembali.

    4. Karena adanya perubahan sikap dan minat terhadap proses dan situasi belajar tertentu.

    31 Muhibbin Syah, Op.Cit., hal. 158.

  • 26

    5. Karena materi yang dikuasai tidak pernah digunakan atau dihafalkan 6. Karena perubahan urat syaraf.32

    Ketiga macam bentuk hambatan atau rintangan dalam belajar

    tersebut hanya dapat diatasi apabila seseorang benar-benar berusaha untuk

    secara terus menerus tanpa kenal menyerah melawannya, seperti kata

    pepatah:

    Artinya: Siapa yang berusaha (dengan keras) maka akan mendapatkannya.33

    Dengan terus berusaha, maka orang akan belajar dari kesalahannya

    untuk kemudian memperbaiki kesalahan tersebut, sehingga lama kelamaan

    dia akan bisa mengatasi masalah yang dihadapi dan akhirnya bisa

    mendapatkan keinginannya.

    (sabar) .3

    Sabar berarti tahan dalam menghadapi cobaan (tidak lekas marah,

    tidak lekas putus asa dan tidak patah hati).34

    Dalam pengertian yang lain, sabar adalah tetap dan teguhnya

    dorongan keagamaan dalam menghadapi dorongan hawa nafsu.35 Dorongan

    keagamaan merupakan sesuatu yang padanya manusia ditunjukkan berupa

    marifat (pengetahuan/pengenalan) terhadap Allah dan Rasul-rasul-Nya, dan

    marifat terhadap semua kemaslahatan yang berkaitan dengan akibat yang

    baik.36

    Seorang manusia yang sabar akan terus berupaya untuk selalu

    mempertahankan dorongan keagamaan yang ada pada dirinya, walaupun

    32Ibid, hal. 158-160. 33Imam Muhyidin An-Nawawi, Al Adzkar, Darul Ihya, Indonesia, hal. 4. 34Poerwadarminto, dkk., Op.Cit., hal. 857. 35Syekh Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi, Mauidhatul Muminin, Terj. Abu Ridha,

    Bimbingan Orang Mumin, CV. Asy-Syifa, Semarang, 1993, hal. 698. 36 Ibid.

  • 27

    terkadang dorongan keagamaan tersebut terkesan sulit untuk bisa

    diperjuangkan, hal ini berkaitan dengan adanya dorongan hawa nafsu yang

    ada pada setiap diri manusia yang bertolak belakang dengan dorongan

    keagamaan.

    Dorongan hawa nafsu merupakan pemenuhan shahwat sesuai

    dengan yang dinginkan.37 Syahwat disini bisa diartikan sebagai semua

    keinginan yang berkonotasi negatif yang ada pada diri manusia, misalnya:

    Orang sedang berusaha untuk menguasai bab mawaris dalam kajian ilmu

    fiqh, akan tetapi karena tingkat kesulitannya yang tinggi, maka timbullah

    kejenuhan sehingga orang tersebut akhirnya menjadi enggan untuk

    mempelajari ilmu tersebut dan tidak akan berhasil menguasainya. Tetapi

    sebaliknya apabila orang tersebut teguh hatinya untuk terus

    mempertahankan dorongan keagamaan yang ada pada dirinya, yaitu dengan

    terus berikhtiar dan belajar secara terus menerus maka orang tersebut pada

    akhirnya akan mampu untuk menguasai ilmu tersebut.

    Dorongan keagamaan dalam menghadapi dorongan hawa nafsu

    mempunyai tiga keadaan, yaitu :

    a. Dorongan keagamaan ini dapat mengalahkan dorongan hawa nafsu, sehingga tidak tersisa sedikitpun padanya kekuatan untuk melakukan perlawanan. Dalam hal ini hanya orang-orang khawas yang bisa melakukannya, tidak semua orang bisa melakukannya.

    b. Dorongan hawa nafsu mengalahkan dorongan keagamaan dan menghancurkan sama sekali perlawanannya. Orang yang benar-benar demikian berarti telah tunduk dan menyerahkan diri kepada setan tanpa ada perjuangan sedikitpun.

    c. Pertarungan antara kedua dorongan ini berlangsung dengan seimbang, dimana masing-masing dorongan silih berganti beroleh kemenangan, golongan ini merupakan golongan orang-orang yang berjuang.38

    Setelah mengetahui 3 (tiga) keadaan golongan di atas, maka

    kesemuanya diserahkan kembali kepada masing-masing individu, apakah

    ingin termasuk dalam golongan orang yang berusaha atau mampu

    mengalahkan hawa nafsu yang ada pada dirinya, ataukah ikut kepada

    37 Ibid. 38 Ibid., hal. 699.

  • 28

    golongan orang-orang yang tunduk dan menjadi budak hawa nafsu. Bagi

    orang yang ingin sukses dalam upayanya mencari ilmu, maka orang tersebut

    haruslah berada pada golongan orang-orang yang berjuang untuk

    mengalahkan hawa nafsunya Dengan demikian orang tersebut akan

    mempunyai tekad untuk terus berusaha dan memperbaiki diri sampai betul-

    betul tercapai segala yang menjadi tujuannya. Akan tetapi apabila orang

    tersebut menyerah dengan hawa nafsunya, maka dapat dipastikan hanya

    kegagalan yang di dapat.

    Oleh karena berat dan sulitnya rintangan dan tantangan yang

    dihadapi seseorang dalam mencapai suatu kesabaran. Allah SWT

    berfirman :

    Artinya: Sesungguhnya Allah bersama dengan orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqarah: 153)

    Firman Allah di atas sebagai gambaran bahwasanya Allah sangat

    menghargai dan menyukai orang-orang yang sabar, dikarenakan sabar

    membutuhkan keuletan dan latihan dalam jangka waktu yang lama.

    Ibnu Abbas r.a. berkata, kesabaran di dalam al-Quran ada tiga

    aspek, yaitu: kesabaran dalam menunaikan fardhu-fardhu kepada Allah

    SWT, maka ini memiliki tiga ratus derajat; kesabaran dari menjauhi

    larangan-larangan Allah SWT, dan ini memiliki enam ratus derajat, dan

    kesabaran terhadap musibah ketika pertama kali menimpa, dan ini memiliki

    sembilan ratus derajat.39 Dalam hal ini menuntut ilmu adalah termasuk

    fardhu-fardhu Allah sehingga memperoleh tiga ratus derajat.

    Dengan demikian orang yang menginginkan kesuksesan di dalam

    mencari ilmu, maka dia diharuskan untuk bersabar, yaitu dengan terus

    berusaha belajar dan terus menerangi hawa nafsunya dan Allah

    39 Abu Hamid Al-Ghozali, Op.Cit., hal. 316-317.

  • 29

    memberikan penghargaan kepada orang-orang yang bersabar dalam mencari

    (menuntut) ilmu dengan memberi keutamaan tiga ratus derajat.

    (mempunyai biaya) .4

    Mempunyai biaya disini diartikan sebagai ongkos yang mencukupi

    untuk biaya hidup, sekiranya orang tersebut (yang menuntut ilmu) tidak lagi

    membutuhkan pertolongan dari orang lain dalam masalah rejeki.40

    Seseorang yang sedang mencari ilmu disyaratkan untuk

    mempunyai biaya (ongkos). Dimaksudkan supaya orang tersebut bisa

    berkonsentrasi secara penuh dalam mencari ilmu (belajar) sehingga tidak

    terganggu dengan pemikiran-pemikiran yang lain yang bisa mengganggu

    dalam proses belajarnya, seseorang tidak mungkin bisa menuntut ilmu

    dengan baik apabila dia tidak mempunyai biaya untuk membeli alat-alat

    kebutuhan belajar, seperti buku pelajaran misalnya, atau seseorang tidak

    akan bisa belajar dengan tenang apabila dia kekurangan uang untuk

    kebutuhan sehari-hari, seperti halnya kebutuhan untuk makan. Jadi tidak

    mungkin seseorang bisa belajar dengan baik apabila konsentrasinya masih

    terpecah dalam masalah biaya kehidupannya, kalaupun orang tersebut bisa

    menutupi kekurangannya dalam hal biaya (ongkos) ini dengan bekerja

    sambilan, tetap saja akan mempengaruhi konsentrasinya dalam belajar,

    sebab orang tersebut konsentrasinya terpecah antara bagaimana cara

    mencari biaya hidup dengan bagaimana agar pelajaran yang dia dapat bisa

    dikuasai dengan baik.

    Orang Jawa mengatakan jer basuki mowo beo, kesuksesan atau

    kejayaan tidak akan pernah bisa tercapai kecuali dengan adanya biaya.

    Kiranya hal ini tepat adanya bila dicocokkan dengan persyaratan bulghoh,

    sebagaimana ongkos (biaya) mempunyai andil yang sangat besar dalam

    mencapai kesuksesan atau kejayaan.

    Faktor tingkat ekonomi keluarga yang rendah akan mengganggu

    konsentrasi seseorang dalam mencari ilmu, hal ini dikarenakan

    40 Syekh Ibrahim bin Ismail, Talimul Mutaallim, CV. Toha Putra, Semarang, hal. 15.

  • 30

    konsentrasinya akan terpecah antara belajar dan mencari uang untuk biaya

    sekolahnya, apalagi jika sampai begitu minim dan rendahnya tingkat

    ekonomi dari keluarga sehingga tidak mempunyai ongkos sedikitpun untuk

    memenuhi kebutuhan sehari-hari, jangankan untuk membiayai sekolah,

    untuk makan saja susah, maka bisa-bisa pendidikan bagi anak tersebut akan

    berhenti sama sekali.

    (adanya petunjuk dari guru) .5

    Guru adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya

    perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat

    kedewasaan, sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya

    (baik sebagai khalifah maupun abd).41 Oleh karena itulah guru mempunyai

    peran yang sangat penting bagi seorang murid, guru bertanggung jawab

    tidak sebatas dinding sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Hal ini mau tidak

    mau menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku, dan

    perbuatan anak didiknya tidak hanya di lingkungan sekolah, tapi juga di luar

    sekolah.42 Dengan kata lain, tugas guru adalah melahirkan atau membentuk

    manusia yang pandai tetapi berakhlak mulia dan bertakwa kepada Allah

    SWT. sehingga mereka (anak didik) menjadi manusia yang berguna, baik

    untuk dirinya maupun untuk orang lain, serta yang tidak kalah pentingnya

    ialah manfaat untuk agamanya sehingga mereka mampu mencapai

    kebahagiaan di dunia dan akhirat.43

    Dalam kaitannya dengan pentingnya peran guru dalam pendidikan

    muridnya, maka guru diharuskan untuk memenuhi beberapa persyaratan,

    antara lain :

    1. Takwa kepada Allah SWT 2. Berilmu 3. Sehat jasmani

    41 H. Samsul Rizal, Filsafat Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, hal. 42. 42 H. Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hal. 31. 43 Hasan Ayyub, Etika Islam Menuju Kehidupan Yang Hakiki, Trigenda Karya, Bandung,

    1994, hal. 640.

  • 31

    4. Berkelakuan baik.44

    Dengan bertakwa kepada Allah, maka diharapkan seorang guru

    akan dapat memberi teladan yang baik bagi anak didiknya, sehingga

    kemudian anak didiknya diharapkan bisa meniru semua perbuatan dan

    tingkah laku gurunya. Dengan berilmu, berarti seorang guru mempunyai

    petunjuk dan penjelasan yang sangat dibutuhkan oleh anak didiknya.

    Sedangkan sehat jasmani yaitu seorang guru haruslah mempunyai tubuh

    yang sehat, sebab dengan tubuh yang sehat akan sangat berpengaruh dengan

    segala aktivitasnya dalam membina dan mendidik muridnya. Dan yang

    terakhir yaitu berkelakuan baik, hal ini berhubungan dengan sikap dan

    mental seorang guru, jika seorang guru mempunyai kelakuan yang baik

    maka otomatis dia akan mengajar muridnya dengan baik pula, akan tetapi

    jika kelakuannya buruk, maka dalam mengajarpun akan buruk sehingga

    dikhawatirkan akan berdampak buruk pula bagi akhlak para muridnya.

    Selain persyarataan di atas, seorang guru yang ideal seharusnya

    juga mempunyai sifat dan sikap seperti halnya berikut, antara lain : 45

    1. Adil Yaitu tidak membeda-bedakan dalam memperlakukan anak didik.

    2. Percaya dan suka kepada murid-muridnya Percaya dalam hal ini adalah guru harus mengakui bahwa anak-anak mempunyai suatu kemauan dan mempunyai kata hati untuk selalu berbuat yang terbaik bagi dirinya. Sedangkan suka kepada murid-muridnya berarti seorang guru akan selalu setia mendampingi dan membimbing anak didiknya dalam berbagai macam situasi.

    3. Sabar dan rela berkorban 4. Memiliki wibawa terhadap anak didiknya 5. Benar-benar menguasai pelajarannya

    Apabila seorang guru memiliki pengetahuan yang luas (sesuai dengan mata pelajarannya/bidangnya) maka akan mempunyai dampak yang sangat besar pada anak didiknya, hal ini dikarenakan guru tersebut akan dapat memberikan petunjuk dan penjelasan yang sejelas-jelasnya dan secara mendalam kepada anak didiknya sehingga anak tersebut akan betul-betul memahami pelajarannya.

    44 H. Syaiful Bahri Djamarah, Op.Cit., hal. 32-33. 45 Ahmad Tafsir, Op.Cit., hal. 84-85.

  • 32

    6. Suka pada pelajaran yang diberikannya Mengajarkan mata pelajaran yang disukai hasilnya lebih baik dan mendatangkan kegembiraan daripada sebaliknya.

    7. Kasih sayang kepada anak didik Kasih sayang dibagi menjadi dua: pertama, kasih sayang dalam pergaulan; berarti guru harus lembut dalam pergaulan, sehingga tatkala menasehati murid yang melakukan kesalahan akan menegur dengan cara memberikan penjelasan, bukannya dengan celaan. Kedua, kasih sayang dalam mengajar, berarti guru tidak boleh memaksa murid memaksa murid mempelajari sesuatu yang belum dapat dijangkaunya. Dalam hal ini terkandung pengertian bahwa guru harus mengetahui perkembangan kemampuan muridnya.

    8. Konsekuen, perkataan sesuai dengan perbuatan.

    Seorang guru mempunyai kewajiban untuk menyayangi anak

    didiknya tak ubahnya terhadap anaknya sendiri, dengan demikian guru

    tersebut tidak akan pernah enggan dan bosan untuk menasehati anak

    didiknya.46 Dengan demikian seorang murid (anak didik) akan selalu berada

    dalam bimbingan gurunya sehingga diharapkan akan terkontrol semua

    aktivitasnya di dalam maupun di luar sekolah.

    Berdasarkan pada beberapa persyaratan dan kriteria bagi seseorang

    untuk menjadi seorang guru seperti yang kami paparkan di atas, maka

    seharusnya setiap penuntut ilmu (murid) harus bertawadlu (merendah)

    kepada gurunya dan mempercayakan segala urusan kepadanya secara

    keseluruhan, serta tunduk kepada segala nasehatnya, memohon keridloan

    Allah, melalui bakti dan khidmat pada gurunya, suka membantu dan

    menolongnya, bahkan ikhlas berkorban apa saja demi memuliakan dan

    menghormatinya.

    Setiap murid harus menyadari bahwa gurunya, dengan ilmu dan

    pengalamnnya serta keinginannya membentuk muridnya menjadi seorang

    pribadi yang mulia. Mereka lebih mampu memberikan nasehat yang

    terbaik, obat yang mujarab daripada yang lainnya. Apapun yang diberikan

    dan yang diarahkan oleh guru pada muridnya, hendaklah ditaatinya dan

    46 Muhammad Said Mursi, Op.Cit., hal. 393.

  • 33

    mengesampingkan pendapat dirinya, sebab kekeliruan gurunya (yang

    mursyid) kemungkinan lebih baik daripada kebenaran dirinya.47

    Menurut Imam Ghozali, jika seorang murid mempunyai pendapat

    dan pilihannya sendiri dan mengesampingkan pendapat gurunya, maka

    celakalah murid itu. Imam Ali berkata: Termasuk hak seorang guru tidak

    diberondong dengan pertanyaan, tidak dipaksa menjawab, tidak

    memaksanya duduk jika sudah akan pergi, tidak menyebarkan rahasianya,

    tidak mengumpat seseorang di hadapannya, jangan mencari-cari

    kesalahannya, jika keliru harus diterima uzur alasan atau halangannya, dan

    setiap murid harus menghormati dengan mengagungkannya demi Allah

    selama dia menjaga hukum-hukum Allah, harus duduk di depannya, jika

    dia mempunyai hajat atau keperluan segeralah membantunya, dan jangan

    sekali-kali mengatakan, si anu mengatakan (sesuatu) yang berbeda dengan

    pendapatmu.48

    (waktu yang lama) .6

    Yang dimaksud dengan waktu yang lama adalah bahwasanya di dalam

    mencari ilmu apabila seseorang menginginkan agar benar-benar menguasai

    suatu ilmu maka haruslah mempelajari ilmu tersebut dalam waktu yang

    relatif lama, sebab hal-hal yang berhubungan dengan ilmu tersebut sangat

    banyak sehingga tidak bisa ditempuh dalam waktu yang singkat.49

    Hal ini dikarenakan suatu ilmu mempunyai suatu rangkaian yang

    sangat erat dengan ilmu yang lain yang berhubungan dengan dengan al-

    Quran yaitu bahasa Arab, sedangkan orang yang ingin menguasai bahasa

    Arab harus mempelajari ilmu nahwu, sharaf, balaghah, dan lain-lain yang

    berhubungan dengan bahasa Arab. Apabila beberapa ilmu tersebut sudah

    dikuasai, maka orang tersebut masih harus menguasai ilmu tafsir lengkap

    dengan asbabul nuzul. Setelah berbagai macam ilmu penunjang tersebut

    47 Hasan Ayyub, Op.Cit., hal. 636. 48 Ibid., hal. 637. 49 Syekh Ibrahim bin Ismail, Op.Cit., hal. 15.

  • 34

    dikuasai maka barulah seseorang bisa mengerti dan memahami kandungan

    dari Al-Quran yang sebenarnya.

    Berdasarkan contoh di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan

    bahwasanya apabila seseorang menginginkan kesuksesan dalam mencari

    ilmu, berarti dia harus memenuhi syarat (waktu yang lama),

    karena seorang pelajar tidak mudah berpindah dari satu disiplin ilmu ke

    disiplin ilmu yang lain sebelum dia merampungkan atau menyelesaikan satu

    disiplin ilmu tertentu yang sedang ditekuninya.