bab ii landasan teori ii.1. audit operasional ii.1.1 ...thesis.binus.ac.id/asli/bab2/2009-2-00053-ak...
TRANSCRIPT
8
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Audit Operasional
II.1.1. Pengertian Audit Operasional
Banyak definisi audit operasional mencakup penyebutan efficiency (pengeluaran
yang minimum dari sumber daya), effectiveness (pencapaian hasil uang diinginkan),
economy atau kinerja dari suatu entitas.
Berikut ini definisi audit operasional dari para ahli auditing menurut buku Widjaja
Tunggal, Amin (2004) :
1. “Dale Flesher dan Steward Siewert ( Independent Auditor’s Guide to
Operasional Auditing )
Audit operasional merupakan pencarian cara-cara untuk memperbaiki efisiensi
dan efektivitas. Audit operasional dapat dipertimbangkan sebagai suatu bentuk
kecaman yang konstruktif.
2. Casler dan Crochett
Audit operasional adalah suatu proses yang sistematis untuk menilai efektivitas
organisasi, efisiensi, dan ekonomi operasi di bawah pengendalian manajemen
dan melaporkan kepada orang yang tepat hasil dari penilaian bersama dengan
rekomendasi untuk perbaikan” (h.5).
9
II.1.2. Karakteristik Audit Operasional
Menurut buku Widjaja Tunggal, Amin (2004), “di bawah ini adalah karakteristik
dari audit operasional :
1. Audit operasional adalah prosedur yang bersifat investigatif.
2. Mencakup semua aspek perusahaan, unit atau fungsi.
3. Yang di audit adalah seluruh perusahaan, atau salah satu unitnya (bagian
penjualan, bagian perencanaan produksi dan sebagainya), atau suatu fungsi, atau
salah satu sub-klasifikasinya (pengendalian persediaan, sistem pelaporan,
pembinaan pegawai dan sebagainya).
4. Penelitian di pusatkan pada prestasi atau keefektifan dari perusahaan/unit/fungsi
yang diaudit dalam menjalankan misi, tanggung jawab atau tugasnya.
5. Pengukuran terhadap efektifitas didasarkan pada bukti/data dan standar.
6. Tujuan utama audit operasional adalah memberikan informasi kepada pimpinan
tentang efektif-tidaknya perusahaan, suatu unit atau suatu fungsi. Diagnosis
tentang permasalahan dan sebab-sebabnya, dan rekomendasi tentang langkah-
langkah korektifnya merupakan tujuan tambahan” (h.9).
II.1.3. Tujuan dan Alasan Audit Operasional
Beberapa tujuan dari audit operasional dibawah ini menurut buku Widjaja
Tunggal, Amin (2004) :
1. ”Objek dari audit operasional adalah mengungkapkan kekurangan dan
ketidakberesan dalam setiap unsur yang diuji oleh audit operasional dan untuk
10
menunjukkan perbaikan apa yang di mungkinkan untuk memperoleh hasil yang
terbaik dari operasi yang bersangkutan.
2. Untuk membantu manajemen mencapai administrasi operasi yang paling efisien.
3. Untuk mengusulkan kepada manajemen cara-cara dan alat-alat untuk mencapai
tujuan apabila manajemen organisasi sendiri kurang pengetahuan tentang
pengelolaan yang efisien.
4. Audit operasional bertujuan untuk mencapai efisiensi dari pengelolaan
5. Untuk membantu manajemen, auditor operasional berhubungan dengan setiap
frase dari aktivitas usaha yang dapat merupakan dasar pelayanan kepada
manajemen.
6. Untuk membantu manajemen pada setiap tingkat dalam pelaksanaan yang efektif
dan efisien dari tujuan dan tanggung-jawab mereka” (h.12).
Menurut Lindberg dan Caln beberapa alasan tentang diadakannya audit
operasional adalah :
1. ”Manajemen puncak ingin mendapatkan kepastian tentang keefektifan unit,
fungsi atau perusahaan walaupun semua tampak dalam keadaan baik, seperti
halnya para pimpinan menjalani ”medical checkup” secara rutin
2. Audit operasional dilakukan karena ditemukan atau dirasakan adanya masalah.
3. Pihak luar (penyumbang atau kreditor) ingin mendapat kepastian bahwa dana
yang diberikan di gunakan dengan baik dan sesuai dengan persyaratan yang telah
disetujui oleh penerima dana.
11
4. Badan pemerintah yang mengelola peraturan memerlukan laporan audit
operasional sebagai masukan/dasar tambahan untuk menilai prestasi operasional
dan posisi keuangan dari suatu lembaga” (h.12).
II.1.4. Jenis – jenis Audit Operasional
Menurut Arens & Loebbecke yang diterjemahkan Jusuf A.A. pada buku 2
(2003), ada 3 (tiga) jenis audit operasional, yaitu :
1. “Audit Fungsional.
Audit Fungsional berkaitan dengan sebuah fungsi atau lebih dalam suatu
organisasi. Hal ini dapat berhubungan misalnya dengan fungsi penggajian suatu
divisi atau untuk perusahaan secara keseluruhan. Keunggulan audit fungsional
adalah memungkinkan adanya spesialisasi oleh auditor, sehingga auditor dapat
lebih efisien dalam menggunakan waktunya untuk memeriksa bidang yang
dikuasainya. Sedangkan kekurangannya adalah bahwa tidak dievaluasinya
fungsi-fungsi yang saling berkaitan. Contohnya, fungsi produksi berinteraksi
dengan fungsi pabrikasi dan fungsi lainnya dalam suatu organisasi
2. Audit Organisasional.
Penekanan dalam suatu Audit Organisasi adalah pada seberapa efektif dan
efisien fungsi-fungsi dalam organisasi yang saling berinteraksi. Rencana
organisasi dan metode-metode untuk mengkoordinasikan aktivitas yang ada
sangat penting dalam audit jenis ini.
3. Penugasan Khusus.
Penugasan Audit Khusus biasa timbul atas permintaan manajemen. Ada banyak
12
variasi dalam audit jenis ini, salah satu contohnya mencakup penyelidikan
kemungkinan fraud dalam suatu divisi” (h.767).
II.1.5. Tahap – tahap Audit operasional
Tahap – tahap dalam audit operasional menurut Agoes S (2004) adalah sebagai
berikut :
1. “Survei Pendahuluan (Preliminary Survey)
Tujuan dari preliminary survey adalah untuk mendapatkan informasi umum dan
latar belakang, dalam waktu yang relatif singkat, mengenai semua aspek dari
organisasi, kegiatan, program, atau sistem yang dipertimbangkan untuk
diperiksa, agar dapat diperoleh pengetahuan atau gambaran yang memadai
mengenai objek pemeriksaan.
2. Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Intern (Review and Testing
of Management Control System)
Tujuan dari penelaahan dan pengujian atas sistem pengendalian intern adalah :
• Untuk mendapatkan bukti-bukti mengenai ketiga elemen dari tentative audit
objective dengan melakukan pengetesan terhadap transaksi-transaksi
perusahaan yang berkaitan dengan sistem pengendalian manajemen.
• Untuk memastikan bahwa bukti-bukti yang diperoleh dari perusahaan adalah
kompeten jika audit diperluas ke dalam detail examination (pemeriksaan
secara rinci). Dengan mendapatkan bukti-bukti dari masing-masing elemen
dari tentative audit objective, auditor dapat menentukan apakah tentative
audit objective tersebut dapat dijadikan firm audit objective sebagai dasar
13
untuk melakukan tahap berikutnya (detailed examination). Jika auditor dapat
memperoleh bukti – bukti yang kompeten dalam melaksanakan review and
testing of management control system, berarti auditor dapat meyakinkan
dirinya mengenai keandalan informasi yang diperoleh dari sistem
pengendalian manajemen.
3. Pengujian Terinci
Dalam tahapan ini auditor harus mengumpulkan bukti-bukti yang cukup,
kompeten, material dan relevan untuk dapat menentukan tindakan-tindakan apa
saja yang dilakukan manajemen dan pegawai perusahaan yang merupakan
penyimpangan-penyimpangan terhadap criteria, dalam firm audit objective, dan
bagaimana effects tersebut yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
4. Pengembangan Laporan
Temuan audit harus dilengkapi dengan kesimpulan dan saran dan harus dikaji
oleh audit manager sebelum didiskusikan dengan auditee. Komentar dari auditee
mengenai apa yang disajikan dalam konsep laporan harus diperoleh (sebaiknya
secara tertulis)” (h.178).
II.1.6. Perbedaan antara Audit Laporan keuangan dengan Audit Operasional
Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara audit laporan keuangan dengan
audit operasional yang disebutkan dalam buku Widjaja Tunggal, Amin (2004):
1. ”Audit laporan keuangan menguji secara historis dari kinerja masa lalu
sedangkan audit operasional menilai dan menelaah masa yang lalu, dan juga
melihat masa yang akan datang dengan suatu pandangan :
14
a. Pada penilaian kebijakan dan perencanaan, apakah mereka paling baik dan
cocok untuk mencapai tujuan,
b. Untuk melihat apakah kebijakan yang ditetapkan ditaati atau tidak,
c. Untuk menilai kinerja eksekutif,
d. Untuk mengukur kinerja usaha dan membandingkan hasil aktual dengan
target,
e. Untuk menganalisis data dan berbagai varian/penyimpangan untuk
menemukan penyebab dari varian tersebut, dan
f. Untuk mengusulkan tindakan korektif yang tepat untuk mencapai target.
2. Audit keuangan melaporkan posisi keuangan organisasi pada suatu tanggal
tertentu dan apakah laporan keuangan menyajikan suatu pandangan yang benar
dan wajar dari keadaan usaha perusahaan, sedangkan auditor operasional
melaporkan kinerja manajemen selama suatu periode tertentu dan mengusulkan
cara-cara dan alat-alat untuk mencapai tujuan pada masa yang akan datang,
apabila tujuan tersebut belum tercapai.
3. Auditor keuangan tidak mempertanyakan apakah manajemen aktif atau tidak,
sedangkan audit operasional menilai aktivitas manajemen dan menyelidiki
apakah aktivitas tidak efisien.
4. Auditor keuangan hanya melihat pada sejarah transaksi keuangan, sedangkan
auditor operasional tidak hanya melihat catatan keuangan, tetapi juga bidang
operasi dengan tujuan memperbaiki operasi usaha di masa yang akan datang.
5. Pekerjaan auditor operasional mulai di mana pekerja auditor keuangan berakhir.
15
6. Tujuan auditor operasional mencakup pengujian yang kritikal atas struktur dan
bagan organisasi, proses manufakturing, perencanaan dan jadwal produksi,
ketaatan terhadap kebijakan perusahaan. Jadi audit operasional dapat diarahkan
terhadap banyak bidang nonfinansial seperti personil dan perekayasaan,
sedangkan auditor keuangan terutama memberi perhatian pada aspek keuangan
organisasi.
7. Perbedaan yang penting antara audit operasional dan audit keuangan adalah unit
dari tolok ukur (unit of measure). Kebanyakan audit keuangan berkonsentrasi
pada pengesahan kewajaran laporan keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip
akuntansi yang berlaku umum seperti yang di definisikan oleh badan otoritatif
dan praktik yang berlaku umum. Dengan demikian, kriteria untuk menilai jumlah
dan pengungkapan yang tercakup dalam laporan keuangan sangat baik di
definisikan. Sebaliknya, pengukuran atau evaluasi efektivitas, efisiensi,
ekonomisasi, atau kinerja dalam audit operasional lebih sulit. Tidak ada standar
yang berlaku umum (general accepted standards).
8. Hasil audit keuangan sering dilaporkan kepada pihak diluar entitas (umpamanya
pemegang saham, badan pemerintah dan publik umum), sedangkan hasil audit
operasional biasanya dilaporkan kepada manajemen.
Dibawah ini adalah tabel perbandingan antara audit keuangan dengan audit
operasional” (h.16;18).
16
No. Karakteristik Audit keuangan Audit Operasional
8 Realisasi Aktual Potensial
11 Katalisator Tradisi Permintaan pimpinan
Sudah berusia lamaSejarah10
Frekuensi12
Penerima
Keharusan9
Presisi Absolut Relatif
Ruang Lingkup Data/catatan keuangan Operasi atau fungsi
3
4
Orientasi
Standar Penelitian
Belum lama, berkaitan denganya adanya sistem approach
Periodik, tetapi kebanyakan saatnya tidak tertentu/tegas
Teratur‐paling sedikit per tahun
1 Tujuan
2
Metode5
6
7
Standar‐standar audit yang berlaku umum
Teknik‐teknik manajemen operasi
Terutama pihak luar pemegang saham, pemerintah, publik
Biasanya intern‐umumnya pimpinan
Diharuskan oleh Undang‐undang/peraturan
Tidak harus‐merupakan prerogatif pimpinan
Menyatakan pendapat tentang laporan keuangan dan meilai sistem pengendalian akuntansi dalam menjaga keamanan aktiva perusahaan
Menilai dan meningkatkan/keefektifan pengelolaan
Urusan keuangan dalam periode yang sudah lalu
Urusan operasional yang sudah lalu, sekarang, dan yang akan datang
Prinsip‐prinsip akuntansi yang berlaku umum
Prinsip‐prinsip manajemen operasi
Tabel 2.1. Perbedaan Audit Keuangan dan Audit Operasional
17
II.2. Pengendalian Intern Secara Umum
II.2.1. Definisi dan Konsep Dasar Pengendalian Intern
Weygandt, Kieso dan Kimmel (2007), menuliskan definisi dari pengendalian
internal adalah “consists of all the related methods and measures adopted within a
business to :
1. Safeguard its assets from employee theft, robbery, and unauthorized use.
2. Enchance the accuracy and reliability of its accounting records. This is done by
reducing the risk of errors (unintentional mistakes) and irregularities
(intentional mistakes and misrepresentations) in the accounting process” (p.338)
Kemudian menurut Chiappetta, Larson dan Wild menyatakan bahwa, “The
principles of internal control are to :
1. Establish responsibilities.
2. Maintain adequate records.
3. Insure assets and bond key employees.
4. Separate recordkeeping from custody of assets.
5. Divide responsbility for related transactions.
6. Apply technological controls.
7. Perform regular and independent reviews” (p.354).
II.2.2. Definisi Sistem Pengendalian Intern
Mulyadi (2003), menulis bahwa, “Sistem pengendalian intern meliputi struktur
organisasi, metode dan ukuran – ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan
organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan
18
mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Definisi sistem pengendalian intern
tersebut menekankan tujuan yang hendak dicapai, dan bukan pada unsur – unsur yang
membentuk sistem tersebut.” (h.163)
II.2.3. Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Kemudian Mulyadi juga menuliskan, “Tujuan sistem pengendalian intern
menurut definisi tersebut adalah :
1. Menjaga kekayaan organisasi
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi
3. Mendorong efisiensi, dan
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.” (h.163)
II.2.4. Unsur – unsur Sistem Pengendalian Intern
Mulyadi menuliskan bahwa, “Unsur pokok sistem pengendalian intern adalah :
1. Struktur organisasi yang memisahkan tangung jawab fungsional secara tegas.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang
cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi.
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.” (h.164)
II.2.5. Definisi Struktur Pengendalian Intern
Arens & Loebbecke yang diterjemahkan Jusuf A.A. pada buku 1 (2003),
menuliskan, “kebijakan dan prosedur yang diterapkan untuk memperoleh keyakinan
19
yang memadai bahwa tujuan suatu satuan usaha yang spesifik akan dapat dicapai.:
(h.261)
II.2.6. Tujuan Struktur Pengendalian Intern
Arens et al. Menyatakan “Manajemen dalam merancang struktur pengendalian
intern mempunyai kepentingan-kepentingan sebagai berikut :
1. Keandalan pelaporan keuangan
Manajemen bertanggung jawab menyiapkan laporan keuangan bagi investor,
kreditor dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai kewajiban hukum dan
professional untuk menjamin bahwa informasi telah disiapkan sesuai standar
laporan, yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Mendorong efektifitas dan efisiensi operasional
Pengendalian dalam suatu organisasi adalah untuk mencegah kegiatan dan
pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek, dan untuk mengurangi
penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien.
Bagian penting lain dari efektifitas dan efisiensi adalah pengamanan aktiva dan
catatan aktiva fisik dapat dicuri, disalahgunakan atau dirusak kalau tidak
dilindungi oleh pengendalian yang memadai. Kondisi yang sama berlaku untuk
aktiva non fisik seperti piutang usaha, dokumen penting (kontrak rahasia dengan
pemerintah), dan catatan – catatan (buku besar dan jurnal). Perlindungan aktiva
dan catatan tertentu meningkat kepentingannya sejak lahir sistem komputer.
Sejumlah besar informasi disimpan dalam wadah komputer seperti pita magnetis
(magnetic tape) yang dapat dirusak kalau tidak dilakukan perlindungan.
20
3. Ketaatan pada hukum dan peraturan
Banyak sekali hukum dan peraturan yang harus diikuti oleh perusahaan,
beberapa di antaranya berkaitan tidak langsung dengan akuntansi, misalnya UU
Lingkungan Hidup dan UU Perburuhan, sedangkan peraturan lain yang sangat
berkaitan erat dengan akuntansi, contohnya adalah UU Perpajakan dan UU
Perusahaan Terbatas” (h.258).
II.2.7. Unsur – unsur Struktur Pengendalian Intern
Warren, Reeve dan Fess (2005) menuliskan, “unsur – unsur tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Lingkungan pengendalian
2. Penilaian risiko
3. Prosedur pengendalian
4. Pemantauan (monitoring)
5. Informasi dan komunikasi” (h.229).
Kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh Warren, Reeve dan Fess (2005), “Dalam
alinea – alinea berikut, unsur ini akan dibahas satu per satu.
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian suatu perusahaan mencakup seluruh sikap manajemen
dan karyawan mengenai pentingnya pengendalian. Salah satu faktor yang
mempengaruhi lingkungan pengendalian adalah falsafah manajemen dan siklus
operasi. Manajemen yang terlalu mengutamakan sasaran operasi dan
menyimpang dari kebijakan pengendalian bisa secara tidak langsung mendorong
21
karyawan untuk mengabaikan pengendalian. Misalnya, tekanan untuk mematuhi
target penjualan dapat mendorong karyawan untuk menyusun laporan penjualan
palsu. Di pihak lain, manajemen yang menekankan pentingnya pengendalian dan
mendorong dipatuhinya kebijakan pengendalian akan menciptakan lingkungan
pengendalian yang efektif.
Struktur organisasi usaha, yang merupakan kerangka dasar untuk
perencanaan dan pengendalian operasi, juga mempengaruhi lingkungan
pengendalian. Misalnya, sebuah jaringan toko swalayan dapat mengelola masing
– masing toko sebagai suatu unit usaha tersendiri. Manajer setiap toko
mempunyai wewenang penuh atas penentuan harga dan aktivitas operasi lainnya.
Dalam struktur yang demikian, setiap manajer toko bertanggung jawab untuk
membentuk lingkungan pengendalian yang efektif.
Kebijakan personalia juga mempengaruhi lingkungan pengendalian.
Kebijakan personalia meliputi perekrutan, pelatihan, evaluasi, penetapan gaji,
dan promosi karyawan. Di samping itu, uraian pekerjaan, kode etik karyawan,
dan kebijakan mengenai masalah perbedaan kepentingan merupakan bagian dari
kebijakan personalia. Kebijakan dan prosedur tersebut dapat memperkokoh
pengendalian internal bila memberikan jaminan yang wajar bahwa hanya
karyawan yang kompeten dan jujurlah yang direkrut dan dipertahankan.
2. Penilaian Risiko
Semua organisasi menghadapi risiko. Contoh – contoh risiko meliputi perubahan
– perubahan tuntutan pelanggan, ancaman persaingan, perubahan peraturan,
perubahan – perubahan faktor ekonomi seperti perubahan suku bunga, dan
22
pelanggaran karyawan atas kebijakan dan prosedur perusahaan. Manajemen
harus memperhitungkan risiko ini dan mengambil langkah penting untuk
mengendalikannya sehingga tujuan dari pengendalian internal dapat tercapai.
Setelah risiko diidentifikasi, maka dapat dilakukan analisis untuk
memperkirakan besarnya pengaruh dari risiko tersebut secara tingkat
kemungkinan terjadinya, dan untuk menentukan tindakan – tindakan yang akan
meminimumkannya. Misalnya, manajer dari suatu usaha pergudangan bisa
menganalisis risiko karyawan menderita sakit punggung, yang bisa
mengakibatkan timbulnya gugatan hukum, perusahaan bisa bertindak dengan
membeli alat penyangga punggung bagi karyawan gudang dan mengharuskan
mereka memakainya.
3. Prosedur Pengendalian
Prosedur pengendalian ditetapkan untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa
sasaran bisnis akan dicapai, termasuk pencegahan penggelapan. Dalam alinea –
alinea berikut, kita akan membahas secara singkat prosedur – prosedur
pengendalian yang dapat dipadukan dengan sistem akuntansi.
Pegawai yang Kompeten, Perputaran Tugas, dan Cuti Wajib. Sistem
akuntansi yang baik memerlukan prosedur untuk memastikan bahwa para
karyawan mampu melaksanakan tugas yang diembannya. Karena itu, para
karyawan bagian akuntansi harus mendapatkan pelatihan yang memadai dan
diawasi dalam melaksanakan tugasnya. Ada baiknya juga bila dilakukan
perputaran atau rotasi tugas diantara para karyawan klerikal dan mengharuskan
para karyawan nonklerikal untuk mengambil cuti. Kebijakan ini mendorong para
23
karyawan untuk menaati prosedur yang digariskan. Di samping itu, kesalahan
atau penggelapan yang terjadi bisa dideteksi.
Pemisahan Tanggung Jawab untuk Operasi yang Berkaitan. Untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya ketidakefisienan, kesalahan, dan
penggelapan, maka tanggung jawab untuk operasi yang berkaitan harus dibagi
kepada dua orang atau lebih. Misalnya, tanggung jawab untuk pembelian,
penerimaan dan pembayaran atas perlengkapan komputer harus dibagi kepada
tiga orang atau tiga departemen. Jika orang yang sama melakukan pemesanan,
memeriksa penerimaan atas barang yang dipesan, dan melakukan pembayaran
kepada pemasok, maka penyelewengan berikut bisa terjadi :
1. Pemesanan bisa dilakukan berdasarkan hubungan pribadi dengan pemasok,
bukan berdasarkan harga, mutu, dan faktor – faktor objektif lainnya.
2. Kuantitas dan kualitas barang pesanan yang diterima mungkin tidak
diperiksa, sehingga barang yang diterima atau barang yang mutunya jelek
tetap dibayar.
3. Barang yang dibeli tersebut mungkin akan dicuri oleh karyawan.
4. Keabsahan dan keakuratan faktur mungkin tidak diperiksa dengan cermat,
sehingga menyebabkan pembayaran atas faktur yang tidak benar atau tidak
akurat.
“Upaya – upaya pengecekan” yang akan timbul akibat dibaginya tanggung
jawab kepada berbagai departemen tidak perlu menyebabkan tumpang tindih
tugas. Dokumen perusahaan yang disiapkan oleh suatu departemen dirancang
24
agar terkoordinasi dan saling mendukung dengan dokumen yang disiapkan
oleh departemen lain.
Pemisahan Operasi, Pengamanan Aktiva, dan Akuntansi. Kebijakan
pengendalian harus menetapkan pihak – pihak yang bertanggung jawab atas
berbagai aktivitas usaha. Untuk mengurangi kemungkinan timbulnya kesalahan
dan penggelapan, maka tanggung jawab atas operasi, pengamanan aktiva, dan
akuntansi akan digunakan sebagai alat pengecekan independen terhadap mereka
yang bertugas mengamankan aktiva dan mereka yang berkecimpung dalam
operasi usaha. Misalnya, karyawan yang dipercayai untuk menangani
penerimaan kas dari para pelanggan yang membeli secara kredit tidak boleh
melakukan pembukuan atas penerimaan kas. Sebab bila demikian, karyawan
dapat menyembunyikannya dengan mengubah catatan akuntansi. Begitu juga,
jika mereka yang berkecimpung dalam aktivitas operasi juga mencatat hasil –
hasil operasi, maka mereka dapat menyimpangkan catatan akuntansi untuk
menyajikan kinerja yang lebih baik dari yang sebenarnya. Misalnya, manajer
toko yang mendapat bonus tahunan berdasarkan laba operasi bisa terdorong
untuk mencatat penjualan fiktif agar bonus yang diterimanya lebih besar.
Prosedur Pembuktian dan Pengamanan. Prosedur pembuktian dan
pengamanan harus digunakan untuk melindungi aktiva dan memastikan bahwa
data akuntansi dapat dipercaya. Hal ini dapat diterapkan pada banyak hal seperti
prosedur otorisasi, persetujuan, dan rekonsiliasi. Misalnya, karyawan yang
25
melakukan perjalanan dinas perlu mendapat persetujuan manajer departemen
yang dibubuhkan pada formulir permintaan perjalanan.
Contoh lain dari prosedur pengendalian meliputi penggunaan akun bank
dan alat lain untuk memastikan keamanan kas dan dokumen berharga.
Pengunaan register kas memperlihatkan nilai dari setiap penjualan dan
pemberian slip tercetak kepada pembeli merupakan salah satu cara pengendalian
internal yang efektif. Toko yang buka sepanjang malam dapat menggunakan
prosedur pengamanan berikut untuk menghindarkan perampokan :
1. Tempatkan register kas di dekat pintu sehingga terlihat dari luar toko ; dua
karyawan sekaligus bertugas pada larut malam ; tenaga satuan pengamanan
perlu dipekerjakan.
2. Setorkan uang tunai ke bank setiap sore sebelum bank tutup.
3. Tempatkan sejumlah uang yang kecil dalam register kas pada sore hari
dengan menempatkan uang kas yang berlebih pada kotak pengaman yang
tidak bisa dibuka oleh karyawan yang sedang bertugas.
4. Pasang kamera dan sistem alarm.
4. Pemantauan
Pemantauan terhadap sistem pengendalian internal akan mengidentifikasi di
mana letak kelemahannya dan memperbaiki efektivitas pengendalian tersebut.
Sistem pengendalian internal dapat dipantau secara rutin atau melalui evaluasi
khusus. Pemantauan rutin bisa dilakukan dengan mengamati perilaku karyawan
dan tanda – tanda peringatan dari sistem akuntansi tersebut. Pemantauan berupa
evaluasi khusus sering dilakukan bila terjadi perubahan – perubahan besar dalam
26
hal strategi, manajemen senior, struktur usaha, atau operasi. Pada perusahaan
besar, auditor internal yang independen biasanya diberi tanggung jawab untuk
memantau sistem pengendalian internal. Di samping itu, auditor eksternal juga
mengevaluasi pengendalian internal sebagai bagian normal dari auditor tahunan
atas laporan keuangan.
5. Informasi dan Komunikasi
Informasi dan komunikasi merupakan unsur penting dari pengendalian internal.
Informasi mengenai lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur
pengendalian, dan pemantauan diperlukan oleh manajemen untuk mengarahkan
operasi dan memastikan terpenuhinya tuntutan – tuntutan pelaporan serta
peraturan yang berlaku.
Manajemen juga dapat menggunakan informasi eksternal untuk menilai
peristiwa dan keadaan yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dan
pelaporan eksternal. Misalnya, manajemen menggunakan informasi dari
Financial Accounting Standards Boards (FASB atau Dewan Standar Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) untuk kasus Indonesia), untuk menilai dampak dari
perubahan standar pelaporan yang mungkin terjadi” (h.230 – 234).
II.2.8. Keterbatasan Pengendalian Intern
Menurut Boynton, Johnson, dan Kell (2002) mengidentifikasikan keterbatasan
yang melekat (inherent limitations) pada Pengendalian Internal, yaitu :
1. “Kesalahan dalam pertimbangan (Poor Judgement)
27
Kadang – kadang, manajemen dan personel lainnya dapat melakukan
pertimbangan yang buruk dalam membuat keputusan bisnis atau dalam
melaksanakan tugas rutin karena informasi yang tidak mencukupi, keterbatasan
waktu, atau prosedur lainnya.
2. Gangguan (Breakdown)
Gangguan dalam melaksanakan pengendalian dapat terjadi ketika personel salah
memahami instruksi atau membuat kekeliruan akibat kecerobohan, kebingungan,
atau kelelahan. Perubahan sementara atau permanen dalam personel atau dalam
sistem atau prosedur juga dapat berkontribusi pada terjadinya gangguan.
3. Kolusi (Collusion)
Individu yang bertindak bersama, seperti karyawan yang melaksanakan suatu
pengendalian penting bertindak bersama dengan karyawan yang lain, konsumen
atau pemasok, dapat melakukan sekaligus menutupi kecurangan sehingga tidak
terdeteksi oleh pengendalian internal (misalnya, kolusi antara tiga karyawan
mulai dari departemen personel, manufaktur, dan penggajian untuk membuat
pembayaran kepada karyawan fiktif, atau jadwal pembayaran kembali kepada
seorang karyawan di departemen penjualan dengan pelanggan.
4. Pengabaian oleh manajemen (Management Override)
Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur tertulis untuk tujuan
tidak sah seperti keuntungan pribadi atau presentasi mengenai kondisi keuangan
suatu entitas yang dinaikkan atau status ketaatan (misalnya, menaikkan laba yang
dilaporkan untuk menaikkan pembayaran bonus atau nilai pasar dari saham
entitas, atau menyembunyikan pelanggaran dari perjanjian hutang atau
28
ketidaktaatan hukum dan peraturan). Praktik pengabaian (override) termasuk
membuat penyajian yang salah dengan sengaja kepada auditor dan lainnya,
seperti menerbitkan dokumen palsu untuk mendukung pencatatan transaksi
penjualan fiktif.
5. Biaya lawan manfaat (Cost Versus Benefit)
Biaya pengendalian internal suatu entitas seharusnya tidak melebihi manfaat
yang diharapkan untuk diperoleh. Pengukuran yang tepat baik dari biaya dan
manfaat biasanya tidak memungkinkan, manajemen harus membuat sendiri
estimasi kuantitatif maupun kualitatif dalam mengevaluasi hubungan antara
biaya dan manfaat” (h.376).
II.2.9. Hubungan Pengendalian Intern dengan Audit Operasional
Arens et.al. menyatakan bahwa, “hubungan antara audit operasional dengan
sistem pengendalian intern adalah sistem pengendalian internal dibentuk untuk
membantu mencapai sasaran perusahaan, dan sasaran penting semua organisasi adalah
efesiensi dan efektifitas.
Ada dua perbedaan penting dalam evaluasi dan pengujian pengendalian intern
untuk audit keuangan dan operasional : tujuan evaluasi dan pengujian pengendalian
intern tersebut, dan ruang lingkup normal dari evaluasi pengendalian internal” (h.766).
29
II.3. Pengertian Penjualan, Piutang Usaha dan Penerimaan Kas
II.3.1 Pengertian Penjualan
IAI dalam Standar Akuntansi Keuangan (2007) menuliskan, “Penjualan barang
meliputi barang yang diproduksi perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk
dijual kembali seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau tanah properti lain yang
dibeli untuk dijual kembali. Dan penjualan jasa biasanya menyangkut tugas yang secara
kontraktual telah disepakati oleh perusahaan, jasa tersebut dapat diserahkan selama satu
periode atau secara lebih dari satu periode” (PSAK no 23.1).
Werner, M.L. dan Jones, K.L. (2004), “Sales is the revenue generated from the
sale of tangible products” (p.122).
II.3.2 Pengertian Piutang Usaha
Pemberian definisi mengenai piutang adalah sangat relatif , tergantung dari segi
mana kita memandangnya. Akibatnya piutang memiliki pengertian yang bermacam-
macam, sehingga pengertian piutang dalam skripsi ini penulis mengutip dari pendapat-
pendapat yang dianggap telah mewakili beberapa pendapat. Pada dasarnya piutang
terjadi karena pinjaman berupa uang, barang, atau jasa dan karena sistem penjualan yang
dilaksanakan. Sistem penjualan yang dimaksud adalah sistem penjualan kredit dari
barang atau jasa
Menurut Suharli, M. (2006), “Piutang dagang adalah jumlah piutang dari
pelanggan yang terjadi karena transaksi penjualan barang atau jasa. Umumnya piutang
dagang memiliki jangka waktu pelunasan 30 – 60 hari tergantung syarat kredit seperti :
n/30, n/45, atau n/eom. Dokumen pendukung piutang dagang biasanya berupa dokumen
30
jual-beli seperti : faktur penjualan dan surat jalan pengiriman, tanpa perjanjian tertulis
dari yang berhutang.
Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Horngren,Harrison dan Bamber
(2002) yang menyatakan bahwa piutang usaha adalah ,”A promise to receive cash from
customers to whom the business has sold goods or for whom the business has performed
services” (p.12).
II.3.3. Pengertian Penerimaan Kas
Kieso (2002) mengemukakan, “Kas (Cash) adalah aktiva yang paling likuid,
merupakan media pertukaran standar dan dasar pengukuran serta akuntansi untuk semua
pos-pos lainnya. Kas umumnya diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Agar dapat
dilaporkan sebagai kas, suatu pos harus dapat dengan segera digunakan untuk membayar
kewajiban lancar, dan harus bebas dari setiap restriksi kontraktual yang membatasi
pemakaiannya dalam melunasi hutang. Kas terdiri dari uang logam, uang kertas, dan
dana yang tersedia pada deposito di bank. Instrumen yang dapat dinegosiasikan seperti
pos wesel (money order), cek yang diserahkan (certified check), cek kasir (cashier
check), cek pribadi dan wesel bank (Bank draft) juga dipandang sebagai kas” (h.342)