bab ii landasan teori 2.1 perkerasan jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/bab ii.pdfmenurut sukirman...

28
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalan Menurut Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen SKBI 2.3.26.1987, susunan perkerasan jalan meliputi: lapis pondasi bawah.(sub base course), lapis.pondasi (base course), dan lapis.permukaan (surface course). 1. Tanah Dasar Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yangmenyangk ut tanah dasar adalah sebagai berikut : a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat beban lalu lintas. b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air. c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan. d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu. e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan. Gambar 2. 1 Susunan Lapis Perkerasan Jalan

Upload: others

Post on 28-Dec-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

5

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Perkerasan Jalan

Menurut Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan

Metode Analisa Komponen SKBI – 2.3.26.1987, susunan perkerasan jalan

meliputi: lapis pondasi bawah.(sub base course), lapis.pondasi (base course), dan

lapis.permukaan (surface course).

1. Tanah Dasar

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari

sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya persoalan yangmenyangkut

tanah dasar adalah sebagai berikut :

a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu akibat

beban lalu lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar

air.

c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada

daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau

akibat pelaksanaan.

d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari

macam tanah tertentu.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang

diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar (granular soil) yang tidak

dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

Gambar 2. 1 Susunan Lapis Perkerasan Jalan

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

6

Untuk sedapat mungkin mencegah timbulnya persoalan di atas maka tanah

dasar harus dikerjakan sesuai dengan "Peraturan Pelaksanaan Pembangunan Jalan

Raya" edisi terakhir.

2. Lapis Pondasi Bawah

Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :

a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan

beban roda.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisanlap isan

selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).

c. Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.

d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.

Hal ini sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap

roda-roda alat-alat besar atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera

menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.

Bermacam-macam tipe tanah setempat (CBR ≥ 20%, PI ≤ 10%) yang relatif lebih

baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.

Campuran-campuran tanah setempat dengan kapur atau semen portland dalam

beberapa hal sangat dianjurkan, agar dapat bantuan yang efektif terhadap kestabilan

konstruksi perkerasan.

3. Lapis Pondasi

Fungsi lapis pondasi antara lain :

a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda,

b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan-bahan untuk lapis pondasi umumnya harus cukup kuat dan awet

sehingga dapat menahan beban-beban roda. Sebelum menentukan suatu bahan

untuk digunakan sebagai bahan pondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan

pertimbangan sebaik-baiknya sehubungan dengan persyaratan teknik.

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

7

Bermacam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR ≥ 50%, PI ≤ 4%) dapat

digunakan sebagai bahan lapis pondasi, antara lain : batu pecah, kerikil pecah dan

stabilisasi tanah dengan semen atau kapur.

4. Lapis Permukaan

Fungsi lapis permukaan antara lain :

a. Sebagai bahan perkerasan untuk menahan beban roda

b. Sebagai lapisan rapat air untuk melindungi badan jalan kerusakat akibat cuaca.

c. Sebagai lapisan aus (wearing course).

Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah sama dengan bahan untuk lapis

pondasi, dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan

agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu bahan aspal sendiri memberikan

bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap

beban roda lalu lintas.

Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan kegunaan, umur

rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat yang sebesarbesarnya

dari biaya yang dikeluarkan.

2.2 Jenis Kerusakan Jalan

2.2.1 Kerusakan Fungsional

Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat

menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Pada kerusakan fungsiona l,

perkerasan jalan masih mampu menahan beban yang bekerja namun tidak

memberikan tingkat kenyamanan dan keamanan seperti yang diinginkan.

2.2.2 Kerusakan Struktural

Kerusakan struktural adalah kerusakan pada struktur jalan sebagian maupun

keseluruhan yang menyebabkan suatu perkerasan tidak mampu menahan beban

yang berkerja diatasya. Apabila sudah terjadi hal tersebut maka diperlukan

peekuatan structural dari perkerasan dengan cara pemberian lapis tambah

(Overlay), perbaiakan dengan struktur kaku (Rigid Pavement), atau perbaikan

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

8

dengan CTRB (Cement Treated Recycling Base). Menurut Bina Marga 1995

berikut adalah beberpa jenis kerusakan jalan:

a. Kerusakan Retak Buaya

Kerusakan ini merupakan satu rangkaian retak yang saling berhubungan,

disebabkan oleh kelelahan pada lapis permukaan jalan karena dibebani oleh lalu

lintas terus menerus. Retak saling berhubungan dan bertambahnya sudut sudut yang

membentuk retak berpola seperti sisik kaki ayam atau kulit buaya yang tipe

retaknya lebih kecil dari 0,6 m pada masing-masing sisi terpanjang.

Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal

untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel dibawah:

Sumber : Bina Marga 1995

b. Kerusakan Kegemukan (Bleeding)

Kerusakan ini adalah kerusakan permukaan yang berkilau seperti kaca, lapis

permukaan menjadi lengket kondisi ini terjadi saat aspal mengisi kekosongan pada

saat suhu panas. Disebabkan oleh pengaruh cuaca terlalu panas yang membuat aspal

Low Belum Perlu

Retak tidak mengalami gompal

Medium

Lapisan tambah (overlay)

Rekonstruksi

High Penambalan seluruh kedalaman

Lapisan tambah (overlay)

Rekonstruksi

Jaringan dan pola retak telah berlanjut,

sehingga pecahan-pecahan dapat diketahui

dengan mudah dan terjadi gompal di pinggir-

pinggir, beberapa pecahan mengalami

rocking akibat lalu lintas

Tingkat

KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan

Retak rambut atau halus memanjang sejajar

satu dengan yang lain dengan atau tanpa

berhubungan satu sama lain

Jaringan dan pola retak terus berkembang

kedalam pola atau jaringan retakan yang

diikuti gompal ringan

Penambalan seluruh kedalaman

Tabel 2. 1 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan Retak Buaya

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

9

mengalami pengembangan dan akan meluas keluar permukaan dari perkerasan

jalan tersebut.

Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal

untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel dibawah:

Sumber : Bina Marga 1995

c. Kerusakan Retak Kotak-kotak

Kerusakan ini merupakan retak yang saling berhubungan yang membagi perkerasan

kedalam bentuk segi empat bujur sangkar blok. Blok tersebut memiliki ukuran 0,3

x 0,3 m sampai 3 x 3 m, apabila blok memiliki ukuran lebih dari 3 x 3 m, blok

tersebut membentuk retak membujur atau melintang.

Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal

untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel berikut:

Low Belum Perlu

Aspal tidak melekat pada roda kendaraan

Medium

High

Tambahkan pasir/agergat

dan padatkan

Tambahkan pasir/agergat

dan padatkan

Bleeding telah mengakibatkan aspal

melekat pada roda kendaraan, dan

kejadiannya paling tidak terjadi dalam

beberapa minggu dalam setahun

Bleeding telah begitu nyata dan aspal telah

banyak melekat pada roda kendaraan,

dan kejadiannya paling tidak lebih dari

beberapa minggu dalam setahun

Tingkat

KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan

Bleeding terjadi hanya pada derajat

rendah dan kejadiannya nampak terjadi

hanya beberapa hari dalam setahun

Tabel 2. 2 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan

Kegemukan (Bleeding)

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

10

Sumber : Bina Marga 1995.

d. Kerusakan Keriting

Kerusakan ini merupakan satu rangkaian gelombang naik turun seperti hubungan

yang terjadi pada interval jarak yang hamper mendekati teratur pada umumnya

kurang dari 3 m sepanjang perkerasan jalan dengan arah gelombang tegak lurus

terhadap ruas memanjang dari jalan (arah lalu lintas). Penyebab kerusakan ini

adalah kombinasi dari beban lalu lintas dengan tidak stabilnya lapis permukaan atau

lapis pondasi perkerasan jalan.

Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal

untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel berikut :

Low

Perawatan permukaan

Medium

Lebar retak lebih besar dari 0,6 m

High

Kondisi rusak tertutup, tidak ada partikel

lepas dan lebar retak lebih kecil dari 0,6 m

Kondisi retak sedikit terbuka, dan terjadi

berulang sedikit partikel.

Apabila retak melebihi 3m

dilakukan penutupan retakan

Penutupan retak: mengembalikan

permukaan dengan cara

dikasarkan dengan pemanas dan

dilakukan lapis tambah (overlay )

Permukaan hampir terpisah dalam bentuk

blok-blok dan pada permukaan perkerasan

terjadi kehilangan partikel.

Penutupan retak: mengembalikan

permukaan dengan cara

dikasarkan dengan pemanas dan

dilakukan lapis tambah (overlay)

Tingkat

KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan

Tabel 2. 3 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan

Retak Kotak-kotak

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

11

Sumber : Bina Marga 1995.

e. Kerusakan Amblas

Kerusakan ini merupakan penurunan kerusakan yang terjadi pada area terbatas yang

mungkin dapat diikuti dengan retakan. Kerusakan amblas yang terjadi memilik i

elevasi terhadap area sekelilingnya dari lapis perkerasan jalan dan biasanya bisa

disertai dengan retak-retak atau tidak.

Tingkat kerusakan, identifikasi kerusakan dan pemilihan perbaikan kerusakan aspal

untuk hitungan PCI ditunjukkan pada tabel dibawah:

Sumber : Bina Marga 1995.

Low Belum Perlu

Medium Rekonstruksi

High Rekonstruksi

Kerusakan yang terjadi masih kecil dan

tidak memberi pengaruh yang signifikan

terhadap tingkat kenyamanan berkendara

Kerusakan sudah mulai terlihat dan sudah

mulai terasa serta sudah memberikan

pengaruh terhadap tingkat kenyamanan

kendaraan

Kerusakan sudah terlihat dengan jelas dan

tingkat kenyamanan berkendaraan sudah

sangat berkurang

Tingkat

KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan

Tabel 2. 4 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan

Kerusakan Keriting

Low Kedalaman maksimal amblas 13-25mm Belum Perlu

Medium Kedalaman maksimal amblas 25-51 mm Penambalan dangkal :

Penamnalan diseluruh

kedalaman

High Penambalan dangkal :

Penamnalan diseluruh

kedalaman

Kedalaman maksimal amblas lebih dari

51 mm

Tingkat

KerusakanIdentifikasi Kerusakan Pilihan Perbaikan

Tabel 2. 5 Tingkat Kerusakan, Identifikasi Kerusakan dan Pilihan Perbaikan Kerusakan Amblas

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

12

2.2.3 Penyebab Kerusakan Jalan

Menurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat

disebabkan oleh :

a. Lalu lintas, yang dapat berupa peningkatan beban, repetisi beban.

b. Air, yang dapat berasal dari air hujan, sistem drainase jalan yang tidak baik,

ataupun naiknya air akibat sifat kapilaritas.

c. Material konstruksi perkerasan, dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat

material itu sendiri ataupun pengolahan yang tidak baik.

d. Iklim, Indonesia beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan umumnya

tinggi, yang dapat merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan.

e. Kondisi tanah dasar yang tidak stabil, kemungkinan disebabkan oleh sistem

pelaksanaan yang kurang baik atau dapat juga disebabkan oleh sifat tanah

dasarnya memang jelek.

f. Proses pemadatan lapisan di atas tanah dasar yang kurang baik.

2.3 Jenis Perbaikan Jalan

2.3.1 Metode Perbaikan Standar

Kerusakan jalan pada struktur perkerasan lentur dapat ditanganai dengan

metode perbaiakn standart Direktorat Jendral Bina Marga 1995, adapun jenis-jenis

metode penanganan tiap kerusakan adalah sebagai berikut :

1. Metode Perbaiakan P1 (Penghamparan Pasir)

Jenis kerusakan yang ditangani:

Lokasi-lokasi kegemukan aspal terutama pada tikungan dan tanjakan

Langkah-langkah penanganannya:

- Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.

- Memberi tanda pada jalan yang akan diperbaiki.

- Membersihkan lokasi dengan air compressor.

- Menghamparkan pasir kasar atau agregat halus (tebal > 10mm) diatas

permukaan yang mengalami kerusakan.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

13

- Melakukan pemadatan kembali demham pemadat ringan (1-2 ton) sampai

diperoleh permukaan yangb rata dan mempunyai kepadatan optimal

(kepadatan 95%)

2. Metode Perbaikan P2 (Peleburan Aspal Setempat)

Jenis kerusakan yang ditanganani :

- Kerusakan tepi bahu jalan beraspal

- Retak buaya < 2mm

- Retak garis lebar < 2mm

- Terkelupas

Langkah penggunaannya :

- Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.

- Membersihkan bagian yang akan ditanganani dengan air compressor,

sehingga permukaan jalan bersih dan kering.

- Menyemprot dengan aspal keras sebanyak 1,5 kg/m2 dan untuk cut back 1

liter/m2

- Menebarkan pasir kasar atau agregat halus 5 mm hingga rata.

- Melakukan pemadatan menggunakan mesin pneumatic sampai diperoleh

permukaan yang rata dan mempunyai kepadatan optimal (kepadatan 95%)

3. Metode Perbaiakan P3 (Pelapian Retakan)

Jenis kerusakan yang ditangani :

Lokasi-lokasi retakan satu arah dengan lebar retakan < 2 mm

Langkah-langkah penanganannya :

- Mobilisasi peralatan, pekerja, dan material ke lokasi.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compressor, sehingga

permukaan jalan bersih dan kering.

- Menyemprotkan tack coat (0.2 liter/m2 di bagian yang akan diperbaiaki)

- Menebar danmeratakan campuran aspal beton pada seluruh bagian yang sudah

diberi tanda.

- Melakukan pemadatan ringan (1-2 ton) sampai diperoleh permukaan yang rata

dan kepadatan optimum (kepadatan 95%)

4. Metode Perbaikan P4 (Pengisian Retakan)

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

14

Jenis kerusakan yang ditangani :

lokasi-lokasi retak satu arah dengan lebar retakan >2 mm

Langkah-langkah penanganannya :

- mobilisasi peralatan, pekerja, dam material ke lapangan

- membersihkan bagian yang akan ditangani dengan air compresso, sehingga

permukaan jalan bersih dan kering.

- Mengisi retakan dengan aspal cut back 2 liter/m2 menggunakan aspal sprayer

atau dengan tenaga manusia.

- Menebar pasir kasar pada retakan yang telah diisi aspal (tebal 10 mm)

- Memadatkan minimal 3 kali lintasan menggunakan baby roller

5. Metode Perbaiakan P5 (Penambalan Lubang)

Jenis kerusakan yang ditangani :

- Lubang kedalaman > 50 mm

- Keriting kedalaman > 30 mm

- Alur kedalam > 30 mm

- Ambles kedalam > 50mm

- Jembul kedalam > 50 mm

- Kerusakan tepi perkerasan jalan dan

- Retak buaya dengan lebar > 2mm

Langkah-langkah penanganannya :

- Menggali material sampai ke lapisan dibawahnya.

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.

- Menyemprotkan lapis resap pengikat prime coat dengan takaran 0.5 liter/m2 .

- Menebarkan dan memadatkan campuran aspal beton sampai diperoleh

permukaan yang rata.

- Memadatkan menggunakan baby roller minimal 5 kali lintasan.

6. Metode Perbaikan P6 (Perataan) :

Jenis kerusakan yang ditangani :

- Keriting dengan kedalaman < 30 mm

- Lubang dengan kedalaman < 50 mm

- Alur dengan kedalaman < 30 mm

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

15

- Ambles dengan kedalaman < 50 mm

- Jembul dengan kedalaman < 50 mm

Langkah-langkah penanganannya :

- Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.

- Melaburkan tack coat 0.5 liter/m2.

- Menghampar campuran aspal beton kemudian memadatkannya sampai

diperoleh permukaan yang rata.

- Memadatkan dengan baby roller minimal 5 kali lintasan.

2.3.2 Cement Treated Recycling Base (CTRB)

Cement Treated Recycling Base (CTRB) dan Cold Mix Recycling by Foam

Bitumen (CMRFB) adalah teknologi stabilisasi pondasi jalan dengan sistem daur

ulang campuran dingin pada perkerasan jalan. Prinsip dari proses ini adalah agar

dapat memanfaatkan material jalan yang ada dan yang sudah tidak memilki nila i

struktur untuk diolah kembali ditambah bahan additive sehingga dapat

dipergunakan kembali dengan nilai struktur yang lebih tinggi. Untuk mengetahui

stuktur perkerasan daur ulang atau biasa disebut dengan Pavement Recycling yaitu

mulai dari tanah dasar, lapis pondasi bawah, perkerasan lama yang sudah diolah

kembali (CTRB), dan lapis permukaan (aspal).

Teknologi Daur Ulang Campuran Dingin CTRB:

a) Bahan

Bahan Garukan:

- RAP (Reclaimed Asphalt Pavement): hasil garukan mengandung bahan

pengikat.

- RAM (Reclaimed Aggregate Material): agregat tanpa bahan pengikat.

- Daur ulang dengan Bahan Tambahan Semen:

- RAP + RAM + Agregat Baru (jika diperlukan) +Semen lalu dipadatkan pada

kadar air optimum.

b) Alat

- Alat Penggaruk (Milling)

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

16

- Recycler

- Alat Pemadat: Sheepfoot Roller, Vibro (Kombinasi roda karet dan roda besi),

PTR

- Cement Distributor

- Grader

- Truck Pengangkut

- Tangki Air

c) Faktor Effisiensi (FE)

Homogenitas campuran di lapangan sangat tergantung dari Faktor Effisiensi (FE)

dari cara pencampuran yang digunakan yaitu:

- Instalasi pencampur: 80% - 100%

- Alat pencampur rotor: 60% - 80%

- Alat pembentuk mekanik: 40% - 50%

- Mix in place (Alat pencampur berjalan): 60% - 80%

d) Kadar Semen yang diperlukan di lapangan ditentukan sebagai berikut:

- Kuat tekan bebas sesuai dengan ketentuan yang berlaku (qu lap).

- Kuat tekan bebas lapangan terkoreksi (qu koreksi).

- Kadar semen di lapangan ditentukan dari memplotkan qu lap terkoreksi

kedalam grafik qu lap dengan kadar semen.

e) Pencampuran dan Penghamparan

Pencampuran dari material daur ulang, semen dan air (serta agregat baru bila

diperlukan) dilakukan dengan cara pencampuran ditempat (mix in place) dengan

single pass stabilization machines minimum 350 HP yang dilengkapi dengan unit

pengendali kadar air. Alat tersebut minimum harus mampu menggaruk sedalam

30 cm dan diameter butiran maksimum sesuai dengan butiran agregat maksimum

campuran beraspal yang ada serta hasil pencampuran memiliki tingkat

kehomogenan cukup baik. Tahap pencampuran dan penghamparan sebagai

berikut:

- Lapis perkerasan lama yang didaur ulang digaruk dan dihancurkan sampai

diameter butir yang sesuai dengan peruntukannya

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

17

- Bahan garukan yang telah siap dtentukan kadar airnya.

- Kemudian semen disebarkan merata dengan alat Cement Distributor diatas

permukaan dengan takaran (rate) yang telah ditentukan.

- Selanjutnya, mesin pengaduk secara mekanis mengaduk secara merata semen

dan material daur ulang dengan menambah air sampai menyamai batas kadar

air yang ditentukan oleh prosedur rancangan campuran laboratorium.

Pengendalian Mutu:

- Segera sebelum pemadatan dimulai, contoh – contoh campuran harus diambil

dari lokasi yang diperintahkan Direksi Pekerjaan dengan interval satu dengan

lainnya tidak lebih dari 500 meter di sepanjang proyek.

- Kepadatan yang dicapai harus lebih besar dari 95% maksimum kepadatan

kering (> 95 % MDD).

- Segera setelah pemadatan setiap lapisan selesai dilaksanakan, pengujian

kepadata lapangan harus dilaksanakan, di lokasi yang telah diperintahkan oleh

Direksi Pekerjaan dengan interval tidak melebihi 100 m disepanjang jalan.

Setiap lokasi pengujian yang kelima harus sama dengan lokasi pengambilan

contoh sebelum penggilasan. Hasil kepadatan dan kadar air pengujian konus

pasir (sand cone) harus dibandingkan dengan nilai rata – rata dari kepadatan

kering maksimum dan kadar air optimum yang diukur dari dua benda uji,

untuk menentukan persentasi pemadatan yang dicapai di lapangan dan

menentukan apakah pengendalian kadar air di lapangan cukup memadai.

- Perawatan (curing):

Permukaan harus ditutup dengan menggunakan:

- Lembaran plastik atau terpal untuk menjaga penguapan air dalam campuran.

- Penyemprotan dengan Bituminous Emulsi CSS-1 pemakaian antar 0,35 – 0,50

liter per meter persegi.

- Metode lain adalah menutupi dengan karung goni yang dibasahi air selama

masa perawatan.

Penghamparan lapis berikutnya:

- Lapis padat CTRB dijaga dan penghamparan lapis berikutnya minimum

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

18

setelah 4 hari.

- Kriteria kekuatan CTRB:

Kuat tekan pada umur 7 hari: UCS (diameter 70 mm x tinggi 140 mm) minimal

30 kg/cm2 dan Compressive Strength Sylinder min 35 kg/cm2.

Gambar 2. 2 Struktur Perkerasan dengan CTRB

2.3.3 Overlay

Pada prosedur pelapisan tambah perkerasan lentur berdasarkan lendutan permukaan

AASHTO 1993 atau Pt T-01-2002-B temperatur standar untuk lendutan maksimum

(D0) yang digunakan adalah 680 F atau 200 C. Dengan demikian, lendutan

maksimum pada temperatur saat pengukuran harus distandarkan ke temperatur 200

C.

Konstruksi jalan yang telah mencapai indeks permukaan akhir atau telah habis masa

pelayanannya perlu diberi lapis tambah agar tetap memiliki nilai kekuatan, tingkat

keamanan, tingkat kenyamanan, juga tetap memiliki tingkat kekedapan air. Tahap

perecanaan perbaikan jalan dengan overlay adalah sebagai berikut :

1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)

Lalu-lintas harian rata-rata (LHR) diperoleh dengan cara survey secara langsung

dilapangan, kemudian setiap kendaraan dikelompokkan sesuai jenis dan berat dari

kendaraan tersebut.

2. Koefisien Kekuatan Relatif dari Tiap Jenis Lapisan

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

19

Kekuatan struktur jalan lama (existing pavement) diukur menggunakan alat FWD

atau dinilai menggunakan Tabel 2.1.

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

3. Tebal Lapisan Jalan Lama

Struktur perkerasan lentur pada umumnya terdiri dari, lapis pondasi bawah

(subbase course), lapis pondasi (base course), dan lapis permukaan (surface

course). Untuk mengetahui tebal lapisan perkerasan lama dapat diperoleh dari

Deparemen Pekerjaan Umum setempat.

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau 0,35 - 0,40

hanya terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

0,25 - 0,35

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,20 - 0,30

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,14 - 0,20

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,08 - 0,15

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi

Terdapat sedikit atau sama sekali tidak terdapat retak kulit buaya dan/atau 0,20 - 0,35

hanya

terdapat retak melintang dengan tingkat keparahan rendah

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<5% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,15 - 0,25

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan rendah dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

>5-10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,15 - 0,20

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan sedang dan/atau

<10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan sedang dan tinggi 0,10 - 0,20

>10% retak kulit buaya dengan tingkat keparahan tinggi dan/atau

>10% retak melintang dengan tingkat keparahan tinggi 0,08 - 0,15

Tidak ditemukan adanya pumping, degradation, or contamination by 0,10 - 0,14

fines.

Terdapat pumping, degradation, or contamination by fines 0,00 - 0,10

Koefisien kekuatan

relatif (a)KONDISI PERMUKAANBAHAN

Lapis

Permukaan

Beton Aspal

Lapis Pondasi

yang

distabilisasi

Lapis Pondasi

atau Lapis

Pondasi

Bawah

Granular

Tabel 2. 6 Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

20

4. Indeks Tebal Perkerasan Ada (ITPada)

Indeks tebal perkerasan ada (ITPada) diperoleh dari mengalikan masing-mas ing

tebal lapisan jalan dengan koefisien kekuatan relatif (a).

5. Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban gandar sumbu sumbu (setiap

kendaraan) ditentukan menurut tabel pada Lampiran D Perencanaan Tebal

Perkerasan Lentur 2002. Tabel tersebut hanya berlaku untuk kendaraan roda ganda,

untuk roda tunggal berbeda dengan roda ganda, untuk roda tunggal digunakan

rumus sebagai berikut.

6. Lalu-Lintas Pada Lajur Rencana

Lalu-linas pada lajur rencana (W18) diberikan dalam kumulatifbeban gandar

standart, untuk mancari lalu-lintas pada lajur rencana digunakan rumus sebagai

berikut.

W18 = DD × DL × W18

Dimana :

W18 : Beban gandar standar kumulatif untuk dua arah.

DD : Faktor distribusi arah = 0,5 (Pt T-01-2002-B)

DL : Faktor distribusi lajur (dari Tabel 2.2)

Pada DD diambil 0,5. Terdapat pengecualian di beberapa kasus dimana kendaraan

berat cenderung menuju ke satu arah tertentu. Dari beberapa penelit ian

menunjukkan bahwa DD bervariasi dari 0,3 - 0,7 tergantung arah mana yang berat

dan kososng.

Angka Ekivalen = (Beban gandar satu sumbu tunggal dalam KN

53 KN)

4

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

21

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

Lalu-lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan dala pedoman ini

adalah lalu-lintas komulatif selama umur rencana. Besaran ini didapat dengan cara

mengalikan beban gandar standar komulatif pada lajur rencana selama setahun

(W18) dengan besaran kenaikan lalu lintas. Lalu-lintas kumulatif didapat dengan

rumus sebagai berikut.

W18 = W18 pertahun × (1+𝑔)𝑛−1

𝑔

Dimana :

W18 : jumlah beban gandar tunggal standar komulatif

W18 pertahun : beban gandar standar komulatif selama 1 tahun

n : umur pelayanan (tahun)

g : perkembangan lalu-lintas (%)

7. Modulus Resilen

Pedoman ini diperkenalkan modulus resilen (MR) sebagai parameter tanah dasar

yang digunakan dala perenanaan, modulus resilen (MR) tanah dasar dapat

diperkirakan dari CBR satandar dan hasil nilai tes soil indeks. Korelari antara

modulus resilen dengan nilai CBR dapat digunakan untuk tanah berbutir halus (fine-

grained soil) dengan nilai CBR terendah 10 atau lebih kecil.

MR (psi) = 1.500 x CBR

Jumlah lajur

per arah

% beban gandar

standar dalam

lajur renana

1 100

2 80 – 100

3 60 – 80

4 50 -75

Tabel 2. 7 Faktor Distribusi Lajur (DL)

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

22

8. Reliabilitas

Konsep ini merupakan upaya menyertakan derajat kepastian (degree of certainty)

ked ala proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternatif

perecanaan akan bertahan selama selang waktu yang telah direncanakan faktor

perencanaan reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu

lintas (W18) dan perkiraan kinerja (W18), karenanya memberikan tingkat rehabilitas i

dimana seksi perkerasan akan bertahan selama selang waktu yang direanakan.

Dengan meningkatnya volume lalu-lintas dan kesukaran untuk mengalihkan lalu

lintas yang padat, resiko tidak memperlihatkan kinerja yang diharapkanharus

ditekan, hal ini dapat diatasi dengan cara memilih tingkat reliabilitas yang lebih

tinggi. Tabel 2.3 memperlihatkan rekomenasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-

macam klasifikasi jalan, perlu dicatat bahwa tingkat reliabilitas yang lebih tinggi

menunjukkan jalan yang elayani lalu lintas terbanyak, sedangkan untuk tingkat

yang paling rendah adalah 50% menunjukkan jalan lokal.

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

9. Indeks Permukaan

Indeks permukaan ini menyatakan nilai kekuatan dan tidak ratanya suatu

perkerasan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas yang

melewati ruas jalan tersebut. Ada beberapa IP menurut Departemen Pekerjaan

Umum yakni sebagai berikut :

IP = 2,5 : menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.

Tabel 2. 8 Rekomendasi Tingkat Reliabilitas untuk Bermacam-macam Klasifikasi Jalan

Perkotaan Antar Kota

Bebas

Hambatan85 – 99.9 80 – 99.9

Arteri 80 – 99 75 – 95

Kolektor 80 – 95 75 – 95

Lokal 50 - 80 50 - 80

Klasifikasi

Jalan

Rekomendasi Tingkat

Reliabilitas

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

23

IP = 2,0 : menyatakan tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih

mantap.

IP = 1,5 : menyatakan tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan

tidak terputus)

IP = 1,0 : menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga

sangat mengganggu lalu-lintas kendaraan.

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana perlu

dipertimbangkan faktor-faktor yang menjadi klasifikasi fungsional jalan sebagai

mana diperlihatkan dalam Tabel 2. 16.

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP0) perlu

diperhatikan jenis lapis permukaan perkerasan pada awal umur rencana sesuai

dengan Tabel 2. 17.

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

Lokal Kolektor Arteri

Bebas

Hambata

n

1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -

1,5 1,5 – 2,0 2,0 -

1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -

- 2,0 – 2,5 2,5 2,5

Kualifikasi Jalan

Tabel 2. 9 Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana (IPT)

Jenis Lapisan

PerkerasanIP0

Ketidakrataan

(IRI,m/km)

≥ 4 ≤ 1,0

3,9 – 3,5 > 10

3,9 – 3,5 ≤ 2,0

3,4 – 3,0 > 2,0

3,4 – 3,0 ≤ 3,0

2,9 – 2,5 > 3,0

LASTON

LASBUTAG

LAPEN

Tabel 2. 10 Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

24

10. Indeks Tebal Perkerasan Perlu (ITPperlu)

Untuk menentukan indeks tebal perkerasan perlu (ITPperlu) diperoleh dari

nomogram yang dijelaskan dalam Gambar 2.1 dibawah ini.

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

2.3.4 Perkerasan Kaku

Perencanaan mengacu pada AASHTO (American Association of State

Highway and Transportation Officials) guide for design of pavement structures

1993 (selanjutnya disebut AASHTO 1993). Langkah-langkah / tahapan, prosedur

dan parameter-parameter perencanaan secara praktis diberikan sebagai berikut

dibawah ini. Parameter perencanaan terdiri dari :

- Analisis lalu-lintas : mencakup umur rencana, lalu-lintas harian rata-rata,

pertumbuhan lalu-lintas tahunan, vehicle damage factor, equivalent single axle

load

- Terminal serviceability index

- Initial serviceability

Gambar 2. 3 Nomogram untuk Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

25

- Serviceability loss

- Reliability

- Standar normal deviasi

- Standar deviasi

- CBR dan Modulus reaksi tanah dasar

- Modulus elastisitas beton, fungsi dari kuat tekan beton

- Flexural strength

- Drainage coefficient

- Load transfer coefficient

Perkerasan kaku ( Rigid Pavement ) adalah struktur yang terdiri atas pelat beton

semen yang bersambung (tidak menerus) tanpa atau dengan tulangan, atau

menerus dengan tulangan, terletak di atas lapis pondasi bawah atau tanah dasar,

tanpa atau dengan lapis permukaan beraspal.

Perkerasan kaku dibedakan dalam 4 jenis :

1. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan

2. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan

3. Perkerasan beton semen menerus dengan tulangan

4. Perkerasan beton semen pra-tegang

Pada perkerasan kaku, daya dukung perkerasan terutama diperoleh dari pelat

beton. Sifat, daya dukung dan keseragaman tanah dasar sangat mempengaruhi

keawetan dan kekuatan perkerasan beton semen. Faktor-faktor yang perlu

diperhatikan adalah kadar air pemadatan, kepadatan dan perubahan kadar air

selama masa pelayanan. Lapis pondasi bawah pada perkerasan beton semen

adalah bukan merupakan bagian utama yang memikul beban, tetapi merupakan

bagian yang berfungsi sebagai berikut :

- Mengendalikan pengaruh kembang susut tanah dasar.

- Mencegah intrusi dan pemompaan pada sambungan, retakan dan tepi-tepi

pelat.

- Memberikan dukungan yang mantap dan seragam pada pelat.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

26

- Sebagai perkerasan lantai kerja selama pelaksanaan.

Pelat beton semen mempunyai sifat yang cukup kaku serta dapat menyebarkan

beban pada bidang yang luas dan menghasilkan tegangan yang rendah pada

lapisan-lapisan di bawahnya. Bila diperlukan tingkat kenyaman yang tinggi,

permukaan perkerasan beton semen dapat dilapisi dengan lapis campuran

beraspal setebal 5 cm.

1. Lalu-Lintas Rencana

Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu kendaraan niaga pada lajur

rencana selama umur rencana, meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban

pada setiap jenis sumbu kendaraan. Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal

dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari survai beban.

Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana dihitung dengan rumus

berikut :

JSKN = JSKNH x 365 x R x C

Dimana:

JSKN = Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur rencana .

JSKNH = Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat jalan

dibuka.

R = Faktor pertumbuhan lalu-lintas

C = Koefisien distribusi kendaraan

Faktor pertumbuhan lalu-lintas (R) dapat ditentukan berdasarkan rumus sebagai

berikut:

R = (1+i)

UR-1

i

Dengan pengertian :

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

27

R : Faktor pertumbuhan lalu lintas

i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.

UR : Umur rencana (tahun)

2. Repetisi Sumbu Yang Terjadi

Langkah-langkah perhitungan repetisi sumbu yang terjadi adalah sebagai berikut:

a. Menentukan beban sumbu, jumlah sumbu, proporsi beban, dan sumbu

b. Menentukan repetisi yang terjadi = proposi beban x proporsi sumbu x lalu

lintas rencana,

c. Menentukan jumlah kumulatif repetisi yang terjadi.

3. Faktor Keamanan Beban

Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan dengan faktor keamanan

beban (FKB). Faktor keamanan beban ini digunakan berkaitan adanya berbagai

tingkat realibilitas perencanaan seperti telihat pada Tabel 2.18.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

28

Tabel 2. 11 Faktor Keamanan Beban (FKB)

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2003.

4. CBR Efektif

Untuk menentukan berapa besarnya CBR efektif dapat diperoleh dari Gambar

2.4 dan Gambar 2.5.

Gambar 2. 4 Tebal Pondasi Bawah Minimum untuk Perkerasan Kaku

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

No. Penggunaan Nilai FKB

1Jalan bebas hambatan utama (major freeway ) dan

jalan berlajur

banyak, yang aliran lalu-lintasnya tidak terhambat

serta volume

kendaraan niaga yang tinggi. 1,2

Bila menggunakan data lalu-lintas dari hasil survai beban

(weight-in-

motion ) dan adanya kemungkinan route alternative, maka

nilai faktok

keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15.

2Jalan bebas hambatan (freeway ) dan jalan arteri

dengan volume1,1

kendaraan niaga menengah.

3 Jalan dengan volume kendaraan niaga menengah 1,0

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

29

Gambar 2. 5 CBR Tanah Dasar Efektif dan Tebal Pondasi Bawah Sumber :

Departemen Pekerjaan Umum, 2002.

5. Tebal Taksiran Pelat Beton

Tebal taksiran pelat beton adalah tebal pelat yang direncanakan dalam penentuan

tebal perkerasan kaku. Untuk menentukan tebal pelat beton dapat dilihat di

lampiran.

6. Analisa Fatik Dan Erosi

Analisa fatik dan erosi digunakan untuk mengontrol apakah tebal taksiran pelat

beton aman atau tidak. Untuk menentukan faktor tegangan dan erosi dapat dilihat

di lampiran.

7. Perencanaan Tulangan

Tujuan utama penulangan adalah untuk:

- Membatasi lebar retakan, agar kekuatan pelat tetap dapat dipertahankan

- Memungkinkan penggunaan pelat yang lebih panjang agar dapat

mengurangi jumlah sambungan melintang sehingga dapat meningkatkan

kenyamanan

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

30

- Mengurangi biaya pemeliharaan

Jumlah tulangan yang diperlukan dipengaruhi oleh jarak sambungan susut,

sedangkan dalam hal beton bertulang menerus, diperlukan jumlah tulangan yang

cukup untuk mengurangi sambungan susut perlu dipasang guna mengendalikan

retak. Bagian-bagian pelat yang diperkirakan akan mengalami retak akibat

konsentrasi tegangan yang tidak dapat dihindari dengan pengaturan pola

sambungan, maka pelat harus diberi tulangan. Penerapan tulangan umumnya

dilaksanakan pada :

- Pelat dengan bentuk tak lazim (odd-shaped slabs), Pelat disebut tidak lazim

bila perbadingan antara panjang dengan lebar lebih besar dari 1,25, atau bila

pola sambungan pada pelat tidak benar-benar berbentuk bujur sangkar atau

empat persegi panjang.

- Pelat dengan sambungan tidak sejalur (mismatched joints).

- Pelat berlubang (pits or structur

2.4 Analisa Biaya

Analisis harga satuan pekerjaan menghitung harga satuan dasar upah tenaga kerja,

HSD alat dan HSD bahan, yang selanjutnya harga satuan pekerjaan sebagai bagian

dari harga perkiraan sendiri (HPS). Pekerjaan yang dilaksanakan secara manual,

tersedia tabel koefisien bahan dan koefisien upah, sementara untuk pekerjaan yang

dilaksanakan secara mekanis, penetapan koefisien dilakukan melalui proses analis is

produktifitas.

Komponen anggaran biaya pada proyek pemeliharaan meliputi peralatan, tenaga

kerja, bahan, dan biaya lainnya secara tidak langsung harus meliputi biaya

administrasi perkantoran beserta stafnya yang berfungsi mengendalikan

pelaksanaan proyek serta pajak yang harus dibayar sehubungan dengan adanya

pelaksanaan proyek. Untuk mendapatkan pekerjaan yang efektif dan efisien,

maka komponen alat, tenaga kerja dan bahan perludianalisis penggunaannya.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

31

1. Analisis Peralatan

Biaya untuk peralatan terdiri dari dua komponen utama yaitu pemilikan dan

biaya pengoperasian. Setelah masing-masing peralatan diketahui biaya

pemilikan dan pengoperasiannya, maka selanjutnya adalah melakukan analis is

jumlah peralatan yang akan digunakan. Dalam perhitungan selanjutnya, karena

peralatan yang digunakan mungkin cukup banyak, maka dalam perhitungan

biaya alat, alat diperhitungkan dalam satu tim peralatan dengan produksi

pekerjaan merupakan produksi terkecil dari alat yang digunakan. Alat-alat lain

yang produksinya lebih besar akan mengalami pengurangan efisiensi karena

harus menunggu alat lain yang produksinya lebih kecil.

Harga satuan alat (Rp/Sat.Pek) = jumlah biaya alat

produksi perkerjaan

2. Analisis Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada pekerjaan jalan pada umumnya hanyalah sebagai pembantu

pekerjaan alat yang merupakan fungsi utama dalam penyelesaian pekerjaan,

sehingga tidak perlu dilakukan analisis yang mendalam.

Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek) = jumlah upah tenaga

produksi pekerjaan

3. Analisis Bahan

Analisis kebutuhan bahan sangat diperlukan, karena keterlambatan pekerjaan

biasanya disebabkan keterlambatan dalam penyediaan bahan yang digunakan.

Analisis juga diperlukan, karena pada perhitungan volume pekerjaan kondisinya

adalah padat, sedangkan bahan dipasaran ditawarkan dalam kondisi tidak padat.

Dalam perhitungan jumlah bahan tiap satuan pekerjaan juga diperhitungkan

formula rancangan campuran, karena bahan konstruksi jalan umumnya tersusun

dari beberapa macam bahan seperti : agregat kasar, agregat halus dan aspal.

Harga satuan tenaga (Rp/Sat.Pek) = Jumlah harga satuan bahan penyusun x

Kuantitas

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perkerasan Jalaneprints.umm.ac.id/52183/3/BAB II.pdfMenurut Sukirman (1999) kerusakan pada konstrusi pekerasan jalan dapat disebabkan oleh : a. Lalu lintas,

32

4. Biaya-Biaya Lain

Biaya-biaya lain yang harus diperhitungkan adalah biaya-biaya tidak langsung,

misalnya administrasi kantor, alat-alat komunikasi, kendaraan kantor, pajak,

asuransi, serta biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan, walaupun biaya tersebut

tidak secara langsung terlibat dalam proses pelaknsanaan pekerjaan. Biaya-biaya

ini sering disebut dengan biaya overhead dan biasanya dinyatakan dengan persen

terhadap biaya langsung yang besarnya tidak melebihi dari 10% tidak termasuk

PPN 10%. Demikian juga keuntungan perusahaan sering dinyatakan dengan

persen terhadap biaya langsung yang besarnya juga tidak lebih dari 10%.

5. Harga Satuan Pekerjaan

Komponen untuk menyusun harga satuan pekerjaan (HSP) diperlukan data HSD

upah, HSD bahan, dan HSD alat.

Harga satuan pekerjaan = Biaya (alat+tenaga kerja+bahan) + Biaya lain

2.5 Pemilihan Teknik Perbaikan

Dalam penelitian ini penulis memilih metode perbaikan dengan sistem analisa

biaya. Dengan demikian metode yang memiliki nilai paling ekonomis akan dipilih

untuk perbaikan pada Ruas Jalan Raya Lamongan – Jalan Raya Duduk Sampeyan

Kab. Gresik.