ةِعَيْرِذَلا دُسَ - file ebook ibnu majjah · sadd artinya menutup kekosongan atau...
TRANSCRIPT
Kaidah Fiqh
ري عة سد الذ
MENUTUP JALAN MENUJU KEMUNGKARAN
Publication: 1434 H_2013 M
KAIDAH FIQH: MENUTUP JALAN MENUJU KEMUNGKARAN Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf فظه هللاح
Disalin dari Majalah al-Furqon No. 115 Ed.12 Th.ke-10_1432/2011
Download > 650 eBook Islam di
www.ibnumajjah.com
MUQODDIMAH
Syari'at Islam dibangun di atas dua hal:
perintah berbuat baik dan larangan dari
perbuatan mungkar, dan tatkala sebuah kebaikan
tidak mungkin terlaksana kecuali dengan
melaksanakan sesuatu yang lain sebelumnya
maka perantara menuju sesuatu yang baik pun
dihukumi sebagai sebuah kebaikan. Inilah yang
sering diistilahkan ulama dengan kaidah: الوسائل لا
perantara itu mengambil hukum) أحكام المقاصد
tujuannya).
Contoh mudah: berjama'ah dalam
menunaikan sholat lima waktu adalah sebuah
kewajiban bagi setiap laki-laki yang tidak punya
udzur. Namun, seseorang tidak mungkin bisa
sholat jama'ah kecuali dengan berangkat ke
masjid, maka dalam kondisi ini berangkatnya ke
masjid menjadi sebuah kewajiban pula karena
berangkat adalah perantara, sedangkan sholat
jama'ah adalah tujuan, maka tatkala tujuannya
wajib perantaranya pun menjadi wajib.
Begitu pula sebaliknya. Perbuatan haram tidak
mungkin dilaksanakan begitu saja, mesti ada
banyak langkah sebelumnya. Meskipun terkadang
pada beberapa langkah tersebut hukum asalnya
mubah, karena ia saat itu merupakan jalan
menuju kemaksiatan dan kemungkaran maka jadi
haram pula. Inilah yang diistilahkan oleh para
ulama dengan kaidah: الذري عة سد
MAKNA KAIDAH
Sadd artinya menutup kekosongan atau
mencegah sesuatu. Dzari'ah arti secara bahasa
adalah wasilah (perantara). Hanya saja, para
ulama memaksudkan dengan kata dzari'ah adalah
sesuatu yang secara lahir hukumnya mubah,
namun bisa menjerumuskan pada perbuatan
haram. Berarti makna dari kaidah ini adalah:
Mencegah dan menahan jalan-jalan yang
tampaknya hukumnya mubah, namun bisa
menjerumuskan pada perkara yang haram,
demi mengikis habis sebab keharaman dan
kemaksiatan. (al-Furuq kar. al-Qorrofi: 2/32 dan
lainnya)
MACAM-MACAM KAIDAH
Jika ditinjau dari sisi perselisihan serta
kesepakatan para ulama tentang penggunaan
kaidah ini, maka ada tiga macam:
1. Apa yang disepakati oleh para ulanu bahwa
perkara-perkara tersebut meskipun dinggap
sebagai wasilah dan perantara pada sesuatu
keharaman lainnya, maka wajib dicegah dan
tidak boleh dikerjakan.
Contoh: diharamkannya zina, karena zina
akan berakibat bercampur baur dan
ketidajelasan nasab seorang anak, serta zina
akan berakibat rusaknya hubungan rumah
tangga antra suami dan istri.
Catatan:
Sebagian para ulama tidak memasukkan ini ke
dalam sesuatu yang dilarang karena ia rasilah
perbuatan haram lainnya, tetapi zina
merupakan sesuatu yang terlarang dengan
sendirinya. Oleh karena itu, meskipun
perbuatan ina dipastikan tidak akan
menimbulkan percampuran nasab dan tidak
akan menimbuan rusaknya hubungan rumah
tangga antar suami istri, maka dia tetap
haram. (Lihat al-Furuq oleh al-Qorrofi: 3/266,
Irsyadul Fuhul oleh as-Syaukani hlm. 246)
Dan insya Alloh inilah yang lebih kuat
bahwa zina diharamkan karena dzatnya
sendiri bukan karena ia sebagai perantara.
Oleh karena itu, meskipun jika dipastikan
bahwa orang yang berzina tidak akan hamil—
seperti orang wanita yang sudah diangkat
rahimnya atau menutup jalan air mani menuju
rahimnya—maka tetap haram. Oleh karena
itu, Alloh menjadikan zina sebagai tujuan dari
berbagai perbuatar haram yang bisa
menjerumuskan kepada zina Alloh berfirman:
سبيال وساء فاحشة كان إنه الزنا ت قربوا وال
Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan suatu jalan yang buruk. (QS. al-
Isro' [17]: 32)
Dan Rosululloh صلى هللا عليه وسلم bersabda:
ال ذلك أدرك الزنا، من حظه آدم ابن علىإن هللا كتب
المنطق، والن فس اللسان زناالعي النظر، و فازنا ،م حالة
ويكذبه كله ذلك تن وتشتهى، والفرج يصدق
Sesungguhnya Alloh telah menetapkan bahwa
anak Adam mempunyai bagian dari zina, dia
akan menemui hal tersebut, tidak bisa
dihindarkan. Zina mata adalah dengan
memandang, zina lisan dengan berbicara, jiwa
berangan-angan dan menginginkan,
sedangkan yang membenarkan dan
mendustakannya adalah farji. (HR. al-Bukhori
dan Muslim)
2. Apa yang juga disepakati oleh para ulama
bahwa ada sesuatu yang memang merupakan
wasilah, namun tidak wajib bahkan tidak boleh
dilarang. Seperti melarang menanam anggur,
karena dikhawatirkan akan diolah menjadi
khamar. Juga seperti melarang membuat
rumah berdekatan karena dikhawatirkan bisa
menjerumuskan pada zina antara tetangga.
Yang model seperti ini tidak bisa dijadikan
alasan untuk pengharaman, karena anggaplah
terjadi demikian maka itu sangat jarang, juga
karena akan berkonsekuensi mengharamkan
banyak hal yang asalnya halal. Dan ini dengan
kesepakatan ulama sebagaimana yang
dikatakan oleh al-Imam al-Qorrofi dalam al-
Furuq (3/266), Ibnul Qoyyim dalam I'lamul
Muwaqqi'in: 3/148, dan asy-Syathibi dalam al-
Mufawaqot (2/390).
3. Sesuatu yang asal hukumnya mubah, namun
secara umum sering bisa menjerumuskan
pada keharaman.
Inilah yang diperselisihkan oleh para
ulama. Sebagian di antara mereka
menganggapnya sebagai salah satu kaidah
dan sandaran hukum dan mereka adalah
ulama Hanabilah dan Malikiyyah. Sedangkan
sebagian para ulama tidak menganggapnya
sebagai salah satu sandaran hukum, dan
mereka adalah Hanafiyyah dan Syafi'iyyah.
Masing-masing membawakan dalil untuk
mendukung pendapatnya. Sampai-sampai al-
Imam Ibnul Qoyyim dalam I'lamul Muwaqqi'in
menyebutkan sembilan puluh sembilan dalil
atas dianggapnya sadd dzari'ah sebagai salah
satu hujjah dalam Islam. Dan inilah insya
Alloh yang lebih rojih (kuat). Bahkan ini
semakin diperkuat oleh praktik hukum dari
para ulama termasuk ulama Syafi'iyyah dan
Hanafiyyah.
Syaikh Kholid al-Mushlih حفظه هللا
mengatakan, "Apa pun masalahnya, kalau
melihat pada kenyataan yang ada pada para
ulama yang dinisbatkan pada mereka bahwa
mereka tidak menganggap sadd dzari'ah
sebagai dalil, niscaya akan tampak bahwa
sebenarnya mereka juga menganggap dan
menggunakannya dalam sebagai ijtihad
mereka. Hanya, mereka menjadikannya
berada di bawah kaidah lain." (al-Hawafiz at-
Tijariyyah hlm. 54)
DALIL KAIDAH
Banyak sekali dalil yang menunjukkan akan
hal ini, kita cukupkan pada sebagainya saja:
1. Firman Alloh:
بغي عدو ا الل ف يسبوا الل دون ن م يدعون الذين تسبوا وال
علم
Dan janganlah kamu memaki sembahan-
sembahan yang mereka sembah selain Alloh,
karena mereka nanti akan memaki Alloh
dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.
(QS. al-An'am [6]: 108)
Di ayat ini Alloh melarang mencela tuhan-
tuhan dan sembahan orang musyrik—padahal
sebenarnya ini adalah sebuah amal yang
utama—karena dikhawatirkan akan menjadi
jalan bagi mereka untuk mencela Alloh Ta'ala.
2. Larangan wanita menghentakkan atau
memukulkan kakinya di tanah.
Alloh berfirman:
زينتهن من يفي ما لي علم بأرجلهن يضربن وال
Dan janganlah mereka memukulkan kakinya
agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. (QS. an-Nur [24]: 31)
Hukum asal wanita memukulkan kaki di
tanah itu boleh, namun jika dilakukan di
hadapan laki-laki yang bukan mahromnya
sehingga bisa menjadi fitnah antara laki-laki
dan wanita tersebut, maka perbuatan itu pun
dilarang oleh Alloh Ta'ala.
3. Larangan membeli sesuatu yang masih dalam
tawaran saudaranya serta melamar wanita
yang masih dalam lamaran saudaranya.
Sebagaimana hadits:
صلى هللا عليه عن النب رضي هللا عنهري رة ÷عن أب
قال: ال يطب الرجل على خطبة أخيه وال يسوم وسلم
على سوم أخيه
Dari Abu Huroiroh رضي هللا عنه dari Rosululloh صلى هللا
bersabda, "Janganlah seseorang عليه وسلم
melamar yang sedang dalam lamaran
saudaranya, dan janganlah menawar barang
yang sedang dalam tawaran saudaranya."
(HR. Muslim)
Menawar sebuah barang dan melamar
wanita hukum asalnya boleh, namun karena
kalau menawar sebuah barang yang masih
berada dalam tawaran saudaranya juga
melamar seorang wanita yang masih dalam
proses lamaran saudaranya itu akan
menimbulkan perasaan marah, jengkel
bahkan dendam antara satu muslim dengan
lainnya, maka dilarang oleh Rosululloh صلى هللا عليه
.Dan masih banyak dalil lainnya .وسلم
SYARAT MENGGUNAKAN KAIDAH
SADD DZARI'AH
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi
untuk bisa mengamalkan kaidah ini yang jika
tidak terpenuhi maka akan menimbulkan bahaya
besar dalam penerapannya. Syarat-syarat
tersebut:
1. Perbuatan yang hukum asalnya mubah
tersebut sering menjerumuskan pada
perbuatan haram. Adapun kalau hanya jarang-
jarang saja maka tidak boleh diterapkan
kaidah sadd dzari'ah. Contoh: penjualan racun
tikus; secara umum orang kalau membeli
racun tikus adalah untuk membunuh tikus.
Namun, ada saja yang membelinya untuk
bunuh diri. Akan tetapi, keberadaan satu atau
dua orang bunuh diri dengan racun tikus tidak
bisa jadi alasan untuk mengharamkan
penjualan racun tikus.
2. Mafsadah yang ditimbulkan oleh perbuatan
yang asalnya mubah tersebut sama atau lebih
besar dibandingkan dengan kemaslahatan
yang ditimbulkan oleh perbuatan mubah
tersebut. Sebab, syari'at Islam datang untuk
mendatangkan dan memperbanyak
kemaslahatan dan menghilangkan mafsadah
atau meminimalkannya. Oleh karena itu, jika
kemaslahatannya jauh lebih besar
dibandingkan dengan mafsadah yang muncul
maka kaidah sadd dzari'ah tidak boleh
digunakan hanya dengan sekadar adanya
sedikit mafsadah yang timbul.
3. Tidak disyaratkan bahwa untuk
diberlakukannya kaidah sadd dzari'ah ini
bahwa pelakunya menginginkan kejelekan.
Cukup dalam masalah ini bahwa pada
kebanyakan orang memang perbuatan itu
menimbulkan mafsadah.
Hal ini karena urusan niat adalah urusan
hati yang tidak ada yang mengetahui hakikat
sebenarnya selain Alloh dan pelakunya sendiri.
Apa yang dilarang berdasarkan alasan
sadd dzari'ah ini (dalam artian perbuatan
mubah yang dilarang agar tidak terjerumus
perbuatan haram) itu bisa menjadi boleh jika
diperlukan untuk mengerjakannya—meskipun
yang boleh—maka hanya seperlunya saja.
(Lihat al-Hawafiz at-Tijariyyah oleh oleh Syaih
Kholid al-Muslih, hlm.56)
CONTOH PENERAPAN KAIDAH
1. Dilarang menjual anggur kepada orang yang
dipastikan atau diprediksi kuat bahwa
menjadikannya sebagai khamar (minuman
keras), karena penjualan anggur memang
hukum asalnya boleh, namun bagi orang
seperti tersebut akan bisa menjerumuskan
perbuatan haram.
2. Haram menjual senjata tajam pada waktu
terjadi fitnah antara kaum muslimin.
3. Diharamkan berkholwat dengan wanita yang
bukan mahrom meskipun untuk mengajarinya
membaca al-Qur'an, karena hal itu akan
menimbulkan fitnah mendekatkan diri kepada
zina.
4. Menggunakan alat-alat komunikasi modern
hukum asalnya boleh. Namun, jika dalam
kondisi dan situasi tertentu penggunaan