bab ii kajian pustaka dan pembahasan a. kajian …...4. peraturan menteri tenaga kerja dan...
TRANSCRIPT
-
21
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
A. KAJIAN PUSTAKA
A.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan.
Hukum Ketenagakerjaan dahulu disebut hukum perburuhan yang
merupakan terjemahan dari arbeidsrechts. Molenaar memberikan batasan
pengertian dari arbeidsrechts adalah bagian dari hukum yang berlaku yang
pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara
buruh dengan buruh dan antara buruh dengan pengusaha.1 Menurut Mr. MG
Levenbach, arbeidsrechts sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang
berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan di bawah
pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut
dengan hubungan kerja itu.2 Iman Soepomo memberikan batasan pengertian
hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun
tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seserorang bekerja pada
orang lain dengan menerima upah.
Pengertian hukum perburuhan menurut Molenaar, Mr. MG Levebach,
dan Iman Soepomo, kesemuanya mengartikan hukum yang mengatur
hubungan antara buruh dengan majikan. Adapun pengertian hukum
ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa hukum ketenagakerjaan berarti mencakup
bidang hukum kepegawaian (hukum yang mengatur tentang hubungan antara
1 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1985, h. 1-3.
2 Ibid.
-
22
negara dengan pegawai/ pegawai negeri) dan bidang hukum perburuhan
(mengatur hubungan antara buruh dengan majikan).3 Dan penulis berpendapat
istilah hukum ketenagakerjaan lebih tepat dibanding dengan istilah hukum
perburuhan, dikarenakan hukum ketenagakerjaan cakupan pengartian lebih
sejalan dengan Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 dibandingkan hukum
perburuhan. Hukum ketenagakerjaan tidak hanya mengatur hubungan kerja,
tetapi juga pengaturan di luar hubungan kerja, perlindungan bagi pekerja atau
buruh dan termasuk proses–proses atau keputusan–keputusan yang
dikeluarkan untuk merealisasikan hubungan tersebut menjadi kenyataan.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat,
pemerintah orde baru mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan
di bidang ketenagakerjaan guna mengganti ketentuan lama yang sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan zaman untuk memperbaiki kondisi
ketenagakerjaan di tanah air dalam rangka memberikan pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan kepada warga negara.
Pada tahun 1969 pemerintah orde baru mengeluarkan Undang-Undang
No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai
Ketenagakerjaan. Pada Tahun 1997 undang–undang ini di ganti dengan
Undang–Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Keberadaan
UU No. 25 Tahun 1997 ternyata menimbulkan banyak protes karena dianggap
banyak merugikan pekerja. Hal ini dikaitkan dengan masalah menara
jamsostek yang dibangun berdasarkan dugaan kolusi penyimpangan dana
jamsostek. Seiring dengan undang–undang ini pemerintah mengeluarkan
3 Ibid.
-
23
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1997 tentang Asuransi Tenaga Kerja
(Astek). Peraturan Pemerintah ini mewajibkan perusahaan untuk
mengikutsertakan seluruh pekerjanya pada program asuransi sosial. Sesuai
dengan perkembangan lebih lanjut program asuransi tenaga kerja (Astek)
diperbaiki dengan suatu program jaminan sosial yang lebih baik dan diatur
dalam suatu undang–undang yaitu Undang–Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Dan keberadaan UU No.
25 Tahun 1997 dinyatakan berlaku efektif hanya 1 (satu) tahun sejak
diundangkan tetapi dalam prakteknya undang–undang ini tidak pernah
berlaku di Indonesia. Akhirnya dengan peraturan pemerintah pengganti
undang–undang yang dikuatkan dengan Undang–Undang Nomor 11 Tahun
1998 j.o. Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2000, Undang–Undang Nomor
25 Tahun 1997 ditunda masa berlakunya hingga akhirnya dicabut dan diganti
dengan Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
merupakan Undang–Undang ketenagakerjaan yang bersifat komprehensif dan
menyeluruh berbagai hal di bidang ketenagakerjaan yang sebelumnya tidak
pernah diatur dalam satu undang–undang.4
Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila, Undang–
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dilaksanakan
untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil,
makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual. Dalam pembangunan
ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi
4 Maimun, Op.Cit., h. 7-10.
-
24
fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 4
Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembangunan
ketenagakerjaan bertujuan untuk :
a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal
dan manusiawi;
b. Mewujudkan pemeratan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan
daerah;
c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan
kesejahteraan;
d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarga.
Dengan demikian, tujuan pembangunan ketengakerjaan adalah
menjadikan tenaga kerja Indonesia sebagai subjek pembangunan, bukan
sebaliknya menjadi objek pembangunan.5
A.1.1. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan dalam sistem Hukum
Indonesia.
Kedudukan hukum ketenagakerjaan memiliki keterkaitan dengan
aspek hukum perdata, aspek hukum tata usaha negara, dan aspek hukum
pidana. Kedudukan tersebut membawa konsekuensi yuridis bahwa ketentuan
peraturan-peraturan hukum ketenagakerjaan haruslah mendasarkan pada teori
hukum yang menelah bidang tersebut. Contoh:
5 Abdul Khakim Op.Cit., h. 8-9.
-
25
a. Jika terkait dengan perjanjian kerja termasuk di dalamnya hak-hak
dan kewajiban yang telah disepakati bersama dan hanya melibatkan
para pihak saja, maka hal tersebut menyangkut aspek hukum perdata;
b. Jika terkait dengan perizinan bidang ketenagakerjaan, penetapan upah
minimum, pengesahan peraturan perusahaan, pendaftaran perjanjian
kerja bersama, pendaftaran serikat pekerja atau serikat buruh, dan
sebagainya, maka hal tersebut menyangkut aspek hukum tata usaha
negara; dan
c. Jika terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan,
maka hal tersebut menyangkut aspek hukum pidana.
Dalam beberapa literatur asing, hukum ketenagakerjaan termasuk
dalam sistem hukum bisnis, di dalamnya termasuk hukum kontrak, hukum
perusahaan, jaminan sosial, pajak, asuransi, hukum lingkungan, hukum
internasional, dan lain-lain.6
A.1.2. Sumber-Sumber Hukum Ketenagakerjaan.
Sumber hukum adalah tempat dimana kita dapat menemukan aturan
hukum. Pendapat Halim terhadap pengertian sumber hukum adalah segala
sesuatu yang menimbulkan atau melahirkan hukum. Sumber hukum terbentuk
menjadi dua macam, yaitu sumber hukum formil dan sumber hukum materiil.
Sumber hukum ketenagakerjaan mendasarkan pada sumber hukum Indonesia
di bidang Ketenagakerjaan.
6 Ibid., h. 6-7.
-
26
Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal bentuknya
(tempat dimana dapat ditemukan dan dikenal hukum). Adapun macam dari
sumber hukum formil adalah :7
a. Peraturan perundang-undangan;
b. Hukum Kebiasaan;
c. Yurisprudensi;
d. Traktat atau Perjanjian;
e. Doktrin.
Sedangkan sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang
menentukan isi hukum (perasaan atau keyakinan individu dan pendapat umum
yang membentuk dan menentukan isi hukum). Macam sumber hukum materiil
tergantung dari tinjauan atau sudut pandang para ahlinya, misalnya sebagai
berikut :8
a. Tinjauan ahli ekonomi, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah
kebutuhan ekonomi dalam masyarakat dan kemungkinan
perkembangan ekonomi.
b. Tinjauan ahli sosiologi, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah
peristiwa yang terjadi dalam masyarakat atau kebutuhan untuk
mempertahankan hidup.
c. Tinjauan ahli agama, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah
kitab suci agama masing-masing.
7 Halim, A. Ridwan, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,
1990, h. 21. 8 Asri Wijayanti, Op.Cit., h. 25-26.
-
27
d. Tinjauan ahli sejarah, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah
sejarah yang pernah terjadi.
e. Tinjauan ahli filsafat, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah
upaya untuk mencari keadilan, misalnya melalui falsafah bangsa.
f. Tinjauan ahli hukum, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah
aturan yang mengatur.
Berbagai pendapat lain mengenai sumber-sumber hukum
ketenagakerjaan menurut beberapa ahli hukum. Menurut Budiono sumber-
sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas :9
1. Perundang-undangan
2. Kebiasaan
3. Keputusan
4. Traktat; dan
5. Perjanjian.
Sedangkan Menurut Shamad berpendapat bahwa sumber hukum
ketenagakerjaan terdiri atas :10
1. Peraturan perundang-undangan (undang-undang dalam arti materiil
dan formil);
2. Adat dan kebiasaan;
3. Keputusan pejabat atau badan pemerintah;
4. Traktat;
9 Budiono, Abdul Rachmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, Penerbit PT Gramedia, Jakarta,
1995, h. 12. 10
Shamad, Yunus, Hubungan Industrial di Indonesia, Penerbit PT Bina Sumber Daya Manusia, Jakarta, 1995, h. 29.
-
28
5. Peraturan kerja (yang dimaksud adalah peraturan perusahaan); dan
6. Perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, atau kesepakatan kerja
bersama (KKB).
Di samping kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa doktrin
atau pendapat para ahli hukum juga merupakan sumber hukum
ketenagakerjaan. Mengingat pendapat para ahli dapat dipergunakan sebagai
landasan untuk memecahkan masalah-masalah perburuhan, baik langsung
maupun tidak langsung.
A.1.3 Pengawasan Ketenagakerjaan.
Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan
menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang
ketenagakerjaan (Pasal 1 angka 1 Permenakertrans No. PER.02/MEN/1/2011
tentang Pembinaan dan Koordinasi Pengawasan Ketenagakerjaan).
Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan
peraturan ketenagakerjaan (Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan).
Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh unit kerja
tersendiri pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Unit
kerja pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan
ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja.
-
29
Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam
perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum
ketenagakerjaan secara menyeluruh. Pengawasan ketenagakerjaan
dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu preventif edukatif dan represif
yustisia.11
Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah
meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran Undang-Undang
Ketenagakerjaan sehingga proses hubungan industrial dan hubungan kerja
dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Di samping sebagai upaya
perlindungan tenaga kerja pengawasan ketenagakerjaan juga memiliki tujuan
sosial, seperti peningkatan kesejahteraan dan jaminan sosial pekerja,
mendorong kinerja dunia usaha serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat
pada umumnya.
A.2. Perlindungan Tenaga Kerja.
Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin
berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya
tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha
wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja tersebut sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa dasar hukum
perlindungan tenaga kerja diantaranya :12
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 11
Abdul Khakim, Op.Cit., h. 197-198. 12
Ibid., h. 99-103.
-
30
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:
Per.14/MEN/IV/2016 tentang Tata Cara Pelaporan Ketenagakerjaan
di Perusahaan.
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam hukum
ketenagakerjaan. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang ketenagakerjaan yang mendukung adanya perlindungan tenaga
kerja diantaranya sebagai berikut :13
1. Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan
(Pasal 4 huruf C).
2. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (pasal 5).
3. Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa
diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6).
4. Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/ atau
meningkatkan dan/ atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai
13
Ibid.
-
31
dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja
(Pasal 11).
5. Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya [Pasal 12 ayat (3)].
6. Setiap pekerja berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan
dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama [Pasal 86
ayat (1)].
7. Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan [Pasal 88 ayat (1)].
8. Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan
sosial tenaga kerja [Pasal 99 ayat (1)].
9. Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja [Pasal 104 ayat (1)].
Perihal mengenai objek pada perlindungan tenaga kerja menurut
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah :14
a. Perlindungan atas hak-hak dalam hubungan kerja;
b. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja untuk berunding dengan
pengusaha dan mogok kerja;
c. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;
d. Perlindungan khusus bagi pekerja perempuan, anak, dan penyandang
cacat;
14
Ibid.
-
32
e. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga
kerja; dan
f. Perlindungan atas hak pemutusan hubungan tenaga kerja.
A.2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
Untuk itu ditempuh dengan kebijakan penyelenggaraan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja di setiap perusahaan.
Menurut Adrian Sutedi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja maupun perusahaan sebagai
upaya pencegahan (preventif) bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal
yang berpontesi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan
kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.15
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bentuk
perlindungan tenaga kerja dan menjadi hak dasar pekerja sesuai dengan
ketentuan Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.
Tujuan dari upaya keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk
melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal, dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
15
Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2011, h. 170.
-
33
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan
rehabilitasi.
Dengan demikian, eksistensi peraturan perundang-undangan
keselamatan dan kesehatan kerja adalah :
a. Melindungi pekerja dari risiko kecelakaan kerja;
b. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja;
c. Agar pekerja dan orang-orang di sekitarnya terjamin keselamatannya;
d. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara
aman dan berdaya guna.
Ruang lingkup dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah di segala
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air,
maupun di udara dalam wilayah negara Republik Indonesia. Keselamatan dan
kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja.
Unsur tempat kerja ada tiga, ialah :
a. Adanya suatu usaha, baik bersifat ekonomis maupun sosial.
b. Adanya sumber bahaya.
c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik terus-menerus
maupun sewaktu-waktu.
Penanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja
ialah pengusaha atau pimpinan atau pengurus tempat kerja. Pelaksanaan
-
34
keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dilakukan secara bersama
oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh pekerja.16
Beberapa prinsip keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan
ketentuan hukum diantaranya:17
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
(Pasal 86 dan Pasal 87).
1. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
- Keselamatan dan kesehatan kerja;
- Moral dan kesusilaan; dan
- Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan
dan kesehatan kerja.
3. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan.
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
1. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau
terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang
sering dimasukan tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
16
Abdul Khakim, Op. Cit., h. 111. 17
Ibid., 109-110.
-
35
dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya lainnya [Pasal 1
ayat (1)].
2. Syarat ditetapkannya keselamatan kerja untuk mencegah dan
mengurangi kecelakaan, memberi kesempatan atau jalan
menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang
berbahaya, memberikan pertolongan pada kecelakaan, memberikan
alat-alat perlindungan diri pada pekerja, dan sebagainya (Pasal 3).
3. Pengusaha atau pemberi kerja diwajibkan melaporkan tiap
kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja [Pasal 11 ayat (1)].
Para pihak yang terkait dalam keselamatan dan kesehatan kerja yaitu
pengusaha dan pekerja. Beberapa bentuk kewajiban dan hak yang harus
dilaksanakan oleh para pihak dalam program keselamatan dan kesehatan kerja
diantaranya:18
a. Kewajiban pengusaha.
1. Terhadap pekerja yang baru masuk, pengusaha wajib menunjukkan
dan menjelaskan hal-hal:
- Tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di lingkungan
kerja.
- Semua alat pengaman dan perlindung yang digunakan.
- Memeriksakan kesehatan, baik fisik maupun mental pekerja yang
bersangkutan.
2. Terhadap pekerja yang telah atau sedang dipekerjakan:
18
Ibid., h. 112-115.
-
36
- Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan kecelakaan kerja,
penanggulangan kebakaran, pemberian P2K3 dan peningkatan
usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada umumnya.
- Memeriksakan kesehatan pekerja secara berkala.
3. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan untuk tempat kerja yang bersangkutan bagi seluruh
pekerja.
4. Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan kerja termasuk peledakan,
kebakaran, dan penyakit akibat kerja yang terjadi di tempat kerja
kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja.
b. Kewajiban dan hak pekerja.
1. Kewajiban pekerja:
- Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja.
- Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.
- Memenuhi dan menaati persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja yang berlaku di tempat kerja yang bersangkutan.
2. Hak dari pekerja:
- Meminta kepada pimpinan atau pengurus perusahaan agar
dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang
diwajibkan di perusahaan yang bersangkutan.
- Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat pelindung diri yang
-
37
diwajibkan tidak dipenuhi, kecuali dalam toleransi khusus yang
ditetapkan lain oleh pegawai pengawas.
Dengan mengimplementasikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3), setidak-tidaknya pengusaha dapat mengantisipasi kemungkinan
penyakit yang timbul akibat hubungan kerja. Dan inti dari terlaksananya K3
dalam Perusahaan adalah adanya kebijakan standar berupa kombinasi aturan,
sanksi, dan benefit dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja dan
perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang
dijadikan acuan atau pedoman bagi pekerja dan pengusaha.
Beberapa landasan hukum keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
adalah sebagai berikut:19
1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.
3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
A.2.2. Jaminan Sosial.
Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan
secara sempit. Dalam pengertiannya yang luas jaminan sosial ini meliputi
berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat atau pemerintah.
Pemahaman dalam arti sempit menurut Iman Soepomo merumuskan
bahwa jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak pekerja dalam
19
Ibid.
-
38
hal pekerja diluar kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin
kepastian pendapat (income security) dalam hal pekerja kehilangan upahnya
karena alasan diluar kehendaknya.20
Sedangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial
Pancasila (HIP) merumuskan pengertian jaminan sosial secara luas sebagai
berikut: “Jaminan sosial adalah jaminan kemungkinan hilangnya pendapatan
pekerja sebagian atau seluruhnya atau bertambahnya pengeluaran karena
resiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia atau risiko sosial lainnya.
Tujuan dari penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk mempertahankan
daya beli masyarakat dalam mengahadapi terjadinya ketidakamanan
ekonomi.21
Pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia bersumber pada landasan
idiil. Pembukaan UUD 1945 sebagaimana tercantum pada alinea keempat
yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah
memajukan kesejahteraan umum sehingga dapat tercapai masyarakat yang
adil dan makmur. Apabila terjadi Pelanggaran terhadap pelaksanaan jaminan
sosial berarti pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Undang-Undang tentang tenaga kerja yang sudah lengkap lahir pada
tahun 1969. Pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-
Pokok Tenaga Kerja diatur tentang penyelenggaraan asuransi sosial bagi
tenaga kerja beserta keluarganya. Pada tahun 1977 Pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program
20
Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1983, h. 136. 21
Zaeni Asyhadie, Op.Cit., h. 121.
-
39
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Program-program yang ditangani oleh
Astek adalah asuransi kecelakaan kerja (AKK), asuransi kematian (AK), dan
tabungan hari tua (THT). Bersamaan dengan itu diterbitkan pula Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang Perusahaan Umum (Perum) Astek
Sebagai Badan Penyelenggara Program Astek.
Status Astek sebagai Perum kemudian diubah menjadi Perseroan
Terbatas (PT) melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1990. Pada tahun
1992 pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
menerbitkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial
Tenaga Kerja yang mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki karyawan
minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji karyawannya minimal
Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) perbulan. Jamsostek menyelenggarakan empat
program diantaranya adalah jaminan hari tua (JHT), jaminan kecelakaan kerja
(JKK), jaminan kematian (JK), dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK).
Undang-Undang ini juga menungaskan PT. Jamsostek sebagai pelaksana
program Jamsostek di Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun
1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja sebagai penyelenggara program Jamsostek.22
1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 pengertian jaminan
sosial tenaga kerja (Jamsostek) adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja
dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari
22
Adrian Sutendi, Op.Cit., h. 183-184.
-
40
penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat
peristiwa atau keadaan yang dialami oleh pekerja berupa kecelakaan kerja,
sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Semua bentuk manfaat
yang diberikan melalui program jamsostek kepada pekerja hanya terbatas
pada pemenuhan kebutuhan manusia yang bersifat dasar dan minimal untuk
menjaga harkat dan martabatnya.
Menurut Mondy dan Noe23
jaminan sosial tenaga kerja merupakan
bentuk kompensasi atau imbalan dalam bentuk uang yang tidak diterima
oleh pekerja. Keduanya mengungkapkan bahwa kompensasi merujuk
pada every type of reward that individualis receive in return for their
labour (setiap bentuk imbalan yang diterima oleh seseorang sebagai
pengganti tenaga yang telah ia keluarkan). Berikut beberapa teori tentang
kompensasi yang dikemukakan oleh Rejda adalah:24
1. Teori Risiko Kerja
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu perusahaan harus
menyediakan biaya ketidakmampuan pekerjanya untuk bekerja (akibat
sakit atau cacat) ke dalam biaya produksinya atau mengganti hilangnya
waktu kerja tersebut dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi. Teori
ini memiliki beberapa kelemahan yaitu:
a. Mengharuskan pekerja untuk tidak menuntut perusahaan karena
kecelakaan dalam industri.
23
Ibid., h.186-187. 24
Ibid.
-
41
b. Adanya asumsi bahwa biaya kecelakaan dapat diganti lebih dahulu
dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi.
c. Perbandingan antara pembayaran tuntutan pekerja dengan jumlah
kerugian yang dialaminya tidak sebanding, misalnya pelayanan
rehabilitasi yang diperoleh tidak memadai.
2. Teori Biaya Sosial Rendah
Teori ini berlandaskan pada konsep bahwa dibuatnya undang-undang
kompensasi bagi pekerja bertujuan untuk meminimalkan
ketidakmampuan mereka secara ekonomi akibat kecelakaan kerja. Di lain
pihak dengan adanya peraturan juga berupaya untuk mengurangi
munculnya tuntutan pekerja karena kecelakaan kerja.
3. Teori Kompromi Sosial
Teori ini menyatakan bahwa adanya kompensasi bagi pekerja
memperlihatkan suatu keseimbangan antara pengorbanan yang dilakukan
pekerja dengan keuntungan yang diperoleh pengusaha. Oleh karena itu,
pekerja yang mengalami sakit atau cacat akibat kerja, berhak untuk
menerima jaminan kesehatan atau jaminan kecacatan. Begitu pula dengan
perusahaan harus bersedia membayar tuntutan pekerja agar terhindar dari
proses pengadilan yang lebih mahal apabila pekerja yang sakit tersebut
mengadukan permasalahannya ke pengadilan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengartian jaminan sosial tenaga kerja
adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja
-
42
untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya
menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik jamsostek
memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi
pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992,
berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta
adalah tertib administrasi dan membayar iuran.
Dalam pemenuhan kebutuhan pekerja menjadi tanggung jawab pemberi
kerja karena pekerja relatif memiliki kedudukan yang lebih lemah
dibandingkan pemberi kerja. Perlindungan kebutuhan tersebut diharapkan
mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan hasil produksi perusahaan. Begitu pula sebaliknya, pekerja juga
harus berperan aktif dan ikut bertanggungjawab atas pelaksanaan program
jamsostek sehingga upaya untuk mewujudkan perlindungan bagi pekerja dan
anggota keluarganya dapat terselenggarakan dengan baik.
Tujuan dari penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja adalah untuk
memberikan perlindungan kepada pekerja dan keluarganya dari berbagai
resiko pasar tenaga kerja, seperti resiko kehilangan pekerjaan, penurunan
upah, kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut usia, meninggal dunia, dan lain-
lain. Ruang lingkup perlindungan tenaga kerja pada program Jamsostek yang
merupakan hak dari tenaga kerja adalah:
1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
Kecelakaan kerja (employment accident) merupakan kecelakaan yang
terjadi dalam hubungan kerja termasuk sakit yang diakibatkan karena kerja
-
43
(occupational disease).25
Dari pengertian tersebut dapat dijabarkan bahwa
ruang lingkup Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) meliputi kecelakaan kerja
dan sakit akibat kerja. Berikut penjabaran ruang lingkup jaminan kecelakaan
kerja (JKK) yaitu:26
a. Kecelakaan yang Teriadi Saat Hubungan Kerja
Kecelakaan kerja yang terjadi saat hubungan kerja meliputi
kecelakaan di tempat kerja dan kecelakaan di jalan pada waktu pekerja
berangkat ke tempat kerja dan pulang dari tempat kerja. Ruang lingkup
kecelakaan kerja terdiri atas:
1. Pada waktu kerja
a. Yang termasuk dalam kecelakaan pada waktu kerja ialah
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju ke
tempat kerja atau pulang dari tempat kerja ke rumah melalui jalan
yang biasa ditempuh dan wajar.
b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan pekerjaan sesuai
dengan tugas, kewajiban dan tanggungjawab sehari-hari yang
diberikan oleh perusahaan di tempat kerja maupun di luar tempat
kerja selama waktu kerja.
c. Kecelakaan yang terjadi di luar jam kerja tetapi masih dalam
waktu kerja seperti jam istirahat sebagaimana diatur dalam
undang-undang.
25
Ibid., h.188. 26
Asri Wijayanti, Op. Cit., h. 128-130.
-
44
d. Kecelakaan yang terjadi dalam tugas di luar kota/negeri, yaitu
selama perjalanan dari rumah atau tempat kerja menuju ke tempat
dan perjalanan pulang kembali sesuai dengan surat tugas yang
diberikan dan selama menjalankan tugas atau pekerjaan di tempat
tujuan. Semua kecelakaan kerja yang terjadi di tempat penugasan
atau pendidikan merupakan kecelakaan kerja, di luar itu yang
termasuk kecelakaan kerja hanya terbatas selama yang
bersangkutan berangkat dari tempat penginapan atau pemondokan
menuju ke tempat kerja sampai pulang kembali, kecuali dapat
dibuktikan bahwa kecelakaan yang terjadi di luar pengertian
tersebut ada hubungannya dengan tugas dan tanggung jawab yang
bersangkutan.
e. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang
harus dibuktikan dengan surat perintah lembur.
f. Perkelahian di tempat kerja dapat dianggap kecelakaan kerja.
2. Di luar waktu kerja
a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan kegiatan
olahraga yang harus dibuktikan dengan surat tugas dari
perusahaan.
b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu mengikuti pendidikan yang
merupakan tugas dari perusahaan dan harus dibuktikan dengan
surat tugas.
c. Kecelakaan yang terjadi di sebuah perkemahan yang berada
dilokasi kerja (base camp/jurnal) di luar jam kerja dan di luar
-
45
waktu kerja (tidur, istirahat) serta yang bersangkutan bebas dari
setiap urusan pekerjaan.
d. Jika kecelakaan terjadi di luar radius HPH/ areal/ lokasi harus ada
surat tugas.
3. Meninggal mendadak
Suatu kasus meninggal mendadak dapat dikategorikan akibat
kecelakaan dalam hubungan kerja akibat pekerja karena suatu alasan,
baik di lokasi kerja maupun dalam perjalanan menuju atau dari lokasi
kerja, tanpa sempat mengalami rawat inap atau mengalami rawat inap,
tetapi tidak melebihi 24 jam terhitung sejak pada jam ditangani dokter/
para medis, langsung meninggal dunia.
b. Penyakit akibat hubungan kerja
Penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja dianggap
sebagai kecelakaan kerja dan bisa terjadi secara tiba-tiba maupun
melalui proses dalam jangka waktu tertentu. Penyakit yang timbul akibat
hubungan kerja merupakan kecelakaan kerja Pasal 1 Keppres Nomor 22
Tahun 1993 menyebutkan: "Penyakit yang timbul karena hubungan kerja
adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.”
Penyakit yang ditimbulkan akibat kerja yang terjadi pada tenaga kerja
menjadi tanggung jawab majikan. Untuk mengetahui penyakit yang
timbul akibat hubungan kerja dapat dilihat pada Pasal 4 Keppres Nomor
22 Tahun 1993.27
27
Ibid.
-
46
Tujuan dari jaminan kecelakaan kerja adalah untuk melindungi
pekerja dan keluarganya dari kecelakaan yang berhubungan dengan
pekerjaan.
Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung
jawab pengusaha, sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk
membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24%-
1,74% sesuai kelompok jenis usaha. Seluruhnya terdapat lima tingkat
premi yang didasarkan pada pengelompokan jenis usahanya yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Untuk
pengelompokan ini didasarkan pada persepsi mengenai besarnya resiko
kecelakaan kerja untuk setiap jenis usaha.28
Adapun bentuk jaminan
kecelakaan kerja adalah:29
a. Biaya pengangkutan:
- Untuk penggunaan jasa angkutan darat/ sungai maksimum
sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah).
- Untuk penggunaan jasa angkutan laut maksimal sebesar Rp.
300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).
- Dan penggunaan jasa angkutan udara maksimal Rp.
400.000,00 (empat ratus ribu rupiah).
b. Biaya perawatan, pemeriksaan, dan pengobatan. Seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan tersebut
maksimum sebesar Rp. 8.000.000,00 (delapan ratus ribu rupiah).
28
Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 189. 29
Darwan Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Bagi Pekerja Untuk Mempertahankan Hak-Haknya), Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 155-156.
-
47
c. Biaya rehabilitasi: Prothese (anggota badan tiruan) dan orthose
(alat bantu), seperti tongkat dan kursi roda, dengan penggantian
biaya sesuai harga R.S dr. Suharso (Surakarta) ditambah 40% dari
harga tersebut. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja
dianggap sebagai kecelakaan kerja (ditetapkan sebanyak 31 jenis)
seperti yang tercantum dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun
1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja.
d. Santunan berupa uang, meliputi:
- Santunan Sementara tidak mampu bekerja (STMB) 4 (empat)
bulan pertama 100% × upah sebulan. Selanjutnya 4 (empat)
bulan kedua 75% × upah sebulan dan bulan berikutnya 50% ×
upah sebulan.
- Santunan cacat tetap sebagian ialah: persentase jenis cacat
dikalikan 70 (tujuh puluh) bulan upah.
- Santunan cacat tetap total:
1. Pembayaran sekaligus: 70% × 70 (tujuh puluh) bulan
upah.
2. Pembayaran berkala: Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan.
3. Kurang fungsi: % kurang fungsi × % tabel × 70 bulan
upah.
- Santunan kematian:
1. Pembayaran sekaligus: 70% × 70 (tujuh puluh) bulan
upah.
-
48
2. Pembayaran berkala: Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan.
3. Biaya pemakaman: Rp. 600.000,00. (enam ratus ribu
rupiah)
2. Jaminan Hari Tua (JHT).
Hari tua adalah umur pada saat dimana produktivitas pekerja telah
dianggap menurun, sehingga perlu diganti dengan pekerja yang lebih muda
termasuk cacat tetap dan total (total and permanent disability) yang dapat
dianggap sebagai hari tua yang dini (cepat).
Jaminan hari tua atau disebut (JHT) merupakan program perlindungan
yang bersifat dasar bagi pekerja yang bertujuan untuk menjamin adanya
keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi. Jaminan ini
merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja
dan keluarganya akibat dari terjadinya resiko-resiko sosial dengan
pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.30
Jaminan hari tua (JHT) berfungsi sebagai program perlindungan bagi
pekerja dan keluarganya yang telah mencapai usia tua dan telah berhenti
bekerja, juga untuk pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK). Pada dasarnya JHT merupakan komponen pensiun dasar. Dasar
perhitungan jaminan ini adalah besarnya total iuran atau premi yang telah
dibayarkan pemberi kerja dan tenaga kerja. Dengan demikian apabila
pekerja tersebut membayar premi jaminan hari tuanya sedikit, otomatis
30
Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 190-191.
-
49
pekerja akan mendapat jaminan hari tua yang sedikit pula, begitu juga
sebaliknya.
Besar kecilnya iuran atau premi per-bulan ditentukan oleh besar
kecilnya upah. Pembiayaan program ini sepenuhnya dibebankan kepada
pemberi kerja dan pekerja dengan komposisi iuran lebih besar dibebankan
kepada pemberi kerja. Iuran atau premi jaminan hari tua ditentukan sebesar
5,7% dari upah, di mana 2% dipotong dari gaji pekerja dan 3.7% merupakan
kontribusi pemberi kerja.31
Umumnya jaminan hari tua diberikan pada saat pekerja mencapai
umur 55 (lima puluh lima) tahun, tetapi apabila pekerja mengalami cacat
sehingga tidak bisa bekerja lagi maka jaminan ini dapat diberikan. Dan
apabila pekerja meningal dunia sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun
atau setelah 55 (lima puluh lima) tahun tetapi belum menerima jaminan hari
tua (JHT) maka jaminan ini diterima oleh janda atau duda atau anak yang
ditinggalkannya secara sekaligus (lumpsum). Untuk pekerja yang telah
mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun tetapi masih tetap bekerja dapat
memilih untuk menerima jaminan hari tua pada saat berusia 55 tahun atau
pada saat setelah berhenti bekerja.
Bagi pekerja yang berhenti dari perusahaan sebelum berusia 55 (lima
puluh lima) tahun dapat menerima Jaminan Hari Tua (JHT) dengan
persyaratan sebagai berikut:
1. Mempunyai masa kepesertaan JHT sekurang-kurangnya 5 tahun.
31
Ibid.
-
50
2. Telah melewati masa tunggu selama 6 bulan terhitung sejak pekerja
bersangkutan berhenti bekerja.
Dalam sistem pembayaran secara berkala atau sekaligus dilakukan
atas pilihan pekerja bersangkutan. Apabila pekerja bersangkutan
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya maka jaminan hari tua
dibayarkan secara sekaligus.32
Dan hak untuk mendapatkan jaminan hari tua
(JHT) dapat menjadi hilang apabila melalui 2 (dua) peristiwa ini sebagai
berikut: 33
1. Berakhir karena suatu peristiwa.
2. Dibatalkan karena suatu keadaan.
Berakhir karena suatu peristiwa apabila duda atau janda penerima
jaminan tersebut menikah lagi, atau duda/ janda tersebut meninggal dunia
sedangkan tidak terdapat lagi anak yang berhak menerima jaminan sebagai
penerima jaminan hari tua. Hak jaminan ini baru akan berakhir pada bulan
berikutnya setelah pernikahan itu dilangsungkan. Hak untuk mendapatkan
jaminan hari tua (JHT) dapat dibatalkan karena:34
a. Apabila pada waktu mengajukan permintaan jaminan tersebut
ternyata terdapat suatu pemalsuan, baik pemalsuan surat-surat
maupun pemalsuan orangnya.
b. Apabila penerima jaminan tersebut dengan tidak seiizin Pemerintah
menjadi anggota tentara/ pekerja suatu negara asing.
32
Maimun, Op.Cit., h. 112. 33
Sendjun H. Manulang, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Penerbit PT Asdi Mahasatya, Jakarta, h. 134-135. 34
Ibid.
-
51
c. Apabila penerima jaminan pekerja tersebut, janda atau duda
berdasarkan Keputusan Pejabat Pemerintah atau Badan yang
berwenang dinyatakan bersalah melakukan tindakan atau terlibat
dalam suatu gerakan yang menentang Pemerintah.
3. Jaminan Kematian (JKM).
Kematian yang mendapat santunan melalui program ini adalah
meninggal dunia pada waktu pekerja menjadi peserta jaminan sosial atau
sebelum melewati enam bulan sejak pekerja berhenti bekerja. Jaminan
Kematian atau disebut (JKM) diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja
yang menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan
kerja.
Iuran untuk Jaminan Kematian ini ditanggung sepenuhnya oleh
pengusaha. Besarnya iuran adalah 0,30% dari upah sebulan pekerja yang
secara rutin harus dibayar langsung oleh pengusaha kepada Badan
Penyelenggara.35
Jaminan kematian yang diterima berdasarkan program ini
adalah:36
a. Biaya pemakaman ditetapkan sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah) untuk kasus meninggal dunia biasa dan kasus kematian
karena kecelakaan/ penyakit karena hubungan kerja/ hubungan
industrial.
b. Santunan berupa uang ditetapkan sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
35
Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 193-194. 36
Zaeni Asyhadie, Op.Cit., h. 128-130.
-
52
Ahli waris atau keluarga pekerja berhak menerima santunan
kematian dan biaya pemakaman pada program jaminan kematian (JKM)
sesuai dengan persyaratan yang berlaku yaitu :
a. Suami atau istri yang sah menjadi tanggungan pekerja dan terdaftar
pada Badan Penyelenggara Jamsostek.
b. Anak kandung, anak angkat dan anak tiri yang belum berusia 21 (dua
puluh satu) tahun, belum menikah, tidak mempunyai pekerjaan, yang
menjadi tanggungan pekerja, terdaftar pada Badan Penyelenggara
Jamsostek dan maksimum tiga orang anak yang akan ditangggung
oleh Jamsostek.
Dengan demikian apabila belum atau tidak ada ahli waris yang
terdaftar pada Badan Penyelenggara Jamsostek maka pembayaran santunan
kematian dan biaya pemakaman diberikan kepada janda atau duda, anak,
orang tua, cucu, kakek dan nenek, Saudara kandung, dan Mertua. Para ahli
waris atau pihak yang berhak menerima santunan dan biaya pemakaman
dapat mengajukan permohonan kepada Badan Penyelenggara Jamsostek
dengan melampirkan bukti-bukti sebagai berikut:
a. kartu peserta;
b. surat keterangan kematian.
Dalam hal pekerja yang tidak mempunyai keturunan sebagaimana
tersebut di atas maka pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman
diberikan secara sekaligus kepada mereka yang ditunjuk pekerja dalam
wasiatnya. Demikian juga apabila tidak ada wasiat, pembayaran santunan
-
53
kematian dan biaya pemakaman diberikan kepada pengusaha atau pihak lain
guna pengurusan pemakaman.37
Untuk hal magang atau murid, dan mereka
yang memborong pekerjaan, serta narapidana meninggal dunia bukan
karena kecelakaan kerja yang berhubungan dengan hubungan kerja maka
keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas Jaminan Kematian.
Jaminan Kematian (JKM) dibedakan antara biaya pemakaman dan
santunan berupa uang. Apabila seorang pekerja meninggal dunia dan tidak
mempunyai ahli waris maka biaya pemakaman saja yang diberikan kepada
mereka yang mengurus pemakaman pekerja tersebut. Jaminan kematian ini
diberikan kepada ahli waris tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum
mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun karena setelah mencapai usia
tersebut tenaga kerja yang bersangkutan akan mendapat jaminan hari tua.
Apabila tenaga kerja tersebut meninggal dunia setelah pensiun (setelah
mencapai usia 55 tahun), PT Jamsostek tidak lagi terikat pada kewajiban
untuk membayar jaminan kematian terhadap ahli waris pekerja tersebut.
4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Setiap pekerja yang menderita sakit selama bekerja, berhak
memperoleh biaya pengobatan, biaya rehabilitasi, biaya pengangkutan dari
tempat kerja ke rumah sakit dan dari rumah sakit atau tempat kerja ke
rumahnya, serta santunan bila pekerja yang bersangkutan sementara tidak
mampu bekerja. Pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan diberikan
kepada pekerja dan anggota keluarganya. Maksimum tiga orang anak dari
37
Ibid.
-
54
peserta/ pekerja yang akan ditanggung oleh Jamsostek. Hak yang akan
diperoleh dari program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) meliputi:38
1. Rawat jalan tingkat pertama;
2. Rawat jalan tingkat lanjutan;
3. Rawat inap;
4. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;
5. Penunjang diagnostik, dan
6. Pelayanan gawat darurat.
Adapun standar paket pelayanan program jaminan pemeliharaan
kesehatan meliputi pelayanan khusus dan pelayanan gawat darurat. Berbeda
dengan program lain program jaminan pemeliharaan kesehatan ini tidak
memberikan santunan atau bantuan dalam bentuk uang tunai (cash benefits),
namun berbentuk pelayanan kesehatan.
Tujuan dari pemeliharaan kesehatan adalah untuk meningkatkan
produktivitas pekerja sehingga dapat melaksanakan sebaik-baiknya dan
merupakan upaya kesehatan dibidang pengembangan (kreatif). Untuk itu
pengusaha berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja,
yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
penyembuhan (curatif), dan pemulihan (rehabilitasi). Dan setiap pekerja
yang telah mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan akan
38
Darwan Prinst, Op.Cit, h.162.
-
55
diberikan kartu pemeliharaan kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan.39
Jenis pelayanan yang diberikan dalam program ini mulai dari dokter
umum dan dokter gigi, obat-obatan, dan penunjang diagnostik, obat-obatan
diberikan sesuai kebutuhan medis, pelayanan kesejahteraan ibu dan anak,
pelayanan imunisasi dasar (BCG, DPT, dan Polio), pelayanan KB (IUD,
vasektomi, tubektomi, suntik), dan pelayanan dokter spesialis. Untuk
memahami program Jamsostek lebih lanjut, perlu diketahui pula fungsi dari
program tersebut, yaitu:
a. Perlindungan.
Perlindungan yang bersifat sukarela seperti melalui asuransi
komersial tidak mampu menjamin setiap orang bersedia dan mampu
menyisihkan dana untuk ikut dalam program asuransi. Untuk itu
diperlukan jaminan sosial yang diselenggarakan secara kolektif dan
bersifat wajib guna memungkinkan pekerja memiliki kepastian
memperoleh resiko sosial dan ekonomi.
b. Produksi.
Perlindungan melalui jaminan sosial bagi pekerja dan anggota
keluarganya memungkinkan pekerja untuk lebih memfokuskan perhatian
pada pekerjaannya. Pekerja yang memiliki produktivitas tinggi dan
konsentrasi penuh pada pekerjaannya akan menguntungkan pemberi
kerja karena hasil produksi juga ikut meningkat.
39
Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 194-196.
-
56
c. Redistribusi Pendapatan.
Pada program jaminan sosial yang dilaksanakan melalui sistem
asuransi sosial, pekerja memberikan kontribusi sesuai dengan
penghasilannya dan memperoleh jaminan sesuai dengan kebutuhannya.
Penyelenggaraan jaminan sosial secara tepat dapat memungkinkan
pekerja yang berpenghasilan tinggi membantu pekerja yang
berpenghasilan rendah.
d. Kemasyarakatan.
Tujuan jaminan sosial untuk memberikan perlindungan kepada
pekerja sehingga menimbulkan ketenangan dalam bekerja, serta akan
membantu terciptanya ketentraman industri. Di samping itu, juga dapat
mengurangi perselisihan antara pekerja dengan pemberi kerja yang pada
akhirnya dapat mencegah timbulnya keresahan sosial.40
2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Di tahun 2004, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pemberlakuan
Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional merupakan pelaksanaan dari Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang
Dasar 1945. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara
40
Ibid.
-
57
penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan
penyelenggaraan jaminan sosial.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan
asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dibentuk sesuai dengan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan,
kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana
amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya
untuk pengembangan program serta untuk sebesar-besar kepentingan
peserta.
Selanjutnya ditahun 2015, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan
yang bernomor 007/ PUU-III/ 2005 kepada publik. Mahkamah konstitusi
menyatakan bahwa pada Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioanl (SJSN)
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan putusan perkara diatas menjelaskan
bahwa Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, menutup peluang Pemerintah
Daerah untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional
sesuai dengan kewenangan yang ditulis pada Pasal 18 ayat (2) dan (5)
Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, Pasal 52 ayat (2) hanya berfungsi
untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2), (3)
dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasioanl (SJSN) dan menjamin kepastian hukum karena
-
58
belum ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang tersurat pada
pelaksanaan Undang-Undang SJSN.
Dengan demikian setelah ketentuan Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4)
Undang-Undang SJSN dicabut dan hanya berpedoman Pasal 52 ayat (2)
maka status dari PT Persero atau Jamsostek dinyatakan bubar tanpa
likuidasi dan dialihkan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional
(BPJS) sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioanl (SJSN) yang menyatakan
bahwa; “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan
Undang-Undang”.
Pemberlakuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS dimulai
pada tanggal 25 November tahun 2011. Pemerintah mengundangkan
Undang-Undang BPJS sebagai pelaksana dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan
52 ayat (2) Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) serta
dengan putusan perkara Nomor 007/ PUU-III/ 2005.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau (BPJS) adalah badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS
dibentuk bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan atau
anggota keluarganya. Dan sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan (6)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
-
59
Jaminan Sosial (BPJS) menegaskan bahwa BPJS dikelompokan menjadi 2
(dua) bagian diantaranya adalah :41
1. BPJS Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau disebut
(BPJS Kesehatan) adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Jaminan Kesehatan
merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
Dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan terdiri dengan
kepesertaan, iuran kepesertaan, penyelenggara pelayanan kesehatan,
kendali mutu dan kendali biaya, dan pelaporan dan utilization review.
Berikut kelompok kepesertaan pada BPJS Kesehatan sebagai berikut:42
a. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan;
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah fakir miskin dan
orang yang tidak mampu yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur
melalui peraturan pemerintah. Selain fakir miskin, yang berhak menjadi
41
Pasal 5 Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. 42
Pasal (4) – (5) Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No.1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
-
60
peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah orang yang mengalami
cacat total tetap dan orang yang tidak mampu.
Gambar 1
Mekanisme Pendaftaran Peserta PBI Pada Jaminan Kesehatan
Kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat dilakukan
perubahan data dengan ketentuan sebagai berikut43
:
- Penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang
tercantum sebagai PBI Jaminan Kesehatan dapat dilakukan
perubahan data apabila tidak memenuhi kriteria pada kepesertaan
PBI Jaminan Kesehatan. Dengan demikian apabila peserta PBI
Jaminan Kesehatan sudah tidak memenuhi kriteria pada
kepesertaan tersebut dan sudah mampu maka wajib menjadi
peserta jaminan kesehatan dengan membayar iuran.
43
Pasal (11)-(13) Undang-Undang No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.
Pendaftaran peserta PBI dilakukan oleh Menteri.
Pendaftaran dilakukan dengan dua cara yaitu;
1. Dengan cara migrasi data.
2. Dengan cara manual.
Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas kelengkapan data identitas peserta.
Dan apabila data belum lengkap maka Pihak BPJS Kesehatan akan memberitahukan kepada Pemberi kerja atau Calon Peserta untuk melengkapi dokumen tersebut dengan ketentuan paling lambat 10 hari kerja.
Apabila data sudah lengkap maka pihak BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan.
-
61
- Penambahan data fakir miskin dan orang tidak mampu untuk
dicantumkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena telah
memenuhi kiteria pada kepesertaan PBI Jaminan Kesehatan.
Pelaksanaan program jaminan kesehatan untuk Penerima Bantuan
Iuran (PBI) pada Jaminan Kesehatan bersumber dari anggaran
pendapatan dan belanja negara. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)
akan menyampaikan usulan anggaran jaminan kesehatan bagi PBI
jaminan kesehatan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan. Pada pelaksanaan program jaminan
kesehatan maka peserta memiliki peran penting dalam pelaksanaan
peraturan PBI dengan cara memberikan data yang benar dan akurat
tentang PBI Jaminan Kesehatan, baik diminta maupun tidak minta.
b. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan tergolong menjadi 3
(tiga) bagian sebagai berikut44
;
1. Pekerja Penerima Upah Pada Jaminan Kesehatan.
44
Pasal (6)-(10) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
-
62
Gambar 2
Mekanisme Pendaftaran Peserta Penerima Upah Pada Jaminan Kesehatan
Peserta pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk
warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan dan anggota keluarganya tergolong sebagai atas Pegawai Negeri
Sipil, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri, dan Pengawai Swasta.
2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
termasuk warga negara asing atau (WNA) yang bekerja di
Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota
keluarganya tergolong sebagai pekerja di luar hubungan kerja/
pekerja mandiri, dan atau pekerja yang tidak termasuk pada
Pendaftaran Peserta bukan PBI dilakukan dengan dua cara yaitu:
1. Dengan cara migrasi data.
2. Dengan cara manual.
1. Cara migrasi data sesuai dengan format yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan dan paling sedikit untuk 1000 calon Peserta.
2. Cara manual yang dilakukan dengan datang langsung ke Kantor BPJS Kesehatan melalu pihak ketiga yang telah ditentukan oleh BPJS. Dan mengisi formulir dan menyerahkan kelengkapan data calon peserta.
Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas identitas peserta dan kelengkapan data yang lainnya.
Dan apabila data belum lengkap maka Pihak BPJS Kesehatan akan memberitahukan kepada Pemberi kerja atau Calon Peserta untuk melengkapinya.
Apabila data sudah lengkap maka pihak BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan.
-
63
pekerja diluar hubungan kerja/ pekerja mandiri yang bukan
penerima upah.
3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya tergolong sebagai
investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis
kemerdekaan, dan janda atau duda/ anak yatim piatu dari
veteran/ perintis kemerdekaan.
Gambar 3
Mekanisme Pendaftaran Peserta Bukan Penerima Upah Dan Bukan Pekerja
Pada Jaminan Kesehatan
Dengan demikian berdasarkan golongan kepesertaan diatas, dapat
dilakukan perubahan data atau status kepesertaan dengan cara
melaporkan kepada BPJS Kesehatan. Dan untuk perubahan status
kepesertaan dari peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi bukan peserta
Pendaftaran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja dan anggota keluarganya.
Pendaftaran peserta dilakukan secara koletif dengan cara :
1. Dengan cara manual.
2. Dengan cara migrasi data.
3. Dengan cara dilakukan secara sendiri-sendiri dan langsung ke Kantor BPJS Ketenagakerjaan.
Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas identitas peserta dan kelengkapan data yang lainnya.
Dan apabila data belum lengkap maka Pihak BPJS Kesehatan akan memberitahu kepada Pemberi kerja atau Calon Peserta untuk melengkapinya dengan ketentuan paling lambat 10 hari kerja.
Apabila data sudah lengkap maka pihak BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan.
-
64
PBI Jaminan Kesehatan dapat dilakukan pada saat peserta membayar
iuran pertama kali.
Pelayanan Kesehatan mencakup pada pelayanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif dan dilakukan oleh penyelenggara
pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.
Pelayanan Kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah
pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, pelayanan
kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, pelayanan gawat
darurat, pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan medik habis pakai,
pelayanan ambulance, dan pelayanan skrining. Terkait dengan pelayanan
kesehatan yang disediakan, maka BPJS Kesehatan menjamin fasilitas
kesehatan penunjang yang diantaranya adalah laboratorium, instalasi
farmasi Rumah Sakit, apotek, unit transfusi darah atau PMI, optik,
pemberi pelayanan Consumable Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD),
dan praktek Bidan atau Perawat yang setara.
2. BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi
tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi
sosial. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan terdiri dari peserta penerima
upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, dan
peserta bukan penerima upah.
-
65
Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong peserta
penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara
negara ini terbentuk menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Pekerja pada Perusahaan;
2. Pekerja pada orang perseorangan; dan
3. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling lambat 6
(enam) bulan.
Gambar 4
Mekanisme Pendaftaran Peserta Penerima Upah Yang Bekerja Pada
Pemberi Kerja
Prosedur Pendaftaran pada BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong:
1. Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara.
Pemberi kerja dan seluruh pekerja diwajibkan mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan dan segera menyerahkan formulir pendaftaran yang di isi secara lengkap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pihak BPJS Ketenagakerjaan wajib menerbitkan nomor kepesertaan paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima.
Dan pihak BPJS Ketenagakerjaan akan menerbitkan sertifikat kepesertaan perusahaan dan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Pemberi kerja diwajibkan menyampaikan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada seluruh pekerjanya paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterima dari BPJS Ketenagakerjaan.
-
66
Sedangkan untuk kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang
tergolong peserta bukan penerima upah terbentuk menjadi 3 (tiga) jenis
sebagai berikut:
1. Pemberi kerja;
2. Pekerja diluar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
3. Pekerja yang tidak tergolong pada pekerja diluar hubungan
kerja/ pekerja mandiri.
Gambar 5
Mekanisme Pendaftaran Peserta Bukan Penerima Upah.
Prosedur Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong:
2. Peserta bukan penerima upah.
Peserta bukan penerima upah wajib mendaftarkan dirinya ke BPJS Ketenagakerjaan. Pada formulir pendaftaran peserta harus dicantumkan kegiatan usaha atau pekerjaan dalam formulir.
Pihak BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan paling lama 1 (satu) hari sejak formulir pendaftaran dikeluarkan dan iuran pertama dibayar.
Dan kepesertaan mulai berlaku saat nomor kepesertaan dikeluarkan.
Pihak BPJS Ketenagakerjaan wajib menerbitkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. Dan pihak BPJS wajib menyerahkan Kartu Peserta BPJS kepada peserta secara langsung, paling lambat 3 (tiga) hari).
-
67
BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 (empat) program
sebagai berikut:45
a. Jaminan Kecelakaan Kerja.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah manfaat berupa uang
tunai dan atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat pekerja
mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh
lingkungan kerja. Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK. Manfaat jaminan
kecelakaan kerja yang akan diperoleh pekerja atau peserta berupa
pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis dan santunan berupa
uang.
Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis diantaranya
adalah pemeriksaan dasar dan penunjang, perawatan tingkat pertama
dan lanjutan, rawat inap kelas 1 rumah sakit pemerintah, rumah sakit
pemerintah daerah, atau rumah sakit swasta, perawatan intensif,
penunjang diagnostik, pengobatan, pelayanan khusus, alat kesehatan
dan implan, jasa dokter/medis, operasi, transfusi darah, dan rehabilitas
medik. Sedangkan untuk santunan berupa uang adalah penggantian
biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja ke rumah sakit, dan atau ke rumahnya, santunan
sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian atau
sebagian fungsi, dan cacat total tetap. Santunan kematian dan biaya
45
Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
-
68
pemakaman, biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu atau alat
pengganti dan beasiswa pendidikan anak46
. Berikut mekanisme pada
penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja bagi peserta BPJS
Ketenagakerjaan sebagai berikut47
:
1. Pemberi kerja wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja yang menimpa pekerjanya kepada BPJS
Ketenagakerjaan setempat tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak
kejadian berlangsung.
2. Pemberi kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan setempat
tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak pekerja dinyatakan sembuh,
cacat, atau meninggal dunia sebagai laporan tahap II,
berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan
keadaan sementara tidak mampu bekerja (STMB) telah
berakhir, cacat total tetap, cacat sebagian, dan sebagainya.
Dalam hal ini, hak atas program jaminan kecelakaan kerja tidak
dapat dipindahtangankan atau digadaikan atau disita sebagai pelaksana
putusan pengadilan. Hak untuk menuntun manfaat JKK akan menjadi
gugur apabila telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak Kecelakaan Kerja
terjadi.
46
Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelengaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. 47
Pasal 7 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK, JKM, dan JHT bagi Peserta Penerima Upah.
-
69
b. Jaminan Hari Tua.
Jaminan Hari Tua (JHT) adalah manfaat uang tunai yang
dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun,
meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Manfaat
jaminan hari tua dapat diberikan kepada peserta apabila peserta
mencapai usia pensiun, peserta mengalami cacat total tetap, peserta
meninggal dunia, atau peserta meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya. Penetapan pada program jaminan hari tua paling
lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pekerja mencapai usia pensiun
dan wajib memberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan.48
BPJS Ketenagakerjaan dapat memberikan manfaat layanan
tambahan kepada peserta yang memenuhi persyaratan berupa
fasilitas pembiayaan perumahan dan atau manfaat lainnya. Dan
untuk jenis manfaat layanan tambahan berupa fasilitas pembiayaan
perumahan, ialah Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP),
Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan Pinjaman Renovasi
Perumahan (PRP). Terkait hal ini dapat diperoleh melalui Bank
Penyalur dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
- Telah terdaftar sebagai peserta minimal 1 (satu) tahun
- Perusahaan tempat bekerja tertib administrasi kepesertaan
dan pembayaran iuran
48
Pasal (22)-(30) Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
-
70
- Belum memiliki rumah sendiri bagi berkepentingan untuk
PUMP dan KPR, dan untuk PRP dikhusukan bagi peserta
yang memiliki rumah yang akan direnovasi.
- Peserta aktif membayar iuran
- Telah mendapat persetujuan dari BPJS Ketenagakerjaan
terkait persyaratan kepesertaan
- Dan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku pada
Bank Penyalur dan OJK.
Dengan demikian untuk perolehan manfaat tambahan pada
program jaminan hari tua dapat dilakukan dengan mengajukan
persyaratan yang sudah ditentukan dan dikhususkan bagi
suami/istri yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dapat
mengajukan manfaat tambahan pada program JHT hanya salah satu
diantaranya, suami atau istri dan peserta yang mengajukan manfaat
tambahan pada program JHT hanya diberlakukan 1 (satu) kali
selama menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan49
.
c. Jaminan Pensiun
Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan
untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi pekerja
dan atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah
pekerja memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau
49
Pasal (4) – (6) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, Dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan Dalam Program Jaminan Hari Tua.
-
71
meninggal dunia. Manfaat jaminan pensiun dapat diberikan kepada
pekerja apabila pekerja telah mencapai pensiun hari tua, pensiun
cacat, pensiun janda atau duda, pensiun anak, dan pensiun orang
tua. Untuk masa perolehan Pensiun pertama kali ditetapkan 56
tahun dan di tahun 2019 akan menjadi 57 tahun. Ketetapan Usia
pensiun akan bertambah satu tahun untuk setiap 3 tahun berikutnya
sampai mencapai usia pensiun 65 tahun.50
d. Jaminan Kematian.
Jaminan Kematian yang selanjutnya disingkat JKM adalah
manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika pekerja
meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. Manfaat program
jaminan kematian yang akan diperoleh pekerja atau ahli waris
adalah berupa santunan dan beasiswa pendidikan anak dari peserta.
Manfaat program jaminan kematian dibayarkan kepada ahli
waris atau pekerja apabila pekerja meninggal dunia dalam masa
aktif sebagai berikut:
- Santunan sekaligus
- Santunan berkala
- Biaya pemakaman
- Beasiswa pendidikan anak.
50
Pasal 15-16 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
-
72
Terkait manfaat program jaminan kematian merupakan
tanggungjawab pemberi kerja. Pemberi kerja dapat melakukan
pelaporan dan pengajuan apabila peserta mengalami kematian yang
bukan disebabkan dari kecelakaan kerja ataupun akibat kerja. Berikut
prosedur pelaporan dan pengajuan manfaat jaminan kematian sebagai
berikut51
:
1. Tata cara pelaporan kematian peserta
- Fotocopy KTP
- Surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang
- Fotocopy kartu keluarga
- Surat keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang
- Dokumen pedukung lainnya apabila diperlukan
2. Pengajuan manfaat beasiswa pendidikan anak pada program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
- Pekerja yang meninggal dunia atau cacat total tetap bukan
akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak
mendapatkan manfaat beasiswa pendidikan anak dengan
persyaratan sebagai berikut; pekerja memiliki anak usia
sekolah, umur anak pekerja maksimal 23 tahun, berlaku
hanya untuk 1 (satu) orang anak, fotocopy kartu keluarga,
surat keterangan dari sekolah atau perguruan tinggi, dan
belum menikah.
51
Pasal (18)-(21) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, Dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan Dalam Program Jaminan Hari Tua.
-
73
- Pengajuan manfaat beasiswa pendidikan anak dengan
persyaratan tersebut diberikan kepada BPJS
Ketenagakerjaan.
B. PEMBAHASAN
B.1. Gambaran UMUM PT. Apac Inti Corpora
B.1.1. Sejarah Berdirinya PT. Apac Inti Corpora
PT. Apac Inti Corpora berdiri pada tanggal 1 Juli 1995 setelah
sebuah konsorsium mengambil alih dari perusahaan tekstil yang sebelumnya
bernama Kanindotex. PT. Kanindotex dalam menjalankan usahanya telah
banyak berganti kepemimpinan dan manajemen perusahaan. Sejak awal
berdirinya perusahaan hingga bulan September tahun 1994, perusahaan
dikelola oleh pemilik yang sekaligus pendirinya. Kemudian oleh beberapa
sebab, pada bulan September 1994 hingga bulan Mei 1995 manajemen PT.
Kanindotex dipegang oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia).
Beberapa bulan kemudian, PT. Kanindotex kembali berganti kepemimpinan
oleh suatu Badan Konsorsium Bisnis Eksekutif Nasional. Pada bulan
Oktober tahun 1995, PT. Kanindotex Group yang semula terdiri dari PT.
Kanindo Sucses Tekstil, PT. Kanindo Prima Perkasa, dan PT. Kanindo
Mulya Utama diakusisi menjadi PT. Apac Inti Corpora.52
Pada saat diambil
alih, perusahaan ini hanya memiliki tiga divisi yakni Spining, Greige, dan
Denim dengan jumlah karyawan lebih dari 10.000 orang. Masing-masing
divisi mempunyai nama sendiri-sendiri, yakni Kanindo Succes Tekstil untuk
52
Dokumen perusahaan mengenai Sejarah PT. Apac Inti Corpora, Departement Legal & PR (Pubic Relation) PT. Apac Inti Corpora.
-
74
Divisi Spining, Kanindo Prima Perkasa untuk Divisi Greige, dan Kanindo
Mulia Utama untuk Divisi Denim.
Sejak berubah menjadi PT. Apac Inti Corpora, dalam
perkembangannya, ketiga divisi tersebut dilebur menjadi satu. Sejak itu
kinerja perusahaan terus meningkat terutama ketika terjadi kenaikan nilai
dollar pada tahun 1998. Pertumbuhan perusahaan tersebut kemudian diikuti
dengan penambahan kapasitas produksi, khususnya untuk produk Denim.
Namun sejak tahun 2000, ketika mulai terjadi perdagangan bebas dunia,
kinerja perusahaan mulai menurun. Puncaknya adalah pada tahun 2008,
yakni ketika terjadi krisis keuangan di Amerika dan kemudian meluas ke
Eropa. Krisis tersebut menyebabkan permintaan pasar menurun, sehingga
kinerja perusahaan pun menurun.
Dengan kondisi seperti itu, berbagai upaya peningkatan kualitas,
efisiensi dan motivasi terus dilakukan, hasilnya kinerja PT. Apac Inti
Corpora untuk tahun 2013 memulai titik perbaikan. Guna mendorong
pertumbuhan dan peningkatan kinerja tersebut PT. Apac Inti Corpora pun
menerapkan berbagai program dan sistem manajemen. Salah satunya adalah
implementasi sistem manajemen energi, EnMS ISO 50001:2011. Saat ini,
lini produk PT. Apac Inti Corpora ada lima jenis yakni Yarn, Greige,
Denim, Jasa Laundry, dan Garment.
PT. Apac Inti Corpora mengekspor sekitar 75% (tujuh puluh lima
persen) dari produksinya secara langsung kepada pelanggan di seluruh
dunia. Dengan adanya dukungan profesionalisme para direksi, staf dan
karyawan yang handal menjadikan PT. Apac Inti Corpora partner/mitra
-
75
yang handal di dunia pertekstilan. Sebagai produsen benang dan bahan dasar
tekstil (grey dan denim) yang terpadu berskala besar, dengan tuntutan
kualitas prima, serta layanan tepat waktu, menjadikan PT. Apac Inti Corpora
melengkapi dirinya dengan fasilitas peralatan modern dan selalu
memperhatikan penerapan kemajuan teknologi.
Kehadiran PT. Apac Inti Corpora sebagai perusahaan tekstil
terkemuka di Indonesia dan dunia diharapkan dapat membantu masalah
pengangguran di lingkup Jawa Tengah dan Indonesia, serta dapat
membangun bersama kemajuan perindustrian tekstil nasional.53
B.1.2. Visi dan Misi PT. Apac Inti Corpora
Visi:
Mempertahankan dan mengembangkan reputasi perusahaan sebagai
pelaku utama industri tekstil nasional dan internasional. Karena PT. Apac
Inti Corpora memiliki visi untuk menghadapi masa depan yang lebih baik
dan berkeinginan untuk terus berkembang menjadi perusahaan yang
memegang peranan penting dalam kancah industri tekstil di lingkup
nasional maupun internasional.
Misi:
Untuk mampu menghadapi tuntutan dan kondisi lingkungan bisnis
yang ada pada saat ini dan yang akan datang, adalah merupakan suatu
keharusan bagi perusahaan untuk memiliki misi yang jelas, terpadu, serta
berkesinambungan. Misi perusahaan merupakan suatu pernyataan yang
menguraikan konsep perusahaan, bisnis yang digeluti, latar belakang
53
Ibid.
-
76
pendirian perusahaan, pelanggan yang dilayani, serta yang mendasari
prinsip dan nilai-nilai yang akan diimplementasikan.
PT. Apac Inti Corpora memiliki Motto misi berpikir dan bekerja
lebih baik dengan membangun dan membudayakan nilai-nilai yang
merupakan refleksi total dari pola perilaku, karakteristik, keyakinan dan
semua hal yang berkaitan dengan aktivitas setiap insan di PT. Apac Inti
Corpora dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan
melaksanakan misi tersebut, perusahaan akan tumbuh sebagai suatu
organisasi bisnis yang sehat, efisiensi dan profesional serta mampu
menjamin kepentingan pemilik saham dan peningkatan kesejahteraan
karyawan serta aktif berpartisipasi dalam pembangunan nasional.54
B.1.3. Ruang Lingkup Pekerja di PT. Apac Inti Corpora
Ruang Lingkup pekerjaan di PT. Apac Inti Corpora, kekuasaan
tertinggi dipegang oleh EVP (Excecutive Vice President) yang dibantu oleh
AVP (Assistant Vice President) yang mempunyai bawahan/sub ordinate
langsung, yang disebut Group Head. Group Head mempunyai beberapa
departemen yang berfungsi masing-masing, yang tentunya saling berkaitan
satu sama lainnya. Divisi yang sekaligus menjadi program bagi departemen
tersebut adalah:55
a. Divisi Spinning (Pemintalan)
Divisi ini memiliki beberapa departemen dan pabrik yang
memproduksi benang dari bahan dasar kapas.
54
Buku saku Visi dan Misi Perusahaan PT. Apac Inti Corpora, hal: 10. 55
http://www.apacinti.co.id
-
77
b. Divisi Weaving – Grey
Divisi ini memiliki beberapa departemen dan pabrik yang
memproduksi kain mentah (grey) dari bahan dasar benang diolah menjadi
kain.
c. Divisi Weaving – Denim
Divisi ini memiliki beberapa departemen dan pabrik yang
memproduksi kain dari bahan dasar benang diolah menjadi kain denim
(bahan jeans).
d. Divisi Engineering
Divisi ini merupakan departemen support atau membantu
kelancaran proses pabtik dan semua kegiatan yang berhubungan dengan
Elektrical Mechanical, Fire dan Safety, Venicle dan Forklift serta Civil.
e. Divisi HRD- Personalia, Internal Affair
Divisi ini berfungsi untuk menangani masalah SDM, legal dan
rumah tanga perusahaan.
f. Divisi Corporate Affair
Divisi ini meliputi departemen Legal & PR (Public Relations),
Sport, Security, Fire and Safety.
g. Divisi Quality Control (QC)
-
78
Divisi ini berfungsi melakukan control terhadap kualitas hasil
produksi.
h. Finance and Accounting
Divisi ini bertugas menangani masalah keuangan dan perhitungan
budget serta bertugas sebagai internal audit.
i. Logistik
Divisi ini merupakan departemen support atau membantu
kelancaran proses pabrik dan semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengadaan material, pergudangan dan pengiriman.
j. Laundry
Divisi ini merupakan departemen yang melakukan washing
(pencucian) kain jadi. Departemen ini direncanakan untuk menangani
pencucian hasil produk sendiri dan juga perusahaan lain.
B.1.4. Struktur Organisasi PT. Apac Inti Corpora56
Struktur Organisasi PT. Apac Inti Corpora
(Operation Rendence Director)
56
Sumber : Departemen HRD PT. Apac Inti Corpora, 29 Mei 2017.
-
79
Struktur Organisasi PT Apac Inti Corpora
(Techinical & Business Dev. Director)
Operation Rendence Director
. 1. Legal dan HRD
- Corp.Legal
- Corp. HRD
- Personalia
2. Logistic
- L. Purchese
- Export Import
- Wh. RM
- Est
3. Finance & Acc
- Budget & Cost
- Treesury
- Tax & M.S
- Accounting
- Mis
- Anti Dump
4. CA & GA
- Gra. aE
- Security
- Pet. Clinic
Techical & Business Dev. Director
Spining:
1. Spining 1 s/d 6
2. Spining Mein
3. PPC
4. CWR & CCR
Weaving:
1. Weaving (a) & (b)
2. Weaving 2
3. Weaving 3
4. Weaving 9
5. PPC
Denim:
1. Weaving 4 s/d 5
2. PPC & Dje
3. Finish
Deputy G.M
-
80
B.1.5. Lokasi dan Lingkungan PT. Apac Inti Corpora
Data lokasi keberadaan PT. Apac Inti Corpora sebagai berikut:
Di atas permukaan laut : 547 m
Rata-rata RH : 67% (56% - 89%)
Rata-rata temperature : 25ºC (17ºC - 24ºC)
Rata-rata curah hujan : 156 hari/tahun
Rata-rata curah hujan : 252 cm/tahun
Jarak ke pelabuhan laut : 37 km
PT. Apac Inti Corpora menempati areal seluas 1.043.400 m² yang
terdiri dari:
Spinning I s/d VII luas : 148.822 m²
Weaving I s/d VII luas : 43.782 m²
Gudang : 29.426 m²
Pengelolaan limbah cair : 15.530 m²
Bengkel : 1.236 m²
Kantor depan : 1.600 m²
Mess staff : 1.528 m²
Lain-lain : 12.155 m²
-
81
Kondisi lingkungan sosial masyarakat sekitar PT. Apac Inti Corpora,
sebagian besar terdiri dari petani, dimana kondisi sosial ekonominya
dikatakan lemah, apalagi di musim kemarau, tidak ada irigasi teknis
sehingga lahan garapan adalah tadah hujan tidak dapat memberikan hasil
bumi. Selain itu, dalam rangka menjalin hubungan yang harmonis dengan
masyarakat sekitar, pihak perusahaan selalu aktif membantu kegiatan sosial
masyarakat seperti bantuan dana. Dana tersebut biasanya digunakan untuk
kegiatan-kegiatan perayaan hari besar nasional atau hari besar keagamaan
serta membantu pembangunan masjid, membantu pengadaan air bersih dan
lain sebagainya. Bisa dikatakan hubungan perusahaan dengan warga desa
sekitar, tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama dan aparat