bab ii kajian pustaka dan pembahasan a. kajian …...4. peraturan menteri tenaga kerja dan...

106
21 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN A. KAJIAN PUSTAKA A.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan. Hukum Ketenagakerjaan dahulu disebut hukum perburuhan yang merupakan terjemahan dari arbeidsrechts. Molenaar memberikan batasan pengertian dari arbeidsrechts adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan pengusaha. 1 Menurut Mr. MG Levenbach, arbeidsrechts sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja itu. 2 Iman Soepomo memberikan batasan pengertian hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seserorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Pengertian hukum perburuhan menurut Molenaar, Mr. MG Levebach, dan Iman Soepomo, kesemuanya mengartikan hukum yang mengatur hubungan antara buruh dengan majikan. Adapun pengertian hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Dengan demikian dapat diartikan bahwa hukum ketenagakerjaan berarti mencakup bidang hukum kepegawaian (hukum yang mengatur tentang hubungan antara 1 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1985, h. 1-3. 2 Ibid.

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 21

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN

    A. KAJIAN PUSTAKA

    A.1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan.

    Hukum Ketenagakerjaan dahulu disebut hukum perburuhan yang

    merupakan terjemahan dari arbeidsrechts. Molenaar memberikan batasan

    pengertian dari arbeidsrechts adalah bagian dari hukum yang berlaku yang

    pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara

    buruh dengan buruh dan antara buruh dengan pengusaha.1 Menurut Mr. MG

    Levenbach, arbeidsrechts sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang

    berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan di bawah

    pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang langsung bersangkut paut

    dengan hubungan kerja itu.2 Iman Soepomo memberikan batasan pengertian

    hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun

    tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana seserorang bekerja pada

    orang lain dengan menerima upah.

    Pengertian hukum perburuhan menurut Molenaar, Mr. MG Levebach,

    dan Iman Soepomo, kesemuanya mengartikan hukum yang mengatur

    hubungan antara buruh dengan majikan. Adapun pengertian hukum

    ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur tentang tenaga kerja. Dengan

    demikian dapat diartikan bahwa hukum ketenagakerjaan berarti mencakup

    bidang hukum kepegawaian (hukum yang mengatur tentang hubungan antara

    1 Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1985, h. 1-3.

    2 Ibid.

  • 22

    negara dengan pegawai/ pegawai negeri) dan bidang hukum perburuhan

    (mengatur hubungan antara buruh dengan majikan).3 Dan penulis berpendapat

    istilah hukum ketenagakerjaan lebih tepat dibanding dengan istilah hukum

    perburuhan, dikarenakan hukum ketenagakerjaan cakupan pengartian lebih

    sejalan dengan Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 dibandingkan hukum

    perburuhan. Hukum ketenagakerjaan tidak hanya mengatur hubungan kerja,

    tetapi juga pengaturan di luar hubungan kerja, perlindungan bagi pekerja atau

    buruh dan termasuk proses–proses atau keputusan–keputusan yang

    dikeluarkan untuk merealisasikan hubungan tersebut menjadi kenyataan.

    Sejalan dengan perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat,

    pemerintah orde baru mengeluarkan berbagai peraturan perundang-undangan

    di bidang ketenagakerjaan guna mengganti ketentuan lama yang sudah tidak

    sesuai lagi dengan perkembangan zaman untuk memperbaiki kondisi

    ketenagakerjaan di tanah air dalam rangka memberikan pekerjaan dan

    penghidupan yang layak bagi kemanusiaan kepada warga negara.

    Pada tahun 1969 pemerintah orde baru mengeluarkan Undang-Undang

    No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai

    Ketenagakerjaan. Pada Tahun 1997 undang–undang ini di ganti dengan

    Undang–Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan. Keberadaan

    UU No. 25 Tahun 1997 ternyata menimbulkan banyak protes karena dianggap

    banyak merugikan pekerja. Hal ini dikaitkan dengan masalah menara

    jamsostek yang dibangun berdasarkan dugaan kolusi penyimpangan dana

    jamsostek. Seiring dengan undang–undang ini pemerintah mengeluarkan

    3 Ibid.

  • 23

    Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1997 tentang Asuransi Tenaga Kerja

    (Astek). Peraturan Pemerintah ini mewajibkan perusahaan untuk

    mengikutsertakan seluruh pekerjanya pada program asuransi sosial. Sesuai

    dengan perkembangan lebih lanjut program asuransi tenaga kerja (Astek)

    diperbaiki dengan suatu program jaminan sosial yang lebih baik dan diatur

    dalam suatu undang–undang yaitu Undang–Undang Nomor 3 Tahun 1992

    tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). Dan keberadaan UU No.

    25 Tahun 1997 dinyatakan berlaku efektif hanya 1 (satu) tahun sejak

    diundangkan tetapi dalam prakteknya undang–undang ini tidak pernah

    berlaku di Indonesia. Akhirnya dengan peraturan pemerintah pengganti

    undang–undang yang dikuatkan dengan Undang–Undang Nomor 11 Tahun

    1998 j.o. Undang–Undang Nomor 28 Tahun 2000, Undang–Undang Nomor

    25 Tahun 1997 ditunda masa berlakunya hingga akhirnya dicabut dan diganti

    dengan Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

    Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    merupakan Undang–Undang ketenagakerjaan yang bersifat komprehensif dan

    menyeluruh berbagai hal di bidang ketenagakerjaan yang sebelumnya tidak

    pernah diatur dalam satu undang–undang.4

    Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila, Undang–

    Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dilaksanakan

    untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil,

    makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual. Dalam pembangunan

    ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui koordinasi

    4 Maimun, Op.Cit., h. 7-10.

  • 24

    fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Berdasarkan ketentuan Pasal 4

    Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembangunan

    ketenagakerjaan bertujuan untuk :

    a. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal

    dan manusiawi;

    b. Mewujudkan pemeratan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga

    kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan

    daerah;

    c. Memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan

    kesejahteraan;

    d. Meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarga.

    Dengan demikian, tujuan pembangunan ketengakerjaan adalah

    menjadikan tenaga kerja Indonesia sebagai subjek pembangunan, bukan

    sebaliknya menjadi objek pembangunan.5

    A.1.1. Kedudukan Hukum Ketenagakerjaan dalam sistem Hukum

    Indonesia.

    Kedudukan hukum ketenagakerjaan memiliki keterkaitan dengan

    aspek hukum perdata, aspek hukum tata usaha negara, dan aspek hukum

    pidana. Kedudukan tersebut membawa konsekuensi yuridis bahwa ketentuan

    peraturan-peraturan hukum ketenagakerjaan haruslah mendasarkan pada teori

    hukum yang menelah bidang tersebut. Contoh:

    5 Abdul Khakim Op.Cit., h. 8-9.

  • 25

    a. Jika terkait dengan perjanjian kerja termasuk di dalamnya hak-hak

    dan kewajiban yang telah disepakati bersama dan hanya melibatkan

    para pihak saja, maka hal tersebut menyangkut aspek hukum perdata;

    b. Jika terkait dengan perizinan bidang ketenagakerjaan, penetapan upah

    minimum, pengesahan peraturan perusahaan, pendaftaran perjanjian

    kerja bersama, pendaftaran serikat pekerja atau serikat buruh, dan

    sebagainya, maka hal tersebut menyangkut aspek hukum tata usaha

    negara; dan

    c. Jika terkait dengan pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan,

    maka hal tersebut menyangkut aspek hukum pidana.

    Dalam beberapa literatur asing, hukum ketenagakerjaan termasuk

    dalam sistem hukum bisnis, di dalamnya termasuk hukum kontrak, hukum

    perusahaan, jaminan sosial, pajak, asuransi, hukum lingkungan, hukum

    internasional, dan lain-lain.6

    A.1.2. Sumber-Sumber Hukum Ketenagakerjaan.

    Sumber hukum adalah tempat dimana kita dapat menemukan aturan

    hukum. Pendapat Halim terhadap pengertian sumber hukum adalah segala

    sesuatu yang menimbulkan atau melahirkan hukum. Sumber hukum terbentuk

    menjadi dua macam, yaitu sumber hukum formil dan sumber hukum materiil.

    Sumber hukum ketenagakerjaan mendasarkan pada sumber hukum Indonesia

    di bidang Ketenagakerjaan.

    6 Ibid., h. 6-7.

  • 26

    Sumber hukum formil adalah sumber hukum yang dikenal bentuknya

    (tempat dimana dapat ditemukan dan dikenal hukum). Adapun macam dari

    sumber hukum formil adalah :7

    a. Peraturan perundang-undangan;

    b. Hukum Kebiasaan;

    c. Yurisprudensi;

    d. Traktat atau Perjanjian;

    e. Doktrin.

    Sedangkan sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang

    menentukan isi hukum (perasaan atau keyakinan individu dan pendapat umum

    yang membentuk dan menentukan isi hukum). Macam sumber hukum materiil

    tergantung dari tinjauan atau sudut pandang para ahlinya, misalnya sebagai

    berikut :8

    a. Tinjauan ahli ekonomi, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

    kebutuhan ekonomi dalam masyarakat dan kemungkinan

    perkembangan ekonomi.

    b. Tinjauan ahli sosiologi, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

    peristiwa yang terjadi dalam masyarakat atau kebutuhan untuk

    mempertahankan hidup.

    c. Tinjauan ahli agama, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

    kitab suci agama masing-masing.

    7 Halim, A. Ridwan, Hukum Perburuhan Dalam Tanya Jawab, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta,

    1990, h. 21. 8 Asri Wijayanti, Op.Cit., h. 25-26.

  • 27

    d. Tinjauan ahli sejarah, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

    sejarah yang pernah terjadi.

    e. Tinjauan ahli filsafat, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

    upaya untuk mencari keadilan, misalnya melalui falsafah bangsa.

    f. Tinjauan ahli hukum, yang menyebabkan timbulnya hukum adalah

    aturan yang mengatur.

    Berbagai pendapat lain mengenai sumber-sumber hukum

    ketenagakerjaan menurut beberapa ahli hukum. Menurut Budiono sumber-

    sumber hukum ketenagakerjaan terdiri atas :9

    1. Perundang-undangan

    2. Kebiasaan

    3. Keputusan

    4. Traktat; dan

    5. Perjanjian.

    Sedangkan Menurut Shamad berpendapat bahwa sumber hukum

    ketenagakerjaan terdiri atas :10

    1. Peraturan perundang-undangan (undang-undang dalam arti materiil

    dan formil);

    2. Adat dan kebiasaan;

    3. Keputusan pejabat atau badan pemerintah;

    4. Traktat;

    9 Budiono, Abdul Rachmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, Penerbit PT Gramedia, Jakarta,

    1995, h. 12. 10

    Shamad, Yunus, Hubungan Industrial di Indonesia, Penerbit PT Bina Sumber Daya Manusia, Jakarta, 1995, h. 29.

  • 28

    5. Peraturan kerja (yang dimaksud adalah peraturan perusahaan); dan

    6. Perjanjian kerja, perjanjian perburuhan, atau kesepakatan kerja

    bersama (KKB).

    Di samping kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa doktrin

    atau pendapat para ahli hukum juga merupakan sumber hukum

    ketenagakerjaan. Mengingat pendapat para ahli dapat dipergunakan sebagai

    landasan untuk memecahkan masalah-masalah perburuhan, baik langsung

    maupun tidak langsung.

    A.1.3 Pengawasan Ketenagakerjaan.

    Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan

    menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang

    ketenagakerjaan (Pasal 1 angka 1 Permenakertrans No. PER.02/MEN/1/2011

    tentang Pembinaan dan Koordinasi Pengawasan Ketenagakerjaan).

    Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan

    peraturan ketenagakerjaan (Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

    tentang Ketenagakerjaan).

    Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh unit kerja

    tersendiri pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di

    pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Unit

    kerja pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah

    kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan

    ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja.

  • 29

    Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam

    perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hukum

    ketenagakerjaan secara menyeluruh. Pengawasan ketenagakerjaan

    dilaksanakan melalui dua pendekatan, yaitu preventif edukatif dan represif

    yustisia.11

    Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah

    meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran Undang-Undang

    Ketenagakerjaan sehingga proses hubungan industrial dan hubungan kerja

    dapat berjalan dengan baik dan harmonis. Di samping sebagai upaya

    perlindungan tenaga kerja pengawasan ketenagakerjaan juga memiliki tujuan

    sosial, seperti peningkatan kesejahteraan dan jaminan sosial pekerja,

    mendorong kinerja dunia usaha serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat

    pada umumnya.

    A.2. Perlindungan Tenaga Kerja.

    Tujuan perlindungan tenaga kerja adalah untuk menjamin

    berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis tanpa disertai adanya

    tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Untuk ini pengusaha

    wajib melaksanakan ketentuan perlindungan tenaga kerja tersebut sesuai

    peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa dasar hukum

    perlindungan tenaga kerja diantaranya :12

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 11

    Abdul Khakim, Op.Cit., h. 197-198. 12

    Ibid., h. 99-103.

  • 30

    3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor

    Ketenagakerjaan di Perusahaan.

    4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor:

    Per.14/MEN/IV/2016 tentang Tata Cara Pelaporan Ketenagakerjaan

    di Perusahaan.

    5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

    Sosial Nasional.

    6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

    Penyelenggara Jaminan Sosial.

    Perlindungan tenaga kerja sangat mendapat perhatian dalam hukum

    ketenagakerjaan. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

    2003 tentang ketenagakerjaan yang mendukung adanya perlindungan tenaga

    kerja diantaranya sebagai berikut :13

    1. Salah satu tujuan pembangunan ketenagakerjaan adalah memberikan

    perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan

    (Pasal 4 huruf C).

    2. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa

    diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (pasal 5).

    3. Setiap pekerja berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa

    diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6).

    4. Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/ atau

    meningkatkan dan/ atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai

    13

    Ibid.

  • 31

    dengan bakat, minat, dan kemampuannya melalui pelatihan kerja

    (Pasal 11).

    5. Setiap pekerja memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti

    pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya [Pasal 12 ayat (3)].

    6. Setiap pekerja berhak memperoleh perlindungan atas keselamatan

    dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai

    dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama [Pasal 86

    ayat (1)].

    7. Setiap pekerja berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi

    penghidupan yang layak bagi kemanusiaan [Pasal 88 ayat (1)].

    8. Setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan

    sosial tenaga kerja [Pasal 99 ayat (1)].

    9. Setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat

    pekerja [Pasal 104 ayat (1)].

    Perihal mengenai objek pada perlindungan tenaga kerja menurut

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah :14

    a. Perlindungan atas hak-hak dalam hubungan kerja;

    b. Perlindungan atas hak-hak dasar pekerja untuk berunding dengan

    pengusaha dan mogok kerja;

    c. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja;

    d. Perlindungan khusus bagi pekerja perempuan, anak, dan penyandang

    cacat;

    14

    Ibid.

  • 32

    e. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga

    kerja; dan

    f. Perlindungan atas hak pemutusan hubungan tenaga kerja.

    A.2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

    Bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas

    keselamatan dan kesehatan kerja dalam melakukan pekerjaan untuk

    kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.

    Untuk itu ditempuh dengan kebijakan penyelenggaraan upaya keselamatan

    dan kesehatan kerja di setiap perusahaan.

    Menurut Adrian Sutedi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

    adalah suatu program yang dibuat bagi pekerja maupun perusahaan sebagai

    upaya pencegahan (preventif) bagi timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit

    akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja dengan cara mengenali hal-hal

    yang berpontesi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan

    kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian.15

    Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu bentuk

    perlindungan tenaga kerja dan menjadi hak dasar pekerja sesuai dengan

    ketentuan Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

    Tujuan dari upaya keselamatan dan kesehatan kerja adalah untuk

    melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan produktivitas kerja yang

    optimal, dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,

    15

    Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2011, h. 170.

  • 33

    pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan

    rehabilitasi.

    Dengan demikian, eksistensi peraturan perundang-undangan

    keselamatan dan kesehatan kerja adalah :

    a. Melindungi pekerja dari risiko kecelakaan kerja;

    b. Meningkatkan derajat kesehatan para pekerja;

    c. Agar pekerja dan orang-orang di sekitarnya terjamin keselamatannya;

    d. Menjaga agar sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara

    aman dan berdaya guna.

    Ruang lingkup dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah di segala

    tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air,

    maupun di udara dalam wilayah negara Republik Indonesia. Keselamatan dan

    kesehatan kerja harus diterapkan dan dilaksanakan di setiap tempat kerja.

    Unsur tempat kerja ada tiga, ialah :

    a. Adanya suatu usaha, baik bersifat ekonomis maupun sosial.

    b. Adanya sumber bahaya.

    c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik terus-menerus

    maupun sewaktu-waktu.

    Penanggung jawab keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja

    ialah pengusaha atau pimpinan atau pengurus tempat kerja. Pelaksanaan

  • 34

    keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dilakukan secara bersama

    oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh pekerja.16

    Beberapa prinsip keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan

    ketentuan hukum diantaranya:17

    a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    (Pasal 86 dan Pasal 87).

    1. Setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:

    - Keselamatan dan kesehatan kerja;

    - Moral dan kesusilaan; dan

    - Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta

    nilai-nilai agama.

    2. Untuk melindungi keselamatan pekerja guna mewujudkan

    produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan

    dan kesehatan kerja.

    3. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan

    dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan manajemen perusahaan.

    b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

    1. Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau

    terbuka, bergerak atau tetap di mana tenaga kerja bekerja, atau yang

    sering dimasukan tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan

    16

    Abdul Khakim, Op. Cit., h. 111. 17

    Ibid., 109-110.

  • 35

    dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya lainnya [Pasal 1

    ayat (1)].

    2. Syarat ditetapkannya keselamatan kerja untuk mencegah dan

    mengurangi kecelakaan, memberi kesempatan atau jalan

    menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian lain yang

    berbahaya, memberikan pertolongan pada kecelakaan, memberikan

    alat-alat perlindungan diri pada pekerja, dan sebagainya (Pasal 3).

    3. Pengusaha atau pemberi kerja diwajibkan melaporkan tiap

    kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada

    pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja [Pasal 11 ayat (1)].

    Para pihak yang terkait dalam keselamatan dan kesehatan kerja yaitu

    pengusaha dan pekerja. Beberapa bentuk kewajiban dan hak yang harus

    dilaksanakan oleh para pihak dalam program keselamatan dan kesehatan kerja

    diantaranya:18

    a. Kewajiban pengusaha.

    1. Terhadap pekerja yang baru masuk, pengusaha wajib menunjukkan

    dan menjelaskan hal-hal:

    - Tentang kondisi dan bahaya yang dapat timbul di lingkungan

    kerja.

    - Semua alat pengaman dan perlindung yang digunakan.

    - Memeriksakan kesehatan, baik fisik maupun mental pekerja yang

    bersangkutan.

    2. Terhadap pekerja yang telah atau sedang dipekerjakan:

    18

    Ibid., h. 112-115.

  • 36

    - Melakukan pembinaan dalam hal pencegahan kecelakaan kerja,

    penanggulangan kebakaran, pemberian P2K3 dan peningkatan

    usaha keselamatan dan kesehatan kerja pada umumnya.

    - Memeriksakan kesehatan pekerja secara berkala.

    3. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang

    diwajibkan untuk tempat kerja yang bersangkutan bagi seluruh

    pekerja.

    4. Melaporkan setiap peristiwa kecelakaan kerja termasuk peledakan,

    kebakaran, dan penyakit akibat kerja yang terjadi di tempat kerja

    kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja.

    b. Kewajiban dan hak pekerja.

    1. Kewajiban pekerja:

    - Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai

    pengawas atau ahli keselamatan dan kesehatan kerja.

    - Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan.

    - Memenuhi dan menaati persyaratan keselamatan dan kesehatan

    kerja yang berlaku di tempat kerja yang bersangkutan.

    2. Hak dari pekerja:

    - Meminta kepada pimpinan atau pengurus perusahaan agar

    dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang

    diwajibkan di perusahaan yang bersangkutan.

    - Menyatakan keberatan melakukan pekerjaan bila syarat

    keselamatan dan kesehatan kerja serta alat pelindung diri yang

  • 37

    diwajibkan tidak dipenuhi, kecuali dalam toleransi khusus yang

    ditetapkan lain oleh pegawai pengawas.

    Dengan mengimplementasikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

    (K3), setidak-tidaknya pengusaha dapat mengantisipasi kemungkinan

    penyakit yang timbul akibat hubungan kerja. Dan inti dari terlaksananya K3

    dalam Perusahaan adalah adanya kebijakan standar berupa kombinasi aturan,

    sanksi, dan benefit dilaksanakannya K3 oleh perusahaan bagi pekerja dan

    perusahaan, atau dengan kata lain adanya suatu kebijakan mutu K3 yang

    dijadikan acuan atau pedoman bagi pekerja dan pengusaha.

    Beberapa landasan hukum keselamatan dan kesehatan kerja (K3)

    adalah sebagai berikut:19

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan

    Kerja.

    2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.

    3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

    A.2.2. Jaminan Sosial.

    Jaminan sosial dapat diartikan secara luas dan dapat pula diartikan

    secara sempit. Dalam pengertiannya yang luas jaminan sosial ini meliputi

    berbagai usaha yang dapat dilakukan oleh masyarakat atau pemerintah.

    Pemahaman dalam arti sempit menurut Iman Soepomo merumuskan

    bahwa jaminan sosial adalah pembayaran yang diterima pihak pekerja dalam

    19

    Ibid.

  • 38

    hal pekerja diluar kesalahannya tidak melakukan pekerjaannya, jadi menjamin

    kepastian pendapat (income security) dalam hal pekerja kehilangan upahnya

    karena alasan diluar kehendaknya.20

    Sedangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Hubungan Industrial

    Pancasila (HIP) merumuskan pengertian jaminan sosial secara luas sebagai

    berikut: “Jaminan sosial adalah jaminan kemungkinan hilangnya pendapatan

    pekerja sebagian atau seluruhnya atau bertambahnya pengeluaran karena

    resiko sakit, kecelakaan, hari tua, meninggal dunia atau risiko sosial lainnya.

    Tujuan dari penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk mempertahankan

    daya beli masyarakat dalam mengahadapi terjadinya ketidakamanan

    ekonomi.21

    Pelaksanaan jaminan sosial di Indonesia bersumber pada landasan

    idiil. Pembukaan UUD 1945 sebagaimana tercantum pada alinea keempat

    yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah

    memajukan kesejahteraan umum sehingga dapat tercapai masyarakat yang

    adil dan makmur. Apabila terjadi Pelanggaran terhadap pelaksanaan jaminan

    sosial berarti pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).

    Undang-Undang tentang tenaga kerja yang sudah lengkap lahir pada

    tahun 1969. Pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Pokok-

    Pokok Tenaga Kerja diatur tentang penyelenggaraan asuransi sosial bagi

    tenaga kerja beserta keluarganya. Pada tahun 1977 Pemerintah menerbitkan

    Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977 tentang Pelaksanaan Program

    20

    Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarta, 1983, h. 136. 21

    Zaeni Asyhadie, Op.Cit., h. 121.

  • 39

    Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Program-program yang ditangani oleh

    Astek adalah asuransi kecelakaan kerja (AKK), asuransi kematian (AK), dan

    tabungan hari tua (THT). Bersamaan dengan itu diterbitkan pula Peraturan

    Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang Perusahaan Umum (Perum) Astek

    Sebagai Badan Penyelenggara Program Astek.

    Status Astek sebagai Perum kemudian diubah menjadi Perseroan

    Terbatas (PT) melalui Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1990. Pada tahun

    1992 pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

    menerbitkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial

    Tenaga Kerja yang mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki karyawan

    minimal 10 orang atau mengeluarkan biaya untuk gaji karyawannya minimal

    Rp 1.000.000 (satu juta rupiah) perbulan. Jamsostek menyelenggarakan empat

    program diantaranya adalah jaminan hari tua (JHT), jaminan kecelakaan kerja

    (JKK), jaminan kematian (JK), dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK).

    Undang-Undang ini juga menungaskan PT. Jamsostek sebagai pelaksana

    program Jamsostek di Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun

    1995 tentang Penetapan Badan Penyelenggara Program Jaminan Sosial

    Tenaga Kerja sebagai penyelenggara program Jamsostek.22

    1. Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)

    Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 pengertian jaminan

    sosial tenaga kerja (Jamsostek) adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja

    dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari

    22

    Adrian Sutendi, Op.Cit., h. 183-184.

  • 40

    penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat

    peristiwa atau keadaan yang dialami oleh pekerja berupa kecelakaan kerja,

    sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Semua bentuk manfaat

    yang diberikan melalui program jamsostek kepada pekerja hanya terbatas

    pada pemenuhan kebutuhan manusia yang bersifat dasar dan minimal untuk

    menjaga harkat dan martabatnya.

    Menurut Mondy dan Noe23

    jaminan sosial tenaga kerja merupakan

    bentuk kompensasi atau imbalan dalam bentuk uang yang tidak diterima

    oleh pekerja. Keduanya mengungkapkan bahwa kompensasi merujuk

    pada every type of reward that individualis receive in return for their

    labour (setiap bentuk imbalan yang diterima oleh seseorang sebagai

    pengganti tenaga yang telah ia keluarkan). Berikut beberapa teori tentang

    kompensasi yang dikemukakan oleh Rejda adalah:24

    1. Teori Risiko Kerja

    Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu perusahaan harus

    menyediakan biaya ketidakmampuan pekerjanya untuk bekerja (akibat

    sakit atau cacat) ke dalam biaya produksinya atau mengganti hilangnya

    waktu kerja tersebut dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi. Teori

    ini memiliki beberapa kelemahan yaitu:

    a. Mengharuskan pekerja untuk tidak menuntut perusahaan karena

    kecelakaan dalam industri.

    23

    Ibid., h.186-187. 24

    Ibid.

  • 41

    b. Adanya asumsi bahwa biaya kecelakaan dapat diganti lebih dahulu

    dalam bentuk harga produk yang lebih tinggi.

    c. Perbandingan antara pembayaran tuntutan pekerja dengan jumlah

    kerugian yang dialaminya tidak sebanding, misalnya pelayanan

    rehabilitasi yang diperoleh tidak memadai.

    2. Teori Biaya Sosial Rendah

    Teori ini berlandaskan pada konsep bahwa dibuatnya undang-undang

    kompensasi bagi pekerja bertujuan untuk meminimalkan

    ketidakmampuan mereka secara ekonomi akibat kecelakaan kerja. Di lain

    pihak dengan adanya peraturan juga berupaya untuk mengurangi

    munculnya tuntutan pekerja karena kecelakaan kerja.

    3. Teori Kompromi Sosial

    Teori ini menyatakan bahwa adanya kompensasi bagi pekerja

    memperlihatkan suatu keseimbangan antara pengorbanan yang dilakukan

    pekerja dengan keuntungan yang diperoleh pengusaha. Oleh karena itu,

    pekerja yang mengalami sakit atau cacat akibat kerja, berhak untuk

    menerima jaminan kesehatan atau jaminan kecacatan. Begitu pula dengan

    perusahaan harus bersedia membayar tuntutan pekerja agar terhindar dari

    proses pengadilan yang lebih mahal apabila pekerja yang sakit tersebut

    mengadukan permasalahannya ke pengadilan.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa pengartian jaminan sosial tenaga kerja

    adalah program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja

  • 42

    untuk mengatasi resiko sosial ekonomi tertentu yang penyelenggaraannya

    menggunakan mekanisme asuransi sosial. Sebagai program publik jamsostek

    memberikan hak dan membebani kewajiban secara pasti (compulsory) bagi

    pengusaha dan tenaga kerja berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1992,

    berupa santunan tunai dan pelayanan medis, sedangkan kewajiban peserta

    adalah tertib administrasi dan membayar iuran.

    Dalam pemenuhan kebutuhan pekerja menjadi tanggung jawab pemberi

    kerja karena pekerja relatif memiliki kedudukan yang lebih lemah

    dibandingkan pemberi kerja. Perlindungan kebutuhan tersebut diharapkan

    mampu meningkatkan kesejahteraan pekerja yang pada akhirnya dapat

    meningkatkan hasil produksi perusahaan. Begitu pula sebaliknya, pekerja juga

    harus berperan aktif dan ikut bertanggungjawab atas pelaksanaan program

    jamsostek sehingga upaya untuk mewujudkan perlindungan bagi pekerja dan

    anggota keluarganya dapat terselenggarakan dengan baik.

    Tujuan dari penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja adalah untuk

    memberikan perlindungan kepada pekerja dan keluarganya dari berbagai

    resiko pasar tenaga kerja, seperti resiko kehilangan pekerjaan, penurunan

    upah, kecelakaan kerja, sakit, cacat, lanjut usia, meninggal dunia, dan lain-

    lain. Ruang lingkup perlindungan tenaga kerja pada program Jamsostek yang

    merupakan hak dari tenaga kerja adalah:

    1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).

    Kecelakaan kerja (employment accident) merupakan kecelakaan yang

    terjadi dalam hubungan kerja termasuk sakit yang diakibatkan karena kerja

  • 43

    (occupational disease).25

    Dari pengertian tersebut dapat dijabarkan bahwa

    ruang lingkup Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) meliputi kecelakaan kerja

    dan sakit akibat kerja. Berikut penjabaran ruang lingkup jaminan kecelakaan

    kerja (JKK) yaitu:26

    a. Kecelakaan yang Teriadi Saat Hubungan Kerja

    Kecelakaan kerja yang terjadi saat hubungan kerja meliputi

    kecelakaan di tempat kerja dan kecelakaan di jalan pada waktu pekerja

    berangkat ke tempat kerja dan pulang dari tempat kerja. Ruang lingkup

    kecelakaan kerja terdiri atas:

    1. Pada waktu kerja

    a. Yang termasuk dalam kecelakaan pada waktu kerja ialah

    kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju ke

    tempat kerja atau pulang dari tempat kerja ke rumah melalui jalan

    yang biasa ditempuh dan wajar.

    b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan pekerjaan sesuai

    dengan tugas, kewajiban dan tanggungjawab sehari-hari yang

    diberikan oleh perusahaan di tempat kerja maupun di luar tempat

    kerja selama waktu kerja.

    c. Kecelakaan yang terjadi di luar jam kerja tetapi masih dalam

    waktu kerja seperti jam istirahat sebagaimana diatur dalam

    undang-undang.

    25

    Ibid., h.188. 26

    Asri Wijayanti, Op. Cit., h. 128-130.

  • 44

    d. Kecelakaan yang terjadi dalam tugas di luar kota/negeri, yaitu

    selama perjalanan dari rumah atau tempat kerja menuju ke tempat

    dan perjalanan pulang kembali sesuai dengan surat tugas yang

    diberikan dan selama menjalankan tugas atau pekerjaan di tempat

    tujuan. Semua kecelakaan kerja yang terjadi di tempat penugasan

    atau pendidikan merupakan kecelakaan kerja, di luar itu yang

    termasuk kecelakaan kerja hanya terbatas selama yang

    bersangkutan berangkat dari tempat penginapan atau pemondokan

    menuju ke tempat kerja sampai pulang kembali, kecuali dapat

    dibuktikan bahwa kecelakaan yang terjadi di luar pengertian

    tersebut ada hubungannya dengan tugas dan tanggung jawab yang

    bersangkutan.

    e. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melakukan kerja lembur yang

    harus dibuktikan dengan surat perintah lembur.

    f. Perkelahian di tempat kerja dapat dianggap kecelakaan kerja.

    2. Di luar waktu kerja

    a. Kecelakaan yang terjadi pada waktu melaksanakan kegiatan

    olahraga yang harus dibuktikan dengan surat tugas dari

    perusahaan.

    b. Kecelakaan yang terjadi pada waktu mengikuti pendidikan yang

    merupakan tugas dari perusahaan dan harus dibuktikan dengan

    surat tugas.

    c. Kecelakaan yang terjadi di sebuah perkemahan yang berada

    dilokasi kerja (base camp/jurnal) di luar jam kerja dan di luar

  • 45

    waktu kerja (tidur, istirahat) serta yang bersangkutan bebas dari

    setiap urusan pekerjaan.

    d. Jika kecelakaan terjadi di luar radius HPH/ areal/ lokasi harus ada

    surat tugas.

    3. Meninggal mendadak

    Suatu kasus meninggal mendadak dapat dikategorikan akibat

    kecelakaan dalam hubungan kerja akibat pekerja karena suatu alasan,

    baik di lokasi kerja maupun dalam perjalanan menuju atau dari lokasi

    kerja, tanpa sempat mengalami rawat inap atau mengalami rawat inap,

    tetapi tidak melebihi 24 jam terhitung sejak pada jam ditangani dokter/

    para medis, langsung meninggal dunia.

    b. Penyakit akibat hubungan kerja

    Penyakit yang ditimbulkan karena hubungan kerja dianggap

    sebagai kecelakaan kerja dan bisa terjadi secara tiba-tiba maupun

    melalui proses dalam jangka waktu tertentu. Penyakit yang timbul akibat

    hubungan kerja merupakan kecelakaan kerja Pasal 1 Keppres Nomor 22

    Tahun 1993 menyebutkan: "Penyakit yang timbul karena hubungan kerja

    adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.”

    Penyakit yang ditimbulkan akibat kerja yang terjadi pada tenaga kerja

    menjadi tanggung jawab majikan. Untuk mengetahui penyakit yang

    timbul akibat hubungan kerja dapat dilihat pada Pasal 4 Keppres Nomor

    22 Tahun 1993.27

    27

    Ibid.

  • 46

    Tujuan dari jaminan kecelakaan kerja adalah untuk melindungi

    pekerja dan keluarganya dari kecelakaan yang berhubungan dengan

    pekerjaan.

    Kesehatan dan keselamatan tenaga kerja merupakan tanggung

    jawab pengusaha, sehingga pengusaha memiliki kewajiban untuk

    membayar iuran jaminan kecelakaan kerja yang berkisar antara 0,24%-

    1,74% sesuai kelompok jenis usaha. Seluruhnya terdapat lima tingkat

    premi yang didasarkan pada pengelompokan jenis usahanya yang diatur

    dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang

    Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Untuk

    pengelompokan ini didasarkan pada persepsi mengenai besarnya resiko

    kecelakaan kerja untuk setiap jenis usaha.28

    Adapun bentuk jaminan

    kecelakaan kerja adalah:29

    a. Biaya pengangkutan:

    - Untuk penggunaan jasa angkutan darat/ sungai maksimum

    sebesar Rp. 150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah).

    - Untuk penggunaan jasa angkutan laut maksimal sebesar Rp.

    300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).

    - Dan penggunaan jasa angkutan udara maksimal Rp.

    400.000,00 (empat ratus ribu rupiah).

    b. Biaya perawatan, pemeriksaan, dan pengobatan. Seluruh biaya

    yang dikeluarkan untuk satu peristiwa kecelakaan tersebut

    maksimum sebesar Rp. 8.000.000,00 (delapan ratus ribu rupiah).

    28

    Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 189. 29

    Darwan Prinst, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Bagi Pekerja Untuk Mempertahankan Hak-Haknya), Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 155-156.

  • 47

    c. Biaya rehabilitasi: Prothese (anggota badan tiruan) dan orthose

    (alat bantu), seperti tongkat dan kursi roda, dengan penggantian

    biaya sesuai harga R.S dr. Suharso (Surakarta) ditambah 40% dari

    harga tersebut. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja

    dianggap sebagai kecelakaan kerja (ditetapkan sebanyak 31 jenis)

    seperti yang tercantum dalam Keputusan Presiden No. 22 Tahun

    1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja.

    d. Santunan berupa uang, meliputi:

    - Santunan Sementara tidak mampu bekerja (STMB) 4 (empat)

    bulan pertama 100% × upah sebulan. Selanjutnya 4 (empat)

    bulan kedua 75% × upah sebulan dan bulan berikutnya 50% ×

    upah sebulan.

    - Santunan cacat tetap sebagian ialah: persentase jenis cacat

    dikalikan 70 (tujuh puluh) bulan upah.

    - Santunan cacat tetap total:

    1. Pembayaran sekaligus: 70% × 70 (tujuh puluh) bulan

    upah.

    2. Pembayaran berkala: Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu

    rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan.

    3. Kurang fungsi: % kurang fungsi × % tabel × 70 bulan

    upah.

    - Santunan kematian:

    1. Pembayaran sekaligus: 70% × 70 (tujuh puluh) bulan

    upah.

  • 48

    2. Pembayaran berkala: Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu

    rupiah) selama 24 (dua puluh empat) bulan.

    3. Biaya pemakaman: Rp. 600.000,00. (enam ratus ribu

    rupiah)

    2. Jaminan Hari Tua (JHT).

    Hari tua adalah umur pada saat dimana produktivitas pekerja telah

    dianggap menurun, sehingga perlu diganti dengan pekerja yang lebih muda

    termasuk cacat tetap dan total (total and permanent disability) yang dapat

    dianggap sebagai hari tua yang dini (cepat).

    Jaminan hari tua atau disebut (JHT) merupakan program perlindungan

    yang bersifat dasar bagi pekerja yang bertujuan untuk menjamin adanya

    keamanan dan kepastian terhadap risiko-risiko sosial ekonomi. Jaminan ini

    merupakan sarana penjamin arus penerimaan penghasilan bagi tenaga kerja

    dan keluarganya akibat dari terjadinya resiko-resiko sosial dengan

    pembiayaan yang terjangkau oleh pengusaha dan tenaga kerja.30

    Jaminan hari tua (JHT) berfungsi sebagai program perlindungan bagi

    pekerja dan keluarganya yang telah mencapai usia tua dan telah berhenti

    bekerja, juga untuk pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja

    (PHK). Pada dasarnya JHT merupakan komponen pensiun dasar. Dasar

    perhitungan jaminan ini adalah besarnya total iuran atau premi yang telah

    dibayarkan pemberi kerja dan tenaga kerja. Dengan demikian apabila

    pekerja tersebut membayar premi jaminan hari tuanya sedikit, otomatis

    30

    Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 190-191.

  • 49

    pekerja akan mendapat jaminan hari tua yang sedikit pula, begitu juga

    sebaliknya.

    Besar kecilnya iuran atau premi per-bulan ditentukan oleh besar

    kecilnya upah. Pembiayaan program ini sepenuhnya dibebankan kepada

    pemberi kerja dan pekerja dengan komposisi iuran lebih besar dibebankan

    kepada pemberi kerja. Iuran atau premi jaminan hari tua ditentukan sebesar

    5,7% dari upah, di mana 2% dipotong dari gaji pekerja dan 3.7% merupakan

    kontribusi pemberi kerja.31

    Umumnya jaminan hari tua diberikan pada saat pekerja mencapai

    umur 55 (lima puluh lima) tahun, tetapi apabila pekerja mengalami cacat

    sehingga tidak bisa bekerja lagi maka jaminan ini dapat diberikan. Dan

    apabila pekerja meningal dunia sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun

    atau setelah 55 (lima puluh lima) tahun tetapi belum menerima jaminan hari

    tua (JHT) maka jaminan ini diterima oleh janda atau duda atau anak yang

    ditinggalkannya secara sekaligus (lumpsum). Untuk pekerja yang telah

    mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun tetapi masih tetap bekerja dapat

    memilih untuk menerima jaminan hari tua pada saat berusia 55 tahun atau

    pada saat setelah berhenti bekerja.

    Bagi pekerja yang berhenti dari perusahaan sebelum berusia 55 (lima

    puluh lima) tahun dapat menerima Jaminan Hari Tua (JHT) dengan

    persyaratan sebagai berikut:

    1. Mempunyai masa kepesertaan JHT sekurang-kurangnya 5 tahun.

    31

    Ibid.

  • 50

    2. Telah melewati masa tunggu selama 6 bulan terhitung sejak pekerja

    bersangkutan berhenti bekerja.

    Dalam sistem pembayaran secara berkala atau sekaligus dilakukan

    atas pilihan pekerja bersangkutan. Apabila pekerja bersangkutan

    meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya maka jaminan hari tua

    dibayarkan secara sekaligus.32

    Dan hak untuk mendapatkan jaminan hari tua

    (JHT) dapat menjadi hilang apabila melalui 2 (dua) peristiwa ini sebagai

    berikut: 33

    1. Berakhir karena suatu peristiwa.

    2. Dibatalkan karena suatu keadaan.

    Berakhir karena suatu peristiwa apabila duda atau janda penerima

    jaminan tersebut menikah lagi, atau duda/ janda tersebut meninggal dunia

    sedangkan tidak terdapat lagi anak yang berhak menerima jaminan sebagai

    penerima jaminan hari tua. Hak jaminan ini baru akan berakhir pada bulan

    berikutnya setelah pernikahan itu dilangsungkan. Hak untuk mendapatkan

    jaminan hari tua (JHT) dapat dibatalkan karena:34

    a. Apabila pada waktu mengajukan permintaan jaminan tersebut

    ternyata terdapat suatu pemalsuan, baik pemalsuan surat-surat

    maupun pemalsuan orangnya.

    b. Apabila penerima jaminan tersebut dengan tidak seiizin Pemerintah

    menjadi anggota tentara/ pekerja suatu negara asing.

    32

    Maimun, Op.Cit., h. 112. 33

    Sendjun H. Manulang, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Penerbit PT Asdi Mahasatya, Jakarta, h. 134-135. 34

    Ibid.

  • 51

    c. Apabila penerima jaminan pekerja tersebut, janda atau duda

    berdasarkan Keputusan Pejabat Pemerintah atau Badan yang

    berwenang dinyatakan bersalah melakukan tindakan atau terlibat

    dalam suatu gerakan yang menentang Pemerintah.

    3. Jaminan Kematian (JKM).

    Kematian yang mendapat santunan melalui program ini adalah

    meninggal dunia pada waktu pekerja menjadi peserta jaminan sosial atau

    sebelum melewati enam bulan sejak pekerja berhenti bekerja. Jaminan

    Kematian atau disebut (JKM) diperuntukkan bagi ahli waris tenaga kerja

    yang menjadi peserta Jamsostek yang meninggal bukan karena kecelakaan

    kerja.

    Iuran untuk Jaminan Kematian ini ditanggung sepenuhnya oleh

    pengusaha. Besarnya iuran adalah 0,30% dari upah sebulan pekerja yang

    secara rutin harus dibayar langsung oleh pengusaha kepada Badan

    Penyelenggara.35

    Jaminan kematian yang diterima berdasarkan program ini

    adalah:36

    a. Biaya pemakaman ditetapkan sebesar Rp. 1.000.000,00 (satu juta

    rupiah) untuk kasus meninggal dunia biasa dan kasus kematian

    karena kecelakaan/ penyakit karena hubungan kerja/ hubungan

    industrial.

    b. Santunan berupa uang ditetapkan sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta

    rupiah).

    35

    Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 193-194. 36

    Zaeni Asyhadie, Op.Cit., h. 128-130.

  • 52

    Ahli waris atau keluarga pekerja berhak menerima santunan

    kematian dan biaya pemakaman pada program jaminan kematian (JKM)

    sesuai dengan persyaratan yang berlaku yaitu :

    a. Suami atau istri yang sah menjadi tanggungan pekerja dan terdaftar

    pada Badan Penyelenggara Jamsostek.

    b. Anak kandung, anak angkat dan anak tiri yang belum berusia 21 (dua

    puluh satu) tahun, belum menikah, tidak mempunyai pekerjaan, yang

    menjadi tanggungan pekerja, terdaftar pada Badan Penyelenggara

    Jamsostek dan maksimum tiga orang anak yang akan ditangggung

    oleh Jamsostek.

    Dengan demikian apabila belum atau tidak ada ahli waris yang

    terdaftar pada Badan Penyelenggara Jamsostek maka pembayaran santunan

    kematian dan biaya pemakaman diberikan kepada janda atau duda, anak,

    orang tua, cucu, kakek dan nenek, Saudara kandung, dan Mertua. Para ahli

    waris atau pihak yang berhak menerima santunan dan biaya pemakaman

    dapat mengajukan permohonan kepada Badan Penyelenggara Jamsostek

    dengan melampirkan bukti-bukti sebagai berikut:

    a. kartu peserta;

    b. surat keterangan kematian.

    Dalam hal pekerja yang tidak mempunyai keturunan sebagaimana

    tersebut di atas maka pembayaran santunan kematian dan biaya pemakaman

    diberikan secara sekaligus kepada mereka yang ditunjuk pekerja dalam

    wasiatnya. Demikian juga apabila tidak ada wasiat, pembayaran santunan

  • 53

    kematian dan biaya pemakaman diberikan kepada pengusaha atau pihak lain

    guna pengurusan pemakaman.37

    Untuk hal magang atau murid, dan mereka

    yang memborong pekerjaan, serta narapidana meninggal dunia bukan

    karena kecelakaan kerja yang berhubungan dengan hubungan kerja maka

    keluarga yang ditinggalkan tidak berhak atas Jaminan Kematian.

    Jaminan Kematian (JKM) dibedakan antara biaya pemakaman dan

    santunan berupa uang. Apabila seorang pekerja meninggal dunia dan tidak

    mempunyai ahli waris maka biaya pemakaman saja yang diberikan kepada

    mereka yang mengurus pemakaman pekerja tersebut. Jaminan kematian ini

    diberikan kepada ahli waris tenaga kerja yang meninggal dunia sebelum

    mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun karena setelah mencapai usia

    tersebut tenaga kerja yang bersangkutan akan mendapat jaminan hari tua.

    Apabila tenaga kerja tersebut meninggal dunia setelah pensiun (setelah

    mencapai usia 55 tahun), PT Jamsostek tidak lagi terikat pada kewajiban

    untuk membayar jaminan kematian terhadap ahli waris pekerja tersebut.

    4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).

    Setiap pekerja yang menderita sakit selama bekerja, berhak

    memperoleh biaya pengobatan, biaya rehabilitasi, biaya pengangkutan dari

    tempat kerja ke rumah sakit dan dari rumah sakit atau tempat kerja ke

    rumahnya, serta santunan bila pekerja yang bersangkutan sementara tidak

    mampu bekerja. Pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan diberikan

    kepada pekerja dan anggota keluarganya. Maksimum tiga orang anak dari

    37

    Ibid.

  • 54

    peserta/ pekerja yang akan ditanggung oleh Jamsostek. Hak yang akan

    diperoleh dari program jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK) meliputi:38

    1. Rawat jalan tingkat pertama;

    2. Rawat jalan tingkat lanjutan;

    3. Rawat inap;

    4. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan;

    5. Penunjang diagnostik, dan

    6. Pelayanan gawat darurat.

    Adapun standar paket pelayanan program jaminan pemeliharaan

    kesehatan meliputi pelayanan khusus dan pelayanan gawat darurat. Berbeda

    dengan program lain program jaminan pemeliharaan kesehatan ini tidak

    memberikan santunan atau bantuan dalam bentuk uang tunai (cash benefits),

    namun berbentuk pelayanan kesehatan.

    Tujuan dari pemeliharaan kesehatan adalah untuk meningkatkan

    produktivitas pekerja sehingga dapat melaksanakan sebaik-baiknya dan

    merupakan upaya kesehatan dibidang pengembangan (kreatif). Untuk itu

    pengusaha berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja,

    yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),

    penyembuhan (curatif), dan pemulihan (rehabilitasi). Dan setiap pekerja

    yang telah mengikuti program jaminan pemeliharaan kesehatan akan

    38

    Darwan Prinst, Op.Cit, h.162.

  • 55

    diberikan kartu pemeliharaan kesehatan (KPK) sebagai bukti diri untuk

    mendapatkan pelayanan kesehatan.39

    Jenis pelayanan yang diberikan dalam program ini mulai dari dokter

    umum dan dokter gigi, obat-obatan, dan penunjang diagnostik, obat-obatan

    diberikan sesuai kebutuhan medis, pelayanan kesejahteraan ibu dan anak,

    pelayanan imunisasi dasar (BCG, DPT, dan Polio), pelayanan KB (IUD,

    vasektomi, tubektomi, suntik), dan pelayanan dokter spesialis. Untuk

    memahami program Jamsostek lebih lanjut, perlu diketahui pula fungsi dari

    program tersebut, yaitu:

    a. Perlindungan.

    Perlindungan yang bersifat sukarela seperti melalui asuransi

    komersial tidak mampu menjamin setiap orang bersedia dan mampu

    menyisihkan dana untuk ikut dalam program asuransi. Untuk itu

    diperlukan jaminan sosial yang diselenggarakan secara kolektif dan

    bersifat wajib guna memungkinkan pekerja memiliki kepastian

    memperoleh resiko sosial dan ekonomi.

    b. Produksi.

    Perlindungan melalui jaminan sosial bagi pekerja dan anggota

    keluarganya memungkinkan pekerja untuk lebih memfokuskan perhatian

    pada pekerjaannya. Pekerja yang memiliki produktivitas tinggi dan

    konsentrasi penuh pada pekerjaannya akan menguntungkan pemberi

    kerja karena hasil produksi juga ikut meningkat.

    39

    Adrian Sutedi, Op.Cit., h. 194-196.

  • 56

    c. Redistribusi Pendapatan.

    Pada program jaminan sosial yang dilaksanakan melalui sistem

    asuransi sosial, pekerja memberikan kontribusi sesuai dengan

    penghasilannya dan memperoleh jaminan sesuai dengan kebutuhannya.

    Penyelenggaraan jaminan sosial secara tepat dapat memungkinkan

    pekerja yang berpenghasilan tinggi membantu pekerja yang

    berpenghasilan rendah.

    d. Kemasyarakatan.

    Tujuan jaminan sosial untuk memberikan perlindungan kepada

    pekerja sehingga menimbulkan ketenangan dalam bekerja, serta akan

    membantu terciptanya ketentraman industri. Di samping itu, juga dapat

    mengurangi perselisihan antara pekerja dengan pemberi kerja yang pada

    akhirnya dapat mencegah timbulnya keresahan sosial.40

    2. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

    Di tahun 2004, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 40 Tahun

    2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pemberlakuan

    Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

    Nasional merupakan pelaksanaan dari Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang

    Dasar 1945. Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara

    40

    Ibid.

  • 57

    penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan

    penyelenggaraan jaminan sosial.

    Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diselenggarakan berdasarkan

    asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

    Dibentuk sesuai dengan prinsip kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan,

    kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib, dana

    amanat, dan hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya

    untuk pengembangan program serta untuk sebesar-besar kepentingan

    peserta.

    Selanjutnya ditahun 2015, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan

    yang bernomor 007/ PUU-III/ 2005 kepada publik. Mahkamah konstitusi

    menyatakan bahwa pada Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang

    Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioanl (SJSN)

    bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai

    kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan putusan perkara diatas menjelaskan

    bahwa Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

    tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, menutup peluang Pemerintah

    Daerah untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional

    sesuai dengan kewenangan yang ditulis pada Pasal 18 ayat (2) dan (5)

    Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi, Pasal 52 ayat (2) hanya berfungsi

    untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5 ayat (2), (3)

    dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

    Jaminan Sosial Nasioanl (SJSN) dan menjamin kepastian hukum karena

  • 58

    belum ada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang tersurat pada

    pelaksanaan Undang-Undang SJSN.

    Dengan demikian setelah ketentuan Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4)

    Undang-Undang SJSN dicabut dan hanya berpedoman Pasal 52 ayat (2)

    maka status dari PT Persero atau Jamsostek dinyatakan bubar tanpa

    likuidasi dan dialihkan pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional

    (BPJS) sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun

    2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioanl (SJSN) yang menyatakan

    bahwa; “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan

    Undang-Undang”.

    Pemberlakuan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS dimulai

    pada tanggal 25 November tahun 2011. Pemerintah mengundangkan

    Undang-Undang BPJS sebagai pelaksana dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan

    52 ayat (2) Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) serta

    dengan putusan perkara Nomor 007/ PUU-III/ 2005.

    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau (BPJS) adalah badan hukum

    yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS

    dibentuk bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan

    terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan atau

    anggota keluarganya. Dan sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan (6)

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

  • 59

    Jaminan Sosial (BPJS) menegaskan bahwa BPJS dikelompokan menjadi 2

    (dua) bagian diantaranya adalah :41

    1. BPJS Kesehatan

    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau disebut

    (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum yang dibentuk untuk

    menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. Jaminan Kesehatan

    merupakan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta

    memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

    memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap

    orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

    Dalam penyelenggaraan Jaminan Kesehatan terdiri dengan

    kepesertaan, iuran kepesertaan, penyelenggara pelayanan kesehatan,

    kendali mutu dan kendali biaya, dan pelaporan dan utilization review.

    Berikut kelompok kepesertaan pada BPJS Kesehatan sebagai berikut:42

    a. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan;

    Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah fakir miskin dan

    orang yang tidak mampu yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur

    melalui peraturan pemerintah. Selain fakir miskin, yang berhak menjadi

    41

    Pasal 5 Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial. 42

    Pasal (4) – (5) Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No.1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

  • 60

    peserta PBI Jaminan Kesehatan lainnya adalah orang yang mengalami

    cacat total tetap dan orang yang tidak mampu.

    Gambar 1

    Mekanisme Pendaftaran Peserta PBI Pada Jaminan Kesehatan

    Kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat dilakukan

    perubahan data dengan ketentuan sebagai berikut43

    :

    - Penghapusan data fakir miskin dan orang tidak mampu yang

    tercantum sebagai PBI Jaminan Kesehatan dapat dilakukan

    perubahan data apabila tidak memenuhi kriteria pada kepesertaan

    PBI Jaminan Kesehatan. Dengan demikian apabila peserta PBI

    Jaminan Kesehatan sudah tidak memenuhi kriteria pada

    kepesertaan tersebut dan sudah mampu maka wajib menjadi

    peserta jaminan kesehatan dengan membayar iuran.

    43

    Pasal (11)-(13) Undang-Undang No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

    Pendaftaran peserta PBI dilakukan oleh Menteri.

    Pendaftaran dilakukan dengan dua cara yaitu;

    1. Dengan cara migrasi data.

    2. Dengan cara manual.

    Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas kelengkapan data identitas peserta.

    Dan apabila data belum lengkap maka Pihak BPJS Kesehatan akan memberitahukan kepada Pemberi kerja atau Calon Peserta untuk melengkapi dokumen tersebut dengan ketentuan paling lambat 10 hari kerja.

    Apabila data sudah lengkap maka pihak BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan.

  • 61

    - Penambahan data fakir miskin dan orang tidak mampu untuk

    dicantumkan sebagai PBI Jaminan Kesehatan karena telah

    memenuhi kiteria pada kepesertaan PBI Jaminan Kesehatan.

    Pelaksanaan program jaminan kesehatan untuk Penerima Bantuan

    Iuran (PBI) pada Jaminan Kesehatan bersumber dari anggaran

    pendapatan dan belanja negara. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN)

    akan menyampaikan usulan anggaran jaminan kesehatan bagi PBI

    jaminan kesehatan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan

    pemerintahan di bidang kesehatan. Pada pelaksanaan program jaminan

    kesehatan maka peserta memiliki peran penting dalam pelaksanaan

    peraturan PBI dengan cara memberikan data yang benar dan akurat

    tentang PBI Jaminan Kesehatan, baik diminta maupun tidak minta.

    b. Peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan tergolong menjadi 3

    (tiga) bagian sebagai berikut44

    ;

    1. Pekerja Penerima Upah Pada Jaminan Kesehatan.

    44

    Pasal (6)-(10) Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

  • 62

    Gambar 2

    Mekanisme Pendaftaran Peserta Penerima Upah Pada Jaminan Kesehatan

    Peserta pekerja penerima upah dan anggota keluarganya termasuk

    warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)

    bulan dan anggota keluarganya tergolong sebagai atas Pegawai Negeri

    Sipil, Anggota TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pegawai Pemerintah Non

    Pegawai Negeri, dan Pengawai Swasta.

    2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya

    termasuk warga negara asing atau (WNA) yang bekerja di

    Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan dan anggota

    keluarganya tergolong sebagai pekerja di luar hubungan kerja/

    pekerja mandiri, dan atau pekerja yang tidak termasuk pada

    Pendaftaran Peserta bukan PBI dilakukan dengan dua cara yaitu:

    1. Dengan cara migrasi data.

    2. Dengan cara manual.

    1. Cara migrasi data sesuai dengan format yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan dan paling sedikit untuk 1000 calon Peserta.

    2. Cara manual yang dilakukan dengan datang langsung ke Kantor BPJS Kesehatan melalu pihak ketiga yang telah ditentukan oleh BPJS. Dan mengisi formulir dan menyerahkan kelengkapan data calon peserta.

    Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas identitas peserta dan kelengkapan data yang lainnya.

    Dan apabila data belum lengkap maka Pihak BPJS Kesehatan akan memberitahukan kepada Pemberi kerja atau Calon Peserta untuk melengkapinya.

    Apabila data sudah lengkap maka pihak BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan.

  • 63

    pekerja diluar hubungan kerja/ pekerja mandiri yang bukan

    penerima upah.

    3. Bukan Pekerja dan anggota keluarganya tergolong sebagai

    investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis

    kemerdekaan, dan janda atau duda/ anak yatim piatu dari

    veteran/ perintis kemerdekaan.

    Gambar 3

    Mekanisme Pendaftaran Peserta Bukan Penerima Upah Dan Bukan Pekerja

    Pada Jaminan Kesehatan

    Dengan demikian berdasarkan golongan kepesertaan diatas, dapat

    dilakukan perubahan data atau status kepesertaan dengan cara

    melaporkan kepada BPJS Kesehatan. Dan untuk perubahan status

    kepesertaan dari peserta PBI Jaminan Kesehatan menjadi bukan peserta

    Pendaftaran pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja dan anggota keluarganya.

    Pendaftaran peserta dilakukan secara koletif dengan cara :

    1. Dengan cara manual.

    2. Dengan cara migrasi data.

    3. Dengan cara dilakukan secara sendiri-sendiri dan langsung ke Kantor BPJS Ketenagakerjaan.

    Pihak BPJS akan melakukan verifikasi atas identitas peserta dan kelengkapan data yang lainnya.

    Dan apabila data belum lengkap maka Pihak BPJS Kesehatan akan memberitahu kepada Pemberi kerja atau Calon Peserta untuk melengkapinya dengan ketentuan paling lambat 10 hari kerja.

    Apabila data sudah lengkap maka pihak BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Identitas Peserta Jaminan Kesehatan.

  • 64

    PBI Jaminan Kesehatan dapat dilakukan pada saat peserta membayar

    iuran pertama kali.

    Pelayanan Kesehatan mencakup pada pelayanan promotif,

    preventif, kuratif, dan rehabilitatif dan dilakukan oleh penyelenggara

    pelayanan kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan.

    Pelayanan Kesehatan yang dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah

    pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama, pelayanan

    kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, pelayanan gawat

    darurat, pelayanan obat, alat kesehatan dan bahan medik habis pakai,

    pelayanan ambulance, dan pelayanan skrining. Terkait dengan pelayanan

    kesehatan yang disediakan, maka BPJS Kesehatan menjamin fasilitas

    kesehatan penunjang yang diantaranya adalah laboratorium, instalasi

    farmasi Rumah Sakit, apotek, unit transfusi darah atau PMI, optik,

    pemberi pelayanan Consumable Ambulatory Peritonial Dialisis (CAPD),

    dan praktek Bidan atau Perawat yang setara.

    2. BPJS Ketenagakerjaan.

    BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

    Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan

    perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi resiko sosial ekonomi

    tertentu dan penyelenggaraannya menggunakan mekanisme asuransi

    sosial. Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan terdiri dari peserta penerima

    upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara, dan

    peserta bukan penerima upah.

  • 65

    Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong peserta

    penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara

    negara ini terbentuk menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:

    1. Pekerja pada Perusahaan;

    2. Pekerja pada orang perseorangan; dan

    3. Orang asing yang bekerja di Indonesia paling lambat 6

    (enam) bulan.

    Gambar 4

    Mekanisme Pendaftaran Peserta Penerima Upah Yang Bekerja Pada

    Pemberi Kerja

    Prosedur Pendaftaran pada BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong:

    1. Peserta penerima upah yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara.

    Pemberi kerja dan seluruh pekerja diwajibkan mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan dan segera menyerahkan formulir pendaftaran yang di isi secara lengkap, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja.

    Pihak BPJS Ketenagakerjaan wajib menerbitkan nomor kepesertaan paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima.

    Dan pihak BPJS Ketenagakerjaan akan menerbitkan sertifikat kepesertaan perusahaan dan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan.

    Pemberi kerja diwajibkan menyampaikan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan kepada seluruh pekerjanya paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterima dari BPJS Ketenagakerjaan.

  • 66

    Sedangkan untuk kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang

    tergolong peserta bukan penerima upah terbentuk menjadi 3 (tiga) jenis

    sebagai berikut:

    1. Pemberi kerja;

    2. Pekerja diluar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan

    3. Pekerja yang tidak tergolong pada pekerja diluar hubungan

    kerja/ pekerja mandiri.

    Gambar 5

    Mekanisme Pendaftaran Peserta Bukan Penerima Upah.

    Prosedur Pendaftaran BPJS Ketenagakerjaan yang tergolong:

    2. Peserta bukan penerima upah.

    Peserta bukan penerima upah wajib mendaftarkan dirinya ke BPJS Ketenagakerjaan. Pada formulir pendaftaran peserta harus dicantumkan kegiatan usaha atau pekerjaan dalam formulir.

    Pihak BPJS Ketenagakerjaan wajib mengeluarkan nomor kepesertaan paling lama 1 (satu) hari sejak formulir pendaftaran dikeluarkan dan iuran pertama dibayar.

    Dan kepesertaan mulai berlaku saat nomor kepesertaan dikeluarkan.

    Pihak BPJS Ketenagakerjaan wajib menerbitkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja. Dan pihak BPJS wajib menyerahkan Kartu Peserta BPJS kepada peserta secara langsung, paling lambat 3 (tiga) hari).

  • 67

    BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan 4 (empat) program

    sebagai berikut:45

    a. Jaminan Kecelakaan Kerja.

    Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) adalah manfaat berupa uang

    tunai dan atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat pekerja

    mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh

    lingkungan kerja. Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau

    penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK. Manfaat jaminan

    kecelakaan kerja yang akan diperoleh pekerja atau peserta berupa

    pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis dan santunan berupa

    uang.

    Pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis diantaranya

    adalah pemeriksaan dasar dan penunjang, perawatan tingkat pertama

    dan lanjutan, rawat inap kelas 1 rumah sakit pemerintah, rumah sakit

    pemerintah daerah, atau rumah sakit swasta, perawatan intensif,

    penunjang diagnostik, pengobatan, pelayanan khusus, alat kesehatan

    dan implan, jasa dokter/medis, operasi, transfusi darah, dan rehabilitas

    medik. Sedangkan untuk santunan berupa uang adalah penggantian

    biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau

    penyakit akibat kerja ke rumah sakit, dan atau ke rumahnya, santunan

    sementara tidak mampu bekerja, santunan cacat sebagian atau

    sebagian fungsi, dan cacat total tetap. Santunan kematian dan biaya

    45

    Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

  • 68

    pemakaman, biaya rehabilitasi berupa penggantian alat bantu atau alat

    pengganti dan beasiswa pendidikan anak46

    . Berikut mekanisme pada

    penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja bagi peserta BPJS

    Ketenagakerjaan sebagai berikut47

    :

    1. Pemberi kerja wajib melaporkan setiap kecelakaan kerja atau

    penyakit akibat kerja yang menimpa pekerjanya kepada BPJS

    Ketenagakerjaan setempat tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak

    kejadian berlangsung.

    2. Pemberi kerja wajib melaporkan akibat kecelakaan kerja atau

    penyakit akibat kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan setempat

    tidak lebih dari 2 x 24 jam sejak pekerja dinyatakan sembuh,

    cacat, atau meninggal dunia sebagai laporan tahap II,

    berdasarkan surat keterangan dokter yang menerangkan

    keadaan sementara tidak mampu bekerja (STMB) telah

    berakhir, cacat total tetap, cacat sebagian, dan sebagainya.

    Dalam hal ini, hak atas program jaminan kecelakaan kerja tidak

    dapat dipindahtangankan atau digadaikan atau disita sebagai pelaksana

    putusan pengadilan. Hak untuk menuntun manfaat JKK akan menjadi

    gugur apabila telah lewat waktu 2 (dua) tahun sejak Kecelakaan Kerja

    terjadi.

    46

    Pasal 25 Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelengaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. 47

    Pasal 7 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program JKK, JKM, dan JHT bagi Peserta Penerima Upah.

  • 69

    b. Jaminan Hari Tua.

    Jaminan Hari Tua (JHT) adalah manfaat uang tunai yang

    dibayarkan sekaligus pada saat peserta memasuki usia pensiun,

    meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Manfaat

    jaminan hari tua dapat diberikan kepada peserta apabila peserta

    mencapai usia pensiun, peserta mengalami cacat total tetap, peserta

    meninggal dunia, atau peserta meninggalkan Indonesia untuk

    selama-lamanya. Penetapan pada program jaminan hari tua paling

    lama 30 (tiga puluh) hari sebelum pekerja mencapai usia pensiun

    dan wajib memberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan.48

    BPJS Ketenagakerjaan dapat memberikan manfaat layanan

    tambahan kepada peserta yang memenuhi persyaratan berupa

    fasilitas pembiayaan perumahan dan atau manfaat lainnya. Dan

    untuk jenis manfaat layanan tambahan berupa fasilitas pembiayaan

    perumahan, ialah Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP),

    Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan Pinjaman Renovasi

    Perumahan (PRP). Terkait hal ini dapat diperoleh melalui Bank

    Penyalur dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    - Telah terdaftar sebagai peserta minimal 1 (satu) tahun

    - Perusahaan tempat bekerja tertib administrasi kepesertaan

    dan pembayaran iuran

    48

    Pasal (22)-(30) Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

  • 70

    - Belum memiliki rumah sendiri bagi berkepentingan untuk

    PUMP dan KPR, dan untuk PRP dikhusukan bagi peserta

    yang memiliki rumah yang akan direnovasi.

    - Peserta aktif membayar iuran

    - Telah mendapat persetujuan dari BPJS Ketenagakerjaan

    terkait persyaratan kepesertaan

    - Dan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku pada

    Bank Penyalur dan OJK.

    Dengan demikian untuk perolehan manfaat tambahan pada

    program jaminan hari tua dapat dilakukan dengan mengajukan

    persyaratan yang sudah ditentukan dan dikhususkan bagi

    suami/istri yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan dapat

    mengajukan manfaat tambahan pada program JHT hanya salah satu

    diantaranya, suami atau istri dan peserta yang mengajukan manfaat

    tambahan pada program JHT hanya diberlakukan 1 (satu) kali

    selama menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan49

    .

    c. Jaminan Pensiun

    Jaminan Pensiun adalah jaminan sosial yang bertujuan

    untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi pekerja

    dan atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah

    pekerja memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau

    49

    Pasal (4) – (6) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, Dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan Dalam Program Jaminan Hari Tua.

  • 71

    meninggal dunia. Manfaat jaminan pensiun dapat diberikan kepada

    pekerja apabila pekerja telah mencapai pensiun hari tua, pensiun

    cacat, pensiun janda atau duda, pensiun anak, dan pensiun orang

    tua. Untuk masa perolehan Pensiun pertama kali ditetapkan 56

    tahun dan di tahun 2019 akan menjadi 57 tahun. Ketetapan Usia

    pensiun akan bertambah satu tahun untuk setiap 3 tahun berikutnya

    sampai mencapai usia pensiun 65 tahun.50

    d. Jaminan Kematian.

    Jaminan Kematian yang selanjutnya disingkat JKM adalah

    manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika pekerja

    meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. Manfaat program

    jaminan kematian yang akan diperoleh pekerja atau ahli waris

    adalah berupa santunan dan beasiswa pendidikan anak dari peserta.

    Manfaat program jaminan kematian dibayarkan kepada ahli

    waris atau pekerja apabila pekerja meninggal dunia dalam masa

    aktif sebagai berikut:

    - Santunan sekaligus

    - Santunan berkala

    - Biaya pemakaman

    - Beasiswa pendidikan anak.

    50

    Pasal 15-16 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.

  • 72

    Terkait manfaat program jaminan kematian merupakan

    tanggungjawab pemberi kerja. Pemberi kerja dapat melakukan

    pelaporan dan pengajuan apabila peserta mengalami kematian yang

    bukan disebabkan dari kecelakaan kerja ataupun akibat kerja. Berikut

    prosedur pelaporan dan pengajuan manfaat jaminan kematian sebagai

    berikut51

    :

    1. Tata cara pelaporan kematian peserta

    - Fotocopy KTP

    - Surat keterangan kematian dari pejabat yang berwenang

    - Fotocopy kartu keluarga

    - Surat keterangan ahli waris dari pejabat yang berwenang

    - Dokumen pedukung lainnya apabila diperlukan

    2. Pengajuan manfaat beasiswa pendidikan anak pada program

    Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

    - Pekerja yang meninggal dunia atau cacat total tetap bukan

    akibat kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak

    mendapatkan manfaat beasiswa pendidikan anak dengan

    persyaratan sebagai berikut; pekerja memiliki anak usia

    sekolah, umur anak pekerja maksimal 23 tahun, berlaku

    hanya untuk 1 (satu) orang anak, fotocopy kartu keluarga,

    surat keterangan dari sekolah atau perguruan tinggi, dan

    belum menikah.

    51

    Pasal (18)-(21) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, Dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan Dalam Program Jaminan Hari Tua.

  • 73

    - Pengajuan manfaat beasiswa pendidikan anak dengan

    persyaratan tersebut diberikan kepada BPJS

    Ketenagakerjaan.

    B. PEMBAHASAN

    B.1. Gambaran UMUM PT. Apac Inti Corpora

    B.1.1. Sejarah Berdirinya PT. Apac Inti Corpora

    PT. Apac Inti Corpora berdiri pada tanggal 1 Juli 1995 setelah

    sebuah konsorsium mengambil alih dari perusahaan tekstil yang sebelumnya

    bernama Kanindotex. PT. Kanindotex dalam menjalankan usahanya telah

    banyak berganti kepemimpinan dan manajemen perusahaan. Sejak awal

    berdirinya perusahaan hingga bulan September tahun 1994, perusahaan

    dikelola oleh pemilik yang sekaligus pendirinya. Kemudian oleh beberapa

    sebab, pada bulan September 1994 hingga bulan Mei 1995 manajemen PT.

    Kanindotex dipegang oleh GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia).

    Beberapa bulan kemudian, PT. Kanindotex kembali berganti kepemimpinan

    oleh suatu Badan Konsorsium Bisnis Eksekutif Nasional. Pada bulan

    Oktober tahun 1995, PT. Kanindotex Group yang semula terdiri dari PT.

    Kanindo Sucses Tekstil, PT. Kanindo Prima Perkasa, dan PT. Kanindo

    Mulya Utama diakusisi menjadi PT. Apac Inti Corpora.52

    Pada saat diambil

    alih, perusahaan ini hanya memiliki tiga divisi yakni Spining, Greige, dan

    Denim dengan jumlah karyawan lebih dari 10.000 orang. Masing-masing

    divisi mempunyai nama sendiri-sendiri, yakni Kanindo Succes Tekstil untuk

    52

    Dokumen perusahaan mengenai Sejarah PT. Apac Inti Corpora, Departement Legal & PR (Pubic Relation) PT. Apac Inti Corpora.

  • 74

    Divisi Spining, Kanindo Prima Perkasa untuk Divisi Greige, dan Kanindo

    Mulia Utama untuk Divisi Denim.

    Sejak berubah menjadi PT. Apac Inti Corpora, dalam

    perkembangannya, ketiga divisi tersebut dilebur menjadi satu. Sejak itu

    kinerja perusahaan terus meningkat terutama ketika terjadi kenaikan nilai

    dollar pada tahun 1998. Pertumbuhan perusahaan tersebut kemudian diikuti

    dengan penambahan kapasitas produksi, khususnya untuk produk Denim.

    Namun sejak tahun 2000, ketika mulai terjadi perdagangan bebas dunia,

    kinerja perusahaan mulai menurun. Puncaknya adalah pada tahun 2008,

    yakni ketika terjadi krisis keuangan di Amerika dan kemudian meluas ke

    Eropa. Krisis tersebut menyebabkan permintaan pasar menurun, sehingga

    kinerja perusahaan pun menurun.

    Dengan kondisi seperti itu, berbagai upaya peningkatan kualitas,

    efisiensi dan motivasi terus dilakukan, hasilnya kinerja PT. Apac Inti

    Corpora untuk tahun 2013 memulai titik perbaikan. Guna mendorong

    pertumbuhan dan peningkatan kinerja tersebut PT. Apac Inti Corpora pun

    menerapkan berbagai program dan sistem manajemen. Salah satunya adalah

    implementasi sistem manajemen energi, EnMS ISO 50001:2011. Saat ini,

    lini produk PT. Apac Inti Corpora ada lima jenis yakni Yarn, Greige,

    Denim, Jasa Laundry, dan Garment.

    PT. Apac Inti Corpora mengekspor sekitar 75% (tujuh puluh lima

    persen) dari produksinya secara langsung kepada pelanggan di seluruh

    dunia. Dengan adanya dukungan profesionalisme para direksi, staf dan

    karyawan yang handal menjadikan PT. Apac Inti Corpora partner/mitra

  • 75

    yang handal di dunia pertekstilan. Sebagai produsen benang dan bahan dasar

    tekstil (grey dan denim) yang terpadu berskala besar, dengan tuntutan

    kualitas prima, serta layanan tepat waktu, menjadikan PT. Apac Inti Corpora

    melengkapi dirinya dengan fasilitas peralatan modern dan selalu

    memperhatikan penerapan kemajuan teknologi.

    Kehadiran PT. Apac Inti Corpora sebagai perusahaan tekstil

    terkemuka di Indonesia dan dunia diharapkan dapat membantu masalah

    pengangguran di lingkup Jawa Tengah dan Indonesia, serta dapat

    membangun bersama kemajuan perindustrian tekstil nasional.53

    B.1.2. Visi dan Misi PT. Apac Inti Corpora

    Visi:

    Mempertahankan dan mengembangkan reputasi perusahaan sebagai

    pelaku utama industri tekstil nasional dan internasional. Karena PT. Apac

    Inti Corpora memiliki visi untuk menghadapi masa depan yang lebih baik

    dan berkeinginan untuk terus berkembang menjadi perusahaan yang

    memegang peranan penting dalam kancah industri tekstil di lingkup

    nasional maupun internasional.

    Misi:

    Untuk mampu menghadapi tuntutan dan kondisi lingkungan bisnis

    yang ada pada saat ini dan yang akan datang, adalah merupakan suatu

    keharusan bagi perusahaan untuk memiliki misi yang jelas, terpadu, serta

    berkesinambungan. Misi perusahaan merupakan suatu pernyataan yang

    menguraikan konsep perusahaan, bisnis yang digeluti, latar belakang

    53

    Ibid.

  • 76

    pendirian perusahaan, pelanggan yang dilayani, serta yang mendasari

    prinsip dan nilai-nilai yang akan diimplementasikan.

    PT. Apac Inti Corpora memiliki Motto misi berpikir dan bekerja

    lebih baik dengan membangun dan membudayakan nilai-nilai yang

    merupakan refleksi total dari pola perilaku, karakteristik, keyakinan dan

    semua hal yang berkaitan dengan aktivitas setiap insan di PT. Apac Inti

    Corpora dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan

    melaksanakan misi tersebut, perusahaan akan tumbuh sebagai suatu

    organisasi bisnis yang sehat, efisiensi dan profesional serta mampu

    menjamin kepentingan pemilik saham dan peningkatan kesejahteraan

    karyawan serta aktif berpartisipasi dalam pembangunan nasional.54

    B.1.3. Ruang Lingkup Pekerja di PT. Apac Inti Corpora

    Ruang Lingkup pekerjaan di PT. Apac Inti Corpora, kekuasaan

    tertinggi dipegang oleh EVP (Excecutive Vice President) yang dibantu oleh

    AVP (Assistant Vice President) yang mempunyai bawahan/sub ordinate

    langsung, yang disebut Group Head. Group Head mempunyai beberapa

    departemen yang berfungsi masing-masing, yang tentunya saling berkaitan

    satu sama lainnya. Divisi yang sekaligus menjadi program bagi departemen

    tersebut adalah:55

    a. Divisi Spinning (Pemintalan)

    Divisi ini memiliki beberapa departemen dan pabrik yang

    memproduksi benang dari bahan dasar kapas.

    54

    Buku saku Visi dan Misi Perusahaan PT. Apac Inti Corpora, hal: 10. 55

    http://www.apacinti.co.id

  • 77

    b. Divisi Weaving – Grey

    Divisi ini memiliki beberapa departemen dan pabrik yang

    memproduksi kain mentah (grey) dari bahan dasar benang diolah menjadi

    kain.

    c. Divisi Weaving – Denim

    Divisi ini memiliki beberapa departemen dan pabrik yang

    memproduksi kain dari bahan dasar benang diolah menjadi kain denim

    (bahan jeans).

    d. Divisi Engineering

    Divisi ini merupakan departemen support atau membantu

    kelancaran proses pabtik dan semua kegiatan yang berhubungan dengan

    Elektrical Mechanical, Fire dan Safety, Venicle dan Forklift serta Civil.

    e. Divisi HRD- Personalia, Internal Affair

    Divisi ini berfungsi untuk menangani masalah SDM, legal dan

    rumah tanga perusahaan.

    f. Divisi Corporate Affair

    Divisi ini meliputi departemen Legal & PR (Public Relations),

    Sport, Security, Fire and Safety.

    g. Divisi Quality Control (QC)

  • 78

    Divisi ini berfungsi melakukan control terhadap kualitas hasil

    produksi.

    h. Finance and Accounting

    Divisi ini bertugas menangani masalah keuangan dan perhitungan

    budget serta bertugas sebagai internal audit.

    i. Logistik

    Divisi ini merupakan departemen support atau membantu

    kelancaran proses pabrik dan semua kegiatan yang berhubungan dengan

    pengadaan material, pergudangan dan pengiriman.

    j. Laundry

    Divisi ini merupakan departemen yang melakukan washing

    (pencucian) kain jadi. Departemen ini direncanakan untuk menangani

    pencucian hasil produk sendiri dan juga perusahaan lain.

    B.1.4. Struktur Organisasi PT. Apac Inti Corpora56

    Struktur Organisasi PT. Apac Inti Corpora

    (Operation Rendence Director)

    56

    Sumber : Departemen HRD PT. Apac Inti Corpora, 29 Mei 2017.

  • 79

    Struktur Organisasi PT Apac Inti Corpora

    (Techinical & Business Dev. Director)

    Operation Rendence Director

    . 1. Legal dan HRD

    - Corp.Legal

    - Corp. HRD

    - Personalia

    2. Logistic

    - L. Purchese

    - Export Import

    - Wh. RM

    - Est

    3. Finance & Acc

    - Budget & Cost

    - Treesury

    - Tax & M.S

    - Accounting

    - Mis

    - Anti Dump

    4. CA & GA

    - Gra. aE

    - Security

    - Pet. Clinic

    Techical & Business Dev. Director

    Spining:

    1. Spining 1 s/d 6

    2. Spining Mein

    3. PPC

    4. CWR & CCR

    Weaving:

    1. Weaving (a) & (b)

    2. Weaving 2

    3. Weaving 3

    4. Weaving 9

    5. PPC

    Denim:

    1. Weaving 4 s/d 5

    2. PPC & Dje

    3. Finish

    Deputy G.M

  • 80

    B.1.5. Lokasi dan Lingkungan PT. Apac Inti Corpora

    Data lokasi keberadaan PT. Apac Inti Corpora sebagai berikut:

    Di atas permukaan laut : 547 m

    Rata-rata RH : 67% (56% - 89%)

    Rata-rata temperature : 25ºC (17ºC - 24ºC)

    Rata-rata curah hujan : 156 hari/tahun

    Rata-rata curah hujan : 252 cm/tahun

    Jarak ke pelabuhan laut : 37 km

    PT. Apac Inti Corpora menempati areal seluas 1.043.400 m² yang

    terdiri dari:

    Spinning I s/d VII luas : 148.822 m²

    Weaving I s/d VII luas : 43.782 m²

    Gudang : 29.426 m²

    Pengelolaan limbah cair : 15.530 m²

    Bengkel : 1.236 m²

    Kantor depan : 1.600 m²

    Mess staff : 1.528 m²

    Lain-lain : 12.155 m²

  • 81

    Kondisi lingkungan sosial masyarakat sekitar PT. Apac Inti Corpora,

    sebagian besar terdiri dari petani, dimana kondisi sosial ekonominya

    dikatakan lemah, apalagi di musim kemarau, tidak ada irigasi teknis

    sehingga lahan garapan adalah tadah hujan tidak dapat memberikan hasil

    bumi. Selain itu, dalam rangka menjalin hubungan yang harmonis dengan

    masyarakat sekitar, pihak perusahaan selalu aktif membantu kegiatan sosial

    masyarakat seperti bantuan dana. Dana tersebut biasanya digunakan untuk

    kegiatan-kegiatan perayaan hari besar nasional atau hari besar keagamaan

    serta membantu pembangunan masjid, membantu pengadaan air bersih dan

    lain sebagainya. Bisa dikatakan hubungan perusahaan dengan warga desa

    sekitar, tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama dan aparat