bab ii kajian pustaka dan landasan teori · digunakan adalah analisis wacana kritis (awk) model van...
TRANSCRIPT
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Studi Terdahulu
Penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan masalah yang
diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Skripsi Joko Priyanto (2014) dari Univeritas Sebelas Maret Surakarta
(UNS) yang berjudul Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden Muchammad
Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis Norman
Fairclough. Penelitian ini membandingkan kasus pelengseran Muchammad
Mursi dalam dua situs berta di internet, yaitu Al-Ihram dan Al-Jazirah. Model
analisis yang digunakan adalah AWK Norman Fairclough yang meliputi teks
dan intertekstualitas. Penelitian ini menunjukkan representasi yang berbeda
dari masing-masing situs berita internet. Dalam penelitian ini juga ditemukan
adanya keberpihakan yang berbeda dari keduanya yang tercermin dari anak
kalimat, kombinasi anak kalimat, rangkaian anak kalimat, analisis relasi dan
identitas, serta intertekstualitas.
Penelitian selanjutnya dilakukan Yusep Ahmadi F. (2014) yang
berjudul Ideologi Iklan Politik Partai Gerindra Dalam Wacana Pemilu
Legislatif 2014: Analisis Wacana Kritis. Makalah ini disampaikan dalam
Seminar Tahunan Linguistik UPI (SETALI) pada bulan Agustus 2014.
Penelitian ini menelisik hubungan bahasa dengan ideologi yang terdapat pada
iklan politik partai Gerindra dalam wacana pemilu legislatif 2014. Metode
13
penelitian dalam tulisan ini adalah kualitatif-deskriptif dengan pendekatan
kerangka analisis wacana kritis (AWK) model Norman Fairclough terutama
pada level analisis teks dan analisis sosiobudaya. Hasil analisis menunjukkan
bahwa konstruksi bahasa pada iklan politik partai Gerindra mengandung
ideologi anti-status quo yaitu ideologi perubahan dan ideologi kritik terhadap
tatanan sosial bangsa Indonesia dan pemerintahan Indonesia saat ini. Fitur-
fitur linguistik menunjukkan dan membentuk ideologi tersebut adalah
penggunaan adverbial, bentuk ketransitifan, nominalisasi, dan leksikalisasi.
Ideologi tersebut tidak terlepas dari konteks institusi-sosiobudaya yang
melatarbelakanginya, yaitu partai Gerindra sebaga partai oposisi dalam
pemerintahan saat ini.
Berikutnya adalah tulisan Mahardhika Zifana dan Mahmud Fasya
(2013) dalam Konferensi Linguistik Tahuna Atma Jaya (Kolita 11) berjudul
Representasi Presiden Partai Keadilan Sejahtera Dalam Pemberitaan Kasus
Suap Daging Sapi Impor di Harian Umum Tempo dan Republika. Makalah ini
menggunakan kajian analisis wacana kritis (AWK) model Van Dijk untuk
melihat bagaimana representasi presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
dalam pemberitaan dua harian umum terkemuka, yakni Tempo dan Republika,
yang sering mewakili dua kutub pemikiran masyarakat Islam dan sekuler.
Kerangka AWK dari Van Dijk digunakan untuk menelisik data yang diambil
dari kedua harian umum untuk mencapai fokus yang komprehensif terhadap
lapisan teks, kognisi sosial, dan konteks sosial pada teks pemberitaan.
Analisis pada lapisan teks menggunakan Linguistik Fungsional Sistemik dari
14
Halliday. Interpretasi data mengemukakan strategi yang digunakan kedua
harian umum dalam merepresentasikan figur Luthfi Hasan Ishaaq (LHI)
sebagai presiden PKS. Simpulan akhir interpretasi menunjukkan bagaimana
pemberitaan masing-masing media merepresentasikan presiden PKS di dalam
kasus korupsi daging sapi impor.
Penelitian selanjutnya adalah Wacana Pemberitaan Persenjataan
Tentara Nasional Indonesia pada Majalah Tempo yang dilakukan oleh Dessy
Priscilla dalam Prosiding Seminar Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan
Indonesia (SETALI UPI) yang dilaksanakan pada tahun 2013. Penelitian ini
mengkaji sikap dan pandangan majalah Tempo dalam memberitakan
persenjataan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terkait dugaan makelar senjata
yang masih marak berkeliaran dengan bebas di Indonesia. Pisau analisis yang
digunakan adalah analisis wacana kritis (AWK) model Van Dijk yang ditinjau
dari stuktur makro teks, superstruktur teks, struktur mikro, dan representasi
ideologi dalam majalah Tempo. Rumusan masalah dalam penelitian ini (1)
bagaimana struktur makro teks pemberitaan seputar persenjataan TNI pada
media massa majalah Tempo, (2) bagaimana superstruktur teks pemberitaan
seputar persenjataan TNI pada media massa majalah Tempo, (3) bagaimana
struktur mikro teks pemberitaan seputar persenjataan TNI pada media massa
majalah Tempo, dan (4) bagaimana representasi ideologi pemberitaan seputar
persenjataan TNI pada media massa majalah Tempo. Dari kajian ini terungkap
bagaimana cara pandang dan terbentuknya ideologi suatu media massa dalam
memberitakan suatu peristiwa terjadi. Dari analisis tiga bagian, yaitu struktur
15
makro, superstruktur, dan struktur mikro akhirnya terungkap ideologi yang
terkandung dalam teks pemberitaan di majalah Tempo.
Penelitian serupa dilakukan Apriyanti Rahayu Fauziah dengan judul
Wacana Pemberitaan Kasus Pemerasan Anggota DPR terhadap BUMN pada
Surat Kabar Pikiran Rakyat yang dipublikasikan dalam Prosiding Seminar
Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (SETALI UPI) tahun
2013. Payung analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
wacana kritis (AWK) model Van Dijk. Apriyanti membuat empat rumusan
masalah terkait penelitian ini, yaitu (1) bagaimana struktur makro pada
wacana pemberitaan kasus pemerasan anggota DPR terhadap BUMN pada
surat kabar Pikiran Rakyat, (2) bagaimana superstruktur pada wacana
pemberitaan kasus pemerasan anggota DPR terhadap BUMN pada surat kabar
Pikiran Rakyat, (3) bagaimana struktur mikro pada wacana pemberitaan kasus
pemerasan anggota DPR terhadap BUMN pada surat kabar Pikiran Rakyat,
(4) bagaimana ideologi yang terkandung pada wacana pemberitaan kasus
pemerasan anggota DPR terhadap BUMN pada surat kabar Pikiran Rakyat.
Untuk menganalisis bahasa pada teks pemberitaan kasus pemerasan anggota
DPR terhadap BUMN menggunakan teknik baca, teknik identifikasi untuk
memilah-milah teks pemberitaan kasus pemerasan anggota DPR terhadap
BUMN, dan teknik catat dilakukan unutk mengetahui karakteristik ideologi
yang tersembunyi dalam bahasa pada sebuah berita atau peristiwa. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa surat kabar Pikiran Rakyat dalam
menyuarakan sikap dan pandangannya pada suatu peristiwa yang
16
berhubungan dengan masalah politik cenderung lebih memihak pada
kepentingan rakyat sebagai golongan yang selalu dirugikan oleh perilaku elite
(aparat pemerintah) yang sering menyalahgunakan kekuasaannya.
Pemberitaan ini ditulis dengan menggunakan bahasa tegas, lugas, tegas, serta
tidak menggunakan eufemisme. Ideologi yang terkandung dalam teks
pemberitaan kasus pemerasan anggota DPR terhadap BUMN bersifat anti
pemerintahan dan pro rakyat.
Penelitian yang berjudul Telaah Teks pada Wacana Politik Kasus
KPK vs Polri dalam Rubrik Opini Majalah Tempo: Analisis Wacana Kritis
Norman Fairclough ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Sumber data
yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah teks berita baik dari media
massa cetak maupun media massa online, sedangkan penelitian ini
menggunakan sumber data berupa teks opini dalam media massa cetak.
Penelitian yang berjudul Representasi Presiden Partai Keadilan
Sejahtera Dalam Pemberitaan Kasus Suap Daging Sapi Impor di Harian
Umum Tempo dan Republika, Wacana Pemberitaan Persenjataan Tentara
Nasional Indonesia pada Majalah Tempo, dan Wacana Pemberitaan Kasus
Pemerasan Anggota DPR terhadap BUMN pada Surat Kabar Pikiran Rakyat
menggunakan teori AWK Van Dijk, sedangkan penelitian ini menggunakan
teori AWK Norman Fairclough.
Penelitian yang berjudul Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden
Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis
Norman Fairclough, Ideologi Iklan Politik Partai Gerindra Dalam Wacana
17
Pemilu Legislatif 2014: Analisis Wacana Kritis, dan penelitian ini
menggunakan teori dari Norman Fairclough sebagai pisau bedahnya, akan
tetapi ada perbedaannya. Analisis pada penelitian Telaah Teks Berita
Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah:
Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough meliputi teks dan
intertekstualitasnya, sedangkan penelitian ini hanya fokus pada tataran teks
saja. Penelitian Ideologi Iklan Politik Partai Gerindra Dalam Wacana Pemilu
Legislatif 2014: Analisis Wacana Kritis menggunakan teori AWK Fairclough
hanya untuk mengungkap ideologi dari media massa yang bersangkutan,
sedangkan penelitian ini menampilkan representasi partisipan dan ideologi
media massa yang bersangkutan.
B. Landasan Teori
1. AWK Model Norman Fairclough
Menurut Eriyanto, analisis wacana Fairclough berangkat dari
pertanyaan bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan
masyarakat yang makro (2001:286). Titik perhatian Fairclough terhadap
wacana adalah bahasa. Fairclough berpendapat bahwa bahasa merupakan
praktik sosial (Fairclough, 1989:22). Fairclough menjelaskan bahwa hal
ini mengandung implikasi bahwa bahasa adalah bentuk tindakan
(1995:63-64). Seseorang menggunakan bahasa sebagai bentuk
representasi terhadap kenyataan atau realitas. Bahasa yang digunakan
seseorang dapat menggambarkan suatu kenyataan yang sedang terjadi.
18
Pendekatan analisis wacana kritis model Fairclough
menitikberatkan pada tiga dimensi, yaitu teks, praktik wacana, dan praktik
sosial budaya (1995:97). Ketiga dimensi tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1
Dimension of Discourse
(Fairclough, 1995:98)
Eriyanto (2001:286-288) menguraikan ketiga dimensi wacana
tersebut sebagai berikut: Pertama, text merupakan dimensi berdasarkan
fitur linguistik yang meliputi kosakata, tata kalimat, semantik, dan lain-
lain. Kedua, praktik wacana (discourse practice) merupakan dimensi yang
berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks
berita diproduksi dengan proses yang berbeda sedangkan praktik sosial
budaya adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks.
Ketiga, sociocultural practice adalah dimensi yang berhubungan dengan
konteks di luar teks.
Sociocultural practice(situastional;institutional;societal)
Description (text analysis)Process of production
Process of interpretationDiscourse practice
textInterpretation (processing analysis)
Explanation (social analysis)
19
Penelitian ini memfokuskan pada satu dimensi saja, yaitu dimensi
teks. Teks yang diteliti adalah teks opini dari sebuah wacana politik kasus
KPK vs Polri. Melalui bahasa dapat diketahui representasi suatu realitas
(partisipan, peristiwa, dan tindakan) ditampilkan dalam sebuah teks opini.
Yusep Ahmadi (2014) berpendapat bahwa representasi adalah
keterwakilan realitas dalam sebuah wacana atau teks yang diproduksi oleh
kelompok maupun individu tertentu. Oleh karena itu, representasi menjadi
kunci pada AWK untuk mengetahui siapa yang direpresentasikan sebagai
penyebab terjadinya suatu peristiwa, siapa yang direpresentasikan sebagai
pelaku atau agen tindakan tertentu dan ditujukan pada siapa tindakan
tersebut. Representasi yang ditampilkan dalam teks mengandung ideologi
yang menjadi alasan atau latar belakang mengapa realitas itu ditampilkan
dengan cara tertentu.
Fairclough menyatakan bahwa metode analisis yang digunakan
pada dimensi teks adalah deskripsi teks (1995:97). Deskripsi merupakan
tahapan awal AWK yang mengeksplorasi perangkat tekstual teks.
Fairclough mengajukan klaim bahwa fitur formal sebuah teks memiliki
nilai eksperiensial, relasional, ekspresif atau konektif, atau merupakan
kombinasi ketiganya (1989:112). Fairclough menjelaskan bahwa,
experiential value is a trace of and a cue to the way in which the text producer’s experience of the natural or social world is represented. Experiential value is to do with content and knowledge and beliefs. A formal feature with relational value is trace of and a cue to the social relationalships which are enacted via the text in the discourse. Relational value is to do with relation and social relationships. Finally, expressive
20
value is trace of and a cue to the producer’s evaluation of the bit of the reality it relates to. expressive value is to do with subject and social identities,… (Fairclough, 1989:112).
Sehubungan dengan pendapat Fairclough tentang ketiga nilai tersebut,
Eriyanto menyatakan bahwa nilai eksperiensial merujuk pada bagaimana
peristiwa, tindakan, partisipan ditampilkan dalam teks. Nilai relasional
merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan di antara wartawan dan
pembaca, seperti, apakah teks disampaikan secara informal atau formal,
terbuka atau tertutup. Dalam nilai relasional yang ingin dilihat adalah
bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita
direpresentasikan dalam teks. Terakhir, nilai ekspresif merujuk pada
konstruksi tertentu dari identitas wartawan, partisipan, dan partisipan
direpresentasikan dalam teks (2001:289).
Fairclough mengajukan sepuluh pertanyaan yang digunakan
sebagai acuan dalam melakukan analisis terhadap teks. Sepuluh
pertanyaan tersebut akan tercakup dalam tiga fitur linguistik yang akan
dikaji tetapi tidak semua poin dalam pertanyaan tersebut terdapat dalam
sebuah teks. Tiga fitur linguistik yang akan dikaji menurut Fairclough
(1989:110-137) adalah sebagai berikut:
a. Apa nilai-nilai eksperiensial yang terkandung di dalam kosakata?
Fairclough mengatakan bahwa secara ideologi suatu teks dapat
merepresentasikan realitas yang ditandakan dalam kosakata
(1989:113).
1) Apa skema klasifikasi yang bisa dikenali?
21
Just 23 steps to success- How to claim your heritage, radiant health- How to increase your vocabulary- How to boost your power concentration- How to develop your memory- How to cultivate your emotions- How to develop an attractive voice and clear
speech- How to learn the importance of tact- How to make yourself valuable to your employer- How to formulate ideals – the essentials of
progress- How to achieve the goal of maturity- How to build a successful marriage- How to communicate effectively- How to enjoy the treasures of literature- How to solve your problems- How to be happy- How to widen your mental horizons- How to develop thought – power- How to keep busy for creating peace of mind- How to go to extra mile- How to be better parent- How to achieve serenity- How to enrich your life
Untuk menentukan kosakata yang menjadi skema
klasifikasi suatu teks, sangat bergantung dari tipe atau jenis
wacana yang digambarkan. Misalnya:
Gambar 2
Iklan Twenty Three Steps to Success and Achievement
(Fairclough, 1989:114)
Dari wacana di atas, skema klasifikasi yang terlihat adalah
skema terkait dengan kejiwaan atau aspek pengembangan seorang
individu. Hal ini terlihat dari kosakata yang digunakan seperti:
(powers of) concentration, memory, (positive) emotions, mental
horizon, thought (power), imagination. Skema yang lain adalah
22
penilaian dari bahasa seseorang. Secara implisit ditemukan pada
kolokasi increase your vocabulary, clear speech, communicate
effectively.
2) Apakah ada kata-kata yang memuat ideologi tertentu?
Beberapa kosakata memuat ideologi tertentu. Misalnya
sosialisme. Fairclough berpendapat kata sosialisme yang
muncul di dalam teks bisa jadi merupakan “semantic error”
karena di satu sisi, sosialisme memiliki makna literal, akan
tetapi suatu kosakata memiliki banyak makna. Makna yang
muncul secara tersembunyi merupakan bagian dari nilai
ideologi yang menggunakan payung semantik (1989:114).
3) Apakah ada pengulangan kata (rewording) atau penggunaan
kosakata yang melebih-lebihkan (over-wording)?
Menurut Fairclough overwording menunjukkan
ketertarikan pada satau aspek realitas (1989:115). Pada contoh
just 23 steps to success, ditemukan penggunaan kosakata yang
hampir sama maknanya, yaitu increase, boost, develop,
cultivate, build, widen, dan enrich.
4) Secara ideologis, relasi makna seperti apa yang paling sering
muncul? sinonim, hiponim, atau antonim?
Dalam suatu teks sering ditemukan relasi makna yang
berupa sinonim, hiponim ataupun antonim. Fairclough
berpendapat bahwa relasi makna seperti sinonim sering lekat
23
sebagai keterangan suatu ideologi. Ideologi bisa jadi lekat
dalam suatu jenis wacana atau ideologi membangkitkan
kreativitas dalam suatu teks. Sinonim yang ditemukan dalam
teks tidak hanya sinonim dalam bentuk kesamaan makna, tetapi
sering ditemui kosakata yang memiliki kedekatan makna
(1989:115).
b. Apa aspek relasional yang terkandung di dalam kata-kata yang
digunakan?
Aspek ini melihat bagaimana hubungan antara wartawan,
khalayak, dan partisipan berita direpresentasikan dalam teks.
Misalnya, penggunaan kosakata coons, merupakan representasi orang
yang membenci suku bangsa lain. Selain itu, istilah coons diasumsikan
sebagai ideologi rasis karena merupakan dianggap suatu penindasan
bagi pembicara dan partisipan lain.
1) Apakah terdapat ekspresi eufemisme (euphemistic
expressions)?
Salah satu strategi yang digunakan oleh penulis teks
untuk menghindari nilai negatif dari pembaca adalah
penggunaan eufemisme. Eufimisme, menurut Edi Subroto
(2011:154) adalah praktik berbahasa atau praktik
membahasakan yang menghindari sifat kasar, jorok, tabu, tidak
santun menjadi pembahasan yang bersifat menyenangkan,
24
santun, halus, dan sebangsanya. Misalnya: pelacur diganti
wanita tunasusila, pekerja seks komersial (PSK), dan lain-lain.
2) Secara eksplisit, apakah digunakan kata-kata yang bersifat
formal atau informal?
Fairclough (1989:117) menyebutkan salah satu properti
yang harus dimiliki kosakata dalam nilai relasional adalah
formalitas. Formalitas adalah situasi yang menuntut keformalan
dalam relasi sosial, yang dibuktikan dengan penggunaan
kosakata yang bersifat formal.
c. Nilai-nilai ekspresif apakah yang terkandung di dalam kata-kata pada
teks?
Nilai ekspresif dalam kosakata menjadi topik utama dalam
bahasa ajakan atau persuasif. Suatu teks akan mendapat penilaian
positif atau negatif dari partisipan. Nilai ekspresif bisa mengacu pada
perbedaan ideologi pada skema klasifikasi.
d. Apa jenis metafora yang paling banyak digunakan?
Fairclough (1989:119) berpendapat bahwa metafora adalah
gambaran makna satu aspek dari pengalaman dalam istilah yang lain
dan tidak dibatasi oleh makna pada jenis wacana, metafora cenderung
menjadi stereotip dari wacana puisi dan kesastraan. Sementara itu,
Ullman (dalam Subroto, 2011:120) menjelaskan bahwa metafora
adalah suatu perbandingan antara dua hal yang bersifat menyatu
(luluh) atau perbandingan yang bersifat langsung atau karena
25
kemiripan atau kesamaan yang bersifat konkret atau bersifat intuitif
atau peseptual sehingga tidak dinyatakan dengan kata seperti, bak,
bagaikan, laksana.
e. Apa nilai eksperiensial yang terkandung dalam fitur gramatikal teks?
Fairclough mengatakan aspek eksperiensial gramatikal dilihat
dari bentuk gramatikal yang menggambarkan peristiwa yang dialami
oleh orang, hewan, atau benda yang berhubungan dengan keterangan
dan bagaimana peristiwa terjadi. Oleh karena itu, aspek gramatikal
sangat menekankan perhatian pada proses dan partisipan yang
ditampilkan dalam kalimat (1989:120).
1) Apa tipe proses dan partisipan yang paling dominan?
Untuk merepresentasikan suatu kejadian atau peristiwa
menggunakan pilihan bentuk gramatikal yang berbeda sehingga
sering digunakan bentuk gramatikal tipe proses dan partisipan.
Misalnya:
Tabel 1
Contoh Proses Tindakan
Reagan Attacks LibyaSouth Africa have burnt down a black township
26
Police
Contras have killed many peasantsS V O
Tabel 2
Contoh Proses Peristiwa
Reagan Was fishing
A black township Has burnt down
Many peasants Have diedS V
Tabel 3
Contoh Proses Relasional
Reagan Is dangerousMany
peasantsAre dead
Libya Has oilS V C
(Fairclough, 1989:121)
Fairclough membagi kalimat menjadi tiga tipe yang
merepresentasikan tiga tipe utama dari proses, yakni, tindakan
(SVO), peristiwa (SV), dan relasional (attributions) (SVC). Tipe
proses tindakan mengharuskan adanya dua partisipan, yaitu agen
dan pasien (1989:122). Pada tabel 1, 2, dan 3 di atas Reagan,
27
South African Police, dan Contras adalah agen, sedangkan Libya,
a black township, dan many peasants adalah pasien.
2) Apakah subjek pelaku jelas?
Struktur kalimat di atas memiliki posisi subjek atau agen
yang jelas, akan tetapi dalam teks tidak semua agen ditampilkan.
Dalam bahasa Indonesia, penghilangan agen dilakukan dengan
menggunakan strategi pemasifan. Dalam bentuk kalimat aktif,
subjek atau pelaku bisa disembunyikan atau dihilangkan,
sedangkan posisi korban atau pasien ditonjolkan. Misalnya:
- Kemiskinan penduduk perkotaan sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan. (dalam Eriyanto, 2001:294)
Menurut Eriyanto, kalimat di atas hanya ditampilkan objek
berupa penduduk rakyat miskin, sedangkan subjek atau pelaku
yang menyebabkan rakyat miskin tidak ditampilkan. Representasi
kalimat seperti ini memberikan kesan bahwa yang ditonjolkan
adalah posisi korban dan bukan pelaku.
3) Apakah proses (aktivitas) sebagaimana tampaknya?
Sebuah kalimat akan merepresentasikan suatu tindakan
atau peristiwa dan biasanya struktur kalimat tersebut terdapat agen
atau pelaku yang melakukan suatu tindakan atau mengalami suatu
peristiwa. Hal ini tampak dari proses aktifitas yang dilakukan dan
agen yang melakukan.
4) Apakah digunakan banyak nominalisasi?
28
Menurut Fairclough nominalization is a process converted
into a noun or a multi-word compound noun (1989:124). Artinya,
nominalisasi adalah proses mengubah ke dalam nomina atau kata
majemuk nomina. Nominalisasi dalam kalimat berefek pada
hilangnya subjek atau pelaku peristiwa sehingga lebih
mengarahkan peristiwa pada objek atau korban. Misalnya:
- Pemerkosaan menimpa anak gadis yang baru berusia 12 tahun. (dalam Eriyanto, 2001:155)
Eriyanto (2001:156) menambahkan dengan bentuk kalimat
seperti itu, pembaca akan diarahkan pada dua hal. Pertama, pada
tindakan yakni pemerkosaan. Kata benda menyebabkan seolah
tindakan itu menjadi lebih besar dan menjadi suatu fenomena.
Kedua, ditujukan kepada objek tindakan, dalam kalimat di atas
adalah gadis berusia 12 tahun.
5) Apakah kalimatnya mayoritas aktif, pasif, positif atau negatif?
Suatu teks akan ditemukan beberapa bentuk kalimat, aktif,
pasif, positif, atau negatif. Salah satu bentuk kalmat yang sering
ditemui adalah bentuk pasif. Misalnya:
- Seorang mahasiswa tewas tertembak saat demonstrasi. (dalam Eriyanto, 2001:174)Akibat dari pola kalimat tersebut adalah pertama, aktor
atau pelaku hilang dari pemberitaan. Pembaca hanya
memperhatikan korban daripada pelaku. Kedua, bentuk kalimat
pasif membuat pembaca tidak kritis. Orang hanya akan berpikir
29
tentang korban sehingga pelaku dapat bersembunyi karena tidak
mendapat perhatian.
f. Apa nilai relasional yang terkandung dalam fitur gramatikal?
1) Apa mode yang digunakan: deklaratif, grammatical question,
imperatif?
Ada tiga mode kalimat, yaitu deklaratif, yang memiliki
struktur kalimat S-V, misalnya:
- Ayah menanyakan itu kepada ibu. (Santosa, 2003:82)
Kalimat dengan mode deklaratif memiliki posisi subjek
penulis atau penutur sebagai giver dan penerima sebagai receiver.
Kalimat di atas Ayah adalah giver dan adik adalah receiver.
Kalimat imperative memiliki struktur V-O atau V-A.
- Buka pintu!- Pergi Kau!
Subjek yang berupa penulis atau penutur memiliki posisi
memerintahkan sesuatu ke penerima, sedangkan penerima
merupakan aktor yang tunduk pada perintah.
Pada mode grammatical question, penutur atau penulis
meminta informasi kepada yang ditanya, sedangkan posisi yang
ditanya sebagai pemberi informasi.
2) Adakah fitur modality relasional yang penting?
Fairclough mengatakan bahwa modality diekspresikan
melalui kata (tidak) boleh, (tidak) harus, (tidak) dapat, sebaiknya,
30
dan lain-lain (1989:127). Modality berhubungan dengan relasi
yang terbentuk antara satu partisipan dengan partisipan yang lain.
Dalam hal ini, kuasa dan relasi kekuasaan sangat berperan
penting.
- Sebagai kepala Negara, Presiden tidak boleh berlarut-larut membiarkan kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
- Jika kasus Bambang dihentikan, misalnya melalui mekanisme praperadilan, hal yang sama harus dilakukan terhadap Budi. (dalam majalah Tempo, 2015:25)
Ada dua modality yang ditemukan, yaitu tidak boleh dan
harus. Modality boleh menunjukkan bentuk perizinan, tetapi
karena kalimat yang menggunakan tidak boleh berarti
menunjukkan larangan. Kuasa dan relasi kekuasaan pada kalimat
pertama dimiliki oleh Presiden yang memiliki wewenang untuk
menghentikan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.
Kalimat kedua menggunakan modality “harus”, yang
menunjukkan kewajiban atau perintah yang harus dipatuhi. Kuasa
dalam kalimat di atas secara implisit dimiliki oleh pengadilan
yang menangani kasus Bambang dan Budi, yang memiliki
kekuasaan untuk menghentikan kasus mereka. Relasi kekuasaan
ditunjukkan melalui modality “harus” yang melibatkan dua
partisipan.
3) Apakah kata ganti kita dan kamu digunakan? Jika ya, bagaimana
penggunaannya?
31
Penggunaan pronomina dalam wacana menurut Fairclough
(1989:127) biasanya menggunakan pronominal kita dan kamu.
Menurutnya, pronomina kita dibagi menjadi dua, inklusif ‘kita’
dan ekslusif ‘kita’. Inklusif ‘kita’ memasukkan penulis dan
pembaca dalam satu posisi, sedangkan ekslusif ‘kita’ memasukkan
penulis dan yang lainnya tanpa menyertakan pembaca di
dalamnya.
g. Apa nilai ekspresif yang terkandung dalam fitur gramatikal teks?
1) Adakah fitur ekspresif modality yang penting?
Fairclough mengatakan sering terjadi tumpang tindih
antara nilai relasional dan ekspresif yang berkaitan dengan
modality. Inti dari nilai ekspresif dari modality adalah sudut
pandang dunia menjadi transparan, sehingga pengamat bisa
menarik makna dari setiap kalimat yang ditampilkan dalam teks.
Teks berita biasanya menyembunyikan proses yang morat-marit
dalam mengumpulkan berita, sehingga dalam proses produksi teks
yang ditampilkan hanyalah berdasarkan ideologi yang dibawa.
Misalnya, penulis secara transparan memberitakan korban
pemerkosaan dan tidak menampilkan pelaku pemerkosaan
tersebut. Hal ini, kemungkinan karena media hanya ingin
mengekspos posisi korban atau pelaku belum diketahui
identitasnya sehingga media lebih memilih menampilkan korban.
32
h. Bagaimana kalimat-kalimat sederhana saling terhubung satu sama
lain?
Fairclough memfokuskan pada kohesi yang terdapat pada
kalimat dalam teks. Menurut Hasan Alwi, dkk, kohesi merupakan
hubungan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh
unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat yang
membentuk wacana (2003:427).
1) Apa konektor logis (logical connectors) yang digunakan?
Fairclough meyakini bahwa konektor logis atau kata
penghubung dapat mengisyaratkan atau mengasumsikan
ideologi. Misalnya:
- Aku tidak pernah pacaran meskipun ibu mengatakan aku cantik. (Fairclough, 1989:131)
Kata hubung meskipun dapat diasumsikan bahwa
sesuatu diharapkan akan terjadi. Seperti pada kalimat di atas,
dapat diasumsikan bahwa sebenarnya gadis tersebut berharap
bisa berpacaran dengan seseorang.
2) Apakah kalimat-kalimat kompleks dicirikan oleh penanda
koordinatif atau sub-koordinatif?
Kalimat kompleks mengandung klausa utama dan
klausa penjelas yang dihubungkan dengan kata hubung.
Menurut Fairclough (1989:132), klausa utama mengandung
informasi yang penting dan yang ditonjolkan, sedangkan klausa
33
penjelas hanyalah sebagai pelengkap saja. Kata hubung yang
sering digunakan antara lain dan, walaupun, sebab, jika,
supaya, setelah, dan lain-lain.
3) Apa perangkat gramatikal yang digunakan untuk merujuk pada
komponen gramatikal di dalam dan di luar teks?
Ada bebarapa cara secara gramatikal yang digunakan
untuk mengurangi bentuk satu bagian kalimat daripada harus
mengulang semua bagian kalimat tersebut. Misalnya:
- Temanku membeli rumah baru di Jakarta. Dia sedang merayakan syukuran di sana.
Kata dia mengacu pada temanku. Kalimat mengacu
pada referen yang berupa person, karena tidak melibatkan
konteks situasi dalam interaksi sehingga hanya bisa disebut
pranggapan.
i. Apa konvensi interaksional yang digunakan?
Pertanyaan sembilan digunakan untuk menganalisis wacana
dialog bukan monolog sehingga teks opini tidak menggunakan
pertanyaan ini untuk dianalisis.
1) Adakah cara yang digunakan oleh partisipan tertentu dalam
mengontrol kontribusi partisipan lain?
j. Apa struktur dalam skala besar lainnya yang terkandung di dalam
teks?
34
Sebuah teks secara keseluruhan memiliki struktur yang disusun
berdasarkan elemen yang dapat diramalkan. Suatu teks dapat dilihat:
apa yang terjadi, apa penyebab kejadian tersebut, apa yang sudah
dilakukan untuk mengatasi kejadian itu, apa efek yang ditimbulkan
serta apa konsekuensi jangka panjang yang dtimbulkan. Misalnya:
Gambar 3
Contoh Struktur dalam Teks
Fireman tackle blaze
Night shift workers on a coating line at Nairn Coated products, St
Georges Quay, Lancaster had to be evacuated after fir broke out in an
oven on Wednesday evening.
Four fire engines attended the incident and fireman wearing
breathing apparatus tackled the flames which had started when a
break off in an oven caught fire under the infra red element.
The fire caused severe damaged to 20 metres of metal trunking
and the interior of a coating machine and the coating room was smoke
logged.
But the department was running again by Thursday morning.
(dalam Fairclough, 1989:138)
Dalam contoh berita di atas terdapat struktur yang dikenali.
Paragraf pertama memberikan efek langsung, diikuti oleh indikasi
terhadap peristiwa kebakaran tersebut. Paragraf kedua, menjelaskan
tentang apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi kebakaran dan
35
kejadian dijabarkan dengan lebih spesifik. Paragraf ketiga,
menjelaskan lebih detail tentang efek yang ditimbulkan dan
konsekuensinya.
Penelitian ini hanya memfokuskan pada tataran teks yang meliputi
kosakata dan tata bahasa. Pada tataran kosakata, penelitian ini hanya
memfokuskan pada pemilihan kosakata atau diksi dan metafora. Diksi
dibagi menjadi dua, yakni kata eksperiensial dan ekspresi. Rani (dalam
Fauzan, 2013) menyebutkan bahwa kata eksperiensial adalah kata-kata
yang memiliki nilai pengalaman dan pengetahuan dapat dilihat dari
penggunaan kata isi (kata yang acuannya dapat dilihat, diragakan, dan
ditunjukkan).
Rani juga menambahkan selain merepresentasikan pengetahuan dan
pengalaman, kata juga dapat memberikan penilaian pada suatu peristiwa,
barang atau hal. Kata yang digunakan untuk menyatakan nilai disebut kata
ekspresi. Pada umumnya kata ekspresi adalah kata sifat. Halliday dan
Christian Matthiessen menulis kata ini sebagai attitudinal ephitet yaitu
“expressing the speaker’s subjective attitude to the things or else: as a
marker of the quality: an opinion of the speaker about something” (dalam
Fauzan, 2015).
Tabel 4
Contoh Kata Ekperiensial dan Ekspresi
Kata Kalimat Jenis
36
Unjuk rasa Sekitar 500 warga korban lumpur Lapindo dari 10 desa di tiga kecamatan di Kabupaten Sidoarjo berunjuk rasa memperingati lima tahun semburan lumpur Lapindo.
eksperiensial
Sejarah kelam
Masalah ini tidak akan selesai, menjadi sejarah kelam Republik ini sampai masa yang akan datang.
ekspresi
(dalam Fauzan, 2015)
Cara lain yang digunakan untuk merepresentasikan realitas adalah
menggunakan metafora. Menurut Fairclough, pilihan pada metafora
merupakan kunci bagaimana realitas ditampilkan dan dibedakan dengan
lain (dalam Eriyanto, 2001:292). Metafora bukan hanya digunakan untuk
keindahan tulisan, melainkan juga bisa digunakan untuk menentukan
apakah realitas itu dimaknai dan dikategorikan sebagai positif dan negatif.
Eriyanto mencontohkan, pemberian metafora anak kandung rakyat
pada pihak militer mengandung penilaian positif. Metafora anak kandung
rakyat diabstraksikan kepada khalayak bahwa militer baik, mewarisi
semangat perjuangan, dan apapun yang dilakukan demi kepentingan
rakyat. Sebaliknya, dengan memberi metafora pembawa sengsara rakyat,
militer diabstraksikan sebagai sosok oportunis dan tindakannya merugikan
rakyat (Eriyanto:292).
Ullman menyebutkan bahwa dalam metafora ada dua hal yang
dibicarakan, yaitu sesuatu yang sedang dibicarakan (yang dibandingkan)
37
yang disebut tenor dan sesuatu yang digunakan sebagai bandingan yang
disebut wahana (2007:265).
Ullman membagi jenis metafora dalam empat kelompok, pertama,
metafora antropomorfis, yaitu metafora yang mengacu pada anggota badan
manusia, dari indera dan perasaan manusia. Contohnya, punggung bukit,
mulut sungai, jantung kota, dan lainnya. Kedua, metafora binatang, yaitu
metafora yang mengacu pada binatang. Contohnya, lidah buaya, telur mata
sapi, pondasi cakar ayam, dan sebagainya. Ketiga, dari konkret ke abstrak,
yaitu metafora yang berdasarkan pengalaman abstrak yang dijabarkan ke
dalam hal yang konkret. Misalnya, sorot mata, sinar wajah, otak cemerlang,
dan sebagainya. Keempat, metafora sinaestetik, yaitu metafora yang
didasarkan kepada transfer dari satu indera ke indera yang lain. Misalnya,
warna yang keras, bau yang manis, pandangan yang tajam, dan
sebagainya (2007:267-269). Misal:
Tabel 5
Contoh Penggunaan Metafora
Kalimat Tenor Wahana Makna Jenis
Fernando menanduk bola.
Menyundul bola dengan kepala
Menyeruduk dengan tanduk
Menyundul bola dengan kepala
Metafora binatang
(dalam Ullman, 2007:266)
38
Pada tingkatan tata bahasa analisis wacana kritis Fairclough dalam
penelitian ini hanya memfokuskan pada aspek ketransitifitasan. Pada aspek
ketransitifitasan Fairclough memanfaatkan Linguistik Fungsional Sistemik
Halliday (Fairclough, 1995:177-178). Santosa menjelaskan bahwa
ketransitifitasan merupakan gramatika pada aspek struktur klausa yang
merepresentasikan makna ideasional. Ada tiga konstituen dalam aspek
struktur ini, yaitu process (proses), participant (partisipan), dan
circumstance (sirkumtan). Proses adalah inti pengalaman atau kejadian.
Jenis proses akan menentukan partisipan-partisipan yang terlibat
didalamnya. Sementara itu, sirkumtan adalah lingkungan fisik maupun
nonfisik yang menyertai proses (2003:78).
Santosa (2003:78-86) menyebutkan bahwa di dalam tataran simbol,
proses direalisasikan ke dalam kelompok verba, partisipan
direpresentasikan dengan kelompok nomina, sedangkan sirkumstan
diekspresikan melalui kelompok adverbial. Terdapat enam macam tipe
proses:
1. Proses Material
Proses materi ini terdiri dari dua macam yaitu doing (melakukan
sesuatu) dan happening (kejadian). Proses materi doing biasanya
mempunyai konstituen yang terdiri atas aktor-proses-goal. Proses
happening mempunyai konstituen yang terdiri atas aktor - proses.
Sementara itu, partisipan di dalam proses materi ini adalah aktor, gol,
range, benefiseri: resipien dan klien. Aktor adalah partisipan yang
39
melakukan proses, gol adalah partisipan yang dipengaruhi oleh proses,
range lebih merupakan skop atau perluasan proses itu sendiri, dan
benefiseri adalah partisipan yang menerima gol sebagai barang atau
servis. Contoh proses material sebagai berikut:
Tabel 6
Proses Materi: Happening
My fatherTono
went to workberlari
Aktor Proses: material
Tabel 7
Proses Materi Doing
They gave a book to me -Ayah membuat Mainan - untuk adikaktor proses gol resipien klien
Tabel 8
Proses Materi dengan Range
They Play Tennis
Tono Menyayikan sebuah lagu
aktor Proses Range
Tabel 9
40
Proses Materi di dalam Klausa Pasif
The house was built for her by himSurat itu dikirim - oleh diagol proses Klien Aktor
(Santosa, 2003:79-80)
2. Proses Mental
Proses mental adalah proses berpikir, mengindera, dan merasa.
Partisipan proses ini hanya ada dua, yaitu yang berpikir atau yang
mengindera atau yang merasa disebut senser, sedangkan yang dipikir,
diindera, dan dirasa disebut fenomenon. Fenomena dapat berupa
fenomena mikro (apabila berupa sesuatu: baik abstrak maupun konkret,
umumnya berupa kata benda), makro (apabila sesuatu tersebut sedang
melakukan aktifitas atau dikenai aktifitas, umumnya berupa frasa
benda) dan meta (apabila berupa ide, umumnya berupa klausa)
Beberapa contoh proses mental adalah:
Tabel 10
Proses Mental
Para murid Melihat sepeda yang dicuriTono Sudah memahami bahwa hal itu tidak
benaraktor Proses Fenomenon
(Santosa, 2003:81)
3. Proses Verbal
41
Proses verbal adalah proses berkata murni, tidak ada unsure
perilakunya. Dalam bahasa Indonesia sering direalisasikan dengan
berkata atau bertanya. Partisipan proses ini ialah sesuatu yang
mengatakan disebut sayer, sesuatu yang dikatakan disebut verbiage,
dan yang menerima verbiage disebut receiver. Misalnya:
Tabel 11
Proses Verbal
Ayah Menanyakan Itu kepada ibuBocah kui
Kanda ngono kuwi marang aku
sayer proses verbal Verbiage receiver
(Santosa, 2003:82)
4. Proses Perilaku
Proses perilaku ini mempunyai dua jenis, yaitu proses perilaku
verbal dan perilaku mental. Proses perilaku verbal adalah proses
perilaku yang menggunakan verbal di dalam melakukan tindakan,
misalnya menyarankan, mengklaim, mendiskusikan, menjelaskan,
mengolok-olok, mendamprat, dan sebagainya. proses ini mempunyai
partisipan sebagai berikut: behaver adalah partisipan yang melakukan
proses verbal, verbiage adalah sesuatu yang dikatakan, serta receiver
adalah yang menerima. Misalnya:
Table 12
Proses Perilaku Verbal
42
BapakMasane
menyarakanngundhat-ngundat
seperti ituBantuan pemerintah sing sethithik
kepadaku
bevaher Proses Verbiage receiver
(Santosa, 2003:82)
Sementara itu, proses perilaku mental lebih merupakan gabungan
antara proses mental dan materi. Secara fisik proses ini dapat
diketahui, tetapi tidak hanya sekedar fisik, termasuk ada proses mental
di balik proses fisiknya, misalnya: menyelidiki, mempelajari,
mengecek, meneliti, mengabdi, dan lain sebagainya. partisipan proses
ini adalah behaver, si pelaku sekaligus pemikir/pengindera/yang
merasa proses ini, dan fenomenon adalah sesuatu yang dikenai proses
ini. Misalnya:
Tabel 13
Contoh Proses Perilaku Mental
Mereka sudah meneliti daerahnyaBapak lagi ngecek knalpote sing rusakbehaver Proses fenomenon
(Santosa, 2003:82)
5. Proses Relasional
Proses relasional adalah proses menghubungkan antara
partisipan yang satu dengan partisipan yang lain. Hubungan ini
biasanya bersifat memberikan atribut atau memberikan nilai terhadap
43
partisipan yang pertama. Oleh karena itu, proses ini mempunyai dua
jenis, yaitu proses relasional atributif dan proses relasional identifikasi.
Proses relasional atributif adalah proses yang menghubungkan antara
partisipan yang satu dengan partisipan yang lain dengan cara
memberikan atribut. Partisipan proses ini adalah carrier (pembawa),
yaitu partisipan yang diberi atribut.
Proses atributif identifikasi adalah proses menghubungkan
antara partisipan yang satu dengan partisipan yang lain dengan cara
memberikan niai pada partisiapan tersebut. Partisipan proses ini
meliputi Token, adalah sesuatu yang diberi nilai, dan Value adalah nilai
sesuatu tersebut.
Tabel 14
Proses Relasional Atributif
Rumah itu Sangat mewahPak Partono Seorang perwiracarrier Proses:atribut
atau
Ayah Menjadi MarahPak Patono Adalah Seorang perwira
Carrier Proses Atribut
(Santosa, 2003:84)
Tabel 15
Proses Relasional Identifikasi
Kasus itu Menunjukan Kerapuhannya
44
Kasus kuwi Ngandherake Yen dheweke asorToken Proses Value
(Santosa, 2003:84)
6. Proses Eksistensial
Proses eksistensial adalah proses yang menunjukkan adanya
sesuatu. Di dalam bahasa Indonesia ditunjukkan dengan struktur klausa
yang dimulai dengan “Ada…” atau “Terdapat…” atau kata kerja
‘muncul’. Partisipan proses ini hanya mempunyai satu partisipan, yaitu
eksisten, sesuatu yang dimunculkan. Misalnya:
Tabel 16
Proses Eksistensial
Ada masalah penting di instansi kita
Terdapat ratusan mobil di lapangan itu
proses Eksisten sirkumstan
Tabel 17
Proses Eksistensial dengan Verba
Penyerangan itu Muncul di daerah selatan
eksisten Proses sirkumstan
2. Ideologi
45
Ideologi merupakan konsep yang sangat sentral dalam AWK.
Raymond William (dalam Eriyanto, 2001:88) memberikan beberapa
definisi ideologi, salah satunya adalah seperangkat kategori yang dibuat
dan kesadaran palsu suatu kelompok yang berkuasa atau dominan
menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan.
Ideologi disebarkan melalui instrument, misalnya bahasa. Keberadaan
ideologi dalam suatu teks sangat implisit. Oleh karena itu, media massa
hadir sebagai salah satu alat untuk menyebarkan ideologi dari institusi
atau kelompok tertentu. Sudarmanto menjelaskan bahwa ideologi ada
yang bersifat statues quo, yakni ideologi yang hadir di masyarakat yang
cenderung mendukung atau mempertahankan tertib sosial yang ada
sedangkan ideologi statues ad quem (anti-statues quo), yakni ideologi
yang mengarah pada kondisi yang ingin dicapai dengan mengundang
perubahan yang radikal dan revolusioner (1989:28).
Fairclogh menyebutkan bahwa ideologi yang terkandung dalam
suatu wacana dapat dilihat dari koherensi wacana tersebut. Koherensi
merupakan kunci dalam menginterpretasikan suatu teks sehingga teks
tersebut memiliki makna (1995:74). Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008:712) koherensi adalah hubungan logis antara kalimat
dalam satu paragraf. Eriyanto menambahkan bahwa kehorensi pada titik
tertentu dapat menunjukkan ideologi pemakai bahasa. Misalnya, ada dua
fakta yang terjadi, yaitu seorang wanita diperkosa dan wanita tersebut
adalah seorang janda. Kedua fakta tersebut bisa ditampilkan secara
46
terpisah atau saling berhubungan. Jika kedua fakta tersebut digabungkan
akan terbentuk asumsi pada khalayak bahwa statusnya yang janda
merupakan salah satu penyebab wanita tersebut diperkosa. Akan tetapi,
jika kedua fakta ditampilkan secara terpisah, maka khalayak akan
berasumsi bahwa tidak ada hubungan antara status janda dan peristiwa
pemerkosaan (2001:294).
Koherensi yang ditampilkan pada suatu teks memberikan akibat
kepada khalayak bahwa anatara satu fakta dipandang saling berhubungan
dengan fakta yang lain. Koherensi mempunyai beberapa bentuk. Pertama,
elaborasi, yaitu anak kalimat yang satu menjadi penjelas anak kalimat
yang lain. Kalimat yang kedua memperjelas anak kalimat pertama.
Umumnya bentuk ini dihubungkan dengan kata penghubung “yang”,
“lalu”, dan “selanjutnya”. Kedua, perpanjangan, yaitu kalimat yang satu
menjadi perpanjangan kalimat yang lain. Perpanjangan ini berupa
tambahan (biasanya menggunakan kata hubung “dan”) atau berupa
kontras antara anak kalimat yang satu dengan yang lain (biasanya
menggunakan kata hubung “tetapi”, “meskipun”, “akan tetapi”). Ketiga,
mempertinggi, yaitu anak kalimat yang satu posisinya lebih tinggi dari
anak kalimat yang lain. Biasanya menggunakan kata hubung “karena”
atau “diakibatkan”. Misal:
Tabel 18
Contoh Koherensi dalam Anak Kalimat
47
Tak ada Seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi
Penjelas Seorang wanita, yang dikenal sebagai janda, diperkosa oleh oknum polisi.
Perpanjangan kontras Meskipun janda, seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi.
Penyebab Karena janda, seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi.
(dalam Eriyanto, 2001:295)
Dari kalimat di atas, terlihat bagaimana pemaknaan berbeda-beda
antara satu kalimat dengan kalimat lain. Pemaknaan yang timbul dari
empat kalimat di atas pasti berbeda. Seperti kalimat pertama ketika
diketahui wanita korban perkosaan itu adalah janda, bisa jadi akan muncul
pandangan bahwa hal tersebut tidak berhubungan, Kalimat kedua, bisa
menjadi identifikasi yang diperlukan oleh khalayak. kalimat ketiga, bisa
dianggap sebagai kontras, yakni wanita tersebut janda tetapi masih juga
diperkosa. Kalimat keempat, bisa dipandang sebagai penyebab, karena
wanita tersebut adalah janda sehingga timbul keberanian dari oknum
polisi tersebut untuk memperkosanya.
C. Kerangka Pikir
Wacana Politik Kasus KPK vs Polri dalam Rubrik Opini Majalah Tempo
Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough
Analisis Tahap Deskripsi Teks
48
Penelitian Wacana Politik Kasus KPK vs Polri dalam Rubrik
Opini Majalah Tempo dianalisis menggunakan analisis wacana kritis model
Norman Fairclough. Pada AWK model Fairclough, analisis hanya
bertumpu pada aspek deskripsi teks, yakni yang berkaitan dengan aspek
linguistik. Pada tahap deskripsi teks, analisis penelitian memfokuskan pada
representasi kasus KPK vs Polri yang diketahui melalui penggunaan diksi,
metafora, dan ketransitifitasan dan ideologi majalah Tempo yang dapat
diungkap melalui koherensi. Pada tahap akhir penelitian dapat ditarik
kesimpulan mengenai representasi KPK vs Polri melalui diksi, metafora,
dan ketransitifitasannya serta mengungkap ideologi majalah Tempo.
Representasi kasus KPK vs Polri (diksi, metafora, dan
ketransitifitasan)Representasi Ideologi
(Koherensi)
Representasi kasus KPK vs Polri dan Ideologi Majalah
Tempo