bab ii kajian pustaka dan landasan teori · digunakan adalah analisis wacana kritis (awk) model van...

37
12 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI A. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Skripsi Joko Priyanto (2014) dari Univeritas Sebelas Maret Surakarta (UNS) yang berjudul Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough. Penelitian ini membandingkan kasus pelengseran Muchammad Mursi dalam dua situs berta di internet, yaitu Al-Ihram dan Al-Jazirah. Model analisis yang digunakan adalah AWK Norman Fairclough yang meliputi teks dan intertekstualitas. Penelitian ini menunjukkan representasi yang berbeda dari masing-masing situs berita internet. Dalam penelitian ini juga ditemukan adanya keberpihakan yang berbeda dari keduanya yang tercermin dari anak kalimat, kombinasi anak kalimat, rangkaian anak kalimat, analisis relasi dan identitas, serta intertekstualitas. Penelitian selanjutnya dilakukan Yusep Ahmadi F. (2014) yang berjudul Ideologi Iklan Politik Partai Gerindra Dalam Wacana Pemilu Legislatif 2014: Analisis Wacana Kritis. Makalah ini disampaikan dalam Seminar Tahunan Linguistik UPI (SETALI) pada bulan Agustus 2014. Penelitian ini menelisik hubungan bahasa dengan ideologi yang terdapat pada iklan politik partai Gerindra dalam wacana pemilu legislatif 2014. Metode

Upload: others

Post on 02-Feb-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Studi Terdahulu

Penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan masalah yang

diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Skripsi Joko Priyanto (2014) dari Univeritas Sebelas Maret Surakarta

(UNS) yang berjudul Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden Muchammad

Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis Norman

Fairclough. Penelitian ini membandingkan kasus pelengseran Muchammad

Mursi dalam dua situs berta di internet, yaitu Al-Ihram dan Al-Jazirah. Model

analisis yang digunakan adalah AWK Norman Fairclough yang meliputi teks

dan intertekstualitas. Penelitian ini menunjukkan representasi yang berbeda

dari masing-masing situs berita internet. Dalam penelitian ini juga ditemukan

adanya keberpihakan yang berbeda dari keduanya yang tercermin dari anak

kalimat, kombinasi anak kalimat, rangkaian anak kalimat, analisis relasi dan

identitas, serta intertekstualitas.

Penelitian selanjutnya dilakukan Yusep Ahmadi F. (2014) yang

berjudul Ideologi Iklan Politik Partai Gerindra Dalam Wacana Pemilu

Legislatif 2014: Analisis Wacana Kritis. Makalah ini disampaikan dalam

Seminar Tahunan Linguistik UPI (SETALI) pada bulan Agustus 2014.

Penelitian ini menelisik hubungan bahasa dengan ideologi yang terdapat pada

iklan politik partai Gerindra dalam wacana pemilu legislatif 2014. Metode

13

penelitian dalam tulisan ini adalah kualitatif-deskriptif dengan pendekatan

kerangka analisis wacana kritis (AWK) model Norman Fairclough terutama

pada level analisis teks dan analisis sosiobudaya. Hasil analisis menunjukkan

bahwa konstruksi bahasa pada iklan politik partai Gerindra mengandung

ideologi anti-status quo yaitu ideologi perubahan dan ideologi kritik terhadap

tatanan sosial bangsa Indonesia dan pemerintahan Indonesia saat ini. Fitur-

fitur linguistik menunjukkan dan membentuk ideologi tersebut adalah

penggunaan adverbial, bentuk ketransitifan, nominalisasi, dan leksikalisasi.

Ideologi tersebut tidak terlepas dari konteks institusi-sosiobudaya yang

melatarbelakanginya, yaitu partai Gerindra sebaga partai oposisi dalam

pemerintahan saat ini.

Berikutnya adalah tulisan Mahardhika Zifana dan Mahmud Fasya

(2013) dalam Konferensi Linguistik Tahuna Atma Jaya (Kolita 11) berjudul

Representasi Presiden Partai Keadilan Sejahtera Dalam Pemberitaan Kasus

Suap Daging Sapi Impor di Harian Umum Tempo dan Republika. Makalah ini

menggunakan kajian analisis wacana kritis (AWK) model Van Dijk untuk

melihat bagaimana representasi presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS)

dalam pemberitaan dua harian umum terkemuka, yakni Tempo dan Republika,

yang sering mewakili dua kutub pemikiran masyarakat Islam dan sekuler.

Kerangka AWK dari Van Dijk digunakan untuk menelisik data yang diambil

dari kedua harian umum untuk mencapai fokus yang komprehensif terhadap

lapisan teks, kognisi sosial, dan konteks sosial pada teks pemberitaan.

Analisis pada lapisan teks menggunakan Linguistik Fungsional Sistemik dari

14

Halliday. Interpretasi data mengemukakan strategi yang digunakan kedua

harian umum dalam merepresentasikan figur Luthfi Hasan Ishaaq (LHI)

sebagai presiden PKS. Simpulan akhir interpretasi menunjukkan bagaimana

pemberitaan masing-masing media merepresentasikan presiden PKS di dalam

kasus korupsi daging sapi impor.

Penelitian selanjutnya adalah Wacana Pemberitaan Persenjataan

Tentara Nasional Indonesia pada Majalah Tempo yang dilakukan oleh Dessy

Priscilla dalam Prosiding Seminar Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan

Indonesia (SETALI UPI) yang dilaksanakan pada tahun 2013. Penelitian ini

mengkaji sikap dan pandangan majalah Tempo dalam memberitakan

persenjataan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terkait dugaan makelar senjata

yang masih marak berkeliaran dengan bebas di Indonesia. Pisau analisis yang

digunakan adalah analisis wacana kritis (AWK) model Van Dijk yang ditinjau

dari stuktur makro teks, superstruktur teks, struktur mikro, dan representasi

ideologi dalam majalah Tempo. Rumusan masalah dalam penelitian ini (1)

bagaimana struktur makro teks pemberitaan seputar persenjataan TNI pada

media massa majalah Tempo, (2) bagaimana superstruktur teks pemberitaan

seputar persenjataan TNI pada media massa majalah Tempo, (3) bagaimana

struktur mikro teks pemberitaan seputar persenjataan TNI pada media massa

majalah Tempo, dan (4) bagaimana representasi ideologi pemberitaan seputar

persenjataan TNI pada media massa majalah Tempo. Dari kajian ini terungkap

bagaimana cara pandang dan terbentuknya ideologi suatu media massa dalam

memberitakan suatu peristiwa terjadi. Dari analisis tiga bagian, yaitu struktur

15

makro, superstruktur, dan struktur mikro akhirnya terungkap ideologi yang

terkandung dalam teks pemberitaan di majalah Tempo.

Penelitian serupa dilakukan Apriyanti Rahayu Fauziah dengan judul

Wacana Pemberitaan Kasus Pemerasan Anggota DPR terhadap BUMN pada

Surat Kabar Pikiran Rakyat yang dipublikasikan dalam Prosiding Seminar

Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (SETALI UPI) tahun

2013. Payung analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis

wacana kritis (AWK) model Van Dijk. Apriyanti membuat empat rumusan

masalah terkait penelitian ini, yaitu (1) bagaimana struktur makro pada

wacana pemberitaan kasus pemerasan anggota DPR terhadap BUMN pada

surat kabar Pikiran Rakyat, (2) bagaimana superstruktur pada wacana

pemberitaan kasus pemerasan anggota DPR terhadap BUMN pada surat kabar

Pikiran Rakyat, (3) bagaimana struktur mikro pada wacana pemberitaan kasus

pemerasan anggota DPR terhadap BUMN pada surat kabar Pikiran Rakyat,

(4) bagaimana ideologi yang terkandung pada wacana pemberitaan kasus

pemerasan anggota DPR terhadap BUMN pada surat kabar Pikiran Rakyat.

Untuk menganalisis bahasa pada teks pemberitaan kasus pemerasan anggota

DPR terhadap BUMN menggunakan teknik baca, teknik identifikasi untuk

memilah-milah teks pemberitaan kasus pemerasan anggota DPR terhadap

BUMN, dan teknik catat dilakukan unutk mengetahui karakteristik ideologi

yang tersembunyi dalam bahasa pada sebuah berita atau peristiwa. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa surat kabar Pikiran Rakyat dalam

menyuarakan sikap dan pandangannya pada suatu peristiwa yang

16

berhubungan dengan masalah politik cenderung lebih memihak pada

kepentingan rakyat sebagai golongan yang selalu dirugikan oleh perilaku elite

(aparat pemerintah) yang sering menyalahgunakan kekuasaannya.

Pemberitaan ini ditulis dengan menggunakan bahasa tegas, lugas, tegas, serta

tidak menggunakan eufemisme. Ideologi yang terkandung dalam teks

pemberitaan kasus pemerasan anggota DPR terhadap BUMN bersifat anti

pemerintahan dan pro rakyat.

Penelitian yang berjudul Telaah Teks pada Wacana Politik Kasus

KPK vs Polri dalam Rubrik Opini Majalah Tempo: Analisis Wacana Kritis

Norman Fairclough ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Sumber data

yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah teks berita baik dari media

massa cetak maupun media massa online, sedangkan penelitian ini

menggunakan sumber data berupa teks opini dalam media massa cetak.

Penelitian yang berjudul Representasi Presiden Partai Keadilan

Sejahtera Dalam Pemberitaan Kasus Suap Daging Sapi Impor di Harian

Umum Tempo dan Republika, Wacana Pemberitaan Persenjataan Tentara

Nasional Indonesia pada Majalah Tempo, dan Wacana Pemberitaan Kasus

Pemerasan Anggota DPR terhadap BUMN pada Surat Kabar Pikiran Rakyat

menggunakan teori AWK Van Dijk, sedangkan penelitian ini menggunakan

teori AWK Norman Fairclough.

Penelitian yang berjudul Telaah Teks Berita Pelengseran Presiden

Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah: Analisis Wacana Kritis

Norman Fairclough, Ideologi Iklan Politik Partai Gerindra Dalam Wacana

17

Pemilu Legislatif 2014: Analisis Wacana Kritis, dan penelitian ini

menggunakan teori dari Norman Fairclough sebagai pisau bedahnya, akan

tetapi ada perbedaannya. Analisis pada penelitian Telaah Teks Berita

Pelengseran Presiden Muchammad Mursi dalam Al-Ihram dan Al-Jazirah:

Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough meliputi teks dan

intertekstualitasnya, sedangkan penelitian ini hanya fokus pada tataran teks

saja. Penelitian Ideologi Iklan Politik Partai Gerindra Dalam Wacana Pemilu

Legislatif 2014: Analisis Wacana Kritis menggunakan teori AWK Fairclough

hanya untuk mengungkap ideologi dari media massa yang bersangkutan,

sedangkan penelitian ini menampilkan representasi partisipan dan ideologi

media massa yang bersangkutan.

B. Landasan Teori

1. AWK Model Norman Fairclough

Menurut Eriyanto, analisis wacana Fairclough berangkat dari

pertanyaan bagaimana menghubungkan teks yang mikro dengan

masyarakat yang makro (2001:286). Titik perhatian Fairclough terhadap

wacana adalah bahasa. Fairclough berpendapat bahwa bahasa merupakan

praktik sosial (Fairclough, 1989:22). Fairclough menjelaskan bahwa hal

ini mengandung implikasi bahwa bahasa adalah bentuk tindakan

(1995:63-64). Seseorang menggunakan bahasa sebagai bentuk

representasi terhadap kenyataan atau realitas. Bahasa yang digunakan

seseorang dapat menggambarkan suatu kenyataan yang sedang terjadi.

18

Pendekatan analisis wacana kritis model Fairclough

menitikberatkan pada tiga dimensi, yaitu teks, praktik wacana, dan praktik

sosial budaya (1995:97). Ketiga dimensi tersebut dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 1

Dimension of Discourse

(Fairclough, 1995:98)

Eriyanto (2001:286-288) menguraikan ketiga dimensi wacana

tersebut sebagai berikut: Pertama, text merupakan dimensi berdasarkan

fitur linguistik yang meliputi kosakata, tata kalimat, semantik, dan lain-

lain. Kedua, praktik wacana (discourse practice) merupakan dimensi yang

berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Sebuah teks

berita diproduksi dengan proses yang berbeda sedangkan praktik sosial

budaya adalah dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks.

Ketiga, sociocultural practice adalah dimensi yang berhubungan dengan

konteks di luar teks.

Sociocultural practice(situastional;institutional;societal)

Description (text analysis)Process of production

Process of interpretationDiscourse practice

textInterpretation (processing analysis)

Explanation (social analysis)

19

Penelitian ini memfokuskan pada satu dimensi saja, yaitu dimensi

teks. Teks yang diteliti adalah teks opini dari sebuah wacana politik kasus

KPK vs Polri. Melalui bahasa dapat diketahui representasi suatu realitas

(partisipan, peristiwa, dan tindakan) ditampilkan dalam sebuah teks opini.

Yusep Ahmadi (2014) berpendapat bahwa representasi adalah

keterwakilan realitas dalam sebuah wacana atau teks yang diproduksi oleh

kelompok maupun individu tertentu. Oleh karena itu, representasi menjadi

kunci pada AWK untuk mengetahui siapa yang direpresentasikan sebagai

penyebab terjadinya suatu peristiwa, siapa yang direpresentasikan sebagai

pelaku atau agen tindakan tertentu dan ditujukan pada siapa tindakan

tersebut. Representasi yang ditampilkan dalam teks mengandung ideologi

yang menjadi alasan atau latar belakang mengapa realitas itu ditampilkan

dengan cara tertentu.

Fairclough menyatakan bahwa metode analisis yang digunakan

pada dimensi teks adalah deskripsi teks (1995:97). Deskripsi merupakan

tahapan awal AWK yang mengeksplorasi perangkat tekstual teks.

Fairclough mengajukan klaim bahwa fitur formal sebuah teks memiliki

nilai eksperiensial, relasional, ekspresif atau konektif, atau merupakan

kombinasi ketiganya (1989:112). Fairclough menjelaskan bahwa,

experiential value is a trace of and a cue to the way in which the text producer’s experience of the natural or social world is represented. Experiential value is to do with content and knowledge and beliefs. A formal feature with relational value is trace of and a cue to the social relationalships which are enacted via the text in the discourse. Relational value is to do with relation and social relationships. Finally, expressive

20

value is trace of and a cue to the producer’s evaluation of the bit of the reality it relates to. expressive value is to do with subject and social identities,… (Fairclough, 1989:112).

Sehubungan dengan pendapat Fairclough tentang ketiga nilai tersebut,

Eriyanto menyatakan bahwa nilai eksperiensial merujuk pada bagaimana

peristiwa, tindakan, partisipan ditampilkan dalam teks. Nilai relasional

merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan di antara wartawan dan

pembaca, seperti, apakah teks disampaikan secara informal atau formal,

terbuka atau tertutup. Dalam nilai relasional yang ingin dilihat adalah

bagaimana hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita

direpresentasikan dalam teks. Terakhir, nilai ekspresif merujuk pada

konstruksi tertentu dari identitas wartawan, partisipan, dan partisipan

direpresentasikan dalam teks (2001:289).

Fairclough mengajukan sepuluh pertanyaan yang digunakan

sebagai acuan dalam melakukan analisis terhadap teks. Sepuluh

pertanyaan tersebut akan tercakup dalam tiga fitur linguistik yang akan

dikaji tetapi tidak semua poin dalam pertanyaan tersebut terdapat dalam

sebuah teks. Tiga fitur linguistik yang akan dikaji menurut Fairclough

(1989:110-137) adalah sebagai berikut:

a. Apa nilai-nilai eksperiensial yang terkandung di dalam kosakata?

Fairclough mengatakan bahwa secara ideologi suatu teks dapat

merepresentasikan realitas yang ditandakan dalam kosakata

(1989:113).

1) Apa skema klasifikasi yang bisa dikenali?

21

Just 23 steps to success- How to claim your heritage, radiant health- How to increase your vocabulary- How to boost your power concentration- How to develop your memory- How to cultivate your emotions- How to develop an attractive voice and clear

speech- How to learn the importance of tact- How to make yourself valuable to your employer- How to formulate ideals – the essentials of

progress- How to achieve the goal of maturity- How to build a successful marriage- How to communicate effectively- How to enjoy the treasures of literature- How to solve your problems- How to be happy- How to widen your mental horizons- How to develop thought – power- How to keep busy for creating peace of mind- How to go to extra mile- How to be better parent- How to achieve serenity- How to enrich your life

Untuk menentukan kosakata yang menjadi skema

klasifikasi suatu teks, sangat bergantung dari tipe atau jenis

wacana yang digambarkan. Misalnya:

Gambar 2

Iklan Twenty Three Steps to Success and Achievement

(Fairclough, 1989:114)

Dari wacana di atas, skema klasifikasi yang terlihat adalah

skema terkait dengan kejiwaan atau aspek pengembangan seorang

individu. Hal ini terlihat dari kosakata yang digunakan seperti:

(powers of) concentration, memory, (positive) emotions, mental

horizon, thought (power), imagination. Skema yang lain adalah

22

penilaian dari bahasa seseorang. Secara implisit ditemukan pada

kolokasi increase your vocabulary, clear speech, communicate

effectively.

2) Apakah ada kata-kata yang memuat ideologi tertentu?

Beberapa kosakata memuat ideologi tertentu. Misalnya

sosialisme. Fairclough berpendapat kata sosialisme yang

muncul di dalam teks bisa jadi merupakan “semantic error”

karena di satu sisi, sosialisme memiliki makna literal, akan

tetapi suatu kosakata memiliki banyak makna. Makna yang

muncul secara tersembunyi merupakan bagian dari nilai

ideologi yang menggunakan payung semantik (1989:114).

3) Apakah ada pengulangan kata (rewording) atau penggunaan

kosakata yang melebih-lebihkan (over-wording)?

Menurut Fairclough overwording menunjukkan

ketertarikan pada satau aspek realitas (1989:115). Pada contoh

just 23 steps to success, ditemukan penggunaan kosakata yang

hampir sama maknanya, yaitu increase, boost, develop,

cultivate, build, widen, dan enrich.

4) Secara ideologis, relasi makna seperti apa yang paling sering

muncul? sinonim, hiponim, atau antonim?

Dalam suatu teks sering ditemukan relasi makna yang

berupa sinonim, hiponim ataupun antonim. Fairclough

berpendapat bahwa relasi makna seperti sinonim sering lekat

23

sebagai keterangan suatu ideologi. Ideologi bisa jadi lekat

dalam suatu jenis wacana atau ideologi membangkitkan

kreativitas dalam suatu teks. Sinonim yang ditemukan dalam

teks tidak hanya sinonim dalam bentuk kesamaan makna, tetapi

sering ditemui kosakata yang memiliki kedekatan makna

(1989:115).

b. Apa aspek relasional yang terkandung di dalam kata-kata yang

digunakan?

Aspek ini melihat bagaimana hubungan antara wartawan,

khalayak, dan partisipan berita direpresentasikan dalam teks.

Misalnya, penggunaan kosakata coons, merupakan representasi orang

yang membenci suku bangsa lain. Selain itu, istilah coons diasumsikan

sebagai ideologi rasis karena merupakan dianggap suatu penindasan

bagi pembicara dan partisipan lain.

1) Apakah terdapat ekspresi eufemisme (euphemistic

expressions)?

Salah satu strategi yang digunakan oleh penulis teks

untuk menghindari nilai negatif dari pembaca adalah

penggunaan eufemisme. Eufimisme, menurut Edi Subroto

(2011:154) adalah praktik berbahasa atau praktik

membahasakan yang menghindari sifat kasar, jorok, tabu, tidak

santun menjadi pembahasan yang bersifat menyenangkan,

24

santun, halus, dan sebangsanya. Misalnya: pelacur diganti

wanita tunasusila, pekerja seks komersial (PSK), dan lain-lain.

2) Secara eksplisit, apakah digunakan kata-kata yang bersifat

formal atau informal?

Fairclough (1989:117) menyebutkan salah satu properti

yang harus dimiliki kosakata dalam nilai relasional adalah

formalitas. Formalitas adalah situasi yang menuntut keformalan

dalam relasi sosial, yang dibuktikan dengan penggunaan

kosakata yang bersifat formal.

c. Nilai-nilai ekspresif apakah yang terkandung di dalam kata-kata pada

teks?

Nilai ekspresif dalam kosakata menjadi topik utama dalam

bahasa ajakan atau persuasif. Suatu teks akan mendapat penilaian

positif atau negatif dari partisipan. Nilai ekspresif bisa mengacu pada

perbedaan ideologi pada skema klasifikasi.

d. Apa jenis metafora yang paling banyak digunakan?

Fairclough (1989:119) berpendapat bahwa metafora adalah

gambaran makna satu aspek dari pengalaman dalam istilah yang lain

dan tidak dibatasi oleh makna pada jenis wacana, metafora cenderung

menjadi stereotip dari wacana puisi dan kesastraan. Sementara itu,

Ullman (dalam Subroto, 2011:120) menjelaskan bahwa metafora

adalah suatu perbandingan antara dua hal yang bersifat menyatu

(luluh) atau perbandingan yang bersifat langsung atau karena

25

kemiripan atau kesamaan yang bersifat konkret atau bersifat intuitif

atau peseptual sehingga tidak dinyatakan dengan kata seperti, bak,

bagaikan, laksana.

e. Apa nilai eksperiensial yang terkandung dalam fitur gramatikal teks?

Fairclough mengatakan aspek eksperiensial gramatikal dilihat

dari bentuk gramatikal yang menggambarkan peristiwa yang dialami

oleh orang, hewan, atau benda yang berhubungan dengan keterangan

dan bagaimana peristiwa terjadi. Oleh karena itu, aspek gramatikal

sangat menekankan perhatian pada proses dan partisipan yang

ditampilkan dalam kalimat (1989:120).

1) Apa tipe proses dan partisipan yang paling dominan?

Untuk merepresentasikan suatu kejadian atau peristiwa

menggunakan pilihan bentuk gramatikal yang berbeda sehingga

sering digunakan bentuk gramatikal tipe proses dan partisipan.

Misalnya:

Tabel 1

Contoh Proses Tindakan

Reagan Attacks LibyaSouth Africa have burnt down a black township

26

Police

Contras have killed many peasantsS V O

Tabel 2

Contoh Proses Peristiwa

Reagan Was fishing

A black township Has burnt down

Many peasants Have diedS V

Tabel 3

Contoh Proses Relasional

Reagan Is dangerousMany

peasantsAre dead

Libya Has oilS V C

(Fairclough, 1989:121)

Fairclough membagi kalimat menjadi tiga tipe yang

merepresentasikan tiga tipe utama dari proses, yakni, tindakan

(SVO), peristiwa (SV), dan relasional (attributions) (SVC). Tipe

proses tindakan mengharuskan adanya dua partisipan, yaitu agen

dan pasien (1989:122). Pada tabel 1, 2, dan 3 di atas Reagan,

27

South African Police, dan Contras adalah agen, sedangkan Libya,

a black township, dan many peasants adalah pasien.

2) Apakah subjek pelaku jelas?

Struktur kalimat di atas memiliki posisi subjek atau agen

yang jelas, akan tetapi dalam teks tidak semua agen ditampilkan.

Dalam bahasa Indonesia, penghilangan agen dilakukan dengan

menggunakan strategi pemasifan. Dalam bentuk kalimat aktif,

subjek atau pelaku bisa disembunyikan atau dihilangkan,

sedangkan posisi korban atau pasien ditonjolkan. Misalnya:

- Kemiskinan penduduk perkotaan sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan. (dalam Eriyanto, 2001:294)

Menurut Eriyanto, kalimat di atas hanya ditampilkan objek

berupa penduduk rakyat miskin, sedangkan subjek atau pelaku

yang menyebabkan rakyat miskin tidak ditampilkan. Representasi

kalimat seperti ini memberikan kesan bahwa yang ditonjolkan

adalah posisi korban dan bukan pelaku.

3) Apakah proses (aktivitas) sebagaimana tampaknya?

Sebuah kalimat akan merepresentasikan suatu tindakan

atau peristiwa dan biasanya struktur kalimat tersebut terdapat agen

atau pelaku yang melakukan suatu tindakan atau mengalami suatu

peristiwa. Hal ini tampak dari proses aktifitas yang dilakukan dan

agen yang melakukan.

4) Apakah digunakan banyak nominalisasi?

28

Menurut Fairclough nominalization is a process converted

into a noun or a multi-word compound noun (1989:124). Artinya,

nominalisasi adalah proses mengubah ke dalam nomina atau kata

majemuk nomina. Nominalisasi dalam kalimat berefek pada

hilangnya subjek atau pelaku peristiwa sehingga lebih

mengarahkan peristiwa pada objek atau korban. Misalnya:

- Pemerkosaan menimpa anak gadis yang baru berusia 12 tahun. (dalam Eriyanto, 2001:155)

Eriyanto (2001:156) menambahkan dengan bentuk kalimat

seperti itu, pembaca akan diarahkan pada dua hal. Pertama, pada

tindakan yakni pemerkosaan. Kata benda menyebabkan seolah

tindakan itu menjadi lebih besar dan menjadi suatu fenomena.

Kedua, ditujukan kepada objek tindakan, dalam kalimat di atas

adalah gadis berusia 12 tahun.

5) Apakah kalimatnya mayoritas aktif, pasif, positif atau negatif?

Suatu teks akan ditemukan beberapa bentuk kalimat, aktif,

pasif, positif, atau negatif. Salah satu bentuk kalmat yang sering

ditemui adalah bentuk pasif. Misalnya:

- Seorang mahasiswa tewas tertembak saat demonstrasi. (dalam Eriyanto, 2001:174)Akibat dari pola kalimat tersebut adalah pertama, aktor

atau pelaku hilang dari pemberitaan. Pembaca hanya

memperhatikan korban daripada pelaku. Kedua, bentuk kalimat

pasif membuat pembaca tidak kritis. Orang hanya akan berpikir

29

tentang korban sehingga pelaku dapat bersembunyi karena tidak

mendapat perhatian.

f. Apa nilai relasional yang terkandung dalam fitur gramatikal?

1) Apa mode yang digunakan: deklaratif, grammatical question,

imperatif?

Ada tiga mode kalimat, yaitu deklaratif, yang memiliki

struktur kalimat S-V, misalnya:

- Ayah menanyakan itu kepada ibu. (Santosa, 2003:82)

Kalimat dengan mode deklaratif memiliki posisi subjek

penulis atau penutur sebagai giver dan penerima sebagai receiver.

Kalimat di atas Ayah adalah giver dan adik adalah receiver.

Kalimat imperative memiliki struktur V-O atau V-A.

- Buka pintu!- Pergi Kau!

Subjek yang berupa penulis atau penutur memiliki posisi

memerintahkan sesuatu ke penerima, sedangkan penerima

merupakan aktor yang tunduk pada perintah.

Pada mode grammatical question, penutur atau penulis

meminta informasi kepada yang ditanya, sedangkan posisi yang

ditanya sebagai pemberi informasi.

2) Adakah fitur modality relasional yang penting?

Fairclough mengatakan bahwa modality diekspresikan

melalui kata (tidak) boleh, (tidak) harus, (tidak) dapat, sebaiknya,

30

dan lain-lain (1989:127). Modality berhubungan dengan relasi

yang terbentuk antara satu partisipan dengan partisipan yang lain.

Dalam hal ini, kuasa dan relasi kekuasaan sangat berperan

penting.

- Sebagai kepala Negara, Presiden tidak boleh berlarut-larut membiarkan kriminalisasi terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

- Jika kasus Bambang dihentikan, misalnya melalui mekanisme praperadilan, hal yang sama harus dilakukan terhadap Budi. (dalam majalah Tempo, 2015:25)

Ada dua modality yang ditemukan, yaitu tidak boleh dan

harus. Modality boleh menunjukkan bentuk perizinan, tetapi

karena kalimat yang menggunakan tidak boleh berarti

menunjukkan larangan. Kuasa dan relasi kekuasaan pada kalimat

pertama dimiliki oleh Presiden yang memiliki wewenang untuk

menghentikan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK.

Kalimat kedua menggunakan modality “harus”, yang

menunjukkan kewajiban atau perintah yang harus dipatuhi. Kuasa

dalam kalimat di atas secara implisit dimiliki oleh pengadilan

yang menangani kasus Bambang dan Budi, yang memiliki

kekuasaan untuk menghentikan kasus mereka. Relasi kekuasaan

ditunjukkan melalui modality “harus” yang melibatkan dua

partisipan.

3) Apakah kata ganti kita dan kamu digunakan? Jika ya, bagaimana

penggunaannya?

31

Penggunaan pronomina dalam wacana menurut Fairclough

(1989:127) biasanya menggunakan pronominal kita dan kamu.

Menurutnya, pronomina kita dibagi menjadi dua, inklusif ‘kita’

dan ekslusif ‘kita’. Inklusif ‘kita’ memasukkan penulis dan

pembaca dalam satu posisi, sedangkan ekslusif ‘kita’ memasukkan

penulis dan yang lainnya tanpa menyertakan pembaca di

dalamnya.

g. Apa nilai ekspresif yang terkandung dalam fitur gramatikal teks?

1) Adakah fitur ekspresif modality yang penting?

Fairclough mengatakan sering terjadi tumpang tindih

antara nilai relasional dan ekspresif yang berkaitan dengan

modality. Inti dari nilai ekspresif dari modality adalah sudut

pandang dunia menjadi transparan, sehingga pengamat bisa

menarik makna dari setiap kalimat yang ditampilkan dalam teks.

Teks berita biasanya menyembunyikan proses yang morat-marit

dalam mengumpulkan berita, sehingga dalam proses produksi teks

yang ditampilkan hanyalah berdasarkan ideologi yang dibawa.

Misalnya, penulis secara transparan memberitakan korban

pemerkosaan dan tidak menampilkan pelaku pemerkosaan

tersebut. Hal ini, kemungkinan karena media hanya ingin

mengekspos posisi korban atau pelaku belum diketahui

identitasnya sehingga media lebih memilih menampilkan korban.

32

h. Bagaimana kalimat-kalimat sederhana saling terhubung satu sama

lain?

Fairclough memfokuskan pada kohesi yang terdapat pada

kalimat dalam teks. Menurut Hasan Alwi, dkk, kohesi merupakan

hubungan antarproposisi yang dinyatakan secara eksplisit oleh

unsur-unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat yang

membentuk wacana (2003:427).

1) Apa konektor logis (logical connectors) yang digunakan?

Fairclough meyakini bahwa konektor logis atau kata

penghubung dapat mengisyaratkan atau mengasumsikan

ideologi. Misalnya:

- Aku tidak pernah pacaran meskipun ibu mengatakan aku cantik. (Fairclough, 1989:131)

Kata hubung meskipun dapat diasumsikan bahwa

sesuatu diharapkan akan terjadi. Seperti pada kalimat di atas,

dapat diasumsikan bahwa sebenarnya gadis tersebut berharap

bisa berpacaran dengan seseorang.

2) Apakah kalimat-kalimat kompleks dicirikan oleh penanda

koordinatif atau sub-koordinatif?

Kalimat kompleks mengandung klausa utama dan

klausa penjelas yang dihubungkan dengan kata hubung.

Menurut Fairclough (1989:132), klausa utama mengandung

informasi yang penting dan yang ditonjolkan, sedangkan klausa

33

penjelas hanyalah sebagai pelengkap saja. Kata hubung yang

sering digunakan antara lain dan, walaupun, sebab, jika,

supaya, setelah, dan lain-lain.

3) Apa perangkat gramatikal yang digunakan untuk merujuk pada

komponen gramatikal di dalam dan di luar teks?

Ada bebarapa cara secara gramatikal yang digunakan

untuk mengurangi bentuk satu bagian kalimat daripada harus

mengulang semua bagian kalimat tersebut. Misalnya:

- Temanku membeli rumah baru di Jakarta. Dia sedang merayakan syukuran di sana.

Kata dia mengacu pada temanku. Kalimat mengacu

pada referen yang berupa person, karena tidak melibatkan

konteks situasi dalam interaksi sehingga hanya bisa disebut

pranggapan.

i. Apa konvensi interaksional yang digunakan?

Pertanyaan sembilan digunakan untuk menganalisis wacana

dialog bukan monolog sehingga teks opini tidak menggunakan

pertanyaan ini untuk dianalisis.

1) Adakah cara yang digunakan oleh partisipan tertentu dalam

mengontrol kontribusi partisipan lain?

j. Apa struktur dalam skala besar lainnya yang terkandung di dalam

teks?

34

Sebuah teks secara keseluruhan memiliki struktur yang disusun

berdasarkan elemen yang dapat diramalkan. Suatu teks dapat dilihat:

apa yang terjadi, apa penyebab kejadian tersebut, apa yang sudah

dilakukan untuk mengatasi kejadian itu, apa efek yang ditimbulkan

serta apa konsekuensi jangka panjang yang dtimbulkan. Misalnya:

Gambar 3

Contoh Struktur dalam Teks

Fireman tackle blaze

Night shift workers on a coating line at Nairn Coated products, St

Georges Quay, Lancaster had to be evacuated after fir broke out in an

oven on Wednesday evening.

Four fire engines attended the incident and fireman wearing

breathing apparatus tackled the flames which had started when a

break off in an oven caught fire under the infra red element.

The fire caused severe damaged to 20 metres of metal trunking

and the interior of a coating machine and the coating room was smoke

logged.

But the department was running again by Thursday morning.

(dalam Fairclough, 1989:138)

Dalam contoh berita di atas terdapat struktur yang dikenali.

Paragraf pertama memberikan efek langsung, diikuti oleh indikasi

terhadap peristiwa kebakaran tersebut. Paragraf kedua, menjelaskan

tentang apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi kebakaran dan

35

kejadian dijabarkan dengan lebih spesifik. Paragraf ketiga,

menjelaskan lebih detail tentang efek yang ditimbulkan dan

konsekuensinya.

Penelitian ini hanya memfokuskan pada tataran teks yang meliputi

kosakata dan tata bahasa. Pada tataran kosakata, penelitian ini hanya

memfokuskan pada pemilihan kosakata atau diksi dan metafora. Diksi

dibagi menjadi dua, yakni kata eksperiensial dan ekspresi. Rani (dalam

Fauzan, 2013) menyebutkan bahwa kata eksperiensial adalah kata-kata

yang memiliki nilai pengalaman dan pengetahuan dapat dilihat dari

penggunaan kata isi (kata yang acuannya dapat dilihat, diragakan, dan

ditunjukkan).

Rani juga menambahkan selain merepresentasikan pengetahuan dan

pengalaman, kata juga dapat memberikan penilaian pada suatu peristiwa,

barang atau hal. Kata yang digunakan untuk menyatakan nilai disebut kata

ekspresi. Pada umumnya kata ekspresi adalah kata sifat. Halliday dan

Christian Matthiessen menulis kata ini sebagai attitudinal ephitet yaitu

“expressing the speaker’s subjective attitude to the things or else: as a

marker of the quality: an opinion of the speaker about something” (dalam

Fauzan, 2015).

Tabel 4

Contoh Kata Ekperiensial dan Ekspresi

Kata Kalimat Jenis

36

Unjuk rasa Sekitar 500 warga korban lumpur Lapindo dari 10 desa di tiga kecamatan di Kabupaten Sidoarjo berunjuk rasa memperingati lima tahun semburan lumpur Lapindo.

eksperiensial

Sejarah kelam

Masalah ini tidak akan selesai, menjadi sejarah kelam Republik ini sampai masa yang akan datang.

ekspresi

(dalam Fauzan, 2015)

Cara lain yang digunakan untuk merepresentasikan realitas adalah

menggunakan metafora. Menurut Fairclough, pilihan pada metafora

merupakan kunci bagaimana realitas ditampilkan dan dibedakan dengan

lain (dalam Eriyanto, 2001:292). Metafora bukan hanya digunakan untuk

keindahan tulisan, melainkan juga bisa digunakan untuk menentukan

apakah realitas itu dimaknai dan dikategorikan sebagai positif dan negatif.

Eriyanto mencontohkan, pemberian metafora anak kandung rakyat

pada pihak militer mengandung penilaian positif. Metafora anak kandung

rakyat diabstraksikan kepada khalayak bahwa militer baik, mewarisi

semangat perjuangan, dan apapun yang dilakukan demi kepentingan

rakyat. Sebaliknya, dengan memberi metafora pembawa sengsara rakyat,

militer diabstraksikan sebagai sosok oportunis dan tindakannya merugikan

rakyat (Eriyanto:292).

Ullman menyebutkan bahwa dalam metafora ada dua hal yang

dibicarakan, yaitu sesuatu yang sedang dibicarakan (yang dibandingkan)

37

yang disebut tenor dan sesuatu yang digunakan sebagai bandingan yang

disebut wahana (2007:265).

Ullman membagi jenis metafora dalam empat kelompok, pertama,

metafora antropomorfis, yaitu metafora yang mengacu pada anggota badan

manusia, dari indera dan perasaan manusia. Contohnya, punggung bukit,

mulut sungai, jantung kota, dan lainnya. Kedua, metafora binatang, yaitu

metafora yang mengacu pada binatang. Contohnya, lidah buaya, telur mata

sapi, pondasi cakar ayam, dan sebagainya. Ketiga, dari konkret ke abstrak,

yaitu metafora yang berdasarkan pengalaman abstrak yang dijabarkan ke

dalam hal yang konkret. Misalnya, sorot mata, sinar wajah, otak cemerlang,

dan sebagainya. Keempat, metafora sinaestetik, yaitu metafora yang

didasarkan kepada transfer dari satu indera ke indera yang lain. Misalnya,

warna yang keras, bau yang manis, pandangan yang tajam, dan

sebagainya (2007:267-269). Misal:

Tabel 5

Contoh Penggunaan Metafora

Kalimat Tenor Wahana Makna Jenis

Fernando menanduk bola.

Menyundul bola dengan kepala

Menyeruduk dengan tanduk

Menyundul bola dengan kepala

Metafora binatang

(dalam Ullman, 2007:266)

38

Pada tingkatan tata bahasa analisis wacana kritis Fairclough dalam

penelitian ini hanya memfokuskan pada aspek ketransitifitasan. Pada aspek

ketransitifitasan Fairclough memanfaatkan Linguistik Fungsional Sistemik

Halliday (Fairclough, 1995:177-178). Santosa menjelaskan bahwa

ketransitifitasan merupakan gramatika pada aspek struktur klausa yang

merepresentasikan makna ideasional. Ada tiga konstituen dalam aspek

struktur ini, yaitu process (proses), participant (partisipan), dan

circumstance (sirkumtan). Proses adalah inti pengalaman atau kejadian.

Jenis proses akan menentukan partisipan-partisipan yang terlibat

didalamnya. Sementara itu, sirkumtan adalah lingkungan fisik maupun

nonfisik yang menyertai proses (2003:78).

Santosa (2003:78-86) menyebutkan bahwa di dalam tataran simbol,

proses direalisasikan ke dalam kelompok verba, partisipan

direpresentasikan dengan kelompok nomina, sedangkan sirkumstan

diekspresikan melalui kelompok adverbial. Terdapat enam macam tipe

proses:

1. Proses Material

Proses materi ini terdiri dari dua macam yaitu doing (melakukan

sesuatu) dan happening (kejadian). Proses materi doing biasanya

mempunyai konstituen yang terdiri atas aktor-proses-goal. Proses

happening mempunyai konstituen yang terdiri atas aktor - proses.

Sementara itu, partisipan di dalam proses materi ini adalah aktor, gol,

range, benefiseri: resipien dan klien. Aktor adalah partisipan yang

39

melakukan proses, gol adalah partisipan yang dipengaruhi oleh proses,

range lebih merupakan skop atau perluasan proses itu sendiri, dan

benefiseri adalah partisipan yang menerima gol sebagai barang atau

servis. Contoh proses material sebagai berikut:

Tabel 6

Proses Materi: Happening

My fatherTono

went to workberlari

Aktor Proses: material

Tabel 7

Proses Materi Doing

They gave a book to me -Ayah membuat Mainan - untuk adikaktor proses gol resipien klien

Tabel 8

Proses Materi dengan Range

They Play Tennis

Tono Menyayikan sebuah lagu

aktor Proses Range

Tabel 9

40

Proses Materi di dalam Klausa Pasif

The house was built for her by himSurat itu dikirim - oleh diagol proses Klien Aktor

(Santosa, 2003:79-80)

2. Proses Mental

Proses mental adalah proses berpikir, mengindera, dan merasa.

Partisipan proses ini hanya ada dua, yaitu yang berpikir atau yang

mengindera atau yang merasa disebut senser, sedangkan yang dipikir,

diindera, dan dirasa disebut fenomenon. Fenomena dapat berupa

fenomena mikro (apabila berupa sesuatu: baik abstrak maupun konkret,

umumnya berupa kata benda), makro (apabila sesuatu tersebut sedang

melakukan aktifitas atau dikenai aktifitas, umumnya berupa frasa

benda) dan meta (apabila berupa ide, umumnya berupa klausa)

Beberapa contoh proses mental adalah:

Tabel 10

Proses Mental

Para murid Melihat sepeda yang dicuriTono Sudah memahami bahwa hal itu tidak

benaraktor Proses Fenomenon

(Santosa, 2003:81)

3. Proses Verbal

41

Proses verbal adalah proses berkata murni, tidak ada unsure

perilakunya. Dalam bahasa Indonesia sering direalisasikan dengan

berkata atau bertanya. Partisipan proses ini ialah sesuatu yang

mengatakan disebut sayer, sesuatu yang dikatakan disebut verbiage,

dan yang menerima verbiage disebut receiver. Misalnya:

Tabel 11

Proses Verbal

Ayah Menanyakan Itu kepada ibuBocah kui

Kanda ngono kuwi marang aku

sayer proses verbal Verbiage receiver

(Santosa, 2003:82)

4. Proses Perilaku

Proses perilaku ini mempunyai dua jenis, yaitu proses perilaku

verbal dan perilaku mental. Proses perilaku verbal adalah proses

perilaku yang menggunakan verbal di dalam melakukan tindakan,

misalnya menyarankan, mengklaim, mendiskusikan, menjelaskan,

mengolok-olok, mendamprat, dan sebagainya. proses ini mempunyai

partisipan sebagai berikut: behaver adalah partisipan yang melakukan

proses verbal, verbiage adalah sesuatu yang dikatakan, serta receiver

adalah yang menerima. Misalnya:

Table 12

Proses Perilaku Verbal

42

BapakMasane

menyarakanngundhat-ngundat

seperti ituBantuan pemerintah sing sethithik

kepadaku

bevaher Proses Verbiage receiver

(Santosa, 2003:82)

Sementara itu, proses perilaku mental lebih merupakan gabungan

antara proses mental dan materi. Secara fisik proses ini dapat

diketahui, tetapi tidak hanya sekedar fisik, termasuk ada proses mental

di balik proses fisiknya, misalnya: menyelidiki, mempelajari,

mengecek, meneliti, mengabdi, dan lain sebagainya. partisipan proses

ini adalah behaver, si pelaku sekaligus pemikir/pengindera/yang

merasa proses ini, dan fenomenon adalah sesuatu yang dikenai proses

ini. Misalnya:

Tabel 13

Contoh Proses Perilaku Mental

Mereka sudah meneliti daerahnyaBapak lagi ngecek knalpote sing rusakbehaver Proses fenomenon

(Santosa, 2003:82)

5. Proses Relasional

Proses relasional adalah proses menghubungkan antara

partisipan yang satu dengan partisipan yang lain. Hubungan ini

biasanya bersifat memberikan atribut atau memberikan nilai terhadap

43

partisipan yang pertama. Oleh karena itu, proses ini mempunyai dua

jenis, yaitu proses relasional atributif dan proses relasional identifikasi.

Proses relasional atributif adalah proses yang menghubungkan antara

partisipan yang satu dengan partisipan yang lain dengan cara

memberikan atribut. Partisipan proses ini adalah carrier (pembawa),

yaitu partisipan yang diberi atribut.

Proses atributif identifikasi adalah proses menghubungkan

antara partisipan yang satu dengan partisipan yang lain dengan cara

memberikan niai pada partisiapan tersebut. Partisipan proses ini

meliputi Token, adalah sesuatu yang diberi nilai, dan Value adalah nilai

sesuatu tersebut.

Tabel 14

Proses Relasional Atributif

Rumah itu Sangat mewahPak Partono Seorang perwiracarrier Proses:atribut

atau

Ayah Menjadi MarahPak Patono Adalah Seorang perwira

Carrier Proses Atribut

(Santosa, 2003:84)

Tabel 15

Proses Relasional Identifikasi

Kasus itu Menunjukan Kerapuhannya

44

Kasus kuwi Ngandherake Yen dheweke asorToken Proses Value

(Santosa, 2003:84)

6. Proses Eksistensial

Proses eksistensial adalah proses yang menunjukkan adanya

sesuatu. Di dalam bahasa Indonesia ditunjukkan dengan struktur klausa

yang dimulai dengan “Ada…” atau “Terdapat…” atau kata kerja

‘muncul’. Partisipan proses ini hanya mempunyai satu partisipan, yaitu

eksisten, sesuatu yang dimunculkan. Misalnya:

Tabel 16

Proses Eksistensial

Ada masalah penting di instansi kita

Terdapat ratusan mobil di lapangan itu

proses Eksisten sirkumstan

Tabel 17

Proses Eksistensial dengan Verba

Penyerangan itu Muncul di daerah selatan

eksisten Proses sirkumstan

2. Ideologi

45

Ideologi merupakan konsep yang sangat sentral dalam AWK.

Raymond William (dalam Eriyanto, 2001:88) memberikan beberapa

definisi ideologi, salah satunya adalah seperangkat kategori yang dibuat

dan kesadaran palsu suatu kelompok yang berkuasa atau dominan

menggunakannya untuk mendominasi kelompok lain yang tidak dominan.

Ideologi disebarkan melalui instrument, misalnya bahasa. Keberadaan

ideologi dalam suatu teks sangat implisit. Oleh karena itu, media massa

hadir sebagai salah satu alat untuk menyebarkan ideologi dari institusi

atau kelompok tertentu. Sudarmanto menjelaskan bahwa ideologi ada

yang bersifat statues quo, yakni ideologi yang hadir di masyarakat yang

cenderung mendukung atau mempertahankan tertib sosial yang ada

sedangkan ideologi statues ad quem (anti-statues quo), yakni ideologi

yang mengarah pada kondisi yang ingin dicapai dengan mengundang

perubahan yang radikal dan revolusioner (1989:28).

Fairclogh menyebutkan bahwa ideologi yang terkandung dalam

suatu wacana dapat dilihat dari koherensi wacana tersebut. Koherensi

merupakan kunci dalam menginterpretasikan suatu teks sehingga teks

tersebut memiliki makna (1995:74). Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008:712) koherensi adalah hubungan logis antara kalimat

dalam satu paragraf. Eriyanto menambahkan bahwa kehorensi pada titik

tertentu dapat menunjukkan ideologi pemakai bahasa. Misalnya, ada dua

fakta yang terjadi, yaitu seorang wanita diperkosa dan wanita tersebut

adalah seorang janda. Kedua fakta tersebut bisa ditampilkan secara

46

terpisah atau saling berhubungan. Jika kedua fakta tersebut digabungkan

akan terbentuk asumsi pada khalayak bahwa statusnya yang janda

merupakan salah satu penyebab wanita tersebut diperkosa. Akan tetapi,

jika kedua fakta ditampilkan secara terpisah, maka khalayak akan

berasumsi bahwa tidak ada hubungan antara status janda dan peristiwa

pemerkosaan (2001:294).

Koherensi yang ditampilkan pada suatu teks memberikan akibat

kepada khalayak bahwa anatara satu fakta dipandang saling berhubungan

dengan fakta yang lain. Koherensi mempunyai beberapa bentuk. Pertama,

elaborasi, yaitu anak kalimat yang satu menjadi penjelas anak kalimat

yang lain. Kalimat yang kedua memperjelas anak kalimat pertama.

Umumnya bentuk ini dihubungkan dengan kata penghubung “yang”,

“lalu”, dan “selanjutnya”. Kedua, perpanjangan, yaitu kalimat yang satu

menjadi perpanjangan kalimat yang lain. Perpanjangan ini berupa

tambahan (biasanya menggunakan kata hubung “dan”) atau berupa

kontras antara anak kalimat yang satu dengan yang lain (biasanya

menggunakan kata hubung “tetapi”, “meskipun”, “akan tetapi”). Ketiga,

mempertinggi, yaitu anak kalimat yang satu posisinya lebih tinggi dari

anak kalimat yang lain. Biasanya menggunakan kata hubung “karena”

atau “diakibatkan”. Misal:

Tabel 18

Contoh Koherensi dalam Anak Kalimat

47

Tak ada Seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi

Penjelas Seorang wanita, yang dikenal sebagai janda, diperkosa oleh oknum polisi.

Perpanjangan kontras Meskipun janda, seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi.

Penyebab Karena janda, seorang wanita diperkosa oleh oknum polisi.

(dalam Eriyanto, 2001:295)

Dari kalimat di atas, terlihat bagaimana pemaknaan berbeda-beda

antara satu kalimat dengan kalimat lain. Pemaknaan yang timbul dari

empat kalimat di atas pasti berbeda. Seperti kalimat pertama ketika

diketahui wanita korban perkosaan itu adalah janda, bisa jadi akan muncul

pandangan bahwa hal tersebut tidak berhubungan, Kalimat kedua, bisa

menjadi identifikasi yang diperlukan oleh khalayak. kalimat ketiga, bisa

dianggap sebagai kontras, yakni wanita tersebut janda tetapi masih juga

diperkosa. Kalimat keempat, bisa dipandang sebagai penyebab, karena

wanita tersebut adalah janda sehingga timbul keberanian dari oknum

polisi tersebut untuk memperkosanya.

C. Kerangka Pikir

Wacana Politik Kasus KPK vs Polri dalam Rubrik Opini Majalah Tempo

Analisis Wacana Kritis Model Norman Fairclough

Analisis Tahap Deskripsi Teks

48

Penelitian Wacana Politik Kasus KPK vs Polri dalam Rubrik

Opini Majalah Tempo dianalisis menggunakan analisis wacana kritis model

Norman Fairclough. Pada AWK model Fairclough, analisis hanya

bertumpu pada aspek deskripsi teks, yakni yang berkaitan dengan aspek

linguistik. Pada tahap deskripsi teks, analisis penelitian memfokuskan pada

representasi kasus KPK vs Polri yang diketahui melalui penggunaan diksi,

metafora, dan ketransitifitasan dan ideologi majalah Tempo yang dapat

diungkap melalui koherensi. Pada tahap akhir penelitian dapat ditarik

kesimpulan mengenai representasi KPK vs Polri melalui diksi, metafora,

dan ketransitifitasannya serta mengungkap ideologi majalah Tempo.

Representasi kasus KPK vs Polri (diksi, metafora, dan

ketransitifitasan)Representasi Ideologi

(Koherensi)

Representasi kasus KPK vs Polri dan Ideologi Majalah

Tempo