bab ii kajian pustaka - eprints.itenas.ac.ideprints.itenas.ac.id/428/5/05 bab 2 222015230.pdf ·...
TRANSCRIPT
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Stabilisasi Tanah
Dalam pengertian luas yang dimaksud stabilisasi tanah adalah pencampuran tanah
dengan bahan tertentu, guna memperbaiki sifat-sifat teknis tanah atau stabilisasi tanah
juga dapat diartikan usaha untuk merubah atau memperbaiki sifat-sifat teknis tanah agar
memenuhi syarat teknis tertentu (Hardiatmo, 1992).
Apabila suatu tanah yang terdapat di lapangan bersifat sangat lepas atau mudah
tertekan, tidak dapat mempertahankan posisi awal dengan rentang yang sangat jauh,
memiliki tingkat koefisien permeabilitas yang tinggi, atau sifat lain yang tidak sesuai
untuk suatu proyek pembangunan, maka tanah tersebut perlu dilakukan stabilisasi agar
dapat memenuhi syarat-syarat teknis yang diperlukan.
Tujuan utama dari stabilisasi tanah yaitu untuk meningkatkan kemampuan daya
dukung tanah dalam menahan beban yang akan terjadi serta untuk meningkatkan
kestabilan tanah, seperti tahan terhadap momen guling, serta ketahanan terhadap geser.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka terdapat usaha-usaha yang dapat dilakukan
dengan cara yang paling sederhana hingga yang cukup kompleks pelaksanaannya seperti
berikut:
1. Stabilisasi dengan cara mekanis yaitu dengan metode gilasan atau tumbukan
menggunakan alat berat. Untuk metode gilasan dapat dilakukan dengan alat
Tamping Roller, Tree Wheel Roller, Tandem Roller dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk metode tumbukan menggunakan teknik heavy tamping.
2. Perbaikan gradasi pada tanah yang bermasalah dengan cara menambah
material untuk meningkatkan gradasi yang baik, seperti fraksi yang berbutir
kasar. Cara yang dilakukan adalah dengan mencampur tanah dengan fraksi
butir kasar yaitu pasir dan kerikil.
3. Stabilisasi kimiawi adalah suatu perbaikan tanah dengan cara menambahkan
bahan kimia tertentu sehingga akan terjadinya reaksi kimia pada tanah. Bahan
yang umumnya digunakan dalam metode ini yaitu, semen portland, kapur, fly
ash, dan bahan lainnya yang dapat meningkatkan daya dukung tanah.
6
4. Stabilisasi ini umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu, dengan mencampur
tanah dan bahan kimia kemudian diaduk lalu dipadatkan, atau dengan cara
memasukan bahan kimia kedalam tanah dikenal dengan istilah grouting
(injeksi kedalam tanah) sehingga bahan kimia bereaksi dengan tanah.
5. Pembongkaran atau penggantian (replacement) tanah yang kurang baik atau
sangat rentan terkena beban. Tanah yang seperti itu umumnya mengandung
bahan organik sehingga akan terjadi pembusukan di dalamnya. Perbaikan
tanah untuk metode ini dilakukan dengan cara mengganti tanah jelek tersebut
dengan tanah yang berkualitas baik, misalnya dengan tanah yang memiliki
nilai CBR yang sesuai dengan spesifikasi.
Menurut Bowles (1986) tujuan stabilisasi adalah:
a. Meningkatkan kerapatan tanah.
b. Menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi
dan/atau tahanan gesek yang timbul.
c. Menahan material untuk menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan
fisik dari material tanah.
d. Menurunkan muka air tanah.
e. Mengganti tanah yang memiliki daya dukung sangat rendah.
2.2. Teknologi Biogrouting
Grout adalah material konstruksi yang umumnya terdiri dari campuran air, semen
dan pasir. Material ini dapat digunakan untuk memperbaiki struktur tanah karena
pengendapan mineral ini dapat mengubah karakter geomorfologi tanah. Umumnya
grouting untuk tujuan rancang bangun atau rekayasa dilakukan secara kimia
menggunakan senyawa silika (waterglass). Silika mudah mengendap ketika dicampur
dengan larutan metal atau asam bikarboksilat. Proses ini membutuhkan tekanan injeksi
tinggi yang dapat membuat tanah tidak stabil dan memiliki permeabilitas rendah.
Beberapa tahun terakhir sedang dikembangkan teknologi grouting secara biologi yang
dikenal dengan teknologi biogrouting melalui mekanisme pengendapan kalsium
karbonat. Keuntungan utama dari biogrouting adalah pemberian substrat dapat
dipindahkan dalam bentuk inaktif ke daerah yang jauh dari titik injeksi. Teknologi
7
biogrouting merupakan teknologi yang mensimulasikan proses diagenesis yaitu
transformasi butiran pasir menjadi batuan pasir (calcarenite atau sandstone). Kristal
kalsium karbonat (CaCO3) yang terbentuk dari teknologi biogrouting akan menjadi
jembatan antara butiran pasir sehingga menyebabkan proses sementasi, dan mengubah
pasir menjadi batuan pasir. Secara alami, proses ini dapat terjadi tetapi memerlukan waktu
hingga jutaan tahun. Oleh karena itu digunakan bakteri untuk mempercepat proses
pembentukan kalsit dengan memanfaatkan proses presipitasi karbonat hasil aktivitas
metabolisme bakteri (DeJong et al., 2006; Lee, 3003).
Teknologi biogrouting telah dikembangkan di Australia dan di Belanda.
Perusahaan Australia seperti Calcit Technology Pty. Ltd. (Perth, Australia)
mengembangkan Calcit In-situ Precpitation System (CIPS) untuk merestorasi atau
memperkuat permukaan monumen-monumen batuan pasir dari kerusakan akibat
pengaruh lingkungan (Ismail et al., 2002). Sedangkan di Belanda, Perusahaan Smart Soil
dan Delft University juga aktif mengembangkan teknologi ini.
Teknologi ini sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam memperkuat
struktur tanah, yaitu salah satunya tanah lempung lunak. Teknologi biogrouting termasuk
dalam teknologi pendekatan lunak (soft engineering) pada kerusakan pantai karena
memperkuat struktur tanah. Mekanisme pembentukan semen/sementasi pada proses
biogrouting secara sederhana memanfaatkan proses presipitasi karbonat oleh bakteri.
Pada mekanisme ini bakteri menghidrolisa urea dengan dikatalis oleh enzim urease yang
dihasilkan oleh bakteri itu sendiri. Akibat dari Ca2+ terlarut disekitarnya, maka akan
dihasilkan kristal padat kalsit/kalsium karbonat (CaCO3) yang akan berhubungan erat
dengan reaksi kimia dibawah ini:
CO(NH2)2 + Ca2+ + 2H2O → 2NH4+ + CaCO3 ↓
2.3. Teknik Identifikasi Mikrostruktur Tanah
2.3.1. Scanning Electron Microscope (SEM)
Mikroskop pemindai elektron (Scanning Electron Microscope; SEM) adalah jenis
mikroskop elektron yang mencitrakan permukaan sampel oleh pemindaian dengan
pancaran tinggi elektron. Elektron yang berinteraksi dengan atom yang membentuk
sampel menghasilkan sinyal yang berisi informasi tentang sampel dari permukaan
topografi, komposisi dan sifat lainnya seperti daya konduksi listrik.
8
Berdasarkan karya Max Knoll dan Manfred von Ardenne pada tahun 1930-an,
SEM terdiri dari seberkas elektron yang memindai permukaan sampel yang akan
dianalisis dimana, sebagai tanggapan, kembali memancarkan partikel tertentu. Partikel
ini dianalisis oleh detektor yang berbeda yang memungkinkan untuk merekonstruksi
gambar tiga dimensi dari permukaan.
Saat ini, pemindaian mikroskop elektron digunakan di berbagai bidang mulai dari
biologi hingga teknik material, dan banyak produsen menawarkan serangkaian perangkat
dengan detektor elektron sekunder dan resolusi yang berkisar antara 0.4 nanometer
hingga 20 nanometer. Contoh dari pemindaian mikroskop elektron terdapat pada
Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Contoh Hasil Pembentukan Kalsit Dari Scanning Electron Microscope
(Lynda,2013)
Scanning Electron Microscope (SEM) menggunakan prinsip scanning,
maksudnya berkas elektron diarahkan dari titik ke titik pada objek. Gerakan berkas
elektron dari satu titik ke titik yang ada pada suatu daerah objek merupakan gerakan
membaca. Komponen utama SEM terdiri dari dua unit, electron column dan display
console.
2.3.2. Pengujian Mikrobiologi
Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak
mengadsorbsi atau pun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna
9
digunakan untuk mewarnai mikroorganisme karena zat warna mengadsorbsi dan
membiaskan cahaya sehingga kontras mikroorganisme dengan lingkungannya
ditingkatkan. Karakteristik dari bakteri Bacillus Subtilis tertera pada Tabel 2.1.
Tabel 2. 1 Karakteristik Bakteri Bacillus Subtilis
Karakter Bacillus Subtilis
Bentuk Batang (tebal maupun tipis), rantai maupun tunggal
Gram Positif
Sumber Tanah, air, udara dan materi tumbuhan yang
terdekomposisi
Berdasarkan Spora Bakteri penghasil endospora
Respirasi Aerob obligat
Pergerakan Motil dengan adanya flagella
Suhu Optimum
Pertumbuhan 25-35⁰C
pH Optimum Pertumbuhan 7-8
Katalase Positif
(Sumber: Graumann, 2007)
Karakterisasi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk
mengobservasi bakteri maupun kapang hasil isolasi (isolat). Kegiatan karakterisasi dapat
dilakukan berdasarkan sifat sitologi (bentuk sel, gerak atau motilitas, sifat Gram dan
endospora), sifat morfologi, dan sifat fisiologi. Uji sifat morfologi mencakup sifat-sifat
koloni, seperti ukuran, bentuk, warna dan tepian, sedangkan uji sifat fisiologi diantaranya
uji hidrolisis pati, hidrolisis lemak, hidrolisis protein dan uji katalase (Subandi, 2009).
1. Perwarnaan Gram
Pewarnaan gram dilakukan bertujuan sama dengan uji gram yaitu untuk
membedakan bakteri apakah gram positif atau gram negatif, bakteri dicampur
dengan tetesan air steril pada gelas objek, kemudian disebarkan ditengah gelas
obyek sehingga membentuk lapisan tipis dan difiksasi. Dengan kristal violet
olesan bakteri digenangi selama dua menit, lalu dicuci dengan air mengalir, dan
dikering anginkan. Diberi yodium selama dua menit, dicuci dengan air mengalir
dan dikeringanginkan. Selanjutnya diberi larutan pemucat yaitu alkohol 95%,
tetes demi tetes sampai zat warna ungu tidak terlihat lagi, lalu dicuci pada air
mengalir dan dikeringanginkan. Kemudian dogenangi lagi dengna safranin
selama 30 detik, lalu dicuci dan dibiarkan kering diudara. Warna merah pada
10
olesan bakteri menujukkan bakteri gram negatif dan jika warna ungu
menunjukkan bakteri gram positif (Michael, 2008).
Teknik pewarnaan gram haruslah sesuai prosedur karena dapat
mengakibatkan kesalahan identifikasi data apakah gram positif atau gram
negative sehingga diperlukan adanya praktikum ini dilakukan agar mengetahui
jalanya mekanisme pewarnaan gram. Pewarnaan Gram atau metode Gram adalah
salah satu teknik pewarnaan yang paling penting dan luas yang digunakan untuk
mengidentifikasi bakteri. Dalam proses ini, olesan bakteri yang sudah terfiksasi
dikenai larutan-larutan berikut : zat pewarna kristal violet, larutan yodium, larutan
alkohol (bahan pemucat), dan zat pewarna tandingannya berupa zat warna
safranin atau air fuchsin. Metode ini diberi nama berdasarkan penemunya,
ilmuwan Denmark Hans Christian Gram (1853–1938) yang mengembangkan
teknik ini pada tahun 1884 untuk membedakan antara pneumokokus dan bakteri
Klebsiella pneumonia. Dengan metode pewarnaan Gram, bakteri dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram positif (berwarna ungu/biru) dan
bakteri Gram negatif (berwarna merah). Hasil dari perwarnaan gram tertera pada
Gambar 2.2.
Gambar 2. 2 Hasil Pengujian Perwarnaan Gram
(Yuda,2018)
11
2. Perwarnaan Spora
Spora bakteri adalah bentuk bakteri yang sedang dalam usaha
mengamankan diri terhadap pengaruh buruk dari luar.spora bakteri mempunyai
fungsi yang sama sepertti kristal amoeba, sebab bakteri dalam bentuk spora dan
amoeba dalam bentuk Kristal merupakan suatu fase di mana kedua
mikroorganisme itu berubah bentuk untuk melindungi diri terhadap faktor luar
yang tidak menguntungnkan. Endospora hanya terdapat pada bakteri merupakan
tubuh dinding yang tebal yang sangat refraktif, dan sangat resisten. Dihasilkan
oleh semua spesies basillus, clostidum, dan sporosarcina. Bakteri yang mampu
membentuk endospora dapat tumbuh dan bereproduksi selama banyak generasi
sehingga sel vegetatif. Namun pada beberapa tahapan di dalam pertumbuhanya,
terjadi sintesis protoplasma baru dalam sitoplasma vegetatifnya yang di
maksudkan untuk menjadi spora (Pelczar, 2007).
Metode pewarnaan spora berfungsi untuk mempermudah pengamatan
agar peneliti atau pengamat mampu melihat spora, membedakan dengan sel
vegetative ataupun mengamati bentuknya. Endospora tidak mudah diwarnai
dengan zat pewarna pada umumnya. Hal tersebut yang menjadi dasar dari metode
pengecatan endospora dengan larutan hijau malasit. Metode Shaeffor, foton
endospora diwarnai pertama dengan larutan hijau malasit. Pengecatan tersebut
sifatnya kuat karena dapat berpenetrasi ke dalam endospora dengan perlakuan
larutan hijau malasit. Teknik tersebut akan menghasilkan warna hijau pada
endospora dan merah pada sel vegetative (James 2002). Hasil dari pengujian spora
terdapat pada Gambar 2.3.
Gambar 2. 3 Hasil Pengujian Spora
(Anggi, 2018)
12
Bentuk spora ada yang bulat, ada pula yang bulat panjang. Hal ini
tergantung oleh spesisesnya endospora ada yang lebih kecil ada pula yang lebih
besar dari pada diameter sel induk. Letak sel di dalam sel serta ukurannya dalam
pembentukanya tidaklah sama bagai semua spesies. Sebagai contoh beberapa
spora adalah sental yang dibentuk ditengah-tengah sel, yang kedua adalah
terminal yang dibentuk diujung, ketiga yaitu subterminal yang dibentuk di dekat
ujung. Pada umumnya sporulasi itu mudah terjadi jika keadaan medium
memburuk dan zat-zat yang timbul sebagai zat-zat pertukaran zat bertimbun-
timbun dan faktor-faktor luar lainya merugikan tetapi pada beberapa spesies
mampu membentuk spora meskipun tidak terganggu oleh faktor luar. Sporulasi
dapat di cegah, jika selalu diadakan pemindahan piaraan ke medium yang baru,
beberapa spesies bakteri dapat kehilangan kemampuanya untuk membentuk
spora-spora dapat tumbuh lagi menjadi bakteri apabila keadaan di luar
menguntungkan. Mula-mula air meresap ke dalam spora, kemudian spora
mengembang dan kulit spora menjadi retak karenanya keretakan ini dapat terjadi
pada salah satu ujung. Tetapi juga dapat terjadi di tengah-tengah spora. Hal ini
merupakan cirri khas bagi beberapa spesies bacillus, jika kulit spora pecah di
tengah-tengah maka masing-masing pecahan akan merupakan suatu tutup pada
kedua ujung bakteri (Pelczar, 2001).
3. Pengujian Biokimia
Uji biokimia bakteri merupakan suatu cara atau perlakuan yang dilakukan
untuk mengidentifikasi dan mendeterminasi suatu biakan murni bakteri hasil
isolasi melalui sifat-sifat fisiologinya. Proses biokimia erat kaitannya dengan
metabolisme sel, yakni selama reaksi kimiawi yang dilakukan oleh sel yang
menghasilkan energi maupun yang menggunakan energi untuk sintesis
komponen-komponen sel dan untuk kegiatan seluler, seperti pergerakan.
Pengujian biokimia untuk bakteri terdapat pada Gambar 2.4.
13
Gambar 2. 4 Hasil Pengujian Biokimia Terhadap Bakteri
(Harianto, 2018)
Suatu bakteri tidak dapat dideterminasi hanya berdasarkan sifat-sifat
morfologinya saja, sehingga perlu diteliti sifat-sifat biokimia dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhannya. Ciri fisiologi ataupun biokimia merupakan
kriteria yang amat penting di dalam identifikasi spesimen bakteri yang tidak
dikenal karena secara morfologis biakan ataupun sel bakteri yang berbeda dapat
tampak serupa, tanpa hasil pegamatan fisiologis yang memadai mengenai
kandungan organik yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidak mungkin
dilakukan. Karakterisasi dan klasifikasi sebagian mikroorganisme seperti bakteri
berdasarkan pada reaksi enzimatik maupun biokimia. Mikroorganisme dapat
tumbuh pada beberapa tipe media yang memproduksi tipe metabolit yang dapat
dideteksi dengan reaksi antara mikroorganisme dengan reagen test yang dapat
menghasilkan perubahan warna reagen. Contohnya pada pengujian glukosa jika
hasilnya positif maka akan terjadi perubahan warna emdia dari merah menjadi
kuning atau pemebntukan gas yang ditandai dengan adanya gelembung udara
pada tabung durham (Hadioetomo, 1993),. Sedangkan pada pengujian glukosa
jika hasilnya positif ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi kuning
pada media cari gula yang awalnya berwarna merah dan terbentuknya gelembung
udara pada tabung durham.
Berikut merupakan contoh hasil pengujian mikrobiologi pada beberapa
bakteri, yaitu bakteri Pseudomonas Flourescens dan Bacillus Subtilis seperti yang
tertera pada Tabel 2.2
14
Tabel 2. 2 Karakter Fenotipik Bakteri Endofit
No.
Jenis
Uji
Bakteri
Bacillus L Bacillus Subtilis Bacillus Cereus
1 Pewarnaan Gram J + +
2 Motilitas + + +
3 Grup Morfologi 1 1 1
4 Bentuk spora oval oval oval
5 Posisi spora tengah tengah tengah
6 Pembesaran badan batang - - -
7 Pertumbuhan pada 45°C + + +
8 Pertumbuhan pada 65°C - - -
9 Pertumbuhan pada pH 5,7 + + +
10 Pertumbuhan dalam 7% NaCl + + +
11 Penggunaan sitrat + + +
12 Pertumbuhan anaerob pada kaldu glukosa + - +
13 Karbohidrat dari:
glukosa + + +
arabinosa - + -
mannitol + + -
xylose + + -
14 VP tes + - +
15 Hidrolisis pati + + +
16 Reduksi Nitrat + - +
17 Indol - - -
18 Hidrolisis gelatin + + +
19 Hidrolisis kasein + + +
20 Urease - - lemah
(Sumber: Mayanti, 2010)
2.4. Karakteristik Tanah Lempung Lunak
Tanah lempung lunak merupakan tanah kohesif yang terdiri dari tanah yang
sebagian besar terdiri dari butir-butir yang sangat kecil seperti lempung dan lanau.
Lapisan tanah lunak mempunyai sifat gaya geser yang rendah, kemampatan yang tinggi,
koefisien permeabilitas yang rendah, dan mempunyai daya dukung yang rendah.
Tanah merupakan partikel padat, terdiri dari berbagai ukuran dari kecil hingga
besar, yang menurut standart US, berdasarkan besar butirannya dikelompokan menjadi :
1. Kerikil dengan ukuran diameter 4,750 mm – 50,00 mm
15
2. Pasir dengan ukuran diameter 0,075 mm – 4,75 mm
3. Lanau dengan ukuran diameter 0,002 mm – 0,075 mm
4. Lempung dengan ukuran diameter <0.002 mm
Pada umumnya tipe dan jenis tanah lunak ditentukan oleh sifat dan karakteristik
tanah, yang meliputi: perubahan volume, jumlah dan jenis kandungan mineral,
berat isi asli, perubahan kadar air, kepadatan tanah, kondisi pembebanan, struktur tanah
dan waktu (Soetjiono, 2008).
Das (1993) menyatakan nilai hasil pengujian di lapangan dan di laboratorium,
akan menunjukan bahwa tanah tersebut lunak apabila: Koefisien rembesan (k) sangat
rendah ≤0.0000001 cm/dt, Batas cair (LL) ≥ 50%, Angka pori (e) antara 2,5 – 3,2, Kadar
air dalam keadan jenuh antara 90% - 120%, dan Berat spesifik (Gs) berkisar antara 2,6 –
2,9.
Dalam Panduan Geoteknik penggunaan istilah “tanah lunak” berkaitan dengan
tanah-tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara berhati-hati dapat
menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang tidak dapat
ditolerir, tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang
tinggi.
Pengertian tanah lunak menurut Rachlan (1986) adalah tanah yang umumnya
terdiri dari tanah lempung termasuk material pondasi yang sangat jelek karena kadar
airnya yang tinggi, permeabilitas rendah dan sangat compressible dan tanah yang
secara visual dapat ditembus dengan ibu jari minimum sedalam ± 25 mm, atau
mempunyai kuat geser 40 kpa berdasakan uji geser baling lapangan. Sedangkan menurut
Pedoman Konstruksi dan Bangunan (2005) dan dua orang peneliti yaitu: Soetjiono (2008)
dan Pasaribu (2008) tanah lunak adalah tanah yang bersifat lemah, secara alamiah
terbentuk dari proses pengendapan sebagai lapisan aluvial, umumnya terdapat di dataran
aluvial, rawa dan danau; dan ditinjau secara mekanisme kejadian adalah tanah deposit
yang sangat kompresif dan kuat gesernya rendah, yang mana kuat geser undrained
lapangan kurang dari 40 kPa dan kompresibilitas tinggi.
Berbeda pula dengan Holtz dan Kovacs (1981), mereka mendefinisikan tanah
lunak adalah sebagai tanah yang mempunyai sebagian besar ukuran butirnya sangat halus
atau lolos ayakan No. 200. Sedangkan Bina Marga (2010) mendefenisikan tanah lunak
16
dari sisi kekuatan tanah yaitu sebagai setiap jenis tanah yang mempunyai CBR lapangan
kurang dari 2%.
Dalam rekayasa geoteknik, klasifikasi ketiga tipe tanah tersebut dibedakan
berdasarkan kadar organiknya seperti Tabel 2.3.
Tabel 2. 3 Tipe Tanah Berdasarkan Kadar Organik
Jenis Tanah Kadar Organik %
Lempung < 25
Lempung Organik 25 – 75
Gambut > 75
(Sumber: Herry, 2011)
Sedangkan menurut Soetjiono (2008), pada umumnya tipe dan jenis tanah lunak
ditentukan oleh sifat dan karakteristik tanah, yang meliputi perubahan volume, jumlah
dan jenis kandungan mineral, berat isi asli, perubahan kadar air, kepadatan tanah, kondisi
pembebanan, struktur tanah dan waktu.
Selain itu ada 7 karakteristik tanah lunak, yaitu:
1. Kuat geser rendah
2. Bila kadar air bertambah kuat gesernya berkurang.
3. Bila struktur tanah terganggu, kuat gesernya berkurang
4. Bila basah akan bersifat plastit dan mudah mampat
5. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah
6. Memiliki kompresibilitas yang besar
7. Berubah volumenya dengan bertambahnya waktu sebagai akibat gaya rangkak
(creep) pada beban yang konstan.
Menurut Terzaghi (1967) tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebagai “tanah
lunak” apabila mempunyai daya dukung lebih kecil dari 0,5 kg/cm2 dan nilai N-SPT < 4.
Deskripsi tanah lempung berdasarkan nilau N-SPT dan kuat tekan bebas tertera pada
Tabel 2.4.
17
Tabel 2. 4 Deskripsi Tanah Lempung Berdasarkan Nilai N-SPT dan Kuat Tekan Bebas
(Sumber: Terzaghi & Peck,1967)
2.5. Pengujian Laboratorium
Pada penelitian ini terdapat beberapa pengujian yang dilakukan guna untuk
mendapatkan data parameter tanah yang dibutuhkan. Pengujian yang dilakukan dibagi
menjadi dua secara garis besar yaitu pengujian untuk mengetahui sifat fisis tanah, dan
pengujian sifat mekanis tanah yang akan diuraikan di halaman selanjutnya.
2.5.1. Sifat Fisis Tanah
a. Kadar Air
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kadar air dari
sampel tanah yaitu perbandingan berat air yang terkandung dalam sampel
tanah dengan berat pada saat kondisi tanah kering. Dengan kata lain
pengujian ini untuk mengetahui besar kadar air yang ada pada tanah
tersebut.
𝑤 = 𝑤𝑤
𝑤𝑠 𝑥 100%
Dimana:
w = kadar air (%)
ww = berat air dalam tanah (gr)
ws = berat kerinng tanah (gr)
18
b. Analisis Pembagian Butir (Grain Size Analysis) dan Hidrometer
1. Pemeriksaan Analisis Pembagian Butir
Pada dasarnya partikel-partikel pembentuk struktur tanah
mempunyai ukuran dan bentuk yang beraneka ragam, baik pada
tanah kohesif maupun tanah nonkohesif. Sifat suatu tanah banyak
ditentukan oleh ukuran butir dan distribusinya. Sehingga didalam
mekanika tanah, analisis ukuran butir banyak dilakukan/dipakai
sebagai acuan untuk mengklasifikasikan tanah. Tujuan dari
pengujian ini adalah untuk mengetahui distribusi ukuran butir
tanah (gradasi).
Koefisien keseragaman (uniform coefficient)
𝐶𝑢 = 𝐷60
𝐷10
Dimana:
D60 = diameter butiran yang lolos 60%
D10 = diameter butiran yang lolos 10%
Koefisien konkavitas (concavity coefficient)
𝐶𝑐 = (𝐷30)2
(𝐷10 . 𝐷60)
Dimana:
D30 = diameter butiran yang lolos 30%
Adapun pedoman yang dipakai dalam percobaan ini adalah batas
ukuran butiran menurut ASTM D 422.
Untuk membedakan antara tanah berbutir kasar dan tanah berbutir
halus, maka digunakan saringan No. 200:
Tanah berbutir kasar adalah tanah dimana butiran yang tertahan
saringan No.200 dan kandungan fraksinya > 50 %.
19
Tanah berbutir kasar adalah tanah dimana butiran yang lolos
saringan No.200 dan kandungan fraksinya > 50 %. Grafik
klasifikasi tanah menggunakan metode ASTM D-422 terdapat
pada Gambar 2.5.
Selain menggunakan metode ASTM untuk mengklasifikasikan
tanah terdapat beberapa metode lainnya seperti USCS (Unified Soil
Classification System) dengan menggunakan Tabel 2.5 dan
Gambar 2.6
(Sumber: Das, 2009)
Gambar 2. 5 Contoh Grafik Klasifikasi Tanah Menggunakan metode ASTM D-422
Tabel 2. 5 Klasifikasi Tanah Menggunakan USCS
20
(Das, 2009)
Dan untuk klasifikasi AASTHO (Association Of State Highway
and Transporting Official) seperti yang dapat di lihat pada Tabel
2.6 .
(Sumber: Das, 2009)
Gambar 2. 6 Grafik Klasifikasi Tanah USCS
Tabel 2. 6 Klasifikasi Tanah dengan Metode AASHTO
21
2. Pemeriksaan Hidrometer (Koloidal)
Alat hidrometer yang digunakan makin lama makin turun ke
bawah jika lumpur makin mengendap, sehingga alat hydrometer
pada waktu tertentu menunjukkan angka nol dan hal ini berarti
bahwa lumpur sudah mengendap. Pengujian ini didasarkan pada
hubungan antara kecepatan jatuh dari suatu butiran di dalam suatu
larutan, diameter butiran, berat jenis butiran, berat jenis larutan dan
kepekaan larutan. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk
enentukan kadar lumpur dalam tanah, menentukan distribusi
butiran tanah, serta menentukan klasifikasi jenis tanah
membandingkan presentase butiran lanau dan lempung. Dari hasil
tersebut didapatkan data yang setelah diolah akan diperoleh grafik
distribusi butiran yang merupakan hubungan antara diameter dan
prosentase lolos.
Rcp = R + temperature correction + zero correction
Rcl = R + minescus correction
Dimana:
Rcp = hasil pembacaan alat ukut hydrometer yang sudah
dikoreksi
R = hasil pembacaan alat ukur hydrometer
Menghitung persentasi butiran halus
% 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑙𝑢𝑠 = 𝛼. 𝑅𝑐𝑝
𝑤𝑠 𝑥 100%
Dimana:
ws = berat kerinng tanah (gr)
α = koreksi untuk berat jenis dari butiran
α = 𝐺𝑠 . 1,65
(𝐺𝑠−1).𝐺𝑠
22
Mencari garis tengah butir-butir tanah:
𝐷 = 𝐾 𝑥 (𝐿
𝑡)
0,5
Dimana:
K = rasio kekentalan air yang ditentukan dengan
menggunakan grafik
L = panjang efektif yang ditentukan dengan menggunakan
grafik yang diberikan pada gambar sesuai dengan harga R yang
bersangkutan
t = waktu pembacaan
c. Batas-batas Atterberg
Batas cair dan batas plastis tidak secara langsung memberi angka-angka
yang dapat dipakai dalam perhitungan desain atau desain. Yang diperoleh
dari pengujian atterberg limit ini adalah gambaran secara garis besar akan
sifat-sifat tanah yang bersangkutan. Tanah yang batas cairnya tinggi
umumnya mempunyai sifat-sifat teknis yang buruk, yaitu kekuatannya
rendah, kompresibilitasnya tinggi dan sulit dalam pemadatannya. Untuk
macam-macam tanah tertentu atterberg limit dapat dihubungkan secara
empiris dengan sifat-sifat lainnya, misalnya dengan kekuatan geser atau
compression index dan sebagainya.
1. Batas Cair
Batas cair didefinisikan sebagai kadar air dimana contoh tanah yang telah
dimasukkan pada alat cassagrande, dibuat celah ditengahnya dengan
standard grooving tool lalu alat cassagrande diputar dengan kecepatan 2
ketukan per-detik dan tinggi jatuh 10 mm, sehingga pada ketukan ke-25
contoh tanah yang digores dengan grooving tool merapat sepanjang -,5
inch. Batas cair adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan
keadaan plastis (yaitu batas atas atau daerah plastis) atau menyatakan
kadar air minimum dimana tanah masih dapat mengalir dibawah beratnya.
23
Umumnya percobaan ini dilakukan terhadap beberapa contoh tanah
dengan kadar air berbeda dan banyaknya pukulan dihitung untuk masing-
masing kadar air. Dengan demikian dapat dibuat grafik kadar air terhadap
banyaknya pukulan. Dari grafik ini dapat dibaca kadar air pada pukulan
tertentu.
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar air contoh sampel
tanah pada keadaan plastis dan keadaan cair, untuk mencari batas cair
digunakan rumus:
𝑊𝐿 = 𝑊𝑁 𝑥 (𝑁
25)
0,12
Dimana:
WL = batas cair
WN = kadar air pada pukulan ke N
N = pukulan yang mendekati pukulan ke-25
2. Batas Plastis
Batas plastis (plastic limit) didefinisikan sebagai kadar air pada batas
dimana contoh tanah digulung pada pelat kaca hingga mencapai diameter
kurang lebih 1
8 inch (3,2 mm) dan tanah tersebut tepat retak-retak halus.
Batas plastis dapat dihitung menggunakan rumus dibawah ini:
𝐼𝑃 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿
Dimana:
LL = batas cair pada ketukan 25 (%)
PL = batas plastis
Grafik antara nilai batas cair dan kadar air untuk mendapatkan batas cair
suatu tanah tertera pada Gambar 2.7.
24
Gambar 2. 7 Contoh Grafik dari Pengujian Atterberg Limit pada Ketukan 25
3. Batas Susut
Batas susut (shrinkage limit) adalah kadar air maksimum, dimana
pengurangan kadar air selanjutnya tidak menyebabkan berkurangnya
volume tanah. Batas susut menunjukkan kadar air atau batas dimana tanah
dalam keaadan jenuh yang sudah kering tidak akan menyusut lagi,
meskipun dikeringkan terus atau batas dimana sesudah kehilangan kadar
air selanjutnya tidak menyebabkan penyusutan volume tanah. Percobaan
batas susut (shrinkage limit) ini bertujuan mengetahui batas menyusut
tanah yaitu kadar air dari contoh pada keadaan padat dan keadaan semi
padat. Rumus untuk mencari batas susut (SL) adalah:
𝑆𝐿 = 𝑤 − [(𝑉𝑤 − 𝑉𝑑
𝑊𝑑) 𝑥 100%]
Dimana:
SL = batas susut (%)
w = kadar air (%)
Vw = volume tanah basah (cm3)
Vd = volume tanah kering (cm3)
Wd = berat tanah kering (gr)
Vd = 𝑤𝑠− 𝑤𝑝
𝜌 ; Vw =
𝑤4− 𝑤1
𝜌
25
4. Indeks Plastisitas
Indeks plastisitas adalah selisih antara batas cair dan batas plastis yaitu
daerah dimana tanah tersebut dalam keadaan plastis (plasticity index).
Rumus untuk mencari indeks plastisitas (PI) adalah:
𝑃𝐼 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿
Dimana:
PI = indeks plastisitas
LL = batas cair
PL = batas plastis
Kategori tanah ditinjau dari nilai indeks plastisitas dan jenis tanah dapat di
lihat seperti pada Tabel 2.8.
Tabel 2. 7 Nilai Indeks Plastisitas dan Jenis Tanah
IP Sifat Jenis Tanah Plastisitas Kohesi
0 Non plastis Pasir Non plastis Non Kohesif
< 7 Plastisitas Rendah Lanau Rendah Agak Kohesif
7 - 17 Plastisitas Sedang Lempung Berlanau Sedang Kohesif
> 17 Plastisitas Tinggi Lempung Tinggi Kohesif
(Sumber: Jumikis, 1962)
2.5.2. Sifat Mekanis Tanah
a. Pemadatan (Kompaksi)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar
air dan kepadatan tanah. Ada beberapa rumus yang digunakan dalam
pengujian ini, diantaranya:
Menghitung kadar air
𝑤 = 𝑊
𝑊𝑑 𝑥 100%
Dimana:
w = kadar air (%)
ww = berat air dalam tanah (gr)
26
wd = berat kerinng tanah (gr)
Menghitung kadar air akhir
𝑤𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟 = 𝑤𝑚𝑢𝑙𝑎 − 𝑚𝑢𝑙𝑎 + (𝑤𝑚𝑢𝑙𝑎 − 𝑚𝑢𝑙𝑎 + 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑎𝑖𝑟
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ) 𝑥 100
Menghitung berat volume basah
𝛾𝑤𝑒𝑡 = 𝑤𝑤𝑒𝑡
𝑉𝑚𝑜𝑢𝑙𝑑
Menghitung berat kering
𝑤𝑑𝑟𝑦 = 𝑤𝑤𝑒𝑡
1 + (𝑤
100)
Menghitung berat isi kering
𝛾𝑑𝑟𝑦 = 𝑤𝑑𝑟𝑦
𝑉𝑚𝑜𝑢𝑙𝑑
Menghitung berat isi basah
𝛾𝑤𝑒𝑡 = 𝐺𝑠
1 + (𝑤 . 𝐺𝑠)
Dalam uji pemadatan, percobaan dilakukan dengan beberapa
variasi kadar air. Hasil dari pengujian pemdatan berupa grafik hubungan
antara kadar air dan berat volume atau berat isi keringnya. Dari grafik
tersebut akan diambil kadar air optimum (Optimum Moisture Content) dan
berat kering maksimum (Maximum Dry Density). Tujuan dari pemadatan
antara lain:
1. Meningkatkan nilai kuat geser tanah.
2. Mengurangi sifat kompresibilitas tanah.
3. Mengurangi permeabilitas.
4. Mengurangi penambahan volume akibat penambahan
kadar air.
Proctor (1933), telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti
antara kadar air dan berat volume kering yang padat. Untuk berbagai jenis
tanah pada umumnya salah satu nilai kadar air optimum tertentu untuk
mencapai berat volume kering maksimumnya.
27
Karakteristik kepadatan tanah dapat di nilai dari pengujian
standard laboratorium yang disebut uji proctor di modifikasi (modified
proctor), dan ada juga uji proctor standar. Yang menunjukan perbedaan
dari keduanya, yaitu beban penumbuk yang diberikan, tinggi jatuh beban,
dan jumlah lapisan seperti yang dapat di lihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2. 8 Perbedaan Standard Procor dan Modified Proctor
b. Triaxial UU (Unconsolidated Undrained)
Kuat geser tanah adalah kemampuan tanah untuk melawan
tegangan geser yang terjadi pada saat terbebani. Keruntuhan geser (shear
failure) tanah terjadi bukan disebabkan karena hancurnya butir-butir tanah
tersebut tetapi karena adanya gerak relatif antara butir-butir tanah tersebut.
Parameter-parameter kekuatan geser untuk suatu tanah tertentu
dapat ditentukan dari hasil-hasil pengujian laboratorium pada contoh-
contoh tanah lapangan (in-situ soil) yang mewakili. Diperlukan ketelitian
dan perhatian yang besar terhadap proses pengambilan contoh,
penyimpanan contoh, dan perawatan contoh sebelum pengujian, terutama
untuk contoh tanah tidak terganggu (undisturbed) di mana struktur tanah
di lapangan dan kadar airnya harus dipertahankan. Penentuan parameter-
parameter kekuatan geser dapat dilakukan dengan melakukan pengujian-
pengujian seperti, dengan menggunakan alat triaxial untuk tanah lempung
atau dengan direct shear yang cocok untuk tanah pasir. Namun, pada
penelitian ini yang digunakan hanyalah uji triaxial saja dikarenakan
contoh uji berupa tanah lempung lunak.
Menurut Bowles, nilai kuat geser pada tanah lempung tergantung
pada jenis dan keadaan tanah (undisturbed atau remoulded) serta prosedur
pengujian yang dilakukan (UU, CU, CD). Selain itu, saturasi pada contoh
uji tanah harus diasumsikan 100 % untuk mendapatkan parameter
kekuatan geser seperti di lapangan.
Jenis Pemadatan Berat Penumbuk Tinggi Jatuh Jumlah Lapisan
Standard Proctor 2,5 kg 30,5 cm 3 lapis
Modified Proctor 4,54 kg 45,7 cm 5 lapis
28
Dengan pertimbangan waktu penelitian dan objek pada penelitian
ini adalah tanah lempung maka digunakan pengujian Triaxial UU untuk
mendapatkan nilai kuat gesernya.
c. Consolidation (Konsolidasi)
Pengujian konsolidasi bertujuan untuk menentukan sifat
pemampatan suatu jenis tanah, yaitu sifat-sifat perubahan isi dan proses
keluarnya air dari dalam pori tanah yang diakibatkan adanya perubahan
tekanan vertikal yang bekerja pada tanah tersebut.
Pada penelitian ini pengujian konsolidasi dilakukan agar dapat
membandingkan tingkat kemampatan dan koefisien permeabilitas pada
setiap variasi campuran bakteri pada sampel tanah. Dengan rumus
dibawah ini maka nilai permeabilitas dapat di ketahui:
k = mv . γw .Cv
Dimana:
k = Koefisien rembesan atau permeabilitas (cm/det)
Cv = Koefisien konsolidasi
γw = Berat isi air (gr/cm3)
mv = Koefisien kemampatan volume (cm/gr)
2.6. Penelitian Terkait Sebelumnya
1. Dejong, 2006
Pada penelitian ini menggunakan tanah umum mikroorganisme Bacillus
pasteurii. Faktor penting untuk menentukan keberhasilan pengobatan mikroba
meliputi pH, suplai oksigen, metabolisme status, dan konsentrasi mikroba, dan
ion kalsium di flushes pengolahan biologis dan gizi, serta urutan waktunya
suntikan. Spesimen disemen dengan gipsum dan mikroba diinduksi Kalsit
keduanya menunjukkan perilaku serupa dalam hal diamati dan kecepatan
gelombang geser dan normalisasi, Laju perubahan diamati juga terdeteksi.
Awalnya, tingkat rendah, dan secara bertahap meningkat menjadi maksimal
kemudian mulai berkurang, mendekati nol pada kesimpulan dari sementasi.
29
Hasilnya menunjukkan kekakuan geser meningkat awal dan kapasitas
elastis yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesimen longgar tidak diobati,
dan mirip dengan kontrol gipsum-disemen perilaku spesimen.Degradasi
sementasi baik gipsum dan spesimen.
2. Angelina Lynda, 2013
Stabilisasi menggunakan bakteri Bacillus Subtilis dengan jenis tanah yang
digunakan adalah lempung berpasir. Variasi persentase larutan sementasi dan
larutan bakteri adalah 0 cc, 2 cc, 4 cc, dan 6 cc dengan masa pemeraman 3, 7,
14, 21, 28 hari. Untuk membuktikan peningkatan kuat geser tanah yang terjadi,
digunakan uji geser langsung sebagai pengujiannya.
Hasil dari penelitian beliau yang optimum diperoleh pada sampel tanah 3x
injeksi (6 cc larutan bakteri dan 6 cc larutan sementasi). Dimana nilai kohesi
yang diperoleh sebesar 1,192 gr/cm2 dan nilai sudut geser dalam sebesar 35,07⁰.
Dengan perbandingan bakteri Bacillus Subtilis, larutan sementasi dan tanah pasir
berlempung 1:1:11, yaitu 1 cc larutan bakteri Bacillus Subtilis berbanding 1 cc
larutan sementasi berbanding 11 cm3 tanah pasir berlempung. Dengan jumlah
bakteri dan larutan sementasi tersebut diperoleh hasil yang optimum yaitu
meningkatnya parameter kuat geser tanah sebesar 297% untuk kohesi dan 6,86%
untuk sudut geser dalam tanah asli.
3. Rio Alvin Arfandy, 2017
Stabilisasi tanah dengan mikroorganisme merupakan salah satu metode
yang baik untuk diaplikasikan,karena metode tersebut ramah lingkungan. Tugas
akhir ini membahas tentang salah satu tindakan stabilisasi tanah pada tanah
ekspansif dengan mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan ialah
mikroorganisme lokal Indonesia dengan jenis Bacillus Subtilis. Karakteristik
tanah yang dievaluasi dalam penelitian ini ialah karakteristik mekanik dengan
melakukan pengujian kuat tekan bebas. Metode pelaksanaannya ialah
melakukan pengujian pemadatan, kadar air, dan batas atterberg pada tanah
ekspansive. Tanah ekspansive dicampurkan dengan bakteri dengan variasi
jumlah larutan bakteri yang setelah itu juga diperam dengan variasi waktu yang
berbeda.
30
Variasi jumlah larutan yang digunakan ialah 8cc, 12cc, 15cc, 18cc, 21cc,
24cc dan 27cc dengan waktu pemeraman dari 3 hari, 7 hari hingga 14 hari. Hasil
analisis yang diperoleh ialah nilai parameter kuat tekan bebas yang pada tanah
ekspansive yang dicampurkan dengan Bacillus Subtilis mengalami peningkatan
secara kontinu. Komposisi optimum yang diperoleh untuk menstabilkan tanah
organic dengan Bacillus S. ialah pada variasi jumlah larutan 12cc dan waktu
pemeraman 14 hari. Nilai parameter kuat tekan bebas yang diperoleh yaitu qu =
0,930 gr/cm
2.
4. Imelda Vera Tumanan, 2014
Stablisasi tanah dengan mikroorganisme merupakan salah satu metode
yang baik untuk diaplikasikan, karena metode tersebut ramah lingkungan.
Dalam penelitian ini membahas tentang salah satu tindakan stabilisasi tanah pada
tanah organik dengan mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan ialah
mikroorganisme lokal Indonesia dengan jenis Bacillus Subtilis. Karakteristik
tanah yang dievaluasi dalam penelitian ini ialah karakteristik mekanik
dengan melakukan pengujian geser langsung. Metode pelaksanaannya ialah
melakukan pengujian karakteristik fisis pada tanah organik yang telah diambil
dari lokasi. Kemudian melakukan pengujian pemadatan, permeabilitas, dan
geser langsung pada tanah asli. Tanah organik dicampurkan dengan bakteri
dengan variasi jumlah larutan bakteri yang setelah itu juga diperam dengan
variasi waktu yang berbeda. Variasi jumlah larutan yang digunakan ialah 2cc,
4cc dan 6 cc dengan waktu pemeraman dari 7 hari, 21 hari hingga 28 hari. Hasil
analisis yang diperoleh ialah nilai parameter kuat geser yang pada tanah organik
yang dicampurkan dengan Bacillus Subtilis mengalami peningkatan secara
kontinu. Komposisi optimum yang diperoleh untuk menstabilkan tanah
organik dengan Bacillus S. ialah pada variasi jumlah larutan 6 cc dan waktu
pemeraman 28 hari. Nilai parameter kuat geser yang diperoleh yaitu : ϕ = 31,59º
dan c = 1,190 kg/cm2 .
5. Hasriana, Lawalenna Samang, M. Natsir Djide, Tri Harianto, 2017
Tanah lunak dengan daya dukung rendah tidak mampu mendukung
konstruksi diatasnya sehinggadiperlukan suatu metode perbaikan tanah guna
memperbaiki struktur tanah tersebut. Stabilisasitanah dengan bahan kimia
31
seperti kapur, semen , dan fly ash merupakan metode stabilisasi yangpaling
populer. Saat ini alternative bio stabilisasi ramah lingkungan semakin
berkembang denganpemanfaatan mikroorganisme (bakteri bacillus subtilis).
Tujuan penelitian ini adalah untukmenentukan karakteristik tanah lunak yang
dicampur larutan konsentrasi bakteri bacillus subtilisdengan melakukan
pengujian kuat tekan Unconfined Compression Test (UCT). Medium
larutankonsentrasi bakteri yang digunakan adalah bacillus subtilis cultur 6 hari
dengan komposisi 2%, 4%,6%, 8% dan 10% pada kondisi kepadatan optimum.
Waktu pemeraman dilakukan selama 3, 7, 14 dan 28 hari setelah pembuatan
benda uji. Hasil pengujian menunjukan bahwa kuat tekan optimum didapatkan
pada penambahan larutan konsentrasi bakteri bacillus subtilis 6% dengan waktu
pemeraman 28 hari. Peningkatan nilai kuat tekan dari 26 kN/m atau sebesar 15
kali dari tanah tanpa stabilisasi. Hal ini menunjukkan penggunaan larutan
konsentrasi bakteri bacillus subtilis cukup signifikan meningkatkan nilai kuat
tekan.