bab i pendahuluan latar belakang masalahrepository.ump.ac.id/9227/2/siti maryatun_bab i.pdfal-quran,...
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
“Menulis adalah menuangkan ide ke dalam suatu bentuk visual”
(Lerner, 1985:413). “Menulis merupakan penggambaran visual tentang
pikiran, perasaan, dan ide dengan menggunakan simbol-simbol sistem bahasa
penulisannya untuk keperluan komunikasi atau mencatat” (Hargrove dan
Potter dalam Abdurrahman, 1998:239).
“Menulis pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang produktif
dan ekspresif yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung
dan tidak secara tatap muka dengan pihak lain. Produktif berarti
menghasilkan suatu produk tulisan. Ekspresif berarti mengungkapkan secara
tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan” (Tarigan,
2008:3).
Dapat disimpulkan menulis adalah keterampilan berbahasa produktif
untuk mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat dalam bentuk tulisan.
Dari bentuk sifatnya tulisan dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu
tulisan fiksi dan tulisan non-fiksi. “Menulis cerita fiksi merupakan kegiatan
menciptakan tulisan yang dibentuk, dibuat dan diimajinasikan” (Tarigan
dalam Sayuti, 2007:13).
Menulis cerita fiksi merupakan salah satu kompetensi dasar dari
keterampilan menulis yang terdapat dalam kurikulum 2013 untuk siswa
sekolah dasar. Kompetensi dasar menulis cerita fiksi ini adalah (1)
menguraikan pendapat pribadi tentang isi buku sastra (cerita, dongeng, dan
sebagainya); (2) mengomunikasikan pendapat pribadi tentang isi buku sastra
yang dipilih dan dibaca sendiri secara lisan dan tulis yang didukung oleh
alasan; (3) menyampaikan hasil identifikasi tokoh-tokoh berdasarkan peran,
sifat tokoh yang terdapat pada teks fiksi secara tertulis; (4)
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
2
mengomunikasikan pengalaman pribadi yang mengesankan. Pemilihan
kompetensi dasar tersebut didasarkan pada perlunya penguasaan keterampilan
menulis cerita fiksi bagi siswa sekolah dasar.
Pembelajaran menulis cerita fiksi harus mempunyai tujuan yang
jelas. Bahan ajarnya pun harus sesuai dengan karakteristik siswa, berkaitan
dengan perkembangan jiwa serta sesuai dengan lingkungan. Materi cerita
fiksi terutama cerita rakyat selama ini hanya berpedoman pada buku
pegangan guru Kurikulum 2013 yang dicetak oleh kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Materi ini bersifat nasional, dan kurang memperhatikan
kearifan budaya lokal.
Menurut Huck Etal (dalam Supriadi, 2006;4) manfaat cerita fiksi
dapat dikelompokkan dalam dua ketegori yaitu : (1) dilihat dari segi
kepribadian anak (personal value) dan (2) dilihat dari segi nilai pendidikan
(educational value). Cerita fiksi bermanfaat membentuk kepribadian dan
menuntut kecerdasan emosi anak. Perkembangan emosi anak akan dibentuk
melalui karya sastra dalam hal ini cerita fiksi yang dibacanya. Anak-anak
secara alamiah akan membentuk kepribadiannya dan menjadi penyeimbang
emosi secara wajar, menanamkan konsep dari harga diri, menanamkan
kemampuan yang realistis. Cerita fiksi juga akan membekali anak untuk
memahami kelebihan dan kekurangan diri, serta membentuk sifat-sifat
kemanusiaan pada diri anak, seperti menghargai, kasih sayang, toleransi yang
pada akhirnya akan membentuk karakter anak.
Cerita fiksi mempunyai nilai pendidikan yang sangat penting
khususnya dalam peningkatan minat membaca bagi anak. Sastra memberi
banyak informasi tentang suatu hal, memberi banyak pengetahuan, memberi
kreatifitas atau keterampilan bagi anak serta memberi pendidikan moral pada
anak. Sebagai hiburan, sastra memberikan kesenangan, kepuasan bagi
pembaca dalam hal ini anak.
Cerita fiksi dapat digali dari unsur kearifan lokal suatu daerah yang
biasanya dikenal dengan cerita rakyat, merupakan gambaran otensitas
masyarakat yang mencerminkan perilaku dan budaya masyarakat setempat,
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
3
namun bukan berarti mengedepankan primodialisme, tetapi justru menjadikan
masyarakat menghargai kebhinekaan bangsa dengan berbagai karakter
budaya masyarakatnya. “Cerita fiksi berbasis kearifan lokal bermanfaat bagi
pembentukan karakter bangsa, berkontribusi menciptakan identitas bangsa,
serta melestarikan budaya bangsa” (Sibarani,2012:34).
Akan tetapi, jika kita menelisik literatur di Indonesia, sebagian besar
cerita rakyat di Indonesia tidak lepas dari unsur yang tidak manusiawi, seperti
unsur kekerasan dan unsur percintaan. Sebagai contoh, cerita rakyat Indonesia
sebagian besar berisi aneka kisah yang justru menanamkan sifat kebencian,
kesombongan, ketidakadilan yang berakibat pada pembentukan karakter atau
perilaku negatif pada anak. Fenomena literatur anak di Indonesia kerapkali
sarat dengan pesan moral. Pesan tersebut cenderung disampaikan secara
konservatif, bahkan melalui alur cerita dan penokohan yang justru bertolak
belakang dengan tujuan pengembangan kepribadian pembaca/anak. Pesan
moral dalam cerita terkadang membuat anak tidak percaya diri dan kurang
berani mengungkapkan keberadaan dirinya, kurang kreatif dan mandiri, tidak
peka terhadap lingkungan, serta kurang bertanggung jawab dan berintegritas.
Berdasarkan temuan awal di lapangan, beberapa buku teks yang
digunakan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar (SD) khususnya di
Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, masih mengacu pada bahan
pengayaan pada buku pedoman guru Kurikulum 2013 dengan jumlah
terbatas. Di dalam buku tersebut materi cerita fiksi yang berupa cerita rakyat
Nusantara. Untuk itulah perlu adanya pengenalan cerita fiksi berorientasi
pada pembentukan karakter yang berbasis kearifan lokal, khususnya cerita
rakyat Kabupaten Banjarnegara.
Pada kenyataanya buku teks menulis cerita fiksi yang terigintegrasi
dengan cerita rakyat Banjarnegara masih sangat minim dijumpai. Buku cerita
rakyat Banjarnegara yang berjudul “ Babad Banjarnegara” terbitan Perpusda
Banjarnegara, tingkat keterbacaan untuk siswa sekolah dasar masih rendah.
Aspek grafika pada buku ini kurang menarik dari komposisi warna.
Gambar ilustrasi sangat minim membuat siswa kurang termotivasi untuk
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
4
membaca. Aspek ketebalan buku mencapai 478 halaman membuat siswa
cenderung malas untuk membaca buku tersebut karena terlalu tebal.
Saat ini, bahan pengayaan yang beredar sebagian besar bersifat
integratif. Artinya, buku tersebut memuat semua aspek keterampilan
berbahasa, yaitu mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Hal ini
menyulitkan siswa untuk mempelajari salah satu aspek keterampilan
berbahasa, karena materi yang disajikan tidak fokus ke satu
keterampilan saja.
Berdasarkan permasalahan di atas, pengembangan bahan pengayaan
yang inovatif merupakan solusi untuk melengkapi kekurangan yang ada
pada buku teks pelajaran bahasa Indonesia. Pengembangan bahan pengayaan
dapat memperkaya dan meningkatkan penguasaan iptek dan keterampilan;
membentuk kepribadian peserta didik, pendidik, pengelola pendidikan, dan
masyarakat pembaca lainnya. “Penyajian buku pengayaan dapat divariasikan
dengan menggunakan variasi gambar, ilustrasi, atau variasi alur wacana”
(Pusat Perbukuan, 2008:7).
Bahan pengayaan yang dikembangkan pada penelitian ini, fokus
pada keterampilan menulis cerita fiksi. Bahan pengayaan yang fokus pada
satu keterampilan berbahasa akan lebih mudah dipelajari oleh siswa. Bahan
pengayaan yang dikembangkan juga diintegrasikan dengan nilai-nilai positif
dalam rangka membangun karakter siswa yang baik.
Pembentukan karakter siswa mutlak diperlukan dalam pembelajaran
guna menghadapi perubahan berbagai aspek kehidupan. Perubahan pada
aspek kehidupan seperti sosial, ekonomi, politik, hankam, dan iptek kian
terasa. Dengan perubahan-perubahan ini menuntut manusia untuk selalu
melakukan penyesuaian dan antisipasi. Dari kondisi faktual tersebut, perlu
disadari bahwa aspek afeksi pendidikan sudah bergeser dari landasan dan
tujuan pendidikan. Dunia pendidikan lebih mengedepankan aspek kognisi,
sehingga disadari atau tidak, arah kebijakan pendidikan kita telah membawa
tingkat degradasi moral bangsa semakin terpuruk, karena salah satunya
kurang memperhatikan pembentukan karakter siswa.
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
5
Muatan pembentukan karakter siswa diharapkan dapat
mengembalikan filosofi pendidikan Indonesia sebenarnya yaitu membangun
manusia Indonesia seutuhnya. Muatan pendidikan karakter yang ditanamkan
dalam Kurikulum 2013 edisi revisi terdiri dari nilai religius, mandiri,
nasionalis, integritas, dan gotong royong. Nilai-nilai sosial yang juga perlu
ditanamkan kepada anak sejak dini yaitu nilai kejujuran, kedisiplinan,
tanggung jawab, peduli, toleransi, santun, dan percaya diri.
Relevan dengan pentingnya pendidikan karakter pada siswa serta
kebutuhan buku pengayaan menulis cerita fiksi, maka perlu dilakukan
pengembangan bahan pengayaan menulis cerita fiksi berorientasi pada
pendidikan karakter berbasis kearifan lokal yang mengacu pada kurikulum
2013. Bahan pengayaan menulis cerita fiksi diintegrasikan dengan muatan
pendidikan karakter religius, mandiri, nasionalis, integritas, gotong royong,
peduli, toleransi, santun, dan percaya diri. Bahan pengayaan menulis cerita
fiksi yang dikembangkan dapat digunakan sebagai pendamping buku teks
bahasa Indonesia, mengembangkan kemampuan menulis cerita fiksi, dan
menanamkan pendidikan karakter serta nilai-nilai sosial pada siswa.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut,
peneliti akan mengembangkan bahan pengayaan yang berjudul
“Pengembangan Bahan Pengayaan Cerita Fiksi Berorientasi Pendidikan
Karakter Berbasis Kearifan Lokal Banjarnegara untuk Siswa Kelas IV
Sekolah Dasar”.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kebutuhan pengembangan bahan pengayaan cerita
fiksi berorientasn pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Banjarnegara
menurut persepsi siswa dan guru?
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
6
2. Bagaimanakah prinsip-prinsip pengembangan bahan pengayaan cerita
fiksi berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Banjarnegara
untuk siswa kelas IV SD?
3. Bagaimanakah pengembangan bahan pengayaan cerita fiksi berorientasi
pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Banjarnegara untuk siswa
kelas IV SD?
4. Bagaimanakah hasil uji validasi dan perbaikan prototype bahan
pengayaan cerita fiksi berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan
lokal Banjarnegara untuk siswa kelas IV SD?
5. Bagaimanakah respon siswa dan guru terhadap bahan pengayaan cerita
fiksi berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Banjarnegara
untuk siswa kelas IV SD?
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini sebagai
berikut :
1. Mendeskripsikan kebutuhan pengembangan bahan pengayaan cerita fiksi
berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Banjarnegara
menurut persepsi siswa dan guru.
2. Mendeskripsikan prinsip-prinsip pengembangan bahan pengayaan cerita
fiksi berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Banjarnegara
untuk siswa kelas IV SD.
3. Mengembangkan prototype bahan pengayaan cerita fiksi berorientasi
pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Banjarnegara untuk siswa
kelas IV SD.
4. Menjelaskan hasil uji validasi dan perbaikan prototype bahan
pengayaan cerita fiksi berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan
lokal Banjarnegara untuk siswa kelas IV SD.
5. Menjelaskan respon siswa dan guru terhadap bahan pengayaan cerita fiksi
berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Banjarnegara
untuk siswa kelas IV SD.
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
7
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
baik secara teoritis maupun secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Bahan pengayaan ini dapat memberikan sumbangsih untuk
mendukung teori-teori yang sudah ada terutama teori menulis cerita fiksi
berbasis pendidikan karakter dan kearifan lokal. Serta diharapkan dapat
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan khususnya pelajaran bahasa
Indonesia di Sekolah Dasar.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
1) Memberikan motivasi bagi siswa lebih aktif dan kreatif dalam
pembelajaran menulis cerita fiksi.
2) Meningkatkan minat baca siswa.
3) Lebih mencintai karya sastra khususnya cerita fiksi berbasis
karakter dan kearifan lokal.
b. Bagi Guru
1) Memberikan informasi dan referensi bagi guru, sehingga lebih
kreatif dalam mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia.
2) Memeberikan motivasi bagi guru untuk menulis, dan berperan aktif
dalam gerakan literasi.
c. Bagi Sekolah
1) Memberikan masukan bagi sekolah untuk meningkatkan hasil
belajar dengan mencoba menggunakan bahan pengayaan cerita
fiksi berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.
2) Memberikan gambaran penerapan Kurikulum 2013 revisi dalam
proses pembelajaran cerita fiksi menggunakan bahan pengayaan
cerita fiksi berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
8
E. SPESIFIKASI PRODUK
Spesifikasi produk dalam penelitian pengembangan ini adalah
buku pengayaan cerita fiksi berorientasi pendidikan karakter berbasis
kearifan lokal Banjarnegara untuk siswa kelas IV SD. Spesifikasi produk
yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Buku bahan pengayaan yang dikembangkan adalah buku cerita fiksi
berorientasi pada pembentukan karakter siswa dengan berbasis
kearifan lokal Banjarnegara untuk siswa sekolah dasar. Penguatan
pendidikan karakter dasar yang sejalan dengan kurikulum 2013 antara
lain :
a. Religius,
Nilai karakter religius mencerminkan keberimanan terhadap Tuhan
yang Maha Esa yang diwujudkan dalam perilaku melaksanakan
ajaran agama dan kepercayaan yang dianut, menghargai perbedaan
agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap pelaksanaan
ibadah agama dan kepercayaan lain, hidup rukun dan damai dengan
pemeluk agama lain. Implementasi nilai karakter religius ini
ditunjukkan dalam sikap cinta damai, toleransi, menghargai
perbedaan agama dan kepercayaan, teguh pendirian, percaya diri,
kerja sama antar pemeluk agama dan kepercayaan, anti
perundungan dan kekerasan, persahabatan, ketulusan, tidak
memaksakan kehendak, mencintai lingkungan, melindungi yang
kecil dan tersisih.
Sikap yang religius menjadi pondasi dasar bagi sikap-sikap
lainnya. Penguatan pendidikan karakter religius di tingkat sekolah
dasar diimplementasikan dalam muatan pelajaran Pendidikan
Agama dan Budi Pekerti dengan alokasi waktu untuk kelas awal,
kelas satu sampai kelas tiga yaitu 2 x 2 jam pelajaran perminggu.
Kelas atas, kelas empat sampai dengan kelas enam 2 x 3 jam
pelajaran perminggu.
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
9
Selain pada kegiatan belajar mengajar, implementasi pendidikan
religius ditanamkan pada siswa melalui pembiasaan sebelum
kegiatan belajar mengajar seperti melaksanakan salat duha, berdoa
sebelum dan sesudah pembelajaran, hafalan Asmaul Husna, tadarus
Al-Quran, hafalan surah pendek dan doa harian, serta salat duhur
berjamaah, serta adanya kegiatan peringatan hari besar keagamaan
di sekolah.
b. Mandiri,
Nilai karakter mandiri merupakan sikap dan perilaku tidak
bergantung pada orang lain dan mempergunakan segala tenaga,
pikiran, waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi dan cita-cita.
Siswa yang mandiri memiliki etos kerja yang baik, tangguh,
berdaya juang, profesional, kreatif, keberanian, dan menjadi
pembelajar sepanjang hayat.
Implementasi penguatan pendidikan karakter mandiri di tingkat
sekolah dasar melalui kegiatan ekstrakurikuler wajib pramuka.
Ekstrakurikuler wajib ini menanamkan dan mengajarkan siswa
untuk dapat menjadi pribadi yang tangguh tanpa bergantung pada
orang lain tetapi bagaimana siswa memberikan manfaat bagi orang
lain. Berdasarkan usia, kepramukaan di tingkat Sekolah Dasar
terdiri dari dua golongan, yakni golongan siaga bagi siswa kelas
awal, kelas satu sampai dengan kelas tiga, golongan penggalang
bagi siswa kelas empat sampai kelas enam. Serta kemandirian
siswa dapat diukur dari kemampuan, ketepatan, tanggungjawab
siswa dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru.
c. Nasionalis,
Nilai karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan
berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan
yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa
dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Sikap
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
10
nasionalis ditunjukkan melalui sikap apresiasi budaya bangsa
sendiri, menjaga kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul,
dan berprestasi, cinta tanah air, menjaga lingkungan, taat hukum,
disiplin, menghormati keragaman budaya, suku, dan agama.
Pentingnya penguatan pendidikan karakter nasionalis kepada siswa
sekolah dasar adalah untuk menanakan rasa cinta dan bangga
menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan
memiliki rasa cinta dan bangga, maka akan tertanam keinginan
untuk memberikan sumbangsih terbaik kepada negara, serta
menjaga dan melindungi bangsa dan negara. Implementasi
pendidikan karakter nasionalis di tingkat sekolah dasar melalui
pelaksanaan upacara bendera setiap hari Senin, upacara peringatan
hari nasional, menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya setiap
pagi hari, memberikan kesempatan terbuka bagi siswa untuk
mengikuti berbagai perlombaan dan kompetisi, serta
memperdengarkan dan menyanyikan lagu-lagu nasional.
d. Integritas,
Nilai karakter integritas merupakan nilai yang mendasari perilaku
yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang
yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan, memiliki komitmen dan kesetiaan pada nilai-nilai
kemanusiaan dan moral. Karakter integritas meliputi sikap
tanggung jawab sebagai warga negara, aktif terlibat dalam
kehidupan sosial, melalui konsistensi tindakan dan perkataan yang
berdasarkan kebenaran. Seseorang yang berintegritas juga
menghargai martabat individu (terutama penyandang disabilitas),
serta mampu menunjukkan keteladanan.
Sikap integritas dikaitkan dengan kejujuran dan tanggung jawab.
Kejujuran dan tanggung jawab dalam integritas biasanya
terekspresi melalui sikap, perilaku, kebiasaan, etos, karakter, gaya
hidup, etika, etiket, dan moral. Penguatan pendidikan karakter
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
11
integritas tidak lepas dari tiga pendidikan karakter lainnya yakni
religius, mandiri, dan nasionalis. Intergritas dapat diukur dari
bagaimana siswa mampu membiasakan diri bersikap religius,
mandiri, dan nasionalis tanpa ada komando ataupun perintah dan
paksaan dari pihak lain, dalam hal ini guru.
e. Gotong royong,
Nilai karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai
semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan
bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, memberi
bantuan/pertolongan pada orang-orang yang membutuhkan.
Diharapkan siswa dapat menunjukkan sikap menghargai sesama,
dapat bekerja sama, inklusif, mampu berkomitmen atas keputusan
bersama, musyawarah mufakat, tolong menolong, memiliki empati
dan rasa solidaritas, anti diskriminasi, anti kekerasan, dan sikap
kerelawanan.
Kearifan lokal yang menjadi basis pengembangan bahan
pengayaan cerita fiksi ini adalah cerita asal mula, adat istiadat, dan
kebiasan yang berkembang di masyarakat Kabupaten Banjarnegara.
Tentunya disesuaikan dengan perkembangan usia anak sekolah dasar.
Kearifan yang digunakan dalam penelitian ini berupa tradisi dan
cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Kabupaten Banjarnegara.
Terdiri dari 14 cerita rakyat yang terbagi dalam tiga jenis cerita rakyat,
yakni legenda, sage, dan dongeng.
A. Legenda
Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang
berhubungan dengan sejarah. Ada pula yang mengartikan “legenda
sebagai cerita terjadinya suatu tempat” (Sukirno, 2013:133). Bahkan ada
sebagian masyarakat yang meyakini bahwa legenda benar-benar ada,
meskipun disampaikan secara lisan, cerita itu tidak mudah dilupakan.
Legenda Banjarnegara dalam bahan pengayaan ini terdiri dari
lima legenda, yakni :
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
12
a. Desa Banjar
Legenda ini berkisah tentang perjuangan seorang tokoh
karismatik pendiri desa Banjar bernama Kyai Ageng Maliu. Desa
Banjar merupakan cikal bakal berdirinya Kabupaten Banjarnegara.
b. Legenda Kawah Sikidang
Legenda berkaitan dengan cerita yang berkembang pada
masyarakat di kawasan wisata Dieng. Menceritakan tentang awal
mula terjadinya kawah Sikidang yang bermula dari kisah romansa
Pangeran Kidang Garungan dari Kerajaan Garung dengan Putri Shinta
Dewi yang tinggal di Dieng.
c. Legenda Sungai Serayu
Sungai Serayu merupakan sungai besar kedua setelah sungai
bengawan Solo. Mengalir melewati empat kabupaten, yakni hulu di
Kabupaten Wonosobo, bagian tengah melalui Kabupaten
Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Banyumas, dan
bermuara di Kabupaten Cilacap.
Cerita yang berkembang, bahwa sungai serayu tercipta pada
masa tokoh pewayangan Mahabarata. Berkisah tentang perjuangan
Pandawa membuat batas kerajaan dengan Hastinapura, kerajaan
Kurawa.
d. Asal Usul Desa Kandangwangi
Jika menilik nama desa-desa di Banjarnegara, hampir semuanya
memiliki nama yang unik. Salah satunya adalah desa di Kecamatan
Wanadadi, bernama desa Kandangwangi. Kandang berarti sebagai
tempat untuk hewan peliharaan, sedangkan wangi diartikan sebagai
aroma atau bau harum.
Legenda ini menceritakan tentang Putri Mayangsari, anak dari
seorang adipati yang menyelamatkan diri dari musuh adipati,
kemudian bersembunyi di sebuah kandang kerbau. Tunangannya
Pangeran Kumitir berhasil menemukan putri karena mencium bau
harum dari kandang tersebut.
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
13
1. Asal Usul Kalibening
Serupa dengan desa Kandangwangi, nama Kalibening pun
memiliki kisah tersendiri di masyarakat. Kalibening adalah sebuah
kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Pekalongan.
Legenda asal usul Kalibening berkisah tentang kehidupan suami
istri bernama Argo Wilis dan Aning Welas. Demi membuktikan
kejujurannya, Aning Welas menceburkan diri ke sungai.
B. Sage
Sage atau cerita panji adalah sebuah cerita rakyat yang
menggambarkan kepahlawanan atau petualangan yang mengagumkan,
biasanya berhubungan dengan sejarah.
Sage pada bahan pengayaan terdiri dari empat judul cerita,
yakni:
a. Kisah Tiga Bersaudara
Kisah dalam cerita rakyat ini tentang tiga putra Sunan Giri yaitu
Pangeran Giri Wasiat, Panembahan Giri Pit, dan Nyai Sekati.
Kisahnya bercerita tentang perjuangan ketiga bersaudara ini dalam
melaksanakan tugas dari Sunan Giri yakni menyebarkan ajaran agama
Islam di wilayah tengah pulau Jawa, tepatnya di Desa Banjar.
b. Ki Ageng Selamanik
Ki Ageng Selamanik adalah tokoh yang berpengaruh di
wilayah Banjarnegara. Beliau merupakan tokoh yang berjuang
melawan penjajah Belanda di wilayah Banjarnegara. Kisah
perjuangannya juga dimasukkan dalam materi pelajaran muatan lokal
kabupaten Banjarnegara bagi sekolah dasar.
Berkisah tentang Ki Ageng yang moksa setelah kehilangan
keluarganya, dan meninggalkan lima buah benda sebagai petilasan.
c. Ki Ageng Girilangan
Ki Ageng Girilangan merupakan sosok yang disegani di daerah
Kecamatan Susukan, tepatnya desa Gumelem. Perjuangan Ki Ageng
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
14
Giri langan dan peninggalannya juga menjadi salah satu materi
pelajaran muatan lokal Kabupaten Banjarnegara.
d. Punden Adipati Wirasaba
Cerita ini mengisahkan tentang seorang adipati wilayah
Wirasaba yang begitu setia pada kerajaan, tetapi akhir hidupnya tragis
hanya karena kesalahpahaman raja. Kisah akhir hidup sang adipati
dikaitkan pula dengan nama salah satu kecamatan di Kabupaten
Banjarnegara.
C. Dongeng
“Dongeng adalah cerita yang bersifat menghibur, tidak benar-
benar terjadi, tetapi terdapat ajaran moral yang terkandung di dalam
cerita “(Kamisa, 1997:144). Dongeng merupakan jenis cerita rakyat
yang paling populer.
Dongeng pada bahan pengayaan terdiri dari lima judul cerita,
yakni:
a. Asal Mula Dawet Ayu
Banjarnegara merupakan kota yang terkenal dengan
minuman khas yang telah mendunia bernama dawet ayu Banjarnegara.
Nama Dawet ayu sendiri juga digunakan sebagai nama pelajaran pada
kurikulum lokal Banjarnegara untuk satuan pendidikan sekolah dasar.
Sayangnya pada buku muatan lokal Dawet Ayu tidak diceritakan
secara pasti asal mula nama dawet ayu. Demikian juga pada buku
babad Banjarnegara maupun buku kumpulan cerita Banjarnegara,
tidak ditemukan asal mula nama dawet ayu. Sehingga banyak versi
mengenai asal mula nama dawet ayu.
Penulis menggali lebih dalam dari narasumber terkait dengan
kisah asal mula dawet ayu, dengan memperhatikan dan
mempertimbangkan nilai penguatan pendidikan karakter yang dapat
diambil dari cerita asal mula nama dawet ayu.
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
15
Dalam dongeng ini dikisahkan sepasang suami istri bernama
Munarjo yang bekerjasama dalam berjualan dawet, dengan tetap
memperhatikan kebersihan tempat serta dawet yang dijual. Istri
Munarjo pun terkenal selain memiliki kecantikan wajah juga memiliki
kecantikan budi dan hati. Orang pun menyebutnya ayu, “bakule ayu”.
b. Pentas Rampak Yakso
Dataran tinggi Dieng terkenal sebagai destinasi wisata utama
di propinsi Jawa Tengah. Selain banyaknya tempat bersejarah dan
wisata alam, Dieng juga terkenal dengan adat istiadat serta budaya
masyarakatnya. Salah satunya adalah pentas tari rampak yakso. Bagi
masyarakat Dieng tari ini memiliki makna kebersamaan, kerjasama,
dan kerukunan.
Sedangkan menurut kisahnya, tari rampak yakso menceritakan
tentang peperangan antara Gatotkaca dibantu anoman dalam
menumpas raksasa pembuat onar di kahyangan,
Sampai sekarang, tari rampak yakso selalu dipentaskan di
halaman candi Arjuna pada upacara pemotongan rambut gimbal dalam
rangkaian Dieng Culture Festival.
c. Tari Ujungan
Tari ujungan pada mulanya merupakan ajak adu kesaktian
orang-orang di Kecamatan Susukan pada masa dulu. Kini kebiasaan
tersebut dilestarikan sebagai sebuah tarian yang menjadi salah satu
daya tarik wisata di Kecamatan Susukan.
Tari ujungan mengisahkan usaha rakyat Susukan di musim
kemarau untuk mendapatkan air bersih. Sayangnya dalam usaha
tersebut ada saja among tani yang tidak sabar dan berujung dengan adi
fisik.
d. Bayalangu
Dongeng Bayalangu berasal dari kecamatan Purwonegoro.
Dongeng ini menceritakan tentang seorang tokoh bernama Ki Baya
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
16
yang telah dijebak oleh saingannya bernama Ki Sengkuni sehingga dia
berubah menjadi baya yang berbau anyir/langu.
e. Batu Bata Kenteng
Desa Kenteng merupakan sentra kerajinan batubata merah di
kabupaten Banjarnegara. Masyarakat di desa sebagian besar bekerja
sebagai pembuat batu bata merah.
Penulis menggali sisi pendidikan karakter dari proses
pembuatan batu bata merah sehingga terciptalah dongeng Batu Bata
Kenteng.
2. Susunan penyajian bahan pengayaan tersebut terdiri dari komponen
antara lain cover buku, kata pengantar, pendahuluan, peta konsep,
daftar isi, uraian materi dan lembar aktifitasku, glosarium, daftar
pustaka, dan profil penulis.
3. Bahan pengayaan tersebut berbentuk media cetak dalam ukuran kertas
A4, berukuran 20 x 25 cm dan menggunakan tipe huruf texton pro,
ukuran 12 spasi 1,5.
F. PENTINGNYA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Penelitian dan pengembangan merupakan salah satu solusi
menghadapi perkembangan pendidikan yang selalu membutuhkan
pemutahiran teori dan praktik pembelajaran yang lebih baik. Penelitian dan
pengembangan dianggap sebagai sebuah metode penelitian yang ampuh
dalam memperbaiki praktik-praktik pendidikan yang sudah usang dan
tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Perkembangan pendidikan yang relevan perlu adanya inovasi di
bidang produk-produk pendidikan. Produk pendidikan tidak hanya berupa
perangkat keras (hardware) seperti modul, bahan pengayaan, media
pembelajaran, LKS atau alat bantu pembelajaran yang lain. Namun,
produk pendidikan bisa juga berupa software komputer yang berupa
aplikasi pembelajaran, aplikasi pengolahan data pendidikan, aplikasi
evaluasi dan sebagainya. Produk pendidikan juga dapat berupa penemuan
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
17
pengetahuan baru atau praktik pendidikan baru yang orisinal. Di dalam
bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan ini masih sangat jarang
dilakukan oleh para pelaku pendidikan dikarenakan butuh pendanaan besar
dan waktu yang cukup panjang hingga menghasilkan produk yang layak
secara nasional. Padahal penelitian dan pengembangan sangat penting di
dalam pendidikan demi memberikan solusi dan inovasi di dalam perbaikan
praktik-praktik pendidikan yang cenderung monoton dan kurang relevan.
Pengembangan bahan pengayaan pada penelitian ini difokuskan
pada pengembangan bahan pengayaan menulis cerita fiksi berorientasi
pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Banjarnegara. Pengembangan
tersebut bertujuan menghasilkan produk buku bahan pengayaan menulis
cerita fiksi berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal
Banjarnegara. setelah mengalami tahapan-tahapan prapengembangan,
tahap pengembangan, tahap uji coba produk, dan tahap revisi produk.
G. ASUMSI KETERBATASAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN
1. Asumsi
Beberapa asumsi yang mendasari pengembangan bahan
pengayaan berorientasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal
Banjarnegara adalah:
b. Buku pegangan guru Kurikulum 2013 yang dicetak oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan materi cerita fiksi
masih didominasi cerita rakyat Nusantara.
c. Sebagian besar cerita rakyat di Indonesia tidak lepas dari unsur
yang tidak manusiawi, seperti unsur kekerasan dan unsur
percintaan. Sebagai contoh, cerita rakyat Indonesia sebagian besar
berisi aneka kisah yang justru menanamkan sifat kebencian,
kesombongan, ketidakadilan yang berakibat pada pembentukan
karakter atau perilaku negatif pada anak
d. Buku cerita rakyat Banjarnegara yang sudah ada, tingkat
keterbacaanya untuk siswa sekolah dasar masih rendah.
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
18
e. Belum tersedianya bahan pengayaan cerita rakyat Banjarnegara
yang dikemas sesuai dengan kebutuhan siswa dan guru di
Kabupaten Banjarnegara.
f. Kearifan lokal Kabuputen Banjarnegara yang berupa cerita rakyat
perlu dilestarikan melalui buku pengembangan bahan pengayaan
di sekolah dasar.
2. Keterbatasan Pengembangan
Keterbatasan pengembangan bahan pengayaan antara lain:
a. Bahan pengayaan ini hanya terbatas materi cerita fiksi yang
bersumber pada kearifan lokal Banjarnegara.
b. Objek penelitian ini terbatas pada penggunaan buku ajar di kelas
IV (empat).
c. Subjek penelitian adalah siswa dan guru SD di 2 sekolah dasar
negeri besar di Kecamatan Banjarnegara.
H. DEFINISI OPERASIONAL
1. Bahan Pengayaan
Bahan pengayaan adalah buku pelengkap diperpustakaan,
biasa disebut dengan buku pengayaan. Buku pengayaan juga
digunakan sebagai media untuk menambah wawasan peserta didik.
Bentuk-bentuk buku pengayaan dapat berbentuk buku komik, bacaan
umum, cerita, atau pendidikan karakter. Ciri-ciri buku pengayaan
yang baik adalah yang dapat membantu dengan baik buku-buku teks
yang digunakan di sekolah.
Buku pengayaan dibagi menjadi tiga kelompok, yakni buku
pengayaan kepribadian, buku pengayaan keterampilan, dan buku
pengayaan pengetahuan.
a. Buku Pengayaan Kepribadian
Buku pengayaan kepribadian adalah buku-buku yang dapat
membantu meningkatkan kualitas kepribadian, karakter, sikap, dan
pengalaman batin pembaca.
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
19
b. Buku Pengayaan Keterampilan
Buku pengayaan keterampilan adalah buku-buku yang dapat
membantu pembacanya dalam meningkatkan kemampuan dalam
hal aktivitas keterampilan sehari-hari baik itu secara praktis
ataupun mandiri.
c. Buku Pengayaan Pengetahuan
Buku pengayaan pengetahuan adalah buku yang khusus
diperuntukkan bagi pelajar dalam memperkaya pengetahuan dan
pemahamannya, baik itu pengetahuan secara lahiriyah ataupun
batiniyah. Buku pengayaan pengetahuan merupakan buku yang
menjadi sarana untuk mengembangkan pengetahuan pembaca, dan
bukan sebagai science (untuk ilmu pengetahuan alam maupun
sosial) yang merupakan bidang kajian.
3. Menulis
“Menulis adalah menuangkan ide ke dalam suatu bentuk
visual” (Lerner, 1985:413). “Menulis merupakan penggambaran
visual tentang pikiran, perasaan, dan ide dengan menggunakan
simbol-simbol sistem bahasa penulisannya untuk keperluan
komunikasi atau mencatat” (Hargrove dan Potter dalam
Abdurrahman, 1998:239). Menulis pada dasarnya merupakan suatu
kegiatan yang produktif dan ekspresif yang dipergunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka
dengan pihak lain. “Produktif berarti menghasilkan suatu produk
tulisan. Ekspresif berarti mengungkapkan secara tertulis gagasan,
ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan” (Tarigan, 2008:3).
4. Cerita Fiksi
“Cerita fiksi adalah cerita yang tidak menunjuk pada kebenaran
faktual dan sejarah” (Nurgiyantoro, 2016:23). Sedangkan “menulis
cerita fiksi merupakan kegiatan menciptakan tulisan yang dibentuk,
dibuat dan diimajinasikan” (Tarigan dalam Sayuti, 2007:13). Dalam
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019
-
20
penelitian ini, cerita fiksi yang menjadi objek penelitian adalah cerita
rakyat yang berasal dari daerah Kabupaten Banjarnegara.
5. Karakter dan Pendidikan Karakter
“Karakter adalah sebuah gaya, sifat, ciri, maupun karakteristik
yang dimiliki seseorang yang berasal dari pembentukan ataupun
tempaan yang didapatkannya melalui lingkungan yang ada di sekitar”
(Kusuma, 2011:6).
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara efektif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara” (Kemendiknas, 2003).
Pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013 ditekan kan pada
nilai religius, mandiri, nasionalis, integritas, dan gotong royong.
6. Kearifan Lokal
“Kearifan lokal adalah identitas atau kepribadian budaya sebuah
bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap, bahkan
mengolah kebudayaan yang berasal dari luar/bangsa lain menjadi
watak dan kemampuan sendiri” (Wibowo,2015:17). Identitas dan
Kepribadian tersebut tentunya menyesuaikan dengan pandangan hidup
masyarakat sekitar agar tidak terjadi pergeseran nilai-nilai. Kearifan
lokal merupakan salah satu sarana dalam mengolah kebudayaan dan
mempertahankan diri dari kebudayaan asing yang tidak baik.
Kearifan lokal yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kearifan lokal yang dimiliki oleh Kabupaten Banjarnegara dan
menjadi identitas kabupaten tersebut. Kearifan lokal tersebut dapat
berupa cerita rakyat yang berkembang di masyarakat Banjarnegara,
adat istiadat, maupun kebiasaan dan kebudayaan masyarakat di
kabupaten Banjarnegara.
Pengembangan Bahan Pengayaan…, Siti Maryatun, Program Pascasarjana UMP, 2019