bab i pendahuluan a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c1012049_bab1.pdfpada...

21
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Wilayah kekuasaan Dinasti Fathimiyah (909-1171 M) meliputi Afrika Utara, Mesir, Suriah. Dinasti Fathimiyah Mesir tumbuh dan berkembang selama dua abad dengan khalifah terakhirnya adalah khalifah Al-‘Adhid. 1 Dinasti Fathimiyah Mesir tumbuh dan berkembang selama dua abad. Keadaan Mesir sebelum datangannya Shalahuddin dipenuhi dengan pertikaian dalam negeri dan persaingan antar kelompok, seperti Mamalik Turki, Sudan, dan Maroko. Kelaparan dan wabah penyakit merajalela, pembunuhan para khalifah dan menteri dilakukan dengan berbagai macam cara. 2 Pada pertengahan abad ke-12 yaitu tahun 564 H Asaduddin Syirkuh, paman Shalahuddin Al-Ayyubi diangkat menjadi menteri daulah Fathimiyah sebagai hadiah dari Khalifah karena Asaduddin telah menyelamatkan Dinasti Fathimiyah dari serangan musuh. Asaduddin Syirkuh menjabat sebagai menteri tidak lebih dari dua bulan karena ia meninggal. 3 Khalifah Al-Adhid berpikir untuk memilih seorang menteri pengganti dan terlipilihlah Shalahuddin Al-Ayyubi sebagai pengganti, meskipun masih muda. 1 Muhammad Yusuf Anas, 2011, Para Penakluk dari Timur, Jogjakarta: Diva Press, halaman 201. 2 Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al- Quds, Jakarta: Inti Medina, halaman 15. 3 Ibid, halaman 19.

Upload: vannga

Post on 22-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Wilayah kekuasaan Dinasti Fathimiyah (909-1171 M) meliputi Afrika

Utara, Mesir, Suriah. Dinasti Fathimiyah Mesir tumbuh dan berkembang

selama dua abad dengan khalifah terakhirnya adalah khalifah Al-‘Adhid.1

Dinasti Fathimiyah Mesir tumbuh dan berkembang selama dua abad. Keadaan

Mesir sebelum datangannya Shalahuddin dipenuhi dengan pertikaian dalam

negeri dan persaingan antar kelompok, seperti Mamalik Turki, Sudan, dan

Maroko. Kelaparan dan wabah penyakit merajalela, pembunuhan para

khalifah dan menteri dilakukan dengan berbagai macam cara.2

Pada pertengahan abad ke-12 yaitu tahun 564 H Asaduddin Syirkuh,

paman Shalahuddin Al-Ayyubi diangkat menjadi menteri daulah Fathimiyah

sebagai hadiah dari Khalifah karena Asaduddin telah menyelamatkan Dinasti

Fathimiyah dari serangan musuh. Asaduddin Syirkuh menjabat sebagai

menteri tidak lebih dari dua bulan karena ia meninggal.3 Khalifah Al-‘Adhid

berpikir untuk memilih seorang menteri pengganti dan terlipilihlah

Shalahuddin Al-Ayyubi sebagai pengganti, meskipun masih muda.

1 Muhammad Yusuf Anas, 2011, Para Penakluk dari Timur, Jogjakarta: Diva Press, halaman 201.

2 Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-

Quds, Jakarta: Inti Medina, halaman 15. 3 Ibid, halaman 19.

2

Shalahuddin diangkat menjadi menteri pada usia 32 tahun setelah terlatih oleh

berbagai bentuk peperangan.4

Setelah diangkat menjadi menteri, nama Shalahuddin menjadi tenar

dan tersohor. Hal tersebut dilatar belakangi oleh Shalahuddin yang

memandang pentingnya menarik hati rakyat Mesir, memberikan kehidupan

yang berlimpah ruah, memperlakukan mereka dengan lemah-lembut, serta

toleransi. Selain alasan tersebut, Shalahuddin mendapat kemenangan atas

bangsa Eropa serta menguasai kota Aqabah.5 Shalahuddin selama menjadi

menteri telah berhasil melumpuhkan konspirasi-konspirasi dalam negeri

seperti pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh beberapa

pengacau, serta menghancurkan konspirasi dari luar.6

Shalahuddin Al-Ayyubi yang di Eropa lebih dikenal dengan nama

Saladin. Shalahuddin sangat dihormati kegigihan dan kecerdasannya. Ia lahir

di tengah konflik yang berkepanjangan, yakni perang antara Islam dan Kristen

Eropa.7 Shalahuddin kecil, saat itu menyaksikan pergulatan politik ayahnya

dengan pamannya, Syirkuh. Shalahuddin pun mempelajari kondisi ini untuk

mempertahankan diri menghadapi dunia politik yang kasar dan keras. Bahkan

pembunuhan dan pemberontakan dianggap sebagai alat yang biasa

dipergunakan untuk pengembangan karier. Oleh karena itu, Shalahuddin

4 Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-

Quds, Jakarta: Inti Medina, halaman 23. 5 Ibid.

6 Ibid, halaman 24.

7 Muhammad Yusuf Anas, 2011, Para Penakluk dari Timur, Jogjakarta: Diva Press, halaman 195.

3

muda pun berusaha mempersiapkan diri untuk menyongsong masa depannya.

Shalahuddin mulai mempelajari sejarah Arab secara detail.8

Ayah Shalahuddin, Ayub, menginginkan Shalahuddin menjadi anak

yang pandai dalam segala hal, hingga pada usia 14 tahun Shalahuddin dikirim

ke kota Aleppo oleh ayahnya untuk belajar militer pada pamannya, Asaduddin

Syirkuh. Shalahuddin belajar cara berburu, menunggang kuda, belajar teknik

memanah dan menggunakan pedang. Shalahuddin juga belajar mendisiplinkan

diri untuk menghadapi pertempuran dan mempersiapkan skill

kepemimpinannya dari sang paman. Seiring berkembangnya waktu,

Shalahuddin mampu mengembangkan seni perang yang mumpuni.9 Selain

belajar militer, Shalahuddin juga belajar bersama dengan anak-anak petinggi

di kerajaan tempat pamannya tinggal. Shalahuddin belajar mengenai ilmu-

ilmu agama, syair, dan lainnya.

Shalahuddin dikenal sebagai seorang panglima dan pahlawan perang

Islam yang pandai, tangguh, dan adil. Selain memiliki kepandaian dan

ketangguhan, Shalahuddin juga memiliki kepribadian yaitu Takwa kepada

Allah, ia selalu merasa takut kepada-Nya, selalu berbaik sangka kepada-Nya,

selalu memohon perlindungan kepada-Nya, menjauhi perbuatan-perbuatan

haram dan melaksanakan perintah-perintah-Nya. Itulah kepribadian yang

8 Muhammad Yusuf Anas, 2011, Para Penakluk dari Timur, Jogjakarta: Diva Press, halaman 199.

9 Ibid, halaman 200.

4

dimiliki Shalahuddin dan menjadi penghantar kemenangan dan tanda-tanda

yang membahagiakan.10

Shalahuddin adalah orang yang tunduk hatinya dan mudah menangis.

Shalahuddin memiliki hati yang lembut dan mudah menangis apabila

mendengar ayat Al-Qur’an dibaca. Shalahuddin sangat menjunjung tinggi

hukum-hukum agama dan sangat membenci filsafat-filsafat dan pemikiran

yang merusak agama. Ia juga membenci orang yang menentang hukum

Islam.11

Shalahuddin selalu menjaga ketauhidan agamanya. Ia tidak pernah

meninggalkan kewajibannya melaksanakan shalat, bahkan ia tidak pernah

menundanya. Shalahuddin tidak hanya rajin melaksanakan shalat wajib, ia

juga rajin melakukan shalat sunnah. Shalahuddin pun senantiasa berwasiat

kepada putra-putranya dan gubernur-gubernur yang ia angkat untuk bertakwa,

mematuhi peraturan Tuhan, menjaga hak-hak orang lain, dan menjauhkan diri

dari berbuat zalim. Ia juga berwasiat kepada anaknya, Dzahir yang diambil

dari pendapat sejarawan muslim bahwasanya Shalahuddin berwasiat, “Aku

wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah karena takwa adalah

inti segala kebaikan. Dan aku perintahkan kepadamu dengan perintah Allah

karena itu adalah penyebab keselamatanmu. Hati-hatilah menumpahkan darah

dan menjerumuskan diri ke sana karena darah tidaklah hilang begitu saja. Aku

10

Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-

Quds, Jakarta: Inti Medina, halaman 104.

11 Ibid, halaman 106.

5

wasiatkan kepadamu untuk menjaga hati rakyat dan perhatikan keadaan

mereka. Kamu adalah orang kepercayaanku dan kepercayaan Allah atas

mereka.” 12

Al-Qadhi Ibnu Syidad berkata, “Jika ia mendengar kabar bahwa

musuh telah menyerang kaum muslimin, ia akan bersujud dan berdoa.” Ibnu

Syidad berkata, “Aku melihatnya bersujud dan air matanya mengalir

membasahi rambutnya yang beruban lalu membasahi sajadahnya.” 13

Shalahuddin adalah contoh seorang pemimpin yang adil, taat

beragama dan pemimpin yang sangat peduli dengan rakyatnya. Sifat-sifat

Shalahuddin tersebut terbukti denga kebijakan-kebijakan yang ia ambil dalam

menyelesaikan perkara-perkara yang ada dalam masyaraknya, ia dapat

menyelesaikannya dengan adil, tidak ada yang merasa terbebani. Ia adalah

pemimpin yang sangat peduli dengan rakyatnya, seperti yang diwariskannya

pada putranya bahwa tugas seorang pemimpin adalah untuk menjaga hati

rakyat dan memperhatikan keadaan mereka. Kamu adalah orang

kepercayaanku dan kepercayaan Allah atas mereka. Selain itu, Shalahuddin

juga membangunkan lembaga-lembaga pendidikan seperti madrasah,

perpustakaan, kemudian lembaga sosial seperti rumah sakit, khanqah, dan

tempat-tempat berlindung untuk rakyatnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk menjadikan

Kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir (1171-1193 M) sebagai objek

12

Lilik Rochmad Nurcholisho, 2010, Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-

Quds, Jakarta: Inti Medina, halaman 107. 13

Ibid, halaman 108.

6

penelitian. Walaupun Shalahuddin termasuk menteri muda, tetapi

kemampuannya dalam politik, mengambil hati para rakyatnya, keadilannya,

akidahnya, dan ia pun pintar dalam hal pemikiran dan pendidikannya sehingga

membuktikan bahwa ia layak menyandang sebagai seorang pemimpin.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi Mesir pada masa Dinasti Ayyubiyah (1171-1193 M)?

2. Bagaimana kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir pada masa Dinasti

Ayyubiyah (1171-1193 M)?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Menjelaskan kondisi Mesir pada masa Dinasti Ayyubiyah (1171-1193 M).

2. Menjelaskan kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir pada masa

Dinasti Ayyubiyah (1171-1193 M).

7

D. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian di

atas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, manfaat penelitian

ini antara lain adalah :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis serta

pembaca mengenai tokoh Shalahuddin Al-Ayyubi dan kebijakan yang

diambil di Mesir (1171-1193 M).

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan penelitian lain mengenai

kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir (1171-1193 M).

E. BATASAN MASALAH

Batasan masalah diperlukan agar penulis fokus pada masalah yang

akan dikaji dan bahasannya tidak meluas. Hal ini dimaksudkan untuk

mempermudah proses penelitian dan juga memperdalam masalah yang akan

dibahas.

Berdasarkan judul penelitian yang dipilih dan rumusan masalah di

atas, maka batasan masalah penelitian ini yaitu membahas kondisi Mesir dan

kebijakan yang diambil oleh Shalahuddin Al-Ayyubi di Mesir pada masa

Dinasti Ayyubiyah (1171-1193 M).

8

F. TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan kajian penelitian sebelumnya, baik yang

sudah dipublikasikan maupun belum, yang berkaitan dengan objek penelitian.

Penelitian mengenai pembahasan yang terkait dengan penelitian ini pernah

dilakukan oleh :

Pertama, Asti Latifah Sofi, mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan

Budaya UI Depok dengan skripsinya yang berjudul “Peran Salahuddin Al-

Ayyubi dalam Perang Salib III (1187-1192 M)”. Dalam skripsinya tersebut,

Asti membahas tentang perang yang dimulai dari serangan terhadap kaum

Frank di Hattin yang bertepatan pada hari sabtu, 24 Rabiul Akhir 583 H yang

mendulang kemenangan, diikuti dengan penyerahan diri wilayah Acre lima

hari kemudian, lalu wilayah selatan pantai Mediterania timur dari Gaza hingga

Jubayl (keuali Tirus) hingga Yerusalem yang berhasil ditaklukkannya.

Pembatasan masalah pada skripsi ini yaitu pada konsepsi jihad dalam Islam

serta tinjauan jihad Salahuddin pada Perang Salib III.

Kedua, Sri Wahyuni, mahasiswa Fakultas Adab IAIN Sunan

KalijagaYogyakarta dengan skripsinya yang berjudul “Konflik Politik Dinasti

Abbasiyyah-Dinasti Fatimiyah (Analisis Historis terhadap Lahirnya Mahdlar

Baghdad)”. Dalam skripsinya tersebut, Wahyuni mengangkat tentang konflik

politik yang terjadi pada Dinasti Abbasiyah, Bani Buaih, dan Dinasti

Fatimiyah yang menjadi latar belakang lahirnya Mahdlar Baghdad. Dengan

kata lain, fokus permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini terbatas pada

9

konflik politik segitiga dinasti-dinasti di atas dengan mengungkap sejarah dan

peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar lahirnya Mahdlar Baghdad.

Ketiga, Yunida Nur Apriyani, mahasiswa Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan skripsinya yang berjudul “Nilai-nilai

Pendidikan Karakter dalam Kepemimpinan Khalifah Shalahuddin Al-Ayyubi

dan Relasinya terhadap Pendidikan Agama Islam”. Skripsi Yunida tersebut

mengangkat tentang apa saja nilai-nilai pendidikan karakter dalam

kepemimpinan Khalifah Shalahuddin Al-Ayyubi, dan bagaimana relevansi

nilai-nilai pendidikan karakter dalam kepemimpinan Khalifah Shalahuddin

Al-Ayyubi terhadap Pendidikan Agama Islam.

Keempat, skripsi Tanti Enggar Pangesti mahasiswa UIN Sunan

Kalijaga Tahun 2014 dengan judul “Perebutan Kekuasaan Shalahuddin al-

Ayyubi dengan Richard Coeur De Lion dalam Perang Salib III (1187-1192

M)”.

G. LANDASAN TEORI

Penelitian ini bermaksud untuk menganalisis kebijakan Shalahuddin

Al-Ayyubi di Mesir (1171-1193 M). Untuk memudahkan penelitian, maka

diperlukan beberapa teori yang relevan dengan permasalahan yang diteliti,

sehingga peneliti menggunakan Teori Kekuasaan Politik menurut Lasswell.

George Catlin mencoba mengembangkan sebuah teori sistematis atau

kerangka konsepsual bagi ilmu politik di mana kekuasaan ditempatkan di

10

pusatnya. Politik dapat dipandang sebagai “studi tentang pemerintahan”, jika

pemerintah berate “pengawasan”. Catlin menggunakan definisi Max Weber

tentang politik sebagai “perebutan kekuasaan atau usaha saling mempengaruhi

dari para pemegang kekuasaan”. Menurutnya, bidang garap ilmu politik

adalah “bidang studi tentang kontrol-kontrol sosial, atau lebih khusus lagi,

tentang hubungan kontrol manusia, dan bahkan hewan, serta kehendak-

kehendaknya”. Menurut Catlin, ilmu politik merupakan studi mengenai

“fenomena control dengan suatu hipotesa awal yang menganggap pentingnya

kekuasaan sebagai penentu, yang mendasar tapi sulit dimengerti”. Ilmu politik

dapat digambarkan juga sebagai “ilmu tentang kekuasaan”. 14

Lasswell menyatakan dengan menyetujui pandangan Catlin bahwa

“politik, sebagai studi teoritis, memusatkan perhatian pada hubungan orang-

orang, dalam asosiasi dan kompetisi, penyerahan diri dan kontrol, dalam

rangka mencari, bukannya produksi dan konsumsi suatu keinginan, melainkan

untuk memiliki jalan mereka dengan teman-teman mereka … apa yang dicari

orang dalam perundingan politik adalah kekuasaan.” Lasswell juga

membedakan antara konsep politik umum dan bentuk-bentuk spesifiknya

seperti yang diterapkan dalam politik. 15

Menurut Lasswell, kekuasaan adalah “suatu bentuk pelaksanaan

pengaruh yang khusus”, “proses pendekatan kebijakan-kebijakan pihak lain

dengan bantuan (yang aktual ataupun ancaman) penyitaan-penyitaan yang

14

S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 245. 15

Ibid, halaman 247.

11

kasar bagi ketidaksepakatan atas kebijakan-kebijakan yang ditujukan”.

Lasswell mendapatkan dirinya sepaham dengan Merriam dalam menolak ide

bahwa pelaksanaan kekuasaan umumnya selalu bersandar pada kekerasan atau

bahwa esensi situasi kekuasaan adalah paksaan, dalam artian kekerasan dan

kekasaran fisik.” Kekuasaan dapat bersandar pada keyakinan dan loyalitas,

kebiasaan dan apati, seperti halnya kepentingan. Bahkan tekanan-tekanan

tidak selalu mengambil bentuk kekerasan. Kekuasaan hanya mendorong suatu

kontrol efektif atas kebijakan; alat yang menjadikan kontrol efektif mungkin

banyak dan bergam. Kekuasaan politik merupakan suatu istilah yang

kompleks yang selalu berkaitan dengan bentuk kekuasaan yang lain – seperti

kemakmuran, persenjataan, kekuasaan sipil, pengaruh atas opini – yang tidak

satu pun dapat dipandang sebagai sub bagian dari yang lain. 16

Harold D. Lasswell adalah ilmuwan yang lahir pada tahun 1902 dan

telah menelorkan karya yang luar biasa dalam menyibak dimensi baru dalam

penelitian ilmu politik termasuk pengembangan metodenya, perangkat dan

peralatannya. Lasswell adalah satu dari sekian ilmuwan politik modern, dan

yang paling maju di antara para pengikut Charles Merriam di Universitas

Chicago, yang menentang pendekatan tradisional ilmu politik sambil

menyerukan penggunaan pendekatan yang baru. Selain itu, dibandingkan

dengan rekan profesi seangkatannya, ia adalah ilmuwan yang paling produktif

yang selama paruh abad terakhir telah menghasilkan baik secara sendiri atau

16

S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 249.

12

bersama-sama lebih dari selusin buku yang membahas berbagai aspek ilmu

politik17

Ilmu politik menurut Lasswell adalah ilmu tentang kekuasaan.“Analisa

politik,” menurutnya adalah “studi tentang perubahan-perubahan bentuk dan

susunan pola nilai masyarakat”. Nilai-nilai yang utama adalah keamanan,

pendapatan dan martabat. Segelintir orang yang bisa memperoleh sebagian

besar nilai tersebut adalah elit. “Posisi itu mereka jaga dengan cara manipulasi

simbol-simbol, mengendalikan saluran (sumber-sumber daya) bahkan dengan

menggunakan kekerasan” – suatu penjelasan yang sepenuhnya bersumber

pada pendapat Gaetano Mosca, Roberts Mitchel dan Carl Schmitt. Studi

politik serta merta menjadi “studi tentang pengaruh dan kelompok yang

berpengaruh”, elit adalah mereka yang “lebih berpengaruh daripada orang

kebanyakan, yaitu massa”. Meskipun begitu Lasswell tidak tertarik untuk

menganalisa perangkat-perangkat tersebut. Menurutnya, suatu tatanan dunia

baru bisa ditelorkan baik oleh “eksternalisasi keresahan”, sebagaimana yang

dipikir Marx atau oleh internalisasi, seperti yang dikedepankan Freud.

Lasswell sangat tertarik dengan “suatu elit yang didasarkan pada daftar kata-

kata, catatan kaki, pertanyaan-pertanyaan, dan tanggapan-tanggapan yang

terkondisi, sebagai kebalikan dari elit yang didasarkan pada daftar kata-kata,

gas beracun, hak, dan prestis keluarga” – dengan kata lain, pada suatu elit

yang terdiri dari para manipulator. 18

17

S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 253. 18

S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 257.

13

Sejalan dengan anggapannya mengenai politik sebagai ilmu tentang

konteks kekuasaan dan keyakinan yang mendasari pemahamannya tentang

politik, atau imbangan kekuasaan dalam masyarakat, Lasswell dikenal sebagai

orang yang mengintrodusir ilmu politik sebagai ilmu kebijakan.19

Konsep

Lasswell tentang proses-proses politik sangat berkaitan dengan konsepnya

tentang ilmu politik sebagai “studi tentang pengaruh dan kelompok yang

berpengaruh”, dan menganggap nilai sebagai suatu bagian dari seluruh

aspirasi manusia. 20

Dalam analisis politik Lasswell, perhatiannya sangat tercurah pada

proses pembuatan keputusan. Menurutnya, suatu keputusan merupakan “hasil

dari suatu pertentangan yang membentuk kekuasaan” atau merupakan hasil

dari suatu “interaksi dalam arena politik”. Pembuatan keputusan yang rasional

menurutnya menyangkut: (a) kejelasan konsep tujuannya, (b) keseksamaan

perhitungan kemungkinan, dan (c) penerapan pengetahuan tentang cara dan

alat-alat yang tersedia secara jitu. Dengan kata lain, ia mencakup manipulasi

yang menyeluruh terhadap fakta, nilai dan harapan. Harapan baginya

merupakan suatu bagian yang sangat penting yang membentuk seluruh proses

tersebut. Tidak ada pembuat keputusan yang bisa memenuhi harapan masa

depannya dari perhitungannya membuat keputusan, kecuali apabila ia

sungguh-sungguh memahami harapannya, tentu ia akan dapat memutuskan

harapan-harapan tersebut dalam konteks nilai-nilai, tujuan-tujuan atau

19

Ibid, halaman 258. 20

Ibid, halaman 260.

14

sasaran-sasaran di satu pihak, dan pengetahuan factual apa pun yang mungkin

didapatkan di lain pihak.21

“Suatu gambaran akan kemunculan perubahan yang berarti pada masa

depan” akan membuat pengambil keputusan “berpikir secara kreatif untuk

menghindari, mencegah, atau meneruskan kecenderungan yang ada guna

mendekatkan masa depan tersebut dengan keinginannya”. Dengan meletakkan

komponen-komponen perilaku pengambilan keputusan, Lasswell membahas

berbagai tipe pemikiran dengan mengaitkan masing-masing komponen

tersebut secara erat. Pemikiran-pemikiran tersebut adalah pemikiran tujuan,

pemikiran kecenderungan dan pemikiran ilmiah. Pemikiran tujuan seperti

yang ditunjukkan Eulau. “berhubungan dengan analisa dan seleksi nilai-nilai

atau sasaran-sasaran yang akan dituju dan keputusan yang diarahkan

kepadanya. Pemikiran kecenderungan mencakup analisa kecenderungan masa

lalu dan kemungkinan-kemungkinan masa yang akan datang. Dan pemikiran

ilmiah mengacu pada kondisi-kondisi yang mambatasi melalui penerapan

keahlian yang memadai.22

Bagi Lasswell, analisa perkembangan sebagai metode pemahaman

proses pengambilan keputusan berhubungan dengan ilmu kebijakan. Suatu

kebijakan bertujuan pada realisasi nilai-nilai tujuan tertentu, peneliti ulang

perlu mempunyai pemahaman yang jelas atas nilai-nilai yang diusahakan

untuk derealisasikannya melalui proses pengambilan keputusan. Pada tahap

21

S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 260. 22

Ibid, halaman 261.

15

ini Lasswell tidak terlalu banyak membicarakan nilai-nilai khusus – karena ia

menganggap “martabat manusia” adalah nilai yang sentral – meski umumnya

ia percaya bahwa pencapaian tujuan dan aspek-aspek perumusan kebijakan

ilmu politik merupakan hal yang lebih penting bagi bagian ilmu politik

positifistik atau ilmiah.23

Penekanan sentral Lasswell pada perlakuan ilmu politik sebagai suatu

“ilmu kebijakan” – menempatkan “pengetahuan ada bersama dengan tujuan

yang jelas, dan sepenuhnya berhubungan dengan hal yang tidak menentu

untuk muncul dalam proses sejarah yang terbuka”. Salah satu fungsi ilmu

kebijakan yang lain adalah “memudahkan modifikasi kecenderungan-

kecenderungan dengan membuat eksplisit apa kenyataan kecenderungan itu

dan mengendalikannya sesuai dengan tujuan-tujuan sosial yang ada”, selain

dorongan apa yang disebut Lasswell “fikiran proyektif” – untuk meneruskan

pembentukan kebijakan dengan bantuan dari apa yang tampaknya akan terjadi

di bawah keadaan yang berbeda.24

Lasswell telah menjadikan dua hal sangat jelas: (1) bahwa perilaku

politik selalu berorientasi pada nilai atau berusaha mencapai tujuan; nilai-nilai

dan tujuan itu sendiri dibentuk di dalam dan oleh proses perilaku yang

sesungguhnya merupakan suatu bagian; dan (2) bahwa perilaku politik

bertujuan menjangkau masa depan, dan bersifat mengantisipasi, serta

berhubungan dengan masa lampau dan senantiasa memperhatikan kejadian

23

S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 262. 24

Ibid, halaman 261.

16

masa lalu. Akan tetapi dia tidak begitu berhasil untuk menciptakan suatu

rekonsiliasi antara model-model analisa perkembangan dan keseimbangan,

yang sebetulnya merupakan pusat perhatian metodologisnya sejak semula.

Dia sadar pada kenyataan bahwa kedua hal tersebut berbeda: model

keseimbangan tidak mampu mengatasi masalah perubahan; sedang model

perkembangan tidak hanya membahas tahap awal tapi juga tahap akhir dari

pola perubahan, meski tidak mengatakan apa pun tentang karakter tahap-tahap

tersebut.25

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan oleh Lasswell tersebut bahwa

“Kekuasaan dapat bersandar pada keyakinan dan loyalitas, kebiasaan, apati,

seperti halnya kepentingan. Bahkan tekanan-tekanan tidak selalu mengambil

bentuk kekerasan.” Teori ini mewakili Shalahuddin dalam mendapatkan

kepercayaan khalifah Al-‘Adhid dan dari orang-orang Mesir untuk

memerintah daerah mereka, hingga Shalahuddin mendirikan Dinasti

Ayyubiyah setelah meninggalnya khalifah Al-‘Adhid dan sebagian besar

rakyat Mesir menerimanya, ini merupakan bukti keyakinan dan loyalitas yang

diberikannya kepada rakyatnya. Shalahuddin membuktikan bahwa dirinya

dapat menuju tujuannya, mendirikan Dinasti Ayyubiyah tanpa mengambil

langkah kekerasan.

Sedangkan pernyataan Lasswell dalam teorinya yang relevan dengan

penelitian kebijakan ini yaitu “Analisis politik Lasswell adalah proses

pembuatan keputusan. Keputusan merupakan hasil dari suatu pertentangan

25

S. P. Varma, 2010, Teori Politik Modern, Jakarta: Rajawali Pers, halaman 261.

17

yang membentuk kekuasaan atau hasil dari suatu interaksi dalam arena politik.

Pengambilan keputusan berhubungan dengan ilmu kebijakan. Kebijakan

bertujuan pada realisasi nilai-nilai tujuan tertentu.” Begitu pula dengan

Shalahuddin, ia menentukan kebijakan yang akan ia ambil sesuai dengan

nilai-nilai tujuan tertentu, perhitungan kemungkinan yang akan terjadi,

termasuk fakta dan harapan. Ia telah mempertimbangkan segala hal yang akan

terjadi setelah ia menetapkan kebijakan yang akan diambil. Shalahuddin

hendak menyatukan daerah-daerah Islam dan memperkuat orang Islam dari

dalam, membawa mereka untuk kembali ke jalan yang benar, tetapi juga

memberikan kenyamanan pada orang salib yang tidak menyakiti mereka.

H. DATA DAN SUMBER DATA

Data bisa berwujud suatu keadaan, gambar, suara, huruf, angka, bahasa,

maupun simbol-simbol yang bisa digunakan sebagai bahan untuk melihat

lingkungan, obyek, kejadian maupun suatu konsep.

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi

mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua yaitu,

data primer dan data sekunder.

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti dengan

maksud khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang akan menjadi

bahan penelitian. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah :

18

1. Shalahuddin Al-Ayyubiy: Pahlawan Hithin dan Pembebas Al-

Quds. Karya Lilik Rochmad Nurcholisho.

2. Para Penakluk dari Timur. Karya Muhammad Yusuf Anas.

3. Sejarah Peradaban Islam. Karya Samsul Munir Amin.

4. Sejarah Peradaban Islam. karya Badri Yatim.

5. Buku Pintar Sejarah Islam. Karya Qasim A. Ibrahim dan

Muhammad A. Saleh.

6. Shalahuddin Al-Ayyubi: Pahlawan Islam Pembebas Baitul

Maqdis. Karya Ali Muhammad Ash-Shalabi.

7. Perang Salib: Sudut Pandang Islam. Karya Carole Hillenbrand.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu data yang sudah dikumpulkan sebagai

tambahan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sebagai acuan

penelitian. Dalam sebuah penelitian, yang bisa menjadi data sekunder

yaitu buku, artikel, jurnal, serta situs internet yang berkenaan dengan

penelitian yang dilakukan. Sumber data sekunder dalam penelitian ini

adalah :

1. Sejarah Peradaban Islam. Karya Koto, Aladin dkk.

2. Shalahuddin Al-Ayyubi dan Perang Salib III. Karya Alwi

Alatas.

3. Sejarah Dinasti Fatimiyah. Blog Arifa Rahmi.

19

I. METODE PENELITIAN

Metode merupakan cara-cara, strategi untuk memahami realitas

langkah-langkah sistematis untuk memecahkanrangkaian sebab akibat

berikutnya. Metode berfungsi menyederhanakan masalah, sehingga lebih

mudah untuk dipecahkan dan dipahami.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif

dan metode sejarah. Penelitian kualitatif menurut Zuldafrial (2011:2) adalah

penelitian yang berdasarkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang atau pelaku yang diamati. Gottschalk (dalam Haidar dan

Nugraha, 2013:5) menjelaskan yang dimaksud metode sejarah adalah proses

menguji dan menganalisis secara kritik rekaman dan peninggalan masa

lampau. Dengan demikian, diperlukan rekonstruksi yang imajinatif daripada

masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses yang

disebut dengan historiografis (penulisan sejarah).

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan melalui penelitian kepustakaan (library research). Pengumpulan

data dengan teknik pustaka yaitu mengumpulkan data yang berkaitan

dengan objek penelitian melalui buku, jurnal, skripsi, artikel, situs internet

yang mendukung penelitian ini. Selain itu, penelitian kepustakaan peneliti

lakukan ke berbagai perpustakaan untuk mendukung penelitian ini,

diantaranya: perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta,

20

perpustakaan Universitas Muhammadiyah Surakarta, perpustakaan

Ganesha Surakarta, perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,

perpustakaan Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

2. Teknik Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis. Berdasarkan analisis

rumusan masalah yang ada, maka peneliti membagi analisis awal terdiri

dari latar belakang dinasti Fatimiyah hingga munculnya dinasti

Ayyubiyah, biografi Shalahuddin Al-Ayyubiy, pemaparan tentang kondisi

Mesir sebelum dan setelah dipimpin oleh Shalahuddin, serta kebijakan

Shalahuddin Al Ayyubiy di Mesir (1171-1193 M).

3. Teknik Akhir

Teknik terakhir dari penelitian ini adalah mendeskripsikan hasil

analisis yang disajikan secara informal, yaitu deskriptif melalui kata-kata,

kalimat, gambar dan bentuk-bentuk narasi yang lain serta kesimpulan.

J. SISTEMATIKA PENULISAN

Agar diperoleh suatu pembahasan yang jelas dan berkesinambungan

antara bab demi bab maka sistematika penulisan penelitian sangat diperlukan.

Hasil penelitian ini akan disajikan dalam tiga bab. Secara garis besar, ketiga

bab tersebut yaitu: bab satu berupa pendahuluan, bab dua berupa pembahasan,

dan bab tiga merupakan penutup. Adapun sistematika penulisannya sebagai

berikut:

21

Bab I meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Batasan Masalah, Tinjauan Pustaka, Landasan

Teori, Sumber Data, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab II merupakan pembahasan yang terdiri dari latar belakang dinasti

Fatimiyah hingga munculnya dinasti Ayyubiyah, biografi Shalahuddin Al-

Ayyubiy, pemaparan tentang kondisi Mesir sebelum dan setelah dipimpin

oleh Shalahuddin, serta kebijakan Shalahuddin Al-Ayyubiy di Mesir (1171-

1193 M).

Bab III merupakan penutup. Penutup terdiri dari kesimpulan hasil

penelitian dan saran-saran yang bermanfaat untuk penelitian di masa yang

akan datang. Kesimpulan merupakan hasil yang diperoleh peneliti setelah

meneliti dan menganalisis pembahasan yang dikaji. Sedangkan saran berisi

anjuran untuk pembaca dan peneliti lain yang akan meneliti pada objek yang

sama. Selain itu, diakhir laporan terdapat daftar pustaka dan lampiran

penelitian.