bab i pendahuluan a. latar belakang masalahthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · a. latar...

57
~ 1 ~ BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, maka tidak terlepas dari perkembangan militer itu sendri bahkan sebelum pecahnya Revolusi 1945 militer sudah ada dan selalu bermetamarposa dalam perubahanya yang di sesuaikan dengan perkembangan politik. Pada masa penjajahan belanda kita mengenal KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger) atau kita kenal angkatan bersenjata kerajaan belanda yang para personelnya merupakan orang-orang pribumi. Pada era jepang mereka membentuk PETA (Pembela Tanah Air) dan ketiga mereka atau kelompok yang berasal dari laskar-laskar yang bergabung langsung dengan tentara regular. Dengan memiliki pemahaman bahwa militerlah yang paling berjasa dalam melakukan perjuangan kemardekaan 1945, yang mengangap bahwa mereka terlahir bukan dari sistem politik maupun pemerintahan yang pada saat itu berkuasa, melainkan terlahir dari hirup pikuk situasi revolusi. Yang membuat mereka merasa bertanggung jawab dan lebih-lebih merekalah yang paling berjasa dengan kemardekaan, maka mereka lebih tunduk secara langsung kepada bangsa dan Negara dari pada harus patuh terhadap politisi yang sedang berkuasa. Pada era orde lama sendiri yang dipimpin oleh Soekarno, militer sendiri secara internal sudah mulai mengalami pergulatan terhadap perpecahan

Upload: vantuyen

Post on 16-Feb-2018

226 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 1 ~  

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, maka tidak terlepas dari

perkembangan militer itu sendri bahkan sebelum pecahnya Revolusi 1945 militer

sudah ada dan selalu bermetamarposa dalam perubahanya yang di sesuaikan

dengan perkembangan politik. Pada masa penjajahan belanda kita mengenal

KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger) atau kita kenal angkatan

bersenjata kerajaan belanda yang para personelnya merupakan orang-orang

pribumi. Pada era jepang mereka membentuk PETA (Pembela Tanah Air) dan

ketiga mereka atau kelompok yang berasal dari laskar-laskar yang bergabung

langsung dengan tentara regular.

Dengan memiliki pemahaman bahwa militerlah yang paling berjasa dalam

melakukan perjuangan kemardekaan 1945, yang mengangap bahwa mereka

terlahir bukan dari sistem politik maupun pemerintahan yang pada saat itu

berkuasa, melainkan terlahir dari hirup pikuk situasi revolusi. Yang membuat

mereka merasa bertanggung jawab dan lebih-lebih merekalah yang paling berjasa

dengan kemardekaan, maka mereka lebih tunduk secara langsung kepada bangsa

dan Negara dari pada harus patuh terhadap politisi yang sedang berkuasa.

Pada era orde lama sendiri yang dipimpin oleh Soekarno, militer sendiri

secara internal sudah mulai mengalami pergulatan terhadap perpecahan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 2 ~  

pandangan. Sampai dengan era demokrasi terpimpin (1959-1965) belum pernah

ada usaha pimpinan negara untuk menyatukan tentara, bahkan cenderung memilih

fragmentasi dan persaingan dalam tentara, terutama antar matra, demi

kelangsungan kekuasaan Presiden Soekarno.1Adanya barisan yang setia pada

soekarno dan ada yang tidak setia, yang menjadikan mereka terkotak-kotak dan

memiiki perwira yang berbeda-beda kepentinganya, sampai pada puncaknya

adalah bagaimana militer melakukan penumpasan pemberontakan G30S. kejadian

ini masih menjadi tanda Tanya besar bagi rakyat hingga sekarang siapakah

sebenarnya yang ada di balik pertikaian ini apakah PKI ataukah militer sendiri

yang ingin merebut kekuasaan.

Pasca kejadian G30S militer melakukan penyisiran dan pembersihan

orang-orang PKI atau Komunis, baik mereka yang kader maupun simpatisan

sampai ke akar-akar dan menjadi pembantaian yang besar-besaran yang dilakukan

dalam sejarah Indonesia pasca kemardekaan. Isu komunis dan PKI menjadi

central dan kekuatan bagi militer sendiri untuk menumpas kekuatan pesaingnya

yang menjadi ancaman bagi militer di parlemen maupun di perpolitikan, sejak

dekade 1960-an yang mana di cabutnya SOB yang berarti hilangnya secara

langsung legitimasi konstitusi tentara angkatan darat dalam menjalankan aktivitas

nonmiliter.

Pada masa Demokrasi Terpimpin era Soekarno tentara khususnya

Angkatan Darat sudah ada landasan yang sangat kuat bagi tentara untuk terjun di

                                                            1 Dwi Pratomo, Yulianto ,Militer dan Kekuasaan;Puncak-puncak krisis hubungan sipil-militer di Indonesia,Narasi,Yogyakarta,2005.  

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 3 ~  

non militer, yang kemudian ini pada saat era Orde Baru menjadi kekuatan yang

sangat besar bagi presiden soeharto dalam mempertahankan kekuasaanya di

pemerintahan. Pertama, bidang politik. Dalam bidang politik sendiri ada dua hal:

pertama, pembentukan doktrin yang membenarkan keterlibatan tentara dalam

urusan non kemiletiran yang kemudian diikuti dengan pelibatan personil-

personilnya dalam lembaga-lembaga politik, serta keterwakilanya dalam posisi-

posisi puncak pemerintah. Upaya ini dilakukan tentara dengan mengintroduksi

konsep dwifungsi yang diyakini sebagai ‘jalan tengah’,_sebagaimana yang

dikatakan oleh penggagasnya, Jend. Nasution_,antara doktrin liberal: dimana

tentara adalah alat mati politisi sipil dalam tradisi civilian supremacy dan konsep

militeristik; dimana militer hadir sebagai sebuah pemerintah(junta militer)

sebagaimana dinegara Amerika Latin waktu itu. Dalam konsep ini disebutkan

militer Indonesia harus diberi kesempatan berpartisipasi dalam pemerintahan atas

dasar individu dan membiarkan keahlian non militernya di manfaatkan guna

perkembangan bangsa. Pada pemerintahan pusat para perwira harus

diperbolehkan berpartisipasi didalam menentukan politik Negara,baik ekonomi,

keuangan, lapangan internasional dan lain-lain bidang.2

Dengan adanya doktrin kuat dan penerapanya yang sangat masif serta di

tunjang dengan kekuatan militer yang ada di pemerintahan, ini menjadi doktrin

bagi tentara dalam mengambil posisi-posisi di politik. Menjadi aplikasi yang

sangat riil mendudukan perwira-perwira tentara dalam lembaga-lembaga politik

                                                            2 Muhaimin, yahya., Perkembangan Militer dalam Politik di Indonesia 1945-1965,BP FISIPOL UGM,1971. Dalam Dwi Pratomo, Yulianto,.,Militer dan Kekuasaan;Puncak-puncak krisis hubungan sipil-militer di Indonesia,Narasi,Yogyakarta,2005.  

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 4 ~  

dan jabatatan-jabatan puncak di pemerintahan: Dewan Nasional, kabinet(sudah

dilaksanakan sejak sebelum konsep Dwifungsi diperkenalkan)korps diplomatik,

Dewan Perancang Nasional, parlemen dan jabatan-jabatan pemerintah

lainya,3serta jabatan-jabatan pada bidang ekonomi-pimpinan perusahaan Negara

yang diambil alih dari Belanda melalui kebijakan nasionalisasi.4

Kedua, dalam langkah selanjutnya adalah pengumpulan berbagai potensi

fungsional non partisan yang di organisasikan dalam sekretariatan bersama

Golongan Karya(Sekber Golkar).5 Namun karena berbagai permasalahan,Sekber

Golkar tidak efektif di tahun pertamanya: bukan saja tak memiliki anggaran

dasar,tetapi juga tidak di laksanakanya musyawarah nasional. Oleh karena itu

kegiatan kekuatan ini dilakukan oleh berbagai komponen Sekber Golkar, yaitu

tentara dan tiga ‘organisasi massa’ mereka disponsori; Soksi(Sarekat Organisasi

Karyawan Sosialis Indonesia), Kosgoro (Koperasi Simpan Tabung Gotong

Royong), dan MKGR(Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong). Disamping

itu juga di terbitkan surat kabar Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha, pada

tahun 1965 untuk mendukung kekuatan anti komunis.

Kedua, bidang ekonomi. Sebenarnya aktifitas ekonomi tentara telah ada

semenjak awal kelahiranya, di mana setiap kesatuan berupaya mencukupi

kebutuhanya karena tidak ada suplai perlengkapan maupun keuangan dari markas

besar. Pencarian danapun dilakukan oleh setiap kesatuan dan hasilnya di tukar

                                                            3 Lihat Muhaimin dalam Dwi Pratomo Yulianto, Op cit. Hal. 30. 4 Lihat Muhaimin dalam Dwi Pratomo Yulianto, Loc cit. Hal. 30 5 Lihat Pandiangan Adreas dalam Dwi Pratomo Yulianto, Op cit. Hal. 31. 

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 5 ~  

dengan senjata.6 Hal tersebut tetap saja berlangsung pada masa pasca

kemardekaan. Kegiatan tersebut dilakukan oleh kesatuan-kesatuan di berbagai

daerah untuk mendanai diri mereka karena anggaran pemerintah tidak cukup.

Masih rapuhnya organisasi TNI yang belum mapu mengontrol kesatuan-kesatuan

di daerah telah mengakibatkan para panglima mendapatkan kekuasaan politik dan

kekuasaan ekonomi secara bersamaan. Kekuasaan tersebut mengalami akumulasi

karena lamanya para panglima dan perwira kesatuan di bawahnya menetap di

suatu wilayah.7 Kemudian pada saat rezim orde baru bisnis-bisnis militer semakin

banyak dan besar, bahkan militer sendiri memiliki yayasan yang dinaungi di

bawah militer. Bisnis ini juga di kuasai oleh para perwira bukan hanya untuk

kepentingan kesatuan mereka tapi menjadi bisnis bagi para purnawiran.

Ketika jatuhnya Presiden Soekarno yang di gantikan oleh Presiden

Soeharto akibat gagalnya kudeta 1965 dan berakhirnya juga pertarungan antara

tiga kekuatan (Soekarno, Angkatan Darat, PKI), hancurnya PKI membuat

kekuatan dan kewibawaan Soekarno semakin merosot dan TNI yang diwakili oleh

Angkatan Darat menjadi pemenang dalam pergejolakan perebutan kekuasaan

politik. Semakin kuatnya kekuatan militer di perpolitikan Indonesia pasca

jatuhnya Soekarno yang mendorong dilakukanya berbagai upaya untuk

memperkuat legitimasi posisi tentara di perpolitikan Indonesia. Dan kemudian

diambillah berbagai langkah politik strategis:

                                                            6 Lihat pandiangan, Adreas, Menggugat Kemandirian Golkar, dalam buku Dwi Pratomo

Yulianto,.,Militer dan Kekuasaan;Puncak-puncak krisis hubungan sipil-militer di Indonesia,Narasi,Yogyakarta,2005. Hal 32. 

7 Samego,indria.,et.al., Bila ABRI Berbisnis,penerbit Mizan,Jakarta,1998.  

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 6 ~  

Pertama, pelembagaan ideologi dwifungsi ABRI. Secara historis

keterlibatan tentara dalam urusan non kemiliteran sebenarnya telah dimulai sejak

awal kemardekaan. Situasi dan kondisi pada saat itulah yang menyebabkanya dan

kecendrungan ini berlanjut terus sampai pada masa-masa sesudahnya. Namun

dengan demikian militer hanya memiliki legitimasi historis yang belum

terlembagakan secara lebih baku baik dalam bentuk doktrin maupun peraturan

perundang-undangan karena hanya berbentuk pernyataan ataupun pidato petinggi

tentara tentang perlunya keterlibatan tentara dalam urusan non kemiliteran.

Kedua, pengembangan sebuah sistem kontrol internal atas institusi tentara.

Pengembangan mekanisme control internal ini terutama di maksudkan untuk

mengendalikan prilaku para personel militer oleh markas besar baik secara

kelembagaan maupun perorangan. Hal ini dilakukan pada penghujung decade

1960an dengan reorganisasi besar-besaran dengan menempatkan markas besar

sebagai pemegang kendali utama kekuatan militer dan mengikat seluruh personel.

Reorganisasi sebelumnya sudah dilakukan oleh Nasution pada angkatan darat

pada era 1950-an dan 1960-an, hanya saja reorganisasi yang di lakukan oleh orde

baru lebih luas: Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Kepolisian,

yang semuanya di bawah kendali oleh markas besar dan Panglima Angkatan

Bersenjata(Pangab) sebagai pemegang kewenangan tunggal atas operasi dan

administrasi.8

Dengan demikian kepemimpinan militer semakin solid dan kuat karena

mereka mulai tersentralisasikan dalam hal kepemimpinan organisasi, setiap                                                             8.Op cit Dwi Pratomo Yulianto. Hal. 35-38. 

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 7 ~  

komando masing-masing angkatan sudah tidak bisa lagi mengeluarkan kebijakan,

panglima di setiap matra ini kemudian berubah menjadi kepala staf angkatan.

Setiap kebijakan di bawah kendali Pangab, yang membuat militer semakin

terpusat.

Ketiga, dilakukanya kontrol terhadap lembaga dan kekuatan politik yang

dimiliki oleh sipil. Kontrol yang di lakukan berbagai macam melihat lembaga

tersebut bisa bersifat interfensi kepemimpinan, sampai pada pembubaran dan

refresif fisik. Ini merupakan salah satu cara untuk mengendalikan prilaku setiap

entitas masyarakat, dengan satu alasan demi kepentingan keamanan dan

kestabilan politik yang membuat pembangunan bisa berjalan dengan lancar sesuai

yang di harapkan pemerintah. Sturktur TNI yang sampai pada level desa

(BABINSA) menjadi pengontrol bagi masyrakat setiap tingkah laku entitas,

dengan alasan keamanan setiap kegiatan yang ada di masyarakat harus

melaporkan setiap kegiatan. Membuat kontrol TNI terhadap masyarakat sipil

semakin kuat dan dalam pelaksananya mereka juga melakukan transformasi

ideologi militerisme, selain itu juga nantinya institusi ini di gunakan sebagai alat

salah satu partai politik dalam mengontrol masyarakat.

Dengan kekuasaan serta kekuatan yang dimiliki oleh tentara mereka juga

melakukan pelemahan terhadap partai politik,lembaga termasuk parlemen. Golkar

pada masa orde baru bukan partai politik tapi merupakan golongan, instrumen ini

juga di jadikan kekuatan yang besar oleh soeharto dalam mempertahankan status

quonya. Partai politik awalnya ada 10 buah kemudian dipaksakan untuk “fusi”

partai yang mengakibatkan menjadi tiga. Partai Islam semuanya dijadikan satu

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 8 ~  

menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sedangkan partai Nasionalis di fusi

dan berubah menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), serta dari Golongan

(Golkar).

Contoh mutakhir dari intervensi militer ke dalam wilayah politik adalah

manipulasi proses pemilihan kepemimpinan di tubuh PDI yang berbuntut menjadi

apa yang kita kenal dengan pristiwa 27 Juli 1996. Sekalipun mengorbankan

banyak jiwa, militer merasa lebih aman jika ketua PDI yang sah bukan tokoh yang

berpotensi menjadi kekuatan tandingan. Peristiwa serupa terjadi beberapa tahun

sebelumnya dalam proses pemilihan ketua PPP. Berkat kesigapannya militer

kembali mampu memanipulasi proses pemilihan agar menghasilkan pemimpin

partai yang tidak berpotensi sebagai ancaman terhadap pemerintah.9

Pada tahun 1985 diberlakukan azas tunggal Pancasila terhadap seluruh

partai dan mengharuskan semua partai mencabut ideologi yang melekat pada

semua lembaga. Dengan disahkanya undang-undang kepartaian (UU No.3/1975

dan diperbaharui dengan UU No.3/1985) yang berakibat fatal bagi partai politik.

Di parlemen ABRI/TNI memiliki fraksi tersendiri, yang mana kompisisi yang

terdapat di dalam parlemen merupakan orang yang pro terhadap Soeharto dan di

dominasi oleh Golkar dan TNI.

Dengan adanya Dwifungsi ABRI menjamin perwira aktif untuk masuk

kedalam struktur pemerintahan, mereka menjabat sebagai kepala pemerintahan di

daerah seperti gubernur dan bupati yang di angkat secara langsung oleh presiden.

                                                            9 Terpilihnya Ismail Hasan Metareum diyakini berkat dukungan ABRI. Pasalnya Hasan Matereum tidak memiliki kemampuan memobilisasi masa PPP. Lihat Robert Lowry, hal.204. 

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 9 ~  

Parlemen sendiri memiliki fraksi ABRI dan organisasi kemasyarakatan yang

sengaja di bentuk oleh ABRI, selain itu juga ABRI memiliki bisnis yang sangat

besar. Perwira militer menduduki jabatan strategis dalam setiap perusahaan negara

maupun swasta, disisi lain bisnis dan yayasan ABRI mendapat bantuan dana yang

melimpah dari pemerintah.

Tahun 1997, Indonesia mengalami krisis moneter sehingga menyebabkan

krisis ekonomi berkepanjangan dan berkembang menjadi krisis multidimensi di

segala bidang kehidupan masyarakat. Hal inilah menjadi pemicu pergolakan

dimana-mana, terutama yang berasal dari kaum mahasiswa. Puncaknya 21 mei

1998 menjadi hari keruntuhan bagi presiden Soeharto yang mendatangkan

pukulan telak bagi ABRI, yang mana menjadi pilar utama pada masa orde baru

kini mengalami krisis legitimasi dari masyarakat. Dengan manuver yang

dilakukan kepala staf Angkatan Bersenjata, Jendral Wiranto, dengan keterampilan

yang tinggi sepanjang 1998, tidak saja pada masa transisi Habibie, tetapi juga

mempersatukan Angkatan Darat yang mengalami keretakan internal. Wiranto

telah menunjukan kemauan yang tulus untuk mendengarkan aspisari masyarakat

akan perlunya reformasi politik; ia memahami betul barapa besarnya taruhanya

bagi ABRI dalam membantu kearah sistem Indonesia yang lebih pluralistis.

Reformasi menjadi tahap baru dalam sejarah perpolitikan Indonesia pasca

pemerintahan otoriter dan militeristik, besar harapan masyarakat dengan reformasi

pembenahan secara ekonomi, hak azasi, sosial serta politik berjalan dengan baik.

Di adakanya pemilu tahun 1999 yang sangat cepat karena tahun 1997 sudah

terjadi pemilu dan harus berakhir 2002, dengan pemilu 1999 menjadi tonggak

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 10 ~  

pertama sejarah reformasi melakukan pemilu. Secara tidak langsung dengan

adanya pemilu 1999 merupakan suatu penolakan terhadap status quo dari orde

baru yang seharusnya berakhir 2002.

Penarikan diri TNI dari proses perpolitikin menjadi satu langkah awal

memulai profesionalisme dalam tubuh TNI, Pada 2000, dalam laporannya kepada

Presiden Abdurrahman Wahid, Panglima TNI Laksamana Widodo AS

melaporkan tujuh butir kesimpulan Rapim TNI 19-20 April. Dari sinilah tercatat

bahwa TNI melepaskan Dwifungsinya, sebagaimana disimak dalam butir pertama,

melepaskan dwifungsi yang selama ini memungkinkan TNI menggunakan

kekuasaan selama lebih dari tiga puluh tahun dengan segala ekses yang tidak

dapat dibenarkan. Pernyataan yang tegas ini, sayangnya, tidak segera dibarengi

dengan keluarnya TNI/Polri dari DPR dan MPR. Dalam sidang di Komisi A,

Fraksi TNI/ Polri bahkan memilih alternatif penghapusan Fraksi Utusan Golongan

di MPR yang sekaligus menutup peluang bagi TNI/ Polri untuk tetap memiliki

wakil di MPR. Ketua Fraksi TNI/Polri Slamet Supriyadi bahkan mendapatkan

aplaus yang meriahdari Komisi A ketika menyatakan komitmennya bahwa TNI/

Polri tidak akan lagi berpolitik.

Penarikan Dwifungsi ABRI serta besarnya desakan dari masyarakat yang

menuntut TNI ‘kembali ke barak’ mengharuskan TNI secara internal menarik diri,

karena tidak mau tejadinya lagi sejarah kelam dalam TNI pada masa orde baru.

Militer bagian dari institusi negara yang menjalanakan keputusan dari presiden

yang di kuasai oleh sipil, kedudukan militer di negara modern sekarang ini

dibawah supremasi sipil. Militerisasi merupakan proses masuknya militer secara

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 11 ~  

instititusi kedalam sisitem politik higga tampil sebagai kekuatan yang dominan

dalam proses pengambilan keputusan dan kebijakan.

Di negara yang menggunakan demokratis seperti Indonesia posisi militer

atau TNI kembali ke barak sesuai dengan fungsinya, jika keterlibatan TNI dalam

sisitem politik ini akan mencedrai sistem demokrasi. Pada zaman orde baru fungsi

militer yang ditetapkan sebagai dinamisator pembangunan termasuk penetralisiran

dalam perpolitikan, salah satu bagian penguatan peran militer dalam politik.

Dalam tindakan militer selalu mengedepankan sistem struktur komando yang

tegas serta menuntut kepatuhan kepada pemimpin, kondisi ini sangat berbeda

ketika didalam sistem politik demokrasi.

Reformasi dan profesionalisme militer sangat menentukan keberhasilan

dan kelangsungan demokrasi, dengan lepasnya dari peran non-militer dari bidang

ekonomi dan politik, karena jika tidak akan mengikis profesionalisme militer.

Reformasi dalam tubuh TNI harus dilakukan baik secar internal maupun

eksternal, dan reformasi TNI merupakan tuntutan sistem politik yang harus di

sikapi secara sadar oleh institusi maupun individu prajurit untuk melakukan

penyesuaian baik stuktural, doktrin, sikap dan pribadi.

Prasyarat utama untuk mewujudkan konsolidasi demokrasi itu adalah

menghapus seluruh pranata militer yang dikenal sebagai dwifungsi ABRI dan

struktur teritorial militer. Secara resmi, alasan untuk menghapus kedua hal itu

tertuang dalam TAP MPR Nomor VI tahun 2000 tentang Pemisahan Institusi TNI

dan Polri yang menyatakan bahwa:“peran sosial politik dalam Dwi-fungsi ABRI

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 12 ~  

menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi TNI dan POLRI yang

berakibat tidak berkembangnya sendi-sendi demokrasi dalam kehidupan

berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.”

Perlahan profesionalisme militer berjalan dalam perpolitikan, walaupun

setengah hati perwira aktif meninggalkan posisi empuknya. Partai politik menjadi

satu-satunya alat bagi mereka yang ingin berkuasa, dengan alat partai seorang

individu bisa menempatkan dirinya mewakili golongan untuk duduk di parlemen

dan menjadi presiden. Banyaknya perwira yang melakukan pensiunan dini karena

mereka sudah di posisi jabatan strategis, sedangkan purnawirawan TNI harus

melakukan konsolidasi untuk membangun satu kekuatan menguasai perpolitikan

dan ikut dalam proses pemilu.

Beragam pendapat mengemuka menanggapi kondisi ini diantaranya

pendapat dari kalangan politisi dan pendapat dari kalangan kritis. Bagi kalangan

politisi seperti yang disampaikan oleh Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai

Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum mengatakan : ”Kehadiran

purnawirawan memperluas basis pengalaman organisasi dan kedisiplinan dalam

pengembangan partai. Kehadiran mereka juga menambah variasi kekuatan kader

dan variasi latar belakang calon anggota legislatif. Kiprah purnawirawan

disejumlah partai adalah bagian dari kebebasan warga sipil karena status mereka

sudah menjadi warga sipil. Masuknya purnawirawan ke sejumlah partai termasuk

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 13 ~  

mendirikan partai adalah kewajaran karena terjadi juga di semua negara

demokratis”.10

Pasca reformasi terjadinya perpecahan dalam diri purnawirawan TNI

walaupun dengan adanya oraganisasi tersebut ternyata hanya menjadi wadah tukar

pendapat dan kurang berperan. Sebagian purnawirawan yang memiliki ambisi

merebut kekuasaan, mereka akan mengkonsolidasikan beberapa purnawirawan

untuk membentuk partai politik. Edy Sudrajat misalnya setelah kekalahanya

dalam pemilihan ketua Golkar yang dimenangi Akbar Tandjung, Edy Sudrajat

keluar dan mendirikan partai politik bersama Tri Sutrisno yang terkenal dengan

PKP. Banyak kasus lain dan hampir setiap purnawirawan militer yang dulunya di

Golkar keluar dan mendirikan partai politik masing-masing, dan setiap partai

politik selalu ada wajah-wajah purnawirawan militer yang begitu kuat memagang

kendali.

Melalui sidang MPR Oktober 1999 Keberadaan anggota F-ABRI

dihapuskan di DPR dan hanya ada di MPR sebanyak 38 wakil sampai dengan

tahun 2004. Berakhirnya keberadaan ABRI di MPR dengan disahkannya UU

No.22 tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD11 yang

menegaskan bahwa yang duduk diparlemen merupakan perwakilan dari setiap

partai yang dipilih oleh rakyat melalui mekanisme pemilu. Ini membuat fraksi

golongan TNI/Polri yang berada di MPR/DPR secara spontan menarik diri dan

kemudian banyaknya purnawirawan yang terjun ke politik praktis dengan                                                             10 Kompas, 4 Agustus 2008. 11 Artikel Tjahyo Rawinarno Dominasi Militer Dalam Perpolitikan Indonesia http://New Blue

Print.htm tanggal 18 Mei 2008 

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 14 ~  

memasuki partai politik, mereka ada yang bergabung dan ada juga yang

mendirikan partai sendiri.

Menjelang pemilu 2004 banyaknya tokoh-tokoh militer yang masuk ke

partai untuk mendongkrak suara partai misalnya, misalnya mantan Kepala Staf

Sosial Politik ABRI Letjen (Purn) Yunus Yosfiah menjadi Sekjen Partai Persatuan

Pembangunan (PPP). Ketua Fraksi TNI/Polri MPR/DPR dan mantan Asisten

Sosial Politik Kepala Staf Sosial Politik ABRI Mayjen (Purn) Budi Harsono

masuk Partai Golkar menjadi sekretaris jenderal. Mantan anggota Fraksi

TNI/Polri dan mantan Kepala Staf Komando Pertahanan Udara Nasional TNI AU

Marsekal Muda (Purn) Ronggo Soenarso menjadi Sekjen Partai Persatuan Daerah

(PPD) pimpinan Oesman Sapta. Mantan Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom)

ABRI Mayjen (Purn) Syamsu Djalal masuk Partai Bintang Reformasi menjadi

salah satu ketua. Demikian pula mantan perwira tinggi TNI AD Mayjen (Purn)

Cholid Ghozali dan mantan Asisten Personalia. Mabes ABRI Mayjen (Purn)

Djalal Bachtiar, juga menjadi Ketua Partai Bintang Reformasi (PBR) pimpinan

kiai sejuta umat KH Zainuddin MZ. Mantan Panglima Armada Republik

Indonesia Kawasan Timur (Armatim) Laksamana Madya (Purn) Sumitro juga

menjadi Sekjen Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Partai PIB) pimpinan Sjahrir.

Mantan Kepala Staf TNI AD (KSAD) Jenderal (Purn) R Hartono bahkan menjadi

Ketua Umum Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) yang menyatakan mendukung

Orde Baru. Demikian pula mantan Panglima ABRI/Menteri Pertahanan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 15 ~  

Keamanan Jenderal (Purn) Edi Sudrajat menjadi Ketua Umum Partai Keadilan

dan Persatuan Indonesia (PKP Indonesia).12

Tabel 1.1 Purnawirawan Militer yang masuk partai politik

Tahun Nama Partai Politik

1977 Brigjen TNI Purn. H. Hassan Basry PPP 1982 Brigjen TNI Purn. Josef Mthius Miloa PDI 1986 Brigjen Pol. Purn. K. H. Hasbullah Bakry PDI 1991 Mayjen TNI Purn. Soedarmo, bersama 40

purnawirawan PDI

1998 Mayjen TNI Purn. Theo Syafei Mayjen TNI Purn. RK Sembiring Meliala Brigjen TNI Purn. Sunarso Djajusman Brigjen TNI Purn.. Djoko Supriadi, bersama 160 purnawirawan Marinir

PDI Perjuangan PDI Perjuangan PDI Perjuangan PDI Perjuangan

1999 Mayjen TNI Purn. Soewarno Adiwidjojo Mayjen TNI Purn. R. Suprapto Jenderal TNI Purn. Edi Sudrajat Letjen TNI Purn. GH Mantik Jenderal TNI Purn. Rudini

PAN Partai IPKI PKP Krisna MKGR

2002 Letjen TNI Purn. Yunus Yosfiah Letjen TNI Purn. Andi M. Ghalib Mayjen TNI Purn. Amir Syarifuddin Mayjen TNI Purn. Muchlis Anwar Marsda TNI Purn. Gandhi Natasupatma Jenderal TNI Purn. R. Hartono

PPP PPP PPP PPP PPP PKPB

Sumber : Litbang Kompas 2002.

Pemilu 2004 di ikuti 24 partai politik dan yang menjadi calon presiden ada

5 pasang, 3 dari 5 kandidat tersebut merupakan purnawirawan TNI antara lain

Wiranto-Salahudin, SBY-Kalla dan Hamzah-Agum Gumelar. Dengan ikut

terlibatnya purnawirawan tersebut membuat satu paradigma besar bagi kita,

ternyata setelah menguasai pemerintahan kurang lebih 32 tahun pada masa Orce

baru militer masih belum puas. Memang ketika menjadi purnawirawan mantan

                                                            12 http//google.com/csis/militer dan politik/05/02/04/feature_view.asp.htm 

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 16 ~  

TNI ini berubah menjadi sipil dan mempunyai hak yang sama dengan masyarakat

sipil dipilih maupun memilih. Pada masa Orde baru militer merupakan kekuatan

super dan tonggak keberhasilan Soeharto dalam mempertahankan status quo,

bahkan organisasi purnawirawan militer memiliki kekuatan dan legitimasi dalam

mengkonsolidasikan kekuatan militer merebut kekuasaan.

Secara makro, kata Indra Piliang13, kehadiran politisi mantan TNI dan

Polri sebetulnya di negara-negara lain tidak menjadi persoalan. Di Amerika

Serikat veteran perang banyak yang langsung masuk ke calon anggota parlemen.

"Itu tidak menjadi persoalan, karena mereka sudah menjadi politisi sipil. Cuma

kita sedang transisi menjadi supremasi sipil, sehingga sedikit bermasalah". Indra

Paliang juga mempermasalahkan walaupun para purnawirawan itu mempunyai

organisasi (Pepabri) yang secara tidak langsung tetap menjalin komunikasi

dengan Mabes TNI/Polri. Toh nanti mitra kerja Panglima TNI atau Kepala Polri

itu dalam bentuk aspirasi bisa disterilkan ketika Panglima TNI atau Kapolri

bertemu dengan anggota legislatif.

Kekuatan yang sangat terstruktur dalam jajaran purnawirawan

memudahkan konsolidasi, dengan menggunakan sentimen korps dan pangkat ini

memudahkan. Banyaknya yang terjun kedunia perpolitikan pasca dinas dari

tingkatan pusat sampai daerah dan menjadi kekuatan disetiap masing-masing

partai politik dalam mendulang suara partai. Pada akhirnya akan mengarahkan

perjolakan perpolitikan pasca Orde Baru khusunya purnawirawan dengan

                                                            13 http://TNIAD./310504dikotomi_militer.htm 

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 17 ~  

perubahan iklim politik yang demokrasi berbeda dengan militer yang otoriter dan

tersentral.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, maka dapat di ambil perumusan

masalah, sebagai berikut: Bagaimanakah Keterlibatan Purnawirawan

TNI/ABRI, Dalam Partai Politik Indonesia Masa Reformasi ?.

C. Tujuan Penelitian

1. Penelitian ini bertujuan untuk memahami sejarah perkembangan militer

didalam perpolitikan Indonesia.

2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan strategi politik yang di

lakukan purnawiran TNI dalam merebut kekuasaan setelah terjadinya

reformasi politik yang besar di Indonesia.

3. Pada akhirnya penelitian ini akan menyimpulkan apakah dengan partai politik

kemudian menjadi kendaraan politik bagi purnawirawan TNI untuk merebut

kekuasaan, dengan mengikuti pemilu tanpa membawa unifrom militer.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 18 ~  

D. Kerangka Dasar Teori

1. Militer

Militer adalah seorang ahli perang atau ahli menggunakan kekerasan.

Dalam sejarah, perang adalah satu jalan cepat untuk mencapai kekuasaan yang

lebih besar, pokoknya untuk naik dalam status. Perang menjadi kata kunci karena

militer dalam masyarakat primitif sampai dalam sebuah negara-bangsa modern

merupakan kekuatan perang untuk pertahanan dan keamanan. Perang secara

konvensional dimaknai sebagai penggunaan sarana kekerasan secara sistematis

dan ekstensif sebagai perangkat kebijakan kelompok sosial terorganisir yang

mengklaim mempunyai kontrol yang absah atas wilayah untuk melawan

kelompok lain. Disini perang tidak terbatas antara sebuah negara melawan negara

lain, tetapi bisa berupa perang yang terjadi didalam negara.14Mereka yang di

lengkapi persenjataan dan memiliki tanggung jawab serta bertugas

mempertahankan kedaulatan suatu negara dari serangan musuh baik dari luar

maupun dalam negara.

Selain dari itu militer juga disebut sebagai raison d’entre untuk menghadapi

dan mengatasi keadaan darurat (emergency organization) yang bercirikan

organisasi keras, ketat, hirarkhis sentralistis, berdisiplin keras, dan bergerak atas

komando. Yang dimaksud dengan emergency organization adalah sebagai

alat/kekuatan pertahanan keamanan untuk menghadapi, mengendalikan dan

mengatasi keadaan gawat yang ditimbulkan oleh tindakan kekerasan bersenjata

                                                            14 Lihat AAGN Dwipayan Ari,et. Al.,”masyarakat Pascamiliter Tantangan dan Peluang

Demiliterisme di Indonesia, IRE, Yogyakarta, 2000. Hal.16. 

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 19 ~  

dari pihak-pihak lain yang mengancam negara, kedaulatan, integrasi wilayah, dan

nilai-nilai hidup bangsa. Sedangkan habit formation dimaksudkan untuk

menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang mutlak perlu agar tugas dapat terlaksana

dalam keadaan bagaimanapun.15

Militer dalam konsep politik Yunani kuno ditempatkan dalam ranah oicos

yang diasosiasikan sebagai suatu yang 'tidak mulia atau kotor' dan tidak memiliki

otoritas apa pun. Sementara senat adalah ruang pertarungan gagasan dan otoritas

yang menempati ranah polis. Tugas militer tak lain hanya berperang untuk

kejayaan bangsa dan persoalan keputusan politik bukanlah urusan militer,

melainkan sepenuhnya di tangan senat. Peran militer dalam politik sangat

dipengaruhi oleh konflik kepentingan dan ketegangan kelas yang sedang

bertarung memperebutkan kekuasaan.16

Militerisasi adalah proses masuknya militer kedalam sistem politik hingga

tampil sebagai kekuatan utama dan dominan dalam proses pengambilan kebijakan

negara. Derajat militerisasi versi ini bisa diukur dengan menghitung jumlah

perwira yang menduduki jabatan-jabatan politik, kemiripan sisitem administrasi

dan organisasi sipil dengan militer, atau jumlah intervensi militer dalam peristiwa-

peristiwa politik.17 Dengan membentuk regulasi yang mendukung kekuatan

militerisasi membuat ABRI/TNI bisa menguasai jabatan-jabatan strategis non-

                                                            15 Lihat Hasnan Habib ,ABRI dan Demokratisasi Politik, dalam Cholisin,Militer dan Gerakan

Prodemokrasi Studi Analisis Tentang Respons Militer Terhadap Gerakan Prodemokrasi di Indonesia,Tiara Wacana,Yogyakarta,2002. 

16 http://www.vhrmedia.com artikel,Militer-Dalam-Suprastruktur-Ideologi 17 Eric Hiariej,”Mengeluarkan Militer dari Politik”Unisia No.37/XVIII/I/1998. 

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 20 ~  

militer, sehingga kiprah militer dalam ranah sipil semakin kuat dan dianggap

sebagai suatu hal yang wajar.

Secara umum, ada dua kelompok utama yang memandang campur tangan

militer dalam politik. Perlmutter ( 1980 ), Huntington ( 1959 ), dan Welch ( 1970 )

melihat faktor eksternal militer sebagai penyebab munculnya intervensi militer

keranah sosial-politik, sedangkan Finer ( 1988 ) dan Nordlinger ( 1994 ) melihat

faktor internal militer ( kepentingan militer ) sebagai penyebab terjadinya

intervensi militer kedomain sipil.18 Kelompok pertama melihat campur tangan itu

lebih disebabkan oleh faktor eksternal ( struktur politik dan Institusional

masyarakatnya ), menandakan bahwa keterlibatan itu sebagai akibat rapuhnya

struktur politik dan institusi masyarakat. Lembaga militer tidak akan mengambil

kekuasaan dari rezim sipil yang berhasil dan memiliki legitimasi. Mereka

melakukan intervensi kedalam politik ketika politisi sipil dan partai politik lemah

dan terpecah, dan ketika pemerintahan yang tidak utuh dan memanifestasikan

kegagalan telah melahirkan kevakuman kekuasaan.19

Dorongan keterlibatan militer Indonesia dalam peran diluar peran aslinya

secara sederhana dapat dilihat ditabel berikut :

                                                            18 A. Malik Haramain, Gus Dur, Militer dan Politik, LKis, Jogyakarta, 2004, halaman 29 19 Larry Diamond dan Marc F. Plattner, Hubungan Sipil Militer dan Konsolidasi Demokrasi, Raja

Grafindo, Jakarta, 2001, Hal pendahuluan. 

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 21 ~  

Tabel : 1.2

Faktor PenjelasanInternal ABRI • Perwira – perwira Intervensionis terutama

didorong oleh motivasi untuk membela atau memajukan kepentingan militer yang berlawanan dengan norma konstitusional

• Intervensi militer didorong oleh kepentingan kelas untuk membela nilai-nilai dan aspirasi kelas menengah yang darinya mereka berasal.

• Kemahiran profesional di kalangan militer menyebabkan perwira-perwira percaya bahwa mereka lebih mampu dari segi kepemimpinan nasional dibandingkan dengan kepemimpinan sipil.

• Intervensi militer dalam politik sebagai sebab ambisi pribadi perwira-perwira yang haus wibawa dan kuasa

Eksternal ABRI • Intervensi militer dalam politik akibat sebagai akibat dari struktur politik masyarakat yang masih rendah dan rentan.

• Kegagalan sistem politik dari kalangan sipil yang memerintah ( untuk kasus Indonesia terjadi pada masa Demokrasi Parlementer pada tahun 1965 ) atau kelompok sipil dipandang tidak mampu memberikan jaminan tertib politik dan stabilitas politik.

• Kelompok sipil dianggap tidak mampu dalam melakukan modernisasi ekonomi.

• Terjadinya disintegrasi nasional.

Sumber : DPW-LIPI20

Claude E. Welch mencatat delapan faktor yang memancing militer

cenderung melakukan intervensi. Faktor-faktor itu adalah (1) merosotnya prestise

partai politik utama, (2) perpecahan dikalangan politisi-politisi terkemuka, (3)

usaha untuk mencegah serangan dari luar, (4) pengaruh buruk dari kudeta di

                                                            20 Peneliti PPW LIPI, Tentara Mendamba Mitra, Mizan, Bandung , 1999 hlm 40 

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 22 ~  

negara tetangga, (5) pertentangan dalam negeri khususnya masalah etnis dan

sosial, (6) malaise ekonomi, (7) korupsi dan inefisiensi pemerintahan sipil dan

(meningkatnya kesadaran di kalangan elite militer akan kekuasaan militer akan

kekuasaan mereka dan kemampuan untuk mempengaruhi atau menggantikan para

pemimpin politik sipil.21

Militer Asia telah menampilkan berbagai peran di era modern, meskipun

banyak yang diorganisasikan atau dimodernisasikan oleh penguasa kolonial,

beberapa diantaranya, seperti militer Indonesia, kemudian berbalik melawan

kekuasaan kolonial pada masa perang kemerdekaan. Tindakan ini membuat

militer memperoleh legitimasi rakyat yang begitu besar, dan kemudian

dikombinasikan dengan variabel institusional dan beberapa faktor lain yang

mendukung militer di dalam masyarakat luas akan keterlibatan militer di dalam

politik. Walaupun banyak pihak mengatakan ada hegemoni sejarah yang

dilakukan oleh pemerintahan orde baru melalui berbagai media massa, seperti

film kolosal untuk menggambarkan sisi kepahlawanan militer dalam merebut dan

mempertahankan kemerdekaan, dan sangat kontra dengan para politisi sipil yang

cenderung ragu-ragu, oportunis, kooporatif terhadap penjajah.22

Militer Indonesia atau TNI/ABRI lahir dari sejarah yang panjang, hasil

gabungan dari komponen KNIL, PETA dan laskar-laskar bersenjata. Setiap

komponen yang ada dalam tentara memiliki karakter serta konsep masing-masing

dalam pembentukanya sampai fungsinya, pola perjuanganya berbeda-beda dalam

                                                            21 Op. cit, lihat A. Malik Arrahman… hal 24-25 22 Budi Susanto SJ dan A. Made Tony Supriatma, ABRI: Siasat Kebudayaan, 1945 - 1995.

Kanisius, Jogyakarta, 1995 

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 23 ~  

mempertahankan kemardekaa. Berawal dari masa penjajahan Belanda, kemudian

mendirikan KNIL (Koninklijke Nederlands Indische Leger) atau kita kenal

angkatan bersenjata kerajaan belanda yang para personelnya merupakan orang-

orang pribumi. KNIL sengaja di bentuk oleh kerajaan belanda untuk menjaga

perusahaan Kerajaan Belanda serta menangkis dan mempertahankan dari amukan

massa yang senantiasa memberontak terhadap pemerintah pada saat itu.

Tentara bentukan selanjutnya adalah Pembela Tanah Air (PETA)

merupakan sebuah organisasi bersenjata yang dibentuk oleh pemerintahan

pendudukan Jepang menjelang berakhirnya Perang Dunia II. Tidak jauh dengan

KNIL yang menjadi serdadu diambil dari pemuda setempat yang dilatih dan diberi

perlengkapan perang seperti tentara Jepang lainya. Gemblengan yang dilakukan

kepada PETA lebih bersifat semangat dari pada taktis, yang kemudian ini

membentuk watak terhadap tentara terutama pada perwiranya ketika pengambilan

sikap politik.

Pasca Perang Dunia II Belanda sendiri mengalami kebingungan mencari

jalan bagaimana caranya bisa kembali ke tanah jajahanya, kondisi dalam negeri

sendiri (Indonesia) mengalamai revolusi kemardekaan setelah beberapa hari

Jepang menyatakan menyerah kepada Amerika dan sekutu. Kemardekaan yang di

Proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan sang proklamator yang terkenal

dengan Dwitunggal Soekarno dan Hatta, membawa suasana revolusioner kesetiap

penjuru daerah. Secara politis dengan terjadinya pergeseran pimpinan politis dari

pemerintahan militer jepang kepada pemerintahan pertama yang dipegang oleh

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 24 ~  

Putra Indonesia, Sebagai Presiden pertama Soekarno dan Wakil Presiden M.

Hatta.

Terjadinya gejolak revolusi di setiap daerah sehingga mengarahkan kepada

revolusi sosial di setiap daerah, misalnya terkenal dengan “Pristiwa Tiga Daerah”.

Proses perebutan jabatan politik daerah yang dipelopori oleh kaum terpandang di

masing-masing daerah, perebutan yang mengarahkan tindakan anarkis. Merebut

dengan paksaan jabatan Bupati sampai ke Desa, karena selama penjajahan

Belanda sampai Jepang mereka menjadi pemeras dan menyiksa bagi warganya

sendiri. Dengan semangat kemardekaan pemberontakanpun terjadi, dan pejabat

lama yang bandel langsung dibunuh dan di asingkan.

Pada masa awal-awal kemardekaan terjadinya perdebatan yang sengit

antara kelompok tua dan kelompok muda, perselisihan pandangan dalam

mempertahankan kemardekaan. Kelompok tua yang ingin mempertahankan

kemardekaan dengan cara perundingan terhadap pihak musuh, pandangan ini

diwakili oleh Hatta yang menggambarkan kondisi politik internasional pasca

Perang Dunia II, yang mana Indonesia masih dibawah kedaulatan Belanda dalam

pandangan internasional, terutama sekutu yang notabanenya Belanda kawannya

dalam menaklukan Jepang. Kelompok muda diwakili A.H Nasution yang ingin

mempertahankan kemardekaan denga cara perjuangan kekerasan atau militer (

kemudian bermetamarfosa menjadi militer kelaknya). Perbedaan yang

dipengaruhi oleh latar belakang kaum muda yang sebelum kemardekaan telah

mendapatkan pelatihan militer dari Belanda dan Jepang, usia muda yang

emosional ditambah wawasan politik internasional yang kurang.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 25 ~  

Di masyarakat sendiri berdiri satu kekuatan tentara yang didirikan secara

kolektif dan otonom di daerah masing-masing, badan perjuangan ini atau laskar

membiayai perjuangan dengan bantuan dari masyarakat sekitar baik senjata,

logistik dan sebagainya. Laskar sendiri merupakan hasil dari individu-individu

yang pernah dididik oleh Belanda maupun Jepang tentang perang, pasca

kemardekaan kemudian membentuk barisan sendiri-sendiri dan bersifat lokal

dalam mempertahankan kemardekaan. Kedepanya laskar menjadi persoalan yang

tersendiri dalam pembentukan tentara.

Pemerintah akhirnya hanya membentuk sebuah Badan Penolong Keluarga

Korban Perang (BPKKP) yang salah satu bagiannya bernama Badan Keamanan

Rakyat (BKR), pada tanggal 22 Agustus 1945.23 BPKKP itu sendiri dari tiga

bagian, yakni: Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesia

(PNI), Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pengumuman pembentukan BKR sendiri

dikeluarkan oleh PPKI. PPKI sendiri kemudian berubah menjadi Komite Nasional

Indonesia Pusat (KNIP) sebagai sebuah badan pembentukan pemerintah dan

kemudian berubah fungsi menjadi badan legislatif24.

BKR yang menjadi wadah dalam mempertahankan kemardekaan ternyata

tidak efektif dalam melakukan koordinasi di setiap daerah, pembentukan ini

seolah hanya ingin menyenangkan hati para pemuda yang berapi-api. Akibat dari

kurangnya kontrol dan koordinasi antara pusat-daerah dan daerah-pusat, laskar

dan gerakan disetiap daerah yang dipimpin oleh pemuda melakukan perjuang

                                                            23 Lihat Dwi Pratomo Yulianto, Op. Cit. Hal 73. 24 Lihat Said dalam Dwi Pratomo Yulianto, Loc Cit. Hal 73. 

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 26 ~  

melawan Inggris dan Belanda dengan cara seporadis yang mengakibatkan

banyaknya korban dari pihak pemuda. Tidak mengindahkan kordinasi dan

instruksi dari pusat seringkali kesatuan bersenjata melakukan tindakan-tindakan

dengan sendirinya. Apalagi diperparah dengan aksi provokasi yang dilakukan oleh

pihak-pihak sekutu, yang berujung pada pertempuran. Contohnya di Surabaya

sendiri yang menjadi kekuatan bagi pemuda yang dipimpin oleh Pesindo

melakukan perlwanan terhadap Belanda, yang dikenal dengan tragedi penyobekan

bendera Belanda menjadi Merah Putih di hotel Orange.

Akibat sikap perlawanan yang dilakukan oleh pemuda di Surabaya

mengharuskan Presiden Soekarno turun ke Surabaya untuk memberikan instruksi

kepada pejuang daerah agar peperangan dihentikan, sikap ini ditanggapi oleh

pemuda dengan dingin dan mengatakan kalau pemerintahan bersifat kompromi

terhadap musuh. Melihat perkembangan disetiap daerah yang tanpa kordinasi

melakukan perlawanan terhadap sekutu maupun terhadap pejabat daerah yang

dianggap antek-antek sekutu membuat resah bagi pemerintahan pusat. Keadaan

yang kacau inilah akhirnya menyadarkan pemerintahan pusat pentingnya untuk

membentuk satu Organisasi tentara yang sentralistik dan terkoordinasi dalam

menjalankan tugas serta fungsinya.

Pada tanggal 5 Oktober 1945 barulah pemerintah mendekritkan secara

resmi adanya Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pemerintah kemudian

memanggil Urip Sumohardjo untuk diserahi tugas mengorganisasi tentara

nasional. Diserukanya agar para pemuda, bekas prajurit PETA, Heiho, Kaigun

Heiho, Barisan Pelopor, dan lainya untuk memasuki TKR. Pada tanggal 20

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 27 ~  

Oktober 1945 oleh Kementerian Keamanan Rakyat diumumkan susunan

pimpinannya: Pertama, Menteri Keamanan Rakyat interim: Moh.

Suljohadikusumo. Kedua, Pimpinan Tetinggi TKR: Supriyadi. Ketiga, Kepala

Staf Umum: Urip Sumohardjo (kemudian diangkat menjadi Letnan Jendral).25

Perubahan sistem politik dari presidensiil ke parlementerian mengandung

konflik ketika Sutan Sjahrir yang interprestasinya dari Partai Sosialis, diangkat

menjadi pimpinan pemerintahan yaitu Perdana Menteri dalam sistem ini. Pada

masa ini Sjahrir ingin menempatkan tentara dibawah supremasi sipil. Sjahrir juga

enggan menerima hasil dari rapat tentara di Yogyakarta November 1945 yang

memutuskan Soedirman sebagai Panglima Perang dan Sri Sultan

Hamingkubuwono IX sebagai mentri pertahanan. Justru Sjahrir mengangkat Amir

Syarifuddin sebagai Mentri Pertahanan karena berasal dari Partai Sosialis dan

Menteri Penerangan dikabinet Soekarno. Tapi akhirnya Lima minggu kemudian

Sjahrir mengakui bahwa Soedirman sebagai Panglima Besar Angkatan Perang.

Selang beberapa waktu setelah pengangkatan sebagai Menteri Pertahanan,

Amir kemudian merubah dari TKR menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI)

pada 24 Januari 1946. Dalam deklarasi yang di tandatangani oleh Presiden

Soekarno dan Menteri Pertahan Amir Syarifuddin berisikan: Pertama, Nama

Tentara Keselamatan Rakyat, dahulu Tentara Keamanan Rakyat, diubah menjadi

Tentara Republik Indonesia. Kedua, Tentara Republik Indonesia adalah satu

satunya organisasi militer Negara Republik Indonesia. Ketiga, Tentara

Keselamatan Rakyat, yang mulai hari pengumuman maklumat ini disebut Tentara                                                             25 Ibid. Dwi Pratomo Yulianto. Hal 76 

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 28 ~  

Republik Indonesia, akan diperbaiki susunanya atas dasar dan bentuk ketentaraan

yang sempurna. Keempat, Untuk melaksanakan pekerjaaan tersebut dalam pasal 3,

maka pemerintah akan mengangkat sebuah panitia yang terdiri dari para ahli

militer dan ahli lainya yang dianggap perlu.26

Untuk melaksanakan keputusan diatas maka dibentuklah kepanitiaan yang

dinamakan ‘Panitia Besar Reorganisasi’. Tujuan panitia Reorganisasi ini

menertibkan atas banyaknya kesatuan-kesatuan yang ada, dan pembenahan

struktur staf dan komando-komando operasional dalam rangka meningkatkan

koordinasi agar terciptanya sentralisasi tentara.

Kerja kepanitian Reorganisasi mengahasilkan rekomendasi-rekomendasi

dan pemerintahpun menjalankan rekomendasi tersebut. Mei 1946 Soedirman

kemudian dilantik menjadi Penglima Besar dengan pangkat Jendral penuh,

sementara Urip tetap menjabat sebagai Kepala Staf dengan pangkat Letnan

Jendral. Panitia tersebut juga menciutkan jumlah devisi dan jumlah resimenya

juga dikurangi. Resimen-resimen kemudian dikelompokan kedalam brigade-

brigade. Tiap devisi dan brigade diberi nomor dan nama yang berkaitan dengan

sejarah prakolonial serta mitologi Indonesia (misalnya Brawijaya, Diponegoro,

Siliwangi dan sebagainya) dan para panglima serta kepala stafnya dipilih oleh

sidang perwira senior.27

                                                            26 Ibid. Dwi Pratomo Yulianto. Hal 87. 27 Sundhaussen, Ulf., Politik Militer Indonesia 1945-1966: Menuju Dwifungsi ABRI, ter. Hasan

Basari, LP3ES, Jakarta, 1988. 

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 29 ~  

Dalam hal ini terjadi perpecahan sendiri antara tentara regular (TRI) dan

nonreguler/tentara masyarakat. Kepanitiaan yang bertugas dalam hal ini

mengalami kegagalan dalam penerapanya, karena laskar yang ada enggan

bergabung dan tunduk terhadap tentara reguler walaupun mereka mau

bekerjasama. Akibat dari inilah kemudian pemerintah membentuk ‘Biro

Perjuangan’ yang menjadi wadah untuk mengumpulkan laskar-laskar yang ada.

Biro perjuangan yang berada dibawah koordinasi kementrian pertahanan yang

berada di Jakarta, yang interprestasinya merupakan orang-orang Partai Sosialis.

Sedangkan TRI dibawah Markas Besar yang berpusat di Yogyakarta. Jarak jauh

juga mengganggu komunikasi yang akhirnya terjadinya dualisme kepemimpinan

ketentaraan. Selain masalah ini terjadi juga pertentangan antara mantan KNIL dan

PETA dalam TRI, yang memiliki basis berbeda-beda. Mantan perwira KNIL yang

banyak duduk di markas besar sedangkan PETA banyak dilapangan, ini terjadi

saling mencurigai satu sama lain dalam kerja. Sering apa yang menjadi keputusan

dari markas besar yang di tanda tangani oleh Urip diabaykan oleh perwira

lapangan, baru ketika mendapatkan instruksi atau mandat dari Jendral Soedirman

baru melaksanakan perintah.

Banyaknya permasalahan yang belum terselesaikan dalam tubuh TRI yang

sangat urgen mengganggu kinerja dalam mempertahankan kemardekaan.

Berangkat dari semua masalah yang ada dalam TRI, pada tanggal 3 Juni 1947,

dengan sebuah dekrit presiden semua organisasi bersenjata harus melebur

kedalam satu organisasi yaitu ‘Tentara Nasional Indonesia’(TNI). Dekrit Presiden

tidak lepas dari kerjasama antara kementrian pertahanan dan para perwira mantan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 30 ~  

KNIL yang ingin menggabungkan tentara reguler dengan laskar. Dalam

reorganisasi Mei 1947 Soedirman menyetujui bahwa TNI masyarakat ini

ditempatkan sebagai salah satu cabang tentara dalam formasi lama Organisasi

kelaskaran tersebut. Dalam reorganisasi tersebut TNI masyarakat secara formal

dihapuskan dan kemudian dimasukkan kedalam tubuh TNI dalam sebuah brigade

khusus.28

Perkembangan militer tidak lepas dari situasi politik pasca kemardekaan,

memang pada masa ini hal yang wajar dalam pemerintahan baru mengkonsep

sistem yang baru. Perjanjian renvill sendiri sangat merugikan bagi indonesia, lagi-

lagi belanda diuntungkan dengan sikap kompromi pemerintah. Dan hal ini

mendapat respon yang kuat ditataran parlemen yang menumbangkan kabinet

Amir, karena banyaknya partai yang mendukung kemudian menarik diri dari

koalisi. Dikalangan militer sendiri ini memicu terjadinya pemberontakan disetiap

daerah, yang pada akhirnya membentuk Negara Islam Indonesia (NII). Walaupun

sebenarnya NII adalah sikap kecewa dan ketidak puasan dari laskar-laskar yang

tidak masuk kedalam TNI karena ketatnya reorganisasi.

Terjadinya reorganisasi dan rasionalisasi (Re-Ra) versi Hatta tidak lepas

dari perjanjian Renvill itu sendiri yang mengharuskan Hatta membangun kabinet

baru, yang program kerjanya salah satnya adalah Re-Ra. Re-Ra sendiri dilakukan

akibat dari lemahnya pertahanan yang tidak terorganisir dalam menahan agresi

militer Belanda I, dan tentara sendiri di persalahkan dalam hal ini. Berangkat dari

masalah diatas terjadilah kesepakatan kerjasama antara sayap kiri di KNIP atau                                                             28 Lihat said dalam Dwi Pratomo Yulianto. Op. Cit. Hal, 95. 

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 31 ~  

Amir dengan para perwira bekas KNIL, yang menghasilkan sebuah perundangan

baru menuntut adanya rasionalisasi. Pada tanggal 27 Desember 1947

menghasilkan perundangan yang memuat beberapa pokok tentang ketentaraan 29:

Pertama, bahwa organisasi dan kekuatan TNI harus dibuat kecil dan lebih

sederhana agar ia sesuai dengan kedudukan Republik pada waktu itu. Alasan lain

hal ini berkaitan dengan makin sempitnya wilayah serta beban sosial-ekonomi

Republik: Negara dan masyarakat tak lagi bisa membiayai 350 ribu personil

Angkatan Darat, Laut dan Udara, serta 470 ribu personel laskar. Kedua, berkaitan

dengan pembentukan Negara Indonesia Serikat: Agar dapat bersaing dengan

perwira KNIL yang akan ditransfer ke dalam TNI, maka harus memilih perwira-

perwira yang memiliki pengetahuan yang sepadan dengan mereka.

Akibat dari rasionalisasi ini banyaknya kesatuan bersenjata akan

dibekukan serta personel-personel tentara akan dikeluarkan dengan alasan

kecakapan dalam TNI. Jendaral Soedirman sendiri menentang hasil rasionalisasi

ini karena beliau mengganggap ditengah pertempuran seperti ini membutuhkan

personil tentara yang banyak, dan Soedirman mengingatkan apabila tetap

menjalankan rasionalisasi akan menyebabkan perang saudara. Perdebatan ini tidak

lebih dari penggusuran kepemimpinan elite tentara antar senior dan junior KNIL,

termasuk bekas PETA dan laskar dalam pembagian kekuasaan kepemimpinan

tentara. Ini digunakan untuk menyenangkan dan meredam konflik yang semakin

tajam di tubuh tentara sendiri.

                                                            29 Ibid. Dwi Pratomo Yulianto. Hal 116. 

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 32 ~  

Masa demokrasi terpimpin adalah masa terburuk yang dirasakan oleh TNI,

dan awal keterlibatan TNI kedalam ranah sipil. TNI mengalamai perpecahan

didalam tubuhnya pada tahun 1950-1966, diakibatkanya adanya persaingan antar

perwira militer sendiri yang ingin mengusai panggung politik serta campur tangan

sipil dalam intern militer.

2. Orientasi Militer

Ada tiga jenis organisasi militer yang timbul didalam Negara bangsa

modern, masing-masing bertindak sebagai reaksi terhadap jenis kekuasaan sipil

yang di lembagakan. Prajurit profesional klasik menonjol di dalam system-sistem

politik yang stabil. Prajurit pretorian berkemabang subur dalam lingkungan

ketidak stabilan politik. Sedang prajurit revolusioner manunggal dengan suatu

orde politik yang stabil sekalipun asal-usulnya datang dari suatu sistem politik

yang tidak stabil, yang kebetulan sedang mengalami kemunduran.30

a) Prajurit Profesional

Sebelum lebih jauh membahas tentang prajurit profesional, ada tiga hal

yang membedakan antara sikap profesi dengan yang lainya yang dianggap jenis

pekerjaan antara lain keahlian, tanggung jawab dan kesatuan31. Pertama.

Keahlian, orang profesional adalah seorang ahli yang memiliki pengetahuan dan

keterampilan khusus dalam suatu bidang yang penting yang merupakan kerja

                                                            30 Amos Perlmutter, Militer Dan Politik, terjemahan Sahat Simamora, CV Rajawali, Jakarta 1984. 31Samuel P. Huntington, “ Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil”,

Grasindo, Jakarta 2003. Hal. 4-7.

 

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 33 ~  

keras manusia. Keahlianya diperoleh hanya dari pendidikan yang tinggi dan

pengalaman. Kedua. Tanggung jawab, orang yang profesional adalah seorang

yang ahli dalam praktek profesinya, bekerja dalam sebuah konteks sosial, dan

melakukan suatu pelayanan, seperti meningkatkan kesehatan, pendidikan, atau

keadilan, yang sifatnya penting bagi fungsi masyarakat. Kliean dari setiap profesi

adalah masyarakat, baik secara individu maupun secara bersama-sama. Ketiga.

Kesatuan, para anggota dari suatu profesi saling berbagi rasa persatuan dan

kesadaran akan keberadaan mereka sebagai sebuah kelompok yang berbeda dari

orang awam. Rasa kebersamaan ini bersumber dari kedisiplinan dan pelatihan

kemampuan profesional, ikatan kerja bersama, dan saling berbagi suatu tanggung

jawab sosial yang unik.

Dalam pandangan Huntington melihat prajurit profesional adalah

berubahnya korps perwira militer dari bentuk “penakluk” (warrior) menjadi

kelompok profesional. Profesionalisme korps perwira ini di tandai oleh perubahan

dari “tentara pencari keuntungan materi” menjadi “tentara karena panggilan suci,

misalnya mengabdi Negara”.32

Ketiga ciri militer profesional tadi melahirkan apa yang oleh Huntington di

sebut the military mind yang menjadi dasar bagi hubungan antara militer dan

Negara. Etik militer menekankan sifat permanen, irasional, dan kelemahan

manusia, serta supremasi masyarakat terhadap individu. Etik ini juga

mementingkan ketertiban, hirarki dan pembagian tugas serta pengakuan akan

“Negara kebangsaan” (nation state) sebagai bentuk tertinggi organisasi politik.                                                             32 Op. cit. Amos Perlmutter. Kata pengantar. 

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 34 ~  

Negara yang kuat hanya mungkin jika ada kekuatan militer yang kuat, tapi

kekuatan militer ini abdi Negara.33 Inti the military mind adalah suatu ideology

yang berisi pengakuan militer profesional terhadap supremasi pemerintahan sipil.

Bagi perwira militer, tidak ada kemuliaan yang paling tinggi, kecuali kepatuhan

kepada negarawan sipil.34

Sekularisasi masyarakat dan rasionalisasi hukum kapitalisme pasar adalah

lingkungan yang sesuai bagi organisasi militer profesional maupun untuk struktur

Negara birokrasi moderen dengan norma-norma tata tertibnya yang bersifat

memaksa, sah, dan rasional. Kapten ekonomi industrilah, yang berani, dan justru

bukan prajurit; perwira karier, bukan pemimpin feodal tradisional; pemimpin

otoriter yang rasional, bukan kesatria feudal- inilah yang menjadi model-model

engkatan bersenjata modern. Mereka bersifat loyal kepada patrimony. System

hirarki membedakan militer dari kegiatan ekonomi dimana promosi karir dan

wewenang lebih sering di tentukan oleh jasa senioritas.35

Berbeda dengan profesional lainya, perwira militer hanya beroperasi di

tengah-tengah kepentingan klienya yang “terpilih”. Ia tunduk kepada Negara,

patriamoni, propinsi, partai, gerakan, dan terhadap kekuasaan politik yang pada

satu ketika begitu perkasa.

                                                            33 Loc cit. Amos Perlmutter. Kata pengantar.  34 Op cit , Huntington. Hal 79. 35 Op cit. Amos Perlmutter, hal. 16. 

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 35 ~  

b) Prajurit Pretorian

Walaupun hanya sedikit para perwira militer memilih lapangan politik

sebagai pekerjaanya, namun profesi militer dapat bertindak sebagai suatu landasan

politik. Semakin tinggi kedudukan seorang perwira, semakin ia bersifat politis-

terutama pada situasi-situasi pretorian dan revolusioner, yang melibatkan seluruh

organisasi militer dalam aksi politik. Didalam situasi politik yang stabil, hanya

sedikit perwira yang bersedia menggantikan profesi mereka dengan politik, akan

tetapi dengan peranan kelompok kecil yang berbuat demikian itu sangat vital

terhadap setiap penjajakan hubungan sipil-militer dan peranan militer moderen.

Pretorianisme militer timbul bersamaan dengan sistem-sistem pengendalian

politik subyektif dari Huntington, yakni kegagalan revolusi sosial, politik, atau

revolusi modernisasi. Kaum pretorian memang lebih sering timbul di masyarakat-

masyarakat yang bersifat agraris atau transisi atau secara ideologis terpecah-

pecah. Baik secara potensial maupun faktual, tentara selalu bersifat intervensionis;

kecendrungan untuk melakukan campur tangan bersifat permanen; dan merasa

memiliki kekuatan untuk mewujudkan perubahan konstitusi. Sifat para klien

militer bergeser ketika tentara “memutuskan” siapa mewakili bangsa dan tertib

politik.36

Kekuatan rezim pretorian tentara justru bukan berasal dari kecakapan

professional-penggunaan kekerasan-melainkan juga kecendrungan untuk

menghubungkan rezim yang membiayai tentara tersebut dengan rezim yang

melindungi integritasnya. Tentara pretorian adalah pembela utama otonomi                                                             36 Op cit. Amos Perlmutter, hal. 18-19. 

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 36 ~  

korporasi. Mesir misalnya, mengetahui bahwa ia berdiri sendiri tanpa adanya

sukungan “Negara” atau “masyarakat” yang dapat membela kemardekaanya atau

menentang eksistensinya. Lembaga militer pretorian menyamakan aspirasi

korporasi dengan kepentingan nasional.37

c) Prajurit Revolusioner

Sebagai alat revolusi, terutama sebelum dan selama “perang revolusioner”,

tentara revolusioner menunjukan kecendrungan kuat untuk takluk kebawah

pengaruh politik. Ketika revolusi berangsur-angsur melembaga, gerakan partai

menjadi kekuasaan tertinggi dalam Negara. Kemudian ia menentang peranan

tentara sebagai alternative di dalam politik dan menerima jenis organisasi militer

yang dikendalikan oleh para perwira tinggi rasional (profesional). Akan tetapi, ia

menolak dalil korporatisme tentara serta intervensi militer dalam politik. Dengan

demikian, pada tahap awal revolusi, tentara kehilangan otonominya dan

mengubah sebagian ciri profesionalnya demi pertumbuhan partai atau gerakan

yang sedang berlaku; tentara tampil sebagai alat mobilisasi partai yang

revolusioner. Akan tetapi pada kebanyakan persoalan kecendrungan tentara

revolusioner untuk melakukan intervensi politik tidak pernah hilang seluruhnya;

angkatan bersenjata tetap mempunyai, setidak-tidaknya, suatu peranan politik

yang laten, sekalipun ia menganut orientasi profesional.38

Tipe tentara revolisioner jelas dapat dibedakan dari tipe pretorian dalam

sikapnya masing-masing terhadap korporatisme militer dan dalam hubungan-

                                                            37 Op cit. Amos Perlmutter, hal. 20-21. 38 Ibid. Amos Perlmutter. Hal. 21-22

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 37 ~  

hubngan sipil-militer. Berbeda dengan korporasi yang diharapkan dari para

prajurit profesioanl dan praetorian, tipe pretorian lebigh menyukai pola-pola

hubungan non-hirarkis yang bersifat bersahabat antara para perwira dan prajurit.

Mobilitas ke atas bagi prajurit revolusioner bukanlah hasil dari keahlian militer,

melainkan pengabdian kepada revolusi dan mendapatkan dukungan partai. Suatu

praktek elementer dari angkatan bersenjata revolusioner adalah pembentukan

kader-kader. Para kandidat militer ini merupakan kelompok yang mendapat

indoktrinasi politik dan bersifat mengabdi yang harapan-harapanya melambung di

luar harapan-harapan lembaga militer profesional. Jadi, pembatasan tegas antara

militer dan politik, yang begitu jelas pada angkatan bersenjata profesional pada

tertib politik yang dikendalikan secara obyektif, tidak wujud dalam angkatan

bersenjata dan Negara yang revolusioner.39

Tentar revolusiner sebenarnya adalah pasukan profesional yang di jejali

dengan sejumlah faktor tambahan seperti komitmen, dedikasi dan tujuan.

Organisasinya mengikuti tipe profesionalnya. Apabila militer hendak

mempertahankan dan melindungi agresivitas dan integritasnya serta memenuhi

harapan-harapan revolusionernya untuk tetap mampu berfungsi secara

profesioanal, ia harus mengikuti azas-azas berikut :40

1. Revolusi hanya dapat dimenangkan dengan cara menaklukan kekuatan

politik dengan mendayagunakan kekuatan organisasi militer terlatih

baik secar efektif.

                                                            39 Ibid. Amos Perlmutter. Hal. 22 40 Ibid. Amos Perlmutter. Hal. 347-348  

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 38 ~  

2. Konsolidasi kekuatan politik dan pelembagaan politik menuntut

adanya jenis kontrol subyektif atas hubungan sipil-milter. Hubungan

ini dilanjutkan hingga pasca revolusi ketika tentara secar gradual

dikaitkan kepada rezim.

3. Tentara tidak dibenarkan untuk “di-Jacobinasasi”, atau

“diideologikan”; namun tidak pula dapat diisolir,. Untuk dapat

berfungsi efektif dan wajar tentara harus mempunyai komitmen dan

dilatih secara prima.

4. Promosi perwira kepada jabatan-jabatan penting harus didasarkan pada

obyektivitas keahlian prestasi.

5. Panglima tinggi harus dianggap sebagai sekutu rezim revolusioner dan

partner aktif dalam masalah-masalah pertahanan dan politik luar negri.

6. Prosedur, praktek dan tingkah laku profesional harus dilembagakan,

sekalipun dengan mengorbankan sesuatu bentuk munculnya giditas

pada tahun-tahun kemudian.

7. Berbagai standar rekruitmen, promosi, dan kenaikan pangkat harus

tetap bersifat universal.

8. Unit militer berukuran besar tidak boleh merupakan suatu gerakan

massa, melainkan suatu mesin yang berdisipilin tinggi.

9. Pergesaran jabatan perwira tinggi dalam tempo cepat dan peralihan hal

yang sama secara wajar dikalangan para perwira menengah (mayor

hingga kolonel) harus dilembagakan sebagai sebuah kebijaksanaan

umum organisasi.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 39 ~  

10. Dinas militer harus dapat tampil sebagai sumber prestise sosial,

pengaruh politik dan kebanggaan profesional bagi para anggotanya.

Secara singkat perbedaan tipe-tipe tentara profesional, pretorian dan

revolusioner, dapat dilihat dalam table berikut:

Tabel: 1.3

Tipe-tipe dan Orientasi Militer41

Ciri-ciri Profesional Pretorian Revolusioner

Keahlian Pengetahuan khusus yang didasarkan diatas standar obyektif dari kompetensi professional:tinggi.

Pengetahuan professional tidak diperhatikan dengan ketat sekali

Pengetahuan professional diarahkan kepada nilai-nilai social politik.

Klien Negara Salah satu dari yang berikut: bangsa kelompok suku, suku/puak,militer dan Negara.

Gerakan partai

Sifat lembaga (tipe kekuasaan)

Hirarki, kohensif, organik, kolektif, subordinasi, otomatik/ manipulative sempit.

Hirarki tidak kohensif, mengubah-ubah kepatuhan, sempit.

Sebelum dan sesudah revolusi: egalitarian, sangat mobile, kader manipulative, luas.

Penerimaan Terbatas hanya universal pada masa. perang

Terbatas. Universal.

Ideology Konservatif Tradisional materialis, anti sosialis, praetorian.

Revolusioner: gerakan partai.

Kecendrungan untuk campur tangan

Rendah. Permanen/berkelanjutan. Tinggi sebelum dan selama revolusi; rendah sebelum revolusi.

                                                            41 Ibid. Amos Perlmutter. Hal. 25 

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 40 ~  

3. Relasi Militer Dan Politik

Militer merupakan institusi yang professional dan eksklusif.

Profesionalisme militer yaitu memiliki keahlian dengan cara kekerasan baik

secara langsung maupun tidak. Profesionalisme dalam pandangan Huntington

harus mencakup keahlian, tanggung jawab dan kesatuan. Menurut Huntington,

semakin tinggi profesionalisme perwira militer, semakin berkurang kecendrungan

mereka melakukan intervensi diluar non-militer. Sebaliknya, bila kecakapan itu

tidak dihargai, maka tidak banyak yang dapat dilakukan oleh perwira militer

untuk memperbaiki kemampuan mereka dalam mempertahankan Negara,

sementara cita-cita pribadi tidak mempunyai jalan keluar untuk mendapatkan

keahlian sebagai satu cara untuk kenaikan pangkat. Perwira seperti ini cenderung

melibatkan dirinya dalam politik sebagai satu kegiatan sampingan.42Sedangkan

eksklusif, karena hanya mereka satu-satunya yang berhak memikul senjata untuk

mempertahankan Negara dari serangan musuh. Kedua aspek tersebut merupakan

menjadi kebanggaan militer.

Faktor lain menurut Finer yang menimbulkan kecendrungan intervensi

akibat proses profesionalisme militer adalah timbulnya sindikalisme militer. Hal

ini timbul jika pemerintahan sipil merasa dirinya paling tau tentang ukuran,

organisasi, jenis peralatan dan pola rekruitmen militer. Sebab lain adalah

keenganan pihak militer untuk selalu menjadi “pemadam kebakaran”, yakni

bertindak terhadap oponen domestik dari pemerintahan yang sedang berkuasa.

Pada dasarnya, kaum meliter melihat tugasnya sebagai penjaga bangsa terhadap

                                                            42 Eric A. Nordlinger, “Militer Dalam Politik”, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1994. Hal 73.

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 41 ~  

serangan luar, sedang tugas keamanan domestik dianggapnya tugas polisi.

Akibatnya, lama kelamaan kaum militer merasa bosan terhadap pemerintahan

yang opresif dan refresif terhadap lawan politiknya, sehingga intervensi politik

dilakukannya untuk menyelamatkan persatuan bangsa.43

Jhonson menekankan kegunaan intervensi militer terutama dari segi

pembangunan ekonomi dan modernisasi. Dibandingkan lembaga-lembaga lainya

di Negara-negara dunia ketiga, kaum militer merupakan elit yang paling moderen,

baik dalam orientasi nilai maupun organisasi. Karena perkembangan teknologi

kesenjataan yang cepat, maka kaum militer dianggap mengetahui hal-hal baru

lebih banyak dari kaum sipil. Sebagai “ the modernizing elite” kaum militer juga

melihat jauh kedepan dalam kepentingan korporasinya untuk mendorong

modernisasi dinegaranya.

Beberapa ilmuwan melihat bahwa sebagian besar perwira militer berasal

dari golongan menengah(middle class). Dinegara-negara dunia ketiga, lapisan

menengah ini sangat kecil jumlahnya dan selalu merupakan ujung tombak kejalan

modernisasi bangsanya. Mereka melihat kekuatan militer sebagai lemabaga

integrative yang tidak menimbulkan perpecahan dalam masyarakat, misalnya

karena pertentangan idiologis partai politik. Sebagai apa yang oleh Edward Feit

disebut “birokrat bersenjata” (armed bureaucrat), kaum militer lebiuh mampu

mencapai golongan terbesar masyarakat dari pada kelompok lainya, sehingga

lebih mudah memobilisir massa untuk pembangunan ekonomi.44

                                                            43 Op cit. Amos Perlmutter. Kata Pengantar. 44 Ibid. Amus Perlmuter. Kata Pengantar 

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 42 ~  

Ketika sipil mengancam otonomi dan eksklusifitas militer biasanya akan

mencetuskan motif-motif intervensi yang kuat. Dengan demikian tindakan

pemimpin sipil dan tingkat profesionalisme akan menentukan munculnya

kecendrungan intervensi militer atau sebaliknya. Yang berbeda bukanlah nilai

yang ditentukan terhadap profesionalisme dan eksklusifitas yang memang cukup

besar, tetapi kekerapan dan sejauh mana nilai tersebut ditentang oleh sipil.45

Samuel E. Finner dalam bukunya The Man On Horseback: The Role of

Military in Politics, mengemukakan bahwa disamping mempertanyakan mengapa

militer masuk kedalam politik, kita seharusnya juga bertanya mengapa mereka

mau melakukanya. Tampaknya keuntungan politik dari militer lebih banyak

dibandingkan dengan kelompok sipil dan kelompok lainya. Militer memiliki

organisasi yang lebih unggul dan mereka memiliki senjata.46 Samuel E. Finner

mengindentifikasikan enam model intervensi militer yaitu: 1) melalui saluran

konstitusional yang resmi;2) kolusi atau kompetisi dengan otorita sipil;3)

intimidasi terhadap otoritas sipil;4) ancaman nonkooperasi dengan, atau kekerasan

terhadap otoritas sipil;5) kegagalan untuk mempertahankan otoritas sipil

menentang kekerasan;dan 6) penggunaan kekerasan terhadap otoritas sipil.47

Pola hubungan sipil-militer diberbagai Negara berbeda-beda tergantung

dari sistem rezim pemerintah yang dianut oleh suatu Negara. Secara umum dalam

sistem pemerintahan demokratik liberal, hubungan sipil-militer menganut pola

supremasi sipil. Sedangkan pada sistem rezim otoritarian, pola hubungan sipil-

                                                            45 Ibid. Amus Perlmuter. hal 72. 46 Samuel E. Finner,”The Man On Horseback: The Role of Military in Politics”, dalam Op. chit.

Arif Yulianto. Hal. 78. 47 Ibid. hal 79.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 43 ~  

militer bervariasi derajat perbedaanya dengan penekanan peran militer lebih

dominan. Menurut Bagus A. Hardito, pola hubungan sipil-militer dapat berupa

dominasi sipil atas militer atau sebaliknya maupun kesejajaran antara keduanya

dalam mencapai tujuan politik suatu Negara.48 Kemudian Susilo Bambang

Yudhoyono dengan mengacu teori dan pandangan klasik tentang pola hubungan

sipil-militer, menekankan pada dua kutub yang berbeda, yaitu, kutub pertama:1)

supremasi sipil,2) campur tangan militer dalam politik tidak sah; sedangkan kutub

kedua:1) tidak ada supremasi sipil,2) campur tangan militer dalam politik demi

kepentingan bangsa dibenarkan.49

Elliot A.Cohen mengklasifikasikan pola (patterns) hubungan sipil-militer,

ke dalam empat model:

1. The Tradisional Model. Militer dibangun menjadi kelompok

professional, secara social terisolasi, memusatkan perhatian pada

masalah-masalah teknis, dan hanya berorientasi kepada ancaman dari

luar.

2. The “Constabulary” Model. Pada dasarnya tentara berfungsi sebagai

kekuatan kepolisian dimana para pemimpinanya lebih bertindak

sebagai “managers” dari pada “warriors”, dengan orientasi baik luar

maupun dalam Negeri, dan lebih melihat pada pentingnya ketertiban

(order) daripada berperang menghadapi musuh.

3. The Military as Reflection of Society. Sebuah system nasional dimana

militer memainkan peran yang penting dalam membangun civil society

                                                            48 Bagus A. Hardito dalam Arif Yuianto. Ibid Hal 39. 49 Susilo Bambang Yudhoyono dalam Arif Yulianto. Ibid Hal 40.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 44 ~  

yang dilaksanakan melalui dinas militer secara luas dengan pendidikan

dan indoktrinasi yang positif (conscious).

4. The Guardian Military. Sebuah sintesa, dimana militer berfungsi

melindungi orde politik dan sosial namun tidak melibatkan diri dalam

politik praktis (day to day intervention in politics).50

4. Partai Politik

Dalam teori demokrasi modern, partai politik dipandang sebagai sarana

kelembagaan yang utama untuk menjembatani hubungan antara masyarakat dan

pemerintah. Menurut pengertian Giovanni Sartori partai politik dapat diartikan

sebagai Setiap kelompok politik yang teridentifikasi melalui label yang

dimilikinya yang muncul pada saat pemilu, dan mampu menempatkan kandidat-

kandidatnya melalui pemilu tersebut untuk menduduki jabatan-jabatan publik.

Sedangkan menurut R.H. Soltau partai politik merupakan sekelompok

warga negara yang sedikit banyak mengorganisir, yang bertindak sebagai suatu

kesatuan politik dan yang – dengan memanfaatkan kekuasaanya untuk memilih –

bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka.      

(A group of citizens more or les organized, who act as a political unit and who, by

the use of their voting power, aim to control the government and carry out their

general policies)51 

                                                            50 Elliot dalam Arif Yulianto. Ibid, Hal 40-41. 51 R.H. Soltau dalam buku Miriam, Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta ,1977. 

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 45 ~  

Partai-partai dianggap memainkan peranan menyeluruh, sebelum, selama

dan sesudah pemilu sendiri. Sangat berbeda sekali dengan kelompok kepentingan

atau penekan serta lembaga lainya, partai politik menjangkau suatu lingkup

kepentingan manusia secara luas. Partai politik mengidentifikasi, memilah,

menentukan, dan mengarahkan pelbagai macam kepentingan dikelola menjadi

isu-isu politik dengan jalan menyusun sejumlah alternatif kebijakan dengan

didasarkan pada prisnsip-prisnsip umum yang menjadi landasan masing-masing

partai, yang nantinya diajukan dan dipilih oleh para pemilih dan pemerintah.

Selain itu juga yang sangat membedakan partai politik dengan kelompok lainya

adalah partai politik terlibat serta dalam proses pemilihan umum.

Secara historis partai-partai terlahir dari beragamnya kepentingan yang

saling bertentangan-kepentingan-kepentingan yang baru muncul melawan

kepentingan-kepentingan yang merasa terancam oleh kekuatan perubahan.

Adanya perbedaan diantara partai politik modern itu bisa dilacak kembali asal-

usulnya pada adanya pelbagai pertentangan sosial yang dominan di masa

pembentukan partai itu. Pertentangan-pertentangan itu dibentuk oleh suatu pola

umum disepanjang wilayah yang kini di tempati oleh negara-negar demokratis

modern. Berdasarkan kenyataan itu, Lipset dan Rokkan (1967) mengembangkan

sebuah teori yang menjelaskan bagaimanakah konflik-konflik kemasyarakatan

yang menonjol lantas diubah menjadi sistem kepartaian. Konflik abad 19 antara

para tuan tanah dan kepentingan-kepentingan industrial yang baru muncul di picu

oleh persoalan tingkat tarif produk-produk pertanian dan isu tentang kebebasan

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 46 ~  

atau kontrol atas usaha-usaha industrial. Partai-partai agrarian, liberal dan

konservatif dapat dilacak kembali asal-usulnya pada konflik-konflik ini.52

Untuk mengelompokan partai politik Joseph La Palombara & Weyner

mengemukakan Teori Asal Mula Partai Politik, ada tiga teori yang digunakan53;

pertama, Teori kelembagaan. Melihat ada hubungan antara parlemen awal dan

timbulnya partai politik Muncul dua tipe partai politik dalam teori ini:

intraparliamentary party dan extraparliamentary party. Partai politik dibentuk

oleh kalangan legislative (dan eksekutif) karena ada kebutuhan para anggota

parlemen (yang ditentukan berdasarkan pengangkatan) untuk mengadakan kontak

dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat. Ini kemudian

disebut sebagai Intraparliamentary party, karena muncul dari dalam parlemen.

Setelah partai politik terbentuk dan menjalankan fungsi, kemudian muncul partai

politik lain yang dibentuk oleh kalangan masyarakat. Partai tipe ini biasanya

dibentuk oleh kelompok kecil pimpinan masyarakat yang sadar politik

berdasarkan penilaian bahwa partai politik yang dibentuk pemerintah tidak

mampu menampung dan memperjuangkan kepentingan mereka. Karena muncul

dari luar parlemen, maka partai tipe ini disebut sebagai extraparliamentary party.

Cikal bakal partai ini bukan berasal dari anggota parlemen, namun dari orang-

orang yang tidak senang pada parlemen, bahkan ingin menghapus parlemen.

Kedua; Melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu sistem politik

untuk mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan masyarakat secara

                                                            52 Klingemann,Hans-Dieter (Ed), Partai, Kebijakan dan Demokrasi, Jentera, Yogyakarta, 1999. 53 Lihat Tunjung Sulaksono, “Materi Kuliah Study Partai Politik” UMY 

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 47 ~  

luas. Krisis yang dimaksudkan di sini adalah manakala suatu sistem politik

mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari bentuk tradisional

yang berstruktur sederhana menjadi masyarakat modern yang berstruktur

kompleks. Pada situasi ini terjadi berbagai perubahan, seperti pertambahan

penduduk, perluasan pendidikan, mobilitas okupasi, perubahan pola pertanian dan

industri, partisipasi media, dan munculnya gerakan-gerakan populis. Perubahan-

perubahan ini mengakibatkan munculnya tiga macam krisis, yakni legitimasi,

integrasi dan partisipasi.

Ketiga; Melihat partai politik sebagai produk modernisasi sosial ekonomi

Teori ini melihat modernisasi sosial ekonomi, seperti teknologi komunikasi

berupa media massa dan transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan,

industrialisasi, dan peningkatan kemampuan individu melahirkan suatu kebutuhan

akan suatu organisasi politik yang mampu memadukan dan memperjuangkan

berbagai aspirasi tersebut. Jadi partai politik merupakan produk logis dari

modernisasi sosial ekonomi. Teori ketiga memiliki kesamaan dengan teori kedua,

bahwa partai politik berkaitan dengan perubahan yang ditimbulkan modernisasi.

Perbedaan kedua teori ini terletak pada proses pembentukannya. Teori kedua

mengatakan bahwa perubahan menimbulkan tiga krisis dan partai politik dibentuk

untuk mengatasi tiga krisis tersebut. Sedangkan teori ketiga mengatakan bahwa

perubahan-perubahan itulah yang melahirkan kebutuhan akan adanya partai

politik.

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 48 ~  

5. Demokrasi

Demokrasi pada awal pertumbuhanya mencakup beberapa azas dan nilai-

nilai yang diwarisi dari satu generasi ke generasi lainya, munculnya demokrasi

merupakan gagasan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama

yang dihasilkan oleh kaum reformasi. Demokrasi pertama kali didapatkan dan

diterapkan di negara kota (city-state) Yunani Kuno sekitar abad 6 sampai 3 SM,

model yang digunakan adalah demokrasi secara langsung yaitu bentuk

pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan

secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur

mayoritas54.

Makna demokrasi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari demos

(rakyat) dan kratos (memerintah) yang termaknai pemerintahan dari rakyat dari

rakya, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan

yang dikuasai oleh rakyat terwakili di parlemen, sejalan dengan itu menurut

Abraham Lincolin mantan Presiden Amerika Sarikat mendefinisaikan Demokrasi

ialah suatu bentuk pemerintahan dimana kekuasaan politik tertinggi (supreme

political authority) dan kedaulatan (sovereignty) ada ditangan rakyat. Rakyat yang

memiliki ”sovereignty” berhak untuk memerintah. Karena itu, pemerintahan yang

demokratis adalah pemerintahan yang dapat persetujuan rakyat atau pemerintah

yang sudah memiliki mandat untuk memerintah dari rakyat (democratic

goverment by and with the consent of the people). Dalam sistem pemerintahan

modern, pemerintahan rakyat atau yang oleh Linclon disebut sebagai ”goverment                                                             54 Budiardjo, op,cit. Hal 54  

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 49 ~  

by people” tersebut terrepresentasi dalam bentuk lembaga perwakilan yang

mengatasnamakan rakyat.55 Dalam demokrasi sendiri ada beberapa syarat

demokrasi itu sendiri diantaranya kebebasaan berorganisasi, kebebasan

berekspresi, hak memilih pemilu yang bebas dan adil, sumber-sumber informasi

alternatif, lembaga-lembaga yang membuta semua keputusan pemerintah

tergantung pada suara atau ekspresi kepentingan masyarakat lainya, dan hak

pemimpin politik untuk bersaing memperebut pendukung dan suara.56

Demokrasi pada era modern memiliki perbedaan masing-masing disetiap

negara dalam sistem pemerintahanya, di Indonesia sendiri dalam melaksanakan

demokrasi semenjak pasca kemardekaan mulai dari demokrasi terpimpin sampai

demokrasi pancasila pada era Soeharto dan tidak lebih dari otoritarianisme

mengalami berbagai macam perubahan. Yang paling penting dari demokrasi

adalah adanya keterwakilan dari rakyat dalam pemerintahan yang diwakili oleh

legislatif menjadi refresentatif dari rakyat, eksekutif sendiri pemilihan seorang

Presiden mulai secara langsung dipilih oleh rakyat.

Ciri khas yang fundamental dari setiap demokrasi, sesuai dengan

karakteristiknya ialah pandangan bahwa warga negara (rakyat) harus dilibatkan

dalam pengambilan keputusan politik, baik secara langsung maupun tidak melalui

perwakilan yang mereka pilih. Kedua pendekatan ini dapat dicirikan sebagai

berikut. Pertama, demokrasi langsung (direct democration) rakyat ambil bagian

                                                            55 Lihat Gregorius , Sahdan, Jalan Transisi Demokrasi Pasca Soeharto, Pondok Edukasi,

Yogyakarta, 2004. 56 Lihat Georg Sorensen lebih detail, dalam AAGN Ari Dwipayan,dkk,”masyarakat Pascamiliter

Tantangan dan Peluang Demiliterisme di Indonesia, IRE, Yogyakarta, 2000. Hal 112 

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 50 ~  

secara pribadi didalam tindakan-tindakan sengaja dan memberikan suara atas

masalah. Seluruh ikut serta dan mensahkan semua undang-undang. Kedua,

demokrasi perwakilan (inderect democration) rakyat memilih warga lainya untuk

membahas dan mensahkan undang-undang.57

Dalam menentukan pilihan rakyat tersebut maka dalam sistem demokrasi

sendiri dikenal dengan namanya Pemilihan Umum (Pemilu), menjadi salah satu

ruang bagi rakyat untuk berkompetisi secara sehat dalam merebut kekuasaan.

Selain itu pemilu menjadi jaminan atas hak-hak individu, kebebasan berpolitik,

kesadaran berpolitik dan partisipasi publik untuk memilih wakil-wakil mereka

duduk di jabatan parlemen. Ini merupakan salah satu demokrasi prosedural yang

mengharuskan adannya pemilihan umum.

6. Transisi Demokrasi

Transisi berasala dari bahasa Latin yaitu ”trans” dan ”cendo”. Trans

sendiri berarti disebelah, seberang sedangkan cendo melangkah dari satu tempat

ke tempat lain dengan kata lain berpindah.

Sedangkan apabila kata ”transition” itu dipadukan dengan kata

”democraticy” akan menjadi ”transition to democracy” yang berarti perubahan

ke demokrasi atau peralihan ke demokrasi. Yang berubah dan beralih disini adalah

suatu masa atau periode sebelum terjadinya transisi. Periode itu adalah periode

sebelum beralih ke demokrasi. Nama dari periode itu adalah periode non-

demokrasi, entah itu periode kekuasaan monarki absolut, kekaisareran sultanistik,                                                             57 Firdaus, Syam, Pemikiran Politik Barat Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya Terhadap

Dunia Ke-3, Bumi Aksara, Jakarta, 2007. 

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 51 ~  

patrimonial, kedikdatoran pribadi, kediktatoran militer, kediktatoran partai atau

model-model lain dari rezim otoritarian.58 Ketika adanaya rezim otoriter dalam

pemerintahan dengan kekuatan masyarakat menggulingkan rezim tersebut,

terjadinya masa peralihan dan disinilah masa transisi tersebut.

Berbeda dengan pendapat Huntington dan J.Linz dalam definisinya

mengkategorikan tarnsisi kedalam tiga bentuk: Pertama adalalah transformasi

yang mana ketika elite politik mengambil alih kekuasaaan politik dan

mengarahkanya ke demokrasi. Kedua adalah Replasementasi yaitu ketika

kekuatan oposisi merebut atau mengambil alih kekuasaan politik dari otoriter ke

demokrasi dan rezim otoritarian mengalami penggulingan. Ketiga adalah

transplasementasi yakni terjadinya demokratisasi dikarenakan oleh adanya

beragam aksi secara bersama (bisa negosiasi, demonstrasi, dialog) antara kedua

kelompok yaitu oposisi dengan pemerintah.

Transisi rezim suatu negara dari non-demokratik ke demokratik terjadi di

dalam beberapa negara dengan beberapa sistem kekuasaan59: pertama, monarki

absolut (absolute monarchies), aristokrasi feodal (feudal aristocracies), dan

kekaisaran negara-negara kontinental. Rezim-rezim yang berkuasa dalam sistem

ini mengalami gelombang pertama transisi menuju demokrasi yang terjadi pada

tahun 1828 – 1926 (gelombang panjang pertama Amerika, Prancis, Italia dan

Argentina sebelum PD I) dan 1922 – 1942 (gelombang pendek pertama:

Kekaisaran Romawi, Spanyol, Hopsburg dan Chile).

                                                            58 Gregorius Sahdan, op.cit., Hal 32 59 Ibid. Sahdan. Hal 36 

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 52 ~  

Kedua, gelombang transisi demokrasi kedua terjadi pada tahun 1943-1962

(gelombang pendek kedua) dan 1950-1975 (gelombang panjang kedua),

menghantam negara yang berpola fasis (Fasicist State), negara bekas koloni

(colonies) dan rezim kediktatoran militer pribadi. Dan beberapa yang lainya

terjadi pada negara yang sedang mempraktekan demokrasi, seperti Jerman Barat

yang sedang menjalankan proyek pelmbagaan demokrasi Italia, Jepang, Austria

dan Korea.

Ketiga, transisi menuju demokrasi yang ketiga, terjadi pada negara-negar

dengan pola: satu partai (one-party system), negara yang dikuasai oleh rezim

militer (militery system), dan negar yang di perintahkan oleh rezim kediktatoran

pribadi. Negara yang dalam kelompok ini Yunani, Turki, Pakistan, Nigeria, Korea

Selatan dll.

Peralihan otoritarian ke demokrasi membentuk suatu Negara mengalami

perjolakan politik yang sangat dahsat, terjadinya huru-hara dimana-mana karena

masih mendesak perubahan sistem. Dari asumsi melihat peralihan tersebut ada

beberapa alasan mengapa terjadinya transisi demokrasi60:

Pertama, sistem otoritarian tidak memiliki konstruksi institusi yang kuat

sebagai mekanisme untuk mengatasi krisis. Pukulan krisis ekonomi menjadikan

rezim yang bertahta dalam payung otoritarian bersikap panik. Kedua, rezim

otoritarian tidak mampu melakukan institusionalisasi krisis sebagaimana dalam

sistem demokrasi yang mampu mengelola krisis menjadi kepentingan publik.

                                                            60 Ibid. Sahdan. Hal. 30 

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 53 ~  

Ketiga, Sifat dan watak otoritarian yang terlalu kaku dan rigit tidak kondusif

untuk peradaban masyarakat modern yang banyak dikendalikan oleh teknologi

dan ilmu pengetahuan.

Keempat, tidak mampu menjawab setiap dinamika yang terjadi dalam

masyarakat, terutama terpengaruh formasi sosial untuk berpartisipasi dan sistem

otoritarian tidak menghendaki partisipasi itu. Kelima, rezim otoritarian tidak

memiliki rasionalisasi legitimasi, tidak mampu mengkonstruk legitimasi baru

untuk mengatasi kemerosotan legitimasi. Keenam, kehilanganya mekanisme

mempertahankan diri dari berbagai gesekan eksternal, terutama ekspansi

komunikasi global yang dengar gencar menyuarakan demokratisasi.

Ketujuh, difirensiasi penataan politik dalam rezim otoriter sangat tidak

jelas dan lebih menonjolkan unifikasi kebijakan yang sentralistis termasuk

penguasaan rezim untuk memegang kendali atas seluruh komponen penopang

sistem, seperti birokrasi, Angkatan Bersenjata, dan regionalisai aparatus-aparatus

pemerintah untuk kepentingan loyalitas kekuasaan. Kedelapan, pada akhirnya kita

bisa mengatakan bahwa sistem demokrasi merupakan sistem yang lebih baik dari

sistem otoritarian.

E. Definisi Konsepsional

Konsep atau penjelasan adalah sebuah hal yang sangat urgen dan vital

dalam sebuah penelitian. Biasanya jika masalah dan kerangka teori sudah jelas

maka fakta atau fenomena mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian

atau penelitian akan jelas, sebuah konsep sebenarnya adalah merupakan definisi

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 54 ~  

secara singkat dari kelompok fakta atau fenomena-fenomena yang akan

dipaparkan dalam penelitian tersebut.

1. Purnawirawan adalah individu yang sudah pensiunan dari tugas militer

dan tidak ada lagi hubungan jenjang hirarki kemiliteran.

2. Militer adalah lembaga atau organisasi yang dipersenjatai untuk bertugas

mempertahankan kedaulatan suatu negara dari serangan musuh.

3. Partai politik adalah lembaga yang dibentuk oleh kelompok masyarakat

untuk menjembatani kepentingan antara rakyat dengan pemerintah.

4. Demokrasi merupakan Sistem yang menempatkan wakil rakyat duduk di

parlemen untuk mengaspirasikan dan mewakili kepentingan rakyat, untuk

dijadikan kebijakan publik.

5. Transisi demokrasi adalah proses peralihan dari sistem otoritarian atau

non-demokrasi menuju sistem demokratis.

F. Metode penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yang lebih

menitik beratkan untuk memahami dan menjelaskan situasi tertentu, bukan hanya

mencari sebab akibat yang di teliti. Tujuan penulisan biasanya menjadi alasan dari

pelaksanaan penelitian. Penelitian kualitatif pada umumnya dilakukan pada

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 55 ~  

penelitian sosial, dimana data yang dikumpulkan dinyatakan dalam bentuk nilai

relatif dan hasilnya bersifat obyektif serta berlaku sasaat dan setempat.61

Maka metodologi yang dipakai adalah metode deskriptif, seperti yang

dikemukakan oleh Sumadi Surya Brata (1983), metode diskriftip adalah penelitian

yang bermaksud mengadakan deskripsi mengenai situasi dan kejadian populasi

atau kelompok tertentu.62

Menurut Hadari Nawawi (1987), metode deskriptif adalah dapat diartikan

sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan dan

melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian seperti individu, lembaga,

kelompok dan masyarakat pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang

tampak atau sebagainya.63

Selanjutnya Winarno Surachmad mengatakan bahwa-ciri-ciri yang

terdapat pada penelitian deskriptif ialah:64 Pertama , memusatkan pada

pemecahan, masalah-masalah yang ada pada masa sekarang atau masalah-masalah

aktual. Kedua, data-data yang dikumpulkan pertama-tama disusun, dijelaskan dan

kemudian dianalisa.

                                                            61 Prof. Ir. Suklandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk praktis Untuk peneliti Pemula,

Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2002. Hal 117 62 Suryabrata, Sumadi: Metodologi Penelitian, Rajawali Press, Jakarta, 1983. Hal 13 63 Hadari, Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, 1987. Hal 63 64 Suracmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar, Metode dan Teknik, Tersito,

Bandung, 1982. Hal 132 

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 56 ~  

2. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini mendasarkan pada data sekunder, yaitu data

yang mengutip dari sumber lain sehingga tidak bersifat authentik. Karena sudah di

peroleh dari tangan ke dua, ketiga, dan seterusnya. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan dokumentasi yaitu menggunakan bahan-bahan

referensi yang diperoleh penulis melalui study pustaka di beberapa perpustakaan.

Adapun data tersebut memiliki sumber sebagai berikut : Buku-buku mengenai

militer dan politik, Jurnal ilmiah, Koran, Majalah dan data dari internet yang

semuanya sesuai dengan tujuan penelitian.

Data-data yang didapatkan akan dianalisa secara sistematis mendalam,

kemudian akan diambil kesimpulan dari data-data tersebut dan dijadikan referensi

atau acuan sebagai sebuah fakta pendukung untuk mendukung dan membuktikan

kerangka masalah yang diteliti oleh penulis.

3. Unit Analisis

Didalam penelitian ini penulis akan menjelaskan unit analisanya adalah:

a. Militer Indonesia (TNI) sebagai institusi

b. Peran purnawirawan di dalam partai politik dan perpolitikan

Indonesia masa reformasi.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHthesis.umy.ac.id/datapublik/t14246.pdf · A. LATAR BELAKANG MASALAH Melihat dari kesejarahan lahirnya bangsa ini, ... yang mana menjadi

~ 57 ~  

4. Teknik Analisis Data

Teknik yang dipakai adalah teknik kualitatif, yaitu menganalisa data dengan

cara analisis dan interpretasi terhadap temuan-temuan agar mendapat jawaban

yang ilmiah, logis dan mampu dipertanggung jawabkan. Teknik kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

atau bisa dari orang-orang dan perilaku yang diamati.

Bebarapa langkah yang akan dilakukan dalam menganalisa data:

Mereduksi data, yaitu data yang didapatkan oleh penulis melalui studi pustaka

dengan memilih dan menseleksi sesuai dengan permasalahan yang di teliti.

Menampilkan data, adalah data yang di hasilkan melalui reduksi kemudian di

sajikan untuk memperkuat penegasan penelitian. Kesimpulan yang ambil

merupakan hasil dari penelitian dengan data sekunder.