bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - sinta.unud.ac.id ii iii.pdf · melihat sejarah bahasa...

62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia, maka amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang perlu dikaji dan diperhatikan paling intensif adalah bahasa daerah, sebagai bahasa pertama digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa pertama sebagai bahasa ibu diajarkan dan dipakai di lingkungan keluarga pada umumnya dan di daerah tempat keluarga itu tinggal. Studi tentang pengajaran bahasa dapat dilakukan dengan baik apabila bahasa itu dikaji atau dianalisis terhadap bahasa- bahasa yang bersangkutan. Sebagaimana diketahui bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Untuk memahaminya dapat digali dari sifat-sifat bahasa agar para pemakai dapat membedakan pemakaian kata bahasa sebagai kata yang lazim dipakai oleh masyarakat umum dan sebagai istilah teknis mempunyai pengertian khusus dalam linguistik. Selanjutnya, sebagai ilmu dapat secara cermat menandai konsep ilmu dan pendekatan ilmiah (Kentjono, 1982:1). Linguistik sebagai ilmu tentang bahasa, dalam arti bahwa salah satu ilmu yang berurusan dengan bahasa mengambil bahasa dalam arti harafiah atau bahasa tutur sehari-hari dan sebagai objek sasaran yang dikhususkan. Dengan demikian, linguistik juga disebabkan oleh adanya “kerangka pikiran” mengenai objek tersebut. 1

Upload: duongtram

Post on 06-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam kehidupan manusia, maka

amatlah perlu mengkaji keberadaan bahasa itu sendiri. Demikian pula bahasa yang

perlu dikaji dan diperhatikan paling intensif adalah bahasa daerah, sebagai bahasa

pertama digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa pertama

sebagai bahasa ibu diajarkan dan dipakai di lingkungan keluarga pada umumnya dan

di daerah tempat keluarga itu tinggal. Studi tentang pengajaran bahasa dapat

dilakukan dengan baik apabila bahasa itu dikaji atau dianalisis terhadap bahasa-

bahasa yang bersangkutan.

Sebagaimana diketahui bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa. Untuk

memahaminya dapat digali dari sifat-sifat bahasa agar para pemakai dapat

membedakan pemakaian kata bahasa sebagai kata yang lazim dipakai oleh

masyarakat umum dan sebagai istilah teknis mempunyai pengertian khusus dalam

linguistik. Selanjutnya, sebagai ilmu dapat secara cermat menandai konsep ilmu dan

pendekatan ilmiah (Kentjono, 1982:1).

Linguistik sebagai ilmu tentang bahasa, dalam arti bahwa salah satu ilmu yang

berurusan dengan bahasa mengambil bahasa dalam arti harafiah atau bahasa tutur

sehari-hari dan sebagai objek sasaran yang dikhususkan. Dengan demikian,

linguistik juga disebabkan oleh adanya “kerangka pikiran” mengenai objek tersebut.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

2

Dalam menghadapi objeknya, linguistik juga mempunyai “dugaan-dugaan mula”

akibat dari pengamatan dan pertanyaan-pertanyaan terhadap gejala-gejala tertentu

(fonem-fonem) yang tampak menonjol pada pengamatan bahasa tertentu

(Sudaryanto, 1986:24).

Alwasilah (1986:70) memberi gambaran bahwa linguistik sebagai ilmu dan

bahasa sebagai objek. Sesungguhnya, bahasa sangat kompleks dan universal, terdiri

atas beberapa komponen yang satu sama lain berkaitan erat. Komponen-komponen

ini dalam linguistik mendapat perhatian sendiri-sendiri, seperti bunyi, susunan kata

atau makna yang dikandungnya sehingga memunculkan adanya istilah fonetik,

fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Bahasa juga dapat dipelajari dari segi

perkembangannya atau perbandingan perkembangan antara beberapa bahasa

sehingga memunculkan adanya istilah linguistik diakronik dan linguistik komparatif.

Menemukan suatu bentuk linguistik, khususnya menemukan perbedaannya harus

benar-benar diperhatikan. Bentuk-bentuk linguistik dapat berwujud morfem, alomorf,

dan kata; bahkan pada tataran yang lebih tinggi yakni frasa, klausa, kalimat, dan

wacana. Terkait dengan pembahasan tersebut Ghazali (2010:48), mengemukakan

bahwa “kompetensi linguistik” dipandang sebagai tata bahasa penutur asli yang telah

terinternalisasi, terdiri atas suatu sistem kaidah-kaidah yang kompleks dan beroperasi

pada tingkat-tingkat yang berbeda. Tingkatan tersebut, seperti: sintaksis, leksikal,

fonologi, dan semantik untuk menentukan organisasi struktur-struktur gramatika.

Makna gramatikal dapat mencakup informasi tentang nomor (tunggal dan

jamak), orang (pertama, kedua, ketiga), tenggang (masa lalu, sekarang, masa depan),

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

3

serta perbedaan lainnya yang dapat ditemukan juga dalam bahasa asing (terutama

bahasa Inggris). Leksem baru dapat diturunkan dengan menggunakan segala proses

pembentukan kata seperti afiksasi, reduplikasi, konversi, komposisi, maupun proses

lainnya. Bahasa memiliki aturan reduplikasi baik untuk tujuan derivasi maupun

tujuan enfleksional (Lieber, 2010:88).

Setiap bahasa memiliki ciri tertentu yang terdapat pula dalam bahasa-bahasa lain.

Setiap linguis diharapkan mampu menguasai secara reseptif satu atau lebih beberapa

bahasa lain di samping bahasanya sendiri. Bahasa yang dikuasai tersebut tidak

serumpun dengan bahasanya sendiri (Verhaar, 1984:6). Bahasa manusia didasari oleh

khasanah dasar yang juga tampak terisolasi secara biologis. Khasanah bahasa yang

tidak terbatas memiliki ciri-ciri tersendiri, yang ditunjukkan dalam bentuk murni

pada angka lami. Khususnya, anak-anak tidak memahami hal ini, hanya dapat

ditunjukkan pada kerangka pikir saja (Chomsky, 2000:3).

Seandainya bahasa tidak sistemik, maka bahasa itu tidak pernah ada, tidak punya

arti, serta tidak dapat diberi pemerian. Sebaliknya, bahasa yang bersistemlah dapat

dipelajari, terutama melihat hubungan antara kata dan makna seperti: (1) satu kata

dapat memiliki makna lebih dari satu; (2) beberapa kata dapat memiliki makna yang

sama; (3) makna kata-kata tertentu dapat diuraikan menjadi komponen yang terpisah;

(4) gabungan beberapa kata dapat mempunyai makna yang berbeda dari arti kata-kata

terpisah; (5) beberapa pasangan kata mempunyai makna berlawanan; serta (6) makna

beberapa kata tercakup oleh makna dari sebagian kata lainnya ( Alwasilah, 1986:77).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

4

Di samping adanya keteraturan bunyi-bunyi bahasa, ada pula kontradiksi yaitu

istilah arbitrer yang berarti mana suka, seenaknya, asal bunyi serta tidak ada

hubungan logis dengan kata-kata sebagai simbol (the symbols) dengan yang

disimbulkannya (the symbolized). Setiap bunyi bahasa bersifat manasuka, tetapi

bahasa adalah kekayaan sosial maka manasuka dapat disetujui pemakaiannya oleh

masyarakat penutur bahasa. Apabila menjadi kebiasaan (conventional), manasuka

menjadi peraturan yang tetap dan merupakan suatu sistem. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa bahasa bersifat manasuka yakni bahasa itu sosial konvensional serta

bahasa itu arbitrer dan nonarbitrer (Alwasilah, 1986:79).

Ferdinand de Saussure (1915), yang dianggap sebagai pelopor linguistik modern

membedakan telaah bahasa secara diakronik dan sinkronik. Telaah bahasa secara

diakronik adalah telaah bahasa yang mempelajari bahasa dari waktu ke waktu,

sedangkan telaah bahasa secara sinkronik adalah telaah bahasa pada satu kurun waktu

saja. Pemerian suatu bahasa dapat diperoleh dalam suatu bahasa tertentu tanpa

melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132)

Kesemestaan bahasa terjadi pada semua bahasa dan budaya, yaitu prinsip-

prinsip umum uamh masih tetap berlaku. Keberagaman tersebut berfungsi

menentukan konsep bahasa dalam aspek lain dari perilaku manusia. Konsep bahasa

mengkhususkan pada perilaku lingual, aplikasinya terkait dengan wilayah semantik

yang terorganisasi dengan istilah kekerabatan (Greenberg, 1963:61)

Perbandingan antara dua bahasa atau lebih dapat dikatakan sama usianya dengan

timbulnya ilmu bahasa itu sendiri. Pemahaman tentang suatu bahasa selalu menarik

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

5

perhatian orang untuk mengetahui sejauh mana terdapat kesamaan atau kemiripan

aspek bahasa tersebut. Pendekatan tersebut dimulai dengan unsur-unsur kata,

perlahan-lahan berkembang terus menuju perbandingan yang lebih kompleks.

Linguistik komparatif atau linguistik bandingan merupakan suatu cabang dari ilmu

bahasa (linguistik) yang berusaha untuk meletakkan dasar-dasar pengertian tentang

perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara bahasa-bahasa di dunia. Pengaruh

timbal balik dari unsur-unsurnya dikaji, terutama terhadap bahasa yang pernah

melakukan kontak dalam sejarah (Keraf, 1990:1).

Linguistik Historis Komparatif adalah suatu cabang ilmu bahasa yang

mempersoalkan bahasa dalam bidang waktu serta perubahan-perubahan unsur

bahasa, terjadi pada bidang waktu tersebut. Data dari suatu bahasa dipelajari dari dua

periode atau lebih yang diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-

kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu. Unsur-unsur yang sama

diperbandingkan berdasarkan kenyataan dalam periode yang sama dan perubahan-

perubahan yang terjadi dalam beberapa periode. Cabang ilmu ini lebih menekankan

pada teknik dalam prasejarah bahasa. Dengan data prasejarah dapat dijangkau

kehidupan sejarah bahasanya serta dapat diketahui perkembangan dan pencabangan

dalam bahasa-bahasa tertentu (Keraf, 1996:22).

Linguistik bandingan memiliki tujuan dan manfaat antara lain: (1)

mempersoalkan hubungan bahasa-bahasa serumpun dan mengadakan perbandingan

unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatan bahasa-bahasa tersebut; (2) mengadakan

rekonstruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini terhadap bahasa-bahasa purba

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

6

(bahasa proto); (3) mengadakan pengelompokan (subgrouping) bahasa-bahasa yang

termasuk dalam satu rumpun bahasa karena ada beberapa bahasa yang

memperlihatkan keanggotaannya lebih dekat atau sama dibandingkan dengan

beberapa bahasa atau kelompok bahasa lainnya; serta (4) menemukan pusat-pusat

penyebaran bahasa-bahasa proto (negeri asal: home land) dari bahasa-bahasa kerabat

dan menetapkan gerak migrasi yang pernah terjadi pada jaman lampau (Keraf, 1996:

23--24).

Antilla (1972:20) mengungkapkan bahwa linguistik historis komparatif

merupakan cabang ilmu linguistik yang mempunyai tugas utama untuk menetapkan

fakta dan tingkat keeratan serta kekerabatan antarbahasa, berkaitan erat dengan

pengelompokan bahasa yang berkerabat. Bahasa yang memiliki kekerabatan erat,

mengalami perkembangan yang sama.

Hock (1988:60) mengatakan bahwa dalam kajian linguistik komparatif dapat

dibuktikan adanya unsur-unsur warisan dari bahasa asalnya atau bahasa proto.

Berdasarkan analisis tersebut dikatakan bahwa hubungan kekerabatan antarbahasa

diperoleh dari bahasa-bahasa yang serumpun. Fakta tersebut dapat dibuktikan pada

fakta kebahasaan dalam wujud keteraturan perubahan dan pola perubahan bunyi

pada bahasa-bahasa yang berkerabat yang terwaris dari moyang bahasa yang sama.

Teori tentang linguistik historis komparatif telah dikembangkan oleh beberapa

pakar linguistik, yakni : Lehmann (1966); Antilla (1972); Bynon (1979); Jeffers dan

Lehiste (1979); Arlotto (1981); Crowly (1987); Hock (1988) dan lain-lain. Sejumlah

peneliti ini mengungkapkan tentang teori linguistik diakronik. Dikatakan bahwa

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

7

adanya keteraturan perubahan bahasa-bahasa secara umum yang dicirikan adanya

perubahan bunyi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merekonstruksi bahasa proto

yang berkembang pada ribuan tahun yang lalu.

Blust (1972), mengkaji bahasa Austronesia Purba berdasarkan kajian tradisional

yang menjadi perhatian linguistik komparatif, yakni rekonstruksi dan pengelompokan

secara genetis bahasa-bahasa turunannya. Bahasa-bahasa yang dikaji adalah bahasa di

Pasifik, Formosa, Madagaskar, serta kepulauan daratan Asia Tenggara. Karya-karya

Blust memperlihatkan kuatnya keterikatan pada prinsip yang tahan uji selama

puluhan tahun, terutama dalam membedakan retensi dan inovasi serta membedakan

kata yang kebetulan mirip dan kata yang menunjukkan bentuk yang sama karena

seasal. Ditekankan pula bahwa rekonstruksi tidak boleh hanya setiap perangkat

kesepadanan diturunkan dari satu bunyi purba saja, tetapi mencerminkan bahasa

alami yaitu bahasa yang dituturkan oleh manusia. Diharapkan ada keseimbangan

antara pelacakan bahasa turunan dan kenyataan yang ada. Dengan demikian, sebagian

besar persoalan komparatif dapat dipecahkan dengan rujukan pada lingkungan

budaya yang bersangkutan ( dalam Purwo ed, 1985: x).

Keluarga bahasa Austronesia memiliki sekitar 1.200 bahasa, yang bersama-sama

dituturkan oleh sekitar 270 juta orang. Dapat dikatakan, bahwa bahasa Austronesia

merupakan rumpun bahasa terbesar, terutama dalam hal penyebaran geografis setelah

rumpun bahasa Indo-Eropa. Bahasa Austronesia tersebar dari Malagasi (di

Madagaskan dan di Pulau Mayotte) di bagian barat Samudra Hindia ke Rapanui atau

Pulau Paskah di bagian tenggara Samudera Pasifik. Dengan demikian, secara

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

8

tradisional bahasa ditemukan berdasarkan penyelidikan serta adanya kontak bahasa

rumpun Austronesia yang terpisah secara geografis, seperti: negara, kepulauan,

sungai, pantai, dan sebagainya. Sejak dekolonisasi ada kecenderungan digantikan

oleh bahasa nasional yang baru dibentuk, yakni bahasa Indonesia, Malaysia, Pilipina,

Thailand, Vietnam, dan sebagainya (Adelaar; Himmelmann, 2005:1).

Bellwood, dkk (1995:1-19) menegaskan pula bahwa rumpun bahasa Austronesia

membentuk rumpun bahasa yang memiliki keterkaitan erat, seperti Austoasiatik, Uto-

Aztecan, dan Indo-Eropa. Bahasa Austronesia memiliki wilayah paling luas di dunia,

dari Madagaskar ke Pulau Paskah. Beberapa lama kemudian berkembang di

Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Madagaskar.

Metode utama yang digunakan untuk mengelompokkan bahasa Austronesia

adalah metode perbandingan-sejarah tradisional. Korespondensi bunyi digunakan

untuk merekonstruksi bahasa purba dan menentukan inovasi fonologi, morfologi-

sintaksis, dan leksikal. Metode komparatif paling berhasil digunakan dalam

mengungkapkan hubungan antara beberapa bahasa, merekonstruksi bentuk-bentuk

awal yang dibuktikan terutama pada bentuk Proto-Indo-Eropa (Lehmann, 1966:91).

Terkait dengan upaya pembinaan dan pengembangan bahasa di wilayah Nusa

Tenggara Timur, terutama di Kabupaten Alor, perlu dilakukan penelitian yang

mendalam terhadap fenomena kebahasaannya. Fenomena tersebut menyangkut

pendataan terhadap silsilah kekerabatam bahasa berdasarkan pengelompokannya,

penelusuran protobahasanya, pantulan protofonem terhadap proto bahasanya, serta

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

9

pola perubahan bunyi terhadap ketiga bahasa yang diteliti. Keseluruhan pendataan

terhadap bahasa tersebut merupakan studi linguistik komparatif.

Kabupaten Alor adalah salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur

yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No 69 tahun 1958 tentang Pembentukan

Daerah Tingkat II dalam wilayah Provinsi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa

Tenggara Timur (LNRI tahun 1958 No 122). Jika dilihat dari perjalanan sejarah,

Kabupaten Alor telah mengalami berbagai perkembangan khususnya perkembangan

di bidang pemerintahan baik pada masa lampau, maupun pada saat terbentuknya

menjadi suatu kabupaten seperti yang ada saat ini (Stonis, 2008:1).

Kepulauan Alor adalah salah satu wilayah di kabupaten, Provinsi Nusa

Tenggara Timur (Sunda Kecil), yang letaknya terbujur dari Timur ke Barat. Batas-

batas wilayahnya adalah: (1) Sebelah Timur: Wilayah Kepulauan Maluku Teggara

Barat; Sebelah Barat: Selat Lomlen, Kabupaten Lembata; Sebelah Utara: Laut Flores;

Sebelah Selatan: Selat Ombay dan Timor Leste. Kabupaten Alor merupakan daerah

kepulauan yang terdiri atas 15 buah pulau dengan 9 buah pulau yang berpenghuni

dan 6 buah pulau tidak berpenghuni. Pulau yang berpenghuni adalah : Pulau Alor,

Pulau Pantar, Pulau Pura, Pulau Tereweng, Pulau Ternate, Pulau Kepa, Pulau Buaya,

Pulau Kangge, dan Pulau Kura. Pulau yang tidak berpenghuni adalah: Pulau Sika,

Pulau Kapas, Pulau Batang, Pulau Lapang, Pulau Rusa, dan Pulau Kambing (Retika,

2012: 1--2).

Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor (2013:43), wilayah adminstratif

Kabupaten Alor memiliki jumlah kecamatan sebanyak 17 kecamatan; jumlah

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

10

desa/kelurahan sebanyak 175 desa; jumlah dusun/ lingkungan sebanyak 366 dusun;

jumlah rukun warga sebanyak 709 warga; jumlah rukun tetangga sebanyak 1548

warga; jumlah penduduk sebanyak 196.179 orang; jumlah rumah tangga sebanyak

42.282 keluarga; luas wilayah 2.864,64 km²; serta kepadatan penduduk mencapai 68/

km².

Steinhauer (dalam Poedjosoedarmo. ed, 1977:38) hasil penelitiannya

mengungkapkan bahwa bahasa-bahasa di Kabupaten Alor tergolong bahasa non-

Austronesia, termasuk bahasa Blagar yang memiliki sekitar 10.000 penutur, bahasa

Pura, bahasa Pantar (desa Batu) dan bahasa Ternate (Pura Kecil) yang berada di

wilayah Nusa Tenggara Timur. Bahasa-bahasa tersebut dikatakan memiliki ciri

pembentukan morfologis yang sederhana, adverbial terbatas, kata ganti, partikel, dan

kelas kata.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ketiga bahasa yang diteliti yakni

bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon tergolong bahasa Austronesia. Proto

PAN menampakkan pantulan (refleks) terhadap protobahasa Kabola, protobahasa

Hamap, dan protobahasa Klon, baik pantulan protofonem maupun leksikalnya.

Pantulan (refleks) tersebut terpantul secara teratur dan ditemukan pula beberapa

fonem yang terpantul secara tidak teratur. Bahasa-bahasa Austronesia di Pulau Alor

berkembang di daerah dataran serta di beberapa perbukitan. Bahasa-bahasa non-

Austronesia pada umumnya berkembang di daerah pantai.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

11

Bahasa-bahasa daerah di Kabupaten Alor merupakan suatu keunikan tersendiri,

jika diamati dari segi keberadaannya dan kuantitas rumpun bahasanya. Meskipun

mempunyai jarak tempat tinggal cukup dekat antara salah satu suku dengan suku

lainnya, terdapat perbedaan bahasa. Keanekaragaman bahasa daerahnya mempunyai

pengaruh yang sangat besar pada kehidupan bermasyarakat. Menurut penelitian

Stokhof (1982; band dengan La Ino, 2013:6) ada dua kelompok bahasa yang hidup di

Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni satu kelompok bahasa yang tergolong bahasa

Austronesia dan 12 bahasa non-Austronesia. Berdasarkan pendataan Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Alor terdapat 18 bahasa daerah. Bahasa-

bahasa daerah tersebut adalah: (1) Bahasa Daerah Alores; (2) Bahasa Daerah

Kabola/Adang; (3) Bahasa Daerah Abui/A’fui; (4) Bahasa Daerah Hamap; (5)

Bahasa Daerah Klon; (6) Bahasa Daerah Kui; (7) Bahasa Daerah Kafoa; (8) Bahasa

Daerah Panea; (9) Bahasa Daerah Kamang; (10) Bahasa Daerah Kailesa; (11) Bahasa

Daerah Wersin/Kula; (12) Bahasa Daerah Talangpui/Sawila; (13) Bahasa Daerah

Blagar/Pura; (14) Bahasa Daerah Retta; (15) Bahasa Daerah Taiwa; (16) Bahasa

Daerah Nedebang/Bintang/Kalamu; (17) Bahasa Daerah Deing/Diang; dan (18)

Bahasa Daerah Lamma. Ditinjau dari klasifikasi daerah penyebaran dan luas

pemakainya, dikelompokkan menjadi bahasa daerah terbesar, menengah, dan terkecil

(Retika, 2012:1--10).

Beberapa bahasa daerah di Kabupaten Alor dapat hidup berdampingan.

Pengelompokan bahasa di Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya di Pulau Alor

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

12

sesungguhnya belum tuntas, terbukti adanya pandangan yang berbeda mengenai

jumlah bahasa daerah yang ada di pulau tersebut.

Beberapa pakar linguistik yang mengkaji secara mendalam kajian linguistik

historis komparatif berupa karya tulis ilmiah seperti tesis dan disertasi. Kajian

linguistik historis komparatif dalam bentuk tesis, seperti: Putrayasa (1988); Mbete,

(1990); Mandala, (1999); dan La Ino, (2004). Selanjutnya, kajian dalam bentuk

disertasi, seperti: Syamsuddin (1996); Fernandez (1996); Budasi (2007); Mandala

(2010); dan La Ino (2013).

Kajian disertasi ini membahas secara khusus tentang kekerabatan bahasa yang

ada di Pulau Alor, terutama bahasa yang masih dipelihara dan dilestarikan sebagai

alat komunikasi pada kehidupan masyarakat setempat. Peneliti mengakaji tiga bahasa

daerah di Kabupaten Alor dengan kajian linguistik historis komparatif, yakni bahasa

Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon. Ketiga bahasa tersebut letaknya berdekatan

dan tergolong bahasa Austronesia serta memiliki wilayah sebar terbesar (bahasa

Kabola dan bahasa Klon) dan wilayah sebar menengah (bahasa Hamap).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka beberapa permasalahan yang perlu

dibahas pada kajian ini adalah sebagai berikut.

1) Bagaimanakah pengelompokan genetis bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa

Klon di Pulau Alor?

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

13

2) Bagaimanakah sistem protobahasa bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa

Klon di Pulau Alor?

3) Bagaimanakah pola perubahan bunyi protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon di

Pulau Alor?

4) Bagaimanakah pantulan (refleks) protofonem PAN pada Protobahasa Kabola,

Hamap, dan Klon (PKbHpKl) di Pulau Alor?

Rumusan masalah pertama membahas tentang pengelompokan bahasa yang

berkerabat secara kuantitatif, mengkaji wilayah sebar terbesar, yakni bahasa Klon dan

bahasa Kabola serta bahasa Hamap yang memiliki wilayah sebar tingkat menengah.

Ketiga bahasa tersebut dianalisis berdasarkan hubungan keseasalan bahasa-bahasa

yang ada dengan proto Austronesia. Pengelompokan bahasa dilakukan untuk

penentuan silsilah kelompok bahasa demi kejelasan struktur genetisnya. Dengan

pengelompokan, setiap bahasa yang diperbandingkan dapat diketahui kedudukan dan

hubungan keseasalannya dengan bahasa-bahasa yang berkerabat lainnya.

Rumusan masalah kedua menguraikan tentang pemerian protobahasa dengan

menurunkan ketiga bahasa yakni bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon

secara teoretis-hipotesis. Rekonstruksi protobahasa dilakukan dengan penelusuran

kembali unsur-unsur warisan bahasa asal yang telah hilang melalui bentuk evidensi

bahasa-bahasa turunan seta berkerabat yang sekarang masih hidup.

Rumusan masalah ketiga menganalisis tentang pola perubahan bunyi

protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon. Selanjutnya fakta-fakta kebahasaan dalam

wujud keteraturan dan pola perubahan bunyi dikaji pada ketiga bahasa yang

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

14

berkerabat, menunjukkan bukti adanya keseasalan dan terwaris dari moyang yang

sama. Penjejakan bukti-bukti kualitatif merupakan upaya penemuan fakta-fakta

tentang perubahan-perubahan yang eksklusif, yang terdapat dalam dua bahasa atau

lebih. Beberapa pola perubahan bunyi dapat terjadi secara beraturan maupun tidak

beraturan. Perubahan bunyi secara teratur dapat terjadi apabila perubahannya terjadi

pada kondisi yang sama.

Rumusan masalah keempat menganalisis pantulan (refleks) protofonem yang

teratur maupun tidak teratur PAN pada protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon

(PKbHpKl) di Pulau Alor. Sejumlah etimon ditelusuri agar memperoleh etimon yang

menampakkan pantulan atau tidak menampakkan pantulan terhadap protobahasa

Kabola, Hamap, dan Klon (PKbHpKl).

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian tentu memiliki tujuan, sesuai dengan permasalahan yang

dibahas. Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

Kedua tujuan tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat

keeratan dan kekerabatan ketiga bahasa yang ada di Pulau Alor. Di samping itu,

penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya khazanah pengetahuan di bidang

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

15

sejarah perbandingan bahasa. Dengan demikian, bagi para linguis penelitian ini dapat

digunakan sebagai bahan studi bandingan untuk penelitian bahasa-bahasa daerah

secara mendalam.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus, tujuan penelitian sesuai dengan uraian yang diuraikan pada

rumusan masalah, yakni mengelompokkan secara genetis ketiga bahasa yang diteliti,

merekonstruksi protobahasa, pantulan PAN pada PKbHpKl, serta menganalisis pola

perubahan bunyi PKb-Hp dengan Kl.

Tujuan khusus penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Mengelompokkan secara genetis bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon

yang terdapat di Pulau Alor.

2) Merekonstruksi protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon yang terdapat di Pulau

Alor.

3) Menganalisis pola perubahan bunyi protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon di

Pulau Alor.

4) Menganalisis pantulan (refleks) PAN pada protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon

(PKbHpKl) di Pulau Alor

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dapat dibagi menjadi manfaat teoretis dan manfaat praktis. Di

bawah dibahas setiap manfaat tersebut.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

16

1.4.1 Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan fakta baru terhadap

perkembangan linguistik historis komparatif.

2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap kajian

linguistik historis komparatif pada masa mendatang untuk penelitian selanjutnya.

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran terhadap

hasil penelitian yang telah dikaji oleh peneliti.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk dapat menemukan fakta baru tentang

guyub bahasa yang dimiliki oleh masyarakat Pulau Alor. Melalui fakta kebahasaan

yang ada diharapkan bermanfaat bagi kesadaran masyarakat yang memiliki leluhur

bahasa yang sama. Selanjutnya, manfaat penelitian ini juga diharapkan mampu

menanamkan kepada generasi baru terhadap pembelajaran perbandingan bahasa.

Manfaat praktis penelitian ini dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut.

1) Melalui kekerabatan bahasa yang ditemukan dalam penelitian ini diharapkan

tumbuh kesadaran baru tentang hubungan genetis antara guyub tutur bahasa-

bahasa yang diteliti.

2) Melalui fakta kebahasaan tentang sejarah masa lalu diharapkan tumbuh kesadaran

adanya leluhur bahasa yang sama.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

17

3) Melalui fakta-fakta yang ditemukan, khususnya perubahan-perubahan kebahasaan

berarti juga perubahan kebudayaan, guyub-guyub tutur bahasa-bahasa yang diteliti

menyadari bahwa bahasa-bahasa mereka berubah pula pada masa mendatang.

4) Melalui kajian bahasa yang dilakukan diharapkan tumbuhnya kesadaran terhadap

relasi kekerabatan dan leluhur bahasa moyang yang sama, sehingga dapat

ditanamkan pada generasi baru melalui pembelajaran perbandingan bahasa

kerabat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup hendaknya dirumuskan dengan jelas, baik yang menyangkut

generalisasi maupun yang menyangkut peristiwa kasus. Dengan demikian, ruang

lingkup tidak hanya menyangkut lokasi, materi aspek penelitian, tetapi juga variabel-

variabel penelitian agar jangkauannya tidak terlalu sempit atau terlalu luas tanpa

alasan yang masuk akal (Jendra, 1981:23). Kerangka sebuah penelitian diharapkan

mampu memaparkan rencana dalam pikiran, dikelompokkan pada kerangka pikir

untuk mendukung suatu batasan penelitian (Cresswell, 2000:3).

Penelitian tentang kekerabatan Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon di

Pulau Alor terbatas pada masalah-masalah sebagai berikut.

1. Mengelompokkan secara genetis bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa

Klon yang berkerabat secara kuantitatif di Pulau Alor. Kajian tersebut

dilakukan dengan melihat wilayah sebar terbesar yakni bahasa Kabola dan

bahasa Klon serta bahasa Hamap yang memiliki wilayah sebar tingkat

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

18

menengah. Ketiga bahasa tersebut dianalisis berdasarkan hubungan

keseasalan bahasa-bahasa yang ada dengan proto Austronesia.

Pengelompokan bahasa dilakukan untuk penentuan silsilah kelompok bahasa

demi kejelasan struktur genetisnya.

2. Menguraikan pemerian protobahasa dengan menurunkan ketiga bahasa yakni

bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon secara teoretis-hipotesis.

Rekonstruksi protobahasa dilakukan dengan penelusuran kembali unsur-unsur

warisan bahasa asal yang telah hilang melalui bentuk evidensi bahasa-bahasa

turunan seta berkerabat yang sekarang masih hidup. Asumsi tersebut

dikuatkan dengan bukti bahwa bahasa-bahasa yang berkerabat banyak

menyimpan dan mengubah unsur warisan dengan kaidah yang ada.

3. Menganalisis pola perubahan bunyi protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon.

Fakta-fakta kebahasaan dalam wujud pola perubahan bunyi dikaji pada ketiga

bahasa yang berkerabat, menunjukkan bukti adanya keseasalan dan terwaris

dari moyang yang sama. Perubahan bunyi secara teratur dapat dikaji,

perubahan bunyi tersebut terjadi pada kondisi yang sama.

4. Menganalisis pantulan (refleks) protofonem PAN pada Protobahasa Kabola,

Hamap, dan Klon (PKbHpKl) di Pulau Alor. Sejumlah etimon ditelusuri agar

memperoleh etimon yang menampakkan pantulan protofonem PAN dan tidak

menampakkan pantulan protofonem PAN terhadap protobahasa Kabola,

Hamap, dan Klon (PKbHpKl). Pantulan protofonem tersebut ditemukan

terpantul secara teratur dan beberapa protofonem yang terpantul tidak teratur.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

19

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN

MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Berdasarkan pengamatan dan penelitian kepustakaan yang dilakukan, ditemukan

beberapa kajian historis yang mengkaji tentang bahasa daerah dengan menggunakan

pendekatan linguistik historis komparatif. Beberapa uraian ringkas tentang linguistik

komparatif , baik berupa kertas kerja, tesis, maupun disertasi digunakan sebagai

bahan perbandingan kajian tulisan ini.

Putrayasa (1988) mengkaji dalam bentuk tesis berjudul “ Hubungan Kekerabatan

Bahasa Tetun-Rote-Dawan: Kajian Linguistik Historis Komparatif” membahas bukti-

bukti keeratan hubungan kekerabatan bahasa dalam bentuk kuantitaif dan kualitatif.

Bukti-bukti kuantitatif diperoleh berdasarkan 200 kosa kata Swadesh berupa

persamaan persentase rata-rata ketiga bahasa mencapai 75 %. Persentase ini lebih

tinggi apabila dibandingkan dengan bahasa Bima dan bahasa Kisar yang mencapai 39

%. Pada subkelompok persentase persamaan bahasa Rote dan bahasa Dawan

mencapai 79 %. Bukti-bukti kualitatif berupa inovasi fonologis dan leksikal berupa

23 buah leksikon. Inovasi fonologis pemisah kelompok berupa perubahan konsonan

hambat bersuara menjadi hambat takbersuara. Ditemukan pula 33 buah leksikon yang

inovatif dalam bahasa Rote dan bahasa Dawan. Berdasarkan bukti-bukti kuantitatif

dan kualitatif disimpulkan bahwa bahasa Tetun-Rote-Dawan adalah satu kelompok

tersendiri yang berkerabat erat. Kelompok bahasa Tetun-Rote-Dawan beranggotakan

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

20

bahasa Tetun dan subkelompok bahasa Rote-Dawan. Subkelompok bahasa Rote-

Dawan beranggotakan bahasa Rote dan bahasa Dawan.

Mbete (1990), menulis “Rekonstruksi Protobahasa Bali-Sasak-Sumbawa” adalah

penelitian yang dilakukan dengan kajian linguistik historis komparatif. Penelitian

yang disajikan dalam bentuk disertasi ini mengkaji secara lengkap ketiga bahasa yang

diteliti yakni bahasa Bali, bahasa sasak, dan bahasa Sumbawa. Pelaksanaan penelitian

dilakukan dengan mengelompokkan bahasa berdasarkan bukti-bukti kuantitatif

dengan 200 kosa kata Swadesh diperoleh kesamaan persentase rata-rata tiga bahasa

yakni 50 %. Persentase ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bahasa Jawa dan

bahasa Madura yakni 41 %, begitu pula dengan bahasa Bima dan bahasa Manggarai

hanya 31 %. Pada jenjang bawah, ditemukan persentase kesamaan bahasa Sasak dan

bahasa Sumbawa mencapai 64 %. Kemudian, dilakukan penelusuran bukti-bukti

kualitatif melalui rekonstruksi fonologi, dengan menggunakan metode perbandingan.

Inovasi fonologis penguat kelompok adalah metatesis bersama, sedangkan inovasi

leksikal berjumlah 41 kata. Inovasi pemisah kelompok berupa hilangnya konsonan

pertama pada deret konsonan di tengah kata, asimilasi nasal, dan perubahan

konsonan. Ditemukan pula 31 kata yang inovatif dalam bahasa Sasak dan bahasa

Sumbawa. Selanjutnya, dilakukan rekonstruksi protobahasa yang merupakan tahapan

lanjutan rekonstruksi fonologi serta menyajikan kaidah perubahan fonem. Penjejakan

hubungan keasalan merupakan tahap lanjut untuk membahas proto-Austronesia

dengan protobahasa Bali-Sasak-Sumbawa. Hasil temuan didapatkan bahwa bahasa

Bali, bahasa Sasak, dan bahasa Sumbawa merupakan satu kelompok tersendiri yang

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

21

memiliki hubungan kekerabatan erat. Ketiga bahasa tersebut memiliki hubungan

keseasalan yang diturunkan dari protobahasa Bali-Sasak-Sumbawa.

Syamsuddin A.R (1996), mengkaji “Kelompok Bahasa Bima-Sumba, Kajian

Linguistik Historis Komparatif” dalam bentuk disertasi. Kajian tersebut membahas

tentang sekilas pandang bahasa-bahasa kelompok Bima-Sumba. Bahasa-bahasa yang

termasuk kelompok Bima-Sumba adalah bahasa Bima (BM), bahasa Komodo (KM),

bahasa Manggarai (MG), bahasa Ngada (Ng), bahasa Lio (Li), bahasa Sumba (SB),

dan bahasa Sawu (SW). Pengolahan data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif

dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan dengan teknik leksikostatistik dan

glotokronologi untuk menghitung persentase kemiripan menghitung masa pisah

bahasa-bahasa serumpun. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk menentukan diagram

pohon kekerabatannya, dengan teknik rekonstruksi, korespondensi, dan refleksi untuk

menentukan bukti-bukti pengelompokan berupa inovasi. Rekonstruksi terhadap

protobahasa dilakukan untuk menentukan kemiripan kosakata pokok, penentuan

masa pisah, serta pengelompokan bahasa. Kajian kuantitatif dilakukan atas kelompok

bahasa Bima-Sumba dan bahasa pembanding. Kemudian, kajian kualitatif dilakukan

atas fonem dan ciri spesifik fonemis kelompok bahasa Bima-Sumba serta terjadi

beberapa pergeseran. Pada mulanya, anggota kelompok berjumlah enam kemudian

bertambah menjadi tujuh bahasa dan terpencar menjadi tiga subkelompok yakni: BM-

KM; MG (Ng-Li); SB-SW yang disusun dalam diagram pohon kekerabatan.

Selanjutnya, dianalisis pula kajian kualitatif atas korespondensi dan rekonstruksi

protobahasa kelompok Bima-Sumba. Berdasarkan pendekatan kualitatif ditemukan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

22

1755 buah etimon protobahasa Sumba. Langkah berikutnya adalah kajian kualitatif

atas refleksi proto Austronesia pada proto Bima-Sumba. Hasil temuan didapatkan

adanya kekerabatan bahasa Bima-Sumba berdasarkan protobahasanya.

Fernandez (1996), dalam tulisannya bertajuk “Relasi Historis Kekerabatan

Bahasa Flores (Kajian Linguistik Historis Komparatif terhadap sembilan bahasa di

Flores)” merupakan penelitian bahasa yang disajikan dalam bentuk disertasi.

Keadaan bahasa-bahasa di Flores diuraikan secara mendalam untuk

mengelompokkan sembilan bahasa yang diteliti yakni bahasa Manggarai, bahasa

Komodo, bahasa Rembong, bahasa Ngada, bahasa Lio, bahasa Palu’e, bahasa Sikka,

bahasa Lamaholot, dan bahasa Kedang. Berdasarkan bukti-bukti kuantitatif melalui

pendekatan leksikostatistik ditemukan persentase kognat sebesar 61,5 %. Persentase

dengan bahasa-bahasa di sekitarnya rata-rata 20,5 %. Melalui bukti kualitatif dengan

metode rekonstruksi dari bawah ke atas (bottom-up approach) dan dari atas ke bawah

(top-down approach) ditemukan inovasi bersama secara fonologis dengan ciri gugus

konsonan hambat likuid yang berlaku secara eksklusif bagi kelompok bahasa Flores.

Rekonstruksi leksikal ditemukan sejumlah etimon protobahasa Flores yang

memperkuat keyakinan adanya kelompok bahasa Flores tersebut. Selanjutnya dikaji

rekonstruksi protobahasa Flores Barat dan Flores Timur serta rekonstruksi

protobahasa Austronesia ke proto Flores. Hasil penelitian ditemukan bahwa

kelompok bahasa Flores merupakan anggota kelompok bahasa Austronesia tengah.

Kemudian kelompok bahasa Flores serta subkelompok bahasa berdasarkan bukti

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

23

kuantitaif (perhitungan persentase kognat) dan kualitatif (inovasi bersama) dibedakan

atas subkelompok Flores Barat dan Flores Timur.

Mandala (1999), melakukan penelitian dalam bentuk tesis berjudul

“Pengelompokan Genetis Bahasa Karui, Waimoa, dan Naueti di Timor Timur”

Penelitian ini dilakukan dengan kajian linguistik historis komparatif. Bahasa-bahasa

tersebut diklasifikasikan sebagai bahasa Non- Austronesia. Bukti-bukti kuantitatif

berdasarkan 200 kosa kata Swadesh ditemukan kesamaan kognat mencapai

persentase rata-rata 56 % dan jenjang bawah mencapai 61 % terhadap kajian dengan

metode leksikostatistik. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa-

bahasa lain yang ada di sekitarnya. Kemudian bukti-bukti kualitatif ditemukan

inovasi fonologis dan leksikal bersama yang eksklusif. Inovasi fonologis penguat

kelompok berupa gugus konsonan frikatif, glottal, apokop, sinkop, metatesis, dan

split. Inovasi penyatu sekaligus pemisah subkelompok berupa gugus konsonan

hambat alveolar frikatif, glottal lateral, reduksi, afaresis konsonan, dan paragoge.

Setelah direkonstruksi ditemukan sistem fonem protobahasa Kairui-Waimoa-Naueti

(PKWN). Jumlah fonem segmental 13 buah yang meliputi lima vokal dan delapan

konsonan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pantulan fonem-fonem PAN

tampak jelas pada PKWN serta diklasifikasikan sebagai bahasa Austronesia.

La Ino (2004), melakukan penelitian di Pulau Alor, NTT, mengenai hubungan

kekerabatan tiga bahasa yaitu: bahasa Blagar, bahasa Pura, dan bahasa Retta.

Berdasarkan bukti-bukti linguistik dalam sejumlah besar kata kerabat ditemukan

bahwa ketiga bahasa tersebut diturunkan dari moyang bahasa yang sama. Dalam

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

24

penelitian disebut sebagai protobahasa (BIpRRt). Ketiga bahasa yang diteliti

merupakan kajian linguistik historis komparatif, yang diklasifikasikan sebagai bahasa

Non-Austronesia dan dihopetsiskan memiliki hubungan kekerabatan. Berdasarkan

pengelompokan secara genetis ditemukan bukti-bukti keeratan ketiga bahasa yang

diteliti. Bukti kuantitatif ditemukan berdasarkan kesamaan kognat dengan presentase

54,7 % dan jenjang bawah mencapai 69 % dengan metode leksikostatistik dari 200

kosa kata Swadesh. Bukti-bukti kualitatif ditemukan adanya inovasi fonologis dan

leksikal. Inovasi penguat kelompok berupa konsonan hambat implosit bilabial.

Kelompok pemisah sekaligus penyatu ditemukan berupa subkelompok, penghilangan

fonem atau suku kata, serta penambahan fonem atau suku kata pada bahasa Retta.

Ditemukan pula sejumlah kosa kata inovatif baik pada kelompok bahasa Blagar,

Pura, dan Retta maupun subkelompok Blagar-Pura. Hasil rekonstruksi menunjukkan

bahwa sistem fonem proto bahasa Blagar, bahasa Pura, dan bahasa Retta memiliki

jumlah fonem segmental masing-masing lima buah fonem vokal dan enam belas buah

fonem konsonan. Berdasarkan hasil penelitian juga ditemukan adanya dua kelompok

bahasa di Pulau Pantar yakni kelompok bahasa Austronesia dan Non-Austronesia.

Budasi (2007) menulis “Kekerabatan Bahasa-Bahasa Sumba: Suatu Kajian

Linguistik Historis Komparatif”, membahas secara tuntas beberapa bahasa di pulau

Sumba yakni bahasa Kodi, bahasa Weweha, bahasa Laboya, bahasa Kambera, bahasa

Mamboro, bahasa Wanokaka, dan bahasa Anakalang. Hasil penelitian tersebut

membuktikan ketujuh bahasa yang diteliti memiliki hubungan kekerabatan yang erat.

Metode yang dilakukan adalah metode diakronis dengan teknik leksikostatistik dan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

25

teknik rekonstruksi. Teknik rekonstruksi diharapkan menyangkut rekonstruksi

fonologi dan rekonstruksi leksikal pada alanisis data. Metode tersebut dilengkapi

dengan metode pantulan dan metode penyajian. Setelah mendeskripsikan beberapa

bahasa beserta ekologinya dilakukan deskripsi fonologi dan leksikologi secara

sinkronis dari bahasa yang diteliti. Analisis disajikan dengan metode kuantitatif dan

kualitataif untuk dapat meguraikan tentang rekonstruksi proto Sumba. Secara

kuantitatif hasil penelitian menunjukkan keeratan sebesar 58 %. Bukti kualitatif

berupa evidensi secara fonologis sebagai inovasi bersama yakni dua buah split vokal

dan split konsonan. Selain terjadi evidensi fonologis, untuk membentuk ciri vokalis

dilakukan dengan menghilangkan atau meretensi fonem PAN pada posisi akhir

ultima kemudian diikuti paragoge vokal. Temuan yang diperoleh adalah ada tujuh

bahasa yang berkerabat di pulau Sumba, adanya pengelompokan bahasa-bahasa di

pulau Sumba secara kuantitatif, adanya beberapa evidensi penyokong hubungan

bahasa-bahasa sekerabat di pulau Sumba.

Mandala (2010) juga melakukan penelitian kembali di Pulau Kaisar Maluku

Tenggara dan Timor Leste mengenai hubungan evolusi fonologis bahasa Oirata dan

kekerabatannya dengan bahasa-bahasa non-Austronesia di Timor Leste. Berdasarkan

bukti-bukti linguistik yang tercermin dalam sejumlah besar kata berkerabat

diindikasikan bahwa bahasa Oirata sebagai bahasa non-Austronesia yang berkerabat

dengan bahasa-bahasa di Timor Leste yaitu bahasa Bunak dan bahasa Makasai,

bahasa Fataluku, dan bahasa Lovaea. Penelitian ini dilakukan dengan mengamati

sembilan bahasa yakni dua bahasa di Pulau Kisar dan tujuh bahasa di Timor Leste.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

26

Bahasa Oirata, Fataluku, dan Makasai memiliki hubungan kekerabatan dengan

silsilah pola dwipilah. Ketiga bahasa tersebut merupakan induk, terbelah menjadi

subkelompok Oirata-Fataluku dan subkelompok Makasai. Bahasa Oirata mengalami

evolusi fonologis secara internal diakronis, seperti split vokal, merger vokal,

pemadyaan vokal, perengkahan vokal, dan pembentukan konsonan hambat letup

bersuara. Evolusi fonologis terjadi secara eksternal akibat kontak dengan bahasa-

bahasa di kawasan itu. Bahasa Oirata juga mengalami pengayaan fonem konsonan,

pembentukan kluster, penambahan gugus konsonan nasal hambat homorgan, dan

pergeseran menuju vokalis.

La Ino (2013) mengkaji tentang “Protobahasa Modebur, Kaera, Dan Teiwa,

Bahasa Kerabat Non Austronesia di Pulau Pantar Nusa Tenggara Timur”. Penelitian

dengan kajian linguistik historis komparatif menyasar pada bahasa-bahasa yang ada

di Pulau Pantar. Data bahasa dikumpulkan dengan wawancara dan cakap semuka.

Analisis data menggunakan metode sinkomparatif dan diakomparatif. Berdasarkan

bukti kuantitatif, ditemukan dua kelompok bahasa yaitu bahasa Austronesia dan non-

Austronesia. Kelompok bahasa non-Austronesia adalah bahasa Modebur, bahasa

Kaera, bahasa Teiwa, bahasa Blagar, bahasa Klong, bahasa Mauta, bahasa Klamu,

dan bahasa Deing. Kelompok bahasa Austronesia adalah bahasa Baranusa dan bahasa

Alor. Bukti-bukti yang akurat menunjukkan adanya hubungan genetis bahasa-bahasa

non-Austronesia di Pulau Pantar, terutama bahasa Modebur, bahasa Kaera, dan

bahasa Teiwa. Bukti kuantitatif ditemukan berupa kesamaan kognat berdasarkan

metode leksikostatistik dari 200 kosa kata Swadesh mencapai persentase rerata 56 %

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

27

dan jenjang bawah 71 %. Persentase ini lebih tinggi dibandingkan dengan bahasa-

bahasa lainnya. Bukti-bukti kualitatif ditemukan berupa inovasi fonologis dan

leksikal bersama yang eksklusif memperkuat bukti kuantitatif. Ditemukan sejumlah

kosakata inovatif, baik pada kelompok bahasa Modebur-Kaera-Teiwa maupun

subkelompok bahasa Modebur-Kaera. Setelah direkonstruksi ditemukan sistem

fonem Protobahasa Modebur-Kaera-Taewa jumlah fonem segmental, yakni lima

buah fonem vokal berdistribusi lengkap dan enam belas buah konsonan yang

berdistribusi lengkap, di awal dan di tengah, serta di tengah dan akhir kata.

Berdasarkan kajian pustaka di atas, ternyata Putrayasa, Mbete, Fernandez,

Mandala, La Ino, Syamsudin, dan Budasi memiliki persamaan dan perbedaan

terhadap penelitian ini. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut sama-sama

merupakan kajian linguistik historis komparatif sesuai dengan kajian penelitian ini.

Analisis yang digunakan sama-sama menggunakan pendekatan kuantitatif dan

kualitatif. Metode perbandingan yang digunakan juga sama-sama bersifat

sinkomparatif dan diakomparatif. Perbedaannya terletak pada objek penelitian.

Penelitian La Ino (2004) dilakukan di Pulau Alor, tetapi bahasa yang diteliti adalah

kelompok bahasa non-Austronesia, yakni bahasa Blagar, bahasa Pura, dan bahasa

Retta. Penelitian Mandala juga mengkaji bahasa non-Austronesia. Demikian pula

penelitian La Ino (2013) mengkaji protobahasa Modebur, Kaera, dan Teiwa; bahasa

kerabat non-Austronesia dilakukan di Pulau Pantar, Nusa Tengara Timur.

Peneliti melakukan penelitian di Pulau Alor, mengkaji tiga bahasa yakni bahasa

Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon. Bahasa daerah yang ada di Pulau Alor

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

28

berjumlah 18 bahasa daerah, yakni (1) bahasa daerah Alores/Alurung; (2) bahasa

daerah Kabola/ Adang; (3) bahasa daerah Abui/A’fui; (4) bahasa daerah Hamap; (5)

bahasa daerah Klon; (6) bahasa daerah Kui; (7) bahasa daerah Kafoa; (8) bahasa

daerah Panea; (9) bahasa daerah Kamang; (10) bahasa daerah Kailesa; (11) bahasa

daerah Wersin/Kula; (12) bahasa daerah Tanglapui/ Sawila; (13) bahasa daerah

Blagar/Pura; (14) bahasa daerah Retta; (15) bahasa daerah Taiwa; (16) bahasa daerah

Nedebang/Bitang/Kalamu; (17) bahasa daerah Deing/Diang; dan (18) bahasa daerah

Lamma.

Grimes (1987:14) mengatakan, bahwa leksikostatistik merupakan teknik

pengelompokan bahasa-bahasa atau dialek yang mengutamakan perhitungan kata-

kata secara statistik untuk mengetahui jumlah kata-kata kerabat yang

diperbandingkan. Persentase kata kerabat antara 81-100 % tergolong dialek,

persentase 36-80% tergolong bahasa, persentase antara 12-35 % tergolong keluarga

bahasa, persentase 4-12 % tergolong rumpun bahasa, persentase 2-3 % tergolong

mikrofilium, dan persentase 0-2 % tergolong mesofilium.

Bentuk kajian penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dari kajian

pustaka yang ada. Peneliti menganalisis dari beberapa teori yakni Bynon (1979)

sebagai payung teori, digunakan untuk mengkaji secara keseluruhan rumusan

masalah yang ada, sedangkan teori Antila (1972) digunakan untuk mengkaji rumusan

masalah mengenai silsilah kekerabatan bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa

Klon. Selanjutnya, teori Jeffers dan Lehiste (1979) digunakan untuk mengkaji

rumusan masalah mengenai sistem protobahasa yang dimiliki pada bahasa Kabola,

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

29

bahasa Hamap, dan bahasa Klon. Teori Hock (1988), Crowly (1987), dan Lehmann

(1966) digunakan untuk mengkaji rumusan masalah tentang pola perubahan bunyi

pada bahasa Kabola-Hamap, terhadap bahasa Klon di Pulau Alor. Pantulan (refleks)

protofonem PAN pada protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon (PKbHpKl) dikaji

dengan kamus PAN yang disusun oleh Wurm dan Wilson.

Pengelompokan ketiga bahasa secara genetis dilakukan untuk mengetahui

silsilah kekerabatan bahasa Kabola, bahasa Hamap dan bahasa Klon. Selanjutnya

dikaji protobahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon serta pola perubahan

bunyi pada bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon. Refleks fonem PAN

terhadap protobahasa Kabola, protobahasa Hamap, dan protobahasa Klon dikaji

dengan menganalisis protofonem PAN ke protofonem bahasa Kabola, bahasa Hamap,

dan bahasa Klon (top down) serta menganalisis protofonem bahasa Kabola, bahasa

Hamap, dan bahasa Klon ke protofonem PAN (botton up).

2.2 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian kekerabatan bahasa-

bahasa di Pulau Alor adalah sebagai berikut.

2.2.1 Kekerabatan Bahasa

Kekerabatan bahasa merupakan hubungan keseasalan suatu bahasa yang

dibuktikan dengan pengelompokan dan rekonstruksi protobahasanya. Fakta-fakta

kebahasaan dalam wujud keteraturan dan kesepadanan yang ditemukan pada bahasa-

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

30

bahasa kerabat menunjukkan bukti adanya keaslian, terwaris dari moyang yang sama

(Bynon, 1979:47; Antila, 1972:20; Keraf, 1996:22).

Linguistik Historis Komparatif menggunakan ciri kesamaan bentuk dan makna

sebagai pantulan dari sejarah warisan yang sama. Bahasa-bahasa kerabat, berasal dari

bahasa proto yang sama selalu memperlihatkan kesamaan-kesamaan, seperti: (1)

kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologis); (2) kesamaan

morfologis, yakni kesamaan dalam bentuk kata dan kesamaan dalam bentuk

gramatikal; serta (3) kesamaan sintaksis yakni kesamaan relasi antara kata-kata

dalam sebuah kalimat (Keraf, 1996:34).

2.2.2 Pengelompokan Bahasa

Pengelompokan berarti penentuan kedudukan bahasa-bahasa dalam suatu

susunan atau pohon kekerabatan (family tree). Upaya pembuktian hubungan

kekerabatan dan keasalan itu, pada umumnya bermuara pada pengelompokan bahasa-

bahasa dan rekonstruksi protobahasa. Penelusuran tanah asal (home land) pada

bahasa-bahasa berkerabat, fakta-fakta kebahasaan dalam wujud keteraturan dan

kesepadanan yang ditemukan pada bahasa-bahasa kerabat menunjukkan bukti adanya

keaslian bersama yang terwaris dari moyang yang sama. Ciri-ciri warisan yang sama

serta keeratan hubungan keseasalan antara bahasa-bahasa kerabat dapat ditemukan

dan sistem protobahasanya dapat dijejaki (Bynon, 1979:55-62).

. Rekonstruksi berarti penetapan satuan-satuan kebahasaan sebagai protobentuk.

Satuan-satuan kebahasaan itu dirakit menjadi suatu sistem atau subsistem

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

31

protobahasa yang dihipotesiskan sebagai asal-muasal bersama. Di samping itu

menjelaskan pula gejala-gejala perubahan kesejarahan bahasa-bahasa turunan hingga

mencapai tahapan perkembangannya yang sekarang (Bynon, 1979:45; Jeffers dan

Lehiste, 1979:27).

Pengelompokan genetis adalah penelusuran subkelompok bahasa turunan dari

kelompok bahasa yang lebih besar berdasarkan hipotesis pohon kekerabatan atau

berdasarkan korespondensi bunyi, ditetapkan dengan hukum perubahan bunyi yang

beraturan. Moyang bahasa berbelah secara berturut-turut dan pada setiap tahapan

terjadi perubahan yang mengakibatkan pembelahan lebih lanjut atau berkembang

biak dengan proses dan caranya sendiri (Jeffers dan Lehiste, 1979:31).

2.2.3 Rekonstruksi Protobahasa

Penelitian hubungan kekerabatan dan keasalan bahasa-bahasa pada dasarnya

menjejaki divergensi protobahasa, fakta-fakta kebahasaan agar dapat ditemukan

untuk mengelompokkan bahasa-bahasa di daerah penelitian. Selanjutnya, dilakukan

rekonstruksi protobahasa yang ada (Jeffers dan Lehiste, 1979:43; band. dengan

Mbete, 1990:2).

Konvergensi terjadi pada area linguistik yang mencakup bahasa milik suatu

keluarga bahasa tetapi menunjukkan ciri-ciri yang sama. Sementara itu pinjaman

hanya membutuhkan bilingualisme yang sangat terbatas pada bahasa yang bergengsi.

Penutur harus menggunakan dua bahasa atau lebih, sehingga memiliki dua atau lebih

tata bahasa dengan masing-masing leksikon sendiri dan seperangkat aturan. Pinjaman

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

32

berpengaruh terutama pada kosa kata, di samping terhadap morfologi dan sintaksis.

Pinjaman biasanya searah, konvergensi bersama dengan fitur terbagi di antara bahasa

yang konvergen dan tidak selalu untuk mengidentifikasi sumber dari fitur tertentu.

Apa yang tampak terjadi pada kasus-kasus ekstrim konvergensi adalah pendekatan

bertahap yang menghasilkan beberapa bahasa dari waktu ke waktu sehingga

menghasilkan kemiripan stuktur bahasa tertentu ( McMahon, 1999:213--214).

Rekonstruksi protobahasa adalah penelusuran dan pembentukan kembali unsur-

unsur warisan bahasa asal yang telah hilang melalui evidensi bahasa-bahasa turunan

(berkerabat) yang sekarang masih hidup (Hock, 1988:581 dan Arlotto, 1981:10).

Penelusuran dan pembentukan kembali unsur warisan itu dapat dilakukan

berdasarkan asumsi bahwa bahasa-bahasa sekerabat banyak menyimpan dan

mengubah unsur warisan dengan kaidah dan berbagai cara (Dyen, 1978:35).

Bahasa-bahasa proto yang berkembang pada masa lalu berubah menjadi

beberapa bahasa turunan disebabkan oleh tempat dan waktu. Bahasa-bahasa turunan

yang berkembang, berbeda dengan bahasa asalnya terjadi secara turun temurun.

Fakta-fakta kebahasaan dalam wujud keteraturan dan kesepadanan yang ditemukan

pada bahasa-bahasa kerabat menunjukkan bukti adanya keaslian bersama yang

terwaris dari moyang yang sama. Ciri-ciri warisan yang sama serta keeratan

hubungan keseasalan antara bahasa-bahasa kerabat dapat ditemukan dan sistem

protobahasanya dapat dijejaki (Bynon, 1979:55-62).

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

33

2.2.4 Retensi

Retensi adalah unsur warisan baik bentuk maupun makna yang tertinggal atau

bertahan pada bahasa-bahasa turunan. Apabila dua bahasa atau lebih dalam

subkelompok yang sama, maka dikatakan melewati masa turunan umum dan tidak

akan menyimpang pada tahap berikutnya dalam perkembangannya. Bahasa-bahasa

tersebut mempertahankan fitur dari proto-bahasanya. Retensi fitur tertentu dalam

beberapa bahasa tersebut tidak signifikan karena diharapkan sejumlah besar fitur

dipertahankan pula (Anderson, 1979:103; Crowley, 1987:188).

Fakta-fakta kebahasaan dalam wujud keteraturan dan kesepadanan yang

ditemukan pada bahasa-bahasa kerabat menunjukkan bukti adanya keaslian bersama

yang terwaris dari moyang yang sama (Bynon, 1979:47). Munculnya ciri-ciri warisan

yang sama pada bahasa-bahasa kerabat, keeratan hubungan keseasalan bahasa-bahasa

tersebut dapat ditemukan dan sistem protobahasanya dapat dijejaki (Mbete, 1990:22;

Budasi, 2007:23).

2.2.5 Inovasi

Inovasi adalah unsur warisan dari bahasa asal yang telah mengalami perubahan

pada masa sekarang (Anderson, 1979:104). Apabila terjadi perubahan pada kelompok

bahasa turunan dan tidak terjadi pada kelompok bahasa lain dalam perkembangnnya

maka disebut inovasi bersama eksklusif (Greenberg, 1963:49).

Sejumlah bahasa yang mengalami inovasi atau perubahan yang sama, maka dapat

dikatakan bahwa bahasa tersebut memiliki periode turunan umum dan subkelompok

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

34

yang sama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa inovasi bersama merupakan

bukti pengelompokan, yang tidak berlangsung secara independensi dalam beberapa

bahasa yang terpisah. Perubahan bahasa terjadi hanya sekali dan perubahan lain

terjadi kemudian dalam bahasa masing-masing untuk membedakan satu bahasa

dengan bahasa yang lain (Crowley, 1987:188).

Kosa kata dasar yang diwarisi bersama dari suatu protobahasa, pada proses

pengelompokan mengalami kesulitan yang ditimbulkan oleh jumlah kemiripan yang

sama antara sejumlah besar bahasa kerabat. Kesulitan pada proses pengelompokan

tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan metode lain sebagai pelengkap

yaitu metode inovasi atau metode pembaharuan dari kata-kata dasarnya.

Pembaharuan ini terjadi bukan karena pinjaman atau pengaruh dari luar, melainkan

daya tumbuh dari bahasa itu sendiri. Dengan demikian, inovasi dapat terjadi pertama-

tama karena salah ucap atau salah tulis sebuah kata dalam teks lama. Inovasi juga

dapat terjadi karena perubahan makna, sedangkan dalam bahasa kerabat yang lain

makna dan bentuk tua tetap dipakai. Selanjutnya inovasi juga dapat terjadi karena

kontaminasi. Hal ini dapat dilihat dalam menurunkan beberapa kosakata bahasa asing

(Keraf, 1996:115).

2.2.6 Kognat

Kognat adalah kata-kata yang bentuk fonetik dan artinya sama atau mirip (Jeffers

dan Lehiste, 1979:167). Kata kerabat (cognate) dapat menentukan secara pasti

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

35

adanya kemiripan karena kekerabatan. Kemiripan bentuk makna karena warisan

langsung menjadi dasar penetapan kata-kata kerabat (Keraf, 1996:34).

Hipotesis dalam merekonstruksi protobahasa adalah hipotesis keterhubungan dan

hipotesis keteraturan (Jeffers dan Lehiste, 1979:17; band.dengan Budasi, 2007:23).

Hipotesis keterhubungan memiliki ciri kemiripan dan kesamaan wujud kebahasaan.

Kata-kata yang memiliki kemiripan atau kesamaan bentuk dan makna disebut

kosakata seasal (cognate set). Kata-kata ini bukan merupakan pinjaman, kebetulan,

atau kecenderungan semesta, melainkan sebagai warisan dari asal-usul yang sama.

Selanjutnya, hipotesis keteraturan berwujud perubahan bunyi yang bersistem dan

teratur pada bahasa-bahasa turunan. Dengan demikian, perubahan bunyi yang teratur

pada kosa kata dari bahasa-bahasa berkerabat merupakan ciri-ciri warisan dari

protobahasanya.

2.2.7 Korespondensi Bunyi

Korespondensi bunyi atau kesepadanan bunyi adalah kesejajaran bunyi pada

posisi yang sama, terdapat pada bahasa-bahasa turunan berdasarkan kognat dasar

yang dikumpulkan dalam penelitian. Kesejajaran ini terlihat pada kesamaan atau

kemiripan bentuk dan arti (Hock, 1988:557—558).

Hoenigswald (1963:13) mengatakan bahwa korespondensi merupakan dua

bahasa atau lebih, memiliki segmen yang sesuai dan merupakan bentuk bahasa

sebagai penggantian dari bentuk bahasa yang lain.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

36

Hukum bunyi mengandung tendensi adanya ikatan yang ketat, maka istilah

tersebut diganti dengan istilah korespondensi fonemis (phonemic correspondence

atau kesepadanan bunyi). Segmen-segmen yang berkorespondensi bagi glos yang

sama dilihat dari segi bentuk dan makna dari bermacam-macam bahasa, dapat

diperbandingkan satu sama lain. Hasil perbandingan itu disusun menjadi satu

perangkat korespondensi. Sesudah mendaftarkan kata-kata dari sejumlah bahasa

diadakan perbandingan fonem demi fonem dari setiap segmen. Fonem yang terdapat

dalam posisi yang sama dimasukkan dalam satu perangkat korespondensi. Dalam

sejumlah glos dapat diperoleh sejumlah perangkat korespondensi, sesuai dengan

besar atau panjangnya segmen dari bahasa-bahasa yang diperbandingkan. Untuk

mengkonkretkan cara prinsip perbandingan tersebut diterapkan dalam kenyataan

dengan memperlihatkan teknik perbandingan dari bahasa Indo-Eropa. Kelompok

kata-kata tersebut membentuk suati perangkat yang memiliki kemiripan satu sama

lain (Keraf, 1996:49).

2.2.8 Hipotesis

Pengelompokan bahasa-bahasa Austronesia secara umum telah dilakukan oleh

para ahli. Pemilahan atas cabang-cabang atau kelompok utama berbeda-beda di

antara ahli linguistik Austronesia. Perbedaan tersebut dilandasi atas fakta-fakta yang

ditemukan.

Kekerabatan yang akan diteliti dihipotesiskan membentuk bahasa-bahasa di

Pulau Alor terutama kelompok bahasa Austronesia, terdiri atas dua kelompok yakni

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

37

kelompok bahasa terbesar dan kelompok bahasa menengah yang terbagi menjadi

dwipilah dan tripilah (band dengan Mbete, 1990:4).

Bahasa-bahasa di Pulau Alor merupakan sebuah subkelompok tersendiri.

Susunan kekerabatan ketiga bahasa di Pulau Alor, yakni: bahasa Kabola, bahasa

Hamap, dan bahasa Klon dihipotesiskan dapat membentuk dua bahasa turunan atau

tiga bahasa turunan.

Model pengelompokan secara tripilah.

Model pengelompokan bahasa secara dwipilah

Proto-Austronesia

C B A

Proto-Austronesia

dwipilah B A

A

2

A

1

tripilah A

3

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

38

Proto-Austronesia Proto-Austronesia Proto-Austronesia

2.3 Landasan Teori

Penelitian tentang kekerabatan ketiga bahasa di Pulau Alor didasarkan pada

kajian teori lingusitik historis komparatif. Kajian secara kuantitatif yang bersifat

sinkronik ketiga bahasa berkerabat menggunakan teknik leksikostatistik dengan 200

kosa kata Swadesh (1972). Kajian secara kualitatif yang bersifat diakronik

menggunakan teori: Antila (1972); Hock (1988); Crowley (1987); dan Lehmann

(1966); Bynon (1979); Jeffers dan Lehiste (1979). Teori Antila (1972) digunakan

untuk mengkaji rumusan masalah mengenai silsilah kekerabatan tentang

pengelompokan bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon. Selanjutnya, teori

Bynon (1979) dan Jeffers dan Lehiste (1979) digunakan untuk mengkaji rumusan

masalah mengenai sistem protobahasa yang dimiliki pada bahasa Kabola, bahasa

Hamap, dan bahasa Klon. Teori Hock (1988), teori Crowly (1987), dan teori

A B C A C B B C A

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

39

Lehmann (1966) digunakan untuk mengkaji rumusan masalah tentang pola

perubahan bunyi pada protobahasa Kabola-Hamap terhadap bahasa Klon. Pantulan

(refleks) PAN terhadap PKbHpKl menggunakan kamus PAN yang disusun oleh

Wurm dan Wilson.

Antila (1972) mengungkapkan pengelompokan bahasa berarti penentuan

kelompok bahasa untuk kejelasan struktur genetisnya. Dengan pengelompokan yang

dilakukan maka setiap bahasa yang diperbandingkan dapat diketahui kedudukan dan

hubungan keasalannya dengan bahasa-bahasa kerabat lainnya. Rekonstruksi

protobahasa memperjelas hubungan kekerabatan dan ikatan keseasalan bahasa, sesuai

dengan jenjang kekerabatan serta dapat disilsilahkan.

Menurut Bynon (1979) fakta-fakta kebahasaan dalam wujud keteraturan dan

kesepadanan yang ditemukan pada bahasa-bahasa kerabat menunjukkan bukti adanya

keaslian bersama yang terwaris dari moyang yang sama. Ciri-ciri warisan yang sama

serta keeratan hubungan keseasalan antara bahasa-bahasa kerabat dapat ditemukan

dan sistem protobahasanya dapat dijejaki.

dengan jenjang kekerabatan serta dapat disilsilahkan.

Jeffers dan Lehiste (1979) menguraikan, bahwa protobahasa adalah bentuk yang

dirancang bangun atau dirakit kembali sebagai gambaran tentang masa lalu suatu

bahasa. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menghubungkan sistem-sistem bahasa

sekerabat dengan menggunakan sejumlah kaidah.

Hock (1988) mengungkapkan, bahwa hubungan kekerabatan antarbahasa

serumpun dalam kajian historis komparatif pada dasarnya dapat dibuktikan

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

40

berdasarkan unsur-unsur warisan dari bahasa asal atau protobahasanya. Beberapa

perubahan bunyi dapat terjadi, seperti: peleburan (merger), perengkahan (split),

penunggalan (monophonemization), penggugusan (diphonemization), dan peluluhan

bunyi (phonemic loss).

Menurut Crowley (1987), sejumlah bahasa yang mengalami inovasi atau

perubahan yang sama, dapat dikatakan bahasa tersebut memiliki periode turunan

umum dan subkelompok yang sama. Inovasi bersama merupakan bukti

pengelompokan yang tidak berlangsung secara independensi dalam beberapa bahasa

terpisah. Perubahan bahasa terjadi hanya sekali dan perubahan lain terjadi kemudian

dalam bahasa masing-masing untuk membedakan satu bahasa dengan bahasa lainnya.

Bukti-bukti kualitatif merupakan upaya penemuan fakta-fakta tentang perubahan

yang eksklusif.

Lehmann (1966) mengatakan, bahwa metode utama yang digunakan

subkelompok bahasa Austronesia adalah metode perbandingan-sejarah tradisional.

Korespondensi bunyi digunakan untuk merekonstruksi bahasa purba dan menentukan

inovasi fonologi, morfologi-sintaksis, dan leksikal. Dengan demikian, metode

komparatif paling berhasil digunakan untuk mengungkapkan hubungan beberapa

bahasa dan merekonstruksi bentuk-bentuk awal yang dapat dibuktikan pada bentuk

Proto-Indo-Eropa.

Setiap bahasa memiliki ciri-ciri kesemestaan (universal) tertentu. Kesemestaan

tersebut mencakup: (1) kesamaan bentuk dan makna; setiap bahasa memiliki bentuk-

bentuk tertentu dikaitkan dengan maknanya yang khas untuk memudahkan refrensi;

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

41

(2) setiap bahasa memiliki perangkat unit fungsional yang terkecil yaitu fonem dan

morfem. Setiap bahasa memiliki perangkat yang terkecil untuk membedakan makna;

(3) setiap bahasa di dunia memiliki kelas-kelas kata tertentu, yaitu kata benda, kata

kerja, kata sifat, kata ganti orang, dan kata bilangan. Ilmu perbandingan bahasa

kurang berminat pada ciri-ciri universal yang terdapat pada semua bahasa, tetapi

lebih tertarik pada kesamaan-kesamaan bahasa-bahasa tertentu (Keraf, 1996:33).

Kemiripan bentuk-makna yang terdapat pada bahasa-bahasa dapat terjadi karena

tiga faktor: (1) karena warisan langsung (inheritance) oleh dua bahasa atau lebih dari

suatu bahasa proto yang sama. Bentuk yang sama tersebut dinamakan bentuk kerabat

(cognate); (2) karena faktor kebetulan (by chance), yang termasuk di dalamnya

adalah kata-kata onomatopoeia dan simbolik bunyi; serta (3) karena pinjaman

(borrowing), suatu kemiripan bentuk-makna terjadi karena suatu bahasa menyerap

unsur tertentu dari sebuah bahasa akibat kontak dalam sejarah (Keraf, 1996:36).

Hubungan kekerabatan antarbahasa serumpun dalam kajian historis komparatif

pada dasarnya dapat dibuktikan berdasarkan unsur-unsur warisan dari bahasa asalnya

atau protobahasa (Hock, 1988:567). Protobahasa merupakan bentuk yang dirancang

bangun atau dirakit kembali sebagai gambaran tentang masa lalu suatu bahasa.

Konsep ini merupakan gagasan teoretis yang dirancang dengan cara menghubungkan

sistem-sistem bahasa sekerabtat dengan menggunakan sejumlah kaidah (Jeffers dan

Lehiste,1979:17; Bynon,1979:71). Fakta-fakta kebahasaan dalam wujud keteraturan

dan kesepadanan yang ditemukan pada bahasa-bahasa kerabat menunjukkan bukti

adanya keaslian bersama yang terwaris dari moyang yang sama (Bynon, 1979:47).

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

42

Dengan demikian, ciri-ciri warisan yang sama serta keeratan hubungan keseasalan

antara bahasa-bahasa kerabat dapat ditemukan dan sistem protobahasanya dapat

dijejaki.

Asumsi dasar mengenai kata-kata kerabat yang berasal dari sebuah bahasa proto

didasarkan pada beberapa hal seperti: (1) ada sejumlah besar kosa kata dari suatu

kelompok bahasa tertentu secara relatif memperlihatkan kesamaan yang besar bila

dibandingkan dengan kelompok-kelompok lainnya. Kelompok bahasa Austronesia

menunjukkan kesamaan-kesamaan yang menyolok. Alasan tersebut dapat diterima

bahwa bahasa-bahasa itu berkembang dari suatu bahasa proto yang sama; (2)

perubahan fonetis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat

yang teratur. Keteraturan ini, oleh Grimm dirumuskan sebagai hukum bunyi.

Perubahan fonetis tidak dapat dicatat dalam bahasa-bahasa Austronesia karena

ketiadaan naskah tua yang mencatat keadaan bahasa pada tahap yang lebih tua,

kecuali bahasa Jawa; (3) semakin dalam ditelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat

maka semakin banyak terdapat kesamaan pokok-pokok yang dibandingkan. Antara

satu kelompok dengan kelompok lain terdapat kesamaan-kesamaan tertentu (Keraf,

1996:37--38).

Pengelompokan bahasa berarti penentuan kelompok bahasa untuk kejelasan

struktur genetisnya. Dengan pengelompokan yang dilakukan, maka setiap bahasa

yang diperbandingkan dapat diketahui kedudukan dan hubungan keasalannya dengan

bahasa-bahasa kerabat lainnya. Rekonstruksi protobahasa memperjelas hubungan

kekerabatan dan ikatan keseasalan bahasa, sesuai dengan jenjang kekerabatan yang

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

43

dapat disilsilahkan. Dengan demikian, protobahasa merupakan sistem yang

diabstraksikan dari wujud bahasa-bahasa kerabat dan merupakan pantulan

kesejarahan dan bahasa-bahasa itu pernah mengalami perkembangan yang sama

sebagai bahasa tunggal (Antila, 1972:213).

Sejarah bahasa dapat dipelajari dengan dua cara atau dua arah seperti

penayangan video yang dimainkan maju atau mundur. Studi tentang sejarah bahasa

merupakan kajian tentang perubahan bahasa dengan rekonstruksi setiap bahasa. Ahli

bahasa memulai rekonstruksi dengan data awal yang tersedia dari keluarga bahasa,

baik tertulis maupun lisan serta memastikan tahap-tahap awal dari bahasa atau nenek

moyang bahasa. Bahasa Proto-Indo-Eropa dapat ditelusuri kembali dan

diproyeksikan, walaupun tidak memiliki teks dan tidak ada penutur, selalu

bergantung pada rekonstruksi komparatif (McMahon, 1999:6).

Keraf (1996:106) menegaskan pula bahwa salah satu kajian Linguistik Historis

Komparatif adalah usaha untuk mengadakan pengelompokan (sub-grouping) bahasa-

bahasa, sehingga bukan hanya diketahui bahwa bahasa-bahasa tertentu memiliki

kekerabatan tetapi dapat diketahui pula tingkat kekerabatan antara bahasa-bahasa

tersebut. Berdasarkan tingkat kekerabatan bahasa yang ada dapat diketahui

kelompok-kelompok bahasa, baik besar maupun kecil dalam satu kesatuan bahasa

proto.

Klasifikasi genetis atau klasifikasi geneologis merupakan suatu proses

pengelompokan bahasa-bahasa sebagai hasil dari Linguistik Bandingan Historis.

Klasifikasi ini dikembangkan dari kenyataan-kenyataan yang dijumpai para ahli pada

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

44

bahasa-bahasa tertentu di dunia. Beberapa bahasa di Eropa dan Asia memperlihatkan

bentuk-bentuk yang sama dalam fonologi, morfologi, dan perbendaharaan kata.

Demikian pula pada kelompok-kelompok bahasa yang terdapat antara bahasa

Madagaskar dan bahasa Rapanuli dan antara bahasa Taiwan dan bahasa Selandia

Baru, memperlihatkan kesamaan-kesamaan yang sangat besar terutama: kata dasar,

kata bilangan, kata-kata anggota tubuh, kata ganti, binatang piaraan, dan kata-kata

yang menyatakan kegiatan sehari-hari (Keraf, 1996:24).

Ciri umum sebagai dasar hipotesis adalah kemiripan dan kesamaan wujud

kebahasaan. Salah satu ciri yang paling diandalkan adalah kemiripan bentuk dan

makna kata-kata. Kemudian, kata-kata yang memiliki kemiripan atau kesamaan

bentuk dan makna disebut kosakata seasal (cognate set) bukan sebagai pinjaman,

kebetulan, atau kecenderungan semesta dihipotesiskan sebagai warisan yang sama.

Bukti kuantitatif untuk mengelompokkan antarbahasa sekerabat merupakan

pengamatan sekilas pada sejumlah kosakata dasar dan dapat ditentukan kelompok

bahasa-bahasa sekerabat berdasarkan persentasenya. Tataran fonologi dapat

digunakan pada tingkat lanjutan untuk mengelompokkan protobahasa. Berdasarkan

perubahan bunyi secara teratur yang terjadi pada masing-masing bahasa kerabat,

dapat disusun kaidah-kaidah korespondensi fonem (Dyen, 1978:32 dan Bynon,

1979:25).

Hukum bunyi dengan istilah korespondensi bunyi pada abad XX, pada

hakikatnya adalah suatu metode untuk menemukan hubungan antarbahasa dalam

bidang bunyi bahasa. Teknik penetapan korespondensi bunyi antarbahasa akan

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

45

menjadi dasar untuk menyusun hipotesis mengenai bunyi-bunyi proto dalam bahasa

tua yang menurunkan bahasa-bahasa kerabat. Penetapan sebuah fonem proto

dilakukan melalui rekonstruksi atau pemulihan untuk menemukan tingkat

perkembangan sebelumnya. Rekonstruksi fonem-fonem proto menghasilkan pula

morfem proto yang dianggap pernah ada dalam bahasa proto dari sejumlah bahasa

kerabat (Keraf, 1996:40).

Selanjutnya, bukti-bukti kualitatif merupakan upaya penemuan fakta-fakta

tentang perubahan yang eksklusif, terdapat dalam dua bahasa atau lebih. Beberapa

perubahan bunyi dapat terjadi, seperti peleburan (merger), perengkahan (split),

panunggalan (monophonemization), penggugusan (diphonemization), dan peluluhan

bunyi (phonemic loss) (Hock, 1988:107--117; Crowley, 1987:44--46). Dengan

demikian, perubahan bunyi dapat terjadi seperti: peleburan, yakni penggabungan

fonem atau lebih menjadi satu fonem; perengkahan, yakni satu fonem membelah

menjadi dua fonem atau lebih; panunggalan, yakni perubahan gugus fonem menjadi

sebuah fonem; penggugusan, yakni perubahan sebuah fonem menjadi dua fonem

bergugus; serta peluluhan bunyi, yakni perubahan bunyi berupa hilangnya fonem

baik pada posisi awal (aphaeresis), tengah (syncope), maupun akhir (apocope)

(Keraf, 1996: 82-83; band dengan Budasi, 2007:24)

Rekonstruksi secara fonologis dan leksikal terhadap bahasa-bahasa yang

berkerabat baik bahasa Kabola, bahasa Hamap, maupun bahasa Klon dengan bukti-

bukti kualitatif tersebut dipakai dasar untuk tujuan pengelompokan akhir.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

46

2.4 Model Penelitian

Model penelitian kekerabatan bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon di

Pulau Alor dapat ditampilkan pada bagan berikut.

Pengelompokan

Genetis

Sistem

Protobahasa

Pola

Perubahan

Bunyi

Pendekatan

Kuantitatif

(Retensi Bersama)

Pendekatan

Kualitatif

(Inovasi Bersama)

Metode

Perbandingan

Historis

Temuan

Pantulan

Protofonem

PAN

Teori Linguistik Historis Komparatif

Kekerabatan Bahasa Kabola, Bahasa Hamap, dan Bahasa Klon

di Pulau Alor

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

47

Penjelasan

Penelitian tentang kekerabatan bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon

di Pulau Alor dikaji dengan pendekatan linguistik historis komparatif. Langkah awal

dilakukan dengan mengelompokkan secara genetis ketiga bahasa yang ada di Pulau

Alor secara kuantitatif, menggunakan 200 kosa kata Swadesh dengan teknik

leksikostatistik. Evidensi kuantitatif dengan harkat retensi bertujuan untuk

menemukan silsilah kekerabatan bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon di

Pulau Alor.

Selanjutnya, untuk menganalisis sistem protobahasa yang berkerabat dilakukan

melalui evidensi kualitatif dengan harkat inovasisi bersama. Rekonstruksi

protobahasa dilakukan secara fonologis dalam bentuk protofonem, rekonstruksi

leksikon dilakukan dalam bentuk protokata. Analisis tersebut didukung oleh teori:

Antila, Bynon, Jeffers dan Lehiste, Hock, Crowley, dan Lehmann.

Kajian pola perubahan bunyi protobahasa Kabola, Hamap, dan Klon

menyangkut peleburan (merger), perengkahan (split), panunggalan

(monophonemization), penggugusan (diphonemization), peluluhan bunyi (phonemic

loss), penambahan fonem (addition), serta pertukaran letak suku kata, segmen, dan

campuran suku kata dan segmen (metathesis) merupakan pembuktian terhadap

kekerabatan bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon di Pulau Alor.

Pencabangan beberapa bahasa dari kumpulan bahasa berkerabat dapat dikaji. Setiap

kelompok bahasa secara genetis dipandang sebagai protobahasa tersendiri

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

48

Pantulan (refleks) protofonem PAN terhadap protobahasa Kabola, protobahasa

protobahasa Hamap, dan protobahasa Klon ditelusuri berdasarkan protofonem yang

terpantul maupun tidak terpantul terhadap proto ketiga bahasa tersebut dari daftar

etimon yang ada. Analisis ini didukung oleh kamus Proto Austronesia (PAN) yang

disusun oleh Wurm dan Wilson. Protofonem PAN yang terpantul pada PKbHpKl

dikaji berdasarkan pantulan yang teratur, dan beberapa protofonem PAN yang

terpantul secara tidak teratur.

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

49

BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Pada umumnya penelitian dapat dilakukan dengan dua jenis pendekatan yaitu

pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan penelitian ini dirancang berdasarkan

prinsip Linguistik Historis Komparatif khususnya dalam upaya klasifikasi genetik

atau pengelompokan bahasa-bahasa berkerabat. Penelitian kuantitatif menggunakan

kerangka pikir secara deduktif sebagai kerangka kerja dengan mengajukan

pertanyaan dalam menggali data atau hipotesis. Penelitian kualitatif bersifat

eksploratif karena peneliti membangun pemahaman dari pikiran-pikiran yang ada

(Cersswell, 2000: 33--34). Asumsi dasarnya adalah sukarnya perubahan terjadi pada

seperangkat unsur, harkat retensi, atau daya tahan setiap bahasa hampir sama pada

bahasa manapun serta mendasari tata kerja pengelompokan secara kuantitatif.

Kajian dengan pendekatan kuantitatif digunakan untuk menghitung ancangan

pemisah dan penyatu bahasa-bahasa turunan dari moyang bahasa atau

protobahasanya. Dengan kata-kata yang ada pada periode sebelumnya, dapat

diketahui tentang objek dan ide-ide yang diketahui dan dimiliki oleh masyarakat pada

zaman dulu ( Swadesh, 1972:272). Pengelompokan bahasa Kabola, bahasa Hamap,

dan bahasa Klon didukung oleh teori Antila dengan pendekatan kuantitatif yang

dibantu dengan pendekatan kualitatif. Protobahasanya dikaji dengan teori Bynon dan

Jefferste dan Lehiste, pantulan PAN dikaji dengan kamus PAN yang disusun oleh

49

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

50

Wurm dan Wilson. Analisis dikaji dengan arah dari bawah ke atas (botton up) yakni

analisis dari PKbHpKl ke PAN dan dari atas ke bawah (top down) yakni analisis dari

PAN ke PKbHpKl. Pola perubahan bunyi dikaji dengan teori Hock, Crowley, dan

Lehmann berdasarkan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menggunakan ciri

inovasi bersama dalam pengelompokan bahasa (exclusively shared linguistic

innovation). Ciri-ciri, perubahan bersama, baik fonem pada metatesis maupun yang

lainnya, terwaris pada dua bahasa atau lebih kerabat merupakan bukti kualitatif.

Gejala penghilangan fonem dan penambahan fonem pada sejumlah bahasa di Pulau

Alor merupakan bukti kuat adanya keeratan hubungan genetik. Pendekatan kualitatif

menggunakan sekitar 1500 glos dengan daftar Holle dan klausa dasar untuk

menjaring kosakata kerabat.

Fenomenologi merupakan landasan filosofis penelitian kualitatif (Bungin,

2008:3). Kekualitatifan penelitian ini digunakan untuk menganalisis kekerabatan

bahasa-bahasa di Pulau Alor. Fenomenologis yang dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah sebuah kenyataan. Berarti bahwa kekerabatan bahasa-bahasa di Pulau Alor

dikaji berdasarkan kenyataan yang ada (band. dengan Muhajir, 1998:83-85).

Penelitian kualitatif ini disajikan dengan format deskriptif karena mengutamakan

teknik analisis data yang memiliki kekuatan pemerian secara mendalam untuk

menguraikan tentang kekerabatan bahasa-bahasa di Pulau Alor. Data yang digunakan

dalam penelitian yang menggunakan metode kualitatif adalah data verbal, berupa

kata-kata, tidak dalam bentuk angka. Analisis dilakukan terhadap data yang telah

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

51

dipilih bersifat deskriptif-argumentatif dan kualitatif (band. dengan Suryati, 2012:

56).

Rancangan model penelitian pada Linguistik Historis Komparatif (LHK) dapat

dilakukan dengan dua model yakni model metode sejarah dan metode perbandingan.

Metode sejarah berkaitan dengan hipotesis: (1) hubungan keseasalan bahasa-bahasa

kerabat dan (2) adanya perubahan yang teratur (hukum bunyi) dan tidak teratur

(reguler and sporadic change). Inovasi atau perubahan bunyi (teratur dan tidak

teratur, bersyarat dan tidak bersyarat) merupakan obsesi dan penjejakan utama

Linguistik Historis Komparatif (LHK) kendati tanpa meninggalkan retensi.

Metode perbandingan yang digunakan bersifat sinkomparatif dan diakomparatif.

Perbandingan bersifat sinkomparatif adalah perbandingan yang digunakan untuk

menemukan ciri-ciri kesamaan dan keberbedaan antarbahasa kerabat yang hidup pada

masa yang sama. Perbandingan bersifat diakomparatif adalah perbandingan yang

digunakan untuk merekonstruksi protobahasa. Dengan demikian, perbandingan

dilakukan antarbahasa kerabat, dua bahasa berkerabat atau lebih. Hipotesis inilah

yang dijadikan sebagai landasan menganalisis data kebahasaan.

Penelitian yang bersifat sinkomparatif dilakukan terhadap dua bahasa berkerabat

atau lebih dalam periode yang sama. Bahasa-bahasa yang tidak memiliki tradisi tulis,

dijejaki kembali ke masa lalu berdasarkan perangkat kognat dengan keteraturan

korespondensinya pada masa kini (sinkronis). Penjejakan ke masa lalu untuk

merekonstruksi protobahasa bersifat diakomparatif. Fonem atau leksikon yang

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

52

ditetapkan sebagai bentuk purba (protoform) secara hipotesis diterima sebagai bentuk

(kata atau bunyi) atau (protofonem dan protokata) (Mbete, 2007: 4)

Penelitian tentang kekerabatan bahasa-bahasa di Pulau Alor menggunakan

kombinasi metode sinkomparatif dengan diakomparatif sehingga mendapatkan data

yang valid. Dengan demikian, penelitian bahasa secara sinkronik dilakukan untuk

mengetahui perkembangan bahasa pada satu kurun waktu, sedangkan penelitian

secara diakronik bertujuan untuk mengetahui perkembangan bahasa pada beberapa

kurun waktu. Kekerabatan beberapa bahasa tersebut dapat dijajaki pada periode yang

sama dan juga pada kondisi bahasa pada masa lalu dengan menelusuri silsilah bahasa

yang diteliti.

3.2 Lokasi Penelitian

Menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Alor (2013:57) Kecamatan Alor Barat

Laut memiliki jumlah penduduk 19.373 orang, luas daerah 104,85 km² serta

kepadatan penduduk mencapai 185 /km². Kecamatan Alor Barat Laut terdiri atas 18

desa/kelurahan yakni: 1. Desa Alor Kecil; 2 Desa Lefokisu; 3 Desa Ampera; 4 Desa

Lewalu; 5. Desa Bampalola; 6. Desa Dulolong Barat; 7. Desa Dulolong; 8. Desa

Hulnani; 9. Desa Alor Besar; 10. Desa Ternate Selatan; 11. Desa Ternate; 12. Desa

Pulau Buaya; 13. Desa O’amate; 14. Desa Aimoli; 15. Desa Alaang; 16. Desa Adang;

17. Desa Alila; 18. Desa Otvai; dan 19. Desa Alila Selatan. Kecamatan Alor Barat

Daya memiliki jumlah penduduk 22.227 orang, luas daerah 438,81 km² serta

kepadatan penduduk mencapai 51/ km². Kecamatan Alor Barat Daya terdiri atas 20

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

53

desa/kelurahan yakni: 1. Desa Halerman; 2. Desa Margeta; 3. Desa Manatang; 4.

Desa Tribur; 5. Desa Kuifana; 6. Desa Wakapsir; 7. Desa Wakapsir Timur; 8. Desa

Kafelulang; 9. Desa Pintu Mas; 10. Desa Orgen; 11. Desa Probur; 12. Desa Probur

Utara; 13. Desa Wolwal Barat; 14. Desa Wolwal Selatan; 15. Desa Wolwal Tengah;

16. Desa Wolwal; 17. Desa Moru; 18. Desa Moramam; 19. Desa Morba; dan 20.

Desa Pailelang.

Kepulauan Alor terdiri atas lima kecamatan yakni: Kecamatan Alor Barat Laut,

Kecamatan Alor Barat Daya, Kecamatan Alor Selatan, Kecamatan Alor Timur, dan

Kecamatan Pantar (Stonis, 2008:10--11). Penelitian bahasa Kabola berlokasi di desa

Lendola, Teluk Mutiara Kecamatan Alor Barat Laut, sedangkan penelitian bahasa

Hamap dan bahasa Klon berlokasi di desa Moru, Kecamatan Alor Barat Daya.

Tempat penelitian bahasa Kabola berada di daerah perkotaan, yakni desa Lendola.

Penduduknya cukup padat, fasilitas kehidupan sehari-hari sangat mendukung seperti:

sekolah, pasar, kantor, toko, maupun bank yang merupakan kebutuhan bagi

masyarakat setempat. Bahasa daerah digunakan terbatas pada tempat-tempat tertentu

seperi di gereja maupun masjid, terutama menyangkut kegiatan adat. Bahasa Hamap

dan bahasa Klon terletak di daerah perbukitan, tidak jauh dari kota apabila

dibandingkan dengan bahasa-bahasa daerah lain. Bahasa Hamap dan bahasa Klon

berada pada satu desa yakni desa Moru. Pada kenyataannya kedua bahasa daerah ini

berbeda, walaupun dalam satu desa. Berdasarkan pengamatan peneliti, penutur kedua

bahasa tersebut sama-sama mempertahankan bahasanya. Masyarakat pendukungnya

hanya menggunakan bahasa daerah masing-masing, tidak terpengaruh oleh bahasa

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

54

lain yang ada di sekitarnya. Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang dilakukan

ternyata bahasa Kabola dan bahasa Hamap menunjukkan kerabat dekat dibandingkan

dengan bahasa Klon.

Bahasa-bahasa lain menyebar di beberapa desa misalnya: bahasa Alores, bahasa

Abui, bahasa Kui, bahasa Kafoa, bahasa Panea, bahasa Kamang, bahasa Kailesa,

bahasa Wersin, bahasa Tanglapui, bahasa Blagar, bahasa Retta, bahasa Taiwa, bahasa

Nedebang, bahasa Deing, dan bahasa Lamma.

3.3 Sumber Data dan Informan

Sumber data penelitian ini terdiri atas sumber data primer dan sumber data

skunder. Sumber data primer diperoleh dari sejumlah penutur asli yang dipakai

sebagai informan. Sumber data skunder diperoleh dari sumber data yang sudah ada,

terutama sumber-sumber kajian pustaka sebagai perbandingan. Data bahasa yang

digali menggunakan daftar 200 kosakata Swadesh dan 1500 daftar Holle.

Penentuan informan merupakan hal penting dalam melakukan penelitian.

Beberapa persyaratan informan (Samarin, 1988: 55-70) yang harus dilaksanakan

sebagai berikut.

1) Penutur asli dari bahasa yang diteliti, data yang diperoleh benar-benar

bersumber dari orang yang menguasai bahasa tersebut dengan baik.

2) Informan harus mempunyai alat-alat ucap yang normal

3) Seorang informan berumur antara 25 sampai dengan 60 tahun. Informan yang

berumur di bawah 25 tahun penguasaan kosa katanya terbatas. Informan yang

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

55

berumur di atas 60 tahun banyak kosakata yang dikuasainya telah terlupakan,

tetapi tidak semuanya demikian.

4) Pendidikan informan minimal sekolah dasar dan maksimal sekolah menengah

umum. Dengan tingkat pendidikan seperti itu penguasaan bahasa mereka

semakin baik.

5) Informan tidak pernah merantau, supaya bahasa yang digunakan masih asli.

6) Informan memiliki cukup kebanggaan terhadap bahasanya, serta

7) Informan dapat berbahasa Indonesia.

Jumlah informan penelitian bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon

masing-masing menggunakan 3 (tiga) orang informan. Satu orang informan

digunakan sebagai informan kunci pada masing-masing bahasa yang diteliti.

Informan yang dipilih sesuai dengan syarat-syarat yang ada agar memperoleh data

yang valid.

Penelitian bahasa daerah lainnya, lima belas bahasa pendamping sebagai data

primer digunakan beberapa orang informan pendamping (tambahan), sedangkan data

sekunder dikaji berdasarkan data yang sudah ada dari beberapa sumber buku dan

kajian pustaka seperti: Budasi (2007), Mandala (2010), La Ino (2013) dan

sebagainya.

3.4 Instrumen Penelitian

Secara garis besar, instrumen penelitian ada dua macam yaitu istrumen untuk

menggali data kebahasaan dan nonkebahasaan. Data kebahasaan dipaparkan berupa

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

56

200 kosa kata Swadesh untuk data kuantitatif dan 1500 daftar Holle untuk

penjaringan data kualitatif. Daftar pertanyaan memuat tentang konstruksi kata, frasa,

kalimat, dan ungkapan. Penjaringan data nonkebahasaan dibantu dengan teknik

perekaman cerita rakyat atau dongeng untuk mengecek kebenaran data. Untuk

memperoleh data yang akurat, dengan menampilkan beberapa gambar, peragaan, atau

aktivitas lainnya agar pertanyaan lebih mudah dipahami sehingga diperoleh data yang

valid.

Penjaringan data dengan 1500 daftar Holle dikelompokkan menjadi: (1)

kelompok kata anggota tubuh; (2) kata bilangan; (3) ukuran; (4) kata ganti orang; (5)

sistem kekerabatan; (6) peralatan; (7) kehidupan masyarakat; (8) tumbuh-tumbuhan;

(9) binatang; (10) kata sifat; (11) kata keadaan; (12) waktu; (13) aktivitas; (14) mata

pencaharian; serta (15) keadaan alam. Data skunder diperoleh dari hasil penelitian

yang sudah ada dan digunakan sebagai bahan perbandingan.

3.5 Metode dan Teknik Penyediaan Data

Metode pupuan lapangan (Ayatrohaedi, 1979: 33) dapat digunakan untuk

memperoleh data di daerah penelitian. Metode ini dianggap lebih tinggi derajat

keilmiahannya, karena secara langsung menanyakan hal-hal yang dianggap penting.

Lebih lanjut, metode ini dapat dijabarkan menjadi metode simak dan metode cakap

(band. dengan Sudaryanto, 1988: 2-9; Mahsun, 2007: 92-96). Bungin (2008)

menyebut dengan istilah observasi untuk metode simak dan wawancara untuk istilah

metode cakap (cakap semuka).

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

57

Metode simak dilakukan dengan cara menyimak pemakaian bahasa secara lisan.

Teknik dasarnya adalah teknik sadap, yaitu teknik yang dilakukan dengan

penyadapan yakni kecerdikan peneliti untuk menyadap pembicaraan informan di

lapangan. Teknik lanjut adalah metode simak bebas libat cakap yaitu pengambilan

data, peneliti tidak terlibat dalam percakapan. Teknik ini dapat diterapkan apabila

data yang diperoleh melalui metode cakap tidak meyakinkan.

Metode cakap digunakan dengan mengadakan wawancara kepada informan.

Metode cakap memakai teknik pancing, yaitu teknik yang dilakukan dengan cara

memancing informan agar mau berbicara. Teknik lanjutan metode cakap adalah

teknik cakap semuka yang dilakukan dengan percakapan langsung atau tatap muka.

Teknik cakap semuka dilanjutkan dengan teknik catat, rekam, dan terjemahan.

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data

Penelitian kekerabatan bahada Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon

menggunakan metode analisis sinkomparatif dan diakomparatif. Metode

sinkomparatif diterapkan terlebih dahulu untuk menganalisis bahasa-bahasa yang

berkerabat pada satu kurun waktu, dilanjutkan dengan dengan metode diakomparatif

untuk mengalisis bahasa-bahasa berkerabat pada beberapa kurun waktu.

Metode analisis sinkomparatif menekankan pada deskripsi fonem dan penemuan

aspek perubahan fonologis secara deskriptif untuk dapat berasumsi bahwa bahasa

yang diteliti dikatakan berkerabat. Metode diakomparatif digunakan untuk

menganalisis bahasa-bahasa berkerabat secara diakronis dengan cara kerja bertahap.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

58

Tahap awal dilakukan dengan 200 kosakata Swadesh dengan teknik leksikostatistik

yang merupakan analisis secara kuantitatif sehingga diperoleh jumlah persentase

kognat serta menetapkan kelompok bahasa yang diteliti pada bahasa tersebut

(Crowley, 1987:190; band. dengan La Ino, 2013:48). Tahap selanjutnya dilakukan

analisis secara kualitatif dengan memperhatikan pasangan kata yang fonemnya

identik, pasangan kata yang memiliki korespondensi bunyi, pasangan kata yang

memiliki kemiripan secara fonetis, dan pasangan kata yang memiliki perbedaan satu

fonem saja. Analisis secara mendalam dilakukan dengan merekonstruksi setiap

fonem dari kata yang diperbandingkan, sehingga dapat ditetapkan bahasa-bahasa

yang berkerabat secara definitif.

Cara kerja metode di atas dibantu dengan teknik-teknik sebagai berikut.

1) Teknik Leksikostatistik

Leksikostatistik merupakan salah satu teknik pengelompokan bahasa dengan

angka sebagai dasar pemilahannya. Teknik tersebut digunakan untuk menemukan

hubungan kekerabatan dua bahasa atau lebih dengan memperhitungkan unsur-unsur

persamaan atau kemiripan yang terdapat pada kosakata yang diperbandingkan.

Dalam hal ini leksikostatistik digunakan untuk pengelompokan ketiga bahasa

yang diteliti dan mengutamakan perhitungan kata-kata secara statistik untuk

mengetahui jumlah kata-kata kerabat yang diperbandingkan. Persentase kata kerabat

antara 81-100 % tergolong dialek, persentase 36-80% tergolong bahasa, persentase

antara 12-35 % tergolong keluarga bahasa, persentase 4-12 % tergolong rumpun

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

59

bahasa, persentase 2-3 % tergolong mikrofilum, dan persentase 0-2 % tergolong

mesofilium (Grimes, 1987:14)

Penelitian tentang hubungan kekerabatan dengan teknik leksikostatistik

dipaparkan dengan rumus sebagai berikut.

H= J

𝐺 x 100%

Keterangan: H = Hubungan kekerabatan

J = Jumlah kata kerabat

G = Glos (item)

Pengelompokan bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Klon berdasarkan

bukti kuantitatif masih bersifat belum tuntas. Untuk itu diperlukan bukti-bukti

kualitatif. Pengelompokan yang bersifat kualitatif dilakukan dengan upaya penemuan

kemiripan dan kesamaan unsur-unsur kebahasaan yang inovatif-eksklusif pada

bahasa-bahasa yang diteliti baik secara fonologi maupun leksikal. Kemiripan dan

kesamaan inovasi segi fonologi dapat ditelusuri pada kesamaan pola atau kaidah

perubahan fonem yang pada bahasa yang dianalisis. Kemiripan dan kesamaan pada

tataran leksikal, inovasi tersebut tampak pada kemiripan dan kesamaan kosakata

seasal yang dimiliki oleh kelompok dan subkelompok bahasa-bahasa yang diteliti.

Tahapan penganalisisan data, peneliti menggunakan metode deskriptif analitis

yakni mendeskripsikan bahasa-bahasa di daerah penelitian dari 200 kosakata

Swadesh dan 1500 daftar Holle yang disebar kepada informan. Teknik lanjutannya

adalah teknik hubung banding, baik hubung banding membedakan maupun

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

60

menyamakan (Sudaryanto, 1993:13-30; Djajasudarma, 1993:58; dan Mahsun,

2005:120-122). Penerapan metode padan dengan teknik hubung banding

menyamakan dan membedakan, digunakan untuk memilah unsur-unsur kebahasaan

yang diteliti. Dengan menggunakan kedua teknik tersebut dapat dipisahkan bentuk-

bentuk yang sama dan bentuk-bentuk yang berbeda. Ciri-ciri yang ditemukan

dihubungbandingkan dan dibandingkan antarsesamanya (internal) dan di luar

kelompok bahasa (eksternal). Selanjutnya, data diklasifikasikan dengan: (1) bukti

penyatu kelompok dan (2) bukti pemisah kelompok dan sekaligus penyatu

subkelompok. Berdasarkan bukti penyatu kelompok dan bukti pemisah kelompok

ditentukan tingkat keeratan kelompok bahasa yang diteliti dalam bentuk silsilah

berdasarkan analisis kualitatif.

2) Teknik Rekonstruksi.

Rekonstruksi protobahasa dilakukan dengan cara membandingkan kosakata

seasal yang dianalisis berdasarkan aspek kesepadanan fonologi dan leksikal.

Rekonstruksi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan dari bawah ke atas

(Bottom-up Reconstruction) serta dari atas ke bawah (Top Down Reconstruction).

Analisis dengan teknik rekonstruksi tersebut dilakukan dengan cara penetapan

protofonem demi protofonem pada bahasa yang diteliti.

Cara kerja tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

a) Teknik Rekonstruksi Fonologi

Rekonstruksi fonologi dapat dilakukan untuk menemukan protofonem

subkelompok Protobahasa Kabola dan bahasa Hamap (PKbHp) dan kalompok

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

61

Protobahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa Kalon (PKbHpKl). Rekonstruksi

tersebut dilakukan fonem demi fonem untuk menemukan kaidah-kaidah perubahan

protofonem dalam bahasa turunan berdasarkan kesepadanan fonem dalam kosakata

seasal.

b) Teknik Rekonstruksi Leksikal

Rekonstruksi leksikal bertujuan untuk menemukan perangkat protokata yang

memiliki makna sama atau mirip pada bahasa Kabola, bahasa Hamap, dan bahasa

Klon. Rekonstruksi leksikal dilakukan setelah rekonstruksi fonologi. Rekonstruksi

leksikal dilakukan dengan melibatkan kosakata seasal sehingga fonem berserta

perubahannya dapat ditemukan.

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis

Metode yang dipakai dalam menyajikan hasil penelitian ini adalah metode

formal dan informal serta kombinasi antara formal dan informal. Metode formal

adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang. Tanda yang dimaksud

seperti: tanda /…./ menunjukkan ejaan fonemis; tanda (*) adalah tanda bintang,

menunjukkan proto; tanda panah (→) adalah tanda arah perubahan; tanda (>) adalah

tanda berubah menjadi; tanda kurung biasa (( )); kurung kurawal ({}); dan

sebagainya.

Metode informal yang dimaksud adalah adalah penyajian hasil analisis dengan

untaian kata-kata agar penjelasannya terurai dan terinci, metode penyajian dibantu

dengan teknik penyajian induktif dan deduktif (Sudaryanto, 1986:45).

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id II III.pdf · melihat sejarah bahasa tersebut (Kentjono ed, 1982:131--132) ... perkembangan kesejarahan dan kekerabatan antara

62

3.8 Sistematika Penulisan Hasil Penelitian

Sistematika penulisan pada kajian ini disajikan dalam beberapa bab yakni: Bab I

merupakan Bab Pendahuluan memaparkan tentang 1) Latar Belakang; 2) Rumusan

Masalah; 3) Tujuan Penelitian; 4) Manfaat Penelitian; serta 5) Ruang Lingkup

Penelitian. Bab II tentang 1) Kajian Pustaka; 2) Konsep; 3) Landasan Teori; dan 4)

Model Penelitian. Bab III tentang Metode Penelitian yaitu: 1) Rancangan Penelitian;

2) Lokasi Penelitian; 3) Sumber Data dan Informasi; 4) Instrumen Penelitian 5)

Metode dan Teknik Penyediaan Data; 6) Metode dan Teknik Analisis Data; 7)

Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data; dan 8) Sistematika Penulisan

Hasil Penelitian. Bab IV membahas: Gambaran Umum Beberapa Bahasa Di Pulau

Alor: 1) Jenis dan Jumlahnya serta 2) Karakteristik Bahasanya. Bab V Fonem-Fonem

Bahasa Kabola, Bahasa Hamap, dan Bahasa Klon Di Pulau Alor. Bab VI

Pengelompokan Genetis Bahasa Kabola, Bahasa Hamap, Dan Bahasa Klon Di Pulau

Alor tentang: 1) Pengelompokan Genetis Bahasa Kabola, Bahasa Hamap, Dan

Bahasa Klon Secara Kuantitatif serta 2) Pengelompokan Genetis Bahasa Kabola,

Bahasa Hamap, Dan Bahasa Klon Secara Kualitatif. Bab VII Protobahasa Kabola,

Hamap, dan Klon yang membahas tentang rekonstruksi protobahasa yakni: 1)

Rekonstruksi Fonologis dan 2) Rekonstruksi Leksikal. Bab VIII Pantulan (Refleks)

Protofonem PAN Pada PKbHpKl. Bab IX Pola Perubahan Bunyi protobahasa

Kabola, Hamap, dan Klon. Bab X Temuan Baru. Bab XI Simpulan dan Saran.