bab 6 as-sunnah
DESCRIPTION
AS SUNNAHTRANSCRIPT
BAB V
SUNNAH RASULSumber Kedua Ajaran Islam
Editor Ahli :
1. Prof. Dr. Jaih Mubarak, M.Ag, SE, MH (Guru Besar Syari’ah Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
2. Dr. Agus Syihabuddin, MA, MBA (Dosen Agama Islam ITB)
1. Hakikat Sunnah Rasul dan Hadits
Isi Alqur’an bersifat global yang memerlukan banyak penjelasan. Untuk itu,
datanglah Rasulullah saw menjelaskan pesan-pesan Alqur’an secara detail, baik tentang
tatacara ritual maupun mu’amalah, dari mulai tatacara shalat, sampai kepada cara berumah
tangga dan bernegara. Segala penjelasan Rasulullah, baik berupa perkataan (qauliyah),
Karakteristik yang mau dibangun dengan bab “Sunnah Rasul, SumberHukum kedua Ajaran Islam” adalah (1). Pemahaman dan keyakinan yang holistik tentang sunnah Rasul (2). Kesadaran tentang betapa pentingnya memahami sunnah Rasul secara benar (3). Kemauan untuk menjadikan sunnah Rasul sebagai sumber hukum kedua setelah Alqur’an (4). Memiliki motivasi kuat untuk melaksanakan sunnah Rasul seoptimal mungkin, dan (5). Sikap waspada terhadap kelompok yang ingin menjauhkan umat Islam dan Sunnah Rasul dan menanamkan sikap pengingkaran terhadap hadits.
perbuatan (Fi’liyah) maupun sikap diam (taqririyah) disebutlah Sunnah Rasul1. Jadi pada
hakikatnya sunnah rasul adalah fakta-fakta seputar kehidupan nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan maupun sikap diam nabi dalam kerangka menjelaskan
Alqur’an.2
Pada kenyataannya, tidak semua sahabat bisa mendengar langsung ucapan nabi
dan tidak bisa melihat langsung perbuatan nabi, mereka hanya mendengar beritanya saja.
Berita tentang sunnah rasul ini disebut hadits.3 Jadi, pada hakikatnya hadits adalah berita
(news) seputar kehidupan nabi baik tentang ucapan, perbuatan dan sikap diam Nabi.
Kalau begitu, sunnah Rasul adalah fakta sedangkan hadits hanyalah berita. Oleh karena
itu pula, sunnah Rasul sebagai fakta pasti benar, sedangkan hadits sebagai sebuah berita,
mungkin benar mungkin juga salah. Dari sisi teks, kebenaran Alqur’an berifat pasti atau
qathy (qath’i ats-tsubut) sedangkan kebenaran hadits bersifat dugaan atau dhanny (dzanny
ats-tsubut). Dalam hal ini, semua mukmin diwajibkan mengikuti sunnah rasul bukan
mengikuti hadits. Akan tetapi bagaimana mungkin seseorang dapat mengetahui sunnah
Rasul kalau tidak mempelajari haditsnya.4
Adakah perbedaan hadits dengan Alqur’an ? Perbedaannya adalah sbb :
Redaksi Alqur’an langsung dari Allah sedangkan redaksi hadits dari nabi atau dari
periwayat.
Alqur’an adalah wahyu yang diturukan, dinukil, sedangkan sunnah adalah wahyu
“marwy” (yang diriwayatkan).
Redaksi Alqur’an adalah mukjizat sedangkan redaksi hadits bukan mukjizat.
Alqur’an adalah wahyu tertulis (mathluwy), sedangkan hadits nabi yang shahih adalah
wahyu yang tidak tertulis (ghair mathluwy).
1 Dilihat dari sisi jenisnya Sunnah ada tiga yakni (1). Sunnah qauliyah, atau ucapan nabi (b). Sunnah fi’liyah yakni perbuatan nabi (c). Sunnah taqririyah, yakni sikap diam nabi. Dilihat dari sisi konsistensi pelaksanaannya, sunnah terbagi tiga yakni (1). Sunnah Dlaimmah yakni sunnah yang dilaksanakan oleh Nabi sampai beliau wafat. (2). Sunnah hammiyah yakni cita-cita nabi yang belum dilaksanakan (3). Sunnah tarkiyah yakni sunnah yang ditinggalkan seperti bacaan qunut pada shalat wajib termasuk qunut Subuh.
2Secara etimologi sunnah berarti perjalanan, sedangkan secara syar’i, sunnah rasul adalah kebiasaan rasul yang meliputi, ucapan, tindakan dan sikap diam nabi. Berdasarkan hal itu ada Sunnah Qauliyah (ucapan), Sunnah Fi’liyah (perbuatan) dan Sunnah Taqririyah (sikap diam nabi). Lihat : Muhammad Ajjaj Al-Khatib, Ushu al-hadits, Pokok-pokok Ilmu Hadits, terjemahan Qadirun Nur dan Ahmad Musafiq, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001, hal. 1-3.
3 Secara etimologis hadits berarti baru (new) atau berita (news). Secara istilah hadits adalah berita tentang ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi saw. Atau qauliyah, fi’liyah dan taqririyah yang disandarkan kepada nabi saw .
4 Dilihat dari sisi sandarannya, hadits terbagi dua, yakni hadits Nabawy dan hadits Qudsi. Hadits Nabawy ialah hadits yang semata-mata disandarkan kepada Nabi, misalnya Qala Nabi (nabi bersabda), sami’tu Rasulallah qala (saya mendengar Rasulullah bersabda), Naha Rasulullah (Rasulullah melarang), atau kana nabiyu (adalah nabi.....). Adapun hadits Qudsi adalah hadits yang mengandung penyandaran Rasulullah SAW kepada Allah, misalnyai qala Allah (Allah berfirman). Kitab Ushulul Hadits : hal. 9
Allah menjamin kemurnian Alqur’an sampai kiamat, tetapi Allah tidak menjamin
kemurnian hadits, sejarah membuktikan banyak hadits yang palsu atau maudhu’.
2. Kedudukan dan Fungsi Sunnah Rasul
Kedudukan sunnah Rasul dan hadits dalam proses pembentukkan syari’at amat
penting karena merupakan sumber kedua ajaran Islam setelah Alqur’an. Secara yuiridis
dan substantif sunnah Rasul bersumber dari wahyu Alqur’an. “Wa ma yanthiqu ‘an al-
hawa in hua illa wahyun yuha”. Tiadalah yang diucapkan Muhammad itu mengikuti hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. 5 Jadi
secara logika tidak mungkin ada pertentangan antara sunnah Rasul dengan Alqur’an.
Alqur’an bersifat mujmal (global) kemudian dijelaskan secara rinci oleh sunnah
Rasul, jadi kedudukan sunnah Rasul adalah sebagai bayan (penjelasan) Alqur’an dan
sebagai sumber hukum kedua ajaran Islam. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah
Allah dan taatilah Rasul” (QS.4 Al-Nisa : 59). “Barang siapa yang menaati Rasul,
sesungguhnya ia telah menaati Allah”. QS. 4/Al-Nisa : 80). Dilihat dari sisi kualitas
kehujjahan, sunnah Rasul memiliki derajat kehujahan level dua setelah Alqur’an. Jadi
kalau hadits bertentangan dengan Alqur’an, maka dahulukanlah ayat Alqur’an.
Posisi Rasulullah dalam kerangka ajaran Islam adalah (a). Sebagai Bayin atau
pemberi penjelasan (bayan) tentang segala macam hal yang berkaitan dengan Alqur’an.
Jadi jika kita ingin mengetahui tafsir Alqur’an yang benar, harus merujuk kepada
penjelasan Rasulullah bersama para sahabatnya, bukan merujuk kepada pendapat manusia
sembarangan apalagi merujuk kepada logika orang kafir. (b). Sebagai Uswah hasanah
yakni contoh atau model terbaik dalam seluruh aspek kehidupan (whole model). Ajaran
Islam bukan wacana tetapi telah dipraktekan oleh Rasulullah. Anehnya banyak orang
Islam yang lebih terpengaruh oleh pendapat orientalis yang bingung daripada tertarik
kepada sunnah Rasul. Sungguh aneh jika ada umat Islam yang mengikuti tafsiran syari’ah
Islam menurut kacamatan Orientalis padahal mereka tidak pernah shalat dan sama sekali
tidak tertarik kepada syari’ah Islam. Para tokoh orientalis yang diikuti oleh banyak pemikir
Islam Indonesia, hanya tertarik untuk mengutak-atik pemikiran umat Islam agar mengikuti
jalan pikirannya, mereka sama sekali tidak simpati kepada ajaran Rasulullah SAW. (c).
Rasulullah adalah pribadi yang ma’shum (terjaga dari kesalahan) sehingga jangan khawatir
Rasulullah keliru, walaupun para orientalis akan berusaha keras agar umat Islam jauh dari
Sunnah Rasul terus beralih untuk menggemari pemikitan orientalis yang bingung. Semua 5Muhammad Ajaj Al-Khatib, Ushul al-Hadits, hal. 21
umat Islam wajib mengikuti Sunnah Rasulullah sebagai penjelasan tentang Alqur’an.
Alqur’an dan sunnah Rasul merupakan rujukan (maraji’), sedangkan pendapat para ulama,
baik ulama salafi maupun ulama khalafi adalah reference saja, bukan rujukan.
Fungsi Hadits
Adapun fungsi hadits terhadap Alqur’an secara global adalah untuk menjelaskan yang
mubham (belum jelas), merinci yang mujmal (global), membatasi yang mutlak,
mengkhuskan yang ‘am (umum), menguraikan tujuan-tujuan hukum Alqur’an serta
menerangkan hukum-hukum yang belum dijelaskan secara ekplisit oleh Alqur’an.6 Lebih
jauh fungsi hadits terhadap Alquran adalah sbb :
Bayan taukid (taukid = penguat), yakni menguatkan pernyataan Alqur’an, misalnya
QS. 2/Albaqarah : 185 yang menyatakan bahwa barang siapa yang melihat bulan maka
hendaklah dia shaum (Ramadhan). Nabi pun berkata :” Shumu liru’yatihi wa afthiru
liru’yatihi”, saumlah kamu karena melihat bulan dan berbukakah kamu (lebaran)
karena melihat bulan. Jadi hadits nabi di atas hanyalah menguatkan pernyataan
Alqur’an.
Bayan tafshil (tafshil = merinci), yakni merinci apa yang masih global di dalam al-
Qur’an, misalnya Al-Qur’an menegaskan aqimish shalat (tegakkanlah shalat)
sedangkan tata cara shalat diuraikan oleh hadits.
Bayan itsbat (itsbat = pengecualian). Misalnya Al-Qur’an surat 5 ayat 3 menegaskan
bahwa bangkai dan darah haram dimakan. Kemudian datanglah hadits riwayat
Ahmad, Ibn Majah, Baihaki dan Daruquthni, bahwa ada bangkai yang dihalalkan
sebagai kekecualian dari ayat di atas, yakni bangkai ikan dan belalang. Juga ada darah
yang halal sebagai pengecualian dari ayat di atas, yakni hati dan limpa.
Bayan Taudhih : ialah menerangkan latar belakang penetapan hukum, misalnya
hadits nabi yang menerangkan bahwa Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya
menjadi baik harta-hartamu yang telah dizakati. Ini hadits sebagai penjelasan tentang
latarbelakang munculnya perintah mengeluarkan zakat mas yang dirasakan berat oleh
sebagian kaum muslimin (QS.9 : 34). Bayan Taudhih ini bisa dimasukkan kepada
bayan tafshil.
Jadi fungsi hadits terhadap Al-Qur’an sangat signifikan. Kelompok pemikir muslim
yang hanya menggunakan Al-Qur’an tetapi mengabaikan hadits, pasti tidak akan benar
dalam menafsirkan Al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang menyangkut ibadah, pasti acak-
6 Muhammad Ajaj Al-Khatib, Ushul al-Hadits , hal. 34-35.
acakan. Mengingkari sunnah Rasulullah adalah tindakan irrasional karena berarti
menghilangkan satu fakta hukum dan fakta akademis lantas mencari penafsiran yang
sifatnya akal-akalan, yang memiliki derajat subjektivitas amat tinggi. Meyakini
bahwa hadits adalah sebuah informasi yang tidak akurat, susah dipertanggung jawabkan
kebenarannya, lalu dibuang seluruhnya, itu adalah tindakan orang yang frustrasi. Secara
akademis, sikap seperti itu adalah sangat salah, keliru, dan sesat.
3. Cara Menyeleksi Hadits
Sebagai sebuah berita, anatomi hadits terdiri dari tiga bagian yakni rangkaian
pembawa berita (sanad), kualitas kepribadian seluruh orang yang terlibat dalam
periwayatan atau pemberitaan (rawy), serta isi berita (matan). Jadi anatomi hadits ada tiga
yakni sanad, rawy dan matan. Penelitian sahih tidaknya sebuah hadits diarahkan kepada
ketiga bagian anatomi tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut.
Sanad : yakni rangkaian sumber pembawa berita dari hilir sampai ke hulu. Jika suatu
hadits ditelusuri, akan dapat diketahui sampai kemana sumber hadits ini. Jika ternyata
sampai kepada nabi disebutlah hadits marfu’ (terangkat), tetapi jika hanya sampai
kepada sabahat disebut hadits mauquf (terhenti), apalagi jika hanya sampai kepada
tabi’in disebut hadits maqthu’ (terputus). Hadits yang bisa diterima ialah manakala
sanadnya bersambung (muttasil) sampai kepada Nabi saw. Jadi uji sanad sama dengan
uji prosedural.
Rawy : ialah kualitas personality orang-orang yang terlibat dalam pemberitaan itu.
Apakah orangnya cerdas, bagus dalam menyimak, bagus dalam menyimpulkan, tidak
pernah salah dengar, bersikap jujur dan dapat dipercaya, dll. Para rawy harus
memiliki dua karakteristik minimal yakni dhabit (kuat ingatan), baik dhabit shadri
(kuat hafalannya) maupun dhabit kutub (kuat catatannya). Karakteristik kedua adalah
‘adalah yakni jujur. Jika seorang perawi memiliki kedhabitan yang tinggi dan disertai
sifat jujur, maka disebutlah rawy yang tsiqah (kuat). Jadi uji rawy adalah uji
personality.
Matan : ialah redaksi hadits atau isi materi hadits atau konten berita, apakah isinya
tidak bertentangan dengan akal sehat dan tidak rancu/janggal (ghair syadz) juga
apakah tidak cacat (ghair mu’alal) . Jika kontennya ghair syadz dan ghair mu’allal ,
maka secara isi berita, hadits tersebut selamat.7 Jadi uji matan sama dengan uji
material.7 Mengenai pengertian Sanad, Rawy dan Matan bisa dilihat pada buku Ushul al-Hadits, hal. 11-13.
Apabila sebuah hadits terbukti lulus uji prosedural, uji personality dan uji material,
maka hadits ini dinilai sehat (sah, akurat, valid) selanjutnya disebut hadits shahih8.
Apabila terdapat kekurangan dari sisi kedhabitan perawinya (bukan karena kurang
jujur), maka hadits tersebut dikatagorikan sebagai hadits hasan9 (baik). Kemudian
apabila gugur pada sanadnya, atau rawinya atau matannya, maka hadits tersebut
dikatagorikan hadits dhaif10 atau lemah.
Dilihat dari sisi kuantitas perawy atau banyak sedikitnya jalur periwayatan, hadits
terbagi kepada dua besaran pokok yakni hadits mutawatir dan hadits Ahad. Hadits
Mutawatir, ialah hadits yang diterima oleh orang banyak kemudian disampaikan lagi
kepada orang banyak, demikian seterusnya yang secara logika dan adat tidak mungkin
semua orang yang terlibat dalam periwayatan hadits tersebut bersepakat untuk
berbohong.11 Oleh karena itu kedudukan hadits mutawatir sangat tinggi. Adapun Hadits
Ahad ialah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang, dua orang, atau tiga orang atau lebih
tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.12
Selanjutnya hadits Ahad terbagi tiga macam yakni hadits masyhur, aziz dan
gharib. (1). Hadits Masyhur ialah hadits yang diriwatkan oleh tiga orang atau lebih tetapi
tidak sebanyak mutawatir. Hadits Masyhur adalah hadits yang tercatat melalui tiga jalur 8 Hadits Shahih terbagi dua yaitu (1). Shahih Lidzatihi karena ia sahih dengan sendirinya (2). Shahih Lighairihi, ialah hadits yang hasan tetapi dikuatkan oleh hadits senada dari jalur lain sebagai saksi (syahid)9 Hadits Hasan terbagi dua (1). Hasan Lidzatihi ialah hasan dengan sendirinya sebagai akibat ada salah satu perawinya yang kurang kuat hafalannya. (2). Hasan Lighairihi ialah hadits dhaif tetapi dikuatkan oleh hadits senada dari jalur lain.10 Hadits dhaif sangat banyak macamnya tergantung kepada sebab-sebab kedhaifannya, apakah lemah pada sisi sanad, atau lemah pada sisi rawy atau lemah pada sisi matan. Hadits yang dhaif dari sisi sanad adalah hadits Mu’allaq (tergantung) gara-gara ada sebagian atau seluruh sanadnya yang hilang, Hadits Mursal ialah hadits yang gugur sanadnya, baik sebelum maupun setelah thabi’in. Hadits Munqathi’ ialah gugur sanadnya sebelum sabahat. Hadits Mu’dlal ialah hadits yang gugur dua sanad atau lebih secara berurutan di tengah-tengah. Hadits Mudallas ialah hadits yang si periwayat seakan-akan mendengar sendiri dari sumber hadits, dia menyembunyikan rangkaian sanadnya.
Hadits dhaif karena kelemahan Rawy dan matannya terdiri dari beberapa macam yakni Hadits Matruk karena perawinya terkenal suka pendusta. Hadits Munkar ialah karena ada salah satu sanadnya yang amat sering salah. Hadits Mu’allal karena terdapat perawi yang cacat. Hadits Mudraj karena ada tambahan dari salah seorang periwayatnya padahal itu bukan bagian dari hadits tetapi kemudian dianggap bagian dari hadits oleh periwayat yang lain. Hadits Maqlub ialah hadits yang di dalamnya tertukar urutan sanad atau tertukar isinya. Hadits Mudhtarib ialah hadits yang berbeda-beda dari jalur yang berbeda yang memiliki kekuatan yang sama tetapi isinya saling bertentangan yang tidak mungkin ditarjih. Hadits Mushahhaf ialah hadits yang di dalamnya terdapat kesalahan dalam perubahan kata atau kalimat. Hadits Majhul ialah hadits yang didalamnya terdapat perawi yang tidak dikenal. Hadits Syadz ialah hadits yang sahih tetapi bertentangan dengan hadits yang berasal dari sumber yang lebih kredibel. Hadits Mukhtalith ialah hadits yang isinya telah bercampur dengan hadits yang lain sehingga kacau. Hadits Maudhu’ atau hadits palsu ialah hadits yang bukan berasal dari Nabi tetapi kemudian dikatakan berasal dari Nabi. Lihat : Muhammad Ajaj Al-Khatib, hal. 271 – 371.
11 Hadits mutawatir terbagi dua yakni (1). Mutawatir Lafdzy yakni jika lkafadznya sama (2). Mutawatir Maknawy adalah tidak sama lafadznya tetapi sama maknanya.
12 Mengenai kualifikasi hadits dilihat dari jumlah perawinya, bisa dilihat pada Muhammad Ajjaj al-Khatibi, Ushul Al-Hadits, hal. 271-371.
sanad atau lebih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir. (2). Hadits Aziz, ialah hadits
yang diriwayatkan melalui dua jalur sehingga hadits tersebut tercatat pada dua jalur sanad.
(3). Hadits gharib ialah hadits yang diriwayatkan oleh satu jalur.
Hadits gharib terbagi dua lagi yakni gharib Mutlak dan gharib Nisbi. Disebut
gharib mutlak karena hadits itu benar-benar diriwayatkan oleh satu jalur sanad saja.
Adapun gharib nisbi adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua jalur sanad tetapi jalur yang
satunya lemah.
Dilihat dari sumber sandarannya, hadits terbagi dua yakni hadits Qudsi dan hadits
Nabawy. Haditsv Qudsi adalah hadits yang disandarkan kepada Allah, cirinya antara lain
ada lafadz qala Allahu..(Allah berfirman). Adapun hadits nabawy ialah hadits yang
disandarkan kepada Nabi. Cirinya antara lain ada kalimat qala Nabi (nabi bersabda),
naha Nabi (Nabi melarang), Raaitu Nabi (saya melihat nabi), dll.
Tidak semua hadits itu berkualitas sahih, oleh karena itu, jangan tergesa-gesa
meyakini keabsahan suatu hadits lantas mengamalkannya, sebelum meneliti kualitas hadits
tersebut, paling tidak bertanya kepada ahlinya. Amal ibadah yang bid’ah yang
dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya disebabkan oleh kecerobohan meneliti
akurasi dan validasi hadits apalagi kalau memiliki persepsi bahwa hadits dhaif boleh
digunakan untuk keutamaan amal ( li fadlai al-amal). Itu sangat keliru dan menyesatkan.
Imam Bukhari dan Imam Muslim sebagai suhu di budang kajian hadits tidak pernah
menggunakan hadits dhaif sebagai dasar akidah ataupun dasar sayri’ah. Padahal di tengah
masyarakat sangat banyak amal ibadah yang berdasarkan hadits dhaif, misalnya shaum
nisfu sya’ban dan shalat Tasbih.
Selain itu, kekeliruan pun sering terjadi akibat kesalahan dalam memahami teks
hadits yang sahih, misalnya hadits yang menyatakan bahwa nabi makan dengan tiga jari.
Apabila hanya melihat teks hadits tanpa melihat konteksnya, akan lahir kesimpulan bahwa
makan dengan tiga jari adalah sunnah rasul, padahal konteks hadits tersebut adalah makan
kurma, bukan makan nasi. Makan kurma tiga jari, makan nasi lima jari, makan bubur ya
pakai sendok.
Cara meneliti kualitas hadits ini disebut ilmu Takhrij Hadits. Dengan menguasai
ilmu takhrij hadits ini, para ulama akan lebih pakar dalam menentukan mana hadits yang
shahih, hasan dan dhaif, mana hadits yang lebih kuat dan mana yang sangat lemah.
Kini ada beberapa gelintir orang yang terlanjur disebut tokoh Islam yang
mengkritik habis ilmu takhrij hadits. Menurut mereka, jarh wa ta’dil (mencela dan memuji
salah seorang yang terlibat dalam rangkaian sanad hadits) dengan menilai si A lemah dan
si B tertolak, adalah sikap gegabah dan suudzan (buruk sangka). Tetapi di sisi lain, mereka
melemahkan banyak perawi hadits yang oleh Bukhari - Muslim serta para muhadditsin
(ahli hadits) lainnya dinilai sebagai orang-orang tsiqah (kuat), akibatnya hadits-hadits
yang melalui jalur itu ditolak oleh kelompok ini, lantas mengambil hadits dari jalur yang
oleh mereka dinggap baik, padahal itu belum teruji secara akademis.
Dalam hal ini, penulis lebih percaya kepada hadits yang telah disaring ketat melalui
metodologi takhrij, yang dilakukan oleh para ahli hadits yang insya Allah saleh, ahli
tahajud dan ahli shalat istikharah daripada terhadap buku-buku sejarah dunia, tarikh
peradaban Islam atau sejarah nasional yang secara metodologis sangat longgar, para
penulisnya pun belum tentu saleh. Bahkan banyak buku sejarah yang ditulis berdasarkan
pesanan dan atau intimidasi pemerintah berkuasa saat itu. Penulis pun lebih percaya
kepada Imam Bukhari dan Imam Muslim yang telah berjihad untuk meneliti hadits
daripada kepada para orientalis beserta pengikutnya yang niatnya pun belum tentu demi
keilmuan apalagi cinta Nabi. Mudah-mudahan Allah SWT menguatkan akal pikiran dan
iman kita agar tidak terjerumus kepada pemikiran zindik. Naudzu billahi.
4. Menyikapi hadits shahih yang bertentangan (ta’arudl)
Ada empat cara menyikapi dua hadits sahih atau lebih yang bertentangan, yakni
melalui thariqatul jam’i, jawaz al-amrain, tarjih , nasihk mansukh dan tawakkuf.
Penjelasannya sbb :
Thariqah al- jam’i ialah mengkompromikan dua hadits yang bertentangan. Contoh :
Suatu ketika Nabi ditanya soal pria yang menyentuh kemaluannya setelah berwudhu.
Rasulullah saw menjawab ”fal yatawadla” hendaklah ia berwudhu lagi. Tetapi di lain
waktu, Nabi ditanya dengan soal yang sama tetapi jawabannya berbeda, Nabi
mengatakan “innahu bidl’atum minka” , bahwa kemaluan itu hanyalah sepotong
daging dari tubuhmu, maksudnya memegang kemaluan tak ubahnya memegang
hidung, jadi tidak batal. Bagaimana ini, batal atau tidak ? mana yang benar ? Dengan
cara dijamak maka konklusinya adalah bahwa memegang kemaluan setelah berwulu
tidaklah batal, akan tetapi berwudlu lagi itu lebih baik. Cara ini ditempuh karena
kedua hadits yang bertentangan itu adalah hadits qauliyah (bersifat ucapan lisan).
Memilih satu di antara dua opsi. Contoh : Menurut hadits dari Wail ibn Hujr,
Rasulullah saw ketika berisyarah dalam tahiyat shalat, beliau menggerak-gerakkan
telunjuknya. Sementara hadits dari Ibn Mas’ud menyatakan bahwa Rasulullah saw
tidak mengerak-gerakkan telunjuknya. Baik Wail maupun ibn Mas’ud adalah elit
hadits tetapi menyampaikan data yang bertentangan, mana yang benar ? Caranya :
Pilih salah satu, digerakkan atau tidak, kedua-duanya benar. Mengapa menempuh cara
ini, karena kedua-duanya hadits fi’liyah yang sama-sama sahih.
Tarjih : yakni memilih hadits yang lebih kuat. Contoh : menurut hadits dari Ibn
Abbas, Rasulullah saw menikahi Maemunah ketika Rasul dalam keadaan ihram,
padahal menikah dalam keadaan ihram itu tidak boleh. Sementara hadits dari
Maemunah sendiri menyatakan bahwa dia menikah dengan Nabi di luar Ihram. Mana
yang lebih kuat, data dari Ibn Abbas atau dari Maemunah ? Tentu hadits dari
Maemunah. Apa alasannya ? karena Maemunah adalah pelakunya sendiri yang
menikah dengan nabi, sedangkan Ibn Abbas adalah orang ketiga yang hanya
mendengar beritanya.
Nasikh wa Mansukh : Ialah meralat hadits shahih yang lebih awal dengan hadits
shahih yang kemudian, misalnya, semula nikah mut’ah di awal Islam itu
diperbolehkan kemudian diralat menjadi haram lewat hadits dari Ali ibn Abi Thalib.
Juga ziarah qubur yang semula diharamkan kemudian diralat dengan hadits Nabi yang
membolehkan mengingat pemahaman kaum muslimin seputar ziarah qubur telah
meningkat.
Tawakkuf : yakni memfending kedua hadits sahih yang bertentangan itu. Contoh :
Hadits dari Ibn Umar menyatakan bahwa tidak boleh seseorang melakukan salat
sunnat di tempat melaksanakan salat wajib, termasuk hadits dari mu’awiyah. Akan
tetapi hadits-hadits di seputar masalah ini sangat banyak, kualitasnya sahih, tetapi
isinya sangat beragam sehinggab sulit ditarjih, oleh karena itu dilakukanlah cara
tawakkuf. Imam Bukhari menyikapi bahwa hadits tersebut dianggap tidak ada. Jadi
mau salat sunnat di tempat asal atau bergeser ke tempat lain, tak ada aturan signifikan.
5. Menyikapi Sunnah Syar’i dan Ghair Syar’i
Tidak semua sunnah Nabi itu merupakan syari’ah yang harus dijalani tetapi ada
sunnah yang ghair syar’i atau kultur Arab yang tidak perlu diikuti, jadi kita harus cerdas
memilih mana sunnah yang syar’i dan mana sunnah yang ghair syar’i. Apa patokannya ?
Kalau apa yang dilakukan nabi sama dengan yang dilakukan orang kafir berarti itu kultur
Arab bukan nilai/value, misalnya Rasulullah saw pakai gamis, ternyata orang-orang
jahiliyah pun pakai gamis. Nabi saw makan kurma, ternyata orang Jahiliyah pun makan
kurma. Contoh lain:
Nabi tidur di atas pelepah kurma. Sebelum tidur beliau membaca doa :”Bismika
Allahumma ahya wa bika amut” Doanya adalah syar’i yang harus diikuti seluruh
umat Islam, sedangkan tidur di atas pelepah kurma adalah ghair syar’i, hanya
kultur Arab yang tidak perlu diikuti. Jadi kita tidak dianjurkan tidur di atas pelepah
kurma, kita boleh tidur di atas permadani, kasur busa, kasur kapuk, dll yang
penting membaca doa sebelum tidur.
Nabi saw naik unta, sebelum naik unta beliau berdoa :”Subhanalladzi sakhkhara
lana hadza wama kunna lahu muqrinin”. Naik untanya adalah kultur Arab atau
ghair syar’i sedangkan membaca doanya adalah syar’i. Jadi Anda tidak
disunnahkan naik unta, Anda boleh naik speda, motor, mobil, kereta api, kapal laut
atau pesawat terbang, yang penting membaca doa perjalanan.
Nabi selalu menutup aurat dengan memakai gamis dan serban. Menutup aurat
adalah syari’i sedangkan memakai gamis dan serban adalah ghair syar’i. Jadi anda
tidak diwajibkan memakai gamis dan sorban tetapi diwajibkan menutup aurat.
Caranya, bisa memakai kaos, sarung, kemeja, celana panjang, jas dan dasi, atau
memakai pakaian seragam dokter, seragam tentara, seragam perusahaan, atau
memakai pakaian ala Arab, Afrika, India, Jepang atau Eropa, selama bisa menutup
aurat dan bisa memenuhi nilai-nilai lainnya yang berkaitan dengan etika berbusana.
Dari perspektif lain, sunnah terbagi empat yakni sunnah jibiliyah, sunnah
bayaniyah, sunnah mukhtashiyah dan sunnah la jibiliyah la mukhtashiyah dan
bayaniyah. Penjelasannya adalah sbb :
a. Sunnah Jibiliyah : ialah sunnah yang berkaitan dengan sisi kemanusian nabi
sebagai manusia biasa seperti berapa tinggi badan nabi, berapa usia beliau ketika
wafat, berapa meter setiap langkah nabi ketika beliau berjalan, itu semua sunnah
yang tidak perlu kita ikuti. Cukup diketahui tetapi tak perlu diikuti.
b. Sunnah Bayaniyah : ialah sunnah nabi berupa penjelasan yang berkaitan dengan
Alqur’an seperti cara shalat, shaum, haji, berumah tangga, dll. Ini semua wajib
diikuti oleh semua muslim.
c. Sunnah Mukhtashiyah : Ialah sunnah yang khusus untuk Nabi dan bukan untuk
pengikutnya, misalnya menikahi wanita lebih dari empat isteri, dan shaum wishal
(shaum bersambung beberapa hari).
d. Sunnah la jibiliyah, la bayaniyah wa la mukhtashiyah: ialah di luar sunnah yang
tiga di atas, misalnya gerak refleks; berapa kali nabi berkedip dalam satu menit,
berapa kali nabi bernafas dalam satu jam, dll.
Dilihat dari sisi konsistensi pelaksanaannya, sunnah terbagi dua lagi yakni sunnah
Dhaimah, sunnah Hammiyah dan sunnah Tarkiyah.
Sunnah Dlaimmah ialah sunnah yang dikerjakan Nabi saw sampai beliau wafat
seperti shalat lima waktu, tahajud, shalat Idul Fitri dan Idul Adha, shalat khusyuf dan
husuf, dll.
Sunnah Hammiyah adalah sunnah yang masih bersifat angan-angan atau lintasan
pikiran. Contoh tentang shaum tanggal 9 dan 10 Muharram atau shaum Tasu’a
Asyura. Rasulullah saw bertanya kepada Yahudi. “Mengapa hari ini kamu berpuasa ?”
Mereka menjawab karena hari ini adalah hari kemenangan nabi Musa as atas
Fir’aun !”. Rasul lantas bersabda :” Kalau begitu akulah yang lebih berhak
menghormatinya. Aku menginginkan tahun depan akan berpuasa dua hari, tanggal 9
dan 10 Muharram. Akan tetapi beliau tidak sempat melaksanakannya karena keburu
wafat. Muncul pertayaan, “apakah kita perlu shaum Asyura dua hari ?”. Itu pilihan,
mau satu hari tanggal 10 saja atau dua hari tanggal 9-10. Terserah.
Sunnah Tarkiyah ialah sunnah yang ditinggalkan, seperti bacaan qunut pada shalat,
termasuk qunut Subuh, yang semula ada bacaan Qunut pada setiap ba’da I’tidal, tetapi
kemudian nabi meninggalkannnya. Bagaimana dengan kita ? Kita pun tidak perlu
berqunut lagi (kecuali qunut nazilah yang dibaca ketika anda ancaman musuh).
6. Memaknai Hadits secara Tekstual dan Kontekstual
Terdapat banyak kitab hadits, ada yang disebut kitab Jami’, Sunan, Musnad,
Mu’jam, Mustadrak, Ajza, Mustakhraj dan kitab Athraf. Berbeda-beda nama karena beda
corak dan sistimatikanya.13
Sebuah hadits yang jelas kesahihannya belum tentu melahirkan penafsiran yang
sama, bisa saja terjadi penafsirannya berbeda-beda. Contoh hadits-hadits tentang makan
dengan tiga jari, perintah berjenggot, larangan menyemir rambut dengan warna hitam,
tidak memakai handuk setelah mandi junub.
Hadits tentang menyemir Rambut :13 Dinamai kitab Jami’ karena menghimpun hadits-hadits yang meliputi semua persoalan, baik
akidah, syarilah maupun akhlak. Kitab Sunan ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan masalah fiqih. Kitab Musnad ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Kitab Mu’jam ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan nama-nama guru hadits. Kitab Mustadrak ialah kitab hadits yang menghimpun hadits-hadits yang belum dirangkum dalam kitab hadits sebelumnya. Kitab Ajza ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu misalnya kitab Raf’ul Yadain karangan Imam Bukhari yang menjelaskan seputar mengangkat tangan. Kitab Mustakhraj ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan sanadnya sendiri, tidak memakai sanad yang digunakan oleh kitab lain. Kitab Athraf ialah kitab hadits yang disusun dengan hanya mencantumkan sebagian matan hadits untuk kemudian ditelusri sanadnya. Lihat : Buku Induk, hal.133-134.
�ي� : ق�ال� - عنه الله رضي - جابر عن �ت �ي أ ب� �أ ق�ح�اف�ة� ب
�د� �بي وال �ك ر� أ �وم� ، عنهما الله رضي الص$د$يق� ب ف�ت ح� ي-ة� ه� م�ك أس� �ه� و�ر� �ت ي �ح -غ�ام�ة� و�ل �الث 7(( 2 ))ك �اضا �ي ف�ق�ال� . ب
س�ول� وا - :)) وسلم عليه الله صلى - الله� ر� $ر� ه�ذ�ا غ�ي�وا �ب �ن ت و�اد� و�اج مسلم رواه (( . الس-
Dari Jabir r.a berkata : Pada hari penaklukan kota Mekkah , Abu Kuhafah ayah Abu Bakar As-Shidiq dihadapkan kepada Rasulullah saw, sedangkan rambut kepala dan jenggotnya seperti bunga matahari karena putihnya (penuh uban). Maka Rasulullah s.a.w bersabda : “Ubahlah (warna rambut) ini dan jauhilah warna hitam...!”
Hadits ini dimaknai secara tekstual sebagai larangan menggunakan warna hitam
dalam menyemir rambut, tetapi kelompok kontskstual menafsirkan bahwa itu bukan
larangan haram tetapi menunjukkan sebaiknya menjauhi warna hitam, karena kultur Arab,
kalau menggunakan warna hitam itu dianggap kekanak-kanakan. Dalam hal ini, Imam
Asl-Zuhri berkata “Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih
nampak muda. Tetapi apabila wajah telah mengerut dan gigipun sudah goyah, kami
tinggalkan warna hitam tersebut”.14
Hadits tentang Isbal :
عليه الله صلى - النبي- أن- : عنهما الله رضي عمر ابن نع�ه� ج�ر- م�ن : )) ق�ال� ، - وسلم �و ب �الء� ث ي �م خ� �ن ظ�ر� ل �ي ه� الله� ي �ل إ
�و م� �ام�ة� ي �و ف�ق�ال� (( الق�ي �ب �ا : بكر أ إزاري إن- ، الله رسول يخ�ي �ر ت �س - ي �ال �ع�اه�د�ه� أن إ �ت �ه� ف�ق�ال� ، أ الله صلى - الله رسول ل-ك� - : )) وسلم عليه �ه� م�م-ن ل�س ت� إن �ف ع�ل �الء� ي ي رواه (( خ�
بعضه مسلم وروى البخاري .
Dari Ibnu Umar ra. Sesungguhnya Nabi s.a.w bersabda : :Barang siapa yang menurunkan kainnya di bawah mata kakinya karena sombong niscaya Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat kelak. Lalu Abu Bakar berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya sesungguhnya kain saya selalu turun sampai dibawah mata kaki, kecuali apabila saya sangat berhati-hati. Maka Rasulullah s.a.w bersabda kepadanya : sesungguhnya kamu bukan termasuk yang melakukan perbuatan sombong.
Menurut kelompok tekstualis, dengan memakai kain, celana panjang atau gamis
melewati mata kaki adalah lambang kesombongan (khuyala), hukumnya haram dan
14 Yusuf Qardhawi yang mengutuif dari Kitab Fathul Barri. Lihat Yusuf Qardhawi, Al-Halal wal Haram Fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam), terjemahan Mu’ammal Hamdi, Penerbit PT Bina Ilmu, 1980, hal 124.
ancamannya neraka. Sementara kelompok kontekstual menyatakan bahwa yang dihukum
haram itu kalau memakai baju melewati matakaki yang disertai sikap sombong, kalau tidak
disertai kesombongan tidak apa-apa, tidak dilarang. Dalam hal ini Abu bakar langsung
bertanya kepada Rasulullah tentang pakainnya yang selalu melewati mata kaki. Rasul
menjawab bahwa kamu tidak apa-apa karena kamu tidak khuyala.
Hadits tentang memelihara jenggot :
�ى$ ع�ن� ع�م�ر� اب ن� ع�ن� -ب -ه�- وسلم عليه الله صلى -الن ن� م�ر� أ
� أ�ح ف�اء� �إ و�ار�ب� ب �ع ف�اء� الش- �ة� و�إ ي $ح مسلم رواه.الل
Dari Ibnu Umar dari Nabi s.a.w sesungguhnya beliau memerintahkan untuk memendekan kumis dan melebatkan jengot
Menurut kelompok tekstual, perintah memendekkan kumis dan memanjangkan
jenggota adalah hadits qauliyah, jadi ini mengandung nilai sunnah. Oleh karena itu muslim
yang menaati sunnah Rasul harus memelihara jenggot. Sementara itu kelompok
kontekstual menyatakan bahwa waktu itu umat Islam akan berperang dengan musuh, lantas
nabi mengatakan : ana ukhalifuhum, saya ingin beda dengan mereka (musuh), oleh karena
itu tipiskanlah kumismu dan peliharalah jenggotmu. Dalam hal ini berbeda dengan musuh
adalah esensi sedangkan jenggot adalah materi. Materi bisa berubah yang penting
esensinya tetap. Apabila suatu ketika perangnya menggunakan helm, maka fungsi jenggot
sebagai identitas tidak signifikan lagi, seharusnya diganti dengan identitas lain, yang
esensinya berbeda dengan musuh. Imam Nanawy berkata, barang siapa yang melihat
lafadznya maka memotong jenggot itu terlarang, tetapi jika melihat makna (esensi) nya,
maka hukumnya jaiz (boleh).
-و�و�يZ ق�ال� �ظ�ر� م�ن : الن �ل�ى ن -ف ظ إ �ع� الل �ظ�ر� و�م�ن م�ن �ل�ى ن �ى إ ال م�ع ناز� �ج� .أ
Menurut Yusuf Qardhawi, ada tiga pendapat dalam soal memotong jenggot yakni
(1). Haram sebagaimana pendapat Ibn Taimiyah (2). Makruh seperti pendapat Iyadh (3).
Mubah, menurut ulama sekarang.15
Selanjutnya dalam merespon hadits sebagai sunnah Rasul dan bagaimana cara
mereka menafsirkan hadits, ulama terbagi menjadi lima tipologi, yakni ulama sufistik,
sinkretik, tesktual, konteskstual, dan liberal.
15 Yusuf Qardhawi, Al-halal wal Haram fi al-Islam, hal. 127.
Muncul pertanyaan, apa yang dimaksud ulama di sini ? Ulama adalah orang yang
(1). memahami agama secara mendalam atau tafaqquh fiddin. (2). takut kepada Allah16
sehingga dia selalu berusaha keras untuk menjauhi maksiat. Innama yahsyallaha min
ibadihi al-‘ulama (QS. 35 : 28). Hanyasanya hamba yang paling takut kepada Allah adalah
Ulama (QS. 35 : 28). (3). sebagai pewaris nabi (waratsah al-anbiya). Warisan nabi adalah
Alqur’an dan Sunnah Rasul. Tepatnya berperilaku sesuai dengan tuntnan Alqur’an dan
hadits.
Berkenaan dengan warisan Nabi ini, simaklah isi khutbah Nabi saw ketika wukuf
pada haji Wada’ tahun 10 hijriyah. Rasulullah bersabda :
-ه� -صلى الله س�ول� الل �ن- ر� -ه� ع�ن ه�م�ا : أ ض�ى� الل -اس� ر� �ن� اب ن� ع�ب_ه�ا ي
� �ا أ -اس� ف�ى ح�ج-ة� ال و�د�اع� ف�ق�ال� :» ي عليه وسلم- خ�ط�ب� الن�د7ا �ب _وا أ �ض�ل �ه� ف�ل�ن ت �م ب �ص�م ت �ن� اع ت �م م�ا إ ك ت� ف�يك �ر� $ى ق�د ت �ن -اس� إ الن
$ه� « �ي �ب -ة� ن ن -ه� و�س� �اب� الل �ت كDari Ibnu ‘Abbas r.a sesungguhnya Rasulullah SAW berkhutbah kepada orang-
orang pada haji wada’ maka beliau bersabda “Sungguh aku tinggalkan pada kalian dua warisan, apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan sesat selamanya ; (yaitu) Kitabullah dan Sunnah Nabi.17
Ini hadits mutawatir (berita yang bersumber dari nabi yang diterima oleh orang
banyak dan disebarkan kepada orang banyak pula). Dengan wasiat ini, umat Islam, di
samping memegang Alqur’an sebagai pedoman utama, juga harus memegang As-Sunnah
(Al-hadits) sebagai pedoman kedua. Hadits berisi tafsiran terhadap semua ayat Alqur’an,
hadits adalah turunan dari aturan Alqur’an, hadits adalah penjelasan tentang “How to do”.
Tanpa hadits, seorang muslim akan sangat bingung untuk mengetahui tatacara shalat,
shaum, zakat, haji, ekonomi, politik, dll. Umat Islam harus memegang teguh Al-Qur’an
dan hadits sahih sekaligus.
Dalam memahami Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama dan al-hadits sebagai
sumber hukum kedua, beragam tipologi ulama lahir. Paling tidak ada lima tiplologi ulama,
yakni ulama Sufistik, Sinkretik, Tekstualis, Kontekstualis, dan Liberal. Penjelasannya sbb:
16 Ibn Abbas menjelaskan ciri-ciri ulama itu yang takut kepada Allah ialah orang yang syirik kepada Allah, tidak menghalalkan yang haram atau sebaliknya, memlihara wasiat, meyakini akan bertemu dengan Allah serta meyakini bahwa amalnya akan dihisab. Lihat Tafsir Ibn Katsir, Bab VI, hal. 544.
17 Abu Bakar Ahmad bin al-Husaen bin ‘Ali al-Baihaqi, Sunan al - Kubra lil Baihaqi, ( Daar al-Kutub al-Ilmiyah, Bairut, Libanon, 1424 H H/2003 M), Juz V hal. 118 No. 9213, Bab: Maa Yaqdi bih al-Qadli. Lihat juga : Imam al-Hafidz Abi Abdillah al-Hakim Al-Naisaburi, Al-Mustadrak ‘ala Shahihaini (Darul Ma’rifah-Bairut, Libanon, t.t), Bab : Kitab al-Ilmu, Juz 1, hal.457
Ulama Sufistik adalah ulama yang menggali isi kandungan Al-Qur’an dan
hadits dari sisi kesufian. Dalam batas-batas tertentu, mereka hanya mengambil nilai-
nilai Al-Qur’an dan hadits dari sisi akhlak yang luhur. Akan tetapi pada
perkembangan berikutnya, ketika memasuki wilayah tarekat, mereka akan
menggunakan semua hadits termasuk hadits dhaif, alasannya karena menggunakan
hadits dhaif untuk keutaman beramal (li fadlai al-amal) dinilai halal. Bahkan banyak
dari ahli tarekat yang menggunakan hasil yaqadzah wa musyafahah (mirip wangsit)
tokoh sentral sufi mereka untuk dijadikan pelengkap dalam bersyari’ah setelah
wafatnya Rasulullah Saw, terutama dalam amal wirid dan shaum tirakat. Di sini
seakan-akan ada lagi sumber hukum lain setelah al-Qur’an hadits, yakni hasil yaqdzah
wa mnusyafahah.
Ulama Sinkretik : Sinkretik adalah percampuran antara budaya lokal dengan
agama. Bagi mereka sumber ajaran Islam bukan sekadar Alqur’an dan hadits tetapi
ditambah dengan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat. Tokoh ini sering
tidak peduli kepada dalil naqli maupun dalil aqli / ratio. Pemikiran mereka lebih
didominasi oleh sikap sosiologis, yakni bersikap akomodatif terhadap tradisi
keagamaan di daerah setempat. Bagi kelompok ini, apapun bisa menjadi boleh
termasuk upacara sesajen untuk acara ruwatan rumah, sajian untuk dewi Nyi Roro
Kidul, upacara adat pernikahan yang menyerempet syirik, upacara tolak bala buta ijo,
dll. Apabila percampurannya sangat kuat, dapat melahirkan agama baru, sebagaimana
agama Sikh di India, yang merupakan sinkretik antara Islam sufistik dengan nilai dan
tradisi Hindu.
Ulama Tekstualis : atau disebut tokoh scripturalis adalah tokoh Islam yang telah
berusaha menyeleksi hadits sesuai kaidah ulum al-hadits, tetapi dalam penafsirannya
sangat terikat dengan teks, kurang memperhatikan konteks. Para tokoh scripturalis
bukan tidak menggunakan ratio tetapi lebih terikat dengan teks Al-qur’an dan hadits
apa adanya. Aplikasi di lapangan antara lain, mereka makan dengan tiga jari, menjilati
jari-jari sehabis makan,
ا ه� ل�ع�ق� غ� ر� ف� إ�ذ�ا ف� اب�ع� ص�أ� ث� ب�ث�ال� ك�ل�
ي�أ� ك�ان� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الل�ه� ل�ى ص� الل�ه� ول� س� ر� � أ�ن
Artinya : Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam makan dengan 3 jari dan
kalau sudah selesai makan beliau menjilatinya . ( HR. Muslim ) Juga memelihara jenggot
dan mengharamkan memotongnya, serta memakai celana ngatung dan melarang memakai
celana panjang di bawah mata kaki.
Ulama Rasional Kontekstual : Ialah tokoh-tokoh Islam yang dalam
mengistinbath hukum selalu memperhatikan dua aspek yakni teks dan konteks. Tokoh
ini banyak menggunakan argumentasi rasio di samping melihat teks Al-Qur’an dan
hadits. Contoh : hadits menyatakan bahwa Nabi saw. makan dengan tiga jari. Mereka
bertanya, makan apa ketika itu ? makan kurma, ya benar, tetapi kalau makan nasi tentu
memakai lima jari sedangkan makan bubur memakai sendok. Demikian juga soal
memelihara jenggot dan persoalan isbal yakni memakai sarung, kain, atau celana
panjang yang melewati mata kaki.
Ulama Rasional Liberal : Ialah tokoh-tokoh Islam yang menafsirkan ayat
Alqur’an atau hadits didominasi oleh rasio. Mereka bukan hanya menolak hadits Ahad
yang bertentangan dengan rasio, tetapi sering mengabaikan hadits Ahad dalam
menetapkan hukum yang telah dipersiapkannya, bahkan menolak teks Al-Qur’an yang
dianggapnya irrasional. Beberapa metode pendekatan yang digunakan oleh kelompok
pemikir Islam rasional liberal adalah tafsir Metaforis, tafsir Hermeneutika dan
pendekatan sosial kesejarahan.
Ulama mana yang sebaiknya kita pilih ? Perhatikan hadits di bawah ini :
Nabi saw bersabda:”Saya mendahului kalian sampai di telagaku (syurga). sungguh akan dipertemukan kepadaku beberapa orang di antara kamu, tetapi ketika aku hendak mengambil mereka, tiba-tiba mereka ditarik oleh Allah menjauhiku. Aku pun berkara: ‘Wahai Rabb ku, itu umatku’. Allah menjawab :”Hai Muhammad kamu tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sesudah kamu”. Pada hadits lain Allah mengatakan :”sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka ganti setelah kamu” (HR. Bukhari bab al-fitan).18
Berdasarkan hadits ini, kelompok ulama yang suka mengada-adakan ibadah baru
atau syari’at baru adalah ulama ahli bid’ah dan ulama sinkretik. Sangat mungkin mereka
itulah yang dimaksud oleh hadits Rasul di atas. Juga ulama-ulama yang senang mengganti
syari’at Islam dengan hasil pemikiran mereka yang liberal.
Memilih ulama tipe sufistik cukup riskan karena selain menggunakan hadits sahih,
merekapun menggunakan hadits dhaif sebagai landasan beramal. Memilih ulama sinkretik
berbahaya karena aqidahnya bisa disusupi sikap syirik kepada Allah, juga bid’ah, khurafat
dan tahayul. Memilih ulama yang rasional liberal juga sangat mencemaskan karena mereka
sering mengabaikan teks Alqur’an dan menolak hadits Ahad, serta seakan mendewakan
akal. Akibatnya nanti, agama bukan lagi teks wahyu tetapi produk akal. Penulis lebih
memilih ulama tekstual dan ulama rasional kontekstual daripada tiga tipologi lainnya. Pada
18 Kitab Shahih Bukhari
saat tertentu, kita harus memahami ajaran Islam secara tekstual, tetapi di saat yang lain
memang perlu pemahaman kontekstual.
7. Masalah Inkar Sunnah
Inkar Sunnah atau Inkar Hadits adalah salah satu aliran pemahaman yang tumbuh di
kalangan kaum muslimin yang mengingkari hadits sebagai sumber hukum Islam.
Pengingkaran mereka terhadap hadits dilandasi oleh argumentasi sbb :
Hadits tidak ditulis di zaman nabi bahkan nabi melarangnya. Ini berarti hadits itu
memang tidak perlu digunakan untuk sumber hukum.
Secara kualitas, lebih banyak hadits dhaif dari pada hadits shahih, jadi penggunan
hadits sangat rentan keliru.
Alqur’an sudah cukup untuk menjadi sumber ajaran Islam karena Alqur’an bersifat
Syumul (meliputi semua hal). Adapun kalau terjadi perbedaan dalam tatacara shalat
misalnya, bukanlah masalah karena yang penting adalah mencapai esensi shalat.
Inkar Sunnah terbagi menjadi empat macam, (1). Inkar sunnah yang menolak
mutlak semua hadits tanpa kecuali (2). Inkar sunnah yang hanya mau menerima
hadits mutawawir dan menolak semua hadits Ahad. (3). Inkar Sunnah yang
menolak sebahagian Ahad dan menerima sebahagian lainnya. Hadits Ahad yang
diterima ialah apabila kontennya tidak bertentangan dengan rasio. Adapun hadits
Ahad yang ditolak ialah hadits Ahad yang isinya tidak rasional. (4). Menolak
hadits yang tidak melalui jalur ahlu bait.
Kritik terhadap Inkar Sunnah
Penulis perlu mengkritisi hujah kelompok Inkar Sunnah. Betul bahwa Alqur’an
ditulis sejak awal turunnya, catatannya disimpan dengan rapi, dihafal dan dibukukan
sejak zaman Khalifah pertama, Abu Bakar Siddik yang wafat tahun 13 H. Adapun
hadits baru dikodifikasi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz salah seorang
khalifah bani Umayyah yang wafat tahun 101 H. Jadi hadits dikodifikasi kira-kira 70
tahun setelah Nabi wafat.
Akan tetapi larangan Nabi menulis hadits bukan sebagai pertanda bahwa hadits itu
tidak perlu karena dalam banyak kesempatan justeru Rasulullah menganjurkan kepada
para sahabatnya untuk menyampaikan apa-apa yang didengar dari Nabi tentang Alqur’an
beserta segenap penjelasannya. Larangan penulisan hadits sangat dimungkinkan oleh
kekhawatiran bercampurnya antara hadits dengan Alqur’an karena waktu itu penurunan
Alqur’an belum selesai. Juga waktu itu orang yang pandai menulis sangat terbatas, oleh
karena itu mereka difokuskan untuk menulis Alqur’an. Selain itu, orang-orang tertentu
yang memiliki keahlian menulis dan memiliki kredibilitas keimuan seperti khulafah al-
Rasyidin tidak dilarang menulis hadits. Jadi larangan penulisan hadits tidak bersifat umum.
Dan perlu diketahui, waktu itu periwayatan dengan lisan jauh lebih efektif, effesien dan
familier daripada periwayatan melalui tulisan.
Memang betul lebih banyak hadits yang dhaif daripada hadits yang shahih. Ini
justeru menggambarkan kehati-hatian yang amat tinggi dari para ahli hadits dalam meneliti
kemurnian hadits. Seharusnya kelompok Inkar Sunnah justeru harus menerima hasil kerja
orang yang hati-hati bukan malah membuangnya. Dalam hal ini, penulis jauh lebih percaya
kepada hadits yang telah diteliti amat luar biasa validasi dan akurasinya, dari pada sejarah
yang ditulis oleh sejarawan tanpa ada validasi dari tim yang saleh, jujur dan benar-benar
berdasarkan keilmuan tanpa muatan emosi dan tanpa kepentingan golongan.
Sunnah Rasul dan hadits adalah sebuah kenyataan, persoalannya adalah harus kita
pandai memilah mana sunnah yang faktual dan mana yang fiksi. Hadits shahih sebagai
sunnah faktual harus diterima, sedangkan hadits dhaif sebagai sunnah fiksi harus dibuang.
Itulah sikap akademisi.
Memang tidak disangkal bahwa Alqur’an bersifat syumul atau meliputi semua
persoalan hidup dan kehidupan, tetapi masih bersifat mujmal atau global sehingga
memerlukan penjelasan lebih lanjut. Dalam hal ini Nabi saw berfungsi sebagai bayin
(penjelas) yang memberikan penjelasan (bayan) seputar ayat-ayat Alqur’an, baik ayat
tentang aqidah maupun ayat syari’ah. Dimana pun, baik dilihat dari sisi adat, rasio,
maupun manajemen, semua buku panduan, apalagi yang bersifat global pasti disertai juru
penerangnya yang menjelaskan dan mendemonstrasikan apa-apa yang terkandung dalam
guidance book yang dikeluarkan pabrik atau kantor. Apalagi Alqur’an sebagai kitab
wahyu, amat perlu dijelaskan oleh RasulNya sebab Rasul itulah orang yang paling
mengetahui hal ihwal dan maksud-maksud setiap ayat Alqur’an.
Penjelasan Rasulullah pasti benar, mustahil salah karena Rasulullah bersifat
maksum (terjaga dari kesalahan). Penolakan terhadap hadits shahih pada hakikatnya
penolakan terhadap penjelasan Rasulullah, penolakan terhadap eksistensi Rasulullah, dan
sama saja dengan melenyapkan esensi syahadat wa asyhadu anna Muhammad rasulullah.
Cara pandang Inkar Sunnah itu amat sesat dan menyesatkan. Naudzu billahi min dzalik.
Banyak para pemikir Islam berkaliber nasional dan dunia yang tidak terang-
terangan sebagai Inkar As-Sunnah tetapi sikap dan pola berfikirnya Inkar Sunnah. Mereka
menggugat eksistensi hadits dengan menggoyahkan sendi-sendi ulum al-hadits, mereka
menghujat Abu Hurairah bahkan melecehkan Abu Bakar Siddik, Umar bin Khattab dan
Utsman bin Affan, lantas mengajukan jalur alternatif yang diyakininya lebih kredibel
padahal belum melalui serangkaian takhrij hadits. Mudah-mudahan kita tidak terkecoh.
Insya Allah.
EKSISTENSI SUNNAH RASUL/
HADITS
KEDUDUKAN HADITS Sumber Hukum Islam kedua setelah Alqur’an
Kita hanyab wajib mengikuti SUNNAH bukan mengikuti hadits, tetapi bagaimana mungkin mengetahui sunnah jika tidak mempelajari hadits.
HADITS
Ialah berita tentang perkataan, perbuatan dan
sikap diam nabi(BERITA)
Tidak semuanya benar
SUNNAH
adalah perkataan, perbuatan dan sikap
diam nabi.(FAKTA)Pati benar
FUNGSI HADITS :
1. Bayan Tawkid2. Bayan Tafshil3. Bayan Itsbat4. Bayan Taudlih.
SELSKSI HADITS :1. Sanad = muttasil/ bersambung.2. Rawy = tsiqah (kuat)3. Matan = ghair mu’allal (tidak
cacat) dan ghair syadz (tidak janggal).
KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN JUMLAH JALUR SANADNYA :
Hadits MutawatirHadits Ahad :
a. Hadits Masyhurb. Hadits Azizc. Hadits Gharib
KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KUALITAS :
1. Hadits Shahih2. Hadits Hasan3. Hadits Dhaif.
CARA MEMILIH HADITS YANG SHAHIH TETAPI BERTENTANGAN
1. Thariqatul jam’i2. Jawaz amraini.3. Tarjih4. Nasikh mansukh5. Tawakkuf
KLASIFIKASI SUNNAH
KLASIFIKASI SNNAH 1:
1. Sunnah Tasyri’iyyah = Mengandung nilai syari’at.2. Sunnah Ghair Tasri’iyah = Tidak mengandung nilai
syari’ah.
KLASIFIKASI SUNNAH 3 :
1. Sunnah Dhaimmah = yang dilaksanakan oleh nabi sampai wafat.
2. Sunnah Hammiyah = berupa lintasan pemikiran nabi seperti shaum Tasu’a Asyura.
3. Sunnah Tarkiyah = ialah sunnah yang semua dikerjakan kemudian ditinggalkan oleh nabi seperti bacaan Qunut di dalam shalat.
KLASIFIKASI SUNNAH KE 2:
1. Sunnah Jibiliyah = berhubungan dengan sisi kemanusiaan nabi.
2. Sunnah Bayaniyah.= sunnah berupa penjelasan nabi tentang ayat-ayat Alqur’an.
3. Sunnah Mukhtashiyah =Sunnah yang khusus untuk nabi, tak boleh diikuti oleh umatnya.
4. Sunnah La Jibiliyah, la bayaniyah dan la mukhtashiyah dan
TIPOLOGI ULAMA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUNNAH RASUL
1. Ulama tipe SUFISTIK 2. Ulama tipe SINKRETIK 3. Ulama tipe TEKSTUALIS4. Ulana tipe RASIONAL KONTEKSTUALIS5. Ulama tipe RASIONAL LIBERAL