bab 6 as-sunnah

32
BAB V SUNNAH RASUL Sumber Kedua Ajaran Islam Editor Ahli : 1. Prof. Dr. Jaih Mubarak, M.Ag, SE, MH (Guru Besar Syari’ah Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung) 2. Dr. Agus Syihabuddin, MA, MBA (Dosen Agama Islam ITB) 1. Hakikat Sunnah Rasul dan Hadits Karakteristik yang mau dibangun dengan bab “Sunnah Rasul, SumberHukum kedua Ajaran Islam” adalah (1). Pemahaman dan keyakinan yang holistik tentang sunnah Rasul (2). Kesadaran tentang betapa pentingnya memahami sunnah Rasul secara benar (3). Kemauan untuk menjadikan sunnah Rasul sebagai sumber hukum kedua setelah Alqur’an (4). Memiliki motivasi kuat untuk melaksanakan sunnah Rasul seoptimal mungkin, dan (5). Sikap waspada terhadap kelompok yang

Upload: chandra-riady

Post on 04-Dec-2015

261 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

AS SUNNAH

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 6 AS-SUNNAH

BAB V

SUNNAH RASULSumber Kedua Ajaran Islam

Editor Ahli :

1. Prof. Dr. Jaih Mubarak, M.Ag, SE, MH (Guru Besar Syari’ah Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

2. Dr. Agus Syihabuddin, MA, MBA (Dosen Agama Islam ITB)

1. Hakikat Sunnah Rasul dan Hadits

Isi Alqur’an bersifat global yang memerlukan banyak penjelasan. Untuk itu,

datanglah Rasulullah saw menjelaskan pesan-pesan Alqur’an secara detail, baik tentang

tatacara ritual maupun mu’amalah, dari mulai tatacara shalat, sampai kepada cara berumah

tangga dan bernegara. Segala penjelasan Rasulullah, baik berupa perkataan (qauliyah),

Karakteristik yang mau dibangun dengan bab “Sunnah Rasul, SumberHukum kedua Ajaran Islam” adalah (1). Pemahaman dan keyakinan yang holistik tentang sunnah Rasul (2). Kesadaran tentang betapa pentingnya memahami sunnah Rasul secara benar (3). Kemauan untuk menjadikan sunnah Rasul sebagai sumber hukum kedua setelah Alqur’an (4). Memiliki motivasi kuat untuk melaksanakan sunnah Rasul seoptimal mungkin, dan (5). Sikap waspada terhadap kelompok yang ingin menjauhkan umat Islam dan Sunnah Rasul dan menanamkan sikap pengingkaran terhadap hadits.

Page 2: BAB 6 AS-SUNNAH

perbuatan (Fi’liyah) maupun sikap diam (taqririyah) disebutlah Sunnah Rasul1. Jadi pada

hakikatnya sunnah rasul adalah fakta-fakta seputar kehidupan nabi, baik berupa

perkataan, perbuatan maupun sikap diam nabi dalam kerangka menjelaskan

Alqur’an.2

Pada kenyataannya, tidak semua sahabat bisa mendengar langsung ucapan nabi

dan tidak bisa melihat langsung perbuatan nabi, mereka hanya mendengar beritanya saja.

Berita tentang sunnah rasul ini disebut hadits.3 Jadi, pada hakikatnya hadits adalah berita

(news) seputar kehidupan nabi baik tentang ucapan, perbuatan dan sikap diam Nabi.

Kalau begitu, sunnah Rasul adalah fakta sedangkan hadits hanyalah berita. Oleh karena

itu pula, sunnah Rasul sebagai fakta pasti benar, sedangkan hadits sebagai sebuah berita,

mungkin benar mungkin juga salah. Dari sisi teks, kebenaran Alqur’an berifat pasti atau

qathy (qath’i ats-tsubut) sedangkan kebenaran hadits bersifat dugaan atau dhanny (dzanny

ats-tsubut). Dalam hal ini, semua mukmin diwajibkan mengikuti sunnah rasul bukan

mengikuti hadits. Akan tetapi bagaimana mungkin seseorang dapat mengetahui sunnah

Rasul kalau tidak mempelajari haditsnya.4

Adakah perbedaan hadits dengan Alqur’an ? Perbedaannya adalah sbb :

Redaksi Alqur’an langsung dari Allah sedangkan redaksi hadits dari nabi atau dari

periwayat.

Alqur’an adalah wahyu yang diturukan, dinukil, sedangkan sunnah adalah wahyu

“marwy” (yang diriwayatkan).

Redaksi Alqur’an adalah mukjizat sedangkan redaksi hadits bukan mukjizat.

Alqur’an adalah wahyu tertulis (mathluwy), sedangkan hadits nabi yang shahih adalah

wahyu yang tidak tertulis (ghair mathluwy).

1 Dilihat dari sisi jenisnya Sunnah ada tiga yakni (1). Sunnah qauliyah, atau ucapan nabi (b). Sunnah fi’liyah yakni perbuatan nabi (c). Sunnah taqririyah, yakni sikap diam nabi. Dilihat dari sisi konsistensi pelaksanaannya, sunnah terbagi tiga yakni (1). Sunnah Dlaimmah yakni sunnah yang dilaksanakan oleh Nabi sampai beliau wafat. (2). Sunnah hammiyah yakni cita-cita nabi yang belum dilaksanakan (3). Sunnah tarkiyah yakni sunnah yang ditinggalkan seperti bacaan qunut pada shalat wajib termasuk qunut Subuh.

2Secara etimologi sunnah berarti perjalanan, sedangkan secara syar’i, sunnah rasul adalah kebiasaan rasul yang meliputi, ucapan, tindakan dan sikap diam nabi. Berdasarkan hal itu ada Sunnah Qauliyah (ucapan), Sunnah Fi’liyah (perbuatan) dan Sunnah Taqririyah (sikap diam nabi). Lihat : Muhammad Ajjaj Al-Khatib, Ushu al-hadits, Pokok-pokok Ilmu Hadits, terjemahan Qadirun Nur dan Ahmad Musafiq, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2001, hal. 1-3.

3 Secara etimologis hadits berarti baru (new) atau berita (news). Secara istilah hadits adalah berita tentang ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi saw. Atau qauliyah, fi’liyah dan taqririyah yang disandarkan kepada nabi saw .

4 Dilihat dari sisi sandarannya, hadits terbagi dua, yakni hadits Nabawy dan hadits Qudsi. Hadits Nabawy ialah hadits yang semata-mata disandarkan kepada Nabi, misalnya Qala Nabi (nabi bersabda), sami’tu Rasulallah qala (saya mendengar Rasulullah bersabda), Naha Rasulullah (Rasulullah melarang), atau kana nabiyu (adalah nabi.....). Adapun hadits Qudsi adalah hadits yang mengandung penyandaran Rasulullah SAW kepada Allah, misalnyai qala Allah (Allah berfirman). Kitab Ushulul Hadits : hal. 9

Page 3: BAB 6 AS-SUNNAH

Allah menjamin kemurnian Alqur’an sampai kiamat, tetapi Allah tidak menjamin

kemurnian hadits, sejarah membuktikan banyak hadits yang palsu atau maudhu’.

2. Kedudukan dan Fungsi Sunnah Rasul

Kedudukan sunnah Rasul dan hadits dalam proses pembentukkan syari’at amat

penting karena merupakan sumber kedua ajaran Islam setelah Alqur’an. Secara yuiridis

dan substantif sunnah Rasul bersumber dari wahyu Alqur’an. “Wa ma yanthiqu ‘an al-

hawa in hua illa wahyun yuha”. Tiadalah yang diucapkan Muhammad itu mengikuti hawa

nafsunya. Ucapannya itu tiada lain adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. 5 Jadi

secara logika tidak mungkin ada pertentangan antara sunnah Rasul dengan Alqur’an.

Alqur’an bersifat mujmal (global) kemudian dijelaskan secara rinci oleh sunnah

Rasul, jadi kedudukan sunnah Rasul adalah sebagai bayan (penjelasan) Alqur’an dan

sebagai sumber hukum kedua ajaran Islam. “Hai orang-orang yang beriman, taatilah

Allah dan taatilah Rasul” (QS.4 Al-Nisa : 59). “Barang siapa yang menaati Rasul,

sesungguhnya ia telah menaati Allah”. QS. 4/Al-Nisa : 80). Dilihat dari sisi kualitas

kehujjahan, sunnah Rasul memiliki derajat kehujahan level dua setelah Alqur’an. Jadi

kalau hadits bertentangan dengan Alqur’an, maka dahulukanlah ayat Alqur’an.

Posisi Rasulullah dalam kerangka ajaran Islam adalah (a). Sebagai Bayin atau

pemberi penjelasan (bayan) tentang segala macam hal yang berkaitan dengan Alqur’an.

Jadi jika kita ingin mengetahui tafsir Alqur’an yang benar, harus merujuk kepada

penjelasan Rasulullah bersama para sahabatnya, bukan merujuk kepada pendapat manusia

sembarangan apalagi merujuk kepada logika orang kafir. (b). Sebagai Uswah hasanah

yakni contoh atau model terbaik dalam seluruh aspek kehidupan (whole model). Ajaran

Islam bukan wacana tetapi telah dipraktekan oleh Rasulullah. Anehnya banyak orang

Islam yang lebih terpengaruh oleh pendapat orientalis yang bingung daripada tertarik

kepada sunnah Rasul. Sungguh aneh jika ada umat Islam yang mengikuti tafsiran syari’ah

Islam menurut kacamatan Orientalis padahal mereka tidak pernah shalat dan sama sekali

tidak tertarik kepada syari’ah Islam. Para tokoh orientalis yang diikuti oleh banyak pemikir

Islam Indonesia, hanya tertarik untuk mengutak-atik pemikiran umat Islam agar mengikuti

jalan pikirannya, mereka sama sekali tidak simpati kepada ajaran Rasulullah SAW. (c).

Rasulullah adalah pribadi yang ma’shum (terjaga dari kesalahan) sehingga jangan khawatir

Rasulullah keliru, walaupun para orientalis akan berusaha keras agar umat Islam jauh dari

Sunnah Rasul terus beralih untuk menggemari pemikitan orientalis yang bingung. Semua 5Muhammad Ajaj Al-Khatib, Ushul al-Hadits, hal. 21

Page 4: BAB 6 AS-SUNNAH

umat Islam wajib mengikuti Sunnah Rasulullah sebagai penjelasan tentang Alqur’an.

Alqur’an dan sunnah Rasul merupakan rujukan (maraji’), sedangkan pendapat para ulama,

baik ulama salafi maupun ulama khalafi adalah reference saja, bukan rujukan.

Fungsi Hadits

Adapun fungsi hadits terhadap Alqur’an secara global adalah untuk menjelaskan yang

mubham (belum jelas), merinci yang mujmal (global), membatasi yang mutlak,

mengkhuskan yang ‘am (umum), menguraikan tujuan-tujuan hukum Alqur’an serta

menerangkan hukum-hukum yang belum dijelaskan secara ekplisit oleh Alqur’an.6 Lebih

jauh fungsi hadits terhadap Alquran adalah sbb :

Bayan taukid (taukid = penguat), yakni menguatkan pernyataan Alqur’an, misalnya

QS. 2/Albaqarah : 185 yang menyatakan bahwa barang siapa yang melihat bulan maka

hendaklah dia shaum (Ramadhan). Nabi pun berkata :” Shumu liru’yatihi wa afthiru

liru’yatihi”, saumlah kamu karena melihat bulan dan berbukakah kamu (lebaran)

karena melihat bulan. Jadi hadits nabi di atas hanyalah menguatkan pernyataan

Alqur’an.

Bayan tafshil (tafshil = merinci), yakni merinci apa yang masih global di dalam al-

Qur’an, misalnya Al-Qur’an menegaskan aqimish shalat (tegakkanlah shalat)

sedangkan tata cara shalat diuraikan oleh hadits.

Bayan itsbat (itsbat = pengecualian). Misalnya Al-Qur’an surat 5 ayat 3 menegaskan

bahwa bangkai dan darah haram dimakan. Kemudian datanglah hadits riwayat

Ahmad, Ibn Majah, Baihaki dan Daruquthni, bahwa ada bangkai yang dihalalkan

sebagai kekecualian dari ayat di atas, yakni bangkai ikan dan belalang. Juga ada darah

yang halal sebagai pengecualian dari ayat di atas, yakni hati dan limpa.

Bayan Taudhih : ialah menerangkan latar belakang penetapan hukum, misalnya

hadits nabi yang menerangkan bahwa Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya

menjadi baik harta-hartamu yang telah dizakati. Ini hadits sebagai penjelasan tentang

latarbelakang munculnya perintah mengeluarkan zakat mas yang dirasakan berat oleh

sebagian kaum muslimin (QS.9 : 34). Bayan Taudhih ini bisa dimasukkan kepada

bayan tafshil.

Jadi fungsi hadits terhadap Al-Qur’an sangat signifikan. Kelompok pemikir muslim

yang hanya menggunakan Al-Qur’an tetapi mengabaikan hadits, pasti tidak akan benar

dalam menafsirkan Al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang menyangkut ibadah, pasti acak-

6 Muhammad Ajaj Al-Khatib, Ushul al-Hadits , hal. 34-35.

Page 5: BAB 6 AS-SUNNAH

acakan. Mengingkari sunnah Rasulullah adalah tindakan irrasional karena berarti

menghilangkan satu fakta hukum dan fakta akademis lantas mencari penafsiran yang

sifatnya akal-akalan, yang memiliki derajat subjektivitas amat tinggi. Meyakini

bahwa hadits adalah sebuah informasi yang tidak akurat, susah dipertanggung jawabkan

kebenarannya, lalu dibuang seluruhnya, itu adalah tindakan orang yang frustrasi. Secara

akademis, sikap seperti itu adalah sangat salah, keliru, dan sesat.

3. Cara Menyeleksi Hadits

Sebagai sebuah berita, anatomi hadits terdiri dari tiga bagian yakni rangkaian

pembawa berita (sanad), kualitas kepribadian seluruh orang yang terlibat dalam

periwayatan atau pemberitaan (rawy), serta isi berita (matan). Jadi anatomi hadits ada tiga

yakni sanad, rawy dan matan. Penelitian sahih tidaknya sebuah hadits diarahkan kepada

ketiga bagian anatomi tersebut. Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut.

Sanad : yakni rangkaian sumber pembawa berita dari hilir sampai ke hulu. Jika suatu

hadits ditelusuri, akan dapat diketahui sampai kemana sumber hadits ini. Jika ternyata

sampai kepada nabi disebutlah hadits marfu’ (terangkat), tetapi jika hanya sampai

kepada sabahat disebut hadits mauquf (terhenti), apalagi jika hanya sampai kepada

tabi’in disebut hadits maqthu’ (terputus). Hadits yang bisa diterima ialah manakala

sanadnya bersambung (muttasil) sampai kepada Nabi saw. Jadi uji sanad sama dengan

uji prosedural.

Rawy : ialah kualitas personality orang-orang yang terlibat dalam pemberitaan itu.

Apakah orangnya cerdas, bagus dalam menyimak, bagus dalam menyimpulkan, tidak

pernah salah dengar, bersikap jujur dan dapat dipercaya, dll. Para rawy harus

memiliki dua karakteristik minimal yakni dhabit (kuat ingatan), baik dhabit shadri

(kuat hafalannya) maupun dhabit kutub (kuat catatannya). Karakteristik kedua adalah

‘adalah yakni jujur. Jika seorang perawi memiliki kedhabitan yang tinggi dan disertai

sifat jujur, maka disebutlah rawy yang tsiqah (kuat). Jadi uji rawy adalah uji

personality.

Matan : ialah redaksi hadits atau isi materi hadits atau konten berita, apakah isinya

tidak bertentangan dengan akal sehat dan tidak rancu/janggal (ghair syadz) juga

apakah tidak cacat (ghair mu’alal) . Jika kontennya ghair syadz dan ghair mu’allal ,

maka secara isi berita, hadits tersebut selamat.7 Jadi uji matan sama dengan uji

material.7 Mengenai pengertian Sanad, Rawy dan Matan bisa dilihat pada buku Ushul al-Hadits, hal. 11-13.

Page 6: BAB 6 AS-SUNNAH

Apabila sebuah hadits terbukti lulus uji prosedural, uji personality dan uji material,

maka hadits ini dinilai sehat (sah, akurat, valid) selanjutnya disebut hadits shahih8.

Apabila terdapat kekurangan dari sisi kedhabitan perawinya (bukan karena kurang

jujur), maka hadits tersebut dikatagorikan sebagai hadits hasan9 (baik). Kemudian

apabila gugur pada sanadnya, atau rawinya atau matannya, maka hadits tersebut

dikatagorikan hadits dhaif10 atau lemah.

Dilihat dari sisi kuantitas perawy atau banyak sedikitnya jalur periwayatan, hadits

terbagi kepada dua besaran pokok yakni hadits mutawatir dan hadits Ahad. Hadits

Mutawatir, ialah hadits yang diterima oleh orang banyak kemudian disampaikan lagi

kepada orang banyak, demikian seterusnya yang secara logika dan adat tidak mungkin

semua orang yang terlibat dalam periwayatan hadits tersebut bersepakat untuk

berbohong.11 Oleh karena itu kedudukan hadits mutawatir sangat tinggi. Adapun Hadits

Ahad ialah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang, dua orang, atau tiga orang atau lebih

tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.12

Selanjutnya hadits Ahad terbagi tiga macam yakni hadits masyhur, aziz dan

gharib. (1). Hadits Masyhur ialah hadits yang diriwatkan oleh tiga orang atau lebih tetapi

tidak sebanyak mutawatir. Hadits Masyhur adalah hadits yang tercatat melalui tiga jalur 8 Hadits Shahih terbagi dua yaitu (1). Shahih Lidzatihi karena ia sahih dengan sendirinya (2). Shahih Lighairihi, ialah hadits yang hasan tetapi dikuatkan oleh hadits senada dari jalur lain sebagai saksi (syahid)9 Hadits Hasan terbagi dua (1). Hasan Lidzatihi ialah hasan dengan sendirinya sebagai akibat ada salah satu perawinya yang kurang kuat hafalannya. (2). Hasan Lighairihi ialah hadits dhaif tetapi dikuatkan oleh hadits senada dari jalur lain.10 Hadits dhaif sangat banyak macamnya tergantung kepada sebab-sebab kedhaifannya, apakah lemah pada sisi sanad, atau lemah pada sisi rawy atau lemah pada sisi matan. Hadits yang dhaif dari sisi sanad adalah hadits Mu’allaq (tergantung) gara-gara ada sebagian atau seluruh sanadnya yang hilang, Hadits Mursal ialah hadits yang gugur sanadnya, baik sebelum maupun setelah thabi’in. Hadits Munqathi’ ialah gugur sanadnya sebelum sabahat. Hadits Mu’dlal ialah hadits yang gugur dua sanad atau lebih secara berurutan di tengah-tengah. Hadits Mudallas ialah hadits yang si periwayat seakan-akan mendengar sendiri dari sumber hadits, dia menyembunyikan rangkaian sanadnya.

Hadits dhaif karena kelemahan Rawy dan matannya terdiri dari beberapa macam yakni Hadits Matruk karena perawinya terkenal suka pendusta. Hadits Munkar ialah karena ada salah satu sanadnya yang amat sering salah. Hadits Mu’allal karena terdapat perawi yang cacat. Hadits Mudraj karena ada tambahan dari salah seorang periwayatnya padahal itu bukan bagian dari hadits tetapi kemudian dianggap bagian dari hadits oleh periwayat yang lain. Hadits Maqlub ialah hadits yang di dalamnya tertukar urutan sanad atau tertukar isinya. Hadits Mudhtarib ialah hadits yang berbeda-beda dari jalur yang berbeda yang memiliki kekuatan yang sama tetapi isinya saling bertentangan yang tidak mungkin ditarjih. Hadits Mushahhaf ialah hadits yang di dalamnya terdapat kesalahan dalam perubahan kata atau kalimat. Hadits Majhul ialah hadits yang didalamnya terdapat perawi yang tidak dikenal. Hadits Syadz ialah hadits yang sahih tetapi bertentangan dengan hadits yang berasal dari sumber yang lebih kredibel. Hadits Mukhtalith ialah hadits yang isinya telah bercampur dengan hadits yang lain sehingga kacau. Hadits Maudhu’ atau hadits palsu ialah hadits yang bukan berasal dari Nabi tetapi kemudian dikatakan berasal dari Nabi. Lihat : Muhammad Ajaj Al-Khatib, hal. 271 – 371.

11 Hadits mutawatir terbagi dua yakni (1). Mutawatir Lafdzy yakni jika lkafadznya sama (2). Mutawatir Maknawy adalah tidak sama lafadznya tetapi sama maknanya.

12 Mengenai kualifikasi hadits dilihat dari jumlah perawinya, bisa dilihat pada Muhammad Ajjaj al-Khatibi, Ushul Al-Hadits, hal. 271-371.

Page 7: BAB 6 AS-SUNNAH

sanad atau lebih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir. (2). Hadits Aziz, ialah hadits

yang diriwayatkan melalui dua jalur sehingga hadits tersebut tercatat pada dua jalur sanad.

(3). Hadits gharib ialah hadits yang diriwayatkan oleh satu jalur.

Hadits gharib terbagi dua lagi yakni gharib Mutlak dan gharib Nisbi. Disebut

gharib mutlak karena hadits itu benar-benar diriwayatkan oleh satu jalur sanad saja.

Adapun gharib nisbi adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua jalur sanad tetapi jalur yang

satunya lemah.

Dilihat dari sumber sandarannya, hadits terbagi dua yakni hadits Qudsi dan hadits

Nabawy. Haditsv Qudsi adalah hadits yang disandarkan kepada Allah, cirinya antara lain

ada lafadz qala Allahu..(Allah berfirman). Adapun hadits nabawy ialah hadits yang

disandarkan kepada Nabi. Cirinya antara lain ada kalimat qala Nabi (nabi bersabda),

naha Nabi (Nabi melarang), Raaitu Nabi (saya melihat nabi), dll.

Tidak semua hadits itu berkualitas sahih, oleh karena itu, jangan tergesa-gesa

meyakini keabsahan suatu hadits lantas mengamalkannya, sebelum meneliti kualitas hadits

tersebut, paling tidak bertanya kepada ahlinya. Amal ibadah yang bid’ah yang

dilaksanakan oleh masyarakat pada umumnya disebabkan oleh kecerobohan meneliti

akurasi dan validasi hadits apalagi kalau memiliki persepsi bahwa hadits dhaif boleh

digunakan untuk keutamaan amal ( li fadlai al-amal). Itu sangat keliru dan menyesatkan.

Imam Bukhari dan Imam Muslim sebagai suhu di budang kajian hadits tidak pernah

menggunakan hadits dhaif sebagai dasar akidah ataupun dasar sayri’ah. Padahal di tengah

masyarakat sangat banyak amal ibadah yang berdasarkan hadits dhaif, misalnya shaum

nisfu sya’ban dan shalat Tasbih.

Selain itu, kekeliruan pun sering terjadi akibat kesalahan dalam memahami teks

hadits yang sahih, misalnya hadits yang menyatakan bahwa nabi makan dengan tiga jari.

Apabila hanya melihat teks hadits tanpa melihat konteksnya, akan lahir kesimpulan bahwa

makan dengan tiga jari adalah sunnah rasul, padahal konteks hadits tersebut adalah makan

kurma, bukan makan nasi. Makan kurma tiga jari, makan nasi lima jari, makan bubur ya

pakai sendok.

Cara meneliti kualitas hadits ini disebut ilmu Takhrij Hadits. Dengan menguasai

ilmu takhrij hadits ini, para ulama akan lebih pakar dalam menentukan mana hadits yang

shahih, hasan dan dhaif, mana hadits yang lebih kuat dan mana yang sangat lemah.

Kini ada beberapa gelintir orang yang terlanjur disebut tokoh Islam yang

mengkritik habis ilmu takhrij hadits. Menurut mereka, jarh wa ta’dil (mencela dan memuji

salah seorang yang terlibat dalam rangkaian sanad hadits) dengan menilai si A lemah dan

Page 8: BAB 6 AS-SUNNAH

si B tertolak, adalah sikap gegabah dan suudzan (buruk sangka). Tetapi di sisi lain, mereka

melemahkan banyak perawi hadits yang oleh Bukhari - Muslim serta para muhadditsin

(ahli hadits) lainnya dinilai sebagai orang-orang tsiqah (kuat), akibatnya hadits-hadits

yang melalui jalur itu ditolak oleh kelompok ini, lantas mengambil hadits dari jalur yang

oleh mereka dinggap baik, padahal itu belum teruji secara akademis.

Dalam hal ini, penulis lebih percaya kepada hadits yang telah disaring ketat melalui

metodologi takhrij, yang dilakukan oleh para ahli hadits yang insya Allah saleh, ahli

tahajud dan ahli shalat istikharah daripada terhadap buku-buku sejarah dunia, tarikh

peradaban Islam atau sejarah nasional yang secara metodologis sangat longgar, para

penulisnya pun belum tentu saleh. Bahkan banyak buku sejarah yang ditulis berdasarkan

pesanan dan atau intimidasi pemerintah berkuasa saat itu. Penulis pun lebih percaya

kepada Imam Bukhari dan Imam Muslim yang telah berjihad untuk meneliti hadits

daripada kepada para orientalis beserta pengikutnya yang niatnya pun belum tentu demi

keilmuan apalagi cinta Nabi. Mudah-mudahan Allah SWT menguatkan akal pikiran dan

iman kita agar tidak terjerumus kepada pemikiran zindik. Naudzu billahi.

4. Menyikapi hadits shahih yang bertentangan (ta’arudl)

Ada empat cara menyikapi dua hadits sahih atau lebih yang bertentangan, yakni

melalui thariqatul jam’i, jawaz al-amrain, tarjih , nasihk mansukh dan tawakkuf.

Penjelasannya sbb :

Thariqah al- jam’i ialah mengkompromikan dua hadits yang bertentangan. Contoh :

Suatu ketika Nabi ditanya soal pria yang menyentuh kemaluannya setelah berwudhu.

Rasulullah saw menjawab ”fal yatawadla” hendaklah ia berwudhu lagi. Tetapi di lain

waktu, Nabi ditanya dengan soal yang sama tetapi jawabannya berbeda, Nabi

mengatakan “innahu bidl’atum minka” , bahwa kemaluan itu hanyalah sepotong

daging dari tubuhmu, maksudnya memegang kemaluan tak ubahnya memegang

hidung, jadi tidak batal. Bagaimana ini, batal atau tidak ? mana yang benar ? Dengan

cara dijamak maka konklusinya adalah bahwa memegang kemaluan setelah berwulu

tidaklah batal, akan tetapi berwudlu lagi itu lebih baik. Cara ini ditempuh karena

kedua hadits yang bertentangan itu adalah hadits qauliyah (bersifat ucapan lisan).

Memilih satu di antara dua opsi. Contoh : Menurut hadits dari Wail ibn Hujr,

Rasulullah saw ketika berisyarah dalam tahiyat shalat, beliau menggerak-gerakkan

telunjuknya. Sementara hadits dari Ibn Mas’ud menyatakan bahwa Rasulullah saw

tidak mengerak-gerakkan telunjuknya. Baik Wail maupun ibn Mas’ud adalah elit

Page 9: BAB 6 AS-SUNNAH

hadits tetapi menyampaikan data yang bertentangan, mana yang benar ? Caranya :

Pilih salah satu, digerakkan atau tidak, kedua-duanya benar. Mengapa menempuh cara

ini, karena kedua-duanya hadits fi’liyah yang sama-sama sahih.

Tarjih : yakni memilih hadits yang lebih kuat. Contoh : menurut hadits dari Ibn

Abbas, Rasulullah saw menikahi Maemunah ketika Rasul dalam keadaan ihram,

padahal menikah dalam keadaan ihram itu tidak boleh. Sementara hadits dari

Maemunah sendiri menyatakan bahwa dia menikah dengan Nabi di luar Ihram. Mana

yang lebih kuat, data dari Ibn Abbas atau dari Maemunah ? Tentu hadits dari

Maemunah. Apa alasannya ? karena Maemunah adalah pelakunya sendiri yang

menikah dengan nabi, sedangkan Ibn Abbas adalah orang ketiga yang hanya

mendengar beritanya.

Nasikh wa Mansukh : Ialah meralat hadits shahih yang lebih awal dengan hadits

shahih yang kemudian, misalnya, semula nikah mut’ah di awal Islam itu

diperbolehkan kemudian diralat menjadi haram lewat hadits dari Ali ibn Abi Thalib.

Juga ziarah qubur yang semula diharamkan kemudian diralat dengan hadits Nabi yang

membolehkan mengingat pemahaman kaum muslimin seputar ziarah qubur telah

meningkat.

Tawakkuf : yakni memfending kedua hadits sahih yang bertentangan itu. Contoh :

Hadits dari Ibn Umar menyatakan bahwa tidak boleh seseorang melakukan salat

sunnat di tempat melaksanakan salat wajib, termasuk hadits dari mu’awiyah. Akan

tetapi hadits-hadits di seputar masalah ini sangat banyak, kualitasnya sahih, tetapi

isinya sangat beragam sehinggab sulit ditarjih, oleh karena itu dilakukanlah cara

tawakkuf. Imam Bukhari menyikapi bahwa hadits tersebut dianggap tidak ada. Jadi

mau salat sunnat di tempat asal atau bergeser ke tempat lain, tak ada aturan signifikan.

5. Menyikapi Sunnah Syar’i dan Ghair Syar’i

Tidak semua sunnah Nabi itu merupakan syari’ah yang harus dijalani tetapi ada

sunnah yang ghair syar’i atau kultur Arab yang tidak perlu diikuti, jadi kita harus cerdas

memilih mana sunnah yang syar’i dan mana sunnah yang ghair syar’i. Apa patokannya ?

Kalau apa yang dilakukan nabi sama dengan yang dilakukan orang kafir berarti itu kultur

Arab bukan nilai/value, misalnya Rasulullah saw pakai gamis, ternyata orang-orang

jahiliyah pun pakai gamis. Nabi saw makan kurma, ternyata orang Jahiliyah pun makan

kurma. Contoh lain:

Page 10: BAB 6 AS-SUNNAH

Nabi tidur di atas pelepah kurma. Sebelum tidur beliau membaca doa :”Bismika

Allahumma ahya wa bika amut” Doanya adalah syar’i yang harus diikuti seluruh

umat Islam, sedangkan tidur di atas pelepah kurma adalah ghair syar’i, hanya

kultur Arab yang tidak perlu diikuti. Jadi kita tidak dianjurkan tidur di atas pelepah

kurma, kita boleh tidur di atas permadani, kasur busa, kasur kapuk, dll yang

penting membaca doa sebelum tidur.

Nabi saw naik unta, sebelum naik unta beliau berdoa :”Subhanalladzi sakhkhara

lana hadza wama kunna lahu muqrinin”. Naik untanya adalah kultur Arab atau

ghair syar’i sedangkan membaca doanya adalah syar’i. Jadi Anda tidak

disunnahkan naik unta, Anda boleh naik speda, motor, mobil, kereta api, kapal laut

atau pesawat terbang, yang penting membaca doa perjalanan.

Nabi selalu menutup aurat dengan memakai gamis dan serban. Menutup aurat

adalah syari’i sedangkan memakai gamis dan serban adalah ghair syar’i. Jadi anda

tidak diwajibkan memakai gamis dan sorban tetapi diwajibkan menutup aurat.

Caranya, bisa memakai kaos, sarung, kemeja, celana panjang, jas dan dasi, atau

memakai pakaian seragam dokter, seragam tentara, seragam perusahaan, atau

memakai pakaian ala Arab, Afrika, India, Jepang atau Eropa, selama bisa menutup

aurat dan bisa memenuhi nilai-nilai lainnya yang berkaitan dengan etika berbusana.

Dari perspektif lain, sunnah terbagi empat yakni sunnah jibiliyah, sunnah

bayaniyah, sunnah mukhtashiyah dan sunnah la jibiliyah la mukhtashiyah dan

bayaniyah. Penjelasannya adalah sbb :

a. Sunnah Jibiliyah : ialah sunnah yang berkaitan dengan sisi kemanusian nabi

sebagai manusia biasa seperti berapa tinggi badan nabi, berapa usia beliau ketika

wafat, berapa meter setiap langkah nabi ketika beliau berjalan, itu semua sunnah

yang tidak perlu kita ikuti. Cukup diketahui tetapi tak perlu diikuti.

b. Sunnah Bayaniyah : ialah sunnah nabi berupa penjelasan yang berkaitan dengan

Alqur’an seperti cara shalat, shaum, haji, berumah tangga, dll. Ini semua wajib

diikuti oleh semua muslim.

c. Sunnah Mukhtashiyah : Ialah sunnah yang khusus untuk Nabi dan bukan untuk

pengikutnya, misalnya menikahi wanita lebih dari empat isteri, dan shaum wishal

(shaum bersambung beberapa hari).

d. Sunnah la jibiliyah, la bayaniyah wa la mukhtashiyah: ialah di luar sunnah yang

tiga di atas, misalnya gerak refleks; berapa kali nabi berkedip dalam satu menit,

berapa kali nabi bernafas dalam satu jam, dll.

Page 11: BAB 6 AS-SUNNAH

Dilihat dari sisi konsistensi pelaksanaannya, sunnah terbagi dua lagi yakni sunnah

Dhaimah, sunnah Hammiyah dan sunnah Tarkiyah.

Sunnah Dlaimmah ialah sunnah yang dikerjakan Nabi saw sampai beliau wafat

seperti shalat lima waktu, tahajud, shalat Idul Fitri dan Idul Adha, shalat khusyuf dan

husuf, dll.

Sunnah Hammiyah adalah sunnah yang masih bersifat angan-angan atau lintasan

pikiran. Contoh tentang shaum tanggal 9 dan 10 Muharram atau shaum Tasu’a

Asyura. Rasulullah saw bertanya kepada Yahudi. “Mengapa hari ini kamu berpuasa ?”

Mereka menjawab karena hari ini adalah hari kemenangan nabi Musa as atas

Fir’aun !”. Rasul lantas bersabda :” Kalau begitu akulah yang lebih berhak

menghormatinya. Aku menginginkan tahun depan akan berpuasa dua hari, tanggal 9

dan 10 Muharram. Akan tetapi beliau tidak sempat melaksanakannya karena keburu

wafat. Muncul pertayaan, “apakah kita perlu shaum Asyura dua hari ?”. Itu pilihan,

mau satu hari tanggal 10 saja atau dua hari tanggal 9-10. Terserah.

Sunnah Tarkiyah ialah sunnah yang ditinggalkan, seperti bacaan qunut pada shalat,

termasuk qunut Subuh, yang semula ada bacaan Qunut pada setiap ba’da I’tidal, tetapi

kemudian nabi meninggalkannnya. Bagaimana dengan kita ? Kita pun tidak perlu

berqunut lagi (kecuali qunut nazilah yang dibaca ketika anda ancaman musuh).

6. Memaknai Hadits secara Tekstual dan Kontekstual

Terdapat banyak kitab hadits, ada yang disebut kitab Jami’, Sunan, Musnad,

Mu’jam, Mustadrak, Ajza, Mustakhraj dan kitab Athraf. Berbeda-beda nama karena beda

corak dan sistimatikanya.13

Sebuah hadits yang jelas kesahihannya belum tentu melahirkan penafsiran yang

sama, bisa saja terjadi penafsirannya berbeda-beda. Contoh hadits-hadits tentang makan

dengan tiga jari, perintah berjenggot, larangan menyemir rambut dengan warna hitam,

tidak memakai handuk setelah mandi junub.

Hadits tentang menyemir Rambut :13 Dinamai kitab Jami’ karena menghimpun hadits-hadits yang meliputi semua persoalan, baik

akidah, syarilah maupun akhlak. Kitab Sunan ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan urutan masalah fiqih. Kitab Musnad ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan nama-nama sahabat yang meriwayatkannya. Kitab Mu’jam ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan nama-nama guru hadits. Kitab Mustadrak ialah kitab hadits yang menghimpun hadits-hadits yang belum dirangkum dalam kitab hadits sebelumnya. Kitab Ajza ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan tema-tema tertentu misalnya kitab Raf’ul Yadain karangan Imam Bukhari yang menjelaskan seputar mengangkat tangan. Kitab Mustakhraj ialah kitab hadits yang disusun berdasarkan sanadnya sendiri, tidak memakai sanad yang digunakan oleh kitab lain. Kitab Athraf ialah kitab hadits yang disusun dengan hanya mencantumkan sebagian matan hadits untuk kemudian ditelusri sanadnya. Lihat : Buku Induk, hal.133-134.

Page 12: BAB 6 AS-SUNNAH

�ي� : ق�ال� - عنه الله رضي - جابر عن �ت �ي أ ب� �أ ق�ح�اف�ة� ب

�د� �بي وال �ك ر� أ �وم� ، عنهما الله رضي الص$د$يق� ب ف�ت ح� ي-ة� ه� م�ك أس� �ه� و�ر� �ت ي �ح -غ�ام�ة� و�ل �الث 7(( 2 ))ك �اضا �ي ف�ق�ال� . ب

س�ول� وا - :)) وسلم عليه الله صلى - الله� ر� $ر� ه�ذ�ا غ�ي�وا �ب �ن ت و�اد� و�اج مسلم رواه (( . الس-

Dari Jabir r.a berkata : Pada hari penaklukan kota Mekkah , Abu Kuhafah ayah Abu Bakar As-Shidiq dihadapkan kepada Rasulullah saw, sedangkan rambut kepala dan jenggotnya seperti bunga matahari karena putihnya (penuh uban). Maka Rasulullah s.a.w bersabda : “Ubahlah (warna rambut) ini dan jauhilah warna hitam...!”

Hadits ini dimaknai secara tekstual sebagai larangan menggunakan warna hitam

dalam menyemir rambut, tetapi kelompok kontskstual menafsirkan bahwa itu bukan

larangan haram tetapi menunjukkan sebaiknya menjauhi warna hitam, karena kultur Arab,

kalau menggunakan warna hitam itu dianggap kekanak-kanakan. Dalam hal ini, Imam

Asl-Zuhri berkata “Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih

nampak muda. Tetapi apabila wajah telah mengerut dan gigipun sudah goyah, kami

tinggalkan warna hitam tersebut”.14

Hadits tentang Isbal :

عليه الله صلى - النبي- أن- : عنهما الله رضي عمر ابن نع�ه� ج�ر- م�ن : )) ق�ال� ، - وسلم �و ب �الء� ث ي �م خ� �ن ظ�ر� ل �ي ه� الله� ي �ل إ

�و م� �ام�ة� ي �و ف�ق�ال� (( الق�ي �ب �ا : بكر أ إزاري إن- ، الله رسول يخ�ي �ر ت �س - ي �ال �ع�اه�د�ه� أن إ �ت �ه� ف�ق�ال� ، أ الله صلى - الله رسول ل-ك� - : )) وسلم عليه �ه� م�م-ن ل�س ت� إن �ف ع�ل �الء� ي ي رواه (( خ�

بعضه مسلم وروى البخاري .

Dari Ibnu Umar ra. Sesungguhnya Nabi s.a.w bersabda : :Barang siapa yang menurunkan kainnya di bawah mata kakinya karena sombong niscaya Allah tidak akan melihat kepadanya pada hari kiamat kelak. Lalu Abu Bakar berkata : Wahai Rasulullah sesungguhnya sesungguhnya kain saya selalu turun sampai dibawah mata kaki, kecuali apabila saya sangat berhati-hati. Maka Rasulullah s.a.w bersabda kepadanya : sesungguhnya kamu bukan termasuk yang melakukan perbuatan sombong.

Menurut kelompok tekstualis, dengan memakai kain, celana panjang atau gamis

melewati mata kaki adalah lambang kesombongan (khuyala), hukumnya haram dan

14 Yusuf Qardhawi yang mengutuif dari Kitab Fathul Barri. Lihat Yusuf Qardhawi, Al-Halal wal Haram Fi al-Islam (Halal dan Haram dalam Islam), terjemahan Mu’ammal Hamdi, Penerbit PT Bina Ilmu, 1980, hal 124.

Page 13: BAB 6 AS-SUNNAH

ancamannya neraka. Sementara kelompok kontekstual menyatakan bahwa yang dihukum

haram itu kalau memakai baju melewati matakaki yang disertai sikap sombong, kalau tidak

disertai kesombongan tidak apa-apa, tidak dilarang. Dalam hal ini Abu bakar langsung

bertanya kepada Rasulullah tentang pakainnya yang selalu melewati mata kaki. Rasul

menjawab bahwa kamu tidak apa-apa karena kamu tidak khuyala.

Hadits tentang memelihara jenggot :

�ى$ ع�ن� ع�م�ر� اب ن� ع�ن� -ب -ه�- وسلم عليه الله صلى -الن ن� م�ر� أ

� أ�ح ف�اء� �إ و�ار�ب� ب �ع ف�اء� الش- �ة� و�إ ي $ح مسلم رواه.الل

Dari Ibnu Umar dari Nabi s.a.w sesungguhnya beliau memerintahkan untuk memendekan kumis dan melebatkan jengot

Menurut kelompok tekstual, perintah memendekkan kumis dan memanjangkan

jenggota adalah hadits qauliyah, jadi ini mengandung nilai sunnah. Oleh karena itu muslim

yang menaati sunnah Rasul harus memelihara jenggot. Sementara itu kelompok

kontekstual menyatakan bahwa waktu itu umat Islam akan berperang dengan musuh, lantas

nabi mengatakan : ana ukhalifuhum, saya ingin beda dengan mereka (musuh), oleh karena

itu tipiskanlah kumismu dan peliharalah jenggotmu. Dalam hal ini berbeda dengan musuh

adalah esensi sedangkan jenggot adalah materi. Materi bisa berubah yang penting

esensinya tetap. Apabila suatu ketika perangnya menggunakan helm, maka fungsi jenggot

sebagai identitas tidak signifikan lagi, seharusnya diganti dengan identitas lain, yang

esensinya berbeda dengan musuh. Imam Nanawy berkata, barang siapa yang melihat

lafadznya maka memotong jenggot itu terlarang, tetapi jika melihat makna (esensi) nya,

maka hukumnya jaiz (boleh).

-و�و�يZ ق�ال� �ظ�ر� م�ن : الن �ل�ى ن -ف ظ إ �ع� الل �ظ�ر� و�م�ن م�ن �ل�ى ن �ى إ ال م�ع ناز� �ج� .أ

Menurut Yusuf Qardhawi, ada tiga pendapat dalam soal memotong jenggot yakni

(1). Haram sebagaimana pendapat Ibn Taimiyah (2). Makruh seperti pendapat Iyadh (3).

Mubah, menurut ulama sekarang.15

Selanjutnya dalam merespon hadits sebagai sunnah Rasul dan bagaimana cara

mereka menafsirkan hadits, ulama terbagi menjadi lima tipologi, yakni ulama sufistik,

sinkretik, tesktual, konteskstual, dan liberal.

15 Yusuf Qardhawi, Al-halal wal Haram fi al-Islam, hal. 127.

Page 14: BAB 6 AS-SUNNAH

Muncul pertanyaan, apa yang dimaksud ulama di sini ? Ulama adalah orang yang

(1). memahami agama secara mendalam atau tafaqquh fiddin. (2). takut kepada Allah16

sehingga dia selalu berusaha keras untuk menjauhi maksiat. Innama yahsyallaha min

ibadihi al-‘ulama (QS. 35 : 28). Hanyasanya hamba yang paling takut kepada Allah adalah

Ulama (QS. 35 : 28). (3). sebagai pewaris nabi (waratsah al-anbiya). Warisan nabi adalah

Alqur’an dan Sunnah Rasul. Tepatnya berperilaku sesuai dengan tuntnan Alqur’an dan

hadits.

Berkenaan dengan warisan Nabi ini, simaklah isi khutbah Nabi saw ketika wukuf

pada haji Wada’ tahun 10 hijriyah. Rasulullah bersabda :

-ه� -صلى الله س�ول� الل �ن- ر� -ه� ع�ن ه�م�ا : أ ض�ى� الل -اس� ر� �ن� اب ن� ع�ب_ه�ا ي

� �ا أ -اس� ف�ى ح�ج-ة� ال و�د�اع� ف�ق�ال� :» ي عليه وسلم- خ�ط�ب� الن�د7ا �ب _وا أ �ض�ل �ه� ف�ل�ن ت �م ب �ص�م ت �ن� اع ت �م م�ا إ ك ت� ف�يك �ر� $ى ق�د ت �ن -اس� إ الن

$ه� « �ي �ب -ة� ن ن -ه� و�س� �اب� الل �ت كDari Ibnu ‘Abbas r.a sesungguhnya Rasulullah SAW berkhutbah kepada orang-

orang pada haji wada’ maka beliau bersabda “Sungguh aku tinggalkan pada kalian dua warisan, apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya, maka kalian tidak akan sesat selamanya ; (yaitu) Kitabullah dan Sunnah Nabi.17

Ini hadits mutawatir (berita yang bersumber dari nabi yang diterima oleh orang

banyak dan disebarkan kepada orang banyak pula). Dengan wasiat ini, umat Islam, di

samping memegang Alqur’an sebagai pedoman utama, juga harus memegang As-Sunnah

(Al-hadits) sebagai pedoman kedua. Hadits berisi tafsiran terhadap semua ayat Alqur’an,

hadits adalah turunan dari aturan Alqur’an, hadits adalah penjelasan tentang “How to do”.

Tanpa hadits, seorang muslim akan sangat bingung untuk mengetahui tatacara shalat,

shaum, zakat, haji, ekonomi, politik, dll. Umat Islam harus memegang teguh Al-Qur’an

dan hadits sahih sekaligus.

Dalam memahami Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama dan al-hadits sebagai

sumber hukum kedua, beragam tipologi ulama lahir. Paling tidak ada lima tiplologi ulama,

yakni ulama Sufistik, Sinkretik, Tekstualis, Kontekstualis, dan Liberal. Penjelasannya sbb:

16 Ibn Abbas menjelaskan ciri-ciri ulama itu yang takut kepada Allah ialah orang yang syirik kepada Allah, tidak menghalalkan yang haram atau sebaliknya, memlihara wasiat, meyakini akan bertemu dengan Allah serta meyakini bahwa amalnya akan dihisab. Lihat Tafsir Ibn Katsir, Bab VI, hal. 544.

17 Abu Bakar Ahmad bin al-Husaen bin ‘Ali al-Baihaqi, Sunan al - Kubra lil Baihaqi, ( Daar al-Kutub al-Ilmiyah, Bairut, Libanon, 1424 H H/2003 M), Juz V hal. 118 No. 9213, Bab: Maa Yaqdi bih al-Qadli. Lihat juga : Imam al-Hafidz Abi Abdillah al-Hakim Al-Naisaburi, Al-Mustadrak ‘ala Shahihaini (Darul Ma’rifah-Bairut, Libanon, t.t), Bab : Kitab al-Ilmu, Juz 1, hal.457

Page 15: BAB 6 AS-SUNNAH

Ulama Sufistik adalah ulama yang menggali isi kandungan Al-Qur’an dan

hadits dari sisi kesufian. Dalam batas-batas tertentu, mereka hanya mengambil nilai-

nilai Al-Qur’an dan hadits dari sisi akhlak yang luhur. Akan tetapi pada

perkembangan berikutnya, ketika memasuki wilayah tarekat, mereka akan

menggunakan semua hadits termasuk hadits dhaif, alasannya karena menggunakan

hadits dhaif untuk keutaman beramal (li fadlai al-amal) dinilai halal. Bahkan banyak

dari ahli tarekat yang menggunakan hasil yaqadzah wa musyafahah (mirip wangsit)

tokoh sentral sufi mereka untuk dijadikan pelengkap dalam bersyari’ah setelah

wafatnya Rasulullah Saw, terutama dalam amal wirid dan shaum tirakat. Di sini

seakan-akan ada lagi sumber hukum lain setelah al-Qur’an hadits, yakni hasil yaqdzah

wa mnusyafahah.

Ulama Sinkretik : Sinkretik adalah percampuran antara budaya lokal dengan

agama. Bagi mereka sumber ajaran Islam bukan sekadar Alqur’an dan hadits tetapi

ditambah dengan adat istiadat dan kepercayaan masyarakat setempat. Tokoh ini sering

tidak peduli kepada dalil naqli maupun dalil aqli / ratio. Pemikiran mereka lebih

didominasi oleh sikap sosiologis, yakni bersikap akomodatif terhadap tradisi

keagamaan di daerah setempat. Bagi kelompok ini, apapun bisa menjadi boleh

termasuk upacara sesajen untuk acara ruwatan rumah, sajian untuk dewi Nyi Roro

Kidul, upacara adat pernikahan yang menyerempet syirik, upacara tolak bala buta ijo,

dll. Apabila percampurannya sangat kuat, dapat melahirkan agama baru, sebagaimana

agama Sikh di India, yang merupakan sinkretik antara Islam sufistik dengan nilai dan

tradisi Hindu.

Ulama Tekstualis : atau disebut tokoh scripturalis adalah tokoh Islam yang telah

berusaha menyeleksi hadits sesuai kaidah ulum al-hadits, tetapi dalam penafsirannya

sangat terikat dengan teks, kurang memperhatikan konteks. Para tokoh scripturalis

bukan tidak menggunakan ratio tetapi lebih terikat dengan teks Al-qur’an dan hadits

apa adanya. Aplikasi di lapangan antara lain, mereka makan dengan tiga jari, menjilati

jari-jari sehabis makan,

ا ه� ل�ع�ق� غ� ر� ف� إ�ذ�ا ف� اب�ع� ص�أ� ث� ب�ث�ال� ك�ل�

ي�أ� ك�ان� ل�م� و�س� ع�ل�ي�ه� الل�ه� ل�ى ص� الل�ه� ول� س� ر� �  أ�ن

Artinya : Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam makan dengan 3 jari dan

kalau sudah selesai makan beliau menjilatinya . ( HR. Muslim )  Juga memelihara jenggot

dan mengharamkan memotongnya, serta memakai celana ngatung dan melarang memakai

celana panjang di bawah mata kaki.

Page 16: BAB 6 AS-SUNNAH

Ulama Rasional Kontekstual : Ialah tokoh-tokoh Islam yang dalam

mengistinbath hukum selalu memperhatikan dua aspek yakni teks dan konteks. Tokoh

ini banyak menggunakan argumentasi rasio di samping melihat teks Al-Qur’an dan

hadits. Contoh : hadits menyatakan bahwa Nabi saw. makan dengan tiga jari. Mereka

bertanya, makan apa ketika itu ? makan kurma, ya benar, tetapi kalau makan nasi tentu

memakai lima jari sedangkan makan bubur memakai sendok. Demikian juga soal

memelihara jenggot dan persoalan isbal yakni memakai sarung, kain, atau celana

panjang yang melewati mata kaki.

Ulama Rasional Liberal : Ialah tokoh-tokoh Islam yang menafsirkan ayat

Alqur’an atau hadits didominasi oleh rasio. Mereka bukan hanya menolak hadits Ahad

yang bertentangan dengan rasio, tetapi sering mengabaikan hadits Ahad dalam

menetapkan hukum yang telah dipersiapkannya, bahkan menolak teks Al-Qur’an yang

dianggapnya irrasional. Beberapa metode pendekatan yang digunakan oleh kelompok

pemikir Islam rasional liberal adalah tafsir Metaforis, tafsir Hermeneutika dan

pendekatan sosial kesejarahan.

Ulama mana yang sebaiknya kita pilih ? Perhatikan hadits di bawah ini :

Nabi saw bersabda:”Saya mendahului kalian sampai di telagaku (syurga). sungguh akan dipertemukan kepadaku beberapa orang di antara kamu, tetapi ketika aku hendak mengambil mereka, tiba-tiba mereka ditarik oleh Allah menjauhiku. Aku pun berkara: ‘Wahai Rabb ku, itu umatku’. Allah menjawab :”Hai Muhammad kamu tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sesudah kamu”. Pada hadits lain Allah mengatakan :”sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka ganti setelah kamu” (HR. Bukhari bab al-fitan).18

Berdasarkan hadits ini, kelompok ulama yang suka mengada-adakan ibadah baru

atau syari’at baru adalah ulama ahli bid’ah dan ulama sinkretik. Sangat mungkin mereka

itulah yang dimaksud oleh hadits Rasul di atas. Juga ulama-ulama yang senang mengganti

syari’at Islam dengan hasil pemikiran mereka yang liberal.

Memilih ulama tipe sufistik cukup riskan karena selain menggunakan hadits sahih,

merekapun menggunakan hadits dhaif sebagai landasan beramal. Memilih ulama sinkretik

berbahaya karena aqidahnya bisa disusupi sikap syirik kepada Allah, juga bid’ah, khurafat

dan tahayul. Memilih ulama yang rasional liberal juga sangat mencemaskan karena mereka

sering mengabaikan teks Alqur’an dan menolak hadits Ahad, serta seakan mendewakan

akal. Akibatnya nanti, agama bukan lagi teks wahyu tetapi produk akal. Penulis lebih

memilih ulama tekstual dan ulama rasional kontekstual daripada tiga tipologi lainnya. Pada

18 Kitab Shahih Bukhari

Page 17: BAB 6 AS-SUNNAH

saat tertentu, kita harus memahami ajaran Islam secara tekstual, tetapi di saat yang lain

memang perlu pemahaman kontekstual.

7. Masalah Inkar Sunnah

Inkar Sunnah atau Inkar Hadits adalah salah satu aliran pemahaman yang tumbuh di

kalangan kaum muslimin yang mengingkari hadits sebagai sumber hukum Islam.

Pengingkaran mereka terhadap hadits dilandasi oleh argumentasi sbb :

Hadits tidak ditulis di zaman nabi bahkan nabi melarangnya. Ini berarti hadits itu

memang tidak perlu digunakan untuk sumber hukum.

Secara kualitas, lebih banyak hadits dhaif dari pada hadits shahih, jadi penggunan

hadits sangat rentan keliru.

Alqur’an sudah cukup untuk menjadi sumber ajaran Islam karena Alqur’an bersifat

Syumul (meliputi semua hal). Adapun kalau terjadi perbedaan dalam tatacara shalat

misalnya, bukanlah masalah karena yang penting adalah mencapai esensi shalat.

Inkar Sunnah terbagi menjadi empat macam, (1). Inkar sunnah yang menolak

mutlak semua hadits tanpa kecuali (2). Inkar sunnah yang hanya mau menerima

hadits mutawawir dan menolak semua hadits Ahad. (3). Inkar Sunnah yang

menolak sebahagian Ahad dan menerima sebahagian lainnya. Hadits Ahad yang

diterima ialah apabila kontennya tidak bertentangan dengan rasio. Adapun hadits

Ahad yang ditolak ialah hadits Ahad yang isinya tidak rasional. (4). Menolak

hadits yang tidak melalui jalur ahlu bait.

Kritik terhadap Inkar Sunnah

Penulis perlu mengkritisi hujah kelompok Inkar Sunnah. Betul bahwa Alqur’an

ditulis sejak awal turunnya, catatannya disimpan dengan rapi, dihafal dan dibukukan

sejak zaman Khalifah pertama, Abu Bakar Siddik yang wafat tahun 13 H. Adapun

hadits baru dikodifikasi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz salah seorang

khalifah bani Umayyah yang wafat tahun 101 H. Jadi hadits dikodifikasi kira-kira 70

tahun setelah Nabi wafat.

Akan tetapi larangan Nabi menulis hadits bukan sebagai pertanda bahwa hadits itu

tidak perlu karena dalam banyak kesempatan justeru Rasulullah menganjurkan kepada

para sahabatnya untuk menyampaikan apa-apa yang didengar dari Nabi tentang Alqur’an

beserta segenap penjelasannya. Larangan penulisan hadits sangat dimungkinkan oleh

Page 18: BAB 6 AS-SUNNAH

kekhawatiran bercampurnya antara hadits dengan Alqur’an karena waktu itu penurunan

Alqur’an belum selesai. Juga waktu itu orang yang pandai menulis sangat terbatas, oleh

karena itu mereka difokuskan untuk menulis Alqur’an. Selain itu, orang-orang tertentu

yang memiliki keahlian menulis dan memiliki kredibilitas keimuan seperti khulafah al-

Rasyidin tidak dilarang menulis hadits. Jadi larangan penulisan hadits tidak bersifat umum.

Dan perlu diketahui, waktu itu periwayatan dengan lisan jauh lebih efektif, effesien dan

familier daripada periwayatan melalui tulisan.

Memang betul lebih banyak hadits yang dhaif daripada hadits yang shahih. Ini

justeru menggambarkan kehati-hatian yang amat tinggi dari para ahli hadits dalam meneliti

kemurnian hadits. Seharusnya kelompok Inkar Sunnah justeru harus menerima hasil kerja

orang yang hati-hati bukan malah membuangnya. Dalam hal ini, penulis jauh lebih percaya

kepada hadits yang telah diteliti amat luar biasa validasi dan akurasinya, dari pada sejarah

yang ditulis oleh sejarawan tanpa ada validasi dari tim yang saleh, jujur dan benar-benar

berdasarkan keilmuan tanpa muatan emosi dan tanpa kepentingan golongan.

Sunnah Rasul dan hadits adalah sebuah kenyataan, persoalannya adalah harus kita

pandai memilah mana sunnah yang faktual dan mana yang fiksi. Hadits shahih sebagai

sunnah faktual harus diterima, sedangkan hadits dhaif sebagai sunnah fiksi harus dibuang.

Itulah sikap akademisi.

Memang tidak disangkal bahwa Alqur’an bersifat syumul atau meliputi semua

persoalan hidup dan kehidupan, tetapi masih bersifat mujmal atau global sehingga

memerlukan penjelasan lebih lanjut. Dalam hal ini Nabi saw berfungsi sebagai bayin

(penjelas) yang memberikan penjelasan (bayan) seputar ayat-ayat Alqur’an, baik ayat

tentang aqidah maupun ayat syari’ah. Dimana pun, baik dilihat dari sisi adat, rasio,

maupun manajemen, semua buku panduan, apalagi yang bersifat global pasti disertai juru

penerangnya yang menjelaskan dan mendemonstrasikan apa-apa yang terkandung dalam

guidance book yang dikeluarkan pabrik atau kantor. Apalagi Alqur’an sebagai kitab

wahyu, amat perlu dijelaskan oleh RasulNya sebab Rasul itulah orang yang paling

mengetahui hal ihwal dan maksud-maksud setiap ayat Alqur’an.

Penjelasan Rasulullah pasti benar, mustahil salah karena Rasulullah bersifat

maksum (terjaga dari kesalahan). Penolakan terhadap hadits shahih pada hakikatnya

penolakan terhadap penjelasan Rasulullah, penolakan terhadap eksistensi Rasulullah, dan

sama saja dengan melenyapkan esensi syahadat wa asyhadu anna Muhammad rasulullah.

Cara pandang Inkar Sunnah itu amat sesat dan menyesatkan. Naudzu billahi min dzalik.

Page 19: BAB 6 AS-SUNNAH

Banyak para pemikir Islam berkaliber nasional dan dunia yang tidak terang-

terangan sebagai Inkar As-Sunnah tetapi sikap dan pola berfikirnya Inkar Sunnah. Mereka

menggugat eksistensi hadits dengan menggoyahkan sendi-sendi ulum al-hadits, mereka

menghujat Abu Hurairah bahkan melecehkan Abu Bakar Siddik, Umar bin Khattab dan

Utsman bin Affan, lantas mengajukan jalur alternatif yang diyakininya lebih kredibel

padahal belum melalui serangkaian takhrij hadits. Mudah-mudahan kita tidak terkecoh.

Insya Allah.

Page 20: BAB 6 AS-SUNNAH

EKSISTENSI SUNNAH RASUL/

HADITS

KEDUDUKAN HADITS Sumber Hukum Islam kedua setelah Alqur’an

Kita hanyab wajib mengikuti SUNNAH bukan mengikuti hadits, tetapi bagaimana mungkin mengetahui sunnah jika tidak mempelajari hadits.

HADITS

Ialah berita tentang perkataan, perbuatan dan

sikap diam nabi(BERITA)

Tidak semuanya benar

SUNNAH

adalah perkataan, perbuatan dan sikap

diam nabi.(FAKTA)Pati benar

FUNGSI HADITS :

1. Bayan Tawkid2. Bayan Tafshil3. Bayan Itsbat4. Bayan Taudlih.

SELSKSI HADITS :1. Sanad = muttasil/ bersambung.2. Rawy = tsiqah (kuat)3. Matan = ghair mu’allal (tidak

cacat) dan ghair syadz (tidak janggal).

KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN JUMLAH JALUR SANADNYA :

Hadits MutawatirHadits Ahad :

a. Hadits Masyhurb. Hadits Azizc. Hadits Gharib

KLASIFIKASI HADITS BERDASARKAN KUALITAS :

1. Hadits Shahih2. Hadits Hasan3. Hadits Dhaif.

CARA MEMILIH HADITS YANG SHAHIH TETAPI BERTENTANGAN

1. Thariqatul jam’i2. Jawaz amraini.3. Tarjih4. Nasikh mansukh5. Tawakkuf

Page 21: BAB 6 AS-SUNNAH

KLASIFIKASI SUNNAH

KLASIFIKASI SNNAH 1:

1. Sunnah Tasyri’iyyah = Mengandung nilai syari’at.2. Sunnah Ghair Tasri’iyah = Tidak mengandung nilai

syari’ah.

KLASIFIKASI SUNNAH 3 :

1. Sunnah Dhaimmah = yang dilaksanakan oleh nabi sampai wafat.

2. Sunnah Hammiyah = berupa lintasan pemikiran nabi seperti shaum Tasu’a Asyura.

3. Sunnah Tarkiyah = ialah sunnah yang semua dikerjakan kemudian ditinggalkan oleh nabi seperti bacaan Qunut di dalam shalat.

KLASIFIKASI SUNNAH KE 2:

1. Sunnah Jibiliyah = berhubungan dengan sisi kemanusiaan nabi.

2. Sunnah Bayaniyah.= sunnah berupa penjelasan nabi tentang ayat-ayat Alqur’an.

3. Sunnah Mukhtashiyah =Sunnah yang khusus untuk nabi, tak boleh diikuti oleh umatnya.

4. Sunnah La Jibiliyah, la bayaniyah dan la mukhtashiyah dan

TIPOLOGI ULAMA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUNNAH RASUL

1. Ulama tipe SUFISTIK 2. Ulama tipe SINKRETIK 3. Ulama tipe TEKSTUALIS4. Ulana tipe RASIONAL KONTEKSTUALIS5. Ulama tipe RASIONAL LIBERAL