aspect rated.docx
TRANSCRIPT
Aspect rated:
1. Understanding rated 2. Personal response3. Literary devices4. Essay structure 5. linguistic device
halaman 97/ 57-58
Kulihat kiri-kanan. Sepi. Hanya seekor dadali terbang melintas di langit. Biarlah dia
menjadi saksi tunggal atas perbuatan yang akan kulakukan. Aku akan membayar
dendam. Dengan berjingkat aku mencapai salah sebuah bedil itu. Sebuah Lee
Enfield. Tanganku gemetar ketika mengangkatnya. Bukan karena aku baru kali
pertama menjamah sebuah senjata api. Bukan. Sudah kukatakan aku mengenal
berbagai jenis senjata sejak aku bergabung dengan Sersan Slamet. Tanganku
gemetar karena gejolak dalam hatiku sendiri. Gemetar karena rasa kesumat yang
sesaat lagi akan terlampiaskan. Pelan, pelan sekali aku melangkah mundur. Aku
takut salah seorang dari ketiga tentara itu bangun. Bila sampai terjadi demikian
gagallah rencanaku membalas dendam kepada mantriku yang keparat, Kemudian
aku berbalik. Demikian maka aku berdiri beberapa langkah di depan kepala
mantri. Aku kembali membuat gerakan yang begitu pelan, ketika aku menarik
handel untuk mengokang bedil di tanganku. Lirih sekali sehingga kuharap kuman
yang berada di telapak tanganku tak mendengar bunyi pegas yang kurentang.
Denyut jantungku ternyata mampu menggerak-gerakkan ujung laras bedil yang
telah tertuju lurus pada sasaran. Kepala mantri itu! Maka aku masih menunggu
sampai jantungku sedikit lebih tenang.
Saat telah tiba.
Bedil kembali kuarahkan kepada sasaran. Kubayangkan bagaimana seorang
anggota regu tembak berdiri menunaikan tugas menembak mati seorang musuh.
Dialah yang kutiru. Picu kutarik. Ledakan dendam membuat gerak telunjuk
kananku menjadi kuat dan pasti. Aku hampir tidak mendengar letupan karena
seluruh indera terpusat kepada kepala mantri yang hancur dan terlempar ke
belakang. Topi gabusnya terbang entah ke mana.
Ya Tuhan! Detik berikutnya aku mendengar Sersan Slamet dan kedua temannya
terbangun. Sedetik lagi aku mendengar hardikan yang amat keras disusul sebuah
telapak tangan mendarat di pipiku. Bedil di tangan direnggutkan dengan begitu
kasar.
Tetapi aku tidak pedulikan semuanya. Aku sedang menikmati kepuasan batin yang
amat sangat. Mantriku telah mati. Kepalanya hancur sampai tak mungkin orang
mengenalinya kembali. Tidak kupedulikan ketiga tentara yang kemudian berdiri
bingung, aku maju hendak melihat hasil tembakanku. Luar biasa. Kepala mantri
tinggal menjadi kepingan-kepingan kecil. Seorang lelaki dengan kepala hancur
seperti itu takkan bisa membawa lari Emak. Sejak saat itu dia sudah menjadi
bangkai. Emak telah kubebaskan. Dia akan kuajak kembali ke Dukuh Paruk
sekarang juga. Aku menang, menjadi putera paling perkasa yang berhasil
gemilang membebaskan Emak tercinta dari genggaman setan.