asmaul husna kel 3
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT adalah Dzat yang Maha Perkasa, keperkasaan Allah tiada
bandingannya, tidak terbatas dan bersifat kekal. Allah SWT menciptakan alam
semesta ini untuk kepentigan umat manusia, dalam menciptakan alam Allah tidak
pernah meminta bantuan terhadap mahluk lain, oleh karena itu kita sebagai hamba
Allah hendaknya selalu memuliakan-Nya, kemampuan Allah dengan cara selalu
mentaati seagala apa yang telah diperintahkan-Nya dan juga menjauhi segala
sesuatu yang telah di larang-Nya.
Kemampuan Allah dalam menciptakan alam beserta isinya merupakan wujud
dari Asmaul Husna yaitu Al-Aziz, Allah memiliki 99 Asma’ul Husna, termasuk di
antaranya ialah Al-Gaffar, Al-Basit, An-Nafi’, Ar-Rauf, Al-Barr, Al-Hakim, Al-
Fattah, Al-Adl, Al-Qayyum, dan seterusnya. Nama-nama tersebut telah
disebutkan dalam Al-Qur’an bahwa Adanya Asmaul Husna sebagai bukti bahwa
Allah maha perkasa dan maha bijaksana, untuk itu maka kita wajib mengamalkan
Asmaul Husna ke dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Menguraikan 10 Asmaul Husna yakni (Al-‘Aziiz, Al-Ghaffaar, Al-Basith,
An-Nafii`, Ar-Ra’uuf, Al-Baar, Al-Hakim, Al-Fattah, Al-‘Adl, Al-
Qayyuum).
2. Menujukkan Kebenaran tanda-tanda kebesaran Allah melalui 10 Asmaul
Husna (Al-‘Aziiz, Al-Ghaffaar, Al-Basith, An-Nafii`, Ar-Ra’uuf, Al-Baar,
Al-Hakim, Al-Fattah, Al-‘Adl, Al-Qayyuum).
3. Menujukan perilaku orang yang mengamalkan 10 Asmaul Husna
(Al-‘Aziiz, Al-Ghaffaar, Al-Basith, An-Nafii`, Ar-Ra’uuf, Al-Baar, Al-
Hakim, Al-Fattah, Al-‘Adl, Al-Qayyuum) dalam kehidupan sehari-hari.
4. Meneladani sifat-sifat Allah yang terkandung dalam 10 Asmaul Husna
(Al-‘Aziiz, Al-Ghaffaar, Al-Basith, An-Nafii`, Ar-Ra’uuf, Al-Baar, Al-
Hakim, Al-Fattah, Al-‘Adl, Al-Qayyuum) dalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Menguraikan 10 Asmaul Husna yakni al-Aziz, al-Ghaffar, al-Basith, an-
Naafi’, ar-Ra’uuf, al-Barr, al-Hakim, al-Fattah, al-‘Adl, al-Qayyum.
Menurut bahasa, asma’ul husna berarti nama-nama yang baik, sedangkan
menurut istilah berarti nama-nama baik yang dimiliki Allah sebagai bukti
keagungan dan kemuliaan-Nya. Di dalam al-Qur’an nama-nama yang baik
dijelaskan pada Qs. Al-A’raf/7: 180 sebagai berikut :
Artinya: “Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-
Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang
menyimpang dari kebenaran dalam nama-nama-Nya. Nanti mereka akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Al-A’raf/7:
180)
Nama-nama indah (Asmaul Husna) yang berjumlah 99 menurut hitungan
ulama Sunni, dapat dirangkai secara kronologis begitu indah ibarat seuntai tasbih.
Dimulai dengan lafadz al-jalalah, Allah, dengan angka 0 (nol), yang di anggap
angka kesempurnaan, disusul dengan al-Rahman, al-Rahim dan seterusnya sampai
angka ke 99, al-Sabur. Dan kembali lagi ke angka nol, Allah (al-jalalah), atau
kembali lagi ke pembatas besar dalam untaian tasbih, symbol angka nol berupa
cyrcle, bermula dan berakhir pada stu titik, atau menurut istilah Al-Qur’an: Inna li
Allah wa inna ilaihi raji’un,(kita berasal dari tuhan dan akan kembali kepada-
Nya).
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa Asmaul Husna Allah SWT
berjumlah 99 nama. Sebagian dari Asmaul Husna tersebut termasuk kedalam sifat
wajib Allah, yakni sifat-sifat dan pasti dimiliki Allah SWT. Mengenai jumlah
Asmaul Husna Rasulullah SAW bersabda; Artinya:” Sesunnguhnya Allah itu
mempunyai Sembilan puluh Sembilan nama, seratus kurang satu. Barang siapa
menghafalkannya dengan meyakini akan kebenarannya maka ia masuk syurga,
sesungguhnya Allah itu maha ganjil tidak genap dan senang sekali sesuatu yang
ganjil. (HR. Ibnu Majah).
Kembali lagi ke pembahasan awal, yakni menguraikan sifat Allah dalam
Asmaul Husna (al-Aziz, al-Ghaffar, al-Basith, an-Naafi’, ar-Ra’uuf, al-Barr, al-
Hakim, al-Fattah, al-‘Adl, al-Qayyum)
1. Al-Aziz
Kata aziz berasal dari ‘azza ya’uzzu yang berarti mengalahkan. Namun
juga dapat beasal dari kata ‘azza ya’izzu yang bermakna tidak ada duanya,
sangat susah diraih.atau dapat juga berasal dari ‘azza ya’azzu yang berarti
menguatkan sehingga tidak terbendung. Kata Al Aziz sendiri sering diberi
makna yang Maha Perkasa atau yang Maha Mulia. Sedang kata izzat sering
dimaknai kemuliaan, keperkasaan atau kekuatan. Seperti firman Allah di
dalam surat Fathir di atas falillahil‘izzatu jami’a (Maka kemuliaan itu milik
Allah semuanya)
Ada beberapa unsur keperkasaan yang menyusun al izzat manurut Imam
Ghazali yakni perannya yang sangat penting, sangat dibutuhkan, dan sulit
diraih. Peran Allah dalam mengatur jagad raya ini sangat penting. Tanpa
peran Allah jagad raya ini akan hancur berantakan. Tidak ada satu
makhlukpun yang mampu menggantikan peran Allah dalam mengatur jagad
raya. Di sisi lain Allah yang Maha Mulia, kesempurnaan sifat-Nya yang
Maha Mulia ini sangat sulit atau tidak mungkin diraih oleh makhluknya sama
sekali. Bahkan untuk membayangkan seberapa besar kemuliaan Allahpun
tidak ada manusia yang mampu. Laisa kamitslihi syaiun (Tidak ada yang
serupa dengan-Nya). Puncak kemuliaan yang tidak pernah tersentuh oleh
kehinaan sama sekali, tanpa cacat dan tanpa cela. Bahkan sebenarnyalah
bahwa tidak ada satu mehlukpun yang mampu mengenal Allah dalam arti
yang sebenarnya. Hanya Allah sendiri yang menganal siapa sebenarnya Allah
yang Maha Mulia itu. Sedangkan Allah dengan segala kekayaan yang
dimilikinya sangat dibutuhkan oleh semua makhluk yang hidup di semesta
alam ini. Allahusshshamad, Allah tempat bergantung segala sesuatu. Semua
makhluk yang hidup maupun yang tidak hidup keberadaannya di dunia ini
tergantung kepada Allah. Lengkaplah sudah sifat keperkasaan atau kemuliaan
Allah seperti apa yang dipersyaratkan oleh Imam Ghazali di atas. Tidak ada
seorang manusiapun yang dapat meraih ketiga usur bersama-sama.
Karena keperkasaan atau kemuliaan itu milik Allah semuanya maka bagi
siapa saja yang menghendaki keperkasaan atau kemuliaan tidak ada jalan lain
kecuali memohonnya kepada Allah. Dia harus meyandarkan segala upaya
untuk mencapai keperkasaan atau kemuliaan tersebut kepada Allah.
Menempuh jalan dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan Allah
untuk memperoleh kemuliaan tersebut. Dalam surat Al father 35: 10 Allah
berfirman: “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka kemuliaan itu
seluruhnya hanya milik Allah.” Maka hanya dengan berbuat taat kepada Allah
kita bisa mendapatkan kemuliaan tersebut. Dan memang demikianlah bahwa
dihadapan Allah orang yang paling taat dalam arti paling taqwa akan menjadi
orang yang paling mulia. Dalam surat Al Hujurat Allah berfirman: Inna
akramakum ‘indallahi atqaakum (Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antaramu adalah orang yang paling bertakwa.) disamping itu dengan nada
menghibur Allah memberitakan kepada orang-orang beriman bahwa mereka
itu memiliki derajat yang sangat tinggi kalau mereka termasuk ke dalam
kelompok orang yang beriman. Janganlah kalian bersedih dan jangan
khawatir sedang kalian lebih tinggi derajatnya jika kamu termasuk orang-
orang beriman (SQ Ali Imran 3: 139).
2. Al-Ghaffar
Al-Qur’an menyebut kata “Ghaffar” sebanyak lima kali, tiga kali berdiri
sendiri, sedang dua kali lainnya dirangkai setelah penyebutan sifat dan nama
Indah lainnya, yaitu Al-Aziz.
"Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas maghfirah-Nya."
(QS. At-Taubah: 117)
Al-Ghaffar berasal dari fi’il madhi “ghafara”, yang berarti menutupi.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa kata itu terambil dari kata
“alghafaru” yang berarti sejenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobati
luka. Jika kita mengambil makna yang pertama, maka Al-Ghaffar berarti
Allah menutupi dosa hamba-hamba-Nya karena kemurahan dan keluasan
ampunan-Nya.
Adapun jika kita memaknai dengan kata yang kedua, berarti Allah
menganugerahkan sifat penyesalan kepada hamba-hamba-Nya sehingga bisa
menjadi obat penawar sekaligus penghapusan dosa.
Menurut pendapat kami, keduanya benar dan bisa dipakai, sebab dalam
kenyataannya, Dialah yang meniupkan rasa penyesalan pada diri manusia,
sehingga hati manusia cenderung meminta maaf ketika berbuat dosa. Dia pula
yang memberi ampunan sebesar apapun kepada hamba-hamba-Nya yang
menyesal dan bertaubat kepada-Nya.
Al-Ghaffar tidak sekadar mengampuni dosa hamba-hamba-Nya yang
berkaitan dengan pelanggaran terhadap syari’at, tapi pengampunan-Nya
meliputi segala hal, termasuk dalam hal akhlaq yang oleh hukum syari’at
tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Sedemikian luasnya
pengampunan itu, bahkan meliputi cinta dan emosi. Rasulullah saw
senantiasa berusaha adil kepada isteri-isterinya, karenanya Allah
mengampuninya jika hati beliau lebih condong kepada salah satu atas yang
lain.
Luar biasa, akhlak Allah yang senantiasa menampakkan kebaikan untuk
menutupi keburukan. Perhatikanlah, Dia menutupi sisi dalam jasmani
manusia dengan penampakan luar yang sedap dipandang mata. Bagian dalam
yang kotor dan menjijikkan ditutupi dengan tampilan lahir yang menawan.
Adalah Al-Ghaffar pula yang menutupi bisikan hati dan kehendak-
kehendak kotor yang tersembunyi. Seandainya niat kotor, kemauan jahat, niat
menipu, sangka buruk, iri hati, dan kesombongan itu terkuak ke permukaan
dan diketahui semua orang, sungguh manusia akan mengalami berbagai
kesulitan hidup. Jika yang terbetik dalam hati manusia tampak secara
telanjang, sungguh masing-masing kita tidak ada yang saling percaya. Isteri
tidak percaya kepada suami, anak tidak percaya kepada orangtua, rakyat tidak
percaya kepada pemimpinnya. Begitu juga sebaliknya.
Dia, Al-Ghaffar bahkan tetap menutupi sekian banyak salah dan dosa yang
telah dilakukan manusia, baik yang dilakukan secara tidak sengaja maupun
yang disengaja. Segala aib tetap ditutupi oleh Allah. Itulah sebabnya Dia
sangat marah kepada orang yang malam harinya berbuat dosa, sementara di
siang harinya ia sebarkan perbuatan dosanya kepada orang lain. Andaikata ia
segera menyesal dan bertaubat, pintu ampuan-Nya segera dibuka. Siksa-Nya
tidak meliputi orang-orang yang bertaubat.
Al-Ghaffar senantiasa menyambut hamba-Nya yang tulus meminta
ampunan, sebesar apapun dosa yang disandangnya. Dia berfirman:
“ Sampaikan kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri: “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya
Allah mengampuni segala dosa, Dialah Yang Mahapengampun lagi
Mahapenyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
3. Al-Qayyum
Al-Qayyum ialah Dzat yang berdiri sendiri, yang dalam berdirinya itu
tidak membutuhkan pertolongan yang lain, bahkan yang lainlah yang
membutuhkan pertolongan kepada-Nya.
Ketahuilah (semoga Allah menunjuki Anda), bahwa segala sesuatu terbagi
menjadi: (1) benda yang tidak membutuhkan tempat, seperti kehormatan dan
sifat-sifat, dan ini dikatakan “ia tidak bisa berdiri sendiri”; (2) ada pula benda
yang membutuhkan tempat, seperti permata, dan ini dikatakan “berdiri
sendiri.” Tetapi sekalipun permata itu berdiri sendiri, ia masih membutuhkan
beberapa perkara yang harus ada demi keberadaannya dan menjadi syarat
baginya. Jika di dalam wujud ini ada sesuatu yang maujud yang telah cukup
dzatnya dengan dzatnya, tidak ada pendiri baginya dengan yang lainnya, dan
tidak diisyaratkan dalam keberadaannya itu ada yang lainnya, maka dialah
yang berdiri sendiri secara mutlak. Jika di sampingyang disebutkan tadi, ia
juga mengurus segala yang ada, sehingga tidak ada sesuatu pun yang wujud
kecuali dialah yang mengurusnya, maka ia adalah Al-Qayyum, dan ini tidak
lain adalah Allah SWT.
Masuknya seorang hamba ke dalam sifat ini hanyalah menurut kadar rasa
cukupnya kepada selain Dia. Dikatakan bahwa bangsa Israel pernah meminta
kepada Nabi Musa a.s., ketika mereka memasuki lautan, agar mengajarkan
kepada mereka ism a’zham. Lalu Nabi Musa menjawab: “Ahyan syarahiyan
(yakni Ya Hayyu Ya Qayyum), maka Allah menyelamatkan mereka dari
bahaya tenggelam.
4. Al-Baasith
Nama ini berkaitan dengan al-Qabidh. Al-Qabidh artinya Dzat yang
menahan rezeki dari orang yang dikehendaki-Nya dengan cara yang
dikehendaki-Nya. Sedangkan Al-Basith adalah lawannya, yaitu Dzat yang
meluaskan rezeki dengan cara yang dikehendaki-Nya kepada orang yang
dikehendaki-Nya.
Dikatakan bahwa Al-Qabidh ialah Dzat yang mencabut nyawa pada saat
kematian; sedangkan Al-Basith ialah meluaskan bayangan bagi arwah di
dalam kehidupan.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa Al Qabidh ialah Dzat yang
menerima sedekah dari orang-orang kaya, sedangkan Al-Basith ialah Dzat
yang memberi reezeki kepada orang-orang lemah dan meluaskan rezeki
kepada orang-orang kaya sehingga tidak tersisa kemelaratan, dan
menahannya dari orang-orang miskin sehinggga tidak tersisa kemampuan.
Berakhlak dengan kedua ism ini adalah dengan menahan diri dari semua
selain dari Dia, dan melapangkan diri dalam setiap sesuatu yang diridhai-Nya.
Tidak menyusahkan orang lain dan tidak terlalu menaruh kepercayaan kepada
mereka.
5. An-Naafi’
Nama ini juga berkaitan dengan nama lain yaitu adh-Dharr. ism ini adalah
ism sifat yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah. Tidak ada
kemudharatan, keemanfaatan, kejahatan, dan kebaikan kecuali dengan iradah-
Nya jua. Allah SWT berfirman: “ Katakanlah, bahwa semuanya berasal dari
sisi Allah.”
Namun adab terhadap hak Allah itu mengharuskan agar kejahatan itu
dinisbatkan kepada hamba. Sebagaimana ditunjukkan dalam firman Allah
dalam mengajak manusia supaya bersikap adab terhadap hak-Nya:
“ Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja
bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri … (QS An
Nisa’: 79)
Lihatlah adab Sayyidina Khidhir a.s. yang telah meenisbatkan keaiban
kepada dirinya sendiri, sebagaimana diceritakan oleh Allah di dalam firman-
Nya:
“ … dan aku bermaksud merusakkan bahtera itu … (QS Al Kahfi: 79)
Padahal, dari cerita sebelumnya, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
beliau melakukan itu adalah atas petunjuk dan kehendak dari Allah, seperti
terungkap dalam firman Allah berikut:
“ … dan bukanlah aku melakukan itu menurut kemauanku sendiri … (QS
Al Kahfi: 82)
Dikatakan bahwa Yang Memberi mudarat dan Yang Memberi Manfaat itu
ialah Dzat yang berasal dari-Nyalah segala kebaikan, kejahatan, kemanfaatan,
dan kemudaratan, dan itu semua dinisbatkan kepada Allah SWT; baik dengan
perantaraan malaikat, manusia, benda-benda mati, maupun tanpa perantara.
Janganlah Anda sangka bahwa racun itu sendiri yang mematikan atau
mencelakakan, dan bahwa makanan itu sendiri yang mengenyangkan atau
memberi manfaat, dan bahwa malaikat, manusia, setan atau makhluk lain
seperti planet, bintang, dan lain-lain bisa memberikan kebaikan, kejahatan,
kemanfaatan atau kemudaratan dengan dirinya sendiri. Semua itu adalah
dengan sebab-sebab yang ditundukkan bagi mereka.
Ber-taqarrub dengan kedua ism ini menghendaki Anda tidak
mengharapkan kemanfaatan dari selain Allah SWT dan tidak minta tolong
dari kesulitan kepada selain-Nya.
6. Al-Hakim
Ism ini berasal dari kata al-hikmah yang merupakan kesempurnaan ilmu
dan kebaikan perbuatan. Atau, pengetahuan tentang sesuatu yang paling
utama dengan ilmu yang paling utama. Jika kita telah mengetahui bahwa ilmu
Allah itu meliputi dan maha-luas, tidak ada batas dan ujungnya, maka hanya
Allah sajalah yang Hakim sebenarnya, sebab Dia mengetahui sesuatu yang
paling besar dengan ilmu yang paling banyak. Ilmu-Nya azali (tak ada
permulaan), da’im (tak ada penghabisan), tidak bisa lenyap dan tidak ditimpa
kerahasiaan dan kesamaran.
Terkadang kepada orang yang bagus buatannya dikatakan: Shana’aha
hakim (dibuat oleh ahli). Padahal bantuan yang diperolehnya tidak lain adalah
berasal dari Allah jua, yang merupakan Sang Hakim yang sebenarnya.
Barangsiapa mengetahui segala sesuatu dan tidak mengenal Allah SWT,
maka dia tidak berhak disebut hakim, sebab dia tidak mengetahui sesuatu
yang paling mulia dan paling utama.
Perbandingan hikmah seorang hamba dengan hikmah Allah itu adalah
seperti perbandingan ma’rifah-nya terhadap dirinya dengan ma’rifat Allah
terhadap Dzat-Nya. Sungguh jauh sekali perbedaan keduanya itu.
Berkaitan dengan hikmah ini, baiklah kami kemukakan beberapa di
antaranya:
a. Pertama, sabda penghulu para Nabi saw.: Raja dari segala hikmat itu
adalah rasa takut kepada Allah.
b. Kedua: Orang cerdas ialah mereka yang memperbudak nafsunya dan
beramal untuk kehidupan sesudah matinya. Sedangkan orang yang
lemah itu ialah mereka yang menurutkan hawa nafiunya dan berangan-
angan mendapatkan ampunan Allah.
c. Ketiga: Sesuatu yang sedikit tetapi mencukupi itu lebih baik daripada
sesuatu yang banyak tetapi melalaikan.
d. Keempat: Barangsiapa bangun di pagi hari dalam keadaan sehat
badannya, selamat hatinya, mempunyai makanan untuk hari itu, seolah-
olah dihaturkan dunia dengan segenap isinya kepadanya.
e. Kelima: Jadilah orang yang wara’ (yang menjaga diri dari perbuatan
tak berguna), maka Anda akan menjadi orang yang paling ‘abid. Dan
jadilah orang yang qana’ah (nrimo), niscaya Anda akan menjadi orang
yang paling bersyukur.
f. Keenam: Rencana itu berkaitan dengan omongan.
g. Ketujuh: Di antara bagusnya Islam seseorang itu adalah
ditinggallkannya apa-apa yang tak berguna kepada yang berguna.
h. Kedelapan: Sifat qana’ah (nrimo) itu adalah harta yang tak habis-
habisnya.
i. Kesembilan: Sabar itu separuh dari iman, dan yakin itu iman
seluruhhnya.
Berakhlak dengan ism ini mengharuskan Anda bertindak sempurna dalam
semua amal saleh, yaitu selalu berada dalam keadaan yang diridhai yang
asasnya adalah melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangan-Nya.
7. Ar-Ra’uuf
Ar Ra’uf berasal dari kata ar-ra’fah yang artinya sangat ramah. Rahmat itu
termasuk sifat iradat yang paling tinggi, sebab sifat ini melenyapkan
kesulitan dan menolak kejahatan dengan lemah-lembut dan kasih sayang.
Berakhlak dengan ism ini menghendaki Anda bersikap kasih sayang
terhadap hamba-hamba Allah, seperti yang dinyatakan oleh Nabi saw.:
Sayangilah orang yang ada di bumi, niscaya kamu akan disayangi oleh yang
ada di langit.
8. Al-Fattah
Dialah yang dengan inayah-Nya terbuka segala yang terkunci. Dan dengan
hidayah-Nya tersingkap segala yang musykil. Terkadang Dia membukakan
kerajaan-kerajaan bagi para nabi-Nya, dan mengeluarkannya dari tangan
musuh-musuh-Nya. Dan terkadang pula diangkat-Nya hijab dari hati para
aulia-Nya, serta dibukakan-Nya bagi mereka pintu-pintu kerajaan langit-Nya
dan keelokan kebesaran-Nya. Di Tangan-Nyalah kunci-kunci alam gaib
berada, dan tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Allah berfirman yang
artinya:
Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka
tidak ada seorang pun yang dapat menahannya … (QS. Fathir: 2)
Berakhlak dengan ism ini mengharuskan orang rindu sampai menjadi
terbuka kunci-kunci musykilat Ilahiyah oleh lisannya, dan menjadi mudah
dengan ma’rifah-Nya urusan duniawi dan ukhrawi yang sulit atas makhluk
lainnya, agar ia memperoleh bagian dari-Nya.
9. Al-‘Adl
Kata ini adalah kata dasar, di mana Allah menyifatkan diri-Nya sebagai
sifat mubalaghah, yakni bersifat adil yang sempurna. Dia bersih dari sifat
aniaya, baik dalam hukum-Nya maupun dalam perbuatan-Nya. Di antara
hukum-Nya mengenai hak hamba-hamba-Nya adalah, bahwasanya tidak ada
bagi manusia itu kecuali apa yang dia usahakan, dan bahwa hasil dari segala
usahanya itu akan dilihatnya. Sesungguhnya orang-orang yang saleh berada
di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan, dan bahwa orang-orang
durhaka akan dimasukkan ke dalam api neraka jahanam.
Keberuntungan seorang hamba beragama dari ism ini adalah percaya
bahwa Allah SWT itu sangat adil, yang tidak terbantahkan pengurusan-Nya,
hukum-Nya, dan segala af’al-Nya, baik yang sesuai dengan kehendaknya
maupun yang tidak sesuai. Sebab, semuanya itu adil. Dia seperti apa yang
seharusnya dan atas apa yang seharussnya. Kalau Ia tidak melakukan apa
yang telah dilakukan-Nya itu, tentu akan terjadi perkara lain, yang mungkin
akan lebih besar mudaratnya.
Berakhlak dengan ism ini menuntut seseorang agar senantiasa adil dalam
menghukum, berperilaku, dan bersikap, dan tidak boleh menganiaya seorang
pun.
10. Al-Barr
Al Barr ialah Dzat yang menyampaikan kebaikan kepada siapa saja yang
dikehendaki-Nya dengan lemah-lembut. Al-Barr yang mutlak itu ialah yang
semua kebajikan dan kebaikan itu berasal dari-Nya. Sedangkan seorang
hamba dapat menjadi barran sesuai dengan kebajikan yang ia lakukan,
terutama terhadap kedua ibu bapaknya dan guru-gurunya.
Diriwayatkan dari Nabi Musa a.s. ketika beliau berada di hadirat
Tuhannya, beliau melihat seorang laki-laki berada di sisi tiang ‘Arsy, lalu
beliau dengan keheranan bertanya kepada Tuhannya: “Oh Tuhan, dengan
amal apakah orang ini mencapai derajat ini?”
Allah menjawab: “Ia tidak pernah merasa iri kepada hamba-hamba-Ku
yang Aku beri karunia, dan dia juga sangat berbakti kepada ibu bapaknya.”
Berakhlak dengan ism ini menuntut anda agar banyak memberikan
manfaat kepada hamba-hamba Allah dan bersikap kasih terhadap mereka.
B. Menujukan perilaku orang yang mengamalkan sifat Allah dalam 10
Asmaul Husna (Al-‘Aziiz, Al-Ghaffaar, Al-Basith, An-Nafii`, Ar-Ra’uuf,
Al-Baar, Al-Hakim, Al-Fattah, Al-‘Adl, Al-Qayyuum) dalam kehidupan
sehari-hari
1. Al-‘Aziiz (Yang Maha Perkasa)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah Al-‘Aziiz (Yang Maha
Perkasa) di antaranya :
a. Seorang mukmin yang mengamalkan Al Aziz dengan cara menjadi
orang kuat secara fisik dan mental.
b. Dia tidak merokok, tidak makan dan minum yang haram, serta
menjauhi narkoba.
c. Orang yang secara mental dan melatih diri untuk bisa mengendalikan
diri dari diperbudak oleh hawa nafsu.
d. Menggunakan kekuatannya itu untuk tidak merugikan, menyakiti, dan
mencelakai orang lain.
e. Dia juga tidak sombong karena dia meyakini bahwa masih banyak
orang lain yang lebih kuat dari dirinya.
f. Selalu ingin agar kemampuan yang dimilikinya dapat bermanfaat untuk
membantu orang lain.
2. Al-Ghaffaar (Yang Maha Pengampun)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah Al-Ghaffaar (Yang
Maha Pengampun) sebagai berikut :
a. Menjadi sosok seorang yang mudah memaafkan kesalahan orang lain
b. Mampu merahasiakan keburukan-keburukan saudaranya (tidak
menyebarkan aib orang lain)
c. Tidak berkhianat
d. Tidak berburuk sangka tetapi selalu berhusnudzon kepada saudaranya
e. Tidak menggunjing orang lain
3. Al-Basith (Yang Maha Melapangkan)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah Al-Basith (Yang Maha
Melapangkan) sebagai berikut :
a. Berlapang dada saat ditimpa musibah
b. Selalu membagi rizeki yang ia miliki kepada orang lain (terutama
kepada yang lemah)
c. Tidak berlaku sombong apalagi kikir
d. Tidak suka menyusahkan orang lain
e. Rajin melaksanakan sholat dhuha
4. An-Nafii`(Yang Maha Pemberi Manfaat)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah An-Nafii`(Yang Maha
Pemberi Manfaat) sebagai berikut :
a. Menjadi pribadi yang selalu memberi manfaat kepada orang lain
b. Selalu berlaku sopan santun
b. Mengajak kepada yang ma’ruf
c. Mencontohkan perilaku yang sesuai dengan adab
5. Ar-Ra’uuf (Yang Maha Pengasih)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah Ar-Ra’uuf (Yang Maha
Pengasih) sebagai berikut :
a. Bersikap kasih sayang kepada orang lain
b. Bersikap ramah tamah
c. Bersikap Lemah lembut
d. Tidak suka marah
e. Murah senyum
6. Al-Baar (Yang Maha Dermawan)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah Al-Baar (Yang Maha
Dermawan) sebagai berikut :
a. Menyukai sedekah
b. Menyampaikan kebaikan dengan lemah lembut
c. Berbakti kepada ibu-bapak (kedua orang tua)
d. Berlaku hormat guru dan orang yang lebih tua
e. Tidak mudah merasa iri hati
f. Suka melakukan kebaikan
7. Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah Al-Hakim (Yang Maha
Bijaksana) sebagai berikut :
a. Memutuskan hukum dengan bijak
b. Tidak mudah terpengaruh
c. Rajin menuntut ilmu
d. Hanya takut kepada Allah (Allah yang Paling benar)
e. Merasa cukup meski dengan sesuatu yang sedikit
f. Bangun pagi dalam keadaan sehat (yakin dengan rizki Allah) Orang
yang wara’ (menjaga diri dari perbuatan yang tidak berguna)
g. Tidak merasa paling benar
h. Cerdas (tidak menuruti hawa nafsu)
i. Orang yang qana’ah (menerima)
j. Pandai bersyukur
k. Penyabar
8. Al-Fattah (Yang Maha Membuka Hati)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah Al-Fattah (Yang Maha
Membuka Hati) sebagai berikut :
a. Mau menerima pendapat orang lain
b. Mau berteman dengan siapa saja (tidak pilih kasih)
c. Menjadi pendengar yang baik saat orang lain menyampaikan pendapat
d. Mau membantu saudaranya mencarikan solusi atas masalahnya
e. Taat dan beriman kepada Allah
f. Menghibur saudara yang sedang sedih, gundah, dan gulana
9. Al-‘Adl (Yang Maha Adil)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah Al-‘Adl (Yang Maha
Adil) sebagai berikut :
a. Bersifat adil kepada kebenaran
b. Bijak dalam mengambil keputusan
c. Tidak membeda-bedakan antara si kaya dan si miskin
d. Menyukai ketentraman, keserasian, keseimbangan, keteraturan dan
ketertiban, serta keadilan
e. Tidak tahan dengan penderitaan, kerusakan, sakit hati, dan
kekacauan yang terjadi pada orang lain (selama dalam kebaikan dan
kebenaran)
f. Tidak mementingkan diri sendiri
g. Tidak mudah mengejek orang lain
10. Al-Qayyuum (Yang Maha Mandiri)
Beberapa perilaku yang mengamalkan sifat Allah Al-Qayyuum (Yang
Maha Mandiri) sebagai berikut :
a. Tidak bersikap manja
b. Mengatur urusan pribadi dengan baik
c. Mandiri (tidak mudah bergantung kepada orang lain)
C. Meneladani sifat-sifat Allah yang terkandung dalam 10 Asmaul Husna
(Al-‘Aziiz, Al-Ghaffaar, Al-Basith, An-Nafii`, Ar-Ra’uuf, Al-Baar, Al-
Hakim, Al-Fattah, Al-‘Adl, Al-Qayyuum) dalam kehidupan sehari-hari
1. Al-‘Aziiz (Yang Maha Perkasa)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna Al-‘Aziiz (Yang Maha Perkasa) sebagai berikut :
a. Menjaga kesehatan fisik (jasmani) dan mental (rohani)
b. Memelihara kehormatan diri dengan tidak meminta-minta kepada
orang lain (mau bekerja keras)
c. Menggunakan kelebihan yang dimiliki untuk memberi manfaat
kepada orang lain
d. Berusaha sekuat tenaga untuk selalu rajin bekerja dan tekun
2. Al-Ghaffaar (Yang Maha Pengampun)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna Al-Ghaffaar (Yang Maha Pengampun) sebagai berikut:
a. Memupuk sifat pemaaf
b. Lapang dada dan mudah memaafkan kesalahan orang lain
c. Tidak membeberkan aib orang lain, cacat, dan kesalahan orang lain
d. Memiliki rasa belas kasihan untuk tidak menganggap kesalahan
sebagai kesalahan.
3. Al-Basith (Yang Maha Melapangkan)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna Al-Basith (Yang Maha Melapangkan) sebagai berikut :
a. Berlapang dada atas segala sesuatu yang menimpa (kebaikan maupun
keburukan
b. Belajar untuk mengeluarkan zakat, sedekah maupun infaq
c. Selalu mencoba ringan tangan untuk membantu yang lemah
d. Menghindari sikap kikir dan sombong
4. An-Nafii`(Yang Maha Pemberi Manfaat)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna An-Nafii`(Yang Maha Pemberi Manfaat) sebagai berikut :
a. Berazzam untuk mampu memberikan manfaat kepada orang lain
sekuat tenaga
b. Banyak berdzikir kepada Allah
c. Berdo’a tentang kebaikan untuk dirinya dan orang-orang disekitarnya
d. Menjadi anak yang sholih/sholihah
e. Menaati etika/norma/adab yang berlaku
5. Ar-Ra’uuf (Yang Maha Pengasih)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna Ar-Ra’uuf (Yang Maha Pengasih) sebagai berikut :
a. Mencintai orang lain karena Allah semata
b. Menahan diri ketika marah
c. Berusaha menebar senyum setiap hari
d. Beramah tamah kepada siapa saja
6. Al-Baar (Yang Maha Dermawan)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna Al-Baar (Yang Maha Dermawan) sebagai berikut :
a. Mau menyisihkan sebagaian rezeki yang dimiliki untuk dibagikan
kepada yang lain
b. Menahan diri dari sifat iri, dengki
c. Patuh kepada kedua orang tua dan guru
d. Belajar memberikan manfaat kepada orang lain dengan penuh kasih
sayang
7. Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana) sebagai berikut :
a. Belajar untuk berlaku bijak dalam memutuskan segala persoalan
b. Mencintai ilmu pengetahuan
c. Belajar menjaga diri dari perbuatan tak berguna
d. Belajar menjadi orang yang qana’ah (menerima)
e. Belajar menjadi orang yang mudah bersyukur
f. Bersabar dalam segala hal
g. Berusaha bertindak sempurna dalam semua amal saleh
8. Al-Fattah (Yang Maha Membuka Hati)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna Al-Fattah (Yang Maha Membuka Hati) sebagai berikut :
a. Membuka hati untuk siapa saja dalam menerima kebaikan
b. Meyakini bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya
c. Meyakini bahwa Allah tidak akan membebani hamba-Nya diluar batas
kemampuannya
d. Menerapkan sikap tolong-menolong sesama
e. Mengasihi yang miskin
f. Menghindari (membenci) kedzaliman
9. Al-‘Adl (Yang Maha Adil)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna Al-‘Adl (Yang Maha Adil) sebagai berikut :
a. Berbicara, bersikap dan bertingkah laku terhadap orang lain dengan
baik
b. Menjaga ketentraman, keserasian, keseimbangan, keteraturan, dan
ketertiban
c. Mencoba membebaskan penderitaan, kerusakan, sakit hati, dan
kekacauan
d. Menahan diri dari rasa dendam
10. Al-Qayyuum (Yang Maha Mandiri)
Berikut adalah cara meneladani sifat Allah yang terkandung dalam
Asmaul Husna Al-Qayyuum (Yang Maha Mandiri) sebagai berikut :
a. Berusaha mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri
b. Melakukan segala hal dengan rajin dan tekun
c. Melepaskan diri dari ketergantungan kepada selain Allah karena
hanya Allah-lah tempat bergantung segala sesuatu