artikel semnaskan ugm antimikroba enhalus_abdul haris

Upload: dinnie-agustiani

Post on 05-Nov-2015

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ab

TRANSCRIPT

POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK DAN FRAKSI DAUN LAMUN Enhalus acoroides TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli

Abdul Haris 1,2, Arniati 1,2, Sulaiman Gosalam1, dan Nurfadilah3

1 Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin2Puslitbang Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Universitas Hasanuddin3Alumni Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antimikroba ekstrak dan fraksi lamun yang diambil dari padang lamun Kepulauan Spermonde, Kota Makassar. Ektraksi daun laum menggunakan cara maserasi, di rotavapor/diuapkan, selanjutnya diuji antimikroba. Esktrak yang memiliki aktivitas tertinggi difraksinasi menggunakan kolom kromatografi. Fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram yang relatif sama disatukan, selanjutnya diuapkan, dan diuji aktivitas antimikrobanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ekstrak metanol dan fraksi daun lamun yang memiliki potensi sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (gram positif) adalah ekstrak Enhalus acoroides yang diambil dari P. Lae-Lae Kecil, sedangkan ekstrak metanol daun lamun Enhalus acoroides yang diambil dari pulau Lae-Lae Besar dan Barrang Caddi tidak memiliki potensi sebagai antibakteri (jauh lebih kecil dari nilai daya hambat kontrol positifnya). Nilai daya hambat ekstraknya 8.40 mm, dan nilai daya hambat fraksi B-nya 7.68 mm dan fraksi C-nya 7.38 mm, Selain itu, ekstrak dan fraksi daun lamun Enhalus acoroides tidak memiliki aktivitas terhadap E. coli.

Kata Kunci: Enhalus acoroides, Spermonde, Kota Makassar, Antimikroba

ABSTRACTThis study aims to determine the antimicrobial potential of extracts and fractions taken from seagrass seagrass Spermonde Islands, Makassar. Seagrass leaf extraction using maceration method, in rotary evaporator/evaporated, then tested for antimicrobial. Extracts which had the highest activity of fractionated using column chromatography. Fractions that have the same relative chromatogram pattern to combined, then evaporated, and the tested antimicrobial activity. The results showed that the methanol extract and fractions of seagrass leaves that have potential as antibacterial against Staphylococcus aureus (gram positive) is Enhalus acoroides extract derived from P. Lae Lae-Minor, while the methanol extract of leaves of grass Enhalus acoroides taken from the island of Lae-Lae Besar and Barrang Caddi not have potential as antibacterial (much smaller than the value of the inhibition of the positive control). The value of the inhibition extract 8.40 mm, fraction B is 7.68 mm, and fractions C 7.38 mm, In addition, seagrass leaf extract and fractions Enhalus acoroides have no activity against E. coli.Key Word: Enhalus acoroides, Spermonde, Makassar City, Antimicrobial

PENDAHULUAN

Lamun adalah satu-satunya tumbungan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rizhoma, daun, dan akar sejati (Nontji, 1987). Saat ini terdapat 50 60 species lamun di dunia (Hemminga, 2002; Waycott, 2004) atau 66 species (den Hartog dan Kuo, 2006), sedangkan di Indonesia terdapat 7 genera, yaitu Enhalus, Thalassia, Halophila, Halodule, Cymodocea, Syrongidium, dan Thalssodendrom (Nontji, 1987). Lamun Enhalus hanya memiliki satu spesies, yaitu Enhalus acoroides. Lamun ini memiliki penyebaran yang luas, terutama di daerah tropis. Menurut Arsad et al. (2006) spesies yang umum ditemukan pada padang lamun adalah Enhalus acoroides dan Halophila ovalis. Sampai saat ini lamun Enhalus acoroides belum banyak dimanfaatkan secara ekonomi, seperti untuk pemanfaatan bioprospekting yang dikandungnya. Penelitian bioprospekting lamun Enhalus acoroides masih relative sedikit dilakukan, terutama di Indonesia. Penelitian bioprospekting hanya dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti yang dilakukan oleh Arlyza (2008) yang meneliti tentang aktivitas antibakteri ekstrak lamun Enhalus acroides terhadap bakteri Vibrio harveyii, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Aeromonas hydrophila; Qi et al. (2008) meneliti aktivitas ekstrak lamun E. acoroides terhadap beberapa bakteri laut; Alam et al. (1994) meneliti aktivitas antijamur dan antibakteri ekstrak metanol dan heksanaa terhadap beberapa jenis bakteri gram positif; Wisespongpand et al. (2005) meneliti aktivitas ekstrak metanol dan kloroform daun, rizhoma, dan akar lamun E. acoroides terhadap jamur Trichophyton mentagrophytes dan Microsporum gypseum. Hasil penelitian Ismail et al. (2012) menunjukkan bahwa ekstrak etil asetat pada konsentrasi 6,25 mg/ml tidak hanya mampu menghambat pertumbuhan semua bakteri uji (Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus), tetapi juga membunuh 50% dari sel-sel HeLa. Rumiantin (2011) melaporkan lamun Enhalus acoroides memiliki aktivitas antioksidan dengan perolehan nilai Inhibition Concentration (IC50) rata-rata dari ekstrak metanol adalah 115,79 ppm, ekstrak etil asetat adalah 153,39 ppm dan ekstrak n-heksana sebesar 937,61 ppm.Untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi lamun Enhalus acoroides untuk bidang farmasi dan bidang kesehatan secara umum, perlu dilakukan penelitian tentang bioaktifitasnya, khususnya terhadap bakteri pathogen yang sering menginfeksi manusia. Kepulauan Spermonde Kota Makassar dijadikan sebagai tempat untuk mengambil sampel lamun Enhalus acoroides tersebar luas di kawasan ini.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi antimikroba (Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Candida albicans) ekstrak dan fraksi lamun Enhalus acoroiudes yang diambil dari padang lamun Kepulauan Spermonde, Kota Makassar

METODE PENELITIANSampel daun lamun Enhalus acoroides diambil dari perairan Pulau Lae-Lae Kecil, Pulau Barrang Lompo, Pulau Bone Batang dan, Pulau Langkai, masing-masing sebanyak 1 kg. Daun lamun yang dipilih daun utuh, warna hijau dan ukuran daun yang hampir sama, dicuci dengan air laut untuk menghilangkan kotoran dan epifit, kemudian dicuci dengan air tawar untuk menghilangkan garam dan akuades untuk menghilangkan kaporit dan garam-garam mineral yang terkandung dalam air tawar, selanjutnya dikeringkan selama 3-4 hari.Setelah daun lamun kering diblender hingga jadi serbuk, lalu diekstraksi dengan perendaman metanol, untuk memisahkan filtrat dengan ampas daun lamun dilakukan penyaringan. Filtrat dimasukkan ke dalam rotavapor untuk memisahkan pelarut dan mendapatkan ekstrak. Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode diffussion agar dengan paper disc Kirby-Bauer Method (Barry et al, 1979). Pada media Nutrien Agar (NA) diinokulasi bakteri uji dengan teknik tuang. Sebanyak lima paper disc diletakkan secara aseptik di atas agar. Setiap paper disc ditetesi larutan ektrak daun lamun sebanyak 5 mg/30L, inkubasi 2x24 jam dan setiap 24 jam dilakukan pengamatan dan pengukuran diameter zona hambatan yang terbentuk berupa zona bening di sekitar paper disc. Bakteri uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakulltas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Ekstrak yang memiliki aktifitas tertinggi dilanjutkan dengan Pemisahan kandungan kimia dari ekstrak methanol p.a. lamun yang memiliki aktifitas tertinggi dilakukan dengan kromatografi kolom dengan fasa diam silika gel GF 60. Silika gel yang telah disuspensikan dengan n-heksana dimasukkan ke dalam kolom. Ekstrak metanol pekat dilarutkan dan ditambahkan silika gel dengan berat yang sama dan diuapkan sampai kering. Hasil preabsorbsi dimasukkan ke dalam kolom lalu dielusi dengan n-heksana, kemudian kepolaran eluen ditingkatkan dengan menambahkan etil asetat dan etanol secara bertahap. Komposisi eluen yang digunakan adalah n-heksana-etil asetat dan n-heksana-etanol (90:10, 80:20, 70:30, 60:40, 50:50, 40:60, 30:70 dan 20:80) dengan volume masing-masing eluen tersebut 100 ml. Fraksi yang keluar dari kolom ditampung dengan menggunakan botol vial dengan volume 30 ml. Fraksi yang didapatkan kemudian diuapkan sampai kering. Setelah itu, fraksi-fraksi ditotolkan ke kromatografi lapis tipis (KLT). Fraksi dengan nilai Rf dan pola kromatogram yang sama digabung, dan diuapkan pelarutnya. Selanjutnya diuji aktivitasnya menggunakan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Lenny, 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas ekstrak metanol lamun dari Kepulauan Spermonde Kota Makassar terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli didasarkan pada besarnya zona hambat (mm) pada medium Nutrien Broth disekitar paper disc. Aktivitas ekstrak metanol lamun jenis E. acoroides terhadap S. aureus dan E. coli tersaji pada Tabel 1, sedangkan aktivitas fraksi-fraksinya tersaji pada Tabel 2.

Tabel 1. Aktivitas Ekstrak Metanol Lamun Enhalus acoroides, control terhadap Bakteri S. aureus dan E. coli

ZonaPulauUlanganZona Hambat (mm)Konsentrasi 5mg/30 l per paper disc

S. aureusRata-RataE.coliRata-Rata

ILae-Lae Besar10000

200

300

400

Lae-Lae Kecil

17.308.4000

27.100

310.000

48.200

IIBone Batang14.002.5000

21.000

Barrang Caddi10000000

20

30

40

IIIKodingareng Keke-----

IVLangkai-----

Lanjukang-----

Keterangan: - = tidak didapatkan jenis lamunnya atau populasinya kecilZona hambat ekstrak lamun E. acoroides terhadap S. aureus pada setiap zona maupun pulau berbeda antara satu dengan yang lainnya. Zona hambat tertinggi didapatkan pada P. Lae-Lae Kecil (Zona I) dan zona hambat terendah pada P. Bone Batang (Zona II), sedangkan pada P. Lae-Lae Besar (Zona I) dan P. Barrang Caddi (Zona II) tidak didapatkan zona hambat (Tabel 1). Sebaliknya, zona hambat ekstrak lamun E. acoroides terhadap E.coli pada semua zona dan pulau tidak memberikan daya hambat sama sekali. Ekstrak lamun E. acoroides yang yang difraksinasi adalah ekstrak yang memiliki aktivitas tertinggi, yaitu esktrak berasal dari P. Lae-Lae Kecil. Hasil Uji daya hambat menunjukkan bahwa fraksi yang memiliki aktivitas tertinggi terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah fraksi B, kemudian disusul fraksi C, fraksi F, dan yang memilki aktivitas terendah adalah fraksi E, sedangkan fraksi A dan D tidak memiliki aktivitas (Tabel 2). Semua fraksi lamun (A, B, C, D, E, dan F) tidak memiliki aktivitas terhadap bakteri Escherichia coli (Tabel 2). Tabel 2. Aktivitas Fraksi-Fraksi Lamun Enhalus acoroides terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

Fraksi UlanganZona Hambat (mm)

S. aureusRata-RataE.coliRata-Rata

A10.000.000.000.00

20.000.00

30.000.00

B18.007.680.000.00

29.000.00

36.050.00

C19.057.380.000.00

27.000.00

36.100.00

D10.000.000.000.00

20.000.00

30.000.00

E13.052.820.000.00

23.100.00

32.300.00

F15.003.750.000.00

22.250.00

34.000.00

Rendahnya zona hambat fraksi (Tabel 2) dari ekstrak lamun (Tabel 1) E. acoroides diakibatkan oleh hilangnya efek sinergitas dan aditif senyawa-senyawa yang terkandung di dalam ekstrak. Pada saat fraksinasi, senyawa-senyawa yang terkandung didalam ekstrak terpisah-pisah pada fraksi-fraksi yang yang didapatkan sesuai dengan kepolaran setiap fraksinya. Senyawa polar akan larut pada fraksi polar, senyawa semi polar akan larut pada fraksi semi polar, dan senyawa non polar akan larut pada fraksi non polar. Tingginya aktivitas fraksi B dan C dari fraksi lainnya terhadap bakteri S. aureus, karena pada fraksi tersebut banyak senyawa yang terfraksinasi dari ekstraknya. Perbedaan aktivitas ekstrak lamun E. acoroides terhadap S. aureus pada setiap zona dan pulau diakibatkan oleh perbedaan kondisi lingkungan biotik dan abiotiknya melalui gradien faktor-faktor lingkungan di habitatnya. Menurut Motomasa dan Kitagawa (1994) untuk mempertahankan diri bertahan hidup maka organisme memproduksi metabolit sekunder. Metabolit sekunder adalah senyawa-senyawa hasil biosintetik turunan dari metabolit primer yang umum diproduksi oleh organisme yang berguna untuk pertahanan diri dari lingkungan dan serangan organisme lain. Kondisi lingkungan yang buruk seperti tingginya kekuatan ionik pada air laut, kekeruhan (intensitas cahaya kurang masuk ke dalam perairan), tekanan lingkungan (seperti pencemaran) memungkinkan organisme laut menghasilkan metabolit yang mempunyai struktur kimia yang spesifik dan bervarisi yang sangat berpengaruh terhadap bioaktivitasnya. Perbedaan tingkat grazing ikan-ikan herbivore dan biota-biota bentik lainnya terhadap lamun merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan aktivitas ekstrak lamun terhadap bakteri pathogen. Lamun yang mengalami tingkat grazing yang tinggi cenderung mengandung konsentrasi metabolit sekunder yang tinggi dan aktivitasnya. Memproduksi metabolit sekunder bagi lamun sangat penting untuk melindunginya dari grazing. Oleh karena itu, jika tingkat grazing meningkat, maka laju produksi metabolit sekunder juga meningkat. Namun kondisi ini bukan merupakan fenomena yang umum karena keberadaan metabolit sekunder secara kualitatif dan kuantitatif dipengaruhi oleh banyak faktor. Konsentrasi dan aktivitas metabolit sekunder yang terkandung di dalam ekstrak lamun memiliki skala variasi yang luas. Jenis lamun yang sama dapat menghasilkan metabolit sekunder dengan konsentrasi dan aktivitas yang berbeda atau mengandung struktur gugus kimiawi yang berbeda. Oleh karena itu, konsentrasi dan aktivitas metabolit sekunder juga bervariasi secara spasial dan temporal. Secara spasial, konsentrasi dan aktivitas metabolit sekunder bervariasi antara bagian-bagian dari lamun (akar, rhizome dan daun), bervariasi antara lokasi yang terpisah dari beberapa meter sampai ratusan kilometer, sedangkan variasi temporal dapat terjadi pada skala hari, bulan, dan tahun. Ketidakaktifan ekstrak lamun E. acoroides terhadap bakteri S. aureus di P. Lae-Lae Besar (Zona I) dan P. Barrang Caddi (Zona II) diduga diakibatkan oleh tidak adanya alokasi sumberdaya untuk memproduksi metabolit sekunder. Alokasi sumberdaya lamun E. acoroides banyak terpakai dan dialihkan untuk proses bertumbuh, adaptasi terhadap lingkungan (yang relative keruh dan kemungkinan banyaknya pencemaran), dan untuk bereproduksi. Kemungkinan lain adalah tingkat predasi ikan-ikan herbivore dan biota bentik yang rendah. Di Pulau Lae-Lae Besar penutupan lamun sangat jarang, dan hanya spot-spot kecil, sehingga ikan-ikan herbivora dan biota asosiasi populasinya juga kecil. Penutupan lamun sangat berkorelasi dengan kelimpahan ikan dan biota asosiasinya, karena padang lamun merupakan tempat berlindung dan mencari makan. Penelitian Syari (2005) pada padang lamun di Pulau Lepar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mendapatkan delapan spesies gastropoda dari enam genus, lima famili dan tiga ordo; Hesdianti (2011) di P. Barrang Lompo, Sulawesi Selatan mendapatkan kepadatan landak laut Tripneustes gratilla (63.69 ind/m2), Diadema setosum (23.10 ind/m2), Echinotrix calamaris (6.10 ind/m2), Echinotrix diadema (2.47 ind/m2), Echinometra mathai (1.33 ind/m2), dan Mespilia globulus (1.33 ind/m2); Syahailatua (1987) di Perairan P. Ambon mengumpulkan 1850 spesimen ikan yang terdiri dari 59 spesies ikan dan mewakili 31 famili; Moosa dan Aswandy (1992) di perairan Lombok Selatan mendapatkan 22 spesies krustase dengan kepadatan rata-rata berkisar 90 145 individu per m2 luas permukan dasar; Ambo-Rappe (2011) di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan menemukan 31 spesies makroalga epifit yang berasosiasi pada daun lamun.Pada Tabel 2 terlihat juga bahwa semua ekstrak lamun E. acoroides yang diambil dari P. Lae-Lae Besar, P. Lae-Lae Kecil, P. Bone Batang, dan P. Barrang Caddi, serta semua fraksinya (A, B, C, D, dan E) tidak aktif terhadap bakteri E. coli. Hal ini diakibatkan oleh tidak mampunya senyawa aktif pada ekstrak dan fraksi lamun menghambat dan mematikan sel-sel bakteri E. coli. Menurut Schunack et al. (1990) kerja senyawa antibakteri dapat bermacam-macam, bergantung pada struktur molekulnya. Kerja ini dapat berupa menghambat sintesis dinding sel, mengganggu kepaduan membrane, menghambat sintesis asam nukleat, menghambta sintesis protein, dan menghambat sintesis molekul kecil esensial. Jika dibandingkan dengan S. aureus, dinding sel E. coli lebih tebal, sedangkan S. aureus lebih tipis. Pelczar dan Chan (1988) menyatakan bahwa E. coli merupakan bakteri gram negatif yang struktur dinding selnya berlapis tiga, sedangkan bakteri S. aureus adalah bakteri gram positif yang berdinding sel berlapis tunggal.Struktur dinding sel bakteri S. aureus yang berlapis tunggal dan relatif sederhana akan memudahkan masuknya zat-zat yang dapat merusak sel bakteri, sedangkan bakteri E. coli struktur dinding selnya berlapis tiga, yang terdiri dari lipopolisakarida, peptidoglikan, dan protein. Lipopolisakarida ini mengandung antigen O dan endotoksin (Pelczar dan Reid, 1958), antigen O, K, dan H, yang terdiri dari lebih 170 antigen O, 56 antigen K, dan sejumlah antigen H (Murray et al., 1990). Antigen O yang dimiliki oleh bakteri E. coli dapat dipakai melindungi selnya dari perubahan lingkungan dan juga menyebabkan dinding sel tidak mudah dipisahkan dari sel bakteri oleh enzim pengurai (Pelczar dan Reid,1958), sedangkan antigen K yang dimiliki oleh bakteri Escherichia coli dipakai sebagai pertahanan terhadap reaksi bakterisida (Todar,1997 dalam Murtini, 2001). Antigen O berasal dari permukaan sel atau badan sel (somatik), sedangkan antigen H berasal dari flagel (Schlegel dan Schmidt, 1994). Dinding sel bakteri gram positif banyak mengandung teikoat, asam teikoronat, dan molekul polisakarida, sedangkan dinding sel bakteri gram negatif berisi tiga komponen yaitu lipoprotein, membrane terluar yang mengandung porin (molekul protein), dan lipopolisakarida. Porin pada membran terluar dinding sel bakteri gram negative tersebut bersifat hidrofilik. Kemungkinan porin yang terkandung pada membrane terluar tersebut menyebabkan molekul-molekul komponen ekstrak lebih sukar masuk ke dalam sel bakteri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat dari porin dan komponen ekstrak, dimana porin bersifat hidrofilik sedangkan ekstrak bersifat hidrofobik (Iskandar et al., 2009).Menurut Todar (1997) dalam Sofiani (2003), berdasarkan aksinya zat antibakteri terdiri dari tiga kategori : a) zat antibakteri berspektrum luas yaitu efektif melawan prokariot baik membunuh atau menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif dalam ruang lingkup yang luas; b) zat antibakteri spekrtum sempit yaitu hany efektif melawan sebagian bakteri gram positif atau bakteri gram negatif dan; c) zat antibakteri spektrum terbatas yaitu efektif melawan suatu spesies tertentu. Jadi kemungkinan bahan aktif dari ektrak daun lamun Enhalus acoroides termasuk kategori antimikroba spektum terbatas hanya mampu melawan bakteri Gram positif.Efek penghambatan ekstrak metanol lamun jenis E. acoroides terhadap bakteri S. aureus karena di dalam ekstrak terkandung senyawa aktif yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri dan juga mematikannya. Senyawa-senyawa ini kemungkinan besar dapat dijadikan sebagai lead compound untuk berbagai keperluan, terutama untuk bidang farmasi dan industri kimia secara umum.Senyawa aktif yang terkandung pada ekstrak dan fraksi lamun E. acoroides adalah flavonoid dan atau asam sulfat fenol (McMillan et al.,1980), senyawa fenol (Rumiantin, 2011); flavonoid berupa luteolin 7,4'-diarabinoside, luteolin 3'7-dirhamnoside, chrysoeriol 7-xyloside (Umi-Kalsom et al., 2002); luteolin, luteolin 49-glucuronide, luteolin 39-glucuronide (Stochmal et al., 2001), apigenin (Shen et al., 1993), stigmasta-4,22-dien-6b-ol-3-one (Della Greca et al., 1990); stigmasta-4,22-dien-3,6-dione, stigmast-22-en-3-one (Fernandez et al.,1983); stigmasta-5,22-dien-3-O-b-D-glucopyranoside, daucosterol (Alam et al., 1996); hexacosyl alcohol, and p-hydroxy-benzaldehyde (Amarendra and Ghosh, 1987); mengandung sterol dan komponen asam lemak dari daun segarnya, seperti sitosterol, stigmasterol, palmitic acid, linoleic acid, dan linolenic acid (Gillan et al.,1984); Tiga senyawa telah diisolasi dari ekstrak n-heksana yaitu asam palmitat, stigmast-I,5-dien-7-on (sakarostenon); Dari ekstrak etil asetat telah diisolasi tiga senyawa yaitu stigmast-5,22-dien-3-ol (stigmasterol), stigmast-5-en-3-ol (sitosterol); Dari ekstrak metanol telah diisolasi dua senyawa glikosida flavonoid yaitu 5,7,31,4'- tetrahidroksi, flavon glikosida dan 5,7,41-trihidroksi flavon glikosida (Elfahmi, 1997).

KESIMPULAN1. Ekstrak metanol lamun yang memiliki potensi sebagai antibakteri Staphylococcus aureus (Gram positif) adalah ekstrak lamun jenis Enhalus acoroides yang diambil dari P. Lae-Lae Kecil (8.40 mm)2. Fraksi Lamun Enhalus acoroides yang diambil dari P. Lae-Lae Kecil yang memiliki potensi sebagai antibakteri Staphylococcus aureus (Gram positif) adalah fraksi B (7.68 mm) dan fraksi C (7.38 mm)3. Ekstrak metanol dan fraksi Lamun Enhalus acoroides dari Kepulauan Spermonde Kota Makassar tidak memiliki aktivitas terhadap bakteri E.coli

DAFTAR PUSTAKA

Alam, M.S., N. Chopra, M. Ali and M. Niwa, 1996. Oleanen and stigmasterol derivatives from Ambroma augusta. Phytochemistry41: 11971200.

Amarendra, P. and G. Ghosh, 1987. Carbon-13 NMR spectra studies on chalcones and acetophenones. Magn. Reson.Chem. 25: 734742.

Ambo-Rappe, 2011. Asosiasi Makroalga Epifit Pada Berbagai Jenis Lamun Di Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Prosiding Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan VIII ISOI 2011, Hotel Sahid Jaya, Makassar, 25-27 September 2011

Arlyza, I.S., 2008. Ekstrak Lamun Sebagai Sumber Alternatif Antibakteri Penghambat Bakteri Pembentuk Biofilm. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia (2008) 34 (2):223 - 241

Arsad, A., J.S. Bujang, and M.H. Zakaria, 2006. "Distribution and Significance of Seagrass Ecosystems in Malaysia ". Aquatic Ecosystem Health and Management Society, 9, pp. 203-214.

Barry, A.L., M.B. Coyle, C. thornsberry, E.H. Gerlach, and R.W. Hawkinsons. 1979. Methods of Measuring Zones of Inhibition with the Bauer- Kirby Disk Susceptibility Test. Journal of Clinical Microbiology, 10 (6): 885-889Della Greca, M., P. Monaco and L. Previtera, 1990. Stigmasterols from Typha latifolia. J. Nat. Prod. 53: 14301435.

Elfahmi, 1997. Telaah Fitokimia dan Uji Hayati Pendahuluan Lamun Enhalus Acoroides (L.F) Royl. Tesis. Institut Teknologi Bandung

Fernandez, M., J.R.I. Pedro and E. Seoane, 1983. Constituents of a hexane extract of Phoenix dactylifera. Phytochemistry 22: 20872088.

Gillan, F.T., R.W. Hogg and E.A. Drew, 1984. The sterol and fatty acid compositions of seven tropical seagrasses from North Queensland, Australia. Phytochemistry 23: 28172821.

Hemminga, M.A. and C.M. Duarte, 2000. Seagrass Ecology. Published by The Press Syndicate of the University of Cambridge, United Kingdom

Hesdianti, E., 2011. Interaksi Landak Laut dan Lamun Di Pulau Barrang Lompo, Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan. Skripsi. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Iskandar , Y, D. Rusmiati, R.R. Dewi, 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) terhadap Bakteri Escherichia Coli dan Bacillus cereus. Jurusan Farmasi Fakultas MIPA Universitas Padjadjaran

Ismail, M.S.A.M., M.F. Ismail, N. Bohari, N.F.M. Jalani, A.A.Zamri, and Z.M.Zain, 2012. Antimicrobial and anticancer properties of leaf extracts of Seagrass Enhalus acoroides. International Journal of Undergraduate Studies, 1(1), 32-36, 2012

McMillan, C., O. Zapata, dan L. Escobar, 1980. Sulphated phenolic compounds in seagrasses. Aquatic Botany Volume 8, 1980, Pages 267278

Moosa, M.K. dan I. Aswandy, 1992. Krustase dari Padang Lamun di Perairan Lombok Selatan. Balitbang Biologi, Puslitbang Osenaologi-LIPI

Murtini, S., 2001. Produksi Antibodi Monoklonal Antiprotease Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nontji, A., 1987. Laut Nusantara. Penerbit Jambatan, Jakarta. Hal. 156-160

Pelczar, M.J., Reid RD., 1958. Microbiology. Tokyo: McGraw-HillBook Company Inc.

Pelczar, M.J.Jr., ECS.Chan, 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Element of Microbiology.

Pelczar, MJ, ECS. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jilid I. Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo. UI Press, Jakarta

Qi, S.H., S. Zhang, P.Y. Qian and B.G.Wang, 2008. Antifeedant, antibacterial, and antilarval compounds from the South China Sea seagrass Enhalus acoroides. Botanica Marina, 51, pp. 441-447.

Rumiantin, 2011. Kandungan Fenol, Komponen Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Lamun Enhalus Acoroides. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Schlegel, H.G., K. Schmidt, 1994. Mikrobiologi Umum. Baskoro RMT, penerjemah; Wattimena JR, penyunting. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Allgemeine Mikrobiologie.

Schuneck, W., K. Meyer dan M. Haake, 1990. Senyawa Obat. Edisi kedua. Terjemahan J.R. Wattimena dan S. Subito. Gadjah Mada Uni. Press. Yogyakarta

Shen, C.C., Y.S. Chang and L.K. Ho, 1993. Nuclear magnetic resonance studies of 5,7-dihydroxyflavoids. Phytochemistry 34: 843845.

Sofiani, Y.S., 2003. Isolasi, Pemurnian dan Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Sinensetin dari ektrak daun kumis kucing (Orthosiphoris aristatus). Skripsi. IPB. Bogor

Syari, I.A., 2005. Asosiasi Gastropoda Di Ekosistem Padang Lamun Perairan Pulau Lepar Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

Umi-Kalsom, Y., K. Misri, S.B. Japar, dan M.N. Zahrina, 2002. Flavonoid Compounds of Enhalus Acoroides (Hydrocharitaceae). Malays. Appl. Biol. (June 2002) 31(1): 9-12

Waycott, M., K. McMahon, J. Mellors, A. Calladine, and D. Kleine, 2004. A Guide to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pacific. James Cook University, Townsville-Queensland-Australia

Wisespongpand, P., Srisombat, T., Patarajinda, S., Aryuttaka, C., 2005. Screening of seagrass extracts for antimicrobial activities. Proceedings of 43rd Kasetsart University Annual Conference, Thailand, 1-4 February, 2005. Subject: Fisheries

11