aritmia

13
DESKRIPSI PENYAKIT A. Pendahuluan Jantung dapat diibaratkan sebagai suatu organ dengan empat rongga. Di sebelah kanan, darah masuk dari pembuluh tubuh ke dalam serambi (atrium), dipompa ke bilik kanan (ventrikel), dan lalu ke paru-paru, darah yang kaya oksigen dikembalikan ke serambi kiri, yang memompanya ke dalam bilik kiri dan seterusnya melalui aorta ke semua organ tubuh (sirkulasi besar). Kontraksi myocard diatur oleh aliran listrik kecil. Di dinding serambi kanan terdapat suatu “pacemeker” alami (simpul sinus), yang secara teratur melepaskan arus listrik kecil. Sel-sel pacemaker ini berbeda dengan sel myocard yang memperlihatkan depolarisasi spontan, lambat pada waktu diastole (Fase 4) disebabkan karena arus positif masuk yang dilakukan oleh alirn kalsium. Impuls ini menjalar melalui kedua serambi, tetapi tidak bisa mencapai bilik, karena antara kedua serambi dan kedua bilik terdpat suatu lapisan isolasi. Impuls dapat melalui batas ini ke bilik hanya di satu tempat, yakni di simpul AV (atrio-ventikuler). Di sini arus ditahan sekadar sampai bilik terisi penuh dengan darah secara optimal, sehingga dicapai fungsi pompa yang seefisien mungkin. Impuls lalu menjalar dengan cepat melalui saraf-saraf Bundle dari HIS ke kedua bilik. Dengan demikian, setiap kali sesudah serambi menguncup, segera (setelah ca 0,18 sekon) balik akan berkontraksi. Ritme normal terletak antara 70 dan 80 denyut per menit. B. Definisi Aritmia didefinisikan sebagai hilangnya ritme jantung terutama ketidakaturan pada detak jantung, meliputi kondisi yang disebabkan ketidaknormalan laju, keteraturan, atau urutan aktivasi jantung. C. Penyebab Aritmia Sebagian besar aritmia terjadi karena abrasi pembentukan impuls (otomatisitas yang abnormal) atau dari konduksi impuls yang mempunyai kelainan. 1. Otomatisitas yang abnormal : nodus SA menunjukan kecepatan depolarisasi fase 4 tercepat dan karena itu, memperlihatkan pengeluaran arus dengan kecepatan lebih tinggi dibandingkan yang terjadi pada sel-sel pacemeker sebagai otomataisitas. Karena itu, nodus SA menetapkan gerakan kontraksi

Upload: dinnie-agustiani

Post on 02-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

farmakoterapi

TRANSCRIPT

Page 1: ARITMIA

  DESKRIPSI PENYAKIT

A.  Pendahuluan

Jantung dapat diibaratkan sebagai suatu organ dengan empat rongga. Di sebelah kanan,

darah masuk dari pembuluh tubuh ke dalam serambi (atrium), dipompa ke bilik kanan

(ventrikel), dan lalu ke paru-paru, darah yang kaya oksigen dikembalikan ke serambi kiri,

yang memompanya ke dalam bilik kiri dan seterusnya melalui aorta ke semua organ  tubuh

(sirkulasi besar).

Kontraksi myocard diatur oleh aliran listrik kecil. Di dinding serambi kanan terdapat suatu

“pacemeker” alami (simpul sinus), yang secara teratur melepaskan arus listrik kecil.  Sel-sel

pacemaker ini berbeda dengan sel myocard yang memperlihatkan depolarisasi spontan,

lambat pada waktu diastole (Fase 4) disebabkan karena arus positif masuk yang dilakukan

oleh alirn kalsium. Impuls ini menjalar melalui kedua serambi, tetapi tidak bisa mencapai

bilik, karena antara kedua serambi dan kedua bilik terdpat suatu lapisan isolasi. Impuls

dapat melalui batas ini ke bilik hanya di satu tempat, yakni di simpul AV (atrio-ventikuler). Di

sini arus ditahan sekadar sampai bilik terisi penuh dengan darah secara optimal, sehingga

dicapai fungsi pompa yang seefisien mungkin. Impuls lalu menjalar dengan cepat melalui

saraf-saraf Bundle dari HIS ke kedua bilik. Dengan demikian, setiap kali sesudah serambi

menguncup, segera (setelah ca 0,18 sekon) balik akan berkontraksi. Ritme normal terletak

antara 70 dan 80 denyut per menit.

B.   Definisi

Aritmia didefinisikan sebagai hilangnya ritme jantung terutama ketidakaturan pada detak

jantung, meliputi kondisi yang disebabkan ketidaknormalan laju, keteraturan, atau urutan

aktivasi jantung.

C.   Penyebab Aritmia

Sebagian besar aritmia terjadi karena abrasi pembentukan impuls (otomatisitas yang

abnormal) atau dari konduksi impuls yang mempunyai kelainan.

1. Otomatisitas yang abnormal : nodus SA menunjukan kecepatan depolarisasi fase 4

tercepat dan karena itu, memperlihatkan pengeluaran arus dengan kecepatan lebih tinggi

dibandingkan yang terjadi pada sel-sel pacemeker sebagai otomataisitas. Karena itu,

nodus SA menetapkan gerakan kontraksi myocard, dan pecemeker laten didepolarisasi

oleh impuls-impuls yang datang dari nodus SA. Tetapi, jika sisi jantung selain dari nodus

SA menunjukan otomatisasi tempat itupun dapat menghasilkan stimuli yang kompetitif,

Page 2: ARITMIA

sehingga terjadi aritmia. Otomatisasi abnormal dapat juga terjadi jika sel-sel myocard

rusak misalnya karena hipoksia atau gangguan keseimbangan kalium. Sel-sel ini dapat

sebagai depolarisasi tetap serjadilama diastole dan karena itu, dapat mencapai nilai

ambang letusan lebih awal daripada sel normal. Loncatan otomatik abnormal dapat

terjadi.

2. Efek obat pada otomatisitas : sebagian besar obat-obat antiaritmia menekan otomatisitas

(1) dengan mengurangi kecuraman depolarisasi Fase 4 (diastolik) dan/atau (2)

meningkatkan nilai ambang lepasan terhadap voltse negatif yang lebihh rendah. Obat-

obat ini menyebabkan penurunan loncatan frekuensi, suatu efek yang lebih nyata pada

sel-sel pada pacemeker yang ektopik daripada sel-sel normal.

3. Abnormalitas pada konduksi impuls : impuls-impuls dari pusat-pusat pacemeker yang

lebih tinggi biasanya berjalan ke bawah saluran yang membagi menjadi dua cabang

untuk mengaktifkan seluruh permukaan ventrikel. Suatu fenomena yang disebut reentry

dapat terjadi jika blokade satu arah disebabkan oleh kerusakan myocard atau periode

refrakter yang terpanjang menimbulkan saluran konduksi yang abnormal. Reentry adalah

penyebab paling sering untuk aritmia dan dapat terjadi pada segala tingkat sistem

konduksi jantung.

4. Efek obat-obat pada kelainan konduksi : obat-obat antiaritmia menghambat reentry

dengan memperlambat konduksi atau meningkatkan periode refrakter yang diperlukan

untuk mengubah hambatan tidak searah menjadi blok dua arah.

D.   Patofisiologi

1. Aritmia Supraventrikular

1. Fibrilasi Atrium atau Flutter Atrium

Fibrilasi atrium dikarakterisasi dengan kecepatan yang ekstrim (400 sampai 600

denyut/menit) dan terjadi ketidakteraturan aktivasi atrium. Selain itu, pada fibrilasi atrium

juga terjadi kehilangan kontraksi atrium, dan impuls supraventrikular masuk ke sistem

konduksi atrioventrikular (AV) pada berbagai tingkatan, yang menyebabkan aktivasi

ventrikular tak teratur dan ketidakteraturan denyut (120 sampai 180 denyut/menit).

Flutter atrium dikarakterisasi oleh aktivasi atrium yang ceepat (270 – 330 denyut

atrium/menit) namun teratur. Respon ventrikular umumnya memiliki pola biasa dan

denyutnya 300 denyut/menit. Aritmia tersebut tidak sesering fibrilasi atrium, tetapi

memiliki faktor penyebab, konsekuensi, dan terapi obat yang sama.

Mekanisme utama fibrilasi atrium dan fluter atrium adalah reentry, umumnya

berhubungan dengan penyakit jantung organik yang menyebabkan distensi atrium

(misal : iskemia atau infrak, penyakit jantung hipertensif, gangguan katup jantung).

Gangguan lain yang berhubungan adalah embolus pulmonari akut dan penyakit paru-paru

kronik hasilnya merupakan hipertensi pulmonar dan cor pulmonale serta tingginya tonus

Page 3: ARITMIA

adrenergik, seperti tirotoksikosis, reaksi putus obat dari alkohol, sepsis, aktivitas fisik

berlebihan.

1. Takikardia Supraventrikular Paroksismal yang disebabkan Reentry

Takikardia Supraventrikular Parosimal (PSVT) muncul karena

mekanisme reentrant termasuk aritmia yang disebabkan oleh reentrynodus

AV, reentry yang melibatkan jalur AV anomali, reentry nodus sinoatrium (SA),

dan reentry intra-atrium.

1. Takikardia Atrium Otomatik

Takikardia atrium otomatik seperti takikardia atrium multifokal tampaknya berasal dari

fokus supraventrikular yang memiliki sifat otomatik meningkat. Beberapa penyakit pulmonar

menjadi penyebab gangguan pada 60 sampai 80% penderita.

1. Aritmia Ventrikular

a.     Kompleks Vertikular Prematur (Premature Verticular Complexes, PVC)

PVC merupakan gangguan ritme ventrikular yang umum terjadi pada penderita dengan atau

tanpa penyakit jantung dan diperoleh secara eksperimental otomatis abnormal, aktivitas

pemicu, atau mekanismereentrant.

b.    Takikardia Ventrikular (VT)

VT diklasifikasikan oleh tiga atau lebih PVC secara bersamaan yang terjadi pada

kecepatan lebih dari 100 denyut/menit. Hal ini umum terjadi pada infrak miokardinal (MI)

akut. Kasus lainya adalah beberapa kelainan elektrolit (misal : hipokalemia),

hipokalsemia, dan toksisitas digitalis. Penyakit kronik yang berulang kali terjadi/sering

biasanya berhubungan dengan adanya penyakit jantung organik yang menyebabkannya

(kardiomiopati akibat dilatasi idiopati atau MI jauh dengan aneurisma vertikel kiri.

VT yang berlanjut memerlukan terapi untuk mengembalikan kestabilan ritme yang

berlangsung relatif lama (biasanya lebih dari 30 detik). VT yang tidak terus-menerus

berakhir sendiri setelah durasi pendek (biasanya kurang dari 30 detik). VT yang terus-

menerus mengacu pada VT yang terjadi lebih sering dari ritme sinus, oleh karena itu VT

menjadi ritme yang dominan. Olahraga dapat menginduksi VT yang terjadi selama tonus

simpatetik tinggi (misal : energi fisik yang tinggi). VT monoformik memiliki konfigurasi

QRS yang konsisten sedangkan VT poliformik memiliki kompleks QRS yang beragam.

Torsades de point (TdP) adalah VT poliformik yang kompleks QRSnya terjadi sepanjang

sumbu pusat.

c.     Proaritmia Ventrikular

Proaritmia merupakan perkembangan aritmia baru yang signifikan (misal: VT, fibrilasi

ventrikular, atau TdP) atau aritmia yang lebih parah dari yang sebelumnya. Proaritmia ini

Page 4: ARITMIA

memiliki mekanisme yang sama dengan aritmia lain atau perubahan substrat yang

mendasarinya karena obat antiaritmia.

d.    Takikardia Monomorfik Ventrikular Tanpa Jeda

Walaupun proaritmia yang terikat dengan obat tipe Ic pada awalnya diperkirakan terjadi

dalam beberapa hari saat dimulainya pemakaian obat, resiko akan selalu ada selama terapi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penderita pada tipe proaritmia ini adalah aritmia

ventrikular, penyakit jantung iskemia, kelemahan fungsi ventrikular kiri.

e.     Torsades De Pointes (TdP)

TdP merupakan bentuk cepat dari VT polimorfik yang berhubungan dengan tertundanya

repolarisasi ventrikular karena blokade konduktansi kalium. TdP dapat berupaturunan atau

dapatan. Bentuk dapatan berhubungan dengan banyak kondisi klinik dan obat, terutama

tipe blocker Ia dan III Ikr . TdP karena kinidin atau sinkop kinidin terjadi pada 4 – 8 %

penderita yang diterapi obat ini.

f.     Fibrilasi Ventrikular (VF)

VF merupakan kekacauan elektrik pada ventrikel, yang menyebabkan tidak adanya curah

jantung dan kolaps kardiovaskular secara tiba-tiba. Kematian jantung mendadak umumnya

terjadi pada penderita dengan iskemia jantung dan miokardial primer yang berhubungan

dengan disfusi ventrikel kiri. VF yang berhubungan dengan MI akut dapat diklasifikasikan

sebagai berikut (1) primer (MI yang tidak disertai dan tidak behubungan dengan gagal

jantung) atau (2) sekunder (MI disertai gagal jantung)

1. Bradiaritmia

Bradiaritmia sinus asimtomatik (denyut jantung kurang dari 60 denyut/menit) umum

terjadi pada anak muda dan individu aktif secara fisik. Beberapa penderita dengan

disfungsi nodus sinus (sindrom sinus) disebabkan oleh penyakit jantung organik dan

proses penuaan normal, gangguan fungsi nodus SA. Nodus sinus biasanya representasi

dari penyakit konduksi yang menyebar, yang dapat disertai blok AV dan takikardia

paroksimal, seperti fibrilasi atrium. Pergantian bradiaritmia dan takiaritmia disebut

sebagai sindrom taki-bradi.

Blok AV atau konduksi AV yang tertunda dapat terjadi di beberapa area sistem konduksi

AV. Blok AV dapat ditemukan pada pasien tanpa penyakit jantung yang mendasarinya

(misal : atlet terlatih) atau selama tidur saat tonus vegal tinggi. Kelainan dapat terjadi

sesaat bila penyebabnya bersifat reversible (misal : miokarditis, iskemia miokardial,

setekah operasi jantung, selama terapi obat). B blocker, digitalis, atau antagonis kalsium

Page 5: ARITMIA

dapat menyebabkan blok AV terutama pada area nodus AV. Antiaritmia tipe I dapat

memperburuk penundaan konduksi di bawah level nodus AV. Blok AV dapat ireversible

jika penyebabnya adalah MI akut, penyekit degeneratif yang jarang, penyakit miokardinal

primer, atau kondisi kongenital.

D.   Manifestasi Klinik

Trakikardia supraventrikular dapat menyebabkan manivestasi klinik yng beragam mulai

dari tidak ada gejala hingga palpitasi minor dan atau denyut yang tidak umum dan gejala

yang mengancam jiwa. Penderita dapat mengalami pusing atu pingsan akut ; gejala gagal

jantung; nyeri dada angina; atau lebih seringnya adalah sesak nafas atau sensasi tekanan

atu tercekik selama periode takikardia.

Fibrilasi dan flutter atrium termanifestasi oleh secara keseluruhan gejala yang

berhubungan dengan takikardia supraventrikular, tapi sinkop merupakan gejala yang

tidak umum terjadi. Komplikasi tambahan dari fibrilasi atrium adalah ambolisasi arteri

sebagai hasil dari statis atrium dan trombus dinding yang tidak melekat kuat, yang

berakibat pada komplikasi yang membahayakan: stroke emboli. Penderita fibrilasi atrium

dengan stenosis mitral atau gagal jantung sistolik parah secara khusus beresiko tinggi

terkena embolisme sereberal.

PVC pada umumnya tidak menimbulkan gejala atau hanya palpitasi ringan. Manifestasi

VT sangat bervariasi mulai dari tidak bergejala sama sekali hingga kolaps hemodinamik.

Konsekuensi proaritmia mulai dari tidak bergejala hingga memburuk sampai kematian

mendadak. VT dapat terjadi karena kolaps hemodinamik, pingsan, dan henti jantung.

Penderita dengan bradiaritmia mengalami gejala yang dikuti juga dengan hipotensi

seperti pusing, pingsan, kelelahan, dan kebingungan. Jika terjadi disfngsi ventrikel kiri

maka gejala gagal jantung kongestif dapat memburuk.

II.        TERAPI

A.   Tujuan Terapi

Hasil yang diharapkan tergantung dari jenis aritmianya. Sebagai contoh, tujuan akhir

penanganan fibrilasi atau flutter atrium adalah mengembalikan ritme sinus, mencegah

komplikasi tromboemboli, dan mencegah kejadian berulang.

B.   Pendekatan Umum

Penggunaan obat-obatan antiaritmia di Amerika Serikat menurun karena beberapa

penelitian menunjukan peningkatan kematian pada beberapa situasi klinis, kesadaran

proaritmia sebagai suatu efek samping yang signifikan, dan kemajuan teknologi terapi non-

obat seperti ablsi dan cardioverter-defibrilator internal.

1. Fibrilasi Atrium atau Flutter Atrium

Page 6: ARITMIA

Banyak metode yang tersedia untuk mengembalikan ritme sinus, pencegahan

komplikasitromboemboli, dan mencegah terjadinya aritmia kembali; tetapi pemilihan

terapi tergantung, sebagiannya, pada onset dan keparahan gejala.

Jika gejalanya parah dan onset cepat, penderita memerlukandirect-current

cardioversion (DCC) untuk mengubah ritme sinus secepatnya.

Jika gejalanya dapat ditoleransi, obat yang memperlambat konduksi dan meningkatkan

refaktori nodus AV sebaiknya digunakan sebagai terapi utama. Beberapa klinisi lebih

memilih antagonis kalsium (verapamil atau diltiazem) intravena. Jika kondisi adrenergik

tinggi merupakan faktor penyebab, β-blocker (misal, propanolol, esmolol) intravena

sangat efektif dan dapat dijadikan pertimbangan awal. Tipe antiaritmia Ia dan III

sebaiknya tidak diberikan di awal karena meningkatkan respon ventrikular secara

paradoks saat tidak adanya obat yang memperlambat kondisi nodus AV. Pemakaian

digoksin dalam terapi masih dipertanyakan karena biasnya tidak efektif karena onsetnya

lambat.

Setelah penanganan dengan obat yang memblok nodus AV dan kemudian penurunan

respon ventrikular, penderita seharusnya dievaluasi terhadap kemungkinan kembalinya

ritme sinus jika fibrilasi atrium berlanjut.

Jika ritme sinus kembali, antikoagulan sebaiknya dimulai sebelum cardioversion karena

kembalinya kontraksi atrium meningkatkan resiko tromboemboli. Rekomendasi utama

saat ini adalah warfarin (international normalized ratio (INR) 2 sampai 3) kurang-

kurangnya 3 minggu sebelum cardioversion dilanjutkan setidaknya 1 bulan setelah

cardioversion efektif.

Antikoagulan tidak begitu penting untuk penderita dengan fibrilasi atrium yang kurang dari

48 jam dan tidak adanya tombus parah pada ekokardiografi transesofagus (transesophageal

echocardiography, TEE).

Setelah antikoagulasi awal atau TEE, metode untuk mengembalikan ritme sinus pada

penderita fibrilasi atau fluntter atrium adalah cardioversion farmakologi dan DCC. Secara

garis besar konsensus international merekomendasikan DCC sebagai pilihan untuk

dipertimbangkan. DCC cepat dan lebih sering berhasil, tetapi memerlukan sedasi atau

anestesi pendahuluan dan memiliki resiko kesilkomplikasi serius seperti henti sinus atau

aritmia ventrikular. Walaupun senyawa tipe Ia, Ic, dan III telah menunjukan keefktifan,

ada bukti yang menunjkan bahwa khasiat hanya untuk tipe III murni pemblok Ik (contoh,

ibutilid, dofetilid) obat-obat tipe Ic (contoh, flekainid, propafenon). Keuntungan dari terapi

obat awal adalah bahwa obat efektif dapat ditentukan pada kasus yang memerlukan

terapi jangka pqnjang. Kerugiannya adalah efek samping yang signifikan seperti TdP

karena obat, interaksi antar obat, dan laju cardioversion yang rendah obat dibandingkan

dengan DCC.

Page 7: ARITMIA

The American College of Chest Physician Consensus Conference untuk terapi

antitrombotik merekomendasikan pananganan warfarin kronik (INR 2 sampai 3, target

2,5) untuk semua psien dengan fibrilasi atrium yang memiliki resiko tinggi stroke (yang

memakai katup jantung prostetik, penyakit katup jantung rematik, riwayat tromboemboli,

usia diatas 75 tahun, disfungsi vertikel kiri, atau hipertensi). Mereka yang memiliki resiko

kecil (contohnya, usia krang ari 65 tahun tanpa penyakit kardiovaskular atau fibrilasi

atrium murni (lone atrial fibrillation) seharusnya mendapatkan aspirin 325 mg/hari.

Warfarin atau aspirin sebaiknya diteruskan hingga ritme sinus tetap terjaga setidaknya

selama 4 minggu. Tetapi antitrombotik sebaiknya diteruskan pada penderita dengan

fibrilasi atrium permanen atau terjadinya paroksisma kembali.

Fibrilasi atrium biasanya terjadi kembali setelah cardioversion awal karena kebanyakan

penderita memiliki tipe penyakit jantung atau paru-paru yang ireverrsible. Sebuah

metaanalisis menyatakan bahwa quinidin menjaga ritme sinus lebih baik dibandingkan

plasebo; meskipun 50% penderita mengalami fibrilasi atrium kembali selama setahun,

dan yang terpenting, quinidin meningkatkan kematian kemungkinan melalui proaritmia.

Obat anti aritmia tipe Ic (contoh, flekainidin, propafenon) dan tipe III (contoh, amiodaron,

sotalol, dofetilid). Karenanya, obat antiaritmia ini sebaiknya diberikan untuk penderita

dengan fibrilasi atrium paroksimal terdokumentasi yang berkaitan dengan gejala yang

tidak dapat ditoleransi. Dosis kecil amidaron lebih disukai oleh kebanyakan penderita.

1. Takikardia Supraventrikulan Paroksimal

Pilihan antara metode farmakologi dan non-farmakologi untuk menangani PSVT

tergantung pada keparahan gejala. DCC sinkron adalah pilihan terapi jika gejalanya cukup

parah (contoh, pingsan, nyeri angina di dada, gagal jantung parah). Metode non-obat

yang meningkatkan tonus vagal pada nodus AV (contoh, unilateral carotid sinus massage,

Valsalva maneuver) dapat digunakan untuk gejala ringan hingga sedang. Jika metode ini

gagal, terapi obat merupakan pilihan selanjutnya.

Pilihan diantara obat-obat didasarkan pada kompleks QRS. Obat-obatan terbagi menjadi

tiga kategori besar yaitu: (1) langsung atau tidak langsung meningkatkan tonus vagal

pada nodus AV (contoh, digoksin); (2) menekan konduksi melalui jaringan lambat yang

tergantung kalsium (contoh, adenosin, β-blocker, blocker saluran kalsium); dan (3)

menekan konduksi melalui jaringan cepat yang tergantung natrium (contoh, quinidin,

prokainamid, disopiramid, flekainid).

Adenosin telah direkomendasikan sebagai obat pilihan pertama bagi penderita dengan

PSVT karena durasi kerjanya yang pendek tidak akan memperlama kompromi

hemodinamik pada penderita dengan kompleks QRS lebar yang sebetulnya memiliki VT

daripada PSVT.

Setelah PSVT akut berakhir, tetapi pencegahan jangka panjang diindikasikan jika penyakit

tersebut membutuhkan pengobatan atau penyakit sering terjadi walaupun hanya berupa

gejala. Beberapa uji antiaritmia dapat dievaluasi dalam kondisi ambulatory melalui rekam

Page 8: ARITMIA

ambulatory ECG (monitor Holter) atau transmisi telefonik ritme jantung (monitor kejadian)

atau melalui teknik elektrofisiologi invasif dilaboratorium.

Penggunaan aritmia kronik pada usia muda, kecuali pasien sehat, masih bermasalah

karena kemungkinan perlunya medikasi harian sepanjang hayat, toleransi yang uruk, efek

samping yang parah, dan seringnya pengurangan khasiat.

Ablasi kateter transkutan menggunakan arus radiofrekuensi pada substrat PSVT

sebaiknya dipertimbangkan pada beberapa penderita yang sebelumnya telah

direkomendasikan untuk terapi kronik antiaritmia. Hal ini sangat efektif untuk

penyembuhan, jarang sekali terjadi komplikasi, terhindar dari kebutuhan untuk terapi

obat antiaritmia kronik, dan ekonomis.

3.         Takikardia Atrium Otomatis

Faktor-faktor pemicu dapat diperiksa dengan memastikam oksigenasi dan ventilasi yang

tepat serta memeriksa ketidakseimbangan asam-basa atau elektrolit.

Jika takikardia muncul, maka dibutuhkan terapi tambahan yang ditentukan berdasarkan

gejalanya. Penderita dengan takikardai atrium yang tidak bergejala dan relatif relatif

lambat respon ventrikularnya basanya tidak membutuhkan terapi obat.

Pada penderita yang memiliki gejala, trapi medis dapat digunakan untuk mengontrol

respon ventrikular atau untuk merubah ritme sinus. Antagonis kalsium (contoh, loperamil)

dipertimbangkan sebagai terapi obat tahap awal untuk menurunkan respon ventrikular.

Obat tipe I contoh: prokainamid, quinidin hanya sesekali saja efektif untuk

mengembalikan ritme sinus. DCC tidak efektif, dan B-blockers biasanya kontraindikasi

karena adanya penykit pulmonar secara bersamaan atau gagal jantung tak terkompesasi.

4.         Kompleks Prematur Ventrikular

Pada individu yang tampak sehat, terapi obat tidak terlalu penting karena PVC yang tidak

disertai dengan penyakit janung tidak beresiko. Pada penderita aritmia dengan faktor resiko

kematian (contoh : MI, disfungsi ventrikel kiri, PVC kompleks) terapi obat kronik sebaiknya

dibatasi pada B-blockers, karena hanya obat inilah yang terbukti dapat mencegah kematian

pada penderita.

5.         Takikardia Ventrikular Akut

Jika terjadi gejala yang cukup parah, DCC sebaiknya digunakan untuk mengembalikan

ritme sinus dengan cepat. Faktor-faktor pemicunya harus segera dikoreksi bila

mmungkinkan. Jika VT merupakan kejadian elektrik yang terisolasi dengan faktor pemula

sesaat (contoh iskemia miokardial akut, toksisitas digitalis), maka tidak perlu terapi

antiaritmia jangka panjang setelah faktor pencetusnya dikoreksi.

Page 9: ARITMIA

Penderita tanpa gejala dengan gejala ringan dapat ditangani pada tahap awal dengan

obat antiaritmia. Amiodaron intravena biasanya digunakan sebagai tahap awal pada

situasi ini. Prokainamid dan lidokain yang diberikan secara iv dapat menjadi alternatif

yang cocok. Jika lidokain tidak berhasil mengobati takikardia, maka prokainamid secara iv

(dosis loading dan infus) dapat dicoba. DCC sebaiknya ditempuh atau dimasukan kabel

pacu trans vena jika status penderita memburuk, terjadi degenerasi dari VT menjadi VF,

atau terapi obat gagal.

6.         Takikardia vantrikular belanjut

Penderita dengan VT berlanjut kronik dan berulang memiliki resiko kematian tinggi; trial-

and-error untuk menemukan terapi yang efektif tidak diperkenankan, baik uji

elektrofisiologi atau pengawasan serial Holter dengan uji obat tidaklah ideal. Temuan ini

serta profil efek samping dari obat antiaritmia menyebabkan jatuhnya pilihan pada

pendekatan non-obat.

Automatic Implantable cardioveter defibrillator (ICD) merupakan metode yang cukup

efektif untuk mencegah kematian mendadak karena kejadian ulang VT atau VF. Hal ini

menghasilkan survival keseluruhan 3 tahun lebih baik dari pada terapi antiaritmia kronik

dengan amiodaron, obat yang dikenal paling efektif.

Penderita dengan ektopi ventrikular kompleks sebaiknya tidak menerima obat antiaritmia

tipe I atau III

7.         Takikardia ventrikular tidak berlanjut

Pendekatan NVST merupakan hal yang kontroversial. Penderita dengan gejala yang

berkepanjangan membutuhkan obat, tetapi kebanyakan penderita tidak menunjukan gejala.

Penderita dengan NVST dan penyakit koroner beresiko mengalami kematian mendadak,

terutama jika para penderita tersebut mengidap VT berlanjut setelah simulasi terprogram.

Oleh karena itu, pasien ini sebaiknya menjalani studi elektrofisiologi dan diberikan terapi

pencegahan disertai dengan ICD atau amiodron secara empirik jika VT/VF berlanjut tersebut

dapat diinduksi.

8.         Proaritmia

Proaritmia ini tidak dapat ditangani dengan cardioversion atau pacu berlebih. Beberapa

klinisi telah berhasil dengan lidokain iv (berkompetisi untik reseptor saluran natrium) atau

natrium bikarbonat (melawan blokade belebih saluran natrium)

9.         Torsades de pointers

Page 10: ARITMIA

Untuk penyakit akut, kebanyakan penderita memerlukan dan merespon DCC, akan tetapi,

Tdp cenderung bersifat paroksimal dan sering berulang secara cepat setelah kejutan

lawan (countershock).

Magnesium sulfat iv dipertimbangkan sebagai pilihan obat untuk mencegah terjadinya

Tdp. Jika tidak efktif stategi untuk meningkatkan laju jantung dan memperpendek

repolarisasi sebaiknya dilakukan (contoh : pace transvena temporer pada 105 sampai 120

denyut nadi/menit atau pacu jantung farmakologi dengan menggunakan isoproterol atau

infus epineprin). Obat yang memperpanjang inteval QT sebaiknya dihentikan saja dan

faktor yang memperburuk (contoh : hipokalemia) diperbaiki. Obat yang memperpanjang

repolarisasi (contoh prokainamid iv) kontraindikasi. Lidokain biasanya tidak efektif.

10.       Fibrilais ventrikular

VF (dengan atau tanpa iskemia miokardial) seharusnya ditangani berdasarkan rekomendasi

The American Heart Association untuk mendukung keja jantung agar lebih baik. Setelah

resusitasi yang berhasil, obat antiaritmia harus dilanjutkan hingga ritme penderita dan

status secara keselurhan stabil. Antiaritmia jangka panjang atau implantasi ICD dapat

dilanjutkan atau tidak.

11.       Bradiaritmia

Penanganan disfungsi nodus sinus melibatkan eliinasi bradikardia simptomatik dan

kemungkinan  penanganan trakikardia bergantian seperti fibrilasi atrium. Bradiaritmia

sinus tidak bergejala biasanya tidak memerlukan intervensi pengobatan.

Secara umum, pilihan terapi jangka panjang untuk penderita dengan gejala yang

signifikan adalah pacu ventrikular permanen.

Obat-obatan yang umumnya dipakai untuk menangani takikardia seharusnya digunakan

dengan perhatian, bila tidak ada pacu jantung yang berfungsi.

Hipersensitivitas sinus karotid dengan gejala sebaiknya juga ditangani dengan terapi

pacu jantung permanen. Pasien yang tetap menunjukkan gejala bisa mendapat

keuntungan dari penambahan stimulamn a-adrenergik seperti midodrin, kadang kala

dengan b-blocker untuk memaksimalakan stimulasi a-simpatik.

Sinkop vasovagal biasanya berhasil ditangani dengan b-blocker oral untuk menginhibisi

arus simpatik yang menyebabkan kontraksi ventrikel kuat dan mendahului onset

hipotensi dan bradikardia. Obat lain dipakai dengan (dengan atau tanpa b-blocker)

termasuk antikolinergik (koyo scopolamin, disopiranid), agonis a-adrenergik (midorin),

analog adenosim (teofilin, dipiridamol) dan inhibitor reuptake serotonin selektif (sertaline,

fluksetin).

12.       Blok atrioventrikular

Page 11: ARITMIA

Pilihan terakhir pengobatan akut bradikardia akut dengan gejala atau blok AV adalah

pacu temporer melalui kawat transvena atau pada kondisi darurat, dengan pemandu

traskutan. Atropin 0,5 sampai 1mg secara intravena seharusnya diberikan sebagai begitu

pemandu pacu dipasngkan. Infus epinfrin atau dopamin dapat digunakan jika pemberian

atropin gagal. Obat-obat ini tidak akan membantu jika blok AV dibawah nodus AV (moblitz

II atau AV blok trifasikular).

Blok AV simptomatik kronik membutuhkan pemasangan pacu jantung permanen.

Penderita tanpa gejala sewaktu-waktu dapat diikuti secara dekat tanpa membutuhkan

pacu jantung.

III.       TERAPI FARMAKOLOGI

Klasifikasi Obat Antiaritmia

Obat yang memiliki aktivitas antiaritmia dengan cara merubah konduksi secara langsung

melalui beberapa jalan. Obat tersebut dapat menekan impuls otomatis dari sel pacu

jantung abnormal dengan menurunkan kemiringan fase 4 depolarisasi dan/atau

meningkatkan potensi aksi. Obat ini dapat merubah karakteristik konduksi dari jalur

masuk reentrant.

Sitem klasifikasi yang sering digunakan adalah yang diusulkan oleh Vaughan Williams.

obat tipe Ia menurunkan kecepatan konduksi, memperlambat refraktori dan menurunkan

impuls otomatis dari jaringan konduksi yang tergantung natrium (normal atau sakit). Tipe

Ia ini merupakan antiaritmia dengan spektrum yang luas. Efektif untuk supraventrikular

dan aritmia ventrikular.

Walaupun dikategorikan terpisah obat tipe Ib ini kemungkinan berlaku seperti tipe Ia,

kecuali pada tipe Ib lebih efektif pada aritmia ventrikular dari pada supraventrikular.

Tipe Ic dapat memperlambat kecepatan konduksi tapi tidak berpengaruh pada sifat

refraktorinya. Walaupun tipe ini efektif untuk aritmia ventrikular dan supraventrikular.

Penggunanan untuk artimia ventrikular diibatasi karena dapat mengakibatkan proaritmia.

Pada umumnya obat tipe I dapat dakatakan sebagai blocker saluran natrium. Prinsip

reseptor antiaritmia saluran natrium merupakan kombinasi obat aditif (contoh : quinidin

dan mexiletin) dan antagonis (contoh : flekainidin dan lidokain), sama potensialnya

dengan antidot untuk blokade saluran natrium (contoh natrium bikarbonst, propanolol).

Obat yang termasuk tipe II adalah antagonis b-adrenergik; mekanisme yang relefan

secara klinis berasal dari kerja antiadrenerjiknya. B-blocker sangat berguna untuk

takikardia yang jaringan nodusnya otomatis abnormal atau merupakan bagian dari suatu

loop reentrant. Obat ini dapat membantu memperlambat respon ventrikular pada

takikardia atrium (contoh, fibrilasi atrium) melalui efek di nodus AV.

Page 12: ARITMIA

Obat tipe III secara spesifik memperlambat refraktori pada serabut atrium dan

ventrikular, ke dalam golongan ini termasuk obat ini sangat berbeda yang juga memiliki

effek umum yaitu menunda repolarisasi dengan memblok saluran kalium.

Bretylium memperlambat repolarisasi melalui penghambatan konduktasi kalium yang

tidak bergantung pada sistem syaraf simpatetik, meningkatkan ambang VF dan

tampaknya memiliki efek antifibrilasi selektif tapi tidak takikardi. Bretylium efektif pada

VF tetapi umumnya menjadi tidak efektif pada VT.

Sebaiknya, amiodaron dan sotalol efektif pada kebanyakan takikardia. Amiodaron

menunjukan karakteristik elektrofisiologi yang konsisten dengan masing-masing tipe obat

antiaritmia. Tipe obat tersebut adalah penghambatan saluran natrium yang memiliki

kinetik on-off kinetics relatif cepat, memiliki kerja pemblokan-b non selektif, blokade

saluran kalium dan mempunyai aktivitas antagonis kalsium rendah. Efek yang

mengesankan dan redahnya potensial proaritmia dari amiodaron telah menantang

anggapan bahwa blokade saluran ion selektif lebih disukao. Sotalol merupakan inhibitor

yang potensi pergerakan keluarnya kalium selama repolarisasi dan juga memiliki kerja

pemblokan-b ibutilid dan dofetilid memblok komponen cepat dari delayed potassium

rectifier current.

Obat tipe IV menginhibisi masuknya kalsium ke dalam sel yang dapat memperlambat

konduksi, memperlambat refaktori dan menurunkan otomatisitas nodus SA dan AV.

Antagonis saluran kalsium efektif untuk takikardia otomatis atau reetrant yang berasal

dari atau menggunakan nodus SA atau AV.

Dosis umum antiaritmia intravena (iv) dan efek samping umum ditampilkan pada

tabel  7.2